Anda di halaman 1dari 3

FONEMIK

1. Sejarah Fonemik
Penelitian atau studi tentang bunyi bahasa banyak dilakukan orang pada awal abad XX, baik
dibenua Eropa maupun di Amerika yang kemudian menyebar ketempat lain.
Di Amerika, seorang tokoh strukturlisme terkenal bernama Leonard Bloomfield meneribitkan
buku berjudul Language pada tahun 1933. Di Eropa tokoh terkenalnya ialah N.S Trubetzkoy yang
menerbitkan buku berjudul Grungzdge der Phonologia pada tahun 1937.
Di Jepang, Arizaka Hideo menerbitkan buku berjudul Kokage On-inshi No Ienkyuu 1944 (sejarah
fonologi bahasa Jepang) dan On-inron 1959 (fonologi). Selain itu ada juga Kamei Takashi, Hattori Shiro,
Kindaichi Haruhiko.
Teori fonem ialah teori mengenai permasalahan bunyi bahasa. Dalam buku berjudul Ucapan
Bahasa Jepang Dalam Kajian Interdisipliner dapat dirumuskan bahwa fonem ialah satuan bunyi terkecil
berwujud abstrak dengan ciri pembeda fonetis tertentu yang berfungsi membedakan makna dalam
bahasa lisan dan merupakan kristalisasi dari beberapa bunyi konkret sebagai alofon dalam tata bunyi
suatu bahasa.
Jadi dalam teori fonem, bunyi konkret alami disebut alofon dan fonem adalah satuan bunyi
yang diciptakan ahli sehingga berwujud abstrak. Fonem terdiri dari beberapa alofon, ada juga yang
menyebutkan kebalikannya, satu atau beberapa alofon membentuk fonem.

2. Bunyi Bahasa dan Fonem


Bahasa adalah sistem symbol dari bunyi bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi
dimasyarakat. Sedangkan bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan dari alat-alat ucap mulut yang
memiliki ciri baku (cara pengucapan dsb.) yang sudah mengalami proses ketentuan secara konvensi di
masyarakat.
Bunyi bahasa dalam bahasa Jepang disebut onsei () dan fonem disebut onso ().
Fonetik disebut onseigaku (). Fonemik dan fonologi disebut on-inron () atau onsoron (
). Tata bunyi disebut on-in taikei ().
Dalam bahasa Jepang, ada satu kata yang beracuan mi Instan. Kata in kalau ditulis
menggunakan huruf katakana menjadi () ucapan kata ini khususnya konsonan awal kata yang
dilakukan orang-orang Jepang jika ditangkap dengan telingan orang Indonesia menjadi dua versi
pengucapan :
[ra:men] konsonan tril dengan suara getar ujung lidah
[la:men] konsonan lateral tang suara getar ujung lidah.
Dipihak lain, menurut orang Jepang sendiri, mereka mengatakan ada dua versi pengucapan konsonan
awal kata itu :
[ra:men] bunyi getar ujung lidah berkali-kali;
[la:men] bunyi kepakan dengan satu kali getar di ujung lidah.
Jadi ada perbedaan dalam dua pasang versi pengucapan tersebut.
Akan tetapi, kasusnya akan berbeda jika kita memindahkan masalah itu kedalam bahasa
Indonesia. Misalnya dua kata dalam bahasa Idnonesia :
rabu bermakna hari ketiga dalam seminggu
labu bermakna sejenis buah dalam masakan
rabu berucapan [rabu] dan labu berucapan [labu]

Konsonan awal pada pengucapan dua kata tersebut jelas berbeda, kata hari berucapan
konsonan tril yang bercirikan penggeratan ujung lidah dan kata buah berucapan konsonan lateral. Satu
sama lainnya tidak bias dicampur baurkan karena masing-masing memiliki ciri pengucapan sendiri yang
bersifat membedakan makna.
Bahasa Jepang memiliki sepasang kata yang pengucapannya terdengar tidak berbeda ditelinga
Indonesia.
Kata obasan bermakna bibi/tante
Kata obaasan bermakna ibu
Kata obasan diucapkan [obasaN]
Kata obaasan diucapkan [oba:saN]
Kata bibi diucapkan dengan vocal pendek [a] dan kata ibu diucapkan dengan vocal panjang [a:].
Telinga Indonesia yang mendengar kedua vocal itu sulit untuk membedakannya karena dalam bahasa
Indonesia tidak ditemukan pembedaan panjang pendeknya vocal.
Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa bunyi bahasa yang berkedudukan fonem di bahasa
Indonesia, belum tentu memiliki kedudukan atau fungsi yang sama dalam bahasa Jepang, dan juga
sebaliknya.

