Anda di halaman 1dari 16

FILSAFAT BAHASA MODERN

Oleh:

1. Aisyah Yuliani (1912011024)


2. I Dewa Ayu Gede Suwari Ratih (1912011026)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

TAHUN 2021

0
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya penulis bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Filsafat Bahasa Moderen”dengan tepat waktu. Tidak
lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

    Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bisa membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Singaraja, 16 Februari 2021

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................................ii

Daftar Isi...................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................................................2

1.3 Manfaat................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Modern..................................................................................................3

2.2 Filosof dan pemikirannya.....................................................................................................3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................................12

3.2 Saran..................................................................................................................................12

Daftar Pustaka..........................................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman modern dimulai sejak
adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai
dengan munculnya gerakan Renaissance. Renaissance berarti kelahiran kembali, yang
mengacu pada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di Italia (pertengahan
abad ke-14). Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup
Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga
dimaksudkan untuk mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.

Di samping itu, para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang


harmonis dari keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik. Renaissance akan banyak memberikan
segala aspek realitas. Perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam
lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah.

Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk member tempat kepada akal yang
mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa
akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya.
Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap
orang-orang yang enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan, semakin besar
kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir dunia baru yang penghuninya dapat merasa puas
atas dasar kepemimpinan akal yang sehat. Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat
modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual dan yang konkret.

Zaman filsafat abad modern ini muncullah berbagai tokoh pemikir yang mampu
mengubah dunia terutama yang kemudian dikembangkan pada ilmu pengetahuan. Dalam
kaitan dengan perkembangan filsafat bahasa pada abad ini muncullah para pemikir yang
merupakan akar filsafat bahasa terutama filsafat analitika bahasa. Rasionalisme Rene
Descartes yang bahkan ia disebut sebagai “Bapak filsafat modern”, empirisme antara lain
tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke dan David Hume tokoh Kritisisme Immanuel
Kant serta August Comte sebagai pencetus paham positivism. Paham-paham tersebut sangat

1
besar pngaruhnya terhadap perkembangan filsafat bahasa terutama dalam pengembangan
dasar-dasar analisis bahasa.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini,sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari filsafat modern?

6. Siapa saja filosof filsafat modern, serta bagaimana pemikirannya?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut:

1. Agar mengetahui arti dari pada filsafat dan filsafat modern

4. Agar mengetahui siapa saja filosof pada masa filsafat modern beserta pemikirannya

1.4 MANFAAT

Manfaat dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui arti dari filsafat dan filsafat barat

4. Dapat mengetahui filosof pada masa filsafat modern beserta pemikirannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN FILSAFAT MODERN


Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam
sampai ke akar-akarnya dalam mencari hakikat dari suatu fenomena untuk mempeoleh
kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat zaman modern adalah pengetahuan tidak berasal dari
kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa tetapi dari diri manusia sendiri.
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Aliran emperisme,
sebaliknya meyakini pengalaman Sumber pengetahuan itu,baik yang batin maupun
inderawi. Aliran rasionalisme di pelopori oleh Rene Descartes (1596-1650M) dalam
Discoerse Dela methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya pada metode jitu sebagai dasar
kokoh Bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyaksikan segalanya, secara metodis.
namun Tetapi dalam kesangsian yang metoddis ini ternyata hanya satu hal yang tidak dapat
Diragukan,yaitu ‘Saya ragu-ragu’. Ini bukan hayalan, tetapi kenyataan, bahwa ‘Aku ragu-
ragu’. Jika aku menyaksikan sesuatu, aku menyadari bahwa, aku menyaksikan adanya.
Discartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan yang sudah ada sejak kita lahir yaitu:
Realitas pikiran, Realitas perluasan, Realitas tuhan Sebagai wujud yang seluruhnya
sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu. Pikiran sesungguhnya adalah
kesadaran, materi adalah keluasan.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab
suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun
tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan
bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran
empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin,
maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua
pendapat berbeda.

