Anda di halaman 1dari 22

perpustakaan.uns.ac.

id 10
digilib.uns.ac.id

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Dalam bab dua ini dipaparkan mengenai tinjauan studi terdahulu yang

berupa hasil penelitian sebelumnya dan landasan teori berupa kutipan teori-teori

yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, disertakan pula kerangka berpikir

yang berisi penggambaran secara jelas kerangka pikir yang digunakan penulis

untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti.

A. Kajian Pustaka

Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang

diteliti sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Berikut penelitian

terdahulu yang serupa dengan penelitian ini.

Skripsi Canggih Atmahardianto (2012), Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret yang berjudul Register dalam Situs Komunitas Dunia

Maya Kaskus menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Karakteristik yang

pertama dalam penggunaan bahasa Indonesia pada register dalam situs komunitas

dunia maya kaskus adalah (1) pelesapan afiks dalam bahasa Indonesia; (2) hibrida

(antara afiks bahasa Indonesia dengan kosakata asing; dan (3) kontraksi atau

pemendekan. Dalam penulisan singkatan terdapat beberapa pola singkatan, yaitu

(1) singkatan yang menggunakan huruf awal kapital; (2) bentuk penggalan yang

terdiri dari (a) penggalan suku kata pertama, (b) pengekalan suku terakhir, (c)

pengekalan empat huruf pertama; (3) angka sebagai pengganti kata atau suku kata;
commit to user
(4) gabungan huruf dan angka. Ditemukan juga pola penulisan akronim sebagai

10
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

berikut: (1) akronim yang berasal dari huruf awal setiap kata, (2) akronim yang

ditulis dengan huruf kecil. Dilihat dari bentuknya register dalam kaskus

digolongkan menjadi (1) berdasar satuan lingualnya dibedakan menjadi (a) kata,

(b) frasa, dan (c) kalimat; (2) berdasarkan asal bahasanya dibedakan menjadi (a)

register yang menggunakan bahasa Indonesia, (b) register yang menggunakan

bahasa Jawa, dan (c) register yang menggunakan bahasa Inggris. 2. Kosakata

khusus penanda register dapat digolongkan menjadi (1) menanggapi suatu thread;

(2) panggilan atau sapaan; (3) reputasi; (4) pangkat atau tingkatan; (5) koneksi

dan istilah dalam internet. 3. Dalam penggunaan gaya bahasa ditemukan gaya

bahasa (1) perbandingan yang dibagi menjadi (a) metafora, (b) personifikasi, dan

(c) asosiasi; (2) pertentangan yang dibagi menjadi (a) paradox dan (b) antithesis;

(3) sindiran yang dibagi menjadi (a) ironi, (b) sinisme, dan (c) sarkasme.

Skripsi Djuwita Utami (2010), Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret yang berjudul Karakteristik Penggunaan Bahasa pada Status

Facebook menyimpulkan ada tujuh karakteristik penggunaan bahasa pada

facebook akun penulis. Tujuh karakteristik tersebut yaitu: (1) singkatan dan

akronim yang terbagi menjadi 6 jenis singkatan dan 2 akronim. Enam jenis

singkatan tersebut yaitu: Singkatan yang menggunakan huruf awal kapital, bentuk

penggalan, angka sebagai pengganti suku kata dan kata, gabungan huruf dan

angka, singkatan yang mengubah beberapa huruf, dan singkatan yang

menghilangkan unsur vokal dan konsonan. Dua jenis akronim yang ditulis dengan

huruf kecil; (2) Penyisipan kosakata asing yang terdiri atas penyisipan kosakata

bahasa Jawa, penyisipan kosakata bahasa Sunda, penyisipan dialek Jakarta, dan

penyisipan kosakata bahasa Inggris; (3) Kata Fatis; (4) Slang; (5) Pemakaian afiks
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

dialek Jakarta berupa Prefiks {N-}, Sufiks {-in}, Konfiks {N-|-IN}, Konfiks {di-|-

in}, Konfiks {ke-|-an}, dan Sufiks {-an}; (6) Penggunaan emotikon dengan gaya

Barat dan Asia Timur; dan (7) Perubahan huruf sebagai variasi penulisan.

Selanjutnya disimpulkan pula faktor-faktor sosial yang memengaruhi penggunaan

bahasa pada status facebook dibatasi pada tingkat usia dan pendidikan. Tingkat

usia berpengaruh pada topik yang dibicarakan, dan penulisan atau variasi

pengetikannya, sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh pada pemilihan

kosakata, penggunaan kosakata asing, pemakaian kosakata santun dan kasar, serta

variasi topik yang dibicarakan.

