E R S ITA S I S L A M R I A U
U N IV
P E K AN B A R U
Disusun Oleh:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat, nikmat serta karunia-Nya yang tidak ternilai dan tidak dapat dihitung
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Karya
tulis ilmiah yang berjudul “Produksi Ujaran”, disusun berdasarkan data-data dari
sumber buku pustaka yang dikutip secara jelas dan terang-terangan tanpa adanya
unsur plagiasi. Adapun, penyusunan karya tulis ilmiah ini kiranya masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan maupun penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
REFERENSI ................................................................................................... 13
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum manusia berkomunikasi dengan cara tulisan dan lisan. Jika
manusia berkomunikasi dengan tulisan maka tidak ada alat ucap yang harus
mengalami proses-proses tertentu. Sebaliknya, jika manusia berkomunikasi
dengan lambang-lambang bunyi yang diujarkan dengan menggunakan alat ucap
manusia maka akan menuntut berbagai proses ujaran pada penuturnya. Ketika
seseorang berbicara, terlihat bahwa seolah-olah sangat mudah dalam mengujarkan
bunyi-bunyi yang bermakna itu tanpa harus berfikir. Hal seperti ini sering
dirasakan saat seseorang berbicara mengenai kesehariannya.
Menurut Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1973 dalam Chaer
(2002: 5) bahwa “Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi
yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya
pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh
oleh manusia”. Artinya di dalam ilmu psikolinguistik juga mengkaji bahasa ujaran
yang diproduksi oleh manusia sehingga bahasa verbal tersebut dapat menjadi
1
Dardjowidjojo. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2010. Hlm. 115
2
Neurobiologi adalah sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang kinerja
sistem saraf, fisiologi dan hubungannya dengan perilaku manusia. Neurobiologi
merupakan suatu pengetahuan yang mempelajari tentang sistem saraf. Hubungannya
dengan psikologi adalah Pendekatan ini mencoba menjelaskan hubungan antara perilaku
yang dapat diamati dan kejadian-kejadian mental (seperti pikiran dan emosi) menjadi
proses biologis. Pendekatan neuro-biologis beranggapan bahwa inteligensi memiliki
dasar anatomis dan biologis. Perilaku inteligen, menurut pendekatan ini dapat ditelusuri
dasar-dasar neuro-anatomis dan proses neurofisiologisnya.
1
bunyi-bunyi yang bermakna. Pada pembahasan berikutnya, paling tidak ada tiga
komponen yang harus dipahami sebagai orang yang berkecimpung pada bidang
bahasa. Adapun komponen-komponen tersebut, yaitu bagaimana langkah umum
dalam memproduksi ujaran; rincian produksi ujaran; dan hubungan antara
komprehensi-produksi.
1.3 Tujuan
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Langkah Umum Dalam Memproduksi Ujaran
MESSAGE
FUNCTIONAL
Lexical Function
Selection Assignment
PROCESSING
POSITIONAL
Constituent
Inflection
Assembly
PHONOLOGICAL ENCODING
3
Nosi-nosi yang ada pada benak penutur, yaitu pertama, adanya seseorang;
kedua, orang ini wanita; ketiga, dia sudah menikah; keempat, dia punya anak;
kelima, dia sedang melakukan suatu perbuatan; dan keenam, perbuatan itu adalah
memberi makan pada anaknya.
Pada tingkat fungsional, yang diproses ada dua, yaitu pertama, memilih
bentuk leksikal yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi
gramatikal untuk masing-masing bentuk leksikal tersebut. Misalnya, dari sekian
orang dan wanita yang dia kenal, wanita yang dimaksud adalah Tutiek, dan kata
ini adalah nama orang perempuan; perbuatan yang dilakukan diwakili oleh verba
suap; antara dua argumen Tutiek dan anaknya, Tutiek adalah pelaku perbuatan
sedangkan anaknya adalah resipiennya; kedua, memberikan fungsi pada kata-kata
yang telah dipilih ini. Proses ini menyangkut hubungan sintaksis atau fungsi
gramatikal. Pada contoh di atas, kata Tutiek harus dikaitkan dengan fungsi subjek
sedangkan anaknya pada objek.
