Anda di halaman 1dari 7

Prinsip Pengenalan Morfem menurut Ramlan (2009:36-44)

a. Prinsip I

Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti atau makna


yang sama merupakan satu morfem. Satuan baju dalam berbaju, menjahit baju,
baju biru, baju batik, merupakan satu morfem karena satuan itu memiliki
struktur fonologik dan arti yang sama. Demikian pula satuan baca dalam
membaca, dibaca, membacakan, dibacakan, pembaca, pembacaan, terbaca,
bacaan, ruang baca ; satuan di— dalam dipukul, disuruh, ditulis, diambil, dibuat,
dan sebagainya.

Satuan ke—an dalam kehujanan dan ke—an dalam kemanusiaan,


meskipun keduanya mempunyai struktur fonologik yang sama, tetapi tidak dapat
dimasukkan ke dalam satu morfem karena makna atau arti gramatiknya tidak
sama. Satuan ke—an dalam kehujanan menyatakan makna ‘pasif keadaan',
sedangkan ke—an dalam kemanusiaan menyatakan makna ‘abstraksi, hal'.
Demikian pula satuan buku dalam buku tebu dan buku dalam Ia membaca buku,
di— dalam dipukul dan di dalam di muka, ke— dalam kelima dan ke dalam ke
sekolah, sedang dalam Nilainya sedang dan sedang dalam Ia sedang belajar,
tidak dapat dimasukkan dalam satu morfem karena arti atau maknanya berbeda,
sekalipun struktur fonologiknya sama. Satuan buku dan kitab, petuah dan
nasehat, juga tidak dapat dimasukkan dalam satu morfem karena struktur
fonologiknya berbeda, sekalipun artinya sama.

Sesuai dengan prinsip ini, jelaslah bahwa satuan-satuan merupakan satu


morfem apabila mempunyai struktur fonologik dan arti atau makna yang sama.
Yang dimaksud dengan struktur fonologik di sini ialah urutan fonem. Satuan-
satuan dikatakan mempunyai struktur fonologik yang sama apabila fonem-fonem
dan urutan fonemnya sama. Istilah arti dimaksudkan arti leksikal, sedangkan
istilah makna dimaksudkan arti gramatik.
b. Prinsip II

Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda


merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti atau makna
yang sama, dan perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara
fonologik.

Satuan-satuan mem—, men—, meny—, meng—, meng—, dan me—,


misalnya pada kata membawa, mendukung, menyuruh, menggali, mengebom,
dan melerai, mempunyai makna yang sama, kalah menyatakan ’tindakan aktif'.
Struktur fonologiknya jelas berbeda. Yang menjadi masalah di sini, kalah apalah
perbedaan struktur fonologik satuan-satuan itu dapat dijelaskan secara fonologik
atau tidak jika perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik, maka satuan-
satuan itu merupakan satu morfem, atau dengan kata lain, merupakan alomorf
dari morfem yang sama, tetapi sebaliknya, jika perbedaan itu tidak dapat
dijelaskan secara fonologik, maka satuan-satuan tersebut merupakan morfem
sendiri-sendiri.

Dari kata-kata tersebut di atas, ialah kata-kata membawa, mendukung,


menyuruh, menggali, mengebom, dan melerai, jelaslah bawah perbedaan
struktur fonologik mem—, men—, meny—, meng—, meng—, dan me—,
disebabkan oleh konsonan awal satuan yang mengikutinya, atau dengan kata
lain, disebabkan oleh kondisi satuan yang mengikutinya. Terdapat mem— apabila
konsonan awal satuan yang mengikutinya berupa /b/, terdapat men— apabila
konsonan awal satuan yang mengikutinya berupa /d/, terdapat meny— apabila
konsonan awal satuan yang mengikutinya berupa /s/, terdapat meng— apabila
konsonan awal satuan yang mengikutinya berupa /g/, terdapat menge— apabila
satuan konsonan yang mengikutinya terdiri dari satu suku, dan terdapat me—
apabila konsonan awal satuan yang mengikutinya berupa /l/. Jadi jelaslah bahwa
perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik, dan karena
itu, satuan-satuan tersebut merupakan satu morfem, atau merupakan alomorf
dari morfem yang sama, ialah morfem meN—. Karena kondisi satuan yang
mengikutinya, morfem ini berubah menjadi mem—, men—, meny—, meng—,
meng—, dan me—.

c. Prinsip III

Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda,


sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat
dianggap sebagai satu morfem apabila mempunyai arti atau makna yang sama,
dan mempunyai distribusi yang komplementer.