Skripsi Nisone Ayu Constantya (2013), Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret yang berjudul Tindak Tutur dan Prinsip Kesantunan

dalam Jual Beli Online di Facebook, menyimpulkan tiga hal pokok yang

merupakan jawaban isi perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya.

Tiga hal pokok tersebut adalah mengenai realisasi tindak tutur ilokusi dalam jual

beli online di facebook, realisasi pematuhan prinsip kesantunan dan realisasi

pelanggaran prinsip kesantunan serta implikatur dalam jual beli di facebook.

Penelitian karakteristik penggunaan bahasa pada transaksi jual beli

dengan tinjauan sosiolinguistik belum pernah dilakukan. Hal ini menjadi salah

satu alasan penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam terhadap

permasalahan tersebut. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh penulis ini

mempunyai perbedaan dengan penelitian-penelitian di atas. Meskipun ada

persamaan dalam hal jenis data yang sama-sama termasuk dalam media online,

tetapi sumber data yang digunakan berbeda.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Pada skripsi Canggih Atmahardianto (2012) media online yang

digunakan untuk penelitian adalah Kaskus sedangkan pada penelitian ini

menggunakan toko online di situs jejaring sosial facebook dan twitter. Penelitian

karakteristik tentang bahasa facebook juga sudah pernah dilakukan oleh Djuwita

Utami (2010) namun dalam pembatasan masalah data pada penelitian tersebut

berupa status para pengguna facebook. Sementara itu pada penelitian ini data yang

dikumpulkan berupa penggunaan bahasa tertulis pada transaksi jual beli di toko

online facebook dan twitter. Selanjutnya juga sudah ada penelitian serupa dari

Nisone Ayu Constantya (2013) yang juga menggunakan objek bahasa pada

transaksi jual beli di toko online. Akan tetapi, pada skripsi Tindak Tutur dan

Prinsip Kesantunan dalam Jual Beli Online di Facebook tersebut, penulis

menggunakan tinjauan pragmatik sebagai dasar analisis data.

Berdasarkan uraian di atas jelas sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Sumber data pada penelitian

ini mengkhususkan penggunaan data dalam percakapan transaksi jual beli pada

facebook dan twitter. Pengkhususan data tersebut tentu berpengaruh pada topik

pada percakapan yang ditemukan. Dalam penelitian ini topik percakapan khusus

mengenai transaksi jual beli sehingga penggunaan bahasanya pun akan khusus

membahas seputar produk dan cara bertransaksi. Sementara itu, pada penelitian

Djuwita Utami (2010) dan Canggih Atmahardianto (2012) mengangkat beragam

topik untuk diperbincangkan kecuali topik jual beli.

Perbedaan topik yang tercermin pada data inilah yang membedakan

pengkajian rumusan permasalahan pada setiap penelitian. Penggunaan bahasa

pada transaksi jual beli online memiliki karakteristik yang khusus sehingga hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

analisis data pada penelitian ini akan berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Hasil analisis pada penelitian ini khusus membahas secara mendalam karakteristik

penggunaan bahasa, istilah-istilah khusus, dan faktor sosial yang memengaruhi

penggunaan bahasa pada transaksi jual beli di toko online. Selain itu, ada

beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini namun belum dikaji

secara mendalam pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu melalui penelitian

ini permasalahan-permasalahan mengenai karakteristik penggunaan bahasa pada

jual beli online akan dikaji lebih mendalam. Hal ini dikarenakan adanya

kekhususan bahasa pada transaksi jual beli online yang berbeda dengan komunitas

lain yang sudah diteliti sebelumnya.

B. Landasan Teori

1. Sosiolinguistik

Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa dilihat sebagai sarana

interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Beberapa rumusan yang

dikemukakan mengenai sosiolinguistik sebagai berikut:

a. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa dengan dimensi

kemasyarakatan. Dimensi kemasyarakatan ini memberikan makna

kepada bahasa sehingga menimbulkan ragam-ragam bahasa yang bukan

hanya berfungsi sebagai petunjuk perbedaan golongan kemasyarakatan

penuturnya, tetapi juga sebagai indikasi situasi berbahasa serta

mencerminkan tujuan, topik, aturan-aturan, dan modus penggunaan

bahasa P.W.J Nababan (1984:2).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

b. Hudson (1996:3) menjelaskan perbedaan antara kajian linguistik dan

sosiolinguistik sebagai berikut:

That linguistics differs from sociolinguistics in taking


account only of the structure of language, to the exclusion
of the social contexts in which it is learned and used. The
task of linguistics, according to this view, is to work out „the
rules of language X‟, after which sociolinguists may enter
the scene and study any points at which these rules make
contact with society – such as where alternative ways of
expressing the same thing are chosen by different social
groups.

Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa linguistik hanya mengkaji

pada struktur bahasa, dan terpisah dari konteks sosial dimana bahasa itu

dipelajari dan digunakan. Tugas dalam linguistik, menurut pandangan ini

adalah menyususn „aturan-aturan bahasa X‟, setelah itu ahli

sosiolinguistik mempelajari aturan-aturan yang berhubungan dengan

masyarakat pengguna bahasa tersebut, seperti cara mengekspresikan

sesuatu yang sama namun dipilih oleh kelompok sosial yang berbeda.

c. Suwito mengungkapkan bahwa “sosiolinguistik merupakan studi

interdisiplin yang menggarap masalah-masalah kebahasaan dalam

hubungannya dengan masalah-masalah sosial.” Sebagai gejala sosial,

bahasa dan pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor

linguistik tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, antara lain adalah

faktor-faktor sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian

bahasa misalnya status sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi,

jenis kelamin dan sebagainya (1996:5).

d. Abdul Chaer dan Leonie Agustina mengungkapkan bahwa

“sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan

antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat

tutur” (2010:4).

2. Variasi Bahasa

a. Poedjosoedarmo (dalam Suwito, 1996:28) menyatakan variasi bahasa

sebagai bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-

masing memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa

induknya. Variasi bahasa dapat berupa idiolek, dialek, ragam bahasa,

register maupun unda-usuk. Peristiwa terjadinya variasi mungkin

terdapat pada masyarakat luas maupun masyarakat kecil atau bahkan

pada penggunaan bahasa seseorang. Pemakaian variasi bahasa akan

disesuaikan dengan fungsi dan situasi.

b. Penggunaan bahasa yang bervariasi disebabkan oleh beberapa hal di

antaranya penutur yang tidak homogen dan kegiatan interaksi sosial yang

dilakukan. Berikut variasi bahasa menurut Abdul Chaer dan Leonie

Agustina (2010: 61-72):

1) Variasi dari Segi Penutur


a) Idiolek. Variasi idiolek berkenaan dengan “warna” suara,
pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan
sebagainya.
b) Dialek. Dialek yakni variasi bahasa dari sekelompok
petutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu
tempat, wilayah, atau area tertentu.
c) Kronolek yakni variasi bahasa yang digunakan oleh
sekelompok sosial pada masa tertentu, misalnya variasi
bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi
yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang
digunakan pada masa kini.
d) Sosiolek atau dialek sosial yakni variasi bahasa yang
berkenaan dengan commit
status,togolongan,
user dan kelas sosial para
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa


berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas
sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan orang
variasi bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar,
slang, kolokial, jargon, argot dan ken.
2) Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya,
pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam,
dan register. Variasi ini biasanya dibicarakan
berdasarkan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau
tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi
bahasa suatu bidang kegiatan yang paling tampak cirinya
adalah dalam bidang kosa kata khusus atau tertentu yang
tidak digunakan dalam bidang lain.
3) Variasi dari Segi Keformalan
Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock
membagi variasi bahasa atas lima macam ragam (Abdul
Chaer dan Leonie Agustina, 2010:70-73), yaitu ragam
beku, ragam resmi atau formal, ragam usaha atau ragam
konsultatif, ragam santai atau ragam kasual, dan ragam
akrab atau ragam intim.
4) Variasi dari Segi Sarana
Variasi bahasa ini dilihat dari segi sarana atau jalur
yang digunakan dan dibagi menjadi ragam bahasa tulis
dan ragam bahasa lisan. Adanya ragam bahasa lisan dan
ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa
bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur
yang tidak sama.

3. Ragam Bahasa

a. Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia tidak terbatas jumlahnya.

Harimurti Kridalaksana membagi atas dasar pokok pembicaraan, medium

pembicaraan, dan hubungan antar pembicara (1989:2-5).

1) Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan dibedakan


antara lain atas: ragam undang-undang, ragam
jurnalistik, ragam ilmiah, ragam jabatan, dan ragam
sastra.
2) Ragam bahasa menurut medium pembicaraan
dibedakan atas:
a) ragam lisan yang dibedakan atas: ragam percakapan,
ragam pidato, ragam kuliah, ragam panggung, dan
sebagainya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

b) ragam tulis, yang dibedakan atas: ragam teknis, ragam


undang-undang, ragam catatan, ragam surat-menyurat,
dan sebagainya.
3) Ragam bahasa dan hubungan antara pembicara
dibedakan atas: ragam resmi, ragam akrab, ragam agak
resmi, ragam santai, dan sebagainya.

b. Martin Joos (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi variasi

bahasa atas lima macam ragam (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2010:

70-73).

1) Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal


yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan
upacara-upacara resmi.
2) Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang
digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-
menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku
pelajaran, dan sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi
sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar.
3) Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah ragam yang
paling operasional. Wujud ragam ini berada diantara
ragam formal dan informal.
4) Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa
yang digunakan dalam situasi tidak resmi. Ragam
santai ini banyak menggunakan bentuk allegro, yakni
bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan.
5) Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa
yang biasa digunakan oleh para penutur yang
hubungannya sudah akrab. Ragam ini ditandai dengan
penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek
dan dengan artikulasi yang sering kali tidak jelas.

c. Dalam makalah Bahasa Indonesia Baku dan Tak Baku pada Percakapan

Anak Jakarta Purwo (dalam Kushartanti, 2006:3) mengungkapkan ciri-

ciri bahasa bahasa tak baku sebagai berikut:

1) Penggunaan bentuk-bentuk fatis seperti dong, deh, sih,


nih
2) Penggunaan bentuk pronominal persona seperti gue, gua,
(e)lu
3) Adanya pemarkah dalam bentuk morfem. Ciri
morfologis yang menandai bentuk tak baku:
a) Ketiadaan morfem yang seharusnya ada pada ragam
baku seperti, commit
morfemto{–ber}
user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

b) Kehadiran morfem yang lain dari yang terdapat pada


ragam baku, seperti morfem {–in}
c) Kehadiran morfem yang sama bentuk dengan yang
terdapat pada ragam baku.
4) Adanya bentuk penggal, yang dalam ragam baku berupa
bentuk utuh
5) Adanya perubaham bunyi, dalam hal ini adalah
perubahan diftong pada bentuk baku menjadi bunyi lain
6) Adanya gabungan antara pemenggalan dan perubahan
bunyi
7) Adanya bentuk-bentuk leksikal yang berbeda dengan
yang dipakai pada ragam baku. Ada dua bentuk yang
ditemukan:
a) Bentuk leksikal tak baku yang mempunyai padanan
dalam bentuk baku
b) Bentuk leksikal yang memiliki makna lebih dari satu
dalam ragam baku
8) Letak {–in} yang tidak dapat ditemukan disembarang
kata

4. Register

a. Halliday dan Ruqaiya Hasan mengungkapkan bahwa “register

merupakan ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya” (1992:56).

Register adalah bahasa yang digunakan tergantung pada apa yang

dikerjakan dan sifat kegiatannya. Register merupakan bentuk makna

yang khususnya dihubungkan dengan konteks sosial tertentu, yang dalam

buku Bahasa dan Konteks (1992) dijelaskan dengan istilah medan,

pelibat, dan sarana. lRegister itu beragam yang di satu sisi, terdapat

register yang berorientasi pada kegiatan, yang di dalamnya banyak

kegiatan dan sedikit percakapan, yaitu yang kadang-kadang disebut

“bahasa tindakan” dan terdapat pula register yang berorientasi pada

bicara, yang kebanyakan isinya bersifat kebahasaan dan tidak banyak hal

lain yang terjadi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

b. Dalam buku Sociolinguistics (Second Edition), Hudson (1996:47)

memaparkan pengertian register dari beberapa ahli sebagai berikut:

The term register is widely used in sociolinguistics to refer


to varieties according to use in contrast with dialects,
defined as varieties according to user (Cheshire 1992,
Downes 1994, Biber 1988).

Pada kutipan di atas dijelaskan bahwa istilah register banyak

digunakan dalam sosiolinguistik untuk merujuk pada variasi bahasa

sesuai penggunaannya yang berbeda dengan dialek. Oleh karena itu

dalam hal ini register dapat didefinisikan sebagai variasi penggunaan

bahasa yang didasarkan pada penggunanya.

c. Holmes (dalam Dwi Purnanto, 2002:19) memahami register dengan

konsep yang lebih umum karena disejajarkan dengan konsep ragam

(style), yakni menunjuk pada variasi bahasa yang mencerminkan

perubahan berdasarkan faktor-faktor situasi. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa sebagian besar para sosiolinguis menjelaskan konsep register

secara lebih sempit, yakni hanya mengacu pada pemakaian kosakata

khusus yang berkaitan dengan kelompok pekerjaan yang berbeda.

d. Sunahrowi (2007) dalam Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, Vol. 12

| No. 1, yang berjudul Variasi dan Register Bahasa dalam Pengajaran

Sosiolinguistik, memaparkan “register merupakan penggambaran ragam

bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan formal dan tidaknya suatu

situasi, profesi dan sarana bahasa.”