2.6 FILOSOF DAN PEMIKIRANNYA


1. RENE DESCARTES (1596-1650)
Buku Descartes yang terpenting dalam filsafat murni adalah Discours de la Methode
(1637) dan Meditation (1642). Kedua buku ini saling melengkapi satu sama lain. Di dalam

3
kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal, metode keraguan Descartes
(Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut Cogito Descartes, atau metode Cogito saja.
PEMIKIRAN
Cagito Ergo Sum, inilah sebuah metode yang dihasilkan oleh Descartes dengan
menjunjung tinggi suatu keraguan untuk mengungkap sebuah kebenaran. Ia menyatakan
bahwa ketika seseorang bermimpi, dia pun akan mengalami hal yang sama ketika ia dalam
keadaan terjaga dari tidurnya (seolah-olah nyata). Jelaslah dalam hal ini, antara bermimpi
dengan apa yang dilakukan dikehidupan nyata tidak ada batasan yang jelas dan tegas. Dari
hal semacam inilah keraguan Descartes muncul. Dia pun meragukan atas keberadaan dirinya,
akan tetapi satu hal yang ia tidak dapat ragukan adalah rasa ragu itu sendiri. Inilah yang
menjadi basis filsafat Descartes, yaitu saya ragu maka saya berfikir dan saya berfikir adalah
ada. Selain Cagito Ergo Sum (aku berfikir, maka aku ada), karya yang terkenal dari Descartes
lainnya adalah Discourse de la Methode dan Meditationes de prima philosophia. Descartes
membedakan adanya tiga ide dalam diri manusia, antara lain:
1. Innate ideas adalah ide atau pemikiran bawaan sejak manusia tersebut dilahirkan.
2. Adventitious idea adalah ide yang berasal dari luar diri manusia.
3. Factitious idea adalah ide yang dilahirkan oleh fikiran itu sendiri.
Dengan metode Descartes itulah akhirnya memunculkan kembali bahwa segala sesuatu
haruslah dipecahkan dengan rasio (rasionalisme). Melalui pembuktian, logika dan analisis
berdasarkan fakta-fakta, dari pada melalui dogma, iman maupun ajaran agama. Dengan kata
lain, semua permasalahan dapat dilihat dari sudut pandang realistis, bukan dari sebuah
kepercayaan ato takhayul. Dari sinilah Descartes memulai era Renaissance dimana akal lebih
berpotensi digunakan dari pada hati. Hal itu sama halnya seperti era keemasan Yunani kuno
yang sangat mendewakan akal sebelum pengaruh gereja di abad pertengahan muncul.

Tahapan metode Descartes dapat diringkas sebagai berikut:


1. Benda inderawi tidak ada
2. Gerak, jumlah, volume (ilmu pasti) tidak ada
3. Saya sedang ragu, saya ada
4. Saya ragu karena saya berpikir.

