Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS KARYA ABDUL QODIR MUNSYI

Makalah ini disusun dan dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Sastra Islam
Nusantara
Dengan dosen pengampu Ahmad Badrus Sholihin, S.S., M.A.

Disusun Oleh :
1. Femia Chandra Adillah (U20183020)
2. Rika Fithratul Ulyah (U20183056)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA


BAHASA DAN SASTRA ARAB
INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah yang
diberikan-Nya sehingga tugas makalah yang berjudul Analisis Karya Abdul Qodir Munsyi ini
dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing kita di jalan yang baik. Makalah ini kami susun
sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Sastra Islam Nusantara.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan manusia dengan berbagai kompleksitas
persoalannya. Kehidupan itu mencakup hubungan antarmasyarakat. antara masyarakat
dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi di dalam batin
pengarang. Bagaimanapun juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin pengarang. yang
sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan antara pengarang dengan orang lain
atau dengan masyarakat.1
Dunia Melayu memasuki akhir abad ke-17 sampai akhir abad ke-19, terjadi proses
transmisi ajaran-ajaran dan gagasan Islam yang melibatkan sebuah jaringan intelektual
(intelektual network).2 Memasuki abad ke-19 tradisi intelektual Islam di dunia Melayu
mengalami penguatan pemikiran, terutama dalam karya-karyanya menyangkut tentang
orientasi ideologi politik.3 Salah satu pemikir ini adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
yang akan kami bahas secara mendalam dalam makalah ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penyusun
hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan beberapa orang terkait, sehingga kendala-kendala yang
penyusun hadapi dapat teratasi dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Untuk itu, saya mengharapkan masukan, kritik, atau
saran yang membangun guna perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan datang.
Lumajang, Maret 2021

Penyusun

1
Sapardi Djoko Damono. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. (Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan, 2002). Hal. 1.
2
Azyumardi Azra. Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan Kekuasaan. (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2000). Hal. 121.
3
Ensiklopedi tematis dunia islam jilid V, islam di asia tenggara. (Jakarta : Icktiar Baru Van Hoeve, 2002). Hal,
160.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
1.1.Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
1.2.Rumusan Masalah ................................................................................................................ 5
1.3.Tujuan .................................................................................................................................. 5
BAB II : PEMBAHASAN ......................................................................................................... 6
A.Biografi Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi .......................................................................... 6
B.Sinopsis Hikayat Abdullah Karya Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi ................................. 8
C.Pemikiran yang Terkandung dalam Hikayat Abdullah ........................................................ 10
D. Analisis Hikayat Abdullah. ................................................................................................. 13
1.Aspek Pemikiran Pengarang ............................................................................................. 13
2.Nilai Budaya dan Pandangan Hidup ................................................................................. 14
3.Aspek Perasaan ................................................................................................................. 17
4.Aspek Keindahan Bahasa .................................................................................................. 17
BAB III : PENUTUP ............................................................................................................... 22
A.Kesimpulan .......................................................................................................................... 22
B.Saran ..................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sastra Melayu adalah bagian dari kesusastraan Nusantara. Sastra Melayu abad ke-19
merupakan bagian dari sastra Melayu itu sendiri. Secara sempit, daerah sastra Melayu dapat
dikatakan meliputi daerah Semenanjung Melayu dan Kepulauan Riau di Indonesia. Sebelum
berdiri Singapura· pada tahun 1819, yang lebih penting lagi sebelum Perjanjian London tahun
1824 antara lnggris dan Belanda, kedua daerah ini bernaung di bawah panji raja-raja Melayu.
Kedua peristiwa itu, yaitu berdirinya Singapura dan Perjanjian London, telah menyebabkan
pecahnya daerah kekuasaan raja-raja Melayu.4
Peristiwa sejarah yang menimpa daerah ini telah menimbulkan suatu perkembangan
baru bagi bahasa dan sastra di dua kawasan itu. Dengan demikian, semenjak terpisahnya
daerah itu ke bawah dua kekuasaan penjajah yang berbeda, perkembangan bahasa dan sastra
di daerah itu mulai pula menempuh arah perkembangannya masing-masing.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa sastra Melayu abad ke-19, yang merupakan
satu mata rantai dalam sejarah perkembangan sastra Melayu, tampaknya merupakan suatu
fase yang cukup besar artinya bagi kehidupan bahasa dan sastra di Indonesia dan Malaysia.
Hal itu merupakan bagian yang cukup penting bagi kesusastraan di Indonesia dan Malaysia
karena sastra Melayu abad ke-19 ini, sebagian besar sastra di dua daerah itu, menancapkan
akar-akarnya yang kelak tumbuh dan berkembang dengan kepribadiannya masing-masing.
Dalam sastra Melayu abad ke-19 ini terjadi pula dua persimpangan kehidupan sastra. Salah
satu di antaranya berkembang di daerah Kepulauan Riau dan yang satu lagi berkembang di
Malaysia dan Singapura. Kedua cabang itu mempunyai peran masing-masing terhadap
perkembangan dan pertumbuhan sastra di Indonesia dan Malaysia.5
Sastra Melayu abad ke-19 mempunyai kedudukan yang tinggi, pada umumya
memang buku-buku kesusastraan di Indonesia sering menyinggung kegiatan kesusastraan
(Melayu) abad ke-19, tetapi uraian yang diberikan tentang masalah itu tidak banyak yang
memperlihatkan wajah sastra Melayu abad ke-19 yang sesungguhnya. Para penulis sastra

