Anda di halaman 1dari 13

MASALAH RASA SETIA BAHASA DAN PEMBINAAN BAHASA

INDONESIA

Disusun oleh:

Kelompok 5

Windi Fitri purwanti (170701009)

ELiyana Ritonga (170701011)

Ismi Mawadda (170701013)

Rumondang Simamora (170701015)

Nisa Wahyu Sundari (170701031)

Maysarah Siregar (170701083)

Desri Ananda Saragih (180701087)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga Penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Masalah Rasa Setia Bahasa dan Pembinaan
Bahasa Indonesia”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Salliyanti, M. Hum.,
yang telah membimbing Penulis dalam mengerjakan makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan tujuan menambah pengetahuan mengenai mata kuliah
Perencanaan Bahasa, khususnya mengenai rasa setia bahasa dan pembinaan bahasa
Indonesia. Harapan dari Penulis, semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sebagai salah satu rujukan pembelajaran bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan
pengetahuan dalam mata kuliah Perencanaan Bahasa. Namun, makalah ini masih belum
sempurna dan masih terdapat banyak kesalahan di dalamnya. Oleh karena itu, Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif terhadap makalah ini agar nantinya
Penulis dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Medan, 26 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1 Rasa Setia Bahasa Indonesia.............................................................................3
2.2 Pembinaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional .................................4
2.3 Pembinaan Bahasa Indonesia dari Segi Setia Bahasa.......................................6

BAB III PENUTUP............................................................................................................8


3.1 Simpulan...........................................................................................................8
3.2 Saran.................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi suatu bangsa, bahasa yang dimilikinya bukan sekadar alat komunikasi belaka,
walaupun memang fungsi sosial utama dari bahasa tersebut adalah sebagai alat
komunikasi.Dikatakan demikian karena untuk berkomunikasi bisa saja bangsa tersebut
memilih bahasa lain selain bahasanya sendiri. Misalnya, warga bangsa Indonesia tidak selalu
memakai bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Mereka bisa saja memakai bahasa Jawa,
bahasa Sunda, bahasa Bugis, bahasa Sumbawa, bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa
Tionghoa dan alat komunikasi lain yang biasa disebut bahasa. Walaupun ada sekian bahasa
yang bisa dipakai berkomunikasi seperti halnya kalau mereka menggunakan bahasa
Indonesia,namun bahasa Indonesia tetap memiliki nilai tersendiri dalam keseluruhan
kehidupan bangsa Indonesia ini.

Antara bahasa dengan bangsa pemilik bahasa tersebut sebenarnya ada semacam
hubungan kejiwaan yang tidak langsung tampak secara fenomenis. Orang Melayu
merumuskan hubungan tersebut dalam sebuah peribahasa “bahasa menunjukkan bangsa”,
sedangkan orang Yahudi memandang bahasa tak ubahnya sebagai “tanah air” yang
kedua.Lain lagi pandangan Einar Haugen yang memandang bahasa suatu bangsa itu adalah
simbol yang paling penting dari beberapa simbol yang dimilki bangsa tersebut.”Among The
Several upon as one of the most important”, demikian kata Haugen.

Awal mula bahasa Indonesia disahkan pada 28 Oktober 1928. Sejak saat itu, bahasa
Indonesia dipopulerkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa resmi negara. Jangkauan bahasa Indonesia harus bisa mencakup seluruh Negara
supaya dapat terjadi persatuan sesama warga negara Indonesia. dengan demikian, bahasa
Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting (Murtiani, dkk., 2017).

