Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Batasan dan Ciri Nomina

Nomina yang sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi,
yakni segi semantis, segi sintaksis dan segi bentuk. Dari segi semantis, kita dapat
mengatakan bahwa nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang,
benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian, kata seperti guru, kucing,
meja, dan kebangsaan adalah nomina. Dari segi sintaksisnya, nomina mempunyai
ciri-ciri tertentu.

1. Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki


fungsi subjek, objek atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan
dalam kalimat pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah
nomina. Kata pekerjaan dalam kalimat Ayah mencari saya pekerjaan adalah
nomina.
2. Nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Kata pengingkarnya
ialah bukan. Untuk mengingkarkan kalimat Ayah saya guru harus dipakai
kata bukan: Ayah saya bukan guru.
3. Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung
maupun dengan diantari oleh kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah
adalah nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah
mewah atau buku yang baru dan rumah yang mewah.

Kesimpulan ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia
pendampingnya adalah bahwa kata-kata yang termasuk kelas nomina.
1) Tidak dapat didahuli oleh adverbia negasi tidak. Jadi, kata-kata kucing,
meja, bulan, rumah, dan pensil berikut adalah termasuk nomina karena tidak
dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.
Kucing
Meja
*tidak Bulan
Rumah
Pensil
2) Tidak dapat didahului oleh adverbia derajat agak (lebih, sangat, dan paling).
Perhatikan contoh-contoh berikut.
Kucing
Meja
*agak Bulan
Rumah
Pensil
3) Tidak dapat didahului oleh adverbia keharusan wajib.
Perhatikan contoh berikut!
Kucing
Meja
*wajib Bulan
Rumah
Pensil
4) Dapat didahului oleh adverbia yang menyatakan jumlah seperti satu, sebuah,
sebatang, dan sebagainya. Misalnya :
- Sebuah meja
- Seekor kucing
- Sebatang pensil
- Selembar papan
- Dua orang mahasiswa
5) Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki fungsi
subjek, objek, atau pelengkap. Kata pemerintah dan perkembangan dalam
kalimat Pemerintah akan memantapkan perkembangan adalah nomina. Kata
pekerjaan dalam kalimat Ayah mencarikan saya pekerjaan adalah nomina.
6) Nomina umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun
dengan diantarai oleh kata yang. Dengan demikian, buku dan rumah adalah
nomina karena dapat bergabung menjadi buku baru dan rumah mewah atau
buku yang baru dan rumah yang mewah.