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

5. Alih Kode dan Campur Kode

a. P.W.J Nababan (1984:31-32) memaparkan alih kode mencakup kejadian

dimana kita beralih dari satu ragam fungsiolek (misalnya ragam santai)

ke ragam lain (ragam informal), atau dari satu dialek ke dialek yang lain,

dan sebagainya. Campur kode merupakan keadaan berbahasa bilamana

orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu

tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang

menuntut percampuran bahasa itu.

b. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang

lain. Dalam alih kode penggunaan dua bahasa atau lebih itu ditandai

oleh: (a) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi

tersendiri sesuai dengan konteksnya, (b) fungsi masing-masing bahasa

disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks.

Apabila alih kode itu terjadi antarbahasa-bahasa daerah dalam satu

bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau

antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih

kode tersebut bersifat intern, sedangkan apabila yang terjadi adalah

antara bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern

Suwito (1996:80-90).

Dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya

hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Pada

campur kode unsur-unsur bahasa lain yang menyisip telah menyatu

dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya

mendukung satu fungsi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

c. Abdul Chaer dan Leonie Agustina memaparkan alih kode dan campur

kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari

sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Namun, yang jelas kalau

dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu

masih memiliki fungsi otonom masing-masing, dilakukan dengan sadar,

dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu. Sementara itu, dalam campur

kode sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki

fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang teribat

dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa

fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode (2010:124).

d. Iqbal Nurul Azhar (2011:15-17) menjelaskan alih kode sebagai keadaan

bilingual. Penutur ada kalanya mengganti unsur-unsur bahasa atau

tingkat tutur. Hal ini tergantung pada konteks dan situasi berbahasa

tersebut. Sementara itu, campur kode terjadi apabila seorang penutur

menggunakan suatu bahasa secara dominan, mendukung suatu tuturan

disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Campur kode dibagi menjadi dua,

yaitu: (1) campur kode de dalam (inner code-mixing), yaitu campur kode

yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya; (2) campur

kode ke luar (outer code-mixing), yaitu campur kode yang berasal dari

bahasa asing.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

6. Interferensi

a. Suwito (1996:64) menyatakan bahwa interferensi merupakan peristiwa

pemakaian unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang

terjadi dalam diri penutur. Dalam proses interferensi terdapat tiga unsur

yang mengambil peranan yaitu: bahasa sumber, bahasa penyerap dan

unsur serapan. Interferensi dapat terjadi dalam semua komponen

kebahasaan:

1) Interferensi fonologis yang terjadi pada tatabunyi


2) Interferensi morfologi terjadi apabila dalam
pembentukan katanya sesuatu bahasa menyerap afiks-
afiks bahasa lain. Pembentukan seperti itu oleh
Weinreich (1953) disebut bentuk baster (hybrid).
3) Interferensi struktural terjadi karena di dalam diri
penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang
diucapkannya dengan bahasa lain yang juga dikuasainya.
4) Interferensi unsuriah, yaitu penyerapan unsur-unsur
kalimat dari sesuatu bahasa kedalam bahasa yang lain.
Unsur-unsur serapan itu dapat berwujud kata, kelompok
kata atau klausa.
5) Interferensi semantik dibagi menjadi beberapa jenis. Jika
interferensi itu terjadi karena bahasa resipien menyerap
konsep kultural beserta namanya dari bahasa lain,
penyerapan makna itu disebut perluasan. Jika
penggantian kata-kata disebabkan karena perubahan nilai
maknanya disebut interferensi replasif.

b. Interferensi merupakan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya

persentuhan bahasa tersebut dengan unsur- unsur bahasa lain yang

dilakukan oleh penutur yang bilingual. Dilihat dari segi kemurnian

bahasa, interferensi pada tingkat apapun dianggap sebagai suatu

kesalahan yang dapat merusak bahasa. Hal ini disebabkan orang-orang

yang berpaham purisme di Indonesia tentu tidak dapat menerima bentuk-

bentuk kata jadian seperti ketabrak dan susunan kalimat seperti,


commit
“Rumahnya bapak Direktur to user juga.” Namun, kalau dilihat dari
kebanjiran
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

usaha pengembangan bahasa, interferensi ini merupakan suatu rahmat,

sebab hal tersebut merupakan suatu mekanisme yang sangat penting

untuk memperkaya dan mengembangkan suatu bahasa untuk mencapai

taraf sebagai bahasa yang sempurna untuk dapat digunakan dalam segala

bidang kegiatan Weinreich (dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina,

2010:120).