4
2.2 Rincian Produksi Ujaran
a. Wacana
Perencanaan b. Kalimat
c. Konstituen
Produksi
a. Program Artikulasi
Pelaksanaan
b. Artikulasi
a. Wacana Dialog
5
Pertama, unsur personalia, pada unsur ini minimal harus ada dua
partisipan, yaitu penutur dan mitratutur, tidak menutup kemungkinan pula
adanya pendengar (side participant), yaitu pihak ketiga yang juga dapat ikut
serta dalam pembicaraan itu. Selain itu personalia juga dapat mencakup
bystanders, yaitu partisipan yang mempunyai akses terhadap apa yang
dibicarakan oleh penutur dan mitratutur, serta kehadirannya diakui. Terakhir
adalah penguping (eavesdroppers), yaitu partisipan yang juga mempunyai
akses terhadap percakapan itu tetapi kehadirannya tidak diakui. Artinya, bisa
saja pihak tersebut tidak berada ditempat komunikasi tetapi mendengar
percakapan tersebut. Clark dalam Dardjowidjojo (2010: 121) memberikan
visualisasi sebagai berikut:
Recognized Audience
Participant
Primary Participant
Speaker -- Addressees
Side Participant
Bystanders
Eavesdroppers
Kedua, unsur latar bersama, pada unsur ini merujuk pada anggapan
bahwa baik penutur maupun mitratutur sama-sama memiliki prasuporsi dan
pengetahuan yang sama. Kesamaan dalam hal inilah yang dinamakan latar
bersama (common ground). Untuk lebih memahami, maka perhatikan wacana
percakapan berikut:
Fivien : Halo, ini Fivien (1)
Amrul : O, halo, Vien. Apa kabar? (2)
Fivien : Baik-baik saja. Eh, kamu denger, nggak, si Bram masuk rumah
sakit? (3)
Amrul : Belum, tuh. Kapan, kenapa? (4)
Fivien : Tenggorokannya kena duri ikan, tapi lalu jadi bengkak. (5)
Amrul : O, ya?! Kamu udah jenguk? (6)
Fivien : Belum, ayo, kita jenguk, yo. (7)
Amrul : OK, kita ketemu di kampus jam 4:00? (8)
Fivien : OK. See you (9)
Amrul : See you.
6
Pada contoh diatas bahwa antara Fivien dan Amrul memiliki latar
berssama, yaitu mereka adalah teman Bram. Fiviean berasumsi bahwa Amrul
kenal Bram dan begitupun sebaliknya, sehingga mereka membicarakan apa
yang terjadi pada Bram, maka inilah yang disebut sebagai latar bersama.
7
Beattie dan Bernard dalam Dardjowidjojo (2010: 126) bahwa “Jarak
antara penutur berhenti dan mitratutur menjawab atau menangggapi adalah
0,2 detik. Artinya lebih pendek atau lebih panjang dari 0,2 detik akan
mengakibatkan kesenjangan-kesenjangan anatara penutur dan mitratutur.
Mengenai giliran bicara itu sendiri juga terdapat aturan yang umumnya diikuti
oleh orang. Bila seseorang mulai bicara dalam suatu percakapan tiga orang
(atau lebih), maka orang yang diajak bicara itulah yang wajib memberikan
respon. Jadi, seandainya ada A, B, dan C. Bila A bertindak sebagai pembicara
dan dia mengarahkannya kepada B, maka B-lah yang wajib memberikan
tanggapan. Perhatikan contoh berikut.