4
Hamidy, Raja Hamzah Yunus, Tengku Bun Abubakar. Pengarang Melayu dalam Kerajaan Riau dan Abdullah
Bin Abdul Kadir Munsyi dalam Sastra Melayu. (Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa dan Pendidikan, 1981).
Hal. 1.
5
Ibid. Hal. 2.
Indonesia hanya fokus pada jalur perkembangan sastra Melayu di bawah kegiatan Abdullah
bin Abdul Kadir Munsyi saja.
Berdasarkan latar belakang di atas, kami akan menjelaskan detail dari biografi
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, sinopsis hikayat Abdullah dan analisis unsur-unsur
pembangun dalam Hikayat Abdullah karya Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.
1.2.Rumusan Masalah
2. Bagaimana biografi dari Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi?
3. Bagaimana Sinopsis hikayat Abdullah karya Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi?
4. Apa saja unsur-unsur pembangun yang terdapat dalam hikayat Abdullah bin Abdul
Kadir Munsyi?
1.3. Tujuan
2. Untuk mengetahui biografi dari Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
3. Untuk mengetahui Sinopsis hikayat Abdullah karya Abdullah bin Abdul Kadir
Munsyi
4. Untuk mengetahui unsur-unsur pembangun yang terdapat dalam hikayat Abdullah bin
Abdul Kadir Munsyi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi adalah seorang keturunan Arab dan Keling.
Ayahnya, Syeikh Abdul Kadir, berkebangsaan Arab dan ibunya, Salmah, orang Keling
(India). Pada umumnya orang mencatat tahun kelahiran Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi
pada tahun 1796 dan meninggal pada tahun 1854, tetapi menurut I.R. Poedjawijatna,dia
dilahirkan pada tahun 1974. Tempat meninggalnya menurut Datoek Besar dan R. Roolvink
adalah di Mekah, tetapi penulis-penulis yang lain mengatakan di Ledah.6
Abdullah menghabiskan hampir seluruh masa hidupnya di tengah-tengah pergaulan
dan kegiatan orang-orang Inggris, terutama Raffles dan kawan-kawannya. Pada awalnya, dia
tinggal di Malaka, kemudian setelah berdiri Singapura dia pindah ke sana. Adapun alasan
pertama mengenai kepindahan Abdullah ke Singapura untuk menghilangkan kesedihannya
karena istrinya baru meninggal di Malaka, ditinjau dari jalan hidupnya sebenarnya karena
Inggris telah menyerahkan Malaka kepada Belanda dan kemudian Raffles membuka kota
Singapura. Kedatangan Belanda ke Malaka menggantikan Inggris tidak memberikan
kehidupan yang baik bagi Abdullah dan juga terhadap sebagian besar penduduk Malaka yang
lain, karena Abdullah tidak menguasai bahasa Belanda. Tampaknya Belanda tidak
memerlukan orang-orang yang ahli dalam bidang bahasa seperti Abdullah.7
Kepindahan Abdullah jelas menunjukkan betapa erat hubungannya dengan orang-
orang Inggris. Hubungan ini memang tidak mengherankan karena ada kepentingan yang
harus dijalankan di antara mereka yakni Abdullah berkeinginan untuk mengetahui dan
menguasai bahasa Inggris dan seluk-beluk masalah kebudayaan Inggris, sedangkan Inggris
membutuhkan Abdullah sebagai juru bahasa. Bukan hanya itu, melalui Abdullah mereka
dapat mempelajari masyarakat dan kebudayaan Melayu.8
Dalam hubungan inilah, Abdullah memperoleh nafkah kehidupannya yakni dia
berprofesi sebagai guru bahasa, penerjemah, dan informan bagi orang Inggris. Pada pihak
Inggris, mereka bukan semata-mata hanya ingin mengetahui dunia masyarakat melayu

6
Hamidy, Raja Hamzah Yunus, Tengku Bun Abubakar. Pengarang Melayu dalam Kerajaan Riau dan Abdullah
Bin Abdul Kadir Munsyi dalam Sastra Melayu. (Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa dan Pendidikan, 1981).
Hal. 36.
7
Ibid.,
8
Ibid., 37.
sebagai pengetahuan tetapi untuk kepentingan kekuasaan mereka sendiri. Dampak dari
hubungan yang kuat ini menimbulkan komentar bahwa Abdullah adalah seseorang buatan
Inggris. Dapat dikatakan juga bahwa jika tidak ada Inggris tidak ada Abdullah.9
Abdullah tidak hanya mempelajari bahasa melayu melainkan juga memperdalam
bahasa Hindustan yang di pelajari pada dua orang guru dengan waktu masing-masing dua
tahun dan empat tahun. Setelah dia mahir berbahasa Hindustan, dia mendapat julukan dari
orang-orang Hindustan sebagai Munsyi, yang artinya 'guru bahasa'.
Melalui seorang temannya yang bernama Tambi Muttu Virabattar yang merupakan
seorang ahli bahasa Hindustan, Abdullah berhasil menerjemahkan hikayat Pancatanderan ke
dalam bahasa Me1ayu pada tahun 1835. Menyelam sambil minum air, selain mengajarkan
bahasa melayu pada orang-orang inggris, dia mendapat kesempatan belajar bahasa dari Tuan
Milne, salah seorang guru Anglo College di Singapura.10
Setelah menguasai bahasa inggris, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi memperluas
kegiatannya dalam bidang bahasa dan sastra. Dengan Tuan Thomsen, dia menerjemahkan
kitab Injil Matius dan Kisah Segala Rasul-rasul. Dalam usaha menerjemahkan kitab Injil ini,
Abdullah mengkritik bahasa Melayu yang dipakai oleh penerjemah Injil terdahulu. Kata-kata
seperti berkesemauan, berkejabatan, yang kesemauan, dan yang kejabatan, menurut
Abdullah terlalu janggal atau canggung dalam bahasa Melayu sehingga seperti antan
dicongkilkan duri. Ungkapan anak Allah, kerajaan surga, mulut Allah, dan bapamu yang ada
di surga, menurut Abdullah Munsyi adalah bentuk-bentuk yang canggung di telinga orang
Melayu. Sedangkan bersama Paderi Keasberry, Abdullah menerjemahkan kitab Henry ke
dalam bahasa Melayu.11
Abdullah Munsyi (1796-1854) merupakan penggagas dari paham kebangsaan
Melayu.12 la adalah sastrawan sekaligus juga pengarang terkemuka di dunia Melayu.
Beberapa karyanya di antaranya: Kisah Pelayaran Abdullah sampai ke Negeri Kelantan
(1838), Syair Singapura Terbakar (1843), Cerita Kapal Asap (1843), Syair Kampung Gelam
Terbakar (1847), Hikayat Abdullah (1849) dan Kisah Pelayaran Abdullah ke Mekah (1858-