2.2 Nomina dari segi semantisnya


Tiap kata dalam bahasa mana pun mengandung fitur-fitur semantik yang
secara universal melekat pada kata tersebut. Nomina tidak terkecualikan. Makna
yang dalam bahasa Indonesia dinyatakan oleh kata seperti kuda dalam budaya mana
pun memiliki fitur-fitur semantik yang universal; misalnya, kakinya yang empat,
adanya mata yang jumlahnya ada dua, warna tubuhnya yang bisa hitam, putih,
coklat, atau abu-abu.
Jalur semantik tampaknya hanya bersifat kodrati dan sering tidak
diperhatikan. Akan tetapi, fitur-fitur seperti ini penting dalam bahasa karena
penyimpangan dan sifat kodrati ini akan menimbulkan keganjilan. Perhatikan pada
warna badan kuda hanya bisa hitam, putih, cokelat, atau abu-abu atau berwarna
belang dari campuran warna-warna tersebut, maka sangatlah aneh bila kita berkata
Kuda saya berwarna hijau karena fitur semantik hijau tidak ada pada kuda.
Dilihat dari segi semantik, khususnya dari komponen makna utama yang
dimiliki kata-kata berkelas nomina dapat dibedakan atas sebelas tipe, yaitu :
Tipe pertama, memiliki komponen makna [+orang]. Tipe pertama ini
terbagi lagi atas enam subtipe, yaitu :
(1) Subtipe 1a, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama
diri]. Misalnya, Sudin, Fatimah, Ahmad, Ciliwung, dan Jakarta.
(2) Subtipe 1b, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama
perkerabatan]. Misalnya, ibu, bapak, saudara, nenek, dan adik.
(3) Subtipe 1c, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama
pengganti]. Misalnya, dia, kamu, saya, mereka, dan kalian.
(4) Subtipe 1d, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama
jabatan]. Misalnya, guru, gubernur, dokter, camat, dan notaris.
(5) Subtipe 1e, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+gelar].
Misalnya, raden, sarjana hukum, doktor, datuk, dan tengku.
(6) Subtipe 1f, adalah kata-kata nomina yang memiliki komponen makna [+nama
pangkat]. Misalnya, letnan, sersan, opsir, jendral, dan laksamana.
Tipe kedua, yang memiliki komponen makna utama [+nama institusi].
Misalnya, Pemerintah, DPR, Universitas, dan Bank. Selain itu, nomina tipe kedua
ini juga memiliki komponen makna [+orang metaforis], sehingga kata-kata tipe
kedua ini dapat menduduki fungsi sintaksis seperti nomina tipe pertama.
Tipe ketiga, yang memiliki komponen makna utama [+binatang], seperti
kucing, kambing, cacing, tongkol, dan kecoa. Dalam hal kata-kata nomina tipe
ketiga ini, dapat pula disubtipekan, seperti yang memiliki komponen makna
[+ikan], yang memiliki komponen makna [+burung], yang memiliki komponen
makna [+ular], dan sebagainya.
Tipe keempat, yang memiliki komponen makna utama [+tumbuhan]. Tipe
keempat ini terdiri lagi atas subtipe IVa, yakni yang berkomponen makna utama
[+tumbuhan] seperti rumput, perdu, keladi, ilalang, dan jarak; subtipe IVb, yaitu
yang berkomponen makna utama [+pohon] seperti durian, nangka, kelapa, mahoni,
dan flamboyan. Sedangkan subtipe IVc memiliki komponen makna [+tanaman],
seperti bayam, ketela, jagung, ubi, dan talas.
Tipe kelima, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+buah-buahan],
seperti pisang, nangka, apel, jeruk, dan nanas. Di sini memang ada ketumpang
tindihan antara tipe kelima ini dengan subtipe keempat b, sebab nama pohon sama
dengan nama buahnya.
Tipe keenam, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+bunga-
bungaan], seperti mawar, cempaka, kenanga, melati, dan seruni.
Tipe ketujuh, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+peralatan].
Lalu, tipe ketujuh ini masih dapat diperinci menjadi beberapa subtipe, seperti :
(1) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan masak], seperti wajan,
cobek, dandang, kualim dan kompor.
(2) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan makan], seperti piring,
garpu, sendok, gelas, dan mangkuk.
(3) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan pertukangan], seperti
gergaji, ketam, pahat, palu, dan jara.
(4) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan perbengkelan], seperti
obeng, tang, bubut, keker, dan gerinda.
(5) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan pertanian], seperti cangkul,
sabit, bajak, garu, dan traktor.