7. Afiksasi

Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks.

Dalam proses ini, leksem berubah bentuknya menjadi kategori tertentu, sehingga

berstatus kata (atau bila telah berstatus kata berganti kategori), dan sedikit banyak

merubah maknanya. Harimurti Kridalaksana (1989:28-31) mengungkapkan jenis-

jenis afiks dalam bahasa Indonesia diklasifikasikan atas:

a. Prefiks, yaitu afiks yang diletakkan di muka dasar.


Contoh: {me-}, {di-}, {ber-}, {ke-}, {ter-}, {pe-}, {per-},
{se-}
b. Infiks, yaitu afiks yang diletakkan di dalam dasar.
Contoh: {-el-}, {-er-}, {-em-}, dan {-in-}
c. Sufiks, yaitu afiks yang diletakkan di belakang dasar.
Contoh: {-an}, {-kan}, {-i}
d. Simulfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri
segmental yang dileburkan pada dasar. Contoh: kopi –
ngopi
e. Kofiks, yaitu afiks yang terdiri dari dua unsur, satu di muka
bentuk dasar dan satu di belakang bentuk dasar; dan
berfungsi sebagai satu morfem terbagi. Contoh: {ke-an},
{pe-an}, {per-an}, dan {ber-an}
f. Superfiks, yaitu afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri
suprasegmental atau dengan kata lain afiks yang
berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks ini
tidak ada dalam bahasa Indonesia.
g. Kombinasi afiks, yaitu kombinasi dari dua afiks atau lebih
yang bergabung dengan dasar. Contoh: me-kan, me-i,
memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan, per-kan, pe-an,
dan se-nya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

8. Bentuk Kependekan

Bentuk kependekan dalam bahasa Indonesia muncul karena terdesak oleh

kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Harimurti Kridalaksana

(1989:161-163) mengklasifikasikan bentuk-bentuk dalam bahasa Indonesia

sebagai berikut:

a. Singkatan yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang


berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf
demi huruf maupun yang tidak dieja huruf demi huruf.
1) Pengekalan huruf pertama tiap komponen.
Misalnya: H = Haji, AA = Asia-Afrika, RS = Rumah Sakit.
2) Pengekalan huruf pertama dengan pelesapan konjungsi,
preposisi, reduplikasi dan preposisi, artikulasi dan kata.
Misalnya: IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
3) Pengekalan huruf pertama dengan bilangan, bila berulang.
Misalnya 3D = Dilihat, Diraba, Diterawang.
4) Pengekalan dua huruf pertama dari kata.
Misalnya: Ny = nyonya, Wa = Wakil.
5) Pengekalan tiga huruf pertama dari sebuah kata.
Misalnya: Okt = Oktober.
6) Pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata.
Misalnya: sekr = sekretaris, Sept = September.
7) Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir kata.
Misalnya: Ir = Insinyur.
8) Pengekalan huruf pertama dan huruf ketiga.
Misalnya: Gn = Gunung.
9) Pengekalan huruf pertama dan terakhir dari suku kata
pertama dan huruf pertama dari suku kata kedua.
Misalnya: Kpt = Kapten.
10) Pengekalan huruf pertama kata pertama dan huruf pertama
kata kedua dari gabungan kata.
Misalnya: VW = Volkswagen.
11) Pengekalan huruf pertama dan diftong terakhir dari kata.
12) Pengekalan dua huruf pertama dari kata pertama dan huruf
pertama kata kedua dalam suatu gabungan kata.
Misalnya Swt = Swatantra.
13) Pengekalan huruf pertama suku kata pertama dan huruf
pertama dan terakhir suku kata kedua dari suatu kata.
Misalnya: Bdg = Bandung, tgl = tanggal.
14) Pengekalan huruf pertama dari tiap suku kata.
Misalnya: hlm = halaman.
15) Pengekalan huruf pertama dan huruf keempat dari suatu
kata. Misalnya: DO = depot.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