9
Datoek Besar, dan R. Roolvink. Hikayat Abdullah. (Jakarta: Jambatan, 1953). Hal. XII.
10
Hamidy, Raja Hamzah Yunus, Tengku Bun Abubakar. Pengarang Melayu dalam Kerajaan Riau dan
Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi dalam Sastra Melayu. (Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa dan
Pendidikan, 1981). Hal. 37.
11
Ibid. Hal. 38.
12
Ensiklopedi tematis dunia islam jilid V, islam di asia tenggara. (Jakarta : Icktiar Baru Van Hoeve, 2002).
Hal, 162.
59).13 Karya terpenting Abdullah Munsyi adalah Hikayat Abdullah. Dalam Hikayat Abdullah,
ia merumuskan sebuah identitas masyarakat Melayu yang mengetengahkan sebuah identitas
sebuah bangsa dalam rumusan ras atau suku.
B. Sinopsis Hikayat Abdullah Karya Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi
Sejarah sastra adalah suatu cabang sastra Melayu yang paling kaya dan juga mungkin
paling penting. Hampir setiap kerajaan di Nusantara memiliki sejarahnya sendiri. sejarah itu
biasanya menceritakan peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi di istana dan nasib
kerajaan selama beberapa keturunan menjadi pusat perhatiannya.
Hikayat Abdullah adalah sebuah karya intelektual dunia Melayu yang mewakili
sebuah karya yang dikenal liberal. Karya ini banyak menekankan pentingnya bangsa Melayu
memperjuangkan hak-haknya baik sosial maupun politik mereka. Dalam karya ini pula ia
banyak mengkritik ideologi politik kerajaan yang telah membuat kekacauan karena raja-
rajanya telah berbuat tiran dan tidak adil.14
Hikayat Abdullah ini merupakan sebuah karya autobiografi yang dikarang di
kampung Malaka, Singapura, pada bulan Mei 1843, dan diterbitkan di Singapura pada bulan
Maret 1849.Mendengar nama karya tersebut tentulah menceritakan sejarah hidup Abdullah.
Akan tetapi, dari 29 judul tulisan yang dimuat di dalamnya, hanya lebih kurang 3 judul
tulisan yang berisi uraian mengenai kehidupan dan sejarah hidup penulisnya.15
Bagian-bagian lain menguraikan bermacam keadaan dan peristiwa, tetapi sebagian
besar dapat dikatakan bercerita ten tang kehidupan orang-orang kulit putih di Malaka dan
Singapura, terutama tentang Raffles dan kawan-kawannya. Tulisan Abdullah mengenai
orang-orang Inggris itu penuh dengan nada pujian. Sebaliknya, komentarnya terhadap raja-
raja dan orang Melayu penuh kecaman. Apakah hal ini karena kitab itu diminta dikarang oleh
orang Inggris.
Dalam hikayat ini, Abdullah Munsyi menceritakan tentang silsilah keluarga beliau
yang di awali dari nenek moyang beliau. Moyang beliau yaitu Syeikh Abdul Kadir
merupakan guru agama dan bahasa yang berbangsa Arab yang merupakan keturunan
Uthmani dan berasal dari Yaman. Dari Yaman, Syeikh Abdul Kadir berhijrah ke Tanah
Keling di Nagore dan menjadi guru kemudian menikah dengan wanita setempat. Dari

13
Daniel Arief Budiman. Skripsi: Ideologi Politik Melayu Abad ke-19. (Yogyakarta : UINSUKA, 2010). Hal. 2.
14
Ibid. Hal. 3.
15
Hamidy, Raja Hamzah Yunus, Tengku Bun Abubakar. Pengarang Melayu dalam Kerajaan Riau dan
Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi dalam Sastra Melayu. (Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa dan
Pendidikan, 1981). Hal. 41.
pernikahannya, beliau memiliki empat orang anak lelaki dan salah satunya adalah kakek dari
Abdullah Munsyi yang bernama Muhammad Ibrahim. Setelah moyang beliau meninggal
dunia di Nagore, Muhammad Ibrahim berhijrah ke Melaka dan menikah dengan anak Syeikh
Mira Lebai yang berketurunan Peryaci. Tidak lama setelah itu lahirlah ayah dari Abdullah
Munsyi yaitu Syeikh Abdul Kadir.16
Abdullah juga menceritakan tentang kelahirannya yaitu pada hari ahad tepat pada 7
safar 1211H setelah Inggris mengambil Melaka dari Belanda pada 15 Agustus 1975. Beliau
dilahirkan di Kampung Pali atau Kampung Masjid Melaka. Beliau juga menceritakan tentang
semua kakak-kakaknya yang meninggal dunia dan menyebabkan ibunya menjadi seperti
orang gila karena sering menangis dan bersedih, hingga pada suatu hari tangisan Salmah
terdengar oleh tetangganya yakni Habib Abdullah. Habib Abdullah meminta Ayah Munsyi
memberitahukan kepada istrinya untuk tidak menangis lagi karena Allah akan
mengkaruniakan mereka seorang anak lelaki dan tak lama kemudian lahirlah Abdullah
Munsyi.
Abdullah Munsyi menceritakan tentang peristiwa-peristiwa sepanjang beliau belajar
mengaji bersama nenek beliau. Beliau menyatakan bahwa beliau hanya mengaji ketika mau
saja, karena Munsyi adalah anak yang di manja karena neneknya tidak pernah memarahi
ataupun memukulnya. Setelah Syeikh Abdul Kadir kembali dari Siak, Munsyi mulai belajar
mengaji di sekolah pondok dan pada malam harinya, dia juga di ajar oleh Syeikh Abdul
Kadir. Abdullah Munsyi juga bercerita bahwa beliau sering dipukul dan ditampar oleh
ayahnya karena salah mengaji dan menulis. Pada awalnya beliau benci kepada ayahnya dan
mencoba memberontak karena Munsyi ingin bermain seperti anak-anak yang lain, namun
setelah melihat pengorbanan guru di sekolahnya, Munsyi mulai belajar mengaji dan menulis
sendiri serta belajar dengan ayah dan neneknya.
Setelah itu, beliau juga belajar menulis bahasa Keling yaitu bahasa Tamil selama dua
tahun enam bulan dengan menghadapi pelbagai kesulitan karena Syeikh Abdul Kadir begitu
tegas dalam mendidiknya terutama dalam mengajar menulis. Kemudian beliau juga
menceritakan bagaimana beliau dapat mempelajari bahasa Hindustan dan belajar menulisnya
daripada para ahli bahasa sehingga beliau dapat menguasai bahasa tersebut. itulah awal beliau
mendapat gelaran ‘Munsyi’ yang bermaksud guru bahasa dan gelar tersebut digunakan
sehingga kini.

16
BMS, “Analisis Hikayat Abdullah” (http://karyaagungkamikumpulan32016.blogspot.com/p/analisis-hikayat-
abdullah.html, Diakses pada 21 Maret 2021, 15.35).
Dalam Hikayat ini pula, penulis menceritakan tentang pejabat Inggris yang
memerintah Melaka, yaitu Tuan Farquhar, Tuan Milne, Tuan Raffles, Lord Minto dan
beberapa pejabat Inggris lainnya. Dia bekerja sebagai juru bahasa dan juru tulis untuk pejabat
Inggris dan ini menyebabkan Abdullah menghabiskan banyak waktu dengan orang Inggris. Ia
menceritakan tentang Tuan Farquhar yang sangat disayangi oleh semua ras di Melaka karena
kondisi Melaka yang damai dan berkembang di bidang perdagangan memungkinkan orang
miskin untuk mencari nafkah.
Abdullah Munsyi menceritakan peristiwa dia mulai belajar bahasa Inggris dari kelas
Mr. Milne. Tuan Milne adalah seorang pendeta Inggris yang datang ke Melaka pada tahun
1238 H. setara dengan 1823 M. Tuan Milne memiliki 3 orang anak. Mr. Milne membuka
kelas bahasa Inggris gratis dengan tinta, kertas, pulpen dan berbagai kebutuhan lainnya bagi
mereka yang datang untuk belajar. Mr Milne setuju untuk mengajar bahasa Inggris Abdullah
dengan syarat bahwa dia akan mengajarinya bahasa Melayu. Mr. Milne juga memberikan
Abdullah sebuah Alkitab yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu yang
dianggapnya sebagai dongeng yang sudah dikenalnya.
Selain itu, Abdullah juga menceritakan kepada masyarakat tentang sikap para
penguasa Melayu dan sikap masyarakat itu sendiri. Ia mengkritisi sikap Penguasa Melayu
yang tidak mau mengasuh anaknya sendiri, dan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak
tanpa ada disiplin. Ia juga mengkritisi sikap masyarakat yang tidak akan berubah karena tidak
mau membuang kebiasaan lama yang tidak senonoh padahal itu bukan agama. Kisah ini juga
menceritakan berbagai adat istiadat dan kepercayaan yang telah dianut dari generasi ke
generasi sehingga menjadi suatu keharusan untuk diikuti.
C. Pemikiran yang Terkandung dalam Hikayat Abdullah
Pemikiran dalam sebuah karya berarti subjek dibesarkan mulai dari ide dan
pengalaman. Ide dan pengalaman tersebut dipadatkan bersama dengan imajinasi dan
kreativitas untuk dituangkan ke dalam pertanyaan dan tema karya. Setiap penulis memiliki
caranya sendiri dalam memilih bahan, mengedipkannya dan kemudian mengubahnya menjadi
pesan mutiara, dan permata dari karya tersebut.17 Setiap karya merupakan catatan
pengalaman yang telah direnungkan, dipikirkan, dan disaring oleh pengarang untuk dijalin
menjadi sebuah karya tulis, baik karya kreatif maupun deskriptif. Dalam Hikayat Abdullah
pemikiran pengarangnya, Abdullah Munsyi, terlihat jelas karena karya ini merupakan karya

