1
Ajeng Nusa Puspita B, 2Hanifah Yulia Putri S, 3Tarissa Rasendriya
Sastra Indonesia, FIB, Universitas Sebelas Maret
1
ajengnusap.b027@gmail.com
Abstrak
Variasi bahasa adalah ketidakseragaman dalam satu bahasa. Makalah ini membahas
tentang variasi bahasa Indonesia pada media sosial Tiktok yang sekarang menjadi sosial
media populer di kalangan muda. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan variasi
bahasa Indonesia yang ditemui pada media sosial Tiktok. Kajian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sosiolinguistik dengan teori variasi kebahasaan. Penelitian ini
bersifat deskriptif kualitatif, sedangkan data yang dianalisis berbentuk tuturan yang di
dalamnya terdapat variasi bahasa Indonesia. Sumber data penelitian ini diambil dari
media sosial Tiktok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia
mempunyai variasi bahasa dalam penggunaanya.
Kata kunci: Sosiolinguistik, Variasi Bahasa, Bahasa Indonesia.
PENDAHULUAN
Tiktok adalah media sosial yang baru saja dibuat oleh perusahaan asal
Tiongkok pada tahun 2016 tetapi Tiktok sudah bisa berhasil mendapatkan lebih dari 100
juta pengguna, 5 juta diantaranya berasal dari Indonesia. Dengan Tiktok, para
penggunanya dapat mengunggah dan melihat berbagai macam jenis video pendek.
Penelitian ini menjadi menarik karena ditemukannya banyak data variasi bahasa pada
media sosial Tiktok. Berikut salah satu data yang ditemukan oleh peneliti.
Pada potongan tuturan (1) tersebut ditemukan adanya dialek Surabaya, dapat
dilihat dari penggunaan kata “po’o” dan kata “yoopo”, kedua kata ini merupakan kata
khas orang Surabaya, kata “po’o” merupakan kata yang memiliki arti mengapa”
sedangkan kata “yoopo” merupakan kata yang memiliki makna “bagaimana” yang
apabila diucapkan dalam bahasa jawa menjadi kata “piye”/ “kepiye”, kata “yoopo”
sebenarnya berasal dari kata “kaya apa” yang dalam bahasa jawa standart berarti
“seperti apa”.
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Junus pada tahun 2019 dengan judul
“Variasi Bahasa dalam Sosial Media: Sebuah Konstruksi Identitas”. Penelitian tersebut
membahas tentang variasi bahasa pada media sosial yang terjadi karena adanya
kemajuan teknologi dan digunakan sebagai proses mempresentasikan diri. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa variasi bahasa pada media sosial digunakan untuk
memperlihatkan apakah pengguna tersebut mengikuti perkembangan jaman atau tidak,
menjelaskan apakah pengguna tersebut merupakan seorang penutur satu bahasa atau
banyak bahasa, dan menunjukkan apakah seorang pengguna dapat memanfaatkan
sebuah bahasa untuk diolah sebagai humor atau candaan.
Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan oleh Muliawati (2017) dengan judul
“Variasi Bahasa Gaul Pada Mahasiswa Unsgawati Prodi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia 2016”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripisikan variasi bahasa
gaul yang ditemukan pada mahasiswa Unsgawati Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia 2016. Hasilnya mahasiswa Unsgawati cenderung menggunakan bahasa gaul
dan bahasanya sendiri pada situasi tidak resmi, seperti bahasa Sunda, bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia sedangkan bahasa Indonesia digunakan oleh mahasiswa pada situasi
formal dan berkomunikasi dengan mahasiswa yang tidak berasal dari Cirebon.
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Setiawati (2019) dengan judul “Variasi
bahasa dalam situasi tidak formal pada mahasiswa program studi Pendidikan bahasa
Indonesia di Universitas Taduluko”. Hasilnya ditemukan 62 data yang memiliki bentuk
variasi bahasa, antara lain: 11 data dengan dialek bahasa Kaili, 14 data dengan dialek
Palu, 5 data dengan dialek Palu, 2 data dengan dialek Ampana, 4 data dengan dialek
Manado, 2 data dengan dialek Jawa, 2 data dengan dialek Luwuk, dan 22 data untuk
variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalannya.
Menurut Chaer dan Agustina (2014: 62), variasi bahasa dapat dipandang sebagai
akibat adanya keragaman sosial dan fungsi bahasa, serta dapat dipandang sebagai alat
interaksi yang digunakan untuk memenuhi fungsinya dalam masyarakat yang beraneka
ragam. Variasi bahasa terjadi karena adanya masyarakat yang homogen, beragamnya
interaksi sosial, banyaknya penutur sebuah bahasa, dan wilayah bahasa yang
digunakannya juga banyak. Faktor-faktor tersebutlah yang membuat bahasa yang
digunakan oleh manusia menjadi tidak seragam dan memiliki variasinya masing-
masing.
