Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MORFOLOGI
DOSEN PENGAMPU: MELLISA JUPITA SARI M.Pd

Disusun oleh :

Gebry Ariel Pincawan (F1011191020)


Ade Mesti Anugrah (F1011191007)
Intania Yustina (F1011191046)
Wulandari (F1011191008)
Dinda Fitriana (F1011191055)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS NEGERI TANJUNGPURA

2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Morfologi .................................................................... 3
2.2. Definisi Morfem dan Jenis - jenisnya ....................................... 3
2.3. Morf dan Alomorf .................................................................... 5
2.4. Hal-hal yang terkait dengan morfem....................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................... 8
3.2. Saran ........................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah


Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam,
dan manusiawi (Abdul Chaer, 1995: 14-18). Sebagai sebuah sistem, bahasa pada dasarnya
memberi kendala pada penuturnya. Dengan demikian, bahasa pada gilirannya pantas diteliti,
karena kendala-kendala yang dihadapi oleh penutur suatu bahasa memerlukaan sebuah
pengkajian.
Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata
bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru
yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada
bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar
ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah
tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai
pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi
gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat
komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
Tata bahasa harus berlangsung sesuai dengan kelaziman penggunaannya sehingga dapat
diterima oleh semua penggunanya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan
bahasa yang menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi
bahasa yang bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah
kata. Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan bentuk kata
sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini,antara lain:

Apa definisi dari morfologi?

Apa pengertian morfem beserta jenis-jenisnya?

Apa pengertian morf dan alomorf?

Apa saja hal-hal yang terkait dengan morfem.


1.3. Tujuan Penulisan
Berdasar rumusan masalah di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian dari morfologi.

2. Mengetahui pengertian dari morfem beserta jenis-jenisnya.

3. Mengetahui pengertian morf dan alomorf.

4. Mengetahui hal-hal yang terkait dengan morfem.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa
Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos berarti
ilmu.Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu
tentang bentuk atau bisa dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari
seluk beluk kata.
Verhaar (1984:52) berpendapat bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang
mempelajari susunan bagian kata secara gramatikal.Begitu pula Kridalaksana (1984:129) yang
mengemukakan bahwa morfologi, yaitu (1) bidang linguistik yang mempelajari morfem dan
kombinasi-kombinasinya; (2) bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-
bagian kata, yaitu morfem.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bidang
linguistik yang mempelajari hubungan antara morfem yang satu dengan morfem yang lain
untuk membentuk sebuah kata.

2.2. Definisi Morfem dan Jenis-Jenisnya


Morfem dari kata morphe dan ema (sebagai akhiran). Morphe berarti bentuk, sedangkan
ema berarti yang mengandung arti. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa morfem ialah
kesatuan bunyi terkecil yang mengandung arti serta tidak mempunyai bentuk lain sebagai
unsur pembentuknya.

Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian
bagian yang lebih kecil, misalnya, kata putus jika dibagi menjadi pu dan tus, bagian-bagian itu
tidak dapat lagi disebut morfem karena tidak mempunyai makna, baik makna leksikal ataupun
makna gramatikal. Demikian juga me- dan -kan tidak dapat kita bagi menjadi bagian yang lebih
kecil (Badudu,1985:66). Jadi, morfem adalah satuan bahasa yang paling kecil yang tidak dapat
dibagi lagi dan mempunyai makna gramatikal dan makna leksikal.
Jenis-jenis morfem didasarkan pada kebebasannya, keutuhannya, dan maknanya.

1. Morfem bebas dan Morfem terikat


Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul
dalam pertuturan. Sedangkan yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem
yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.
Berkenaan dengan morfem terikat ada beberapa hal yang perlu dikemu kakan.
Pertama bentuk-bentuk seperti : juang, henti, gaul, dan , baur termasuk morfem terikat.
Sebab meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam petuturan tanpa terlebih dahulu
mengalami proses morfologi. Bentuk tersebut lazim disebut prakategorial. Kedua, bentuk
seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk prakategorial karena bentuk tersebut
merupakan pangkal kata, sehingga baru muncul dalam petuturan sesudah mengalami
proses morfologi. Ketiga bentuk seperti : tua (tua renta), kerontang (kering kerontang),
hanya dapat muncul dalam pasangan tertentu juga, termasuk morfem terikat. Keempat,
bentuk seperti ke, daripada, dan kalau secara morfologis termasuk morfem bebas. Tetapi
secara sintaksis merupakan bentuk terikat. Kelima disebut klitika. Klitka adalah bentuk
singkat, biasanya satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya
dalam pertuturan selalu melekat tetapi tidak dipisahkan .

