Gangguan akibat faktor resonansi ini menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi
sengau. Misalnya yang diderita orang sumbing akibat gangguan resonansi pada
langit-langit keras (palatum) pada rongga mulut. Selain itu juga terjadi pada orang
yang mengalami kelumpuhan pada langit-langit lunak (velum).
Rongga langit-langit itu tidak memberikan resonansi yang seharusnya sehingga
suaranya menjadi bersengau. Penderita penyakit miastenia gravis (ganguan yang
menyebabkan otot menjadi lemah dan cepat lelah) sering dikenali secara langsung
karena kesengauan ini.
B. Gangguan Berbahasa Akibat Faktor Neurologi
Gangguan berbahasa akibat faktor neurolgi dapat diklasifikasikan dari kategori yang ringan hanya kelemahan
fungsi otak dan kategori berat karena adanya kerusakan pada otak.
Berikut akan dipaparkan jenis ganguan berbahasa akibat faktor kerusakan pada otak.
1) Disleksi
Disleksia berasal dari kata Yunani, Dys (yang berarti “sulit dalam…”) dan Lex (berasa dari Legein, yang berarti
berbicara).1 Jadi disleksia berarti “kesulitan dengan kata-kata”.
Artinya penderita ini memiliki kesulitan untuk mengenali huruf atau kata. Hal ini terjadi karena kelemahan otak
dalam memproses informasi.
Disleksi juga diartikan sebagai salah satu karakteristik kesulitan belajar pada anak yang memiliki masalah dalam
bahasa tertulis, oral, ekspresif atau reseptif.
1) Dyslexia Biasa disebut juga gangguan perkembangan membaca.
• Gejalanya antara lain: ·
• Kesulitan mengenal kelompok huruf, ·
• Kesulitan menghubungkan antara huruf dengan bunyi, ·
• Kesulitan dalam membentuk suku kata, ·
• Pembalikan posisi huruf, ·
• Kekacauan dalam mengeja, ·
• Keraguan dalam mengucap kata, dan ·
• Kurang memahami arti kalimat.
2) Dysgraphia Biasa disebut dengan gangguan / kesulitan menulis.
Termasuk di dalamnya: ·
Kesulitan membuat formasi huruf, ·
Menulis keluar dari garis, ·
Pengulangan dan penghilangan huruf, ·
Kesulitan meletakkan tanda baca dan huruf besar, ·
Mirror writing, dan ·
Macam-macam masalah ejaan
3) Afasia Motorik
Kerusakan pada belahan otak yang dominan dapat menyebabkan terjadinya afasia
motoric. Afasia motoric dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a) Afasia Motorik Kortikal
Afasia motoric kortikal adalah hilangnya kemampuan mengutarakan isi pikiran dengan
menggunakan perkataan.
Penderita afasia motoric kortikal masih bisa mengerti bahasa lisan dan bahasa tulis,
namun ekspresi verba tidak bisa sama sekali, sedangkan ekspresi visual dalam bentuk
bahasa tulis dan isyarat masih bisa dilakukan.
b) Afasia Motorik Subkortikal
Afasia motoric subkortikal merupakan ketidakmampuan mengeluarkanisi
pikirannya dengan perkataan, namun hanya bisa mengeluarkan perkataan
dengan membeo.
Afasia motoric subkortikal disebabkan karena adanya kerusakan pada
bagian bawah (subkortikal).
c) Afasia Motorik Transkortikal
Afasia motoric transkortikal terjadi kaerna terganggunya hubungan antara
Broca dan Wenricke. Hal ini menyebabkan ekspresi kebahasaan
terganggu.
Penderita afasia motoric transkortikal dapat mengeluarkan perkataan yang
singkat dan tepat, atau mengungkapkan bentuk subtitusinya.
Misalnya, saat di tanya pensil yang ada di depannya, dia hanya mampu
menjawab “tu, tu, tu, untuk menulis.