17
Seri Lanang Jaya Hj. Rohani et al. Karya Agung Melayu. (Tanjung Malim: Universiti Pendidikan Sultan Idris,
2016). Hal. 69.
biografi. Abdullah Munsyi adalah seorang penulis yang dianggap sebagai bapak sastra
Melayu modern karena tingkat pemikirannya yang jauh ke depan.18
Salah satu aspek pemikiran yang dapat digambarkan dari karya ini adalah pemikiran
tentang pentingnya menguasai berbagai bidang ilmu. Pemikiran ini dapat dilihat langsung
pada diri penulisnya sendiri yang mampu menguasai berbagai bahasa, terutama bahasa
Melayu ketika ia keturunan Arab lahir di India. Penulis karya ini bercerita tentang peristiwa
pahit dan manis yang harus ia lalui untuk mempelajari berbagai jenis bahasa. Selain belajar
bahasa, penulis juga belajar mengaji di sekolah dan diajar oleh ayahnya sendiri. Ayahnya,
Abdul Kadir, adalah orang yang tegas dan gigih dalam mendidik Abdullah. Sifat Abdul Kadir
yang sangat mementingkan ilmu membuat Abdullah menjadi orang bijak dan menyandang
gelar Munsyi di usia muda. Ini membuktikan bahwa ada banyak pahala ketika seseorang
mementingkan penguasaan di berbagai bidang ilmu. Dalam Hikayat Abdullah, penulis
menyampaikan nasehat tentang pentingnya ilmu yaitu:
Maka bahawasanya aku wasiatkan akan nasihatku ini bagi segala kanak-kanak yang
ada dibukakan Allah mata hatinya. Maka jikau sekiranya ada umurmu seribu tahun
sekalipun, maka janganlah engkau takut membelanjakan dia sebab menuntut ilmu itu; karena
dapat tiada hamba Allah dalam dunia ini semuanya mengkehendaki kebesaran dan
kemuliaan dan kekayaan, maka seorang juapun tiada yang benci akan perkara yang tersebut
itu. Maka jikalau demikian, bahwa ilmu itulah tangganya akan menaiki segala perkara yang
tersebut itu; dan lagi jikalau ada ilmu itu bagimu sekali-kali tiada engkau akan terbuang,
dan tiada pula engkau dihanakan orang, melainkan termulia juga adanya; dan lagi yaitu
kelak boleh menolong akan dikau dari dunia sampai ke akhirat.19
Pemikiran tentang pentingnya menguasai berbagai bidang ilmu juga dapat dilihat pada
bab kelima, yaitu tentang kisah Pawang Gajah yang bersedia diinstruksikan oleh Tuan
Farquhar untuk menangkap gajah liar di hutan. Pawang Gajah meminta orang untuk membuat
kandang gajah. Penulis bercerita tentang seorang penduduk desa yang percaya pada keajaiban
Gajah Penyihir yang bisa menjinakkan seekor gajah yang mencoba masuk ke dalam kandang
untuk mencari jalan keluar. Penulis menyatakan bahwa gajah tersebut menabrak kandang
karena kelaparan dan akan diam saat mendapatkan makanan. Situasi ini jelas menunjukkan
perbedaan antara Abdullah yang arif dalam memahami situasi sebenarnya dengan penduduk
desa yang diejek oleh Penyihir Gajah menggunakan sihirnya. Dalam hal ini, penulis mencoba
18
Siti Aisah Murad. Abdullah Munsyi dan Masyarakat Melayu. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1996). Hal. 11.
19
Abdullah Abdul Kadir. Hikayat Abdullah, Jilid II. (Kuala Lumpur : Pustaka Antara, 1975). Hal. 16.
menyampaikan efek bahwa ketika kita tidak berilmu, orang lain akan dengan mudah
memanfaatkan dan mengambil kesempatan di atas kekurangan tersebut.
Selain itu, pemikiran tentang pentingnya ilmu juga dikisahkan pada bab ketiga
Hikayat Abdullah. Dalam bab tersebut, penulis menceritakan tekadnya dalam mencari ilmu
dari ayah, nenek dan pamannya meski sering dipukul dan ditampar. Pada masa Abdullah
bersekolah, sudah biasa siswa didenda dan dihukum di sekolah. Penulis juga bercerita tentang
kebiasaan masyarakat sebelumnya bahwa ketika seseorang ingin menyekolahkan anaknya,
orang tuanya akan menemui guru dengan membawa buah pinang dan nampan berisi manisan.
Orang tua akan memberikan kewenangan penuh kepada guru untuk mendidik anaknya
dengan ketentuan mata dan kaki anak tidak terluka. Karena kepercayaan yang tinggi pada
guru, hukuman dan denda akan dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pelanggaran
seperti tidak datang sekolah, tidak mendengarkan orang tua, melawan guru, mencuri dan
sebagainya.20
Berdasarkan peristiwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa sejak jaman dahulu mencari
ilmu adalah hal yang wajib dan guru adalah individu yang sangat dihormati dan dipercaya.
Situasi ini dengan jelas menunjukkan pemikiran penulis tentang pentingnya mencari ilmu.
Hikayat Abdullah juga membahas pemikiran tentang sikap masyarakat kuno yang
begitu menjunjung tinggi adat istiadat saat itu. Penulis langsung mengatakan tentang takhayul
yang kuat di kalangan masyarakat Melayu kuno. Kisah ini mengisahkan tentang berbagai
adat istiadat dan kepercayaan yang telah di ikuti dari generasi ke generasi sehingga menjadi
suatu keharusan untuk diikuti. Salah satu kepercayaan masyarakat yang diceritakan dalam
hikayat ini adalah tentang adat menjual anak. Kebiasaan menjual anak tidak berarti menjual
budak tetapi anak akan dijual dan uangnya akan diambil oleh orang tua anak untuk membeli
makanan. Nama anak tersebut akan dinamai sebagai anak dari orang yang memberikan uang
namun tetap dijaga dengan baik oleh orang tuanya. Dalam hal ini, Abdullah Munshi
mengatakan bahwa adat istiadat buruk yang menyimpang dari Islam harus dihilangkan karena
akan menjadi penghambat kemajuan orang Melayu.21
Selain itu juga bercerita tentang pentingnya melestarikan dan memelihara bahasa,
khususnya bahasa Melayu. Pemikiran tersebut dapat dijelaskan dengan menilai karakter
Abdullah dalam hikayat ini. Abdullah Munsyi menunjukkan rasa cinta yang dalam kepada
bahasa Melayu dan mengungkapkan penyesalannya atas sikap orang Melayu yang tidak
20
Zahari A. Rashid. Kenang-kenangan Abdullah Munsyi. (Selangor : IBS Buku Sdn. Bhd, 2008). Hal. 207.
21
BMS, “Analisis Hikayat Abdullah” (http://karyaagungkamikumpulan32016.blogspot.com/p/analisis-hikayat-
abdullah.html, Diakses pada 21 Maret 2021, 15.35).
peduli dengan bahasanya. Abdullah Munsyi gemar mengoleksi dan membaca cerita-cerita
berbahasa Melayu kuno yang diperolehnya dari Inggris. Ia membacanya untuk mempelajari
rahasia bahasa Melayu yang tersembunyi dalam cerita yang lebih dalam dan tidak begitu
memperhatikan alur cerita hikayat. Apalagi, Abdullah Munshi juga menunjukkan
kecintaannya pada bahasa Melayu ketika bekerja sebagai juru bahasa dan juru tulis dalam
bahasa Melayu bahkan pendapatannya berkurang. Dia juga bersedia untuk pindah kembali ke
Universitas Malaka sebagai guru bahasa di kampus tersebut setelah mengetahui bahwa tidak
ada guru di Universitas yang dapat mengajar bahasa Melayu dan menerjemahkan bahasa
Inggris.22
Pemikiran selanjutnya yang dapat ditarik dari cerita Abdullah adalah pemikiran
tentang pola kepemimpinan dan pemerintahan Inggris saat itu. Ada empat hal yang dipuji
Abdullah tentang orang Inggris, yaitu perilaku yang baik, sopan santun, menghargai orang
lain dan penuh pertimbangan. Abdullah Munsyi sangat mengagumi orang Inggris seperti Mr.
Raffles, Mr. Farquhar, Lord Minto dan Mr. Milne yang memperlakukannya dengan baik. Ia
sangat menyukai sikap Mr. Raffles yang sangat mencintai ilmu karena ia banyak
menghabiskan waktunya untuk membaca. Ia juga menceritakan tentang karakter Tuan Raffles
dan Tuan Farquhar yang sangat disukai baik oleh masyarakat Malaka maupun masyarakat
Singapura dalam ceritanya.23
Sebermula maka adalah segala orang Melaka, daripada empat bangsa pun, terlalu
kasih dan setuju berajakan Farquhar itu. Maka adalah pada masa itu negeri Melaka pun
dalam sentosanya dan dagang pun terlalu banyak keluar masuk daripada segala pihak.24
D. Analisis Hikayat Abdullah.
1. Aspek Pemikiran Pengarang
Pemikiran dan filosofi penulis mengacu pada keindahan pemikiran yang
tinggi dan memiliki filosofi hidup tersendiri serta dapat bermanfaat bagi
pembacanya. Dengan demikian, pembaca mampu menerapkan pemikiran dan
filosofi yang dipelajari dalam kehidupan mereka. Ada contoh teks karya Hikayat
Abdullah yang menampilkan keindahan pemikiran:
…“Jangan baca kitab ini. Buangkan karena ini kitab orang putih. Nanti
rosak iman kita. “Maka jawabku kepada mereka itu, “Bagaimana engkau boleh

