Anda di halaman 1dari 8

Mengenal Linguistik Forensik

oleh Emma Maemunah

Jika membahas tentang linguistik forensik, ada dua disiplin ilmu yang terlibat di
dalamnya, yaitu ilmu linguistik dan ilmu forensik. Ilmu linguistik dikenal sebagai
ilmu bahasa. Kata linguistics berasal dari bahasa Latin linguayang berarti
‘bahasa.’ Sebagai salah satu cabang kelompok ilmu humaniora dan ilmu
pengetahuan budaya, linguistik merupakan ilmu empiris yang mempelajari seluk
beluk bahasa dan mencari keteraturan kaidah-kaidah yang hakiki dari bahasa
yang ditelitinya.
Ilmu forensik merupakan ilmu terapan dari berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu
forensik ini berguna untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
penting terutama untuk sebuah sistem hukum, kehakiman, dan peradilan. Karena
keterkaitannya dengan sistem hukum tersebut, metode-metode ilmu forensik
bersifat ilmiah. Aturan-aturannya dibentuk dari fakta-fakta berbagai
kejadian sehingga dapat dilakukan pengenalan terhadap bukti-bukti fisik, seperti
pada mayat, bangkai, dan barang bukti lainnya. Hasil dari pemeriksaan dengan
menggunakan ilmu forensik tersebut ialah bukti-bukti fisik yang ditemukan di
tempat kejadian perkara. Hasil itukemudian dikumpulkan dan dihadirkan di dalam
sidang pengadilan (http://ozzieside.blogspot.com).
Linguistik forensik merupakan sebuah disiplin ilmu yang baru dan telah diakui
kemapanannya sebagai sebuah disiplin ilmu dalam ranah akademik dan
profesional. Linguistik forensik adalah bidang linguistik terapan yang melibatkan
hubungan antara bahasa, hukum, dan kejahatan. Oleh karena itu, kajian linguistik
forensik lazim disebut sebagai studi bahasa teks-teks hukum. Teks-teks hukum
tersebut merupakan bukti fisik yang menjadi bahan studi. Bukti fisik tersebut
meliputi berbagai jenis dan bentuk analisis teks, seperti analisis naskah undang-
undang, hukum, dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan badan pembuat
hukum, dokumen pribadi, surat panggilan pengadilan, transkripsi rekaman
interogasi yang dilakukan terhadap tersangka, transkripsi rekaman hasil kegiatan
mata-mata terhadap tersangka, naskah nota kesepahaman dalam bidang bisnis,
dan segala macam bentuk teks yang menjadi bahan penyelidikan untuk keperluan
hukum dan peradilan (http://lidahibu.com).
Analisis linguistik forensik dapat melibatkan bidang-bidang linguistik, seperti
fonetik, semantik, pragmatik, stilistika, semiotika, analisis wacana, dan
dialektologi. Saifullah dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Linguistik
Forensik terhadap Tindak Tutur yang Berdampak Hukum (2009) menyebutkan
beberapa kasus yang berhasil diungkap dan diselesaikan oleh para ahli linguistik
forensik adalah:
 penyelesaian sengketa merek dagang dan kekayaan intelektual lainnya melalui
analisis semantik,
 pembatalan vonis yang telah dijatuhkan pengadilan melalui analisis pragmatik
pada rekaman dan-atau transkripsi interogasi,
 pengidentifikasian penulis anonim teks, seperti surat ancaman, pesan singkat
lewat ponsel atau pos-el, melalui analisis semantik dan pragmatik,
 pengidentifikasian kasus plagiarisme dengan melakukan analisis stilistika,
 perekonstruksian percakapan teks ponsel dan sejumlah masalah lain dengan
melakukan analisis fonetik, dan lain sebagainya.
Linguistik atau yang biasa disebut sebagai ilmu khusus yang mempelajari bahasa
ini memiliki cakupan kajian yang cukup banyak. Mulai dari pengkajian bahasa
dalam konteks kemasyarakatan, sosial, etnis, medis, dialek, sikap, makna,
forensik, dll. Khusus dalam hal ini saya akan membahas mengenai peranan
penting ilmu linguistik forensik. Adapun linguistik dalam ranah forensik ini
merupakan cabang linguistik terapan yang sangat berkaitan dengan hukum. Ahli
bahasa diperlukan untuk menyediakan atau menganalisis bukti berupa komponen
bahasa demi kepentingan investigasi perdata dan pidana.