Dalam kedudukannya, selain sebagai bahasa persatuan Bahasa Indonesia juga


digunakan sebagai lambang dan identitas nasional. Sebagai bahasa persatuan, bahasa
Indonesia merupakan salah satu tali yang mengikat kita menjadi satu Indonesia (Rosidi,
2015). Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan dua sistem yang

1
melekat pada manusia. Kebudayaan itu adalah satu sistem yang mengatur interaksi manusia
di dalam masyarakat, sehingga kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai saran.
Sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi manusia didalam
masyarakat, artinya tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di
dalam budaya itu. Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya disebut
sebagai etika berbahasa atau tata cara berbahasa. Etika berbahasa erat berkaitan dengan
pemilihan kode bahasa, norma-norma sosial, dan sitem budaya yang berlaku dalam satu
masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah rasa setia bahasa Indonesia?


2. Bagaimanakah pembinaan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional?
3. Bagaimanakah masalah pembinaan bahasa Indonesia jika dilihat dari segi rasa setia
bahasa?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam makalah
ini sebagai berikut.

1. Mengetahui rasa setia bahasa Indonesia.


2. Mengetahui pembinaan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
3. Mengetahui pembinaan bahasa Indonesia jika dilihat dari segi rasa setia bahasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rasa Setia Bahasa Indonesia

Bahasa suatu bangsa memiliki hubungan kejiwaan yang erat terhadap pemiliknya
ungkapan ini menarik perhatian seorang antropolog yang bernama A.L Kroeber yang
menyatakan bahwa setiap bangsa memiliki sentimen nostalgia terhadap bagian-bagian
kebudayaannya dan keseluruhan kebudayaannya. Sentimen nostalgia ini muncul merupakan
akibat dari integrasi yang intensif warga bangsa tersebut sejak kelahirannya sampai akhir
hayatnya dengan unsur-unsur kebudayaannya sehingga menjadi simbol-simbol bangsanya.

Margaret Mead juga menyatakan bahwa integrasi yang intensif itu menimbulkan rasa
kebangsaan (nasonialisme) yang mengkoordinasi sikap, tindak, bicara, berpikir, dan
merasanya bangsa tersebut relative senada adanya. Tanggapan Margaret Mead kembali
diperjelas oleh Hans Khon dalam bukunya yang berjudul “ the idea of nationalism of it’s
orlflin and background” , Khon menyatakan bahwa Bahasa bagi bangsa pemiliknya
merupakan faktor budaya yang selalu dipertimbangkan secara sadar atau tidak sadar.

Berbicara tentang rasa setia bahasa itu tak ubahnya sebagai suatu keluaran dari dalam
jiwa satu bangsa yang menimbulkan anggapan bahwa bahasanya memiliki nilai-nilai yang
tinggi dan di pihak lain dia juga merupakan kekuatan dari dalam yang mendorong bangsa itu
mempertahankan bahasanya, karena dianggapnya perubahan itu merusak dan menolak
pemindahan unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa karena dianggapnya unsur-unsur
bahasa ini membahayakan bahasanya. Apalagi kalau tranferensi itu bersifat struktural.
Penolakan yang terakhir ini terjadi kalau antara bahasa itu telah terjadi kontak dengan bahasa
lain.

Menurut penilaian weinriech, antara kontak bahasa, tranferensi bahasa dan rasa stia
bahasa itu merupakan tiga gejala yang taut-bertaut dengan sangat eratnya. Atas dasar
anggapan yang demikian itulah kemudian dikembangkan teori kontak bahasa ini bisa kita
pahami kalau kita tinjau konstelasi dunia yang sekarag ini karena kemajuan teknologi
komunikasi tidak memungkinkan satu bangsa pun dalam arti kata yang sebenarnya
mengisolasi dirinya. Langsung atau tidak akan terjadi kontak antara bahasanya dengan

