Oleh:
TAHUN 2021
0
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya penulis bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Filsafat Bahasa Moderen”dengan tepat waktu. Tidak
lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bisa membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar..........................................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
1.3 Manfaat................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................12
3.2 Saran..................................................................................................................................12
Daftar Pustaka..........................................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk member tempat kepada akal yang
mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa
akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya.
Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap
orang-orang yang enggan menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan, semakin besar
kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir dunia baru yang penghuninya dapat merasa puas
atas dasar kepemimpinan akal yang sehat. Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat
modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual dan yang konkret.
Zaman filsafat abad modern ini muncullah berbagai tokoh pemikir yang mampu
mengubah dunia terutama yang kemudian dikembangkan pada ilmu pengetahuan. Dalam
kaitan dengan perkembangan filsafat bahasa pada abad ini muncullah para pemikir yang
merupakan akar filsafat bahasa terutama filsafat analitika bahasa. Rasionalisme Rene
Descartes yang bahkan ia disebut sebagai “Bapak filsafat modern”, empirisme antara lain
tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke dan David Hume tokoh Kritisisme Immanuel
Kant serta August Comte sebagai pencetus paham positivism. Paham-paham tersebut sangat
1
besar pngaruhnya terhadap perkembangan filsafat bahasa terutama dalam pengembangan
dasar-dasar analisis bahasa.
1.3 TUJUAN
4. Agar mengetahui siapa saja filosof pada masa filsafat modern beserta pemikirannya
1.4 MANFAAT
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kedua buku inilah ia menuangkan metodenya yang terkenal, metode keraguan Descartes
(Cartesian Doubt). Metode ini sering juga disebut Cogito Descartes, atau metode Cogito saja.
PEMIKIRAN
Cagito Ergo Sum, inilah sebuah metode yang dihasilkan oleh Descartes dengan
menjunjung tinggi suatu keraguan untuk mengungkap sebuah kebenaran. Ia menyatakan
bahwa ketika seseorang bermimpi, dia pun akan mengalami hal yang sama ketika ia dalam
keadaan terjaga dari tidurnya (seolah-olah nyata). Jelaslah dalam hal ini, antara bermimpi
dengan apa yang dilakukan dikehidupan nyata tidak ada batasan yang jelas dan tegas. Dari
hal semacam inilah keraguan Descartes muncul. Dia pun meragukan atas keberadaan dirinya,
akan tetapi satu hal yang ia tidak dapat ragukan adalah rasa ragu itu sendiri. Inilah yang
menjadi basis filsafat Descartes, yaitu saya ragu maka saya berfikir dan saya berfikir adalah
ada. Selain Cagito Ergo Sum (aku berfikir, maka aku ada), karya yang terkenal dari Descartes
lainnya adalah Discourse de la Methode dan Meditationes de prima philosophia. Descartes
membedakan adanya tiga ide dalam diri manusia, antara lain:
1. Innate ideas adalah ide atau pemikiran bawaan sejak manusia tersebut dilahirkan.
2. Adventitious idea adalah ide yang berasal dari luar diri manusia.
3. Factitious idea adalah ide yang dilahirkan oleh fikiran itu sendiri.
Dengan metode Descartes itulah akhirnya memunculkan kembali bahwa segala sesuatu
haruslah dipecahkan dengan rasio (rasionalisme). Melalui pembuktian, logika dan analisis
berdasarkan fakta-fakta, dari pada melalui dogma, iman maupun ajaran agama. Dengan kata
lain, semua permasalahan dapat dilihat dari sudut pandang realistis, bukan dari sebuah
kepercayaan ato takhayul. Dari sinilah Descartes memulai era Renaissance dimana akal lebih
berpotensi digunakan dari pada hati. Hal itu sama halnya seperti era keemasan Yunani kuno
yang sangat mendewakan akal sebelum pengaruh gereja di abad pertengahan muncul.
4
Thomas Hobbes (1588-1679) dilahirkan di Malmesbury, sebuah kota kecil yang
berjarak 25 kilometer dari London. Ia dilahirkan pada tanggal 15 April 1588.Hobbes
meninggal pada tanggal 4 Desember 1679.
