Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) manusia sehingga study linguistik perlu dilengkapi denagn study antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik. Objek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa. Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua intekrasi manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa. Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah alat

untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima. Sebagai alat intekrasi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonology, morphology, sintaksis, sampai stuktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan factor-faktor atau hal yang ada diluar bahasa seperti social, psikology, etnis, seni, dan sebagainya. Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunya dilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang semakin kompleks. Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalam proses atau kegiatan mental ( otak ). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, study linguistik perlu dilengkapi dengan study antardisiplin antara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik. Berkenaan dengan hal tersebut, makalah ini akan memaparkan pengertian psikolinguistik, jenis-jenis psikolinguistik, serta psikolinguistik internal dan eksternal. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik beberapa masalah, sebagai berikut. 1.2.1 apakah pengertian psikolinguistik secara kompleks? 1.2.2 apa sajakah jenis-jenis ilmu psikolinguistik? 1.2.3 apakah yang dimaksud dengan psikolingistik internal dan psikolinguistik eksternal?

1.3. Tujuan Dari rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai yaitu: 1.3.1. Mengetahui pengertian psikolinguistik secara jelas. 1.3.2. Mengetahui semua jenis-jenis ilmu Psikolinguistik. 1.3.3. Mengetahui arti psikolinguistik internal dan psikolinguistik eksternal.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Psikolinguistik Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing- masing berdiri sendiri dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku berbahasa atau proses berbahasa. Robert Lado seorang ahli dalam bidang pembelajaran bahasa mengatakan bahwa psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendirisendiri. Emmon Bach dengan singkat dan tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk atau membangun atau mengerti kalimat bahasa tertentu tersebut. Paul Fraisse menyatakan bahwa : Psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communication and the means offered to us by a language learned in ones childrood and later. Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakekat 4

bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat penuturan itu. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik merupakan penggabungan antara dua bidang pendekatan, yakni psikologi dan linguistik yang mengkaji tentang bahasa yakni kaitannya dengan bagaimana bahasa itu diperoleh dan dapat dipahami oleh pemakainya. Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama berlangsungnya komunikasi dalam hubungan dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasanbatasan yang disebutkan diatas, terdapat pandangan sebagai berikut : a. Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak. b. Psikolinguistik berhubungan langsung dengan proses mengkode dan menafsirkan kode. c. Psikolinguistik sebagai pendekatan d. Psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa. e. Psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya dengan bahasa. Objek dan ruang lingkup psikolinguistik telah dijelaskan di atas bahwa psikolinguistik sebenarnya gabungan dua disiplin ilmu yakni gabungan linguistik dengan psikologi. Objek linguistik adalah bahasa dan objek psikologi adalah gejala jiwa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa objek psikolinguistik adalah bahasa juga, tetapi bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dengan gejala jiwa. Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang marah akan lain perwujudan bahasanya yang digunakan dengan orang yang sedang bergembira. Titik berat psikolinguistik adalah bahasa, dan bukan gejala jiwa. Itu sebabnya dalam batasan-batasan psikolinguistik selalu ditonjolkan proses bahasa yang terjadi pada otak, baik proses yang terjadi diotak pembicara maupun proses yang terjadi diotak pendengar. 5

Dengan mencoba menganalisis objek linguistik dan objek psikologi dan titik berat kajian psikolinguistik, dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang lingkup psikolinguistik mencoba memberikan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang menjadi lingkupan psikolinguistik adalah : 1. Proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran. 2. Akuisisi bahasa 3. Pola tingkah laku berbahasa 4. Asosiasi verbal dan persoalan makna. 5. Proses bahasa pada orang yang abnormal, misalnya anak tuli. 6. Persepsi ujaran dan kognisi. 2.2 Jenis-jenis Psikolinguistik Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik. Subdisiplin psikolinguistik beserta pengertian masing-masing dapat dipaparkan sebagai berikut. a. Psikolinguistik Teoritis Jenis ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses- proses mental manusia dalam berbahasa. Misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan sintaksis, rancangan wacana, dan rancangan intonasi. b. Psikolinguistik Perkembangan Jenis ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan semantik dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap dan terpadu. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak semula

tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan bahasa pertama (PB1). Manusia memiliki warisan biologi yang sudah dibawa sejak lahir berupa kesanggupannya untuk berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia dan itu tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasa hanya sedikit korelasinya terhadap IQ manusia . Kemampuan berbahasa anak yang normal sama dengan anak-anak yang cacat. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari bahasa dan topografi korteks yang khusus untuk bahasa. Tingkat perkembangan bahasa anak sama bagi semua anak normal; semua anak dapat dikatakan mengikuti pola perkembangan bahasa yang sama, yaitu lebih dahulu menguasai prinsip-prinsip pembagian dan pola persepsi. Kekurangannya, hanya sedikit dapat melambangkan perkembangan bahasa anak. Bahasa tidak dapat diajarkan pada makhluk lain. Bahasa bersifat universal. Pemerolehan bahasa pertama 7

erat kaitannya dengan permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat. Dalam melangsungkan upaya memperoleh bahasa, anak dibimbing oleh prinsip atau falsafah jadilah orang lain dengan sedikit perbedaan, ataupun dapatkan atau perolehlah suatu identitas sosial dan di dalamnya, dan kembangkan identitas pribadi Anda sendiri. Sejak dini bayi telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi pertama kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia ini adalah tempat orang saling berbagi rasa. Melalui bahasa khusus bahasa pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam bentukbentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya secara gamblang. Apabila seorang anak menggunakan ujaran-ujaran yang bentuknya benar atau gramatikal, belum berarti bahwa ia telah menguasai B1. Agar seorang anak dapat dianggap telah menguasai B1 ada beberapa unsur yang penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu. Perkembangan nosi-nosi (notion) atau pemahaman seperti waktu, ruang, modalitas, sebab akibat, dan deiktis merupakan bagian yang penting dalam perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak.

Sistem pikiran yang terdapat pada anak-anak dibangun sedikit demi sedikit apabila ada rangsangan dunia sekitarnya sebagai masukan atau input (yaitu apa yang dilihat anak, didengar, dan yang disentuh yang menggambarkan benda, peristiwa dan keadaan sekitar anak yang mereka alami). Lama kelamaan pikirannya akan terbentuk dengan sempurna. Setelah itu sistem bahasanya lengkap dengan perbendaharaan kata dan tata bahasanya pun terbentuk. Masa Waktu dan Perkembangan Pemerolehan Bahasa Pertama Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu (a) perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori, dan (c) perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan. Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang tua (khususnya ibu) dengan anak. Pada masa perkembangan pralinguistik anak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain serta hubungan dengan objek dan tindakan pada tahap satu kata anak terus-menerus berupaya mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperolehnya tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian. Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjang ucapannya. Panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlah morfem ratarata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya. Ada lima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi oleh panjang ucapan rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA). Walaupun perkembangan bahasa setiap anak sangat unik, namun ada persamaan umum pada anak-anak, ada persesuaian satu sama lain semua mencakup eksistensi, noneksistensi, rekurensi, atribut objek dan asosiasi objek dengan orang.

c. Psikolinguistik Sosial Jenis ini berkenaan dengan aspek-aspek sosial bahasa. Bagi suatu masyarakat bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang sulit ditinggalkan. Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga merupakan fenomena budaya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi, seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa. d. Psikolinguistik Pendidikan Jenis ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran berbahasa, dan pegetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan. e. Psikolinguistik Neurology ( neuropsikolinguistik ) Jenis mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar neurology telah berhasil menganalisis struktur biologis otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak itu. Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu. Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran. Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami 10

ujaran. Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode. Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa bahasa lisan maupun bahasa tulis, sebagaimana dikemukakan oleh Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu, Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in ones childhood and later psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata. Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya. 11

Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean, hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, (1998: 9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian bahasa dan perubahan bahasa). Manusia sebagai pengguna bahasa dapat dianggap sebagai organisme yang beraktivitas untuk mencapai ranah-ranah psikologi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan menggunakan bahasa baik secara reseptif (menyimak dan membaca) ataupun produktif (berbicara dan menulis) melibatkan ketiga ranah tadi. Istilah cognitive berasal dari cognition yang padanannya knowing berarti mengetahui. Dalam arti yang luas cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.. (Neisser dalam Syah, 2004:22). Dalam perkembangan selanjutnya istilah kognitiflah yang menjadi populer sebagai salah satu domain, ranah/wilayah/bidang psikologis manusia yang meliputi perilaku mental manusia yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pemecahan masalah, pengolahan informasi, kesengajaan, dan keyakinan. Menurut Chaplin (Syah, 2004:22) ranah ini berpusat di otak yang juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa. Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seseorang dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil seseongr tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi yang disajikan kepadanya. Afektif adalah ranah psikologi yang meliputi seluruh fenomena perasaan seperti cinta, sedih, senang, benci, serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Sedangkan, psikomotor adalah ranah psikologi yang segala amal 12

jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitas maupun kualitasnya karena sifatnya terbuka (Syah, 2004: 52). Beberapa ahli mencoba memaparkan bentuk hubungan antara bahasa dan pikiran, atau lebih disempitkan lagi, bagaimana bahasa mempengaruhi pikiran manusia. Dari banyak tokoh yang memaparkan hubungan antara bahasa dan pikiran, penulis melihat bahwa paparan Edward Sapir dan Benyamin Whorf yang banyak dikutip oleh berbagai peneliti dalam meneliti hubungan bahasa dan pikiran. Sapir dan Worf mengatakan bahwa tidak ada dua bahasa yang memiliki kesamaan untuk dipertimbangkan sebagai realitas sosial yang sama. Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran. 1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut. 2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa. Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan beroperasinya aspek formal bahasa, misalnya gramar dan leksikon. Whorf mengatakan grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations available to their speakers. Gramar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut. Selain habituasi dan aspek formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Whorf dan Sapir adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi premis dalam berpikir, seperti apa yang dikatakan oleh Whorf berikut ini :Kita membelah alam dengan garis yang dibuat oleh bahasa native kita. Kategori dan tipe yang kita isolasi dari dunia fenomena tidak dapat kita temui karena semua fenomena tersebut tertangkap oleh majah tiap observer. Secara kontras, dunia mempresentasikan 13

sebuah kaleidoscopic flux yang penuh impresi yang dikategorikan oleh pikiran kita, dan ini adalah sistem bahasa yang ada di pikiran kita. Kita membelah alam, mengorganisasikannya ke dalam konsep, memilah unsur-unsur yang penting. Bahasa bagi Whorf pemandu realitas sosial dan mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat ditentukan oleh simbol-simbol bahasa tertentu yang menjadi medium komunikasi sosial. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentag dunia dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara selektif individu menyaring sensori yangmasuk seperti yang diprogramkan oleh bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda memiliki perbedaan sensori pula (Rakhmat, 1999). f. Psikolinguistik Eksperimen Jenis ini meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain. g. Psikolinguistik Terapan Jenis ini berkaitan dengan penerapan dari temuan enam jenis psikolinguistik di atas kedalam bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termaksuk sub disiplin ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurology, psikistri, komunikasi dan sastra. Psikolinguistik terapan adalah aplikasi teori-teori linguistik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bab ini akan dibahas beberapa bidang terapan yang dianggap penting, yaitu yang menyangkut hal membaca, patologi bahasa, kedwibahasaan dan pengajaran bahasa asing. 14

