Anda di halaman 1dari 4

Pengertian Fonemik

Fonologi merupakan bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa


menurut fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam bahasa
Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu tentang bunyi bahasa.
Fonologi dapat dibagi menjadi 2, yaitu fonetik dan fonemik.

Objek penelitian fonetik dimana bunyi bahasa pada umumnya tanpa memperhatikan
apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak.
Sebaliknya, objek penelitian Fonemik adalah fonem, dimana bunyi bahasa yang dapat atau
berfungsi membedakan makna kata. Misalnya, kita meneliti bunyi-bunyi [a] yang berbeda
pada kata-kata seperti lancar, laba, dan lain; atau meneliti perbedaan bunyi [i] seperti yang
terdapat pada kata-kata ini, intan, dan pahit. Makna dalam fonemik yang kita teliti yaitu
apakah perbedaan bunyi itu berfungsi untuk pembeda makna atau tidak. Jika bunyi tersebut
digunakan sebagai pembeda makna, maka bunyi tersebut disebut dengan fonem. Tetapi jika
tidak berfungsi sebagai pembeda makna, maka bunyi tersebut bukan disebut dengan fonem
(Chaer, 2012).

Definisi dan Identifikasi Fonem:

Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna;
misalnya dalam bahasa Indonesia, h adalah fonem karena membedakan makna kata harus
dan arus; b dan p adalah dua fonem yang berbeda karena bapa dan papa berbeda maknanya.
Fonem merupakan abstraksi, sedangkan wujud fonetisnya tergantung beberapa faktor,
terutama posisinya dalam hubungan dengan bunyi lain. (Kridalaksana, 1987)

Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi merupakan fonem atau tidak. Kita dapat
menggunakan suatu perbandingan dengan membandingkan suatu bunyi pada sebuah kata
dengan kata yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Jika setelah dibandingkan
keduanya memiliki makna yang berbeda, berarti bunyi tersebut merupakan fonem, karena
dapat membedekan sebuah makna dari dua kata yang strukturnya sama. (Chaer, 2012).
Contoh kata yang memiliki bunyi fonem yang pertama. Kata pertama adalah [l] , [a] , [b] ,
dan [a]; dan kata kedua [r] , [a] , [b] , dan [a]. Jika dibandingkan

[l] , [a] , [b] , [a].

[r] , [a] , [b] , [a].

Ternyata perbedaannya pada bunyi pertama [l] dan [r] memiliki makna yang berbeda
bagi kedua kata tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bunyi [l] dan [r] adalah dua
buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia.

Kata laba dan raba dapat disebut sebagai kata-kata yang berkontras minimal (minimal
pair). Sehingga, ketika kita ingin meneliti suatu bunyi, kita harus mencari pasangan kata
minimalnya. Namun ada saat dimana pasangan minimal ini tidak memiliki jumlah bunyi
yang sama persis. Misalnya, kata muda dan mudah, perbedaannya adalah bunyi [h] yang
dimana bunyi tersebut memberikan perbedaan makna pada kata mudah. Sehingga bunyi [h]
tersebut masuk ke dalam bunyi fenom.

Identitas sebuah fenom hanya berlaku dalam satu bahasa tertentu saja. Sehingga
setiap bahasa memiliki jenis bunyi fenom yang berbeda. Contohnya, bunyi [zu] dan [du]
dalam bahasa Jepang yang dapat membedakan bunyi makna suatu kata yang berbahasa
Jepang. Tetapi dalam basaha Indonesia tidak ada bunyi [zu] atau pun [du], melainkan bunyi
[z] dan [u]; lalu [d] dan [u].

Fenom dari sebuah bahasa ada yang memiliki beban fungsional yang tinggi, tetapi
adapula yang rendah. Bebang fungsional yang tinggi disini memiliki arti bahwa banyak
pasangan minimum yang mengandung fonem tersebut. sebaliknya dengan beban fungsional
yang rendah. Seperti contoh bunyi fonem [l] dan [r] yang memiliki banyak pasangan
minimal dalam bahasa Indonesia.

Alofon:

Alofon merupakan variasi fonem berdasarkan posisi. Misalnya, fonem pertama pada
ikan dan kata yang secara fonetis berbeda, masing-masing adalah alofon dari fonem [k]; yang
pertama hanya muncul di depan vokal depan, sedangkan yang kedua di depan vokal belakang
atau konsonan lain. (Kridalaksana, 1987)

Contoh lainnya terdapat pada fonem [i] yang setidaknya memiliki empat buah alofon,
yaitu bunyi [i] seperti dalam kata cita, bunyi [I] seperti kata tarik, bunyi [̅i] seperti pada kata
ingkar, dan bunyi [i:] pada kata kali.

Alofon dari sebuah fonem memiliki kemiripan fonetis. Kemiripan fonetis yang
dimaksud yaitu, banyak memiliki kesamaan dalam pengucapannya. Dimana ketika kita
melihatnya dalam peta fonem, letaknya masih berdekatan atau saling berdekatan. Alofon
memiliki dua sifat distribusi, yaitu bersifat komplementer dan bersifat bebas. (Chaer, 2012)

Distribusi bersifat komplementer, atau yang biasa disebut sebagai distribusi saling
melengkapi, adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan, meskipun
dipertukarkan juga tidak akan menimbulkan perbedaan makna. Distribusi komplemer ini
juga bersifat tetap, contohnya pada fonem [p] dalam bahasa Inggris. Fonem [p] dalam bahasa
inggris memiliki tiga buah alofon, seperti yang beraspirasi pada kata pace [pheis]; yang tidak
beraspirasi seperti pada kata space [spies]; dan tidak diletupkan pada kata map [maep].

Distribusi bersifat bebas merupakan dua buah fonem yang berbeda karena ada
pasangan minimalnya, tetapi dalam pasangan yang lain ternyata hanya merupakan varian
bebas. Misalnya bunyi [o] dan [u], identitasnya sebagai dua buah fonem dapat dibuktikan
dari pasangan kalung : kalong atau lolos : lulus ; tetapi dalam pasangan kalung : kalong
hanya merupakan variasi bebas.

Setelah diperhatikan, alofon merupakan realisasi dari fenom. Sehingga dapat


dikatakan bahwa fenom merupakan abstraksi dari alofon.
Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 1987. Kamus Linguistik. Jakarta; Gramedia.

Dari website:

Yahsuharto, Inay. 2017. 10 Maret 2019. “Linguistik Umum Fonemik”.


https://www.google.com/amp/s/inayyahsuharto.wordpress.com/2017/01/18/linguistik-
umum-fonemik/amp/

Anda mungkin juga menyukai