2. THOMAS HOBBES (1588-1679)

4
Thomas Hobbes (1588-1679) dilahirkan di Malmesbury, sebuah kota kecil yang
berjarak 25 kilometer dari London. Ia dilahirkan pada tanggal 15 April 1588.Hobbes
meninggal pada tanggal 4 Desember 1679.
PEMIKIRAN
· Tentang kemandirian filsafat
Hobbes dikenal sebagai salah seorang perintis kemandirian filsafat.Hobbes berpendapat
bahwa selama ini, filsafat banyak disusupi gagasan religius.Hobbes menegaskan bahwa
obyek filsafat adalah obyek-obyek lahiriah yang bergerak beserta ciri-
cirinya.Menurutnya,substansi yang tak dapat berubah, seperti Allah, dan substansi yang tak
dapat diraba secara empiris, seperti roh, malaikat, dan sebagainya, bukanlah obyek dari
filsafat. Hobbes menyatakan bahwa filsafat harus membatasi diri pada masalah kontrol atas
alam.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Hobbes menyatakan hanya ada empat bidang di dalam
filsafat, yakni:
1. Geometri, yang merupakan refleksi atas benda-benda dalam ruang.
2. Fisika, yang merupakan refleksi timbal-balik benda-benda dan gerak mereka.
3. Etika, yang dalam pengertian Hobbes dekat dengan psikologi. Maksudnya, refleksi atas
hasrat dan perasaan manusia serta gerak-gerak mentalnya.
4. Politik, yang adalah refleksi atas institusi-institusi sosial.
· Tentang pengenalan
Sebagai penganut empirisme, Hobbes menganggap bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman semata-mata.Tidak seperti kaum rasionalis, pengenalan dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis, Pengenalan dengan akal dimulai dengan kata-kata yang
menunjuk pada tanda-tanda tertentu yang sebenarnya sesuai dengan kebiasaan saja.
Pengertian-pengertian umum hanyalah nama belaka, yaitu sebagai nama bagi gambaran-
gambaran ingatan tersebut, bukan nama benda pada dirinya sendiri. Pengamatan indrawi
terjadi karena gerak benda-benda di luar manusia yang menyebabkan adanya rangsangan
terhadap indra manusia. Rangsangan tersebut diteruskan ke otak, dan dari otak ke
jantung.Di dalam jantung timbullah reaksi tertentu yang merespons pengamatan tersebut.
· Manusia
Pandangan Hobbes tentang manusia dimulai dengan pertanyaan: apa yang menggerakkan
manusia? (what makes him tick?). Di sini, Hobbes membandingkan manusia dengan sebuah
jam tangan yang bergerak secara teratur karena ada onderdil-onderdil di dalamnya. Hobbes
memandang manusia secara mekanis belaka.Manusia adalah setumpuk material yang bekerja
5
dan bergerak menurut hukum-hukum ilmu alam. Untuk itu, ia menyingkirkan segala macam
anggapan moral-metafisik tentang manusia. Misalnya saja, pandangan bahwa manusia kodrat
sosial, kebebasan, keabadian jiwa, dan sebagainya.Jiwa dan akal budi hanya dianggap
sebagai bagian dari proses mekanis di dalam tubuh.
Setelah mengetahui seluruh kaitan antara onderdil-onderdil dari sebuah jam tangan, maka
kita dapat mengetahui prinsip kerja yang menyebabkan jam tangan itu bergerak.Kesimpulan
akhir Hobbes mengenai faktor penggerak manusia adalah psikis manusia, yakni nafsu. Nafsu
yang paling kuat dari manusia adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata
lain, ketakutan akan kehilangan nyawa. Dari dasar pemikiran itulah Hobbes kemudian
merumuskan pandangannya tentang negara yang amat terkenal.

3. JOHN LOCKE (1632-1704)


John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington, Somerset.Ia meninggal
tanggal 28 Oktober 1704 dan dikuburkan di High Laver.
PEMIKIRAN
· Tentang pengetahuan
Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah
mengenai proses manusia mendapatkan pengetahuan. Ia berupaya menjelaskan bagaimana
proses manusia mendapatkan pengetahuannya.Menurut Locke, seluruh pengetahuan
bersumber dari pengalaman manusia. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak
pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama
berasal dari rasio atau pikiran manusia, Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga
di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat
bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum
berfungsi atau masih kosong. Situasi tersebut diibaratkan Locke seperti sebuah kertas putih
(tabula rasa) yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh
manusia itu. Rasio manusia hanya berfungsi untuk mengolah pengalaman-pengalaman
manusia menjadi pengetahuan sehingga sumber utama pengetahuan menurut Locke adalah
pengalaman.Dan pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation dan
reflection.Sensation adalah unsur-unsur pengalaman pancaindera yang disebabkan
perangsang-perangsang di luar manusia, yaitu cahaya, suara, bau, manis dan
sebagainya.Sedangkan Reflection adalah kesadaran atau pengetahuan akan pengalaman suatu
sensasi tadi.Misalnya, melihat cahaya warna putih itu merupakan sebuah sensasi, sedangkan
kesadaran bahwa kita sedang melihat cahaya putih itu merupakan suatu refleksi.
6
· Proses manusia mendapatkan pengetahuan
Dari perpaduan dua bentuk pengalaman manusia, pengalaman lahiriah dan pengalaman
batiniah, diperoleh apa yang Locke sebut 'pandangan-pandangan sederhana' (simple ideas)
yang berfungsi sebagai data-data empiris. Ada empat jenis pandangan sederhana:
1. Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima
oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga.
2. Pandangan yang diterima oleh beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak.
3. Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan.
4. Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya proses penerimaan dan refleksi.
Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, dan waktu.
Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio dan pikiran manusia
bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia,
baru rasio atau pikiran bekerja membentuk 'pandangan-pandangan kompleks' (complex
ideas).Rasio bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan,
mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.Ada
tiga jenis pandangan kompleks yang terbentuk:
1. substansi atau sesuatu yang berdiri sendiri, misalnya pengetahuan tentang manusia atau
tumbuhan.
2. modi (cara mengada suatu hal) atau pandangan kompleks yang keberadaannya
bergantung kepada substansi. Misalnya, siang adalah modus dari hari.hubungan sebab-akibat
(kausalitas). Misalnya saja, pandangan kausalitas dalam pernyataan: "air mendidih karena
dipanaskan hingga suhu 100° Celcius.