(6) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan perikanan], seperti kail,
jaring, joram, jala, dan pukat.
(7) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan olahraga], seperti bola,
raket, gawang, net, dan stik.
(8) Yang memiliki komponen makna utama [+peralatan kantor], seperti kertas,
pensil, tinta, komputer, dan mesin tik.
Tipe kedelapan, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+makanan,
+minuman], seperti roti, bakso, bir, teh, dan gado-gado.
Tipe kesembilan, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+nama
geografi], seperti kota, desa, laut, sungai, dan gunung.
Tipe kesepuluh, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+bahan
baku], seperti semen, pasir, kapur, batu, dan kayu.
Tipe kesebelas, yaitu yang memiliki komponen makna utama [+kegiatan],
seperti olahraga, rekreasi, debat, diskusi, dan piknik.
Selanjutnya, secara terinci dapat disebutkan beberapa tipe lain, seperti buku
dan koran yang memiliki komponen makna [+bacaan], bensin dan solar yang
memiliki komponen makna [+bahan bakar], serta cabe dan bawang yang memiliki
komponen makna [+bumbu dapur].
Dari kata-kata turunan yang berbentuk nomina turunan dapat pula diperinci
kata-kata yang memiliki komponen makna seperti [+pelaku], misalnya kata penulis
dan pembaca; dan komponen makna [+hasil], misalnya pada kata-kata masakan dan
galian.
Dari analisis komponen maknanya dapat juga diketahui adanya sejumlah
kata dari kelas nomina ini yang disamping memiliki komponen makna
[+kebendaan]. Komponen makna yang dimiliki oleh kata-kata dari kelas verba dan
kata-kata dari kelas adjektiva. Misalnya, kata-kata kail, cangkul, dan kunci dari
kelas nomina juga memiliki komponen makna [+sasaran], sama dengan kata dari
kelas verba beli, makan, dan tulis. Contoh lain kata-kata dari kelas nomina yang
memiliki komponen makna [+sasaran] adalah :
- Rantai
- Kail
- Tombak
- Kikir
- Tutup
Kata-kata merah, biru, dan hitam dari kelas nomina (sebagai nomina dapat
diobservasi) juga memiliki komponen makna [+keadaan warna] yang biasa dimiliki
oleh kata-kata dari kelas ajektifa. Contoh lain adalah :
- Biru
- Asam
- Asin
2.3 Nomina dari segi sintaksi
Dikemukakan berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa.
Pada frasa nomina, nomina berfungsi sebagai inti atau poros frasa. Sebagai inti
frasa, nomina menduduki bagian utama, sedangkan pewatasnya berada di muka
atau di belakangnya. Bila pewatas frasa nomina itu berada di muka, pewatas ini
umunya berupa numeralia atau katat tugas.
Contoh:
Lima lembar
Seorang guru
Beberapa sopir
Kalau pewatas berada di belakang nomina, frasa nomina dapat berupa
urutan dua nomina atau lebih atau nomina yang diikuti oleh adjektiva, verba, atau
kelas kata yang lain. dengan kata lain, nomina yang merupakan inti frasa itu diikuti
oleh pewatas yang berupa nomina, adjektiva, verba, atau kelas kata lain.
Contoh:
Masalah penduduk
Buku catatan
Rumah kita
Istilah baru
Masa kini
Nomina juga digunakan dalam frasa preposisional. Dalam frasa
preposisional ini, nomina bertindak sebagai poros yang didahului oleh preposisi
tertentu.
Contoh:
Di kantor
Ke desa
Pada masa itu
Baik sebagai nomina tunggal maupun dalam bentuk frasa, nomina dapat
menduduki posisi (a) subjek, (b) objek, (c) pelengkap, atau (d) keterangan.
Contoh:
a. Manusia pasti mati.
Masalah penduduk memerlukan penanganan yang serius.
b. Demokrasi memerlukan keterbukaan.
Chen membutuhkan uang.
c. Dia menyerupai ibunya.
Petani mulai segan bertanam padi.
d. Kami baru saja kembali dari Padang.
Mereka akan datang Minggu pagi.
Agar suatu nomina atau frasa nomina dapat berfungsi dengan baik,
diperlukan adanya keserasian semantik antara nomina atau frasa nominal tersebut
dengan predikat atau unsur-unsur lain yang terlibat. Misalnya, predikat merokok
memerlukan subjek nomina yang mempunyai fitur sematik bernyawa dan manusia.
2.4 Nomina dari segi bentuknya
Dilihat dari segi bentuk morfologisnya, nomina terdiri atas dua macam,
yakni (1) nomina yang berbentuk kata dasar dan (2) nomina turunan. Penurunan
nomina ini dilakukan dengan (a) afiksasi, (b) perulangan, atau (c) pemajemukan.
Secara skematis, nomina bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
Dasar