Linguistik forensik terutama berurusan dengan masalah identifikasi penutur


berdasarkan dialek, gaya bicara, atau aksennya, bahkan kadang kala
menganalisis tulisan tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya,
mencocokkan rekaman suara tertuduh dengan sejumlah tersangka, menganalisis
ciri-ciri sidik suara seseorang, memastikan bahwa rekaman suara yang ada
adalah asli dan bukan merupakan rekayasa, serta menyaring dan memilah
berbagai kebisingan yang ikut terekam untuk mengetahui latar di mana rekaman
itu dibuat. Semua analisis ahli linguistik forensik itu menjadi bahan pertimbangan
di pengadilan. Ahli linguistik forensik sering kali dimintai pendapat sebagai saksi
ahli.

Ketika mempelajari linguistik forensik, bukan tidak mungkin keahlian para linguis
dalam ranah hukum sangat membantu dalam proses penyidikan oleh pihak
kepolisian bahkan diharapkan bisa sepenuhnya menyelesaikan kasus yang paling
sulit sekalipun. Seperti kasus korupsi yang marak terjadi di lingkup NKRI.

Seperti dilansir dari berita di seputar kampus UPI bahwa Polisi Republik Indonesia
perlu memiliki ilmu Linguistik Forensik untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi Polri, termasuk untuk memeriksa bekas Bendahara Umum Partai
Demokrat Muhammad Nazaruddin yang bungkam saat diperiksa Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan korupsi Wisma Atlet SEA Games.
Dengan ilmu Linguistik Forensik, polisi dapat membaca peristiwa di balik
bungkamnya tersangka. Sebab disiplin Ilmu Linguistik Forensik memiliki
kemampuan akurasi tinggi mendeteksi kebohongan dalam mengungkapkan
berbagai kasus tindak pidana korupsi hingga kriminal.

Dan untuk pengembangan ilmu ini, diperlukan juga pembinaan secara khusus dan
berkelanjutan, mengingat peranan pentingnya dalam mengungkap sebuah
kasus. Melalui linguistik forensik, penyidik polisi mampu mengungkap fakta
sebenarnya dari suatu kasus. Caranya melalui interview setelah sebelumnya
dibuktikan pola bahasa tersangka seperti apa. Selanjutnya hasil interview tersebut
dianalisis dan dibandingkan dengan hasil berita acara pemeriksaan (BAP).

Mengetahui peranan penting dari linguistik, apakah masih ada yang meremehkan
ilmu yang satu ini?

http://m.pikiran-rakyat.com/node/156303
PDF

durian monthong
, dll. Kita tidak dapat begitu saja menelan apa yang terkandung di dalamterminologi atau
istilah tersebut. Harus disadari bahwa terminologi tersebut pastilah mengacu pada makna
atau pengertian lain. Untuk itu, pemahaman akan makna bahasa harus dilakukansecara
komprehensif dengan melibatkan juga konteks, bukan saja tekstual semata.Perkembangan
ilmu bahasa saat ini bahkan telah melampaui apa yang terkandungdalam semantik.
Sekarang semantik bahkan telah ditunjang oleh ilmu bahasa lain yang lebihrinci
melibatkan banyak indikator, seperti ilmu pragmatik. Pragmatik relatif lebih majukarena di
dalamnya terkandung maksim-maksim yang dapat digunakan dalam pembuktiansebuah
perkara terutama dari aspek bahasanya.
Bahasa dalam Ranah Hukum
Fungsi hakiki bahasa sejatinya adalah sebagai alat komunikasi. Aktivitas apapun dari
sebuahorganisme manusia sebagai mahkluk sosial pasti membutuhkan komunikasi. Bahasa
lah yangmenjembatani atau menjadi medium komunikasi tersebut. Dikaitkan dengan
persoalanhukum, bahasa tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Secara intrinsik, kita
mengenalragam-ragam bahasa yang ada, seperti ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa
jurnalistik, ragam bahasa hukum, dsb. Setiap ragam bahasa tersebut memiliki karakteristik
yang berbeda antarasatu dengan yang lainnya. Ragaam bahasa hukum pun demikian.
Setiap penulisan, penyebutan, dan penggunaan istilah-
istilah di dalamnya memiliki ciri khas. Akan tetapi, didalam ragam hukum yang harus
diperhatikan, baik oleh para pembuat peraturan di bidanghukum itu sendiri maupun para
pelaksana atas pertauran hukum tersebut, yaitu persoalanambiguitas.Ambiguitas dapat
didefinisikan secara sederhana sebagai kegandaan makna (KBBI,2008: 45). Persoalan
makna bahasa inilah yang lagi-lagi menjadi topik yang selalu menghiasisetiap perkara
hukum di Indonesia. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman setiap orangatas sebuah
makna kata dapat berbeda-beda. Efeknya, pemahaman tersebut berimbas
pada penilaian yang berbeda. Hal ini akan menjadi sesuatu yang sangat riskan apabila terja
di didalam ranah bahasa. Sebagai ilustrasi kecil yaitu bagaimana seorang terduga dalam
kasuskorupsi misalnya memaknai terminologi
gratifikasi
. Linguistik dapat memberikan batasan-
batasan yang disertai dengan parameter tentang definisi gratifikasi. Hal itu dilakukan olehi
lmu bahasa melalui analisis atau kajian yang dinamakan analisis komponen makna(
componential analysis of meaning
). Apabila hal tersebut dapat dilakukan, sebuah istilah atauterminologi tidak akan lagi
menimbulkan perdebatan yang memakan waktu cukup lama.Tampaknya, persoalan
terminologi yang berada dalam ranah hukum perlu dibuat garis yang