4. GEORGE BERKELEY (1685-1753)


Geoge Berkeley, lahir di Irlandia pada 12 Maret 1685-meninggal pada 14 Januari
1753 di Oxford, Britania Jaya.
PEMIKIRAN
Berkeley dalam konsep-konsep pemikiran filosofinya sebenarnya meneruskan tradisi
Locke namun dalam kesimpulan serta dasar-dasar metafisiknya berbeda. Sebagaimana kita
pahami Locke menyatakan tentang adanya substansi-substansi material dan hal ini ditolak
oleh Berkeley. Ia bependapat bahwa sama sekali tidak ada substansi-substansi di luar kita,
yang ada hanyalah ciri-ciri yang diamati atau pengalaman roh saja sehingga pemikiran
Berkeley ini dikenal secara luas dengan aliran yang disebut “imaterialisme”.

7
Berdasarkan ciri metafisiknya pemikiran Berkeley bermuara pada aliran idealisme,
karena menyangkal adanya suatu dunia yang di luar kita. Keyakinan asasi menurutnya adalah
sebagai berikut:
a) Segala realitas di luar manusia adalah tergantung kepada kesadaran.
b) Tiada perbedaan antara dunia rohani dan dunia bendawi.
c) Tiada perbedaan antara gagasan pengalaman batiniah dengan gagasan
pengalaman lahiriah, sebab pengamatan adalah identik dengan gagasan yang
diamati.
d) Tiada sesuatu yang berada kecuali roh, yang ada dalam realitasnya yang
bersifat kongkrit dikenal dengan pribadi-pribadi.
Pemikiran Berkeley ini disamping secara substansi sebagai pangkal penolakan
kalangan filsuf analitika bahasa karena dasar metafisisnya yang bersifat ‘imaterialis’, karena
prinsip utama para filsuf analitisnya adalah penolakannya terhadap metafisika, juga memiliki
sisi positif yang dikembangkan oleh positivism logis adalah sebagai prinsip verifikasi.