22
Siti Aisah Murad. Abdullah Munsyi dan Masyarakat Melayu. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka,
1996). Hal. 15.
23
Zahari A. Rashid. Kenang-kenangan Abdullah Munsyi. (Selangor : IBS Buku Sdn. Bhd, 2008). Hal. 211.
24
Abdullah Abdul Kadir. Hikayat Abdullah, Jilid II. (Kuala Lumpur : Pustaka Antara, 1975). Hal. 57.
tau ini kitab orang putih? Bukankah ini bahasa Melayu? Dan bolehkah ia ini
merosakkan iman kita? Apakah ertinya iman itu?...ertinya iman itu yang
kuketahui, percaya. Maka jikalau kiranya aku membaca seribu kitab agama lain-
lain, jikalau tiada percaya aku akan dia, bolehkah rosak iman?...Maka diamlah
mereka itu…25
Berdasarkan teks tersebut, kita dapat melihat bahwa Abdullah adalah
orang yang berwawasan luas dan tidak kolot. Ia mengkritik masyarakat saat itu
yang parokial terhadap orang Inggris dan bahasanya. Pemikiran dan filosofi
penulis yang terkait dengan iman menunjukkan kepada penulis seseorang yang
memegang teguh agama dan percaya pada dirinya sendiri.
Oleh karena itu, pemikiran dan filosofi pengaranglah yang menunjukkan
bahwa pengarang memiliki sikap terbuka terhadap kehadiran orang Inggris di
Melaka. Penulis juga menjalin hubungan yang sangat baik dan dekat dengan
beberapa orang Inggris. Selain itu penulis juga memiliki hubungan yang baik
dengan seorang pendeta yang bernama Mr. Milne. Meski hubungannya dikritik
oleh masyarakat saat itu, namun ia tetap mengajar bahasa Melayu hingga Munsyi
juga belajar bahasa Inggris dari pendeta itu. Penulis yakin bahwa belajar bahasa
Inggris akan bermanfaat baginya di masa depan. Hal ini menunjukkan kekuatan
pemikiran penulis tentang lingkungan dibandingkan dengan orang Melayu yang
berpikiran sempit tentang orang Inggris dan bahasanya.
2. Nilai Budaya dan Pandangan Hidup
Dalam Hikayat Abdullah, beberapa unsur nilai budaya disembunyikan.
Diantaranya adalah meyakini kehebatan sang dukun. Seorang dukun atau yang
dikenal dengan sebutan bomoh atau dukun sering menjadi orang yang dirujuk
ketika terjadi sesuatu yang berkaitan dengan hal gaib atau takhayul. Pengertian
dukun juga sangat mirip dengan definisi dalam Kamus Balai edisi Keempat yaitu
orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu (biasanya dengan
menggunakan kekuatan supernatural). Berikut merupakan petikan berdasarkan
nilai budaya yang diamalkan:
“… dan lagi, kebanyakan orang-orang Melayu dan Cina dan lainnya
percaya, katanya, “Pawang itu terlalu pandai hikmah gajah.” Dan lagi, banyak-
banyak doa dibacakannya sampai gajah di hutan semuanya takut akan ia,