tegas. Hal itu mengacu pada perkembangan penutur bahasa yang semakin kompleks. Saat
inisah-sah saja seseorang atau sekelompok orang menggunakan terminologi yang mereka
buatmasing-masing yang tentu saja untuk kepentingan yang cenderung tidak baik alias
melanggarhukum.
Aplikasi Linguistik Forensik di Indonesia
Sekilas telah dipaparkan bahwa kontribusi linguistik, khususnya linguistik forensik
sangat besar bagi upaya pengungkapan kasus-
kasus hukum, mulai korupsi, terorisme dan perkara-
perkara hukum lain. Namun, sangat disayangkan, perkembangan linguistik forensik diIndo
nesia masih belum optimal. Dalam catatan penulis yang pernah penulis peroleh
tentangaplikasi linguistik forensik seperti yang dikemukakan oleh Aminudin Aziz, Guru
Besar IlmuLinguistik di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Menurut Aminudin
linguistikforensik berkembang pesat dalam penanganan kasus-kasus hukum di Australia
dan Amerika.Menurut beberapa sumber di Amerika, bahasa sudah mulai diterapkan
menjadi salah
satu bukti kuat dalam pengungkapan kasus kejahatan di pengadilan melalui kajian forensik
linguistik. Di Indonesia, bidang ilmu ini menurutnya pernah diaplikasikan pada kasus
PritaMulyasari yang berseteru dengan sebuah rumah sakit swasta di Jakarta.Secara ilmiah,
linguistik forensik dapat mendeteksi kebohongan seseorang di dalamBerita Acara
Pemeriksaan (BAP). Artinya, penerapan ilmu ini sebenarnya tidak hanya dapatdilakukan
oleh mereka yang notabene berlatar belakang ilmu bahasa. Para penegak
hukum pun, terutama polisi, dapat mempelajari bahkan mengaplikasikan ilmu linguistik for
ensik.Tentu saja setelah mereka dibekali dengan seluk beluk ilmu lingyistik forensik
kaitannyadengan pengungkapan sebuah perkara hukum.Selama ini peran bahasa di dalam
ranah hukum masih belum mencakup secarakeseluruhan. Hal ini penulis rasakan ketika
harus membantu pihak kepolisian mengungkapkasus pencemaran nama baik. Penulis
sekedar dihadirkan sebagai saksi ahli bidang bahasadengan teknik analisis bahasa yang
relatif sederhana. Teknik dalam bahasa yang berkaitandengan pengungkapan kasus (secara
spesifik mengungkapkan kebohongan) sebenarnya juga
ada. Hanya saja peran serta seperti ini belum “dimanfaatkan” oleh para penegak hukum.
Persoalan di sisi lain mengenai aplikasi linguistik forensik di Indonesia juga
perlumendapat perhatian. Secara khusus persoalan tersebut berkaitan dengan sumber
dayamanusia. Saat ini tidak banyak perguruan tinggi di Indonesia yang membuka program
studidengan konsentrasi utama linguistik forensik. Setidaknya, kalaupun hal itu memang
terjadi,
ada baiknya muatan linguistik forensik dapat menjadi “menu” wajib mereka yang
menuntut