5. DAVID HUME(1711-1776).
Hume lahir di Edinburgh Skotlandia, (1711-1776).
PEMIKIRAN
Hume merupakan puncak aliran empirisme. Baginya dan tokoh lain, pengalaman
(empirea) lebih dari pada rasio sebagai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun
ekstern. Menurutnya, semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Ilmu inilah yang
merupakan satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu lain. Hume juga menyatakan bahwa semua
pengetahuan dimulai dari pengalaman indra sebagai dasar. Kesan (impression) bagi Hume,
sama dengan penginderaan (sensasional) pada Lock, adalah basis pengetahuan. Semua
persepsi jiwa manusia terbentuk melalui dua alat yang berbeda, yaitu impression dan idea.
Perbedaan keduanya terletak pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju kekuatan besar dan
kasar disebut impression (kesan) dan semua sensasi nafsu, emosi termasuk kategori ini begitu
masuk kedalam jiwa. Sedangkan idea adalah gambaran kabur (faint mage) tentang persepsi
yang masuk tadi ke dalam pikiran.
Hume juga tidak mengakui bahwa adanya kausalitas hukum sebab akibat. Pada umumnya
orang berpedapat, bahwa penyimpulan soal-soal yang nyata tampaknya didasarkan atas
hubungan sebab akibat. Kita menuangka air pada bejana, kemudian di bawah bejana itu kita
nyalakan api. Setelah beberapa waktu air itu mendidih. Apa yang diberitahukan oleh
pengamatan kita? Semula pengamatan mendapatkan kesan gejala pertama, yaitu air bejana.
8
Setelah beberapa waktu pengamatan mendapat gejala yang kedua,yaitu air mendidih. Oleh
karena kesan bejana yang kedua itu kita terima setelah ada api dibawah bejana padahal kesan
itu terus menerus kita terima jikalau ada api ditempatkan dibawah bejana yang berisi air,
timbullah asosiasi tertentu, yang menjadikan akal kita cenderung berpendapat seolah-olah api
itulah yang menghubungkan air dingin dengan air mendidih. Hubungan ini kita anggap
sebagai suatu hal yang pasti.Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja
dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang). Maka Hume menolak
kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu
sendiri, namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara
tentang “ hukum alam“ atau “ sebab– akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan
kita saja.

6. IMMANUEL KANT (1724-1804)


Lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, Kerajaan
Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun).
PEMIKIRAN
Immanuel Kant seorang filsuf termasyur dari Jerman memiliki tiga pokok pemikiran yang
harus diketahui terlebih dahulu, dikarenakan pemikirannya begitu original dan terlihat
berbeda dari pemikiran para filsuf sebelumnya terutama berangkat dari filsuf Inggris bernama
David Hume, berikut ini pokok pemikirannya:
1. Panca indera, akal budi, rasio. Kita sudah tahu tentang arti empirisme yang mementingkan
pengalaman inderawi dalam memperoleh pengetahuan dan rasionalisme yang
mengedepankan penggunaan rasio dalam memperoleh pengetahuan, tetapi rasio yang kita
ketahui adalah sama dengan akal dan logis,namun Kant memberi definisi berbeda. Pada Kant
istilah “rasio” memiliki arti yang baru, bukan lagi sebagai langsung kepada
pemikiran, tetapi sebagai sesuatu yang ada “di belakang” akal budi dan pengalaman
inderawi. Dari sini dapat dipilah bahwa ada tiga unsur: akal budi (Verstand), rasio
(Vernunft), dan pengalaman inderawi.
2. Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan antara rasionalisme dan
empirisme. Ia bertujuan untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu diperoleh tidak
hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu pengalaman inderawi dan akal
budi. Pengetahuan a-priori merupakan jenis pengetahuan yang datang lebih dulu sebelum

9
dialami, seperti misalnya pengetahuan akan bahaya, sedangkan a-posteriori sebaliknya yaitu
dialami dulu baru mengerti misalnya dalam menyelesaikan Rubix Cube. Kalau salah satunya
saja yang dipakai misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan
yang diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan
bahwa pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
3. Dari sini timbullah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan dalam bidang filsafat.
Sebelum Kant, filsafat hampir selalu memandang bahwa orang (subyek) yang mengamati
obyek, tertuju pada obyek, penelitian obyek dan sebagainya. Kant memberikan arah yang
sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat sebelumnya yaitu bahwa obyeklah yang
harus mengarahkan diri kepada subyek. Kant dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner
karena dalam ranah pengetahuan ia tidak memulai pengetahuan dari obyek yang ada tetapi
dari yang lebih dekat terlebih dahulu yaitu si pengamat obyek (subyek).
Dengan ini tambah lagi salah satu fungsi filsafat yaitu membongkar pemikiran yang
sudah dianggap mapan dan merekonstruksikannya kembali menjadi satu yang fresh, logis,
dan berpengaruh.