4) Afasia Sensorik
Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan lesikortikal di
daerah Wensricke pada hemisferum yang dominan. Kerusakan di daerah Wensricke ini
menyebabkan seserrang tidak mampu mengerti apa yang didengar tetapi juga tidak
dapat mengerti apa yang dilihat.
Jadi penderita afasia sensorik ini menyebabkan kehilangan pengertian bahasa lisan dan
bahasa tulis.
Bahasa verbal yang dikeluarkan merupakan bahasa baru (neologisme) yang tidak
dipahami oleh orang lain.
C. Gangguan Berbahasa Akibat Gangguan Berpikir
Pada bab sebelumnya kita telah membahas mengenai keterkaitan antara bahasa
dan pikiran karena bahasa dipersyarati kemampuan manusia berkognisi. Isi
pikiran diutarakan dalam ekspresi verbal.
Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata, ini berate
daerah pada otak : area Broca dan Wenricke harus berfungsi dengan baik.
Kerusakan pada daerah tersebut dans sekitarnya menyebebakan terjadinya
gangguan berbahasa.
Gangguan berbahasa kaitanya dengan gangguan berpikir dapat diklasifikasikan
sebagai berikut
1. Demensia (Pikun)
Istilah demensia mencakup diagnosa yang luas sebagai simtom dari kemunduran
intelektualitas akibat perubahan jaringan sel di otak. Orang yang menderita
demensia menunjukkan banyak gangguan seperti:
• agnosia (kesulitan mengenali obyek melalui rangsang indera),
• apraksia (ketidakmampuan melakukan perbuatan kompleks dan tangkas menurut
kehendak),
• amnesia (gangguan memori),
• perubahan kepribadian,
• perubahan perilaku, dan
• kemunduran dalam segala macam fungsi intelektual
Membicarakan demensia juga menyangkut variasi gejalanya yang secara umum
dibedakan menjadi dua macam, demensia kortikal dan demensia subkortikal
(Obler & Gjerlow, 2000).
a) Demensia kortikal (Alzheimer’s dementia) Pada demensia ini terjadi perubahan
sel pada struktur kortikal otak
Penderitanya setidaknya menunjukkan tiga dari empat gejala berikut: •
Mengalami kesulitan berbahasa • Mengalami gangguan memori • Bermasalah
dalam melakukan sesuatu yang sebelumnya dapat dilakukan dengan mudah
dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya (misal mengeja ‘mobil’
secara terbalik) • Perubahan sikap, mudah marah, suka bertengkar
Perubahan struktur sel kortikal yang mengakibatkan lesi pada lobus temporalis
dan frontal, mempengaruhi kemampuan bahasa Alzheimer’s dementia.
Kalimat yang dihasilkannya sama sekali tidak kohesif dan topiknya
melenceng, merepitisi beberapa kata tanpa makna, mirip dengan kalimat yang
dihasilkan penderita afasia Wernicke. Hal ini sebagaimana yang dilaporkan
Baylez & Kaszniak (dalam Obler & Gjerlow, 2000: 95)
b) • Demensia subkortikal (Parkinson’s dementia)
Demensia subkortikal muncul pada sepertiga penderita Parkinson. Selain
mengalami kesulitan berjalan dengan stabil, penderitanya mengalami
kesulitan berbicara. Suaranya terdengar berbisik dan sulit dipahami. Hal ini
karena perubahan struktur sel pada hampir seluruh jaringan subkortikal yang
mempengaruhi kemampuan berbicara dan sistem organ wicara.
Pada sepertiga penderita Parkinson terjadi pula perubahan kognitif yaitu
bermasalah dalam memori dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki.
Adapun kemampuan linguistiknya juga terpengaruh, misalnya menghilangkan
akhiran kata, salah memilih kata, dan tidak bisa mengingat kata-kata yang
diperdengarkan sebelumnya.
2. Schizophrenia
Kata-kata jorok yang ditiru cenderung berorientasi pada alat kelamin laki-laki. Yang
sering dihinggapi sindrom ini adalah wanita berumur 40 tahun ke atas. Timbulnya
latah ini berkorelasi dengan kepribadian histeris.
SUMBER RUJUKAN