Untuk menjelaskan istilah distribusi komplementer, diambil contoh tiga


satuan, yang masing-masing ditandai dengan A, B, dan C. Ketiga satuan itu
berdistribusi dengan tiga satuan lainnya yang di sini ditandai dengan 1, 2, dan 3.
Satuan A hanya dapat berdistribusi dengan 1, B hanya dapat berdistribusi dengan
2, dan C hanya dapat berdistribusi dengan 3. Jadi diperoleh satuan-satuan A1,
B2, dan C3. A2 dan A3 tidak ada; demikian pula B1, B3, C1, C2. Distribusi yang
semacam itulah yang dimaksud dengan distribusi komplementer.

Sebagai contoh, misalnya satuan bel— pada belajar, be— pada bekerja,
dan ber— pada berjalan. Ber— dan be—, berdasarkan prinsip 2, jelas merupakan
satu morfem, karena perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara
fonologik. Adanya be— disebabkan oleh kondisi satuan yang mengikutinya, ialah
diikuti oleh satuan yang suku pertamanya berakhir dengan er, misalnya bekerja,
beserta, beternak. Berbeda halnya dengan bel— yang hanya terdapat pada
belajar. Pada satuan-satuan lain selalu dipakai ber— atau be—, dan sebaliknya
ajar tidak pernah digunakan ber— atau be—. Karena itu, bel— merupakan satu
morfem dengan ber—, atau dengan kata lain merupakan alomorf morfem ber—,
karena meskipun struktur fonologiknya berbeda, dan perbedaannya tidak dapat
dijelaskan secara fonologik, tetapi mempunyai makna yang sama, dan
mempunyai distribusi yang komplementer dengan morfem ber—.
d. Prinsip IV

Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu


kekosongan, maka kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut
morfem zero.

Misalnya dalam bahasa Indonesia terdapat deretan struktur sebagai


berikut :

1. Ia membeli sepeda
2. Ia menjahit baju
3. Ia membaca buku
4. Ia menulis surat
5. Ia makan roti
6. Ia minum es

Keenam kalimat itu semuanya berstruktur SPO, maksudnya S atau subyek


ada di muka, diikuti P atau predikat, diikuti O atau obyek. Predikatnya berupa
kata verbal yang transitif. Pada kalimat 1, 2, 3, dan 4, kata verbal yang transitif itu
ditandai oleh adanya meN, sedangkan pada kalimat 5 dan 6, kata verbal transitif
itu ditandai oleh kekosongan, ialah tak adanya meN. Maka kekosongan itu
merupakan morfem, yang disebut morfem zero.

e. Prinsip V

Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama mungkin


merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda.
Apabil satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama itu berbeda artinya,
tentu saja merupakan morfem yang berbeda. Misalnya kata buku dalam Ia
membaca buku, yang berarti ‘kitab’, dan kata buku dalam buku tebu, yang berarti
‘sendi'. Kedua kata buku itu merupakan morfem yang berbeda, karena artinya
berbeda, sekalipun mempunyai struktur fonologik yang sama. Demikian pula
kata sedang dalam Nilainya sedang saja dengan kata sedang dalam Ia sedang
pergi. Kata sedang yang pertama berarti ‘tidak terlalu baik dan tidak terlalu jelek;
cukupan’, dan kata sedang yang kedua berarti ‘baru; lagi'.

