Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Grafem berbicara tentang huruf, sedangkan fonem berbicara tentang bunyi. Seringkali
represenasi tertulis kedua konsep ini sama. Misalnya untuk menyatakan benda yang dipakai
untuk duduk bernama kursi. Kita menulis kata kursi yang terdiri dari grafem k, u, r, s, dan i,
dan mengucapkannya pun kursi. Dari segi grafem ada lima satuan, sedangkan dari dari segi
fonem juga ada lima satuan. Akan tetapi, hubungan satu lawan satu itu tidak selalu kita
temukan.
Dalam transkripsi fonetik bunyi-bunyi bahasa beserta ciri-ciri suprasegmentalnya
dilukiskan secara akurat sesuai persis dengan ciri dan bunyi dan ciri prosodi yang didengar.
Sedangkan dalam transkripsi ortografik atau grafemik bunyi-bunyi bahasa dituliskan sesuai
dengan konvensi grafemis yang disepakati.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Grafem Fonem


Grafem berasal dari bahasa yunani yaitu grapho yang berarti
menulis. Grafem yang dimaksud di sini adalah satuan unit terkecil sebagai
pembeda dalam sebuah sistem aksara. Dalam istilah lain grafem juga
merupakan sebuah sistem pelambangan bunyi alih yang biasa disebut
dengan sistem ejaan.
Fonem adalah kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi
membedakan makna kata. Maka untuk menetapkan sebuah bunyi
berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya,
berupa dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda,
sedangkan yang lainnya sama. Bila ternyata kata ini memiliki makna yang
berbeda, maka kedua kata itu adalah dua buah fonem yang berbeda.
Fonem dianggap sebagai konsep abstrak, yang di dalam pertuturan
direalisasaikan oleh alafon, atau alofon-alofon, yang sesuai dengan
lingkungan tempat hadirnya fonem tersebut.
Dalam studi fonologi, alofon-alofon yang merealisasikan sebuah
fonem itu, dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau
wujud transkripsi fonetik. Dalam transkripsi fonetik ini setiap alofon,
termasuk unsure-unsur supra segmentalnya, dapat digambarkan dengan
tepat, tidak meragukan. Dalam transkripsi fonemik penggambaran bunyibunyi itu sudah kurang akurat, sebab alofon-alofon yang bunyinya jelas
tidak sama, dari sebuah fonem dilambangkan adalah fonemnya, bukan
alofonnya. Misalnya, alofon [o] dan [ ]dari fonem /o/ bahasa Indonesia
dilambangkan dengan huruf yang sama, yaitu huruf <o>. Begitu juga
alofon [k] dan [?] dari fonem /k/ dilambangkan dengan huruf yang sama,
yaitu huruf <k>, seperti yang terdapat pada ucapan huruf <k> pada kata
rakyat dan raksasa.
Jadi perbedaan grafem dan fonem adalah kalau grafem itu berbicara
tentang huruf, sedangkan kalau fonem itu berbicara tentang bunyi.
2.2 Klasifikasi Grafem
Menurut pedoman EYD grafem-grafem untuk fonem-fonem bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
2.2.1 Grafem Fonem Vokal

Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan


posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa berisfat vertikal dan bisa
bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vocal tinggi,
misalnya bunyi [i] dan [u]; vocal tengah, misalnya, bunyi [e] dan []; dan
rendah, misalnya, bunyi [a]. Secara horizontal dibedakan adanya vokal
depan, misalnya, bunyi [i] dan [e]; vokal pusat, misalnya, bunyi []; dan
vokal belakang, misalnya bunyi [u] dan [o]. kemudian menurut bentuk
mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Disebut
vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vocal
itu, misalnya, vocal [o] dan vocal [u]. Disebut vocal tak bundar karena
bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar, pada waktu
mengucapkan vokal tersebut, misalnya, vokal [i] dan vocal [e].
Lihat tabel di bawah ini.
Fone
m
/i/
/e/
//
/u/
/o/
la.gu

Alofon

[i]
[I]
[e]
[]
[]
[u]
[U]
[o]
[]
/a/

Grafem

Contoh

<i>

Awal
i.tu

Tengah
a.pik

Akhir
a.pi

<e>

e.kor

mo.nyet

sa.te

<e>
<u>

e.mas
u.ji

ke.ra
da.pur

ka.de

<o>

o.bat

e.kor

bak.so

<a.

a.pi

pi.sah

lu.pa

2.2.2 Grafem Morfem Diftong


Disebut diftong atau vocal rangkap karena posisi lidah ketika
memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak
sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian
lidah yang bergerak, serta strukturnya. Namun, yang dihasilkan bukan
dua buah bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu
silabel. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah [au] seperti
terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti
terdapat pada kata cukai dan landai. Apabila ada dua buah vokal
berturutan, namun yang pertama terletak pada suku kata yang berlainan
dari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi, vokal [au] dan [ai]
pada kata bau dan lain bukan diftong.
Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsurunsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun.

