Anda di halaman 1dari 10

SISTEM SASTRA

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teori Sastra

Dosen Pengampu:
Dra. Endang Sriwidayati, M.Pd. (195711031985022001)
Siswanto, S.Pd., M.A. (198407222015041001)

Tim Penyusun Kelompok 3:

1. Putri Nurul Azizah (220210402006)


2. R.Ay.Agita Nur Salsabila Mardhatila (220210402008)
3. Salsila Fatikhah Amini (2202010402012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik tentang Sistem Sastra. Makalah
yang telah kami susun dengan maksimal ini mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam proses
pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan baik dari susunan, kalimat, dan tata bahasa. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami ke depannya.
Harapan kami dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
baik untuk menambah pengetahuan ataupun sebagai referensi. Demikian makalah ini kami
buat, kami sampaikan terima kasih.
Jember, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1

BAB II STUDI PUSTAKA 3


BAB III PEMBAHASAN 4

3.1 Unsur-Unsur Sistem Sastra 4

3.3.1 Konvensi Bahasa 4


3.3.1 Konvensi Sastra 4
3.3.1 Aliran Sastra 4

BAB IV KESIMPULAN 14

4.1 Kesimpulan 14
4.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Pratt Sinter untuk berhasil membaca karya sastra , memahami, dan
menafsirkannya orang harus siap mental dan tahu tentang konvensi yang dimiliki karya
sastra. Konvensi adalah aturan sosial, sesuatu yang disetujui/disepakati masyarakat.
Diantara konvensi-konvensi di bidang sastra yang harus diketahui adalah sistem sastra.
Sistem sastra merupakan asas, prinsip, dan norma-norma sastra yang sudah tersusun
secara teratur yang harus disepakati. Walaupun karya sastra merupakan satu bangunan
atau struktur yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan, secara universal tidak
mungkin lepas sepenuhnya dari sistem sastra yang ada. Pada sisi lain, sistem sastra
sifatnya longgar. Hal ini disebabkan karya sastra merupakan karya individual.
Adapun sistem sastra yang patut diketahui agar dapat melakukan penafsiran dalam rangka
memproduksi makna menurut Fananie ( 2000: 23 – 62 adalah: konvensi bahasa, konvensi
sastra, dan aliran sastra. Selain tiga hal itu, Teeuw ( 1984:95-119) menambahkan
konvensi budaya, jenis sastra /genre, dan teks sastra sebagai sistem sastra. Sejalan dengan
Teeuw dan Fananie di atas, Pradopo ( 2002: 47-63) menambahkan kerangka kesejarahan:
hubungan intertekstual sebagai salah satu sistem sastra yang perlu mendapat perhatian
apabila akan menafsirkan karya sastra dengan kerangka semiotik., Keseluruhan sistem
sastra itu sebagaimana diuraikan berikut ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH 


1. Apa itu konsep sistem sastra?
2. Bagaimana sistem teks sastra?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep sistem sastra.
2. Untuk mengetahui sistem teks sastra.

4
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem adalah perangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Menurut Jogianto dalam Hutahaean (2014;1), sistem adalah kumpulan dari elemen-
elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem ini menggambarkan
suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat,
benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi. Sistem juga terdapat dalam karya
sastra.
Istilah sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya teks yang
mengandung ‘instruksi’ atau ‘pedoman’, dari kata dasar sas ‘instruksi’ atau ‘ajaran’. Dalam
Bahasa Indonesia kata ini bisa digunakan untuk merujuk pada “kesusastraan” atau sebuah
tulisan yang memiliki arti keindahan tertentu. Berdasarkan istilah tersebut, maka pengertian
sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan,
semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkrit yang membangkitkan pesona
dengan alat-alat bahasa.
Menurut Aristoteles, sastra sebagai kegiatan lain melalui agama, ilmu pengetahuan
dan filsafat. Sementara itu, Menurut Plato, sastra merupakan hasil peniruan atau representasi
dari kenyataan (Mimesis).
Sistem sastra terdiri dari unsur-unsur yang berkaitan dalam sastra. Sistem menjadi
pembangun yang membentuk karya sastra.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sistem Sastra