25
Hamzah Hamdani. Hikayat Abdullah. (Batu caves : PTS Fortuna, 2007). Hal. 102.
istimewa manusia. Maka sebab itu maka serba bangsa pun ada meminta ubat-
ubat dan hikmat-hikmat dan tangkal-tangkal kepadanya.”.26
Melalui petikan di atas, alur cerita yang digarap Abdullah Munsyi
menampilkan nilai-nilai budaya masyarakat saat itu yang percaya pada kehebatan
dukun sehingga mereka menaruh kepercayaan penuh kepada dukun tersebut.
Namun Abdullah Munsyi membantah tindakan dan kepercayaan masyarakat
tersebut dengan mengatakan bahwa mereka telah ditipu dan dibodohi oleh pawang
tersebut.
Selain itu, dalam Hikayat Abdullah, nilai pemimpin yang penuh kasih
banyak diterapkan. Nilai ini digunakan secara luas karena cinta sangat penting
dalam kehidupan pemimpin masyarakat terlebih dahulu. Nilai-nilai ini
dipraktikkan di antara anggota masyarakat tanpa memandang ras, usia, atau
agama. Beberapa contoh penggalan kalimat mengilustrasikan nilai pemimpin yang
penuh kasih oleh masyarakat:
“Sewaktu Tuan Raffles ada di Singapura, aku berasa senang kerana
kebajikanku dalam perhatiannya…”.27
“Aku bertanya, “Tuan hendak ke mana?” Jawabnya, “Saya hendak
pulang ke Eropah.” Mendengar kata-katanya itu, hatiku sedih seperti kehilangan
ibu bapaku. Air mataku berlinang.”.28
“Lalu naiklah ia ke kapal. Maka segala perahu itu pun berhimpunlah di
kapal. Maka orang yang menghantar itu pun masing-masing naiklah memberi
tabik… mereka itu dan mengajar mereja itu dengan berbagai-bagai perkataan.
Maka adalah kelakuannya kepada segala orang-orang itu seperti anak dengan
bapa. Demikianlah sehingga menangis masing-masing…”.29
Melalui contoh bagian di atas, Abdullah menggambarkan nilai cinta orang
Singapura terhadap pemimpinnya. Terlepas dari ras, warga Singapura sangat
menghormati Mr.. Raffles karena nilai-nilai kesopanannya yang tinggi. Melalui
kutipan di atas, Abdullah juga menggambarkan betapa sedihnya masyarakat
Singapura dan juga penulis sendiri yang berpisah dan membiarkan Mr. Raffles
kembali ke Eropa.
26
Hamzah Hamdani. Hikayat Abdullah. (Batu caves : PTS Fortuna, 2007). Hal. 75.
27
Ibid. Hal. 121.
28
Hamzah Hamdani. Hikayat Abdullah. (Batu caves : PTS Fortuna, 2007). Hal. 75.
29
Ibid. Hal. 230.
Ada budaya lain yang dipraktikkan oleh masyarakat di Hikayat Abdullah,
yaitu kebiasaan berjualan anak. Abdullah menceritakan bahwa dia menjalani
kehidupan normal sejak lahir hingga berusia empat bulan. Namun, di hari-hari
berikutnya, penyakit Abdullah berubah. Kesulitan hidup membuat orang tua
Abdullah menjual Abdullah ke sebuah keluarga dengan banyak anak. Abdullah
dijual kepada enam atau tujuh orang dan menyusui lima belas atau enam belas
orang karena ibunya tidak punya susu. Namun kebiasaan ini hanya sebatas nama.
“Bermula, adapun adat menjual anak itu bukannya seperti menjual
hamba, melainkan namanya sahaja, sewing atau lima enam duit, maka duit itu
diambil ole ibu bapanya, dibelikannya penganan atau barang-barang makanan
untuk dimakannya. Maka kemudian anak itu, dia juga memeliharakan dia, tetapi
dinamakan sahaja si anu itu, bukannya kami kedua ibu bapanya.”.30
Dalam Hikayat Abdullah diterapkan beberapa pandangan hidup yaitu
agama dijadikan pedoman hidup masyarakat. Prinsip, aturan dan nilai yang
terkandung dalam agama dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan dan
kemudian menghadapi tantangan. Islam menjadikan ajaran terpenting
diriwayatkan dalam Hikayat Abdullah. Berikut ini adalah beberapa perikop yang
berkaitan dengan amalan yang dipraktikkan dalam Islam:
“Pada zaman itu orang tidak mempedulikan kemahiran menulis.
Keutamaan hanya kepada kebolehan membaca al-Quran sahaja”.31
“Kemudian bapaku mengarah, “Engkau hendaklah ke masjid setiap hari,
dan mengaji dalam masjid selepas sembahyang Maghrib.32
“Setelah beberapa bulan kemudian, ibu bapaku bermuafakat dengan adik-
beradiknya untuk mengadakan majlis khatam al-Quran dan sunatku.”33
Selain itu, dalam Hikayat Abdullah ia memaparkan pandangan hidup
tentang pentingnya mencari ilmu yang saat itu sangat dihargai. Pendidikan yang
digarap di Hikayat Abdullah berkaitan dengan hal-hal keagamaan dan keilmuan,
khususnya unsur keislaman.
“Setiap hari aku pergi mengaji di tempat belajar dan pada sebelah
malamnya aku diajar oleh bapaku di rumah. Banyak kali aku kena pukul dan
30
Ibid. Hal. 13.
31
Ibid. Hal. 20.
32
Ibid. Hal. 25.
33
Ibid.,
tampar, dan beberapa papan lohku pecah dihempaskan oleh bapaku ke kepalaku,
dan banyak rotan pecah-pecah di tubuhku. Ibuku selalu menangisi keadaanku.
Jari-jariku bengkak-bengkak kena pukul kerana salah tulis. Demikianlah
sukarnya untuk mendapatkan ilmu, akal, kepandaian dan pelajaran yang baik.”.34
Penulis menceritakan betapa sulitnya bagi zaman untuk menimba ilmu
sampai ia dipukul, ditampar, dicambuk dan berbagai cara lain agar cepat
memahami ilmu yang dipelajari.
3. Aspek Perasaan
Aspek keindahan juga berkaitan erat dengan kemampuan sebuah teks
membangkitkan perasaan bahagia, simpati, marah, emosi dan sebagainya. Selain
itu, pekerjaan juga dapat menimbulkan perasaan simpati, amarah, kebencian,
kecemburuan dan sebagainya.35 Ada contoh keindahan perasaan dalam teks
Hikayat Abdullah, yaitu:
“Aku berasa sedih apabila mengenangkan hal orang Melayu yang masih
belum insaf mengenai kemunduran mereka, kerana mereka tidak mahu belajar
bahasanya sendiri dan tidak mahu menyediakan tempat untuk belajar bahasanya.
Adakah orang yang tiada belajar itu akan pandai sendiri. 36
Mengutip teks tersebut jelas menunjukkan bahwa, penulis membawa
pembaca yang cerdas dan menarik mengetahui perasaan sedih memikirkan nasib
orang Melayu yang berusaha memperbaiki diri. Penulis menonjolkan aspek
perasaan dalam tulisan agar pembaca juga dapat merasakan perasaan yang sama
saat membacanya.
4. Aspek Keindahan Bahasa
a) Retorik
Retorika adalah seni linguistik yang sangat memperhatikan penyampaian
makna dengan memanipulasi semua unsur bahasa baik itu gramatikal, semantik,
estetik dan logis. Dalam kisah ini, penulis mengerjakan retorika penggambaran
dan wahyu.
• Retorik Demonstrasi