PEMIKIRAN
· Tentang kemandirian filsafat
Hobbes dikenal sebagai salah seorang perintis kemandirian filsafat.Hobbes berpendapat
bahwa selama ini, filsafat banyak disusupi gagasan religius.Hobbes menegaskan bahwa
obyek filsafat adalah obyek-obyek lahiriah yang bergerak beserta ciri-
cirinya.Menurutnya,substansi yang tak dapat berubah, seperti Allah, dan substansi yang tak
dapat diraba secara empiris, seperti roh, malaikat, dan sebagainya, bukanlah obyek dari
filsafat. Hobbes menyatakan bahwa filsafat harus membatasi diri pada masalah kontrol atas
alam.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Hobbes menyatakan hanya ada empat bidang di dalam
filsafat, yakni:
1. Geometri, yang merupakan refleksi atas benda-benda dalam ruang.
2. Fisika, yang merupakan refleksi timbal-balik benda-benda dan gerak mereka.
3. Etika, yang dalam pengertian Hobbes dekat dengan psikologi. Maksudnya, refleksi atas
hasrat dan perasaan manusia serta gerak-gerak mentalnya.
4. Politik, yang adalah refleksi atas institusi-institusi sosial.
· Tentang pengenalan
Sebagai penganut empirisme, Hobbes menganggap bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman semata-mata.Tidak seperti kaum rasionalis, pengenalan dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis, Pengenalan dengan akal dimulai dengan kata-kata yang
menunjuk pada tanda-tanda tertentu yang sebenarnya sesuai dengan kebiasaan saja.
Pengertian-pengertian umum hanyalah nama belaka, yaitu sebagai nama bagi gambaran-
gambaran ingatan tersebut, bukan nama benda pada dirinya sendiri. Pengamatan indrawi
terjadi karena gerak benda-benda di luar manusia yang menyebabkan adanya rangsangan
terhadap indra manusia. Rangsangan tersebut diteruskan ke otak, dan dari otak ke
jantung.Di dalam jantung timbullah reaksi tertentu yang merespons pengamatan tersebut.
· Manusia
Pandangan Hobbes tentang manusia dimulai dengan pertanyaan: apa yang menggerakkan
manusia? (what makes him tick?). Di sini, Hobbes membandingkan manusia dengan sebuah
jam tangan yang bergerak secara teratur karena ada onderdil-onderdil di dalamnya. Hobbes
memandang manusia secara mekanis belaka.Manusia adalah setumpuk material yang bekerja
5
dan bergerak menurut hukum-hukum ilmu alam. Untuk itu, ia menyingkirkan segala macam
anggapan moral-metafisik tentang manusia. Misalnya saja, pandangan bahwa manusia kodrat
sosial, kebebasan, keabadian jiwa, dan sebagainya.Jiwa dan akal budi hanya dianggap
sebagai bagian dari proses mekanis di dalam tubuh.
Setelah mengetahui seluruh kaitan antara onderdil-onderdil dari sebuah jam tangan, maka
kita dapat mengetahui prinsip kerja yang menyebabkan jam tangan itu bergerak.Kesimpulan
akhir Hobbes mengenai faktor penggerak manusia adalah psikis manusia, yakni nafsu. Nafsu
yang paling kuat dari manusia adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata
lain, ketakutan akan kehilangan nyawa. Dari dasar pemikiran itulah Hobbes kemudian
merumuskan pandangannya tentang negara yang amat terkenal.
7
Berdasarkan ciri metafisiknya pemikiran Berkeley bermuara pada aliran idealisme,
karena menyangkal adanya suatu dunia yang di luar kita. Keyakinan asasi menurutnya adalah
sebagai berikut:
a) Segala realitas di luar manusia adalah tergantung kepada kesadaran.
b) Tiada perbedaan antara dunia rohani dan dunia bendawi.
c) Tiada perbedaan antara gagasan pengalaman batiniah dengan gagasan
pengalaman lahiriah, sebab pengamatan adalah identik dengan gagasan yang
diamati.
d) Tiada sesuatu yang berada kecuali roh, yang ada dalam realitasnya yang
bersifat kongkrit dikenal dengan pribadi-pribadi.
