TENTANG
KONTRUKSI MORFOLOGIS
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
KELOMPOK II :
Ervina (20080038)
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena masih melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kontruksi Morfologis"
dengan tepat waktu.
Makalah ini disususun untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi Bahasa Indonesia. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang makna konstruksi morfologis baik bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Asri Wahyuni Sari selaku dosen mata kuliah
Morfologi Bahasa Indonesia yang memberi kesempatan kepada kami untuk menulis makalah ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
ISI ............................................................................................................................................
1.3 Tujuan
................................................................................................................................................
...............
3.1 Kesimpulan
................................................................................................................................................
.......................................
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa sangat penting dalam komunikasi baik tertulis maupun lisan. Sehingga penggunaannya
harus berdasar pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan lengkap. Begitu juga
dengan Bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia merupakan alat komunikasi
yang efektif dan efisien dalam pemersatu bangsa ini.
Tata bahasa harus berlangsung sesuai dengan kelaziman penggunaannya sehingga dapat
diterima oleh semua penggunanya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan
bahasa yang menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi
bahasa yang bersangkutan. Ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang kontruksi
morfologis dimana kontruksi morfologis terbagi dari kontruksi sederhana dan rumit, kontruksi
derivasi dan ifleksi, endosentrik dan eksosentrik, dan kontruksi pemajemukan. Dalam makalah
ini kita pun akan membahas tentang kontruksi morfologis.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disamapaikan beberapa permasalahan yang akan
dibahas yaitu sebagai berikut :
3. Tujuan
PEMBAHASAN
KONTRUKSI MORFOLOGIS
Konstruksi morfologis ialah bentukan daripada kata yang merupakan mungkin morfem tunggal
atau gabungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain.
Dalam hal ini konstruksi-konstruksi bukanlah manasuka, seperti pada contoh konstruksi
meperjuangkan, memperlakukan, dan mempertajam.
Samsuri (1994: 195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam yaitu akar;
satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa
mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan
sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik dan
enklitik.
Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi
rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks,seperti ber- + juang pada berjuang; antara
akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada
makanan; antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang; pokok kata +
pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan
pada meja makan.
Menurut Verhaar, (2010:121) derivasi adalah proses morfemis yang mengubah kata sebagai
unsur leksikal tertentu menjadi unsur leksikal yang lain.
Menurut Chaer, (2007:175) derivasi merupakan pembentukan kata secara derivatif membentuk
kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.
Menurut Kridalaksana, (1993:40) derivasi adalah proses pengimbuhan afiks non-inflektif pada
dasar untuk membentuk kata.
Yang dimaksud dengan derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya
atau afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar. Misalnya kata reviews dapat
dianalisis atas sebuah prefiks re-, sebuah akar view, dan sebuah sufiks -s. Prefiks re- membentuk
leksem baru review dari bentuk dasar view, sedangkan sufiks -s membentuk kata yang lain dari
leksem review. Jadi prefiks re- bersifat derivasi, sedangkan sufiks -s bersifat infleksi.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah suatu perubahan proses
kelas kata (kata kerja) dengan atau tanpa pemindahan kelas kata.
Derivasi dapat dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a) Derivasi Internal
Derivasi internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas katanya, namun
identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat mengalami infleksi seperti bentuk
asalnya, misalnya:
b) Derivasi Adverbal
Derivasi adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi kelas-kelas kata lain yaitu
kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai berikut:
1. Nomina Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda dapat dilakukan dengan mempergunakan
morfem-morfem terikat. Proses ini sangat produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
2. Adjektif deverbal
Dalam beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang sebenarnya merupakan derivasi dari
kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam status kata sifat
tersebut dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa dikenakan pada kata sifat.
Menurut Bickford dkk, dikutif Ba’dulu dan Herman (2005:12) ” morfologi infleksional tidak
mengubah satu kata menjadi kata yang lain dan tidak pernah mengubah kategori sintaksis
sebaliknya menghasilkan bentuk lain dari kata yang sama”.
Menurut Verhaar, (2010:121) ”fleksi adalah proses morfemis yang ditetapkan pada kata sebagai
unsur leksikal yang sama”.
Menurut Chaer, (2007:171) ”sebuah kata yang sama hanya bentuknya yang berbeda yang
disesuaikan dengan katagori gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam morfologi infleksional
disebut paradigma infleksional”.
Menurut Kridalaksana, (1993:830) mengatakan bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata
yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal yang mencakup deklinasi nomina, pronomina,
ajektiva, dan konjungsi verba, serta merupakan unsur yang ditambahkan oada sebuah kata untuk
menunjukkan suatu hubungan gramatikal.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata
tanpa mengubah identitas leksikal kata itu dengan atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara
khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja
itu sama saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung
dalam kata itu tidak berubah.