Sistem sastra merupakan asas, prinsip, dan norma-norma sastra yang sudah tersusun
secara teratur yang harus disepakati.Walaupun karya sastra merupakan satu bangunan atau
struktur yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan, secara universal tidak mungkin lepas
sepenuhnya dari sistem sastra yang ada. Pada sisi lain, sistem sastra sifatnya longgar. Hal ini
disebabkan karya sastra merupakan karya individual.
Menurut Pratt Sinter untuk berhasil membaca karya sastra, memahami, dan
menafsirkannya orang harus siap mental dan tahu tentang konvensi yang dimiliki karya
sastra. Konvensi adalah aturan sosial, sesuatu yang disetujui atau disepakati masyarakat.
Diantara konvensi-konvensi di bidang sastra yang harus diketahui adalah sistem sastra.
Sistem sastra merupakan asas, prinsip, dan norma-norma sastra yang sudah tersusun secara
teratur yang harus disepakati. Walaupun karya sastra merupakan satu bangunan atau struktur
yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan, secara universal tidak mungkin lepas
sepenuhnya dari sistem sastra yang ada. Pada sisi lain, sistem sastra sifatnya longgar. Hal ini
disebabkan karya sastra merupakan karya individual.
Adapun sistem sastra yang patut diketahui agar dapat melakukan penafsiran dalam rangka
memproduksi makna menurut Fananie (2000: 23–62) adalah: konvensi bahasa, konvensi
sastra, dan aliran sastra. Selain tiga hal itu, Teeuw (1984:95-119) menambahkan konvensi
budaya, jenis sastra/genre, dan teks sastra sebagai sistem sastra. Sejalan dengan Teeuw dan
Fananie di atas, Pradopo (2002:47-63) menambahkan kerangka kesejarahan: hubungan
intertekstual sebagai salah satu sistem sastra yang perlu mendapat perhatian apabila akan
menafsirkan karya sastra dengan kerangka semiotik. Keseluruhan sistem sastra itu
sebagaimana diuraikan berikut ini.

3.2 Unsur-Unsur Sistem Sastra


3.2.1 Konvensi Bahasa
Bahasa, jelas tidak dapat dilepaskan dari sastra, karena bahasa merupakan
media utama karya sastra. Tentu saja terdapat perbedaan yang khas antar Bahasa sebagai
media sastra dengan Bahasa sebagai media komunikasi yang lain. Semua orang
mengakui bahwa justru kekhasan tersebut merupakan kekuatan karya sastra yang

6
diciptakan oleh pengarang. Penonjolan kekhasan Bahasa tersebut, akan tampak jelas
apabila kita menelaah karya sastra dalam bentuk puisi. Penyimpangan pemakaian Bahasa
sering kita dapati, karena pemakaian Bahasa dalam karya puisi banyak yang bersifat
abstrak, imajinatif, dan inkonvensional yang secara lahir seringkali sulit dimengerti.
Pemakaian Bahasa dalam karya sastra ini semenjak abad kelima sudah sering
dibicarakan kata art sekarang lebih dispesiffikasikan dengan literature, pada awalnya
banyak mengundang perbedaan pendapat. Art pada awalnya mempunyai referensi
gramatika dan retorika. Gramatika meliputi recte liquendi scientia,  ilmu untuk berbicara
secara tepat (dalam pengertian sekarang banyak dikaitkan dengan ilmu Bahasa atau tata
Bahasa), dan poetrum enarratio,  yaitu semacam teori sastra Teeuw, 1984:71). (Fananie,
2002:23-24). 
3.2.2 Konvensi Sastra
Istilah konvensi masuk bidang sastra dan ilmu sastra dari dunia hukum, lewat ilmu-ilmu
sosial: konvensi mula-mula dianggap lembaga, aturan sosial, sesuatu yang disetujui oleh
anggota masyarakat; kemudian masuk bidang sastra lewat orang Romantik dalam abad
ke-19, khususnya Madame de Stael; mereka justru sangat kuat menentang konvensi
sosial, mau kembali kealam tanpa konvensi yang mengikat secara sosial, jadi konvensi
dialami sebagai ikatan, lingkungan yang dari padanya kita harus membebaskan diri.
Tetapi betapa kuat kita menantang adanya dan perlunya konvensi, sastra dan seni selalu
berada dalam ketegangan antara aturan dan kebebasan, mimesis dan kreasi, antara tiruan
dan ciptaan.
Konvensi pada awalnya mengandung pengertian aturan-aturan sosial yang
sudah disetujui oleh masyarakat. Konvensi tersebut kemudian masuk dalam bidang sastra
pada abad ke-19. Adanya konvensi sastra menyebabkan timbulnya berbagai macam
aturan yang harus dipenuhi oleh pengarang. Kita ambil contoh, seorang pengarang yang
akan menulis pantun, maka dia terikat dengan konvensi seperti persajakan, jumlah baris,
sampiran, dan isi.
3.2.3 Aliran Sastra
Aliran dalam suatu karya sastra biasanya berkembang dalam satuan waktu tertentu.
Dalam setiap periode sastra, umumnya selalu diikuti oleh suatu aliran yang lagi menjadi
mode pada waktu itu. Beberapa aliran sastra yang kita kenal yang pernah menjadi ciri
khas anutan dan mode pengarang Indonesia diantaranya adalah aliran romantisme,
romantis idealisme, romantis idealism, ekspresionisme, impresionisme, naturalism,
imajisme.

7
Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua
masyarakat meskipun secara social, ekonomi, dan keagamaan  keberadaannya tidak
merupakan keharusan. Hal ini berarti bahwa sastra merupakan gejala yang universal.
Namun, suatu fenomena bahwa gejala yang universal tidak mendapat konsep universal
pula. Kriteria ke “sastra” an yang ada dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan
kriteria ke”sastra”an yang ada pada masyarakat yang lain. 

3.3 Masalah sistem satra


Tentang sistem sastra dapat dikatakan sebagai berikut:
a. Sistem itu tak dapat tidak bersifat longgar, lincah; oleh karena karya sastra individual justru
ditandai oleh penyimpangan, pelanggaran terhadap norma-norma, maka dengan sendiri
sistem itu.
b.   Sebagai akibatnya, perbedaan antara diakronik dan sinkronik yang cukup mendasar untuk
konsep sistem bahasa, untuk sistem sastra tidak berlaku dengan kejelasan yang sama.
Kesimpulannya jelas; sebuah sastra, dalam menifestasi konkrit dalam sebuah bahasa
pasti sedikit banyak menunjukkan unsur-unsur sistematikany. Tetapi mendeskripsikan secara
konkrit sistem sastra seluruhnya dengan segala ketegangannya, dalam hirarkinya yang ruwet
dan tergantung dari sekian banyak faktor, merupakan tugas yang sulit sekali dan yang pasti
tidak pernah berhasil sepenuhnya, oleh karena perdefinisi karya sastra luput dari keketatan
dan kebekuan sistematik yang menyeluruh.

3.5 Masalah sistem sastra universal


Pembianaan sistem sastra universal yang lain adalah ahli sastra Canada, Northrop
Frye, yang sangat berpengaruh dalam teori dan pendidikan sastra di Amerika Serikat. Pangkal
pikirannya ialah: sastra bukanlah mustahil hanya sejumlah karya saja yang kebetulan atau
sembarangan, yang tidak berkaitan satu sama lain. Metode yangh dipakai Frye untuk
mengembangkan sistem sastra yang menyeluruh adalah gabungan pendekatan induktif dan
deduktif. Ringkasan hasil penelitian Frye seperti terkandung dalam bukunya Anatomy of
Criticims; hanya dapat dikatakan bahwa menurut Frye ada empat jenis sastra yang major
utama: comedy, romance, tragedy dan satire, yang membayangkan mitos arketip.

8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulannya dapat diringkaskan sebagai berikut: kalau kita kembali ke karya
sastra, tujuan awal dan akhir ilmu sastra, jelaslah yang menentukan ciri khasnya adalah
ketegangan antara inovention dan convention, antara sistem konvensi yang mengikatnya dan
sekaligus diatasinya. Peneliti sastra yang tidak memperhatikan ketegangan itu tidak mungkin
memahami karya sastra itu secara tepat: penelitiannya secara terisolasi selalu menghilangkan
sesuatu yang esensial dari karya sastra ; dan hal itu berkonsekuensi langsung untuk penelitian
sastra. Dalam hubungan ini perlu pula diperhatikan bahwa hubungan antara konvensi dan
karya individual bukan suatu berian yang tetap; dalam hal ini terdapat perbedaan yang cukup
besar antara masyarakat –masyarakat tertentu; khususnya dalam masyarakat tradisional
barangkali umumnya konvensi lebih mengikat, pencipta karya sastra lebih patuh pada
konvensi, sedangkan dalam kebudayaan modern justru penyimpangan, pembaharuan yang
dianggap penting sehingga malahan dikatakan bahwa hanya karya sastra yang jelas-jelas
merombak konvensi dapat bernilai.

B.  Saran
Sebaiknya karya sastra maupun sistem sastra yang ada dinegara kita ini diharus
diperhatikan lagi, karena menurut saya karya sastra yang dimiliki oleh orang Indonesia ini
bagus-bagus. Dan sebaiknya juga masyarakat setempat harus bangga dengan karya yang
dimiliki oleh negaranya sendiri.

9
DAFTAR PUSTAKA
Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya

10

Anda mungkin juga menyukai