Pemikiran Berkeley ini disamping secara substansi sebagai pangkal penolakan
kalangan filsuf analitika bahasa karena dasar metafisisnya yang bersifat ‘imaterialis’, karena
prinsip utama para filsuf analitisnya adalah penolakannya terhadap metafisika, juga memiliki
sisi positif yang dikembangkan oleh positivism logis adalah sebagai prinsip verifikasi.
5. DAVID HUME(1711-1776).
Hume lahir di Edinburgh Skotlandia, (1711-1776).
PEMIKIRAN
Hume merupakan puncak aliran empirisme. Baginya dan tokoh lain, pengalaman
(empirea) lebih dari pada rasio sebagai sumber pengetahuan, baik pengalaman intern maupun
ekstern. Menurutnya, semua ilmu berhubungan dengan hakekat manusia. Ilmu inilah yang
merupakan satu-satunya dasar kokoh bagi ilmu lain. Hume juga menyatakan bahwa semua
pengetahuan dimulai dari pengalaman indra sebagai dasar. Kesan (impression) bagi Hume,
sama dengan penginderaan (sensasional) pada Lock, adalah basis pengetahuan. Semua
persepsi jiwa manusia terbentuk melalui dua alat yang berbeda, yaitu impression dan idea.
Perbedaan keduanya terletak pada tingkat kekuatan dan garisnya menuju kekuatan besar dan
kasar disebut impression (kesan) dan semua sensasi nafsu, emosi termasuk kategori ini begitu
masuk kedalam jiwa. Sedangkan idea adalah gambaran kabur (faint mage) tentang persepsi
yang masuk tadi ke dalam pikiran.
Hume juga tidak mengakui bahwa adanya kausalitas hukum sebab akibat. Pada umumnya
orang berpedapat, bahwa penyimpulan soal-soal yang nyata tampaknya didasarkan atas
hubungan sebab akibat. Kita menuangka air pada bejana, kemudian di bawah bejana itu kita
nyalakan api. Setelah beberapa waktu air itu mendidih. Apa yang diberitahukan oleh
pengamatan kita? Semula pengamatan mendapatkan kesan gejala pertama, yaitu air bejana.
8
Setelah beberapa waktu pengamatan mendapat gejala yang kedua,yaitu air mendidih. Oleh
karena kesan bejana yang kedua itu kita terima setelah ada api dibawah bejana padahal kesan
itu terus menerus kita terima jikalau ada api ditempatkan dibawah bejana yang berisi air,
timbullah asosiasi tertentu, yang menjadikan akal kita cenderung berpendapat seolah-olah api
itulah yang menghubungkan air dingin dengan air mendidih. Hubungan ini kita anggap
sebagai suatu hal yang pasti.Yang disebut kepastian hanya mengungkapkan harapan kita saja
dan tidak boleh dimengerti lebih dari “probable” (berpeluang). Maka Hume menolak
kausalitas, sebab harapan bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu
sendiri, namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita bicara
tentang “ hukum alam“ atau “ sebab– akibat”, sebenarnya kita membicarakan apa yang kita
harapkan, yang merupakan gagasan kita saja, yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan
kita saja.
9
dialami, seperti misalnya pengetahuan akan bahaya, sedangkan a-posteriori sebaliknya yaitu
dialami dulu baru mengerti misalnya dalam menyelesaikan Rubix Cube. Kalau salah satunya
saja yang dipakai misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan
yang diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan
bahwa pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
3. Dari sini timbullah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan dalam bidang filsafat.
Sebelum Kant, filsafat hampir selalu memandang bahwa orang (subyek) yang mengamati
obyek, tertuju pada obyek, penelitian obyek dan sebagainya. Kant memberikan arah yang
sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat sebelumnya yaitu bahwa obyeklah yang
harus mengarahkan diri kepada subyek. Kant dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner
karena dalam ranah pengetahuan ia tidak memulai pengetahuan dari obyek yang ada tetapi
dari yang lebih dekat terlebih dahulu yaitu si pengamat obyek (subyek).