Disebut diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari
bunyi kedua; sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama
lebih tinggi dari posisi bunyi kedua.
Lihat tabel di bawah ini.
Fone
m
/aw/
/ay/
/oy/
/ey/

Grafem

<au>
<ai>
<oi>
<ei>

Contoh
Awal
au.la
-

Tengah
-

Akhir
pu.lau
lan.dai
se.koi
sur.vei

2.2.3 Grafem Fonem Konsonan


Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan
atau kreteria. Yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
Dengan kreteria itu juga orang memberi nama akan konsonan itu.
Berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan
bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya
terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang
termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi [b], [d], [g], dan [c]. Bunyi tak
bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada
getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara
lain, bunyi [s], [k], [p], dan [t].
Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan
dalam pembentukan bunyi itu. berdasarkan tempat artikulasinya kita
mengenal, antara lain, konsonan:
a. Bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir
bawah merapat pada bibir atas. Dan yang termasuk konsonan bilabial
adalah bunyi [b], [p], dan [m].
b. Labiodentals, yakni konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir
atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan
labiodentals adalah bunyi [f] dan [v].
c. Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi;
dalam hal ini, daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan
laminoalveolar adalah bunyi [t] dan [d].

d. Dorsovelar, yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum
atau langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan dorsovelar adalah bunyi
[k] dan [g].
Berdasarkan cara artikulasinya, artinya bagamana gangguan atau
hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu, dapatlah kita bedakan
adanya konsonan.
a. hambat (letupan, plosi, dan stop) yaitu bunyi [p], [b], [t], [d], [k], dan
[g].
b. geseran atau friatif yaitu bunyi [f], [s], dan [z].
c. sengauan atau nasal yaitu bunyi [m], [n], dan [].
d. getaran atau tril yaitu bunyi [r].
e. sampingan atau lateral yaitu bunyi [l].
f. hampiran atau aproksiman yaitu bunyi [w] dan [y].
Lihat tabel di bawah ini
Fone
m
/b/

Alofon

/p/
/m/
/w/

[b]
[p]
[p]
[m]
[w]

/f/

[f]

/d/

[d]
[t]
[t]
[n]
[l]
[r]
[z]
[s]
[f]
[]
[j]
[c]
[y]

/t/
/n/
/l/
/r/
/z/
/s/
/f/
//
/j/
/c/
/y/

Grafem

Contoh

<b>

Awal
ba.ku

Tengah
re.but

Akhir
ja.wab

<p>
<m>
<w>
<u>
<f>
<u>
<d>

pa.ku
mu.ka
wa.ris
fa.sih
vi.ta.min
da.ta

ba.pak
a.man
a.wan
si.fat
av.tur
a.dat

si.kap
da.lam
li.mau
ak.tif
a.bad

<t>
<n>
<l>
<r>
<z>
<s>
<sy>
<ny>
<j>
<c>
<y>
<i>

ta.ri
na.si
la.ri
ra.sa
za.kat
sa.kit
sya.hid
nya.la
ja.la
ca.ri
ya.tim

ba.tik
ta.nam
ma.lam
ke.ras
ra.zia
a.sap
a.syar
ba.nyak
a.jal
a.car
a.yun

de.kat
ja.lan
ba.tal
be.nar
a.ziz
ba.las
a.rasy
-

/g/
/k/
//
/x/
/h/
/?/

[g]
[k]
[k]
[]
[x]
[h]
[?]

<g>
<k>
<k>
<ng>
<kh>
<h>
<k>
<>

gi.la
ki.ra
nga.nga
khas
ha.bis
-

la.gu
a.kal
a.ngin
a.khir
ba.hu
nik.mat
sa.at

gu.dek
ja.rak
a.bang
ta.rikh
su.dah
ba.pak

Penjelasan
a. Grafem <e> digunakan untuk melambangkan dua buah fonem, yaitu
fonem vocal /e/ dan //.
b. Fonem diftong /aw/ dilambangkan dengan gabungan grafem <au>
yang dapat menduduki posisi awal dan akhir kata; fonem diftong /ay/
dilamabngkan dengan gabungan grafem <ai>, fonem diftong /oy/
dilambangkan dengan gabungan grafem <oi>, dan fonem diftong /ei/
dilambangkan dengan gabungan grafem <ei>. Ketiga diftong terakhir
hanya menduduki posisi akhir kata.
c. Grafem <p> selain digunakan untuk melambangkan fonem /p/, juga
dipakai untuk melambangkan fonem /b/ sebagai koda dari sebuah silabel.
d. Grafem /t/ selain digunakan untuk melmbangkan fonem /t/ juga
digunakan untuk melambangkan fonem /d/ sebagai koda dari sebuah
silabel.
e. Grafem <v> juga digunakan untuk melambangkan fonem /f/ karena
menyesuaiaakn dengan ejaan asli unsure leksikal yang diserap.
f. Grafem <k> selain untuk melambangkan fonem /k/ digunakan juga
untuk melambangkan fonem /g/ yang berfungsi sebagai koda dalam satu
siabel.
g. Grafem <n> selain digunakan untuk melambangkan fonem /n/ juga
digunakan untuk melambangkan fonem // pada posisi dimuka fonem
konsonan /j/ dan /c/.
h. Gabungan grafem masim digunakan , yaitu gabuungan grafem <ng.
untuk melambangkan fonem //, gabungan grafem <ny. Untuk
melambangkan fonem //, dan gabungan grafem <kh> untuk
melambangan fonem /x/.
i. Fonem hambat glottal /?/ dilabangkan dengan grafem <k>; tetapi
hambat glottal /?/ yang bukan fonem tidak dilabangkan.

j. Bunyi luncuran atau glider /w/ dan /y/ tidak dilambangkan dengan
grafem apa-apa.
2.3 Lambang Unsur Suprasegmental
Unsur suprasegmental yang berupa tekanan, nada, durasi, dan jeda
karena tidak bersifat fonemis tidak diberi lambing apa-apa; tetapi uneus
intonasi yang dapat menubah makna kalimat deberi lambing berupa
tanda baca, yaitu:
a. Untuk kalimat deklaratif deberi tanda baca titik (,).
b. Untuk kalimat interogatif diberi tanda baca tanda Tanya (?).
c. Untuk kalimat emperatif diberi tanda baca tanda seru (!).
d. Untuk kalimat interjektif diberi tanda baca tanda seru (!).
e. Untuk menandai bagian-bagian kalimat digunakan tanda koma (,) dan
titik koma (;).

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka cipta.

Anda mungkin juga menyukai