Afiksasi
Nomina Pengulangan
Turunan

Pemajemukan

2.4.1 Nomina Dasar


Nomina dasar adalah nomina yang hanya terdiri atas satu morfem. Berikut
adalah beberapa contoh dasar yang dibagi menjadi nomina dasar umum dan nomina
khusus.
 Nomina Dasar Umum
gambar tahun
meja pisau
rumah tongkat
malam kesatria
minggu hukum
 Nomina Dasar Khusus
adik Bawuk paman
atas Farida Pekalongan
batang Selasa Pontianak
bawah butir Kamis
dalam muka Maret
Jika kita perhatikan dengan baik terhadap kategori nomina itu, baik yang
dasar maupun yang turunan, maka akan kita sadari bahwa di balik kata itu
terkadung pula konsep semantis tertentu. Nomina dasar umum malam, misalnya,
tidak mempunyai ciri makna yang mengacu pada tempat. Sebaliknya, nomina dasar
umum meja dan rumah mengandung makna tempat. Dengan demikian, kita dapat
membentuk kalimat seperti Letakkanlah penamu di meja, tetapi kita tidak dapat
membentuk kalimat *Letakkanlah penamu di malam. Acapkali makna suatu verba
mempengaruhi pula arti preposisi seperti di atas. Kalimat Dia memasukkan ketimun
ke kulkas sama maknanya dengan Dia memasukkan ketimun ke dalam kulkas. Akan
tetapi, pengertian ke dan ke dalam itu berubah jika verbanya melemparkan.
Perhatikan perbedaan kedua kalimat berikut :
 Dia melemparkan ketimun ke kulkas.
 Dia melemparkan ketimun ke dalam kulkas.
Nomina dasar umum malam, minggu, dan tahun tidak memiliki ciri
semantis yang mengacu pada tempat, tetapi mengacu pada waktu. Karena ciri inilah
maka nomina seperti itu dapat menjadi keterangan waktu : malam Senin, minggu
depan, tahun 1996. Sebaliknya, kodrat nomina seperti pisau dan tongkat
memungkinkan kita untuk mengacu pada alat untuk melakukan perbuatan. Karena
itu, kita dapat memakainya sebagai keterangan alat: dengan pisau, dan tongkat.
Selanjutnya, nomina seperti kesatria dan hukum tidak memiliki ciri semantis
tempat, waktu, dan alat, tetapi memiliki ciri yang mengacu pada cara melakukan
perbuatan. Dengan demikian, kita memperoleh frasa yang menjadi keterangan cara
seperti secara kesatria dan secara hukum.
Ciri semantis yang melekat secara hakiki pada tiap kata sangatlah penting
dalam bahasa karena ciri itulah yang menetukan apakah suatu bentuk dapat
diterima oleh penutur asli atau tidak. Pembolakbalikan contoh di atas akan
menyebabkan kita menolaknya. Bentuk yang berikut tidaklah dapat kita terima:
*secara minggu, *secara tongkat, *dengan tahun, atau *di atas tahun.
Kelompok nomina dasar khusus di atas kita temukan bermaca-macam
subkategori kata dengan beberapa fitur semantiknya.
1. Nomina yang diwakili oleh atas, dalam, bawah, dan muka mengacu pada
tempat seperti di atas, di bawah, di dalam. Frasa preposisional ini juga
dapat bergabung dengan nomina lain sehingga menjadi preposisi gabungan
seperti di atas atap, di bawah meja, di dalam rumah.
2. Nomina yang diwakili oleh Pekalongan dan Pontianak mengacu pada nama
geografis.
3. Nomina yang diwakili oleh butir dan batang menyatakan penggolongan
kata berdasarkan bentuk rupa acuannya secara idiom atis.
4. Nomina yang diwakili oleh Farida dan Bawuk mengacu pada nama diri
orang.
5. Nomina yang diwakili oleh paman dan adik mengacu pada orang yang
masih mempunyai kekerabatan.
6. Nomina yang diwakili oleh Selasa dan Kamis mengacu pada nama hari.
Secara sepintas pembagian seperti itu tidak berguna; tetapi jika kita
perhatikan benar perilaku bahasa pada umumnya ddan bahasa Indonesia pada
khususnya, kita akan tahu bahwa pengertian mengenai ciri semantis kata sangatlah
penting. Jika ada kalima yang melanggar ciri semantis, kalimat itu akan kita tolak,
kita beri arti yang unik, atau kita anggap aneh.
Perhatikan pelanggaran ciri semantis dalam ketiga kalimat berikut :
1) Selasa melempari rumah itu.
Kalimat ini kita tolak karena kata Selasa sebagai nomina mengacu pada waktu
sehingga tidak mungkin dapat bertindak sebagai subjek dalam kalimat ini.
2) Yang datang ke rapat hanya tiga butir.
Jika kalimat ini mempunyai arti, nomina butir mempunyai pengertian khusus pada
orang yang datang ke rapat.
3) Pak Ali akan menikahi adik kandungnya sendiri.
Kalimat ini terlihat aneh karena dalam budaya kita sangatlah tidak mungkin, dalam
ciri semantis adik kandung menyiratkan pengertian bahwa orang boleh menikah
dengan seseorang yang bukan kakak, adik, paman, ayah, atau kakeknya sendiri.
Dari gambaran kalimat tersebut jelaslah bahwa ciri semantis untuk tiap kata
dalam bahasa sangat penting dan mempunyai implikasi sintaksis yang membuat
penutur asli memiliki kemampuan untuk menilai keberterimaan suatu kalimat atau
tuturan
2.4.2 Nomina Turunan
Nomina dapat diturunkan melalui afiksasi, perulangan, atau pemajemukan.
Afiksasi nomina adalah suatu proses pembentukan nomina dengan menambahkan
afiks tertentu pada kata dasar. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam penurunan
nomina dengan afiksasi adalah bahwa nomina tersebut memiliki sumber penurunan
dan sumber ini belum tentu berupa kata dasar. Nomina turunan seperti kebesaran
memang diturunkan dari kata dasar besar sebagai sumbernya, tetapi pembesaran
tidak diturunkan dari kata dasar yang sama, besar, tetapi dari verba membesarkan.
Sumber sebagai dasar penurunan nomina ditentukan oleh keterkaitan makna
antara sumber tersebut dengan turunannya. Kebesaran bermakna keadaan besar
karena itu, kebesaran diturunkan dari adjektiva besar. Akan tetapi, makna
pembesaran berkaitan dengan perbuatan membesarkan, bukan dengan ‘keadaan
besar’, karena itu pembesaran diturunkan bukan dari adjektiva besar, tetapi dari
verba membesarkan.
Keterkaitan makna merupakan dasar untuk menentukan sumber, maka
dalam kebanyakan hal tiap nomina turunan mempunyai sumbernya sendiri-sendiri.
Nomina turunan seperti pertemuan dan penemuan, misalnya, tidak diturunkan dari
sumber yang sama, yakni, temu, tetapi dari dua verba yang berbeda. Pertemuan
diturunkan dari verba bertemu, sedangkan penemuan dari verba menemukan.
Penemuan juga tidak diturunkan dari verba menemui karena antara menemui
dengan penemuan tidak ada keterkaitan makna.
Dalam bahasa Indonesia sering ada dua verba yang maknanya sangat dekat.
Verba membesarkan dan memperbesar, misalnya, sama-sama mengandung makna
‘menyebabkan sesuatu menjadi besar atau lebih besar.’ Karena hal seperti ini,
maka nomina turunan pembesaran tidak mustahil diturunkan baik dari verba
membesarkan maupun memperbesar.
Di pihak lain, bahasa Indonesia kontemporer juga menunjukkan adanya
kecenderungan untuk memunculkan bentukan-bentukan baru sesuai dengan
kebutuhan. Tampaknya karena adanya perbedaan makna yang halus antara verba
meng- dan memper-, maka kini ada nomina yang hanya berkaitan dengan verba
memper-: nomina pemersatu, pemerkaya, dan pemerhati masing-masing diturunkan
dari verba mempersatukan, memperkaya, dan memperhatikan.
Sejauh mana kedekatan makna dua verba untuk menjadi sumber penurunan
nomina tidak mudah ditentukan. Verba menjual, menjualkan, dan menjuali,
misalnya, jelas mempunyai makna yang berdekatan. Namun, nomina penjualan
harus dianggap sebagai turunan hanya dari verba menjual saja karena makna
penjualan tidak menyangkut pengertian benefaktif (menjualkan) maupun iteratif
(menjuali).
Dalam kasus yang lain, bisa saja kata dari kelas kata tersebut mempunyai
verba, tetapi maknanya tidak berkaitan dengan nomina yang diturunkan. Kata dasar
nomina raja, misalnya, memang mempunyai verba merajakan dan merajai.
Nomina turunan kerajaan tidak berkaitan makna dengan kedua verba itu, tetapi
dengan kata dasarnya, raja. Karena itu, nomina kerajaan tidak diturunkan dari
verba merajakan ataupun merajai, tetapi dari nomina raja. Demikian pula dengan
kata kelurahan dan kecamatan yang masing-masing diturunkan dari nomina lurah
dan camat.