3
bahasa-bahasa lainnya. Lebih-lebih lagi kalau diingat bahwa bahasa itu mewadai kebudayaan,
di samping dia memang merupakan bagian kebudayaan tersebut.
Salah satu gerak sosial positif dari akibat konntak bahasa yang berlandaskan rasa setia
bahasa adalah gerakan yang selanjutnya akan kita sebut pembinaan bahasa. Kontak bahasa
membuat suatu bahasa melihat bahasanya dengan kacamata yang agak berbeda dengan
sebelumnya. Pada peristiwa kontak bahasa ini, secara objektif ada dua pihak, yaitu pihak
yang dominan di satu pihak dan pihak yang dominan di pihak lain. Jika kemudian salah satu
pihak ini merasa dirinya superior lebih dari pihak lainnya, maka timbul anggapan bahwa
bahasa pihak lainnya itu akan merugikan suprioritas bahasanya. Tapi kemungkinan juga akan
timbul semacam frustasi bahasa, yaitu melihat secara objektf bahasa pihak lain itu lebih lalu
bahasa ini lalu melakukan counter prestige dengan membina bahasanya sendiri.

2.2 Pembinaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional

Penanganan bahasa daerah diklasifikan berdasarkan vitalitas bahasa itu.


Pengembangan dan pembinaan dilakukan terhadap bahasa masih dalam status tidak terancam
(aman), yaitu bahasa yang digunakan oleh penutur dari generasi muda sampai dengan
generasi tua dalam hampir semua ranah dan terhadap bahasa-bahasa yang mempunyai potensi
terancam, yaitu bahasa yang penutur anak-anaknya masih banyak tetapi bahasa itu tidak
memiliki status resmi atau status yang prestisius. Bahasa dalam vitalitas kedua ini masih
dapat direvitaslisasi. Dengan pengembangan bahasa itu akan mempunyai korpus yang
memadai untuk membahasakan apa saja, mempunyai akselerasi yang bagus terhadap dunia
pendidikan, perkembangan ipteks, dan dapat mengantisipasi munculnya media baru.
Pembinaan dilakukan agar bahasa itu mempunyai transmisi antargemerasi yang baik, baik
transmisi melalui dunia pendidikan maupun transmisi melalu interaksi dalam ranah keluarga.
Termasuk dalam upaya pengembangan dan pelindungan ini adalah memantapkan status
bahasa, mengoptimalkan dokumentasi, serta menumbuhkan sikap positif penuturnya.

Pelindungan terhadap bahasa dilakukan dalam sekurang-kurangnya dua tingkat, yaitu


tingkat dokumentasi dan tingkat revitalisasi. Pelindungan bahasa pada tingkat dokumentasi
akan dilakukan pada bahasa yang sudah tidak ada harapan untuk digunakan kembali oleh
masyarakatnya. Bahasa yang dalam keadaan hampir punah dan bahasa yang sangat teracam
hanya dapar dilindungi dengan mendokumentasikan bahasa-bahasa itu sebelum bahasa itu
punah yang sebenarnya. Dokumentasi itu penting untuk menyiapkan bahan kajian jika suatu
saat diperlukan.

4
 Pelindungan terhadap bahasa yang masih digunakan oleh penutur dari sebagian generasi
muda dalam hampir semua ranah atau oleh semua generasi muda dalam ranah keluarga dan
agama serta kegiatan adat dilakukan revitalisasi untuk pelestarian. Tentu saja untuk
revitalisasi itu diperlukan tahap-tahap pendahuluan meliputi dokumentasi, pengkajian, dan
penyusunan bahan-bahan revitalisasi seperti kamus, tata bahasa, dan bahan ajar. Untuk
bahasa yang akan direvitalisasi tentu juga harus disiapkan sistem ortografi yang
memungkinkan bahasa itu diterima dalam media baru.

Dalam hal sastra, pengembangan akan dilakukan terhadap sastra yang bermutu dan
bernilai luhur. Sastra yang seperti itu juga akan didukung upaya pembinaan agar tradisi
bersastra di kalangan sastrawan pemula dan penikmat sastra tumbuh secara baik. Pelindungan
sastra lisan dilakukan untuk merevitalisasi sastra yang hanya tinggal berfungsi sebagai sarana
adat, ibadah, atau hiburan. Pelindungan sastra tulis, baik dalam bentuk fisik maupun nilai
yang terkandung di dalamnya, dilakukan terhadap karya sastra yang bernilai luhur untuk
aktualisasi. Aktualisasi yang dimaksud adalah penuangan dalam bentuk-bentuk aktual atau
mengadaptasi karya itu melalui alih aksara, alihbahasa, dan alihwahana menjadi karya seperti
seperti film, komik, atau buku audio.