2.3. PSIKOLINGUISTIK INTERNAL DAN EKSTERNAL Sebagai alat interaksi verbal, bahasa dapat diakaji secara internal maupun eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonologi, morfologi, sintaksis sampai struktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor atau hal-hal yang ada diluar bahasa, seperti faktor sosial, psikologi, etnis, seni dan sebagainya. Mengingat pula kajian ilmu psikolinguistik adalah bahasa maka dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik dapat pula dikaji secara internal dan eksternal. Ilmu kebahasaan dan proses pemerolehannya yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri dikenal dengan sebutan psikolinguistik internal. Sementara ilmu kebahasaan dan pemerolehannya yang berasal dari lingkungan atau dari luar diri manusia itu sendiri disebut psikolinguistik eksternal. Pemerolehan bahasa memiliki kaitan yang sangat erat dengan lingkungan kebudayaan bahasa setempat, di samping berkaitan dengan diri seseorang. Dari ketujuh jenis psikolinguistik di atas, ilmu yang diterima manusia dari dalam dirinya sendiri atau secara internal antara lain psikolinguistik teoretis karena merupakan penerapan dari proses mental manusia dalam mempelajari bahasa serta psikolinguistik neurologi karena merupakan proses perkembangan saraf otak manusia dalam mempelajari bahasa. Sedangkan kelima jenis ilmu psikolinguistik yang lainnya, yaitu psikolinguistik pendidikan, terapan, eksperimen, sosial, dan psikolinguistik perkembangan dapat digolongkan sebagai jenis ilmu psikolinguistik yang didapat dari luar diri manusia atau secara eksternal karena semuanya merupakan penerapan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, sosial, dunia sekolah, percobaan sendiri, dan keluarga.

15

BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Karena kompleksnya bidang kajian psikolinguistik, terdapat tujuh subdisiplin psikolinguistik, yakni a) psikolinguistik teoretis, b) psikolinguistik perkembangan, c) psikolinguistik sosial, d) psikolinguistik pendidikan, e) psikolinguistik neurologi, f) psikolinguistik eksperimen , dan g) psikolinguistik terapan. Namun, bidang kajian seluruh subdisiplin tersebut masih berorientasi kepada pengaruh bahasa terhadap pikiran manusia. Bidang kajian psikolinguistik yang berupa bahasa, menyebabkan lahirnya psikolinguistik internal dan psikolinguistik eksternal. Bidang kajian kedua psikolinguistik ini masih bahasa, hanya dibedakan dari segi pemerolehan bahasa itu sendiri yakni ilmu kebahasaan yang diperoleh oleh manusia bisa berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya sendiri atau dari lingkungannya. Ilmu kebahsaan adalah psikolinguistik teoretis dan psikolinguistik neurologi. Kedua jenis psikolinguistik ini melekat erat dalam diri seseorang. Sedangkan kelima jenis ilmu psikolinguistik yang lainnya, yaitu psikolinguistik pendidikan, terapan, eksperimen, sosial, dan psikolinguistik perkembangan dapat digolongkan sebagai jenis ilmu psikolinguistik yang didapat dari luar diri manusia atau secara eksternal karena semuanya merupakan penerapan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, sosial, dunia sekolah, percobaan sendiri, dan keluarga. 3.2 Saran Keberadaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari masih saja menimbulkan suatu permasalahan. Hal ini membuktikan bahwa pengajaran bahasa memegang peranan vital bagi kelangsungan kegiatan berbahasa manusia. Sifat bahasa yang kompleks dapat dijadikan dasar landasan dalam penelitian yang menggunakan manusia sebagai 16

objek kajiannya, tidak hanya dari segi kebahasaan, namun juga dari segi psikologi manusia dapat diketahui dari kegiatan berbahasanya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dalam masyarakat perlu ditingkatkan mengingat kaitannya yang sangat erat dengan beberapa cabang ilmu lainnya, terutama dengan psikologi.

17

DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Unika Atma Jaya Marat, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik: Sebuah Pengantar. Bandung: PT Refika Adimata http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2165686-apa-sihpsikolinguistik/#ixzz1Y30V7jFz. Diunduh tgl 3 September 2011

18

Anda mungkin juga menyukai