2. Morfem Utuh dan Morfem Terbagi


Morfem utuh adalah morfem dasar, merupakan kesatuan utuh. Morfem terbagi
adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua bagian terpisah, catatan perlu diperhatikan
dalam morfem terbagi. Pertama, semua afiks disebut konfiks termasuk morfem terbagi.
Untuk menentukan konfiks atau bukan, harus diperhatikan makna gramatikal yang
disandang. Kedua, ada afiks yang disebut infiks yakni yang disisipkan di tengah morfem
dasar.
3. Morfem Segmental dan Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem segmental. Morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur suprasegmental seperti
tekanan, nada, durasi.
Perbedaan antara morfem segmental dan suprasegmental terletak pada jenis fonem
yang membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-
fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber-}. Jadi, semua morfem
yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental
adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada,
durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngabaka di Kongo Utara di Benua Afrika,
setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kata (tense) yang berupa nada
4. Morfem bermakna Leksikal dan Morfem tidak bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren memiliki makna
pada dirinya sendiri tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Sedangkan morfem yang
tidak bermakna leksikal adalah tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti {kuda}, {pergi}, {lari},
dan {merah} adalah morfem bermakna leksikal. Sedangkan morfem tak bermakna leksikal
tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai
makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Misalnya,
morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
5. Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (stem), dan Akar(root)
Morfem dasar, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi bisa diulang dalam
suatu reduplikasi, bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses komposisi.
Pangkal digunakan untuk menyebut bentuk dasar dari proses infleksi. Akar digunakan
untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh.

2.3. Morf dan Alomorf


Morf

Morf adalah anggota morfen yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya /i/ pada kata kenai
adalah morf; morf adalah wujud kongkret atau wujud fonemis dari morfen, misalnya men-
adalah wujud kongkret dari meN- yang bersifat abstrak (Kridalaksana, 1993;141). Jadi
sederhananya morf itu adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya.

Alomorf

Alomorf adalah variasi bentuk morfem terikat yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang
dimasukinya, atau bisa juga dikatakan nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui
statusnya. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari
sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam
buah. Contohnya, morfem: me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-.

Contoh Alomorf:

1.Alomorf me-

Alomorf me-terbentuk jika bertemu dengan kata yang berhuruf awal r,w,m,n,ng,ny

Contoh : rasa-merasa wajib-mewajibkan nanti-menanti nyanyi-menyanyi

2.Alomorf mem-

Alomorf mem-terbentuk jika bertemu dengan kata yang berhuruf awal b,p,f, dan v.

Contoh :buru-memburu foto-memfoto pisah-memisah vonis-memvonis

3.Alomorf men-

Alomorf men-terbentuk jika bertemu dengan kata yang berhuruf awal c,d,j,sy dan t.

Contoh: catat-mencatat datang-mendatangi tendang-menendang syukur-mensyukuri

4.Alomorf meng-
Alomorf meng-terbentuk jika bertemu dengan kata yang berhuruf awal a,i,u,e,o,g,h,k

Contoh: asuh-mengasuh usir-mengusir

2.4. Hal-hal yang berkaitan dengan morfem.

1. Hakikat Kata

Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah
mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu
masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut
verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar,
terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata
yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata
yang berlainan.

Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-
kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk
itu sudah mempunyai makna. (Lahmudin Finoza).

Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan
terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata
di bawah ini.

Mobil

Rumah

Sepeda

Ambil

Dingin

Kuliah.

Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata
mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma,
ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.

Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem
tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata
dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk
dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar
menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.

2. Pembentukan Kata

Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan
kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan
dibicarakan berikut ini.

1). Inflektif

Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa arab, bahasa latin, bahasa sansekerta,
untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-
kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.

2). Derifatif

Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas
leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa indonesia dapat diberikan,
misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba:
dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tentang pengertian Morfologi dan beserta pokok bahasan lain yang
terkandung dalam pengertian Morfologi,dapat ditarik sedikit kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengertian Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara morfem
yang satu dengan morfem yang lain untuk membentuk sebuah kata.
2. Di dalam ilmu morfologi kita bisa membahas pengertian morfem dan jenis-jenisnya, morf,
alomorf, serta hal-hal yang terkait dengan morfologi

3.2. Saran
Setiap kajian bahasa perlu adanya peninjauan kembali guna memperoleh hasil yang
optimal sehingga tidak ada lagi kesalahan yang ditimbulkan dalam kajian morfologi.

DAFTAR PUSTAKA

Verhaar, J.W.M. 2012. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY
PRESS.
Khodarie, Steven. 2013. Rangkuman Morfologi.
http://stevenkhodarie.blogspot.com/2013/03/rangkuman-morfologi.html (20 Agustus 2019)

Anonim. 2010. Morfologi Bahasa Indonesia.


http://hatmanbahasa.wordpress.com/2010/02/16/morfologi-bahasa-indonesia (20 Agustus
2019)

Anda mungkin juga menyukai