2.4.3 Afiks dalam Penurunan Nomina


Kata-kata berkelas nomina, selain berbentuk akar (nomina), banyak pula
yang terbentuk melalui proses afiksasi. Pembentukan dengan afiksasi ini ada yang
dibentuk langsung dari akar, tetapi sebagian besar dibentuk dari akar melalui kelas
verba dari akar itu. Yang dibentuk langsung dari akar adalah nomina turunan
berkonfiks ke-an, seperti kepartaian yang bermakna ‘hal partai’
dan kepandaian yang bermakna ‘hal pandai’. Sedangkan contoh yang dibentuk dari
gramatikal ‘yang membaca’, pembacaan yang bermakna gramatikal ‘proses
membaca’ dan bacaan yang bermakna gramatikal ‘hasil membaca’ atau ‘yang
dibaca’.
Bahwa nomina pembaca dibentuk dari dasar baca melalui
verba membaca dapat kita lihat dari makna gramatikalnya, yaitu ‘yang membaca’.
Sedangkan kata kehutanan dibentuk langsung dari akar hutan juga tampak dari
makna gramatikalnya, yaitu ‘tentang hutan’ atau ‘hal hutan’.
Afiks-afiks pembentuk nomina turunan sejauh ini adalah :
(1) Prefiks ke-.
Nomina berprefiks ke- sejauh data yang ada hanyalah ada tiga buah kata
yaitu ketua, kekasih dan kehendak dengan makna gramatikal ‘yang dituai’, ‘yang
dikasihi’ dan ‘yang dikehendaki’.
(2) Konfiks ke-an.
Ada dua macam proses pembentukan nomina dengan konfiks ke-an.
1) Yang dibentuk langsung dari bentuk dasar, baik dari akar tunggal maupun
akar majemuk, seperti pada kata yang memiliki makna gramatikal
‘hal(dasar)’ dan ‘tempat atau wilayah’.
Misalnya :
 Kebersamaan, artinya ‘hal bersama’.
 Ketidakadilan, artinya ‘hal tidak adil’.
 Kelurahan, artinya ‘wilayah lurah’.
 Kerajaan, artinya ‘wilayah raja’.
 Kesultanan, artinya ‘wilayah sultan’.
2) Yang dibentuk dari dasar melalui verba (yang dibentuk dari dasar itu dan
menduduki fungsi predikat sebuah klausa) memiliki makna gramatikal ‘hal
(dasar)’ dan ‘hasil’. Misalnya :
 Kegembiraan, artinya ‘hal gembira’ (yang dibentuk dari verba
gembira, misalnya dari klausa ‘mereka tampak gembira’).
 Keputusan, artinya ‘hasil memutuskan’ (yang dibentuk, misalnya
dari klausa ‘gubernur tak dapat memutuskan perkara itu’).
(3) Prefiks pe-.
1. Nomina Berprefiks pe- yang Mengikuti Kaidah Persengauan
Prefiks pe- yang mengikuti kaidah persengauan dapat berbentuk pe-, pem-, pen-,
per-, peng-, peny-, dan penge-.
 Bentuk atau alomorf pe- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan
fonem | r, l, w, y, m, n, ny, dan ng |. Contoh : perawat, perakit, pelintas,
pewaris, peyakin.
 Bentuk atau alomorf pem- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai
dengan fonem | b, p, f, dan v |. Dengan catatan fonem | b, f, dan v | tetap
berwujud, sedangkan fonem | p | disenyawakan dengan bunyi nasal dari
prefiks itu. Contoh : pembina, pemotong, pemfitnah.
 Bentuk atau alomorf pen- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai
dengan fonem | d dan t |. Dengan catatan fonem | d | tetap diwujudkan
sedangkan fonem | t | tidak diwujudkan melainkan disenyawakan dengan
bunyi nasal yang ada pada prefiks tersebut. Contoh : pendengar, penulis.
 Bentuk atau alomorf peny- digunakan apabila fonem awal bentuk dasarnya
adalah fonem | s, c, dan j |. Dengan catatan fonem | s | disenyawakan dengan
bunyi nasal yang ada prefiks itu; sedangkan nasal | ny | untuk fonem | c | dan
| j | dalam bahasa tulis diganti dengan huruf < n >. Contoh : penyikat,
pencuri, penjual.
 Bentuk atau alomorf peng- digunakan apabila bentuk dasarnya mulai
dengan fonem | k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o |. Dengan catatan fonem | k | tidak
diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal | ng | yang ada
pada prefiks itu; sedangkan fonem lain tidak diwujudkan. Contoh
: pengirim, penghibur, pengiris, pengambil.
 Bentuk atau alomorf penge- digunakan apabila bentuk dasarnya berupa
bentuk satu suku kata. Contoh : pengetik, pengecat, pengetes, pengebom,
dan pengesah.
2. Nomina Berprefiks pe- yang Tidak Mengikuti Kaidah Persengauan
Hal ini berkaitan dengan verba berprefiks ber- atau verba berklofiks memper-kan
yang dibentuk dari dasar itu. Contoh : peladang, pedagang, peternak.
(4) Konfiks pe-an.
 Bentuk atau alomorf pe-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan
fonem | r, l , w, y, m, n, ny, dan ng |. Contoh : perawatan, pelarian,
pemantapan.
 Bentuk atau alomorf pem-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal
dengan fonem | b, p, f, dan v |. Fonem | b | diwujudkan dan fonem | p |
disenyawakan. Contoh : pembinaan, pemotongan.
 Bentuk atau alomorf pen-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal dengan
fonem | d dan t |. Fonem | d | tetap diwujudkan dan fonem | t | disenyawakan.
Contoh : pendengaran dan penertiban.
 Bentuk atau alomorf peng-an digunakan apabila bentuk dasarnya berawal
