Sastra berasal dari bahasa sansakerta shastra yang artinya adalah “tulisan yang mengandung
intruksi atau pedoman”. Pengertian sastra merujuk pada kata kesustraan yang berimbuhan ke-an.
“Su” artinya baik atau indah dan “sastra” artinya tulisan atau lukisan. Jadi, kesustraan artinya
lukisan atau tulisan yang mengandung kebaikan atau keindahan.(Rosdiana, n.d.) Sastra terbagi
menjadi lisan dan tulisan. Sastra tulisan berkaitan dengan segala macam karya yang tertulis.
Sedangkan sastra lisan atau yang dikenal dengan sebutan folklore adalah karya sastra yang
diekspresikan secara langsung atau verbal. Didalam pembahasan sastra, terdapat istilah
sastrawan dan sastrawi. Sastrawan merupakan pengarang atau pembuat dari karya sastra tersebut.
Sedangkan sastrawi merujuk pada karya sastra yang bersifat lebih puitis dan abtsrak.(Ahmad,
1984)
Sastra merupakan suatu bentuk budaya yang universal dengan produk karya seni kreatif yang
objeknya adalah manusia beserta segala permasalahannya dan disampaikan atau diwadahi oleh
bahasa yang khas dan mengandung nilai estetik. Selain itu, karya sastra merupakan suatu produk
imajinasi dan produk kreativitas dari sang pengarang itu sendiri.(Eka et al., 2007)
Berdasarkan pengertian-pengertian karya sastra tersebut dapat disimpulkan bahwa karya sastra
merupakan hasil karya manusia berupa bahasa yang mewakili fenomena sosial karena terkait
dengan pembaca dan segi kehidupan manusia yang diungkapkan di dalamnya.
Istilah Nusantara pertama kali dipakai oleh kerajaan Majapahit untuk menyebut daerah-daerah
kekuasaannya.
Kata Nusantara sendiri merujuk pada periode khusus ketika Indonesia dikuasai oleh Majapahit,
khususnya ketika kerajaan ini berada di bawah kendali patih besarnya, Gajah Mada. Majapahit
adalah negara kesatuan Indonesia di masa silam.
2. Hamidy (1994 : 7)
Bahasa tanpa sastra bagaikan jasat tanpa ruh. Bahasa tidak punya semangat jika tidak ada muatan
sastra. Sastralah yang membuat bahasa menjadi hidup. Dalam sastralah terkesan harapan dan
cita-cita masyarakatnya Sastra Nusantara tidak berdiri sendiri, ia terbentuk dari sinkretis antar
daerah-daerah di wilayah nusantara. Bahasa tanpa sastra bagaikan jasat tanpa ruh. Bahasa tidak
punya semangat jika tidak ada muatan sastra. Sastralah yang membuat bahasa menjadi hidup.
Dalam sastralah terkesan harapan dan cita-cita masyarakatnya
Bahwa dalam Sastra Nusantara terdapat sastra Jawa, sastra Sunda, sastra Bali, sastra lombok, dan
sastra Madura seperti Babad Tanah Jawi, Babad Blambangan, Cerita Dipati Ukur, Sejarah Suka
Pura, Babad Buleleng, Babad Lombok, dan Babad Madura.
Sastra Nusantara juga biasa disebut sebagai sastra daerah. Sastra daerah merupakan bagian dari
sastra nusantara yang mewakili kemajemukan daerah yang ada di Indonesia. Karya sastra daerah
berkembang di daerah dan diungkapkan dengan menggunakan bahasa daerah. Sastra daerah juga
mempunyai kedudukan di tengah masyarakat.
Sastra daerah dapat dimasukkan sebagai satu aspek budaya Indonesia yang memperkaya budaya
nasional dan menjadi alternatif kedua yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan selain
sastra Indonesia
Sastra Indonesia merupakan unsur bahasa yang terdapat di dalam bahasa
Indonesia. Berdasarkan garis besarnya, sastra berarti bahasa yang indah atau tertata dengan baik
dengan gaya penyajian yang menarik, sehingga berkesan di hati
pembacanya. Namun kebanyakan masyarakat tidak mengerti apa yang dimaksud dengan
sastra. Kebanyakan orang menyamakan antara sastra dan bahasa. Dalam sastra Indonesia sendiri
banyak sekali bagian-bagiannya. Secara garis besar sastra Indonesia terbagi menjadi dua yaitu
sastra lama dan sastra baru/ modern.
Dari sekian banyak sastra, seperti puisi, cerpen, novel, pantun, gurindam prosa dan sebagainya
dan di antara jenis-jenis karya sastra tersebut memiliki ciri-ciri dan definisi masing-masing.