Apabila satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama itu


mempunyai arti yang berhubungan, satuan itu merupakan satu morfem apabila
distribusinya tidak sama, dan merupakan satu morfem apabila distribusinya
sama. Misalnya kata duduk dalam Ia sedang duduk merupakan satu morfem
dengan kata duduk dalam Duduk orang ini sangat sopan karena keduanya
mempunyai arti yang berhubungan, dan mempunyai distribusi yang berbeda.
Kata duduk dalam Ia sedang duduk berfungsi sebagai predikat dan termasuk
golongan kata verbal, sedangkan duduk dalam Duduk orang itu sangat sopan
merupakan bagian dari subyek, dan termasuk golongan kata nominal sebagai
akibat adanya proses nominalisasi. Demikian pula kata datang dalam Ia belum
datang merupakan satu morfem dengan kata datang dalam Datangnya
terlambat karena keduanya mempunyai arti yang berhubungan, dan mempunyai
distribusi yang berbeda.

Sebaliknya kata mulut pada Mulut gua itu lebar merupakan morfem
berbeda dengan kata mulut pada Mulut orang itu lebar karena keduanya
mempunyai distribusi yang sama.

Demikian pula kata kursi pada Ia membeli kursi merupakan morfem yang
berbeda dengan kata kursi pada Ia mendapat kursi di DPR karena keduanya
mempunyai distribusi yang sama.

Persamaan dan perbedaan distribusi dapat dilihat dari kalimat-kalimat ini :

1. Ia tinggal di rumah
2. Ia tinggal di kota
3. Ia tinggal di kampus
4. Ia tinggal di kampung
Kata-kata rumah, kota, kampus, dan kampung pada kalimat-kalimat tersebut di
atas mempunyai distribusi yang sama. Demikian pula kata-kata tinggal, ada, dan
tidur pada kalimat-kalimat ;

1. Ia tinggal di rumah
2. Ia ada di rumah
3. Ia tidur di rumah

dan kata-kata ia, aku, dan mereka pada kalimat-kalimat ;

1. Ia tinggal di rumah
2. Aku tinggal di rumah
3. Mereka tinggal di rumah

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kata-kata dikatakan mempunyai


distribusi yang sama apabila menduduki fungsi yang sama dalam kalimat yang
sama polanya. Sebaliknya, apabila kata-kata itu tidak mendidik fungsi yang sama,
dikatakan kata-kata itu mempunyai distribusi yang berbeda. Misalnya kata lari
dalam kalimat ;

1. Ia lari
2. Larinya cepat

Demikian pula kata sakit dalam kalimat ;

1. Ia sakit
2. Sakitnya belum sembuh
f. Prinsip VI

Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem. Misalnya di


samping bersandar terdapat sandaran. Jelas bahwa bersandar terdiri dari satuan
ber— dan sandar, dan satuan sandaran terdiri dari sandar dan —an. Maka ber—,
sandar, dan —an masing-masing merupakan morfem sendiri-sendiri.
Contoh lain, misalnya di samping menduduki, terdapat diduduki
mendudukkan, didudukkan, terduduk, penduduk, dan kedudukan. Di samping itu
terdapat pula kata duduk. Jelaslah bahwa menduduki terdiri dari tiga morfem,
ialah meN—, duduk, dan —i; diduduki terdiri dari tiga morfem, ialah di—, duduk,
dan —i; mendudukkan terdiri dari tiga morfem, ialah meN—, duduk, —kan;
didudukkan terdiri dari tiga morfem, ialah di—, duduk, —kan; terduduk terdiri
dari dua morfem, ialah ter— dan duduk; penduduk terdiri dari dua morfem, ialah
peN— dan duduk; dan kedudukan terdiri dari dua morfem, ialah ke—an dan
duduk. Maka meN—, di—, duduk, —i, —kan, ter—, peN—, dan ke—an
merupakan morfem sendiri-sendiri.

Satuan renta yang berarti ‘sekali’ hanya terdapat pada tua renta, tetapi di
samping tua renta terdapat tua bangka, sudah tua, ketua, tertua. Maka jelas
bahwa tua merupakan satu morfem, dan renta, yang hanya dapat bergabung
dengan tua, juga merupakan morfem tersendiri. Demikian pula satuan-satuan
bangka, sudah, ke—, dan ter—. Suatu morfem yang hanya dapat berkombinasi
dengan satu morfem saja disebut morfem unik. Demikianlah renta itu dapat
disebut morfem unik.

Anda mungkin juga menyukai