Masalah pembinaan dan pengembangan bahasa selama ini telah memperlihatkan


perkembangan yang menggembirakan. Berbagai masalah-masalah bahasa yang yang
menjadikan sebuah permasalahan yang kemudian menjadikan upaya kita untuk
menyelesaiakan, seperti penggunaan bahasa yang bermacam-macam oleh kebanyak
masyarakat dengan dialek setempat yang merupakan alat penghubung untuk bergaul dan
berkerjasama, masalah kebahasaan yang lain adalah bagaimana bahasa dalam ejaan dan
dihafalkan.

Dalam hal ini, mewabahnya penggunaan bahasa Indonesia bermutu rendah, lantaran
belum jelasnya strategi dan basis pembinaan. Pemerintah cenderung cuek dan menyerahkan
sepenuhnya kepada Pusat Bahasa sebagai tangan panjangnya untuk menyusun strategi dan
kebijakan. Upaya penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar tampaknya akan terus
terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika apabila tidak diimbangi dengan
kejelasan strategi dan basis pembinaan. Mengharapkan keteladanan generasi sekarang jelas
merupakan hal yang berlebihan. Berbahasa sangat erat kaitannya dengan kebiasaan dan kultur
sebuah generasi. Yang kita butuhkan saat ini adalah lahirnya sebuah generasi yang dengan
amat sadar memiliki tradisi berbahasa yang jujur, lugas, logis, dan taat asas terhadap kaidah
kebahasaan yang berlaku.

5
        Melahirkan generasi yang memiliki idealisme dan apresiasi tinggi terhadap penggunaan
bahasa Indonesia secara baik dan benar memang bukan hal yang mudah. Meskipun demikian,
jika kemauan dan kepedulian dapat ditumbuhkan secara kolektif dengan melibatkan seluruh
komponen bangsa, tentu bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan

2.3 Pembinaan bahasa Indonesia jika dilihat dari segi rasa setia bahasa.
Kondisi objektif bahasa Indonesia yang ada sekarang ini menuntut segera
dilaksanakan pembinaannya. Lebih lagi dilihat posisi dan fungsi bahasa Indonesia dalam
keseluruhan kehidupan bermasyarakat dan berbudaya bangsa Indonesia. Masa kini dan
masa-masa yang akan datang, tidak bisa diingkari lagi akan perlunya pembinaan bahasa
Indonesia ini. Tentu saja kita tidak hanya menempatkan bahasa Indonesia ini sebagai
simbol yang penting untuk dibanggakan saja, seperti sinyal emen George Mc. Quinn
(kompas 16 agustus 1971) kita menginginkan bahasa indonesia ini sebagai bahasa yang
mampu mewadahi prestasi bangsa, di samping sebagai simbol bangsa. Salah satu
contohnya misalya kita harapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan

Atas dasar uraian tersebut, kita dibuat jadi bertanya; “Adakah rasa setia bahasa
terhadap bahasa Indonesia pada bangsa Indonesia?” Terhadap pertanyaan ini, tentu kita
didorong untuk menjawab “ada” lebih lagi kalau jawaban ada ini diangkat dari sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di mana pemuda-pemuda pelopor pejuang kita
demikian gigihnya memperjuangkan kedudukan bahasa Indonesia; seperti misalnya yang
dirintis oleh pemuda-pemuda Indonesia yang tergabung dalam kongres pemuda 1928;
cita-cita pembinaan bahasa Angkatan Pujangga Baru dan yang terakhir ini apa yang
dipublikasikan dengan nama “Gerakan Pembela Bahasa Indonesia” dan lain sebagainya.
Namun secara kuantitatif, epertinya rasa setia bahasa terhadap bahasa Indonesia sekarang
ini tidaklah seluas yang seharusnya ada bagi suatu bangsa Nasional. Terlalu sedikit umlah
warga bangsa Indonesia yang memiliki rasa setia bahasa dalam arti kata yang sebenarnya.