34
Ibid. Hal. 17.
35
Seri Lanang Jaya Hj. Rohani et al. Karya Agung Melayu. (Tanjung Malim: Universiti Pendidikan Sultan Idris,
2016). Hal. 92.
36
Hamzah Hamdani. Hikayat Abdullah. (Batu caves : PTS Fortuna, 2007). Hal. 42.
Demonstrasi adalah penggunaan bahasa berupa penjelasan atau deskripsi
suatu gagasan. Bertujuan untuk menyampaikan fakta dan informasi secara
lengkap kepada pembaca atau pendengar.
…Kawasan itu semak belaka. Hanya di padang itulah tiada berhutan
besar, tetapi dipenuhi pokok-pokok ambuing, malapari, bulangan dan
tulang-tulang kayu. Di seberang sungai kelihatan pokok-pokok bakau, api-
api, buta-buta, jeruju dan tulang-tulangnya sahaja. Ada sebuah bukit yang
tinggi di hujung tanjung Kuala Singapura…37
Berdasarkan teks bacaan di atas, penulis menjelaskan gambaran Kuala
Singapura secara lebih detail sehingga pembaca dapat membayangkan
gambaran keseluruhannya.
• Retorik pengungkapan
Retorika pengungkapan adalah mengungkapkan sesuatu atau informasi
secara jelas dan rinci. Selain itu, digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu
dengan lebih jelas dan detail untuk memberikan ide atau informasi kepada
pembaca atau pendengar.
…Akan tetapi, setelah aku mendapat pelajaran dan akal sedikit-sedikit
serta membaca kitab-kitab, tambahan pula telah bercampur-campur
dengan orang berakal, orang putih bahawasanya kuketahuilah sekalian
itu bohong, lagipun penipu besar, adanya…38
Kutipan teks menunjukkan penulis mengungkapkan hal-hal tentang orang
kulit putih yang menggunakan banyak trik untuk mendapatkan sesuatu
yang mereka inginkan.
b) Pantun
Umumnya pantun merupakan ciptaan asli orang Melayu. Pantun dalam
Kamus Dewan Edisi Keempat 2010, artinya puisi kuno yang biasanya terdiri dari
empat baris di setiap bait. Dua baris pertama adalah kiasan dan yang lainnya
adalah baris maksud. Dalam Hikayat Abdullah, pengarang juga dengan cerdik
menggunakan ayat-ayat untuk menghasilkan keindahan bahasa dalam bercerita.
Berikut adalah contoh puisi yang ditemukan dalam cerita ini:
Apakah guna berkain batik,

37
Ibid. Hal. 161.
38
Hamzah Hamdani. Hikayat Abdullah. (Batu caves : PTS Fortuna, 2007). Hal. 114.
Kalau tidak dengan sujinya,
Apalah guna berbini cantik,
Kalau tidak dengan budinya.
Kalau tidak dengan sujinya,
Pakaian Jawa di rumahnya,
Kalau tidak dengan budinya,
Jauhkan dirimu daripadanya.39
Berdasarkan contoh puisi di atas, penulis menggambarkan keadaan
seorang wanita yang berpenampilan cantik akan membuat suaminya membungkuk
di bawah kakinya. Menurutnya wanita yang berperilaku seperti itu harus dihindari.
Sebab, sikap seperti itu akan mendatangkan malapetaka, menghancurkan hati dan
menimbulkan banyak perselisihan.
c) Peribahasa dan Perumpamaan
Dalam cerita ini penulis juga menggunakan peribahasa sebagai seni bahasa
untuk membentuk tulisan yang memiliki nilai estetika tersendiri. Peribahasa dalam
Dewan Kamus Edisi Keempat 2010, artinya kalimat atau kumpulan kata yang
mempunyai urutan tetap dan mengandung arti tertentu. Pepatah adalah aransemen
pidato singkat yang sudah lama melekat di mulut orang karena kata-katanya yang
enak dan pandai, luas dan tujuan yang sebenarnya. Penggunaan peribahasa dalam
dongeng ini dapat dilihat pada bagian berikut.
“Ibuku sungguh gembira melihat aku boleh bertutur pelat-pelat. Semakin
bertambahlah kasihnya. Seperti menatang minyak yang penuh dia memelihara
aku.40
Penulis menggunakan peribahasa seperti janji minyak penuh untuk
menggambarkan cinta ibunya yang merawatnya dengan baik. Ibunya tidak
mempercayai orang lain untuk memberi makan atau memandikannya sampai
tidur. Indahnya pepatah ini juga untuk menyatakan bahwa cinta orang tua kepada
anaknya begitu besar dan sakral.
d) Bahasa Asing
“Sebermula maka tersebutlah perkataan “chapel” atau tempat
sembahyang orang putih di Melaka”.41