dengan fonem | k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o |. Hanya fonem | k | yang dapat
disenyawakan, sedangkan yang lain tetap diwujudkan. Contoh : pengiriman,
penghukuman, pengurusan.
 Bentuk atau alomorf penge-an digunakan apabila bentuk dasarnya berupa satu
suku kata. Contoh : pengeboran, pengeboman.
(5) Konfiks per-an.
1. Nomina berkonfiks per-an yang dibentuk dari dasar melalui verba ber-
bentuknya mengikuti perubahan bentuk prefiks ber-, sehingga menjadi
bentuk per-an, pe-an, dan pel-an. Contoh : Perdagangan, pekerjaan,
pecerminan.
2. Nomina berkonfiks per-an yang dibentuk dari dasar (baik akar maupun
bukan) nomina, seperti : perburuhan, perkantoran.
(6) Sufiks –an
1. Nomina bersufiks –an yang dibentuk dari dasar melalui verba berprefiks me-
inflektif.
 Tulisan, dalam arti ‘hasil menulis (diturunkan melalui verba menulis, di
mana hubungan verba menulis dengan objeknya, misalnya, surat,
mempunyai hubungan hasil)’.
 Makanan, dalam arti ‘yang dimakan’
 Saringan, yang memiliki komponen makna ( + alat )
2. Nomina bersufiks –an yang dibentuk dari dasar melalui verba berprefiks ber-
memiliki makna gramatikal ‘tempat ber-(dasar)’. Misalnya, nomina kubangan,
tepian, dan pangkalan.
(7) Sufiks –nya.
1. –nya sebagai pronomina persona ketiga tunggal, seperti dalam kalimat :
saya mau minta tolong kepadanya.
2. –nya sebagai sufiks seperti terdapat pada kata-kata naiknya, turunnya,
dan mahalnya.
(8) Prefiks ter-.
Nomina berprefiks ter- dengan makna gramatikal ‘yang di-(dasar)’ hanya terdapat
sebagai istilah dalam bidang hukum. Nomina tersebut adalah tersangka, terperiksa,
terdakwa, tergugat, tertuduh, terhukum, dan terpidana.
(9) Infiks –el-, -em-, dan –er-
Infiksasi dalam bahasa Indonesia sudah tidak produktif lagi. Artinya, tidak
digunakan lagi untuk membentuk kata-kata baru. Sejauh ini nomina berinfiks yang
ada adalah :
 Telunjuk = tunjuk
 Gemetar = getar
 Gerigi = gigi
2.4.4 Kontras Antarnomina
Kontras antarnomina terjadi karena kata dasar dapat diberi afiks yang
berbeda-beda, banyak nomina dalam bahasa Indonesia yang pemakaiannya perlu
benar-benar mempertimbangkan perbedaan bentuk dan maknanya.
Perhatikan contoh berikut :
1) Penyerahan : perbuatan menyerahkan / serahan
2) Pengosongan : perbuatan mengosongkan kekosongan; keadaan kosong
3) Perbedaan : keadaan berbeda; hasil membedakan
4) Pembedaan : perbuatan membedakan
5) Pembeda : hal atau faktor yang membedakan
6) Satuan : yang berciri satu
7) Persatuan : keadaan bersatu
8) Penyatuan : perbuatan menyatukan kesatuan; hasil menyatukan
9) Persediaan : cadangan; hal tersedia
10) Penyediaan : perbuatan menyediakan
11) Kesediaan : keadaan bersedia untuk melakukan sesuatu
12) Sediaan : hasil menyediakan
Dari contoh di atas tampak bahwa beberapa nomina dengan dasar yang
sama dalam bahasa kita menimbulkan makna yang berbeda-beda. Tampak pula
bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak atau belum ada dalam bahasa kita, karena
makna sufiks –an adalah hasil yang dinyatakan verba (lukisan, hasil melukis).
Maka, hasil ‘menyerahkan’ harusnya adalah serahan. Dalam bahasa Indonesia
bentuk ini belum dipakai meskipun sebenarnya potensial. Orang mencari cara lain
untuk mengungkapkan makna ini, misalnya, dengan mengatakan “yang kami
serahkan ini sekadar tanda mata.”
Tidak munculnya suatu bentuk yang potensial dapat juga karena adanya
bentuk lain yang kebetulan telah dipakai di dalam masyarakat. Dalam bahasa kita,
bentuk bedaan tidak lazim dipakai. Hal ini tampaknya karena dalam bahasa kita
telah ada nomina perbedaan yang telah memikul makna yang seharusnya
dinyatakan oleh *bedaan.
2.4.5 Nomina dengan Dasar Polimorfemis
Dua kelompok kata turunan yang waktu diturunkan menjadi nomina tidak
meninggalkan prefiksnya, tetapi menjadi sumber bagi pengimbuhan yang lebih
lanjut. Jadi, perubahan ini terdapat pada prefiks yang menjadi konfiks ataupun
klofiks.
Perhatikan contoh berikut :
1) Prefiks ber-
Bersama - kebersamaan
Berangkat - keberangkatan
Berhasil - keberhasilan
2) Prefiks se-
Seragam - keseragaman
Seimbang - keseimbangan
Sesuai - kesesuaian
3) Prefiks ter-
Terpadu - keterpaduan
Terlibat - keterlibatan
Terlaksana - keterlaksanaan
4) Prefiks me-
Mempersatukan - pemersatuan
Mempercepat - pemercepatan
Memperhatikan - pemerhati
Selanjutnya, masih ada contoh nomina turunan yang juga menjadi sumber
bagi penurunan yang lebih lanjut.
5) Prefiks me-
Memimpin - pemimpin - kepemimpinan
Menduduki - penduduk - kependudukan
Mendidik - pendidik - kependidikan
Gejala yang dicontohkan di atas mulai disenangi orang meskipun pada saat
ini belum semua bentuk yang berprefiks seperti itu dapat diturunkan menjadi
nomina berdasarkan kaidah itu.