Timbulnya bahasa-bahasa Nusantara dan sastra merupakan unsur yang integral dari kebudayaan,
khususnya kebudayaan ekspresif. Nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Asia Tenggara
dan berimigrasi ke pulau Nusantara, yang berasal dari runtun bangsa Austronesia dan terpencar
di berbagai pulau Nusantara Indonesia tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi alam dan
lingkungan geografis masing-masing. Kebudayaan Nusantara memiliki ciri khas
kenusantaraannya yaitu Bhineka Tunggal Ika.
A. Pengertian Sastra
Karya-karya sastra yang lahir sebelum tahun 1928 disebut karya sastra Nusantara. Sastra
Nusantara tersebut termasuk karya-karya sastra yang ditulis dalam bahasa daerah Jawa, Sunda,
Batak, Padang, Aceh, Melayu, dan sebagainya yang ada di seluruh Nusantara. Kelahiran Sastra
Indonesia bertolak dengan direalisasikan oleh para Pujangga Baru lewat majalah “Pujangga
Baru”. Dalam sejarah sastra Indonesia, dikenalkan pula istilah “angkatan”, yaitu suatu usaha
pengelompokan sastra dalam suatu masa tertentu. Pengelompokan tersebut berdasarkan ciri-ciri
khas karya-karya sastra yang dilahirkan oleh para pengarang pada masanya, yang berbeda
dengan karya-karya sebelumnya.
Istilah tersebut kemudian mengalami perkembangan. Kesusastraan tidak hanya berupa tulisan,
tetapi ada pula yang berbentuk lisan. Karya semacam itu dinamakan dengan sastra lisan. Oleh
karena itu, sekarang yang dinamakan dengan kesusastraan meliputi karya sastra lisan dan
tertulis dengan ciri khasnya terdapat pada keindahan bahasanya.
Berdasarkan definisi tersebut, beberapa ahli kemudian menyebutkan ciri-ciri karya sastra
sebagai berikut:
B. Fungsi Sastra
Banyak fungsi atau manfaat dengan membaca karya-karya sastra, antara lain sebagai berikut:
4. Fungsi Moralitas, yaitu manfaat yang dapat membedakan moral yang baik dan tidak baik
bagi pembacanya, karena sastra yang baik selalu mengandung nilai-nilai moral yang tinggi.
C. Ragam Sastra
1. Prosa, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan
panjang, menggunakan aturan-aturan atau kaidah-kaidah seperti dalam puisi.
2. Puisi, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang singkat dan
padat serta indah. Khusus puisi lama, selalu terikat oleh aturan atau kaidah-kaidah tertentu,
seperti:
b. Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya.
c. Irama.
3. Prosa Liris, yaitu bentuk sastra yang berbentuk puisi, namun ditulis dengan menggunakan
bahasa yang bebas.
4. Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan
panjang, serta dilukiskan dengan menggunakan dialog atau monolog. Selain drama dalam bentuk
naskah, ada juga drama yang dipentaskan.
1. Epik, yaitu karya sastra yang isinya tidak mempertimbangakan hal baik atau buruk bagi
perasaan pembacanya.
2. Lirik, yaitu karya sastra yang isinya selalu mengutamakan unsur-unsur subjektifitas dan
dengan rasa membagus-baguskan kata atau bahasanya.
3. Didaktif, yakni karya sastra yang isinya selalu condong untuk tujuan mendidik para
pembaca. Isinya bisa masalah moral, tata krama, dan masalah-masalah agama.
4. Dramatik, yakni karya sastra yang isinya selalu dilukiskan dengan menggebu-gebu, baik itu
masalah menyedihkan atau menggembirakan.
Berdasarkan sejarahnya, sastra dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu sastra lama dan sastra
baru.
1. Sastra Lama
Sastra lama, sering juga disebut dengan kesusastraan klasik atau tradisional (Sastra Melayu).
Zaman berkembangnya kesusastraan klasik ini ialah sebelum masuknya pengaruh Barat ke
Indonesia atau bersamaan dengan masuknya agama Islam pada abad ke-13. Peninggalan sastra
lama terlihat pada dua bait syair pada batu nisan seorang muslim di Minye, Aceh. Bentuk-bentuk
kesusastraan yang berkembang adalah dongeng, mantra, pantun, dan sejenisnya.
1) Anonim.
2) Istana sentries.
6) Bahasa klise.
4) Kesusastraan Zaman Arab-Melayu.
1. Mantra
Mantra merupakan karya sastra lama yang berisi pujian-pujian terhadap sesuatu yang ghaib atau
yang dikeramatkan, seperti dewa, roh dan binatang. Mantra biasanya diucapkan oleh pawang
atau dukun sewaktu melakukan upacara keagamaan ataupun ketika berdoa. Contohnya mantra
bertanam padi.
2. Pantun
Pantun merupakan puisi lama yang terdiri dari empat baris dalam satu baitnya. Baris pertama
dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempatnya adalah isi. Bunyi
terakhir pada kalimat-kalimanya berpola a-b-a-b.
Dengan demikian, bunyi akhir pada kalimat ketiga dan bunyi akhir kalimat kedua sama
dengan bunyi akhir pada kalimat keempat.
3. Gurindam
Gurindam disebut juga sajak peribahasa atau sajak dua seuntai. Gurindam memiliki beberapa
persamaan dengan pantun yakni pada isinya. Gurindam banyak mengandung nasehat atau
pendidikan, terutama yang berkaitan dengan masalah keagamaan.
Gurindam terdiri atas dua kalimat. Kalimat pertama berhubungan langsung dengan kalimat
keduanya. Kalimat pertama selalu menyatakan pikiran atau peristiwa, sedangkan kalimat
keduanya menyatakan keterangan atau penjelasannya. Pengarang terkenal gurindam adalah Raja
Ali Haji.
4. Syair
5. Dongeng Binatang
Dongeng binatang atau fabel adalah cerita yang tokoh-tokohnya berupa binatang dengan peran
layaknya manusia. Binatang-binatang itu dapat berbicara, makan, minum, berkeluarga
sebagaimana halnya dengan manusia.
Fabel tidak hanya dikenal di masyarakat nusantara, melainkan hampir dikenal di seluruh dunia.
Bila pelaku popular fabel pada masyarakat Melayu itu adalah Kancil, maka di Jawa Barat
adalah Kera, di Eropa adalah Serigala dan di Kamboja adalah Kelinci.
6. Legenda
Legenda atau dongeng tentang asal-usul, terbagi ke dalam tiga jenis, yakni sebagai berikut:
a) Cerita asal-usul tumbuh-tumbuhan, misalnya asal usul padi, asal-usul pohon jagung, asal-
usul pohon pisang.
b) Cerita asal-usul binatang, contohnya asal usul pertengkaran kucing dengan anjing, asal-usul
kuda tidak bertanduk, asal-usul ikan berdarah merah.
c) Cerita asal-usul terjadinya suatu tempat, misalnya asal-usul dari gunung Tangkuban Perahu,
dan asal-usul Danau Toba.
Dongeng pelipur lara ini bersifat komedi, isinya dipenuhi dengan kisah-kisah lucu.
8. Hikayat
Hikayat berasal dari India dan Arab. Hikayat berisikan cerita para dewa, peri pangeran, putri,
ataupun kehidupan para bangsawan. Hikayat banyak dipenuhi cerita-cerita ghaib dan berbagai
kesaktian. Karena tokoh dan latarnya banyak yang mengambil dari sejarah, cerita terselubung
sering disebut cerita sejarah.
2. Sastra Baru
Kesusastraan baru, yaitu dapat disebut juga sastra baru atau modern yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat baru Indonesia. Sastra baru juga dapat diartikan sastra yang telah dipengaruhi
oleh karya sastra asing sehingga sudah tidak asli lagi.
5. Bersifat modern.
6. Masyarakat sentris.
b. Kesusastraan Baru Dibagi menjadi:
6. Kesusastraan Zaman Mutakhir atau Kesusastraan setelah tahun 1966 sampai sekarang.
1. Puisi.
Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya
makna; Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama. Kekayaan makna
yang terkandung dalam puisi dilatarkan oleh pemadatan unsur-unsur bahasa. Bahasa yang
digunakan dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa
yang ringkas. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata konotatif, yang mengandung banyak
penafsiran dan pengertian.
2. Prosa.
Karya sastra yang berupa cerita bebas. Bentuk prosa pada umumnya merupakan perpaduan dari
monolog dan dialog. Namun ada pula proses yang hanya monolog dan ada pula yang terdiri atas
dialog-dialog.
3. Drama.
Drama merupakan karya sastra yang diproyeksikan di atas pentas. Berbeda dengan karya sastra
lainnya___seperti puisi dan prosa___drama terbentuk atas dialog-dialog. Karena diproyeksikan
untuk pementasan drama sering pula disebut sebagai seni pertunjukan atau teater.
Karena itu drama dapat pula diartikan sebagai bentuk karya sastra yang menggambarkan
kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui kelakuan dan dialog. Lakuan
dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dangan kelakuan dan dialog dalam
kehidupan sehari-hari.