39
Ibid. Hal. 76.
40
Hamzah Hamdani. Hikayat Abdullah. (Batu caves : PTS Fortuna, 2007). Hal. 13.
Pengarang menyoroti penggunaan kata Chapel untuk merujuk pada sebuah
gereja kecil yang digunakan oleh orang kulit putih untuk berdoa.
• Bahasa Arab
“Maka dalam segala hal yang tersebut itu telah yakin hatiku mengatakan
bahawa dapat tiada adalah juga beberapa kesalahan dalamnya daripada
khilaf atau lupa...”42
Kata khilaf adalah kata pinjaman dari bahasa Arab yang artinya salah
karena kelalaian, kurangnya pengalaman, kebingungan atau kesalahan.
• Bahasa Portugis
Di sebelah bukit itu terletak penjara, kata orang Melaka “miskurdi”, iaitu
bahasa portugisnya misericordia, maknanya temapt kasihan. Satu lagi
namanya terongko, ertinya tempat pasung, juga bahasa portugis.43
Bahasa Portugis ini terlihat pada tulisannya yang menggambarkan perang
yang terjadi di Kota Melaka. Orang yang melakukan kesalahan akan
dipenjara dalam "kesalahan". Bagi orang yang melakukan pelanggaran
berat akan dimasukkan ke dalam palung, yaitu tempat yang sangat gelap,
siang dan malam adalah sama.
• Bahasa Keling
“Bapaku pun kembali dari Siak. Setelah sampai, dia bertanyakan halku
kepada nenek, dia memanggil nenekku aci, iaitu bahasa keling, ertinya
kakak”.44
Penggunaaan bahasa keling yaitu aci menggambarkan ayah Abdullah
menggelarkan ibunya sebagai aci kerana umur ibunya yang sangat muda
yaitu tiga belas tahun sewaktu melahirkannya. Oleh yang demikian, bapa
Abdullah memangil ibunya aci sejak dari kecil.

e) Simile
Dalam Hikayat Abdullah ini, penggunaan majaz perbandingan dapat
dilihat dengan unsur simile. Gaya bahasa simile merupakan penggunaan gaya

41
Ibid. Hal. 43.
42
Ibid. Hal. 54.
43
Ibid. Hal. 47.
44
Ibid. Hal. 16.
bahasa yang membandingkan dua hal padahal berlainan ataupun sengaja dianggap
sama. Simile juga lebih menggunakan perkataan “seperti”, “umpama”, dan
sebagainya. Sebagai contoh :
“Maka kulihat akan hal negeri Singapura daripada masa itu, seperti
kelakuan perempuan kematian suaminya: rambutnya pun kusut, mukanya pun
masam, duduklah ia dengan dukacitanya karena serinya telah tiada.”45
Berdasarkan contoh gaya bahasa di atas, penulis menggunakan gaya
bahasa simile tersebut dengan menyamakan keadaan Singapura yang kehilangan
seorang pemimpin ketika itu. Penduduk Singapura berasa sangat sedih dan
perasaan sedih tersebut dinyatakan seperti gaya bahasa simile di atas.
f) Hiperbola
Penggunaan majaz yang kontradiktif terlihat pada penggunaan gaya bahasa
hiperbolik. Kata hyperbola berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata
“hyper” yang artinya melebihi dan “ballien” artinya mengungkapkan atau
menghilangkan. Dalam Hikayat Abdullah, penggunaan hiperbola ini terlihat pada
bagaimana Abdullah menggambarkan panjang rambutnya yang tidak dicukur
karena sakit. Berikut adalah contoh teks yang ditemukan di Hikayat Abdullah:
“Hatta maka hari pun sianglah maka kurasakan badanku tiada
berketahuan terlalu panas, sebab rambutku terlalu panjang dari Singapura
sampai ke Melaka tiada bercukur kerana tiada diberi oleh mereka itu, katanya
‘nanti bentan’.46
Berdasarkan contoh diatas, penggunaan hiperbola ini dapat dilihat
bagaimana Abdullah menggambarkan kepanjangan rambutnya yang tidak
bercukur kerana beliau jatuh sakit.

45
Ibid. Hal. 213.
46
Ibid. Hal. 323.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hikayat Abdullah adalah mahakarya yang menggambarkan pengalaman dan kisah
nyata kehidupan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi sejak lahir hingga meninggal dunia.
Hikayat Abdullah mengulas tentang watak, pemikiran, estetika dan kepenulisan, nilai budaya
dan pandangan hidup, nilai ilmu dan filosofi yang dihadirkan dalam karyanya. Setiap aspek
memiliki nilai tersendiri. Gaya penulisan unik Abdullah yang menonjol dalam teks dan isinya
disampaikan dalam bahasa Melayu yang sederhana dan kontemporer.
Berbeda dengan karya sastra klasik Melayu yang biasanya mengandung fantasi dan
legenda, karya Abdullah berpusat pada realisme kehidupan saat itu. Jika menelaah karya-
karya Abdullah Munsyi, dapat disimpulkan bahwa Abdullah telah jauh meninggalkan bentuk
penulisan sastra yang lama. Segala peristiwa yang dilihat, didengar, dan dialaminya, yaitu
kisah-kisah sehari-hari yang terjadi di Bandar Melaka selama kurun waktu sekitar tahun 1800
hingga 1840 M, coba ditampilkan dalam kisah ini. Dengan kata lain hasil karyanya dapat
dijadikan sebagai bahan referensi dan bahan dokumentasi yang penting bagi semua pihak
pada saat itu hingga saat ini.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,kedepannya penyusun akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber
yang lebih baik yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.dan untuk pengembangan lebih
lanjut maka penyusun membutuhkan saran yang bermanfaat dan dapat membantu.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
- Damono, Sapardi Djoko. 2002. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta :
Pusat Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan.
- Azra, Azyumardi. 2000. Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan
Kekuasaan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
- Hamdani, Hamzah. 2007. Hikayat Abdullah. Batu caves : PTS Fortuna.
- Hamidy, Yunus, Raja Hamzah, Abubakar, Tengku Bun. 1981. Pengarang Melayu
dalam Kerajaan Riau dan Abdullah Bin Abdul Kadir Munsyi dalam Sastra Melayu.
Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa dan Pendidikan.
- Besar, Datoek, dan R. Roolvink. 1953. Hikayat Abdullah. Jakarta: Jambatan.
- Ensiklopedi tematis dunia islam jilid V. 2002. islam di asia tenggara. Jakarta : Icktiar
Baru Van Hoeve.
- Daniel Arief Budiman. Skripsi: Ideologi Politik Melayu Abad ke-19. (Yogyakarta :
UINSUKA, 2010). Hal. 2.
- BMS, “Analisis Hikayat Abdullah”
(http://karyaagungkamikumpulan32016.blogspot.com/p/analisis-hikayat-
abdullah.html, Diakses pada 21 Maret 2021, 15.35).
- Hj. Rohani, Seri Lanang Jaya dkk. 2016. Karya Agung Melayu. Tanjung Malim:
Universiti Pendidikan Sultan Idris.
- Murad, Siti Aisah.1996. Abdullah Munsyi dan Masyarakat Melayu. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
- Abdul Kadir, Abdullah.1975. Hikayat Abdullah, Jilid II. Kuala Lumpur : Pustaka
Antara.
- A. Rashid, Zahari. 2008. Kenang-kenangan Abdullah Munsyi. Selangor : IBS Buku
Sdn. Bhd, 2008.

Anda mungkin juga menyukai