7. AUGUST COMTE (1798-1857)


Auguste Comte dilahirkan di Mont Pellier, Perancis, tahun 1798, Seorang
filsuf kenamaan dari Perancis yang terkenal sebagai Bapak Sosiologi.
PEMIKIRAN
Menurut Comte pengembangan pengetahuan manusia baik perseorangan maupun umat
manusia secara keseluruhan, melalui tiga zaman atau tiga Stadia. Menurutnya, perkembangan
menurut tiga zaman ini merupakan hukum yang tetap. Ketiga zaman itu adalah Zaman
Teologis, Zaman Metafisika dan zaman Ilmiah atau Positif.
1. Zaman Teologis
Pada zaman teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala- gejala alam terdapat kuasa -
kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala - gejala tersebut. Kuasa - kuasa ini
dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia, tetapi orang
percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari pada makhluk –
makhluk insan biasa.
Zaman teologis dibagi lagi menjadi tiga periode berikut :
a. Animisme. Tahap Animisme merupakan tahap paling primitif karena benda-benda
dianggap mempunyai jiwa.

10
b. Politeisme. Tahap Politeisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada
tahap ini manusia percaya pada dewa yang masing -masing menguasai suatu lapangan
tertentu; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya.
c. Monoteisme. Tahap Monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya,
karena pada tahap ini, manusia hanya memandang satu Tuhan sebagai Penguasa.
2. Zaman Metafisis
Pada zaman ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang
khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati,diganti dengan kekuatan-kekuatan
yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.
3. Zaman Positif
Zaman ini dianggap Comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasanya ialah
pada zaman ini tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab - penyebab yang
terdapat dibelakang fakta- fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya
pada fakta-fakta yang disajikannya. Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya,
manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat
antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang
sebenarnya. Hukum tiga zaman tidak hanya berlaku pada manusia sebagai anak, manusia
berada pada zaman teologis, pada masa remaja ia masuk zaman metafisis dan pada masa
dewasa ia memasuki zaman positif. Demikian pula Ilmu Pengetahuan Berkembang mengikuti
zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kematangannya pada Zaman Positif.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Filsafat zaman modern adalah pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, Tidak juga dari para penguasa tetapi dari diri manusia sendiri. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Aliran emperisme,
sebaliknya meyakini pengalaman Sumber pengetahuan itu,baik yang batin maupun
inderawi.
Filsafat zaman modern ditandai dengan perubahan dalam bentuk-bentuk
kesadaran atau pola-pola berpikir. Sebagai bentuk kesadaran, modernitas dicirikan dengan
tiga hal yaitu; Subjektivitas, Kritik dan Kemajuan.
Aliran-Aliran Filsafat Modern: Rasionalisme, Empirisme, Kritisme, Idealisme, Positivisme,
Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup,
Fenomenologi, Eksistensialisme, Neo- Thomisme.
Descartes, pascal, Kant, Hegel, August Comte dan john locke adalah beberapa nama
dari ahli-ahli yang mempelopori dan mendukung teori-teori aliran filsafat modern. Selain
nama-nama tersebut, masih banyak ahli yang turut berpartisipasi mendukung teori yang lahir
di zaman filsafat modern.
Filsafat yang lahir di zaman sekarang, sebenarnya tidak berbeda jauh dari filsafat zaman
modern. Karena pada dasarnya, filsafat yang muncul di masa sekarang merupakan
pengembangan dari ajaran filsafat yang telah ada di zaman filsafat modern, dan kini
mengalami sintesis yang menjadikan jumlahnya menjadi relative lebih sedikit daripada
aliran filsafat zaman modern.

B. SARAN
Demikianlah isi dari makalah “Filsafat Bahasa Modern” yang kami buat ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangannya. Untuk itu, atas segala kata
yang mungkin tidak berkenan di hati, kami mohon maaf yang sebesar – besarnya. Apabila
ada kritik dan saran untuk makalah ini, kami akan menerimanya dengan sepenuh hati agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Achamdi, Asmoro.1994. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Kaelan. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hemeneutika. Yogyakarta: Paradigma
Rindjin, Ketut. 1986. Pengantar Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Ganeca Exact
Bandung.

13

Anda mungkin juga menyukai