Dengan ini tambah lagi salah satu fungsi filsafat yaitu membongkar pemikiran yang
sudah dianggap mapan dan merekonstruksikannya kembali menjadi satu yang fresh, logis,
dan berpengaruh.
10
b. Politeisme. Tahap Politeisme merupakan perkembangan dari tahap pertama. Pada
tahap ini manusia percaya pada dewa yang masing -masing menguasai suatu lapangan
tertentu; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar dan sebagainya.
c. Monoteisme. Tahap Monoteisme ini lebih tinggi dari pada dua tahap sebelumnya,
karena pada tahap ini, manusia hanya memandang satu Tuhan sebagai Penguasa.
2. Zaman Metafisis
Pada zaman ini manusia hanya sebagai tujuan pergeseran dari tahap teologis. Sifat yang
khas adalah kekuatan yang tadinya bersifat adi kodrati,diganti dengan kekuatan-kekuatan
yang mempunyai pengertian abstrak, yang diintegrasikan dengan alam.
3. Zaman Positif
Zaman ini dianggap Comte sebagai zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Alasanya ialah
pada zaman ini tidak ada lagi usaha manusia untuk mencari penyebab - penyebab yang
terdapat dibelakang fakta- fakta. Manusia kini telah membatasi diri dalam penyelidikannya
pada fakta-fakta yang disajikannya. Atas dasar observasi dan dengan menggunakan rasionya,
manusia berusaha menetapkan relasi atau hubungan persamaan dan urutan yang terdapat
antara fakta-fakta. Pada zaman terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam arti yang
sebenarnya. Hukum tiga zaman tidak hanya berlaku pada manusia sebagai anak, manusia
berada pada zaman teologis, pada masa remaja ia masuk zaman metafisis dan pada masa
dewasa ia memasuki zaman positif. Demikian pula Ilmu Pengetahuan Berkembang mengikuti
zaman tersebut yang akhirnya mencapai puncak kematangannya pada Zaman Positif.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filsafat zaman modern adalah pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, Tidak juga dari para penguasa tetapi dari diri manusia sendiri. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio. Aliran emperisme,
sebaliknya meyakini pengalaman Sumber pengetahuan itu,baik yang batin maupun
inderawi.
Filsafat zaman modern ditandai dengan perubahan dalam bentuk-bentuk
kesadaran atau pola-pola berpikir. Sebagai bentuk kesadaran, modernitas dicirikan dengan
tiga hal yaitu; Subjektivitas, Kritik dan Kemajuan.
Aliran-Aliran Filsafat Modern: Rasionalisme, Empirisme, Kritisme, Idealisme, Positivisme,
Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup,
Fenomenologi, Eksistensialisme, Neo- Thomisme.
Descartes, pascal, Kant, Hegel, August Comte dan john locke adalah beberapa nama
dari ahli-ahli yang mempelopori dan mendukung teori-teori aliran filsafat modern. Selain
nama-nama tersebut, masih banyak ahli yang turut berpartisipasi mendukung teori yang lahir
di zaman filsafat modern.
Filsafat yang lahir di zaman sekarang, sebenarnya tidak berbeda jauh dari filsafat zaman
modern. Karena pada dasarnya, filsafat yang muncul di masa sekarang merupakan
pengembangan dari ajaran filsafat yang telah ada di zaman filsafat modern, dan kini
mengalami sintesis yang menjadikan jumlahnya menjadi relative lebih sedikit daripada
aliran filsafat zaman modern.
B. SARAN
Demikianlah isi dari makalah “Filsafat Bahasa Modern” yang kami buat ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangannya. Untuk itu, atas segala kata
yang mungkin tidak berkenan di hati, kami mohon maaf yang sebesar – besarnya. Apabila
ada kritik dan saran untuk makalah ini, kami akan menerimanya dengan sepenuh hati agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pembacanya.
12
DAFTAR PUSTAKA
13