Selanjutnya, Chaer dan Agustina (2014: 61) menambahkan bahwa variasi bahasa
dibedakan atas penutur dan penggunaannya. Variasi bahasa berdasarkan penuturnya
berkaitan dengan siapa yang menuturkannya, kedudukan penutur, asal penutur, jenis
kelaminnya, dan kapan tuturan tersebut diucapkan. Sedangkan variasi bahasa
berdasarkan penggunaannya berkaitan dengan kegunaan bahasa tersebut dan bagaimana
tingkat keformalannya.
a. Variasi dari Segi Penuturnya
1. Idiolek, yaitu variasi bahasa yang dimiliki oleh perorangan.
2. Dialek, yaitu variasi bahasa dari sebuah area tertentu.
3. Kronolek, yaitu variasi bahasa yang hanya berlaku pada masa tertentu.
4. Sosiolek, yaitu variasi bahasa yang berkaitan dengan status, golongan, dan
kelas sosial seseorang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln
dalam Herdiansyah (2010:7), penelitian kualitatif adalah penelitian yang berfokus pada
pemahaman terhadap sebuah fenomena. Berbentuk deskriptif sebab tujuannya untuk
mendeskripsikan data dengan cara menganalisis tuturan yang mengandung variasi
bahasa Indonesia pada media sosial Tiktok.
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap dan
teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap yang dilakukan dengan mengamati dan
mencermati tuturan yang terdapat dalam video Tiktok unggahan dari warganet.
Sementara teknik catat yang dilakukan dengan mencatat dan mengkalsifikasikan tuturan
variasi bahasa Indonesia yang ditemukan pada video Tiktok. Sumber data pada
penelitian ini diambil dari beberapa nama pengguna media sosial Tiktok, yaitu
@acirestiii, @panggilakubambang, @TJRuth, @RiyukaBunga, @brandonlilhero,
@varidaanggriani, @dikingo69, @stanleyhao, @_alfathannatau, dan @veryvinca.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Dialek Jakarta
Data 1 :
Aci Resti : “Hallo tetangga, bisa kagak lu kalau nyetel lagu, volumenya dikecilin
dikit jangan gede-gede”
Data 4 :
Aci Resti: “ini menurut gue ya, kalau misalnya orang tua lu masih mampu
ngebiayain yaudah sikat, tapi lu kuliahnya yang bener, jangan tolol,
jangan ngabisin uang orang tua”
Data 5 :
Aci Resti: “Lu pernah nggak lagi makan, terus lidah lu kegigit hm anjing bet ya
rasanya”
Data 7 :
Sania: “Gue gak ngerti kenapa setiap keluarga pasti ada satu tante yang
mulutnya kagak berhenti ngomong kayak komentator sepak bola.”
B. Dialek Betawi
Data 8 :
Aci Resti: “Saban hari pak, sayang gak pernah lihat dia keluar rumah, di dalem
mulu tapi duitnya banyak, heran nggak? Panik nggak? Yaudah ayo
samperin rumah babi itu”.
Pada tuturan data (8) ditemukan kosakata yang mengandungdialek
betawi, berupa frasa ‘saban hari’. ‘Saban hari’ termasuk dialek orang betawi
yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti sebagai ‘setiap hari’.
Data 9 :
Riyuka: “Pusing gua jupri ama lu pusing gua saban hari lu mancing, mancing
mancing lu mau lu ape lu kagak begawe lu masyaallah ni bini butuh
makan ni hetdah”
Data 10 :
TJ Ruth: “No dah gua masakinya nasi jagal khas tanggerang ini, udah gua tulisin
kabeh noh bumbu-bumbunya tinggal ngikutin bae kalau mau, kalau
kagak ya jangan, lu yang kagak demen gua ngomong begitu emang
ngapa, laklakan-laklakan gua, video-video gua, masakan-masakan
gua”
Data 11 :
TJ Ruth: “Begono aja kisah hari ini, selamat madang mpok”
Data 12 :
TJ Ruth: “Nih tadi saya masak beginian mpok, biasa dah saya makai nasi second
lagi nih”
Data 13 :
TJ Ruth: “Nih die nih bolu pisang kukusya, noh gue makai pisang yang tompel-
tompel mpok, udah enakb anget pasti, jangan ngada-ngada segala
nanya mpok ganti jamblang boleh kagak? Yaboleh bae”.
C. Dialek Surabaya
Data 15 :
Brandon : “Anak lanang nonton wae repot koyo ngene mbok pikir gak kesel, hp
an ae, hp an ae, pacaran ambek sopo kon?”
Data 16 :
Data 17 :
Brandon : “He kok lucune topi iku rek”
Pada tuturan data (17) ditemukan kosakata yang mengandung dialek
Surabaya, berupa penggunaan kata sapaan ‘rek’. Kata ‘rek’ atau ‘arek’ sering
digunakan oleh orang Surabaya yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti
sebagai ‘anak’.
Data 18 :
Brandon : “Hiii cek ayune, lho jek mbek jojo ta sayang?”