Dengan celah waktu yang normal, 0,2 detik itu, Bawuk menjawab
pertanyaan Ali. Apabila celah waktunya itu lebih lama dari yang normal,
maka yang bisa terjadi, yaitu pertama, Ali mengulang atau memparafrase
pertanyaannya; kedua Cupiek masuk, misalnya dengan mengatakan “katanya
dia pingin jadi guru, Pak. Kalau Cupiek tidak masuk dalam percakapan, maka
giliran kembali kepada Ali. Dengan demikian aturan mengenai giliran bicara
itu, yaitu (a) giliran berikut adalah pada yang diajak bicara; (b) giliran berikut
adalah pada siapapun yang angkat bicara; (c) giliran berikut kembali kepada
pembicara, bila tidak ada orang lain yang bicara.
b. Wacana Monolog
8
lain. Pendek kata factor-faktor tersebut akan mewujudkan suatu wacana
monolog yang koheren, yakni keserasian maknanya.
a. Muatan Proposisional
Hal ini dikarenakan pada kalimat pertama adalah satu atau dua butir
nasi yang jatuh dari piring. Pada kalimat kedua bahwa seluruh nasi yang
diambil.
9
Anak yang ketabrak itu dibawa ke rumah sakit. Dokter bedah segera
mengoperasinya. Ayahnya hanya bisa menunggu dan berdoa. Sementara
itu, ibunya berkonsentrasi penuh.
Dari wacana di atas orang tidak akan cepat mengira bahwa dokter
bedahnya dalah ibu dari anak tersebut. Pengertian itu muncul karena kita
mempunyai asumsi bahwa dokter bedah umumnya pria.
b. Muatan Ilokusioner
c. Struktur Tematik
10
seperti “Anaknya sedang disuapi oleh Tutiek” maka artinya berubah. Hal ini
dikarenakan bentuk –nya pada kalimat pasif tidak merujuk kepada Tutiek lagi.
Pada pemilihan verba juga ada opsi yang dapat dipilih. Misalnya kata
meninggal, mempunyai banyak sinonim dengan nuansa makna yang berbeda-
beda, yaitu mangkat, berpulang, wafat, gugur, tewas, mati, mampus, modar,
dan seterusnya. Perlu ditekankan bahwa pemilihan kata ditentukan oleh
ketepatan makna yang ingin disampaikan.
Orang dapat meretrif kata hanya bila dia telah menyimpan kata itu dalam
memori dia sebelumnya. Pendek kata, bahwa suatu kata dapat diproduksi hanya
bila telah ada komprehensi sebelumnya. Sebab itulah masalah produksi tidak
dapat dilepaskan dari komprehensi. Bock dan Levelt 1944; Bock dan Griffin 2000
dalam Dardjowidjojo (2010: 139) bahwa “Produksi merupakan cermin balik dari
komprehensi dengan tambahan proses-proses tertentu”. Pada komprehensi orang
menerima input untuk kemudian disimpan dalam memori. Pada produksi kata
yang tersimpan itu dicari kembali untuk kembali diujarkan. Untuk mencari kata
itu tentunya diperlukan proses eliminatif dengan memanfaatkan fitur-fitur yang
ada pada kata itu, baik fitur semantik, sintaksis, maupun fonologi.
11
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
Setelah melakukan penulisan pada karya tulis ilmiah ini, maka dapat
disimpulkan butir-butir sebagai berikut:
1. Dalam proses produksi ujaran dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu
pertama, tingkat pesan (message) atau pesan yang akan disampaikan
diproses; kedua, tingkat fungsional atau bentuk leksikal dipilih lalu diberi
peran dan fungsi sintaksis; ketiga, tingkat posisional atau konstituen
dibentuk dan afiksasi dilakukan; dan keempat, tingkat fonologi atau
struktur fonologi ujaran itu diwujudkan;
2. Beberapa rincian produksi ujaran, yaitu pertama, perencanaan (wacana,
kalimat, dan konstituen); kedua, pelaksanaan (program artikulasi dan
artikulasi)
3. Produksi merupakan cermin balik dari komprehensi dengan tambahan
proses-proses tertentu.
12
REFERENSI
Ashriyanti, Muthi. 2013. Psikologi, Neurobiologi, dan Neurologi. Dikases pada 6
September 2019. https://muthiashri.wordpress.com/2013/11/26/psikologi-
neurobiologi-dan-neurologi/
13