MEMPERSEPSI UJARAN
Siti Salamah, S.S, M.Hum.
A. Definisi
1. LINGKUNGAN PENGUJAR
Saluran suara adalah area dari hidung dan rongga hidung hingga
ke pita suara jauh di dalam tenggorokan. Ini termasuk bibir, lidah,
tenggorokan, dan bahkan hidung. Saluran suara yang lebih
pendek menghsailkan frekuensi suara yang lebih kecil
dibandingkan dengan saluran suara yang lebih lebar.
Contoh:
suara vokal-konsonan anak kecil berbeda dengan suara vokal-
konsonan orang dewasa.
3. TINGKAT DAN GAYA UJARAN
•Seseorang cenderung meningkatkan kecepatan ujaran untuk
menghindari interupsi maupun memperlambat ujaran untuk
merencanakan apa yang diujarkan selanjutnya atau untuk
mengucapkan lebih jelas kata yang dimaksud. Gaya berujar
menyesuaikan dengan konteks ujaran. Hal ini berdampak
pada variasi stilistik (pilihan kata dan cara pengujarannya).
Contoh:
1) situasi formal berbeda dengan situasi kasual.
2) silakan perhatikan bahasa MC di acara resmi kampus
dengan MC di acara konser band.
CONTOH BAHASA MC:
1. Tahap Auditori
Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran
ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti
titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT (Voice Onset Time).
VOT: waktu antara lepasnya udara untuk pengucapan suatu konsonan
dengan getaran pita suara untuk bunyi vokal yang mengikutinya) sangat
bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang memisahkan satu bunyi
dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita simpan dalam
memori auditori kita
2. Tahap Fonetik
Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan
bunyi yang kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi tadi sudah
mengikuti aturan fonotaktik yang pada bahasa kita.
Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak
mustahil akan mempersepsikannya sebagai /mb/ karena fonotaktik
dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata
Mbak dan Mbok meskipun kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa.
Sebaliknya, penutur bahasa Inggris pasti akan memisahkan kedua bunyi
ini ke dalam dua suku yang berbeda.Kombinasi bunyi yang tidak
dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan
ditolak
D. Masalah Manusia dalam Memahami
Ujaran
Masalah yang dihadapi oleh pendengar adalah bahawa dia harus dapat
memahami setiap bunyi kata yang tidak hanya bermakna tetapi juga cocok
dalam konteks di mana kata itu dipakai.
Permasalahan ini tidak akan cukup berarti bagi penutur asil bahasa terkait,
tetapi akan menjadi sebuah permasalahan tersendiri ketika seorang penutur
bahasa Indonesia harus memahami ujaran bahasa asing (Inggris).
Misalnya pada kata “Ed had edited it” kalimat tersebut jika diucapkan oleh
penutur asli bahasa Inggris, dan disimak oleh penutur yang sama tidk akan
menjadi aneh atau sulit dimaknai. Akan tetapi jika kalimat itu diucapkan oleh
penutur Asing dan disimak oleh penutur Indonesia maka tiap-tiap kata
tersebut akan terdengar aneh dan lucu bahkan sulit untuk dipahami.
Dalam bahasa Inggris orang rata-rata mengeluarakan 125-180 kata tiap menit
jumlah ini berbeda dengan orang Indonesia yang rata-rata diperkirakan 80-110
kata permenit.
Kaitanya dengan memahamai ujaran bahasa Inggris bagi orang Indoensia adalah
bagaimana kita dapat menangkap dan kemudian mencerna bunyi-bunyi yang
diujarkan dengan kecepatan seperti itu.
E. Model Persepsi Ujaran
5. TRACE Model
Model ini ditemukan oleh James McCleland & Jeffrey Elman (McClelland
dan Elman, 1986).
Model TRACE berdasarkan pada pandangan koneskionis dan mengkaji
proses top-down. Artinya, konteks leksikal dapat membantu secara
langsung pemrosesan secara perseptual dan secara akustik. Begitu juga
informasi di tataran kata dapat juga mempengaruhi pemrosesan pada
tataran di bawahnya.
Teori ini menyatakan ada beberapa masalah yang dialami pendengar ketika mendengar suatu
bunyi, 1) bunyi yang didengar tidak benar-benar terpisah, tetapi agak tumpang tindih, 2)
pelafalan bunyi dipengaruhi oleh lingkungannya yaitu bunyi sebelum atau sesudah bunyi
tersebut, 3) beragamnya pelafalan suatu bunyi yang disebabkan aksen individual, kedaerahan,
atau kebisingan lingkungan tempat ujaran didengar (Suudi, 2011).
Salah satu atau beberapa hal tersebut membuat awal bunyi sebuah kata didengar semua kata
yang berinisial sama dengan kata tersebut akan teraktifan dalam ingatan, kata tersebut
kemudian bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang menyusul,
akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata terdengar, atinya
persaingan selesai
Persepsi bunyi atau urutan bunyi menurut teori ini mengalami proses sebagai
berikut: 1) ketika awal bunyi, misalnya sebuah kata, didengar, semua kata yang
berinisial sama dengan kata tersebut akan teraktifkan dalam ingatan, 2) kata
tersebut bersaing untuk dimaknai seiring dengan terdengarnya bunyi yang
menyusul, 3) akhirnya makna yang dimaksud akan tertangkap setelah seluruh kata
terdengar, artinya persaingan selesai.
Model TRACE bekerja dalam dua arah. Dalam TRACE, baik kata-kata atau fonem
dapat ditangkap dari pesan lisan (tuturan). Dengan segmentasi suara individu,
fonem dapat ditentukan dari kata yang diucapkan. Kemudian dengan
menggabungkan fonem, kata-kata dapat dibuat dan dirasakan oleh pendengar.
DAFTAR RUJUKAN
• Dardjowidjojo, Soenjono. 2015. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
• John C. L. Ingram 2007. Neurolinguistics An Introduction to Spoken Language Processing and its
Disorders. New York: Cambridge University Press.
• Gleason, Jean. Berko dan Nan Bernstein Rartner, eds. 1998. Edisi Kedua. Psycholinguistics. New
York: Harcourt Brace College Publishers.
• Su’udi, Astini. 2011. Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis. Semarang: Widya
Karya