3. Analisis pasangan minimal dan ciri pembeda


Ciri pembeda fonetis adalah ciri fonetis penting yang berfungsi sebagai ciri yang membedakan
fonem satu dengan yang lain. Ciri fonetis sendiri adalah pengucapan tertentu dari bunyi bahasa.
Pasangan minimal adalah dua kata yang maknanya berbeda tetapi ucapannya paling tidak berbeda pada
satu ciri fonetis sehingga secara akustis amat mirip karena memiliki lingkungan fonetis yang
sama.analitis pasangan minimal adalah teknik menemukan fonem denganmenggunakan pasangan
minimal.
Misalnya pada kata rabu dan labu kedua kata itu jelas acuannya atau maknanya berbeda,
data fonetik menunjukkan [r] adalah bunyi tril dan [l ] adalah bunyi lateral. Konsonan tril bercirikan
bunyi getar yang berasal dari ujung lidah dan konsonan lateral bercirikan bunyi desis samping lidah
tanpa bunyi getar dari ujung lidah. Maka konsonan tril dan konsonan getar adalah ciri pembeda fonetis
yang membedakan konsonan likuida [r] dari konsonan likuida [l].
Selain didalam kelompok bunyi likuida [r] dan [l] adalah kontras satu sama lainnya dengan
konsonan dari kelompok lain kekontrasan itu lebih jelas lagi.
Dalam bahasa Jepang pasangan minimal juga bisa ditemukan dengan pemeriksaan yang cermat
termasuk kata-kata yang mengandung unsur suprasegmental misalnya:
Kata obasan bermakna bibi/tante
Kata obaasan bermakna ibu
Ame bermakna hujan
Ame bermakna permen
obasan berucapkan [obasaN] ditemukan fonem /a/
obaasan berucapkan [oba:saN] ditemukan fonem /a:/
ame berucapan [ame] ditemukan fonem []
ame berucapan [ame] ditemukan fonem []
fonem [] dan fonem [] adalah fonem suprasegmental. Dua-duanya berasal dari aksen nada.
Fonem [] adalah aksen tinggi ke rendah, sedangkan fonem [] adalah aksen rendah ke tinggi.

Fonem, Alofon dan Distribusinya


Fonem dalam realisasinya bisa mengambil bentuk hanya satu alofon tapi ada juga yang
mengambil beberapa alofon. Bunyi bahasa yang merupakan bentuk konkret dari fonem disebut alofon.
Alofon dalam bahasa Jepang disebut i-on ().
Fonem yang hanya menjadi satu alofon.
Bahasa Indonesia :
rabu fonem /r/ alofon [r]
labu fonem /l/ alofon [l]
Bahasa Jepang
Obasan fonem /a/ alofon [a]
Obaasan fonem /a:/ alofon [a:]
Fonem yang menjadi beberapa alofon sebagai berikut.
Bahasa Indonesia
Fonem letup /k/ pada akhir kata tembok minimal ada tiga variasi ucapan;
[tmbok] konsonan letup velar yang tidak meletup keluar
[tmbok ] konsonan letup velar yang meletup keluar.
[tmbok] konsonan letup glottal
Pendistribusian alofon ada 2 macam, distribusi komplementer dan distribusi bervariasi bebas.
Distribusi komplementer adalah pendistribusian alofon pada posisi tertentu yang hanya memungkinkan
satu alofon saja yang muncul. Distribusi bervariasi bebas adalah pendistribusian alofon pada posisi
tertentu yang memungkinkan kehadiran dari beberapa alofon tanpa membedakan makna. Alofon yang
bervariasi bebas disebut varian bebas. Alofon [k],[k`], [ ] adalh arian bebas dari fonem /k/ pada
pengucpan kata tembok bahasa Indonesia. Ketiga alofon itu bervariasi bebas pada posisi akhir kata.
Alofon [k`] adalah bunyi letup velar tak bersuara yang meletup keluar mulut, berarti konsonan
letup yang sesuai dengan namanya. Alofon [k] adalah bunyi letup velar tak bersuara yang tidak meletup
keluar, berarti tertahan di titik artikulasi yak ni velum. Alofon [] adalah bunyi letup glotal yang tidak
meletup keluar, berarti tertahan ditenggorokan, sehingga berwarna suara tenggorokan.
Posisi awal kata dan tengah kata, alofon [k`] berdistribusi komplementer dengan alofon [k] dan
alofon [] yang hanya hadir pada akhir kata. Maksudnya pada kedua posisi tersebut hanya alofon [k]
yang hadir, kedua alofon lain tidak. Kemudian, pada posisi akhir kata, ketiga alofon tersebut bisa hadir
secara bebas.
Posisi awal kata Dan tengah kata :
Kata kaki (organ tubuh yang digunakan untuk berjalan) berucapan [k`a k` i]
Karena pada kedua posisi itu fonem /k/ mau tidak mau harus menjadi alofon yang meletup
keluar disebabkan adanya pengucapan vokal yang segera menyusul dibelakangnya.
Posisi tengah kata:
Kata taksi (mobil penumpang bertarif) berucapan [ t` a k` s i ]
Karena pada posisi itu fonem /k/ menghadapi kasus sama, mau tidak mau harus meletup keluar
yang segera disusul dengan pengucapan suku kata berikutnya. Alofon [t` adalah bunyi letup alveolar
yang meletup keluar dari fonem /t/.

Anda mungkin juga menyukai