Bahwa demikian adanaya tampak pula dari kenyataan bahwa perlakuan orang
terhadap bahasa Indonesia tidak sebagaimana mestinya. Dia bukan saja tidak dibina
dengan baik, bahkan mungkin diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, kebanyakan
orang sekarang ini tidak memiliki keprihatinan akan norma-norma bahasa Indonesia dan
lebih suka memilih prinsip pokoknya asal dipahami saja. Kesukaran bagi bahasa
Indonesia agak makin menjadi-jadi dengan tidak mampunya bahasa Indonesia

6
membeberkan status yang menguntungkan bagi pembina-pembinanya. Fasilitas ke arah
pembinaan tersebut pun terlalu kecil disediakan oleh penguasa. Penghargaan yang
berlebihan terhadap bahasa asing juga bukan merupakan iklim yang baik bagi
berkembangnya gairah untuk membina bahasa Indonesia.
 Semua situasi dan kondisi yang tidak menunjang seperti tersebut di atas ini, tentu saja
membuat rasa setia bahasa kita terhadap bahasa Indonesia tidak akan berkembang subur.
Kesetiaan terhadap bahasa Indonesia adalah suatu sikap yang menunjukkan rasa bangga
dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dibandingkan
menggunakan bahasa asing atau kata yang bukan berasal dari bahasa Indonesia. Misalnya
dalam penggunaan bahasa Indonesia asli atau yang sudah lebih dahulu ada bukan serapan
yang berasal dari bahasa asing. Namun, dalam kenyataannya kini masyarakat pada
umumnya cenderung lebih banyak memakai serapan bahasa asing dalam beberapa kata
bahkan kalimat dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indonesia asli dengan baik
dan benar . Menariknya lagi, penggunaan bahasa asing tersebut supaya lebih mengena ke
semua golongan masyarakat dan juga penggunaan bahasa asing dinilai lebih kreatif,
efektif, dan mudah dipahami. Lemahnya rasa percaya diri penggunaan bahasa indonesia
menggambarkan semakin rendahnya rasa setia masyarakat kita terhadap bahasa
nasionalnya. Bahasa yang penuturnya tidak lagi setia atau ditinggal penuturnya akan
dengan sendirinya mati. Padahal kematian bahasa merupakan kehilangan budaya yang
tidak ternilai harganya.

Untuk itu, penyakit memudarnya kebanggaan serta kesetiaan berbahasa Indonesia


terletak pada hilangnya pedoman berbahasa yang baik namun tetap mengadopsi aspek
kreativitas masyarakat. Pusat bahasa sebagai instansi yang berwenang pada kebijakan
kebahasaan, selama ini seolah mati suri sehingga belum mampu menghadirkan terobosan
atas konservatifnya ejaan baku. Inilah yang kemudian menyebabkan kalangan pelajar
sebagai generasi muda pelanjut dan penutur langsung, memilih untuk mengesampingkan
Bahasa Indonesia pelajaran bahasa bagi kita sebagai bangsa yang sedang tumbuh dan
berupaya mengokohkan jati dirinya agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah
maju, kondisi di atas sangat memprihatinkan dan karenanya diperlukan kebijakan
pemerintah dan dukungan seluruh masyarakat Indonesia untuk mengatasi persoalan
tersebut