16) Pengekalan huruf yang tidak beraturan. Misalnya: Kam =


keamanan.
b. Akronim dan Kontraksi
Akronim merupakan proses pemendekan yang
terbentuk atas penggabungan huruf atau suku kata atau
bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata
yang sedikit banyak memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia.
Pembentukan akronim hendaknya memperhatikan jumlah
suku kata akronim. Pembentukan akronim disarankan agar
tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata
dalam Indonesia. Selain itu, akronim juga dibentuk dengan
mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan
yang sesuai dengan pola kata dalam bahasa Indonesia yang
lazim. Sementara itu, kontraksi yaitu proses pemendekan
yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem.
c. Penggalan
Penggalan yaitu proses pemendekan yang mengekalkan
salah satu bagian dari leksem.
1) Penggalan suku pertama dari suatu kata.
Misalnya: Dok = Dokter.
2) Pengekalan suku terakhir suatu kata.
Misalnya: Pak = bapak.
3) Pengekalan tiga huruf pertama dari suatu kata.
Misalnya: Dep = Departemen.
4) Pengekalan empat huruf pertama dari suatu kata.
Misalnya: Prof = Profesor.
5) Pengekalan kata terakhir dari suatu frasa.
Misalnya: ekspres = kereta api ekspres.
6) Pelesapan sebagian kata.
Misalnya: bahwa sesungguhnya = bahwasanya.

9. Toko Online

Belanja online dalam survei Potret Belanja Online di Indonesia

(Kominfo, 2013:49) didefinisikan sebagai “aktifitas pembelian produk atau jasa

secara online.” Banyaknya kegiatan belanja online mendorong munculnya

beragam online shop atau toko online, yakni suatu toko yang menyediakan

beragam produk dan jasa untuk dijual melalui media internet. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan Kominfo pada tahun 2013, hasil survei menunjukkan

hampir separuh (47%) dari pengguna internet menggunakan internet untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

berbelanja online. Namun di Indonesia, perempuan cenderung lebih banyak

melakukan belanja online sebesar 49% dibandingkan dengan laki-laki sebesar

44% (Kominfo, 2013:21).

Survei Kominfo (2013:27) memperlilhatkan bahwa menghemat waktu

menjadi salah satu alasan mengapa seseorang melakukan transaksi jual beli di

toko online. Faktor lain yang juga menjadi alasan adalah faktor ketersediaan akses

internet 24 jam secara penuh dan kenyamanan dalam berbelanja. Hampir semua

jenis produk pernah dibeli secara online. Akan tetapi, Kominfo (2013:31),

memaparkan bahwa fashion (pakaian, tas, sepatu, dsb) merupakan jenis produk

yang paling banyak dibeli secara online oleh sebagian besar (79%) pelaku belanja

online. Dalam survei ini juga dikemukakan, jejaring sosial seperti facebook paling

banyak digunakan untuk media transaksi jual beli online yakni sebesar 34%.

Setiap toko online menerapkan sistem aturan tidak tertulis yang berkaitan

dengan etika berbelanja online yang sudah dipahami bersama oleh penjual dan

pembeli. Hal ini berkaitan dengan pemberian informasi pelaksanaan transaksi jual

beli online (seperti pemberian nomor rekening bank dan alamat lengkap) yang

dilakukan di luar tampilan pada media online. Ketika pembeli tertarik dan ingin

membeli sebuah produk maka transaksi akan dilanjutkan menggunakan media

yang lebih rahasia, seperti SMS, telepon, dan BBM. Hal ini dilakukan demi

menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi agar tidak disalahgunakan oleh

pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga media online seperti halnya

facebook dan twitter hanya bersifat sebagai wadah berkomunikasi dan pemberian

informasi mengenai rincian produk dan cara bertransaksi secara umum.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

10. Facebook

Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama teman sesama

mahasiswa Universitas Harvard, Eduardo Saverin, Andrew McCollum, Dustin

Moskovitz, dan Chris Hughes. Nama layanan ini berasal dari nama buku yang

diberikan kepada mahasiswa pada tahun akademik pertama oleh beberapa pihak

administrasi universitas di Amerika Serikat dengan tujuan membantu mahasiswa

mengenal satu sama lain (Madcoms, 2009:1).

Pada September 2012, facebook memiliki lebih dari satu miliar pengguna

aktif, lebih dari separuhnya menggunakan telepon genggam. Facebook menjadi

salah satu sarana efektif dalam berkomunikasi dan saling bertukar informasi.

Seiring dengan maraknya pertumbuhan situs jejaring sosial di dunia, facebook ini

juga dilirik oleh pelaku belanja online untuk memasarkan produknya. Penjual

akan mengunggah barang yang ia tawarkan kemudian disebarkan melalui fitur

unggah foto. Bentuk penawaran ini merupakan perkembangan dari media katalog

yang tadinya disebarkan dalam bentuk media cetak per bulan, kini disebarkan

melalui media katalog online yang penawarannya dapat diperbarui kapan saja.