Data 19 :
Varida: “Sik ta, tengkurep opo mlumah iku lo opo gak loro kabeh, opo kon sing
ngatur-ngatur ki lapo? Wong anceno gak loro”
Data 20 :
Varida : “Sopo sing gaiso mangan lek gaonok krupuk e? Wkwk aku banget”
D. Dialek Sunda
Data 21 :
Diki : “Hallo teman-teman, daripada kita bete mending papasakan yuk, masak
cimol sama keju aroma dari raihanania.id gasskeun”
Data 22 :
Diki: “Kenapa cewek suka bilang lagi pengen sendiri dulu? Karena dia pernah
punya pasangan dan dia pun setia dan dia pun rela ngeluarkeun uang buat
jajan si cowoknya namun ujung-ujungnya didua”
Data 23 :
Diki: “Maneh pernah teu? Chattan dengan seseorang, tapi tidak sesuai
ekspektasi, ngabales teh lilateh”
Pada tuturan data (23) ditemukan adanya kosakata yang mengandung
dialek sunda, berupa penggunaan kata ‘maneh’. Kata ‘maneh’ merupakan kata
yang sering digunakan oleh orang sunda. Kata ‘maneh’ memiliki arti dalam
bahasa Indonesia yaitu ‘kamu’.
Data 24 :
Diki : “Anjasss naon ceunah wkwk”
Data 25 :
Diki : “lieur aku tuh wkwk”
E. Dialek Jawa
Data 26:
Hao: “Hah, 1 lembar? Jelasno apa, Pak?”
Pada tuturan data (26) ditemukan dialek Jawa. Hal tersebut dapat dilihat
dari penggunaan kata ‘jelasno’. Kata tersebut mengandung imbuhan khas Jawa
berupa ‘+ana’ yang diselipkan dalam kalimat bahasa Indonesia.
Data 27:
Hao: “Nah, pabrike de e kerjae di bidang kertas.”
Pada tuturan data (27) ditemukan dialek Jawa. Hal tersebut dapat dilihat
dari penggunaan kata ‘de e’. Kata tersebut merupakan kata sapaan dalam bahasa
Jawa yang artinya ‘dia’ dalam bahasa Indonesia.
F. Dialek Medan
Data 28 :
Agung: “Tapi tunggu dulu, wak. Aku mau pamer rambut.”
Pada tuturan data (28) ditemukan dialek Medan. Hal tersebut dapat
dilihat dari penggunaan kata ‘wak’. Kata ‘wak’ merupakan kata sapaan yang
biasa digunakan di Medan yang artinya ‘kata sapaan terhadap seorang kakak’.
Data 29:
Agung: “Jadi, sebenernya aku agak lupa cerita spesifiknya. Ini itu antara aku
pigi mau makan nih.”
Pada tuturan data (29) ditemukan dialek Medan. Hal tersebut dapat
dilihat dari penggunaan kata ‘pigi’. Kata ‘pigi’ merupakan bahasa keseharian
orang Medan yang artinya ‘pergi’.
Data 30:
Agung: “Ada momen dia belanja ke panjak. Panjak tuh artinya pasar.”
Pada tuturan data (30) ditemukan dialek Medan. Hal tersebut dapat
dilihat dari penggunaan kata ‘panjak’. Kata ‘panjak’ merupakan bahasa
keseharian orang Medan yang artinya ‘pasar’.
G. Dialek Tiongkok-Indo
Data 31:
Vinca: “Hai, sis. Thank you ya udah mau ngomong sama i. Karena memang
jujur, we need to talk sih. Mmm, gini ya. I sebenarnya juga sungkan
ngomong sama you.”
Data 32:
Hao: “Jadi koko ne papaku ini kan punya pabrik gitu, kan.”
Pada tuturan data (32) ditemukan dialek yang digunakan oleh keturunan
Tiongkok-Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata ‘koko’.
Kata ‘koko’ merupakan kata sapaan yang diambil dari bahasa Mandarin yang
berarti ‘kakak laki-laki’.
PENUTUP
Dengan adanya variasi bahasa, hal ini menunjukkan bahwa pada bahasa
Indonesia memiliki keragaman yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
perbedaan identitas setiap pengguna bahasa. Misalnya dialek Medan, menunjukkan
bahwa pengguna bahasa tersebut menonjolkan identitasnya sebagai orang Medan.
Dialek Betawi, menunjukkan bahwa pengguna bahasa tersebut menonjolkan
identitasnya sebagai orang Betawi, dan sebagainya. Penggunaan variasi bahasa
Indonesia ragam santai dapat terjadi ketika berada dalam situasi yang tidak resmi atau
formal. Media sosial adalah alat komunikasi yang paling mudah di kalangan muda,
salah satunya adalah platform Tiktok. Dengan Tiktok, para penggunanya dapat
mengunggah dan melihat berbagai macam jenis video pendek. Maka dari itu, tidak
harus menggunakan ragam bahasa resmi atau formal.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2014. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Ed. Rev.,
Jakarta: Rineka Cipta.
Junus, F. G. (2019). Variasi Bahasa Dalam Sosial Media: Sebuah Konstruksi Identitas.
366-372.
Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.