7
BAB III
PENUTUP

1.4 Simpulan
Sikap Bahasa warga masyarakat kita adalah salah satu Faktor yang menentukan
kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan kebijaksanaan bahssa Nasional kita pada
dasarnya. Kebijaksanaan Bahasa Nasional adalah pernyataan sikap Bahasa nasional
terhadap masalah Bahasa. Di Indonesia masalah Bahasa merupakan jaringan masalah
yang dijalain oleh masalah Bahasa Indonesia, masalah Bahasa daerah, dan massalah
bahasa asing. Di dalam pelaksanaan kebijaksanaan Bahasa diperlukan adanya
keseimbangan Antara sikap Bahasa dan perilaku Bahasa, Antara sikap warga masyarakat
baik sebagai perorangan maupun kelompok perseorangan dan sikap Bahasa kita sebagai
bangsa. Di anatar pemeliharaan identitas Bahasa Indonesia dan peningkatan kemampuan
Bahasa Indonesia melaksanakan fungsinya. Selain itu diperlukan pula keselarasan di
Antara ketiga komponen sikap Bahasa, yaitu kognitif, efektif, dan perilaku.
Bahasa Indonesia dapat dikembangkan dan diperkaya dengan jalan penerimaan dan
penyerapan unsur-unsur Bahasa lain, baik Bahasa maupun Bahasa asing. Unaur-unsur
serapan itu hendaklah terbatas pada umsur-unsur yang sangat diperlukan dan padanannya
yang tepat tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia. Untuk kepentingan pengembangan
Bahasa Indonesia selanjutnya terutama di bidang peristilahan Bahasa asing yang
diutamakan sebagai Bahasa sumber apabila perlu adalah Bahasa Inggris.

1.5 Saran
Untuk memudahkan pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia maka haruslah
melibatkan segala lapisan masyarakat mulai dari lembaga-lembaga pemerintah terutama
lembaga pengembangan Bahasa Indonesia yang secara langsung menangani masalah
pengembangan Bahasa Indonesia. Sektor swasta yang menjadi pengguna Bahasa secara
langsung di dalam dunia perekonomian di Indone sia, media massa sebagai alat
untuk memperkenalkan Bahasa Indonesia kepada masyarakat luas juga harus turun tangan
dan ambil bagian dalam mengembangkan Bahasa Indonesia dan yang paling utama
sebagai sentral penggunaan Bahasa di Indonesia adalah lembaga pendidikan baik formal
maupun tidak formal karena disinilah untuk pertama kalinya dikenalkan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar.Tanpa pengenalan bahasa Indonesia disini maka seterusnya generasi

8
muda akan merasa aneh dan asing dengan Bahasa Indonesia,semua itu dapat dibuktikan
dengan
a. Memiliki sikap Bahasa yang positif terhadap Bahasa Indonesia
b. Menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar
c. Menghindari pemerkosaan Bahasa agar Bahasa Indonesia tetap digunakan sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Sebagai seorang mahasiswa kita haruslah ikut pula dalam usaha pembinaan dan
pengembangan Bahasa Indonesia tersebut, kita haruslah memiliki sikap yang positif
terhadap bangsa Indonesia itu sendiri. Kita harus memiliki jiwa nasionalisme dalam usaha
pembinaan dan pengenmabangan Bahasa Indonesia itu, namun sikap nasionalisme itu
jangan berkembang menjadi sikap fanatisme yang menolak penyerapan kaidah
yangberlaku di Negara kita.

9
DAFTAR PUSTAKA

Muslich, Masnur. 2010. Perencanaan Bahasa pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sebastian.2013.MasalahRasaSetiaBahasa.http://sebastianolewarku.blogspot.com/2013/04/m
asalah-rasa-setia-bahasa-dan-pembinaan.html ( diakses tanggal 10 Oktober 2020)

Krismadita,dwi.2015.KesetianBerbahasaIndonesia.https://www.kompasiana.com/punny16/5
52f98946ea83428758b4577/kesetiaan-berbahasa. (diakses tanggal 10 Oktober 2020)

Mujib Ahmad.2009. Hubungan Bahasa Dan Kebudayaan.adabiyyat,8 (1), 1-15.

10

Anda mungkin juga menyukai