Untuk memenuhi makna kedua proses morfologi ini serta perbedaan-perbedaannya dapat
dikemukakan pendapat beberaapa linguis. Menurut Nida dikutif Ba’dulu dan Herman (2005:11)
perbedaan antara fleksi dan derivasi adalah sebagai berikut:
1. Infleksi
a) Cenderung merupakan formasi luar, muncul lebih jauh dari stem ketimbang afiks derivasi.
c) Digunakan untuk mencocokkan kata-kata bagi pemakaian dalam sintaksis, namun tidak
pernah mengubah kelas kata.
2. Derivasi
a) Cenderung merupakan formasi dalam, muncul lebih dekat ke stem ketimbang afiks derivasi.
b) Cenderung lebih bervariasi, namun dengan distribusi yang terbatas.
c) Digunakan untuk menetapkan kata-kata dalam suatu kelas dan umumnya mengubah kelas
kata.
Perbedaan lainnya adalah bahwa afiks derivasi sering memiliki makna leksikal, sedangkan afiks
infleksi biasanya memiliki makna gramatikal.
Perbadaan lain antara infleksi dan derivasi ialah bahwa infleksi biasanya disusun ke dalam suatu
paradigma, sedangkan derivasi tidak.
Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi
menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya
kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan
membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan
kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh
derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.
Perbedaan antara pembentukan secara derivasi dan infleksi juga diuraikan Nida dalam Subroto
(1985: 269):
1. pembentukan derivasi termasuk jenis kata yang sama dengan kata tunggal (yang termasuk
sistem jenis kata tertentu) seperti: singer ‘penyanyi’ (nomina), dari verba (to) sing ‘menyanyi’,
termasuk jenis kata yang sama dengan boy ‘anak laki-laki’; sedangkan pembentukan infleksi tidak.
2. Secara statistik, afiks derivasi lebih beragam, misalnya dalam bahasa Inggris terdapat afiks-afiks
pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, -ness (singer, arrangement, correction,
nationalization, stableness), sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam (-s
dengan segala variasinya, -ed1, -ed2, -ing: work, worked1, worked2, working).
3. Afiks-afiks derivasi dapat mengubah kelas kata, sedangkan afiks infleksi tidak.
4. Afiks-afiks derivasi mempunyai distribusi yang lebih terbatas (misalnya: afiks derivasi -er
diramalkan tidak selalu terdapat pada dasar verba untuk membentuk nomina), sedangkan afiks
infleksi mempunyai distribusi yang lebih luas.
Berdasarkan uraian diatas bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah
identitas leksikal kata itu, dengan atau tanpa mengubah kelasnya. Secara khusus perubahan
bentuk sebuah kata kerja dengan tepat mempertahankan identitas kata kerja it, sama saja artinya
dengan mengubah bentuk kata itu, tetapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu
tidak berubah, seperti contoh dibawah ini:
Bentuk kata menulis, melihat, membaca, mencari, dan memukul beserta semua variasinya itu
adalah infleksi karena identitas kata-kata tersebut sebagai kata kerja dengan pengertian yang ada
pada tiap bentuk kata itu tidak berubah, kecuali bentuk terkait me- yang secara berurutan diganti
dengan di-, ku-, kau-, dan kami- yang mengubah pengertian pelakunya. Infleksi kata kerja bertalian
dengan diatesis aktif dan pasif.
D. Kontruksi Pemajemukan
Pamajemukan adalah konstruksi yang terdiri atas dua morfem, atau dua kata atau lebih (Samsuri,
1994: 199). Contoh :
I II
Pada deretan I tidak dapat disisipkan morfem lain, sedangkan pada deretan II dapat. Jika kita
bisa mengatakan orang yang mandi, anak yang sakit, kaki nya meja, tetapi tidaklah sabun yang
mandi, rumah yang sakit, atau kaki nya tangan. Konstruksi-konstruksi pada deretan I itu disebut
majemuk, yang pada deretan II disebut frasa.
Agar pengertian endosentris dan eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
a.
b.
Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa
konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan salah satu unsurnya, yaitu
rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki
distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan kalimat bahasa
Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu. Konstruksi rumah sakit merupakan
contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Jadi kontruksi morfologis mempelajari tentang kontruksi formatif-formatif dalam kata atau
satuan kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan
yang lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana,
sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit
(Samsuri, 1982:195).
Derivasi adalah suatu perubahan proses kelas kata (kata kerja) dengan atau tanpa pemindahan
kelas kata. Sedangkan infleksi adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal
kata itu dengan atau tanpa mengubah kelas katanya.
Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan
dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase.
Daftar Pustaka
UNIVERSITY PRESS.
Gramedia Pustaka.
Alwi, Hasan dkk.. 1999. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Rineka Cipta.
Gramedia.
Mada University.