Tidak heran sekarang banyak bermunculan online shop yang menjual beragam

produk dan jasa melalui facebook. Melalui media jejaring sosial ini dimungkinkan

adanya interaksi antara penjual dan pembeli melalui fitur komentar. Dengan

demikian menggunakan facebook sebagai sarana jual beli dapat menjangkau lebih

banyak orang di pelbagai wilayah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

11. Twitter

“Twitter berasal dari bahasa Inggris yang artinya berkicau sehingga

twitter dapat diartikan sebagai layanan jejaring sosial yang dapat membantu

seseorang mengatakan apa saja yang dirasakan dan dilakukan untuk diketahui

banyak orang” (Duwi Priyatno, 2010:1). Twitter memungkinkan penggunanya

untuk mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter, yang

dikenal dengan sebutan kicauan (tweet). Twitter didirikan pada bulan Maret 2006

oleh Jack Dorsey, dan situs jejaring sosialnya diluncurkan pada bulan Juli.

Twitter mengalami pertumbuhan yang pesat dan dengan cepat meraih

popularitas di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan posisi twitter naik ke peringkat

kedua sebagai situs jejaring sosial yang paling sering dikunjungi di dunia, dari

yang sebelumnya menempati peringkat dua puluh dua. Tingginya popularitas

penggunaan twitter menyebabkan layanan ini telah dimanfaatkan untuk pelbagai

keperluan dalam pelbagai aspek, misalnya sebagai sarana protes, kampanye

politik, sarana pembelajaran, sarana promosi, dan sebagai media komunikasi

darurat. Seperti halnya pada facebook, jual beli secara online juga popular di

kalangan pengguna twitter.

Twitter juga menyediakan fitur mengunggah foto yang disertai

keterangan atas foto tersebut sehingga memudahkan kegiatan promosi. Seperti

pada facebook, melalui twitter penjual dan pembeli juga dapat saling berinteraksi

malalui fitur mention sehingga proses jual beli online terasa lebih mudah karena

jangkauan yang luas tanpa mengenal jarak dan waktu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Pikir

Permasalahan Penggunaan Bahasa


yang unik ditemukan pada TJBO

Tinjauan Sosiolinguistik

Kuesioner

Karakteristik Istilah-istilah Khusus Faktor sosial yang


Penggunaan Bahasa pada Penggunaan Memengaruhi
Bahasa Penggunaan Bahasa

- Alih Kode dan - Istilah-istilah - Tingkat Pendidikan


Campur Kode Khusus dalam - Tingkat Ekonomi
- Afiksasi Transaksi Jual Beli
- Interferensi di Toko Online
Morfologi - Istilah dalam Media
- Bentuk Kependekan yang Digunakan
(Singkatan, Akronim, untuk Transaksi Jual
dan Penggalan) Beli Online
- Penggunaan Huruf, - Sapaan Khusus
Angka, dan Tanda
- Penggantian Tulisan

Simpulan karakteristik penggunaan bahasa pada transaksi jual beli


di toko online

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Kerangka pikir dimulai dari permasalahan yang ditemukan penulis di

lapangan. Penulis menemukan penggunaan bahasa yang unik pada transaksi jual

beli di toko online. Data utama yang berupa data tulis tersebut kemudian

dikumpulkan. Setelah menentukan teori yang tepat, yakni teori sosiolinguistik

sebagai dasar analisis, serta melakukan pembatasan masalah, selanjutnya

dirumuskan tiga permasalahan. Khusus pada rumusan masalah kedua dilakukan

teknik kuesioner karena berkaitan dengan istilah khusus yang digunakan dalam

jual beli online.

Pada rumusan masalah pertama, hal-hal yang dianalisis dalam

karakteristik penggunaan bahasa pada jual beli di toko online adalah alih kode dan

campur kode, afiksasi, interferensi morfologi, bentuk kependekan (singkatan,

akronim, dan penggalan), penggunaan huruf, angka, dan tanda, penggantian

tulisan. Pada rumusan masalah kedua, yakni istilah-istilah khusus, ada tiga hal

yang dianalisis, yakni istilah-istilah khusus dalam transaksi jual beli di toko

online, istilah dalam media yang digunakan untuk transaksi jual beli online, dan

sapaan khusus. Pada rumusan masalah ketiga faktor sosial yang memengaruhi

penggunaan bahasa pada transaksi jual beli online meliputi tingkat pendidikan dan

tingkat ekonomi. dilakukan pengumpulan data penunjang melalui teknik

kuesioner. Ketiga rumusan masalah yang dianalisis menjadi suatu bentuk

karakteristik penggunaan bahasa pada transaksi jual beli di toko online.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai