Disusun Oleh :
1. Eria Sagita (A1A019041)
2. Jessy Mayang Sari (A1A019042)
3. Meli Jumiyati (A1A019043)
4. Wikhen Reflin (A1A019044)
5. Dian Fitriani Ramadhon (A1A019045)
6. Muhammad Fauzan (A1A019046)
7. Nabila Nur Rizqiyah (A1A019047)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pola Pembinaan Bahasa
Indonesia Dalam Masyarakat” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak
Rokhmat Basuki pada mata kuliah Pembinaan dan Pemggembangan Bahasa. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pola Pembinaan Bahasa Indonesia Dalam
Masyarakat bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Rokhmat Basuki, selaku Dosen
pada mata kuliah Pembinaan dan Pemggembangan Bahasa, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis
tekuni.
Penulis menyadari, makalah yang di tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………...2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………..3
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………………………….4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………...5
2.2 Pola Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dalam Masyarakat Multibahasa ………………….....6
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..11
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pembinaan dan pengembangan bahasa
2. Untuk mendeskripsikan pola pembinaan dan pengembangan bahasa dalam masyarakat
multi bahasa
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.2 Pola Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dalam Masyarakat Multibahasa
Bahasa adalah salah satu ciri khas manusiawi yang membedakannya dari
makhlukmakhluk yang lain. Selain itu, bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat
komunikasi maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial. Selain itu
Bahasa juga merupakan cermin kepribadaian bagi seseorang. Melalui bahasa kita bisa
berintraksi baik antarindividu dengan individu, individu denagan kolompok maupun
kelompok dengan kelompok, sehinga masyarakat bisa saling mengenal dan mengetahui
antara yang satu dengan yang lain.
Di dalam kajian sosiolinguistik fenomena sikap bahasa dalam masyarakat
multibahasa merupakan gejala yang sering terjadi dalam masyarakat, baik dari prilaku
bahasa dan penggunaan bahasa di dalam masyarakat, karena melalui sikap bahasa dapat
menentukan keberlangsungan hidup suatu bahasa. Di mana masyarakat dalam perilaku
berbahasa tidak akan pernah terlepas dengan sikap yang ada pada diri seseorang sebagai
pengguna bahasa. Berbagai macam fenomena tentang kebahasaan dalam ranah
kemasyarakatan, tidak sedikit masyarakat mulai berkurang akan kecintaan terhadap
bahasanya sendiri. Sikap yang seharusnya ditanamkan akan kecintaan bahasa sering
diabaiakan terlebih lagi masalah kaidah-kaidah bahasa sering diselewengkan.
Oleh karena itu perlu diketahui apa itu sikap bahasa dan apa saja yang harus
dilakukan guna melestarikan bahasa yang ada pada diri sendiri dan masyarakat bahasa pada
umumnya. Sikap positif terhadap bahasa akan dapat meningkatkan kesejahteraan bahasa
yang ada pada setiap orang dan masyarakat pengguna bahasa. Akan tetapi jika sikap negatif
terhadap bahasa lebih dominan maka secara otomatis dapat memudarkan dan
menghilangkan kaidah-kaidah bahasa yang sudah ditetapkan.
Anderson (1974) membagi sikap atas dua macam, yaitu 1) sikap kebahasaan, dan 2)
sikap nonkebahasaan (sikap potik, sikap social, sikap etnis, dan sikap keagamaan) kedua
jenis sikap ini (kebahasaan dan nonkebahasaan) dapat menyangkut keyakinan atau kognisi
mengenai bahasa. Maka dengan demikian, menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata
keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai
objek bahasa, yang memberikan kecendrungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara
tersentu yang disenanginya (lihat Chair dan Leoni, 2004: 151). Sedangkan menurut Jendra
(1991: 64) sikap bahasa adalah keadaan jiwa atau perasaan seseorang terhadap bahasanya
6
sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa yang dimaksud, yakni sebagaimana pendukung
atau penutur suatu bahasa bersikap terhadap bahasanya di tempat asalnya, di lingkungan
masyarakatnya sendiri dan bagaimana pula sikapnya terhadap bahasanya bila penutur bahasa
itu berbicara dengan orang lain baik dalam atau di luar daerah masyarakat bahasanya. Dapat
disimpukan bahwa sikap bahasa merupakan prilaku seseorang dalam berbahasa yang tidak
terlepas dari etika, kesopanan, dan mental pada diri sesorang dalam berbahasa serta
diperoleh melalui proses belajar untuk menumbuh-kembangkan jiwa atau perasaan terhadap
bahasanya sendiri.
Sedangkan Lambert (1967) menyatakan bahwa sikap itu terdiri dari tiga komponen,
yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (lihat Chair, 2004: 150).
1. Komponen Kognitif berhubungan dengan pengetahuan alam sekitar dan gagasan yang
biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses berfikir;
2.Komponen Afektif menyangkut masalah penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap
sesuatu atau suatu keadaan. Jika seseorang memiliki niali rasa baik atau suka terhadap
sesuatu keadaan, maka orang itu dikatakan memiliki sikap positif. Jika sebaliknya disebut
memiliki sikap negatif;
3. Komponen Konatif adalah bagian dari jiwa seseorang yang mengacu pada perbuatan atau
prilaku. Bila sesorang ingin mengetahui sikap orang lain sering ditafsirkan melalui asfek
konatif ini. Namun tentu saja dengan cara demikina belum sepenuhnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Menurut Pateda (1987: 29) sikap terhadap bahasa dan berbahasa dapat dilihat dari
dua segi, yakni sikap positif dan sikap negatif.
a. Sikap positif terhadap bahasa. Sikap positif terhadap bahasa menghasilkan perasaan
memiliki bahasa. Maksudnya bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial,
milik pribadi, dijaga dan dipelihara. Sikap positif terhadap bahasa tercermin bentuk
antara lain:
1. Kesetiaan akan bahasa (language loyality)
Kesetiaan bahasa pada umumnya dapat berwujud sikap sesorang atau
kelompok masyarakat untuk tidak cepat dipengaruhi oleh pemakai bahasa bahasa
asing.
2. Kebanggaan Bahasa (language pride)
7
Kebanggan bahasa adalah sikap yang mewarnai seseorang atau masyarakat
penutur bahasa yang bersangkutan untuk menjadikan bahasanya sebagai lambang
identitas pribadinya atau masyarakatnya, pemakaian bahasanya, harga dirinya, dan
wibawa penampilannya.
3. Kesadaran akan adanya norma bahasa (awareness of the norm)
Kesadaran akan norma bahasa akan memberi dorongan yang positif terhadap
pemakai bahasa yang sesuai dengan kaidah atau norma bahasa secara akurat dan
sesuai dengan situasi penuturnya.
b. Sikap negatif terhadap bahasa. Sikap negatif terhadap bahasa adalah tiadanya gairah atau
dorongan untuk mempertahankan kemandirian bahasanya merupakan salah satu penanda
bahwa kesetiaan bahasanya mulai melemah, yang berlanjut menjadi hilang sama sekali.
Sikap negatif terhadap suatu bahasa bisa terjadi juga bila sesorang atau sekelompok
orang tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap bahasanya, dan mengalihkan rasa
bangga itu kepada bahasa lain yang bukan miliknya. Banyak factor yang menyebabkan
hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, dan menimbuhkan pada bahasa lain,
antara lain factor politik, ras, etnis, gengsi, dan sebagainya. Pada tahun lima puluhan
banyak orang Indonesia yang merasa dirinya Belanda bukan hanya tidak memiliki rasa
bangga terhadap bahasa Indonesia, malah malu untuk menggunakannya. Takut dirinya
disebut “orang Indonesia”. Sikap negatif terhadap bahasa akan lebih terasa lagi akibat-
akibatnya apabila sesorang atau sekelompok orang tiidak mempunyai kesadaran akan
adanya norma bahasa. Sikap ini akan tampak dalam keselurahan tindak tuturnya mereka
tidak merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib, mengikuti
kaidah yang berlaku.
Bahasa bagaian dari bawaan dari kebudayaan (subsistem budaya) akan
dipengaruhi oleh system budaya bahasa tersebut. Sebagaimana sikap berbicara sebagai
bagian yang lebih kecil dari prilaku berbahasa termasuk ruang lingkup tata karma
berbahasa (linguistics etiquette) yang meliputi beberapa norma pada waktu berbicara
dengan orang lain. Norma yang harus diperhitungkan dalam tata karma berbahasa adalah
sebagai beriku: (Jendra, 2007: 70-71)
1) Pokok persoaalan apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu, keadaan, dan tempat
tertentu. Misalkan pada waktu resmi dibicarakan pada waktu upacara kenegaraan,
8
masalah keluarga tentu harus di bicarakan pada ruang lingkup kekeluargaan karena
tidak sesuai atau tidak seharusnya dibicarakan ditempat umum atau dalam situasi
yang ramai.
2) Ragam bahasa apa yang sebaiknya dipilih untuk keadaan, tempat, dan waktu tertentu,
misalkan sedang santai di rumah dengan keluarga tentu akan menjadi kaku kalau
memilih ragam bahasa resmi yang baku.
3) Bagaimana jarak harus diatur kalau berbicara dalam keadaan, tempat, waktu dan
pokok persoaalan tertentu dengan siapa berbicara. Misalkan berbicara dengan teman
yang akrab di tempat yang kurang sepi dan situasi resmi, tentang pokok persoalan
yang rahasia, tentu wajar menggunakan cara berbisik dalam jarak yang dekat.
4) Harus tahu menggunakan kesempatan yang baik untuk berbicara, tidak asal
memotong dan menyela giliran orang lain berbicara dan kapan pula sebaiknya dengan
tekun dan diam kalau orang lain berbicara sungguh-sungguh.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan tentang pembinaan dan pengembangan masyarakat
multibahasa dapat disimpulkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa di masyarakat
Indonesia terjadi karena beragamnya kebuadayaan Indonesia, mulai dari ras, agama, suku,
letak geografis, bahasa dan sebagainya. Dengan keberagamaan ini, diperlukan sebuah
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam masyarakat demi menata bahasa
Indonesia agar dapat dihargai oleh bangsa dan negara lain.
Pola pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam masyarakat multibahasa
tidak dapat terlepas dari sikap bahasa yakni sikap positif dan negatif, serta tata krama
berbahasa.
3.2 Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
11