2.4.5 Penurunan Nomina dengan –wan dan –wati


Nomina dengan afiks –wan/-wati mengacu kepada; 1) orang yang ahli
dalam bidang tertentu, 2) orang yang mata pencarian atau pekerjaannya dalam
bidang tertentu, atau 3) orang yang memiliki barang atau sifat khusus. Sufik{-wan}
dengan alomorfnya {-man} dipakai untuk mengacu pada laki-laki dan perempuan,
sedangkan sufiks {-wati} khusus dipakai untuk mengacu pada perempuan.
Berikut ini disajikan beberapa contoh.
a. Ilmuwan = orang yang ahli di bidang ilmu
Budyawan = orang yang ahli di bidang budaya
Sejara(h)wan = orang yang ahli di bidang sejarah
b. Karyawan = orang yang mata pencariannya berkarya (sebagai pegawai)
Wartawan = orang yang pekerjaannya dalam bidang pewartaan
Usahawan = orang yang pekerjaannya dalam bidang usaha
c. Dermawan = orang yang suka berderma
Rupawan = orang yang memiliki rupa elok
Bangsawan = orang yang berketurunan mulia
Dengan adanya kemungkinan membentuk nomina lewat penambahan
sufiks –wan/-wati, pemakai bahasa Indonesia berpeluang memilih cara
pembentukan nomina dengan prefiks per-, peng-, atau dengan memakai sufiks –
wan/-wati. Kaidah untuk menentukan bentuk mana yang dipakai bersifat idiomatis;
artinya, pilihannya hanya berdasar pada adat bahasa. Orang yang hidup dari, atau
yang bergerak di bidang seni, secara idiomatis disebut seniman, dan
bukan *perseni. Demikian pula kita dapati kata budiman, hartawan, ilmuwan yang
sudah baku dan mantap sehingga kita menolak bentuk lain seperti, *pembudi,
*pengharta, dan *pengilmu.
2.5 Frasa Nomina
Sebuah nomina seperti buku dapat diperluas ke kiri atau ke kanan. Perluasan ke
kiri dilakukan dengan meletakkan, misalnya, kata penggolongnya tepat di
depannya, dan kemudian didahului lagi oleh numeralia. Berikut ini adalah beberapa
contohnya.
Numeralia Penggolong Nomina
dua buah buku
tiap buah mangga
lima ekor kera
se- orang teman
beberapa butir telur
tiga helai kertas
Pada frasa-frasa seperti di atas, yang menjadi inti adalah nomina buku,
mangga, kera, teman, telur, dan kertas. Letak pewatasnya tetap; artinya, urutannya
tidak dapat diubah: numeralia dahulu, kemudian penggolong. Pewatas yang terletak
sebelum inti dinamakan pewatas depan. Jadi, dua buah, tiap buah, lima ekor,
seorang, beberapa butir, dan tiga helai adalah pewtas depan.
Jika tidak ada pewatas lain sesudah ini, pewatas depan kadang-kadang
ditempatkan pulah sesudah inti.
Contoh:
Buku tiga buah
Kera tiga ekor
Telur beberapa butir
Inti dapat pula diperluas ke kanan. Perluasan ke kanan itu mempunyai
bermacam-macam bentuk dengan mengikuti kaidah berikut.
1. Suatu inti dapat diikuti oleh satu nomina lain atau lebih. Rangkaian itu
kemudian ditutup dengan salah satu pronomina persona dan oleh itu atau
ini. Namun, setiap nomina hanya menerangkan nomina sebelumnya.
Perhatikan contoh berikut dengan arah modifikasinya.

saya
 Buku sejarah kebudayaan Indonesia dia ini/itu
pengertian frasa itu dapat dirunut melalui pertanyaan dan jawaban yang berikut.
Itu apa? - buku
Buku apa? - buku sejarah
Sejarah apa? - sejarah kebudayaan
Kebudayaan mana? - kebudayaan Indonesia
Dengan demikian, jelaslah bahwa sejarah hanya menerangkan nomina yang
di mukanya, yakni buku; kebudayaan hanya menerangkan sejarah; dan Indonesia
hanya menerangkan kebudayaan.
2. Suatu inti dapat diikuti oleh adjektiva, pronomina atau frasa pemilikan, dan
kemudian ditutup dengan pronomina penunjuk ini atau itu.
Contoh:
1) a. Baju
b. Baju merah
c. Baju merah saya
Baju merah adik saya
d. baju merah saya ini
baju merah saya itu
baju merah adik saya ini
baju merah adik saya itu
Urutan seperti yang dinyatakan di atas adalah tetap. pembalikan urutan akan
menimbulkan perubahan arti.
3. Jika suatu nomina diikuti oleh adjetiva dan tidak ada pewatas lain yang
mengikutinya, kata yang dapat disisipkan.
Contoh:
Orang malas = orang yang malas
Anak nakal = anak yang nakal
Akan tetapi, frasa dengan yang itu harus dipindahkan ke belakang jika
dalam frasa yang bersangkutan ada pronomina. Perhatikan contoh berterima dan
yang tak berterima berikut.
a. Anak nakal saya
Anak saya yang nakal
*anak yang saya nakal
b. Celana kuning dia
Celana dia yang kuning
*celana yang dia kuning
Jika diwujudkan dalam formula, urutan adalah (a) atau (b) berikut:
(a) [nomina+ adjetiva+ persona+ petunjuk]
Buku merah saya ini
Anak nakal dia itu
(b) [nomina+ persona+ yang+ adjektiva+ penunjuk]
Buku saya yang merah ini
Anak dia yang nakal itu
Pada formula (b), pewatas sesudah persona sebenarnya tidak terbatas pada adjetiva
dan penunjuk saja, tetapi terbuka untuk kemungkinan lain, asalkan wujudnya
adalah klausa yang dimulai dengan kata yang. Dengan demikian, frasa ini bisa
berujud:
Anak dia yang minggu lalu ditangkap polisi
Celana mereka yang dirobek-robek oleh anjing
4. Suatu ini dapat diikuti verba tertentu yang pada hakikatnya dapat dipisahkan oleh
yang, untuk atau unsur lain.
Contoh:
Ban berjalan=ban yang berjalan
Kewajiban bekerja=kewajiban untuk bekerja
Tidak sembarang verba dapat dipakai dalam konstruksi semcam itu.
5. Suatu inti dapat pula diluaskan dengan aposisi, yakni frasa nominal yang
mempunyai acuan yang sama dengan nomina yang diterangkannya. Misalnya, frasa
Diponegoro, pahlawan kita di abad ke-19, adalah frasa dengan oposisi. Orang yang
dirujuk oleh aposisi pahlawan kita di abad ke-19 Diponegoro. Struktur frasa
aposisi itu sama dengan frasa nominal manapun yang tealh dijelaskan di atas.
Contoh:
Indonesia, negara kami yang sangat kami cintai
6. Suatu inti dapat diperluas dengan pewatas belakang, yakni klausa yang
dimulai dengan yang.
Contoh:
Penduduk yang bermukim di daerah pedalaman
Pemimpin yang mementingkan dirinya sendiri
7. Suatu inti dapat diperluas oleh frasa berpreposisi. Frasa berpreposisi atau
frasa preposisional yang menjadi pewatas nomina itu merupakan bagaian dari
frasa nomina dan karena itu tidak dapat dipindah-pindahkan ke temapat lain
seperti frasa berpreposisi pada umumnya.
Contoh:
(a) Petani di Aceh akan menebang hutan.
(b) Petani akan menebang hutan di Aceh.
Pada dua contoh ini kita temukan frasa preposisional di Aceh yang tempatnya
berlainan. Pada contoh (a) di Aceh merupakan bagian dari petani dan kedua-
duanya membentuk frasa nominal. Pada contoh (b) di Aceh menerangkan letak
hutan. Dengan demikian, kedua kalimat itu mempunyai arti yang berlainan. Suatu
nomina yang diperluas dengan menambahkan klausa yang dimulai dengan kata
yang secara teoretis selalu dapat diperpanjang selama klausa itu berakhiran
dengan nomina. Perhatikan contoh berikut.
1. -mobil
-yang dijual di toko
-yang dimiliki orang
-yang mempunyai anak
-yang belajar di universitas
-yang terletak di jalan
Dari yang masih dapat diperpanjang butir perinciannya itu kita peroleh:
1) Mobil yang dijual di toko yang dimiliki orang yang mempunyai anak yang
belajar di universitas yang terletak di jalan yang...
Meskipun frasa seperti yang dicontohkan di atas dimungkinkan, daya ingat
manusia pada umumnya terbatas sehingga orang biasanya menhindari bentuk yang
panjang seperti itu.

Anda mungkin juga menyukai