ilmu di Fakultas Hukum. Hal itu sebagai bentuk sinergitas keilmuan


bahwasanyainterdisipliner sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan global yang
semakin global.Di dalam teori linguistik disebutkan bahwa bahasa ibarat organisme. Ia
bukanlahorganisme, tetapi bahasa mengalami proses hidup dan mati. Hidup matinya
sebuah bahasainilah yang bergantung pada penuturnya. Semakin penutur sebuah bahasa
kreatif, semakinluas celah bahasa tersebut masuk ke dalam segala lini kehidupan. Hal ini
perlu kita antisipasisupaya tidak terjadi manipulasi bahasa, penyelewengan bahasa, dan
distorsi bahasa sebagaialat oleh pihak-pihak tertentu memperoleh keuntungan, menindas
yang lemah, dan mengebirihukum di Indonesia. Semoga linguistik secara umum dan
linguistik forensik secara khususdapat terus memberikan kontribusi khususnya bagi
penegakan hukum di Indonesia. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Eugene, Nida. 1979.
Componential Analysis of Meaning: An Introduction to SemanticStructures
. Mouton De GruyterKushartanti, Untung Yuwono dkk. 2005.
Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik
. Jakarta: Gramedia Pustaka UtamaSugono (editor). 2008.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(edisi IV). Jakarta:GramediaWijana, I Dewa Putu dan Muhamad Rohmadi. 2010.
Analisis Wacana Pragmatik
.Yogyakarta: Yuma Pustaka

Makalah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Linguistik atau yang biasa disebut sebagai ilmu khusus yang mempelajari bahasa
ini memiliki cakupan kajian yang cukup banyak. Mulai dari pengkajian bahasa dalam
konteks kemasyarakatan, sosial, etnis, medis, dialek, sikap, makna, forensik, dll. Khusus
dalam hal ini saya akan membahas mengenai peranan penting ilmu linguistik forensik.
Adapun linguistik dalam ranah forensik ini merupakan cabang linguistik terapan yang
sangat berkaitan dengan hukum. Ahli bahasa diperlukan untuk menyediakan atau
menganalisis bukti berupa komponen bahasa demi kepentingan investigasi perdata dan
pidana.
Linguistik forensik terutama berurusan dengan masalah identifikasi penutur
berdasarkan dialek, gaya bicara, atau aksennya, bahkan kadang kala menganalisis tulisan
tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya, mencocokkan rekaman suara tertuduh
dengan sejumlah tersangka, menganalisis ciri-ciri sidik suara seseorang, memastikan
bahwa rekaman suara yang ada adalah asli dan bukan merupakan rekayasa, serta
menyaring dan memilah berbagai kebisingan yang ikut terekam untuk mengetahui latar di
mana rekaman itu dibuat. Semua analisis ahli linguistik forensik itu menjadi bahan
pertimbangan di pengadilan. Ahli linguistik forensik sering kali dimintai pendapat sebagai
saksi ahli.
Ketika mempelajari linguistik forensik, bukan tidak mungkin keahlian para linguis
dalam ranah hukum sangat membantu dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian
bahkan diharapkan bisa sepenuhnya menyelesaikan kasus yang paling sulit sekalipun.
Seperti kasus korupsi yang marak terjadi di lingkup NKRI. Dari penjelasan diatas maka
penulis akan membahas Ungkapan Terakhir Alviss Kong Pada Status Facebook.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Linguistik Forensik
Linguistik forensik adalah salah satu cabang linguistik (ilmu bahasa) yang bersifat
terapan (aplikatif) yang berkaitan dengan ranah hukum. Di Indonesia, cabang ilmu bahasa
ini berkembang pada tahun 1980-an dan mencapai titik kemapanan sekitar tahun 1990-an.
Sayangnya, pakar bidang ini di Indonesia masih relatif sedikit.
Perkembangan berbagai kasus hukum, baik di ranah pidana maupun perdata
dirasa perlu untuk menerima sumbangsih atau kehadiran pakar bahasa sebagai tenaga ahli
dalam mengungkap berbagai kasus hukum, seperti pencemaran nama baik hingga
persoalan-persoalan korupsi. Apabila selama ini investigasi atas sebuah kasus hukum lebih
banyak ditumpukan pada hasil penyidikan maupun penyelidikan pada aspek tertentu,
barangkali sudah saatnya kehadiran linguistik forensik dapat menjadi salah satu aspek
penunjang yang sangat berarti. Kehadiran pakar linguistik, khususnya linguistik forensik
akan sangat membantu dalam memberikan pembuktian sebuah perkara di pengadilan.
Linguistik forensik juga berurusan dengan masalah identifikasi penutur
berdasarkan dialek, gaya bicara, atau aksennya, bahkan kadang kala menganalisis tulisan
tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya, mencocokkan rekaman suara tertuduh
dengan sejumlah tersangka, menganalisis ciri-ciri sidik suara seseorang, memastikan
bahwa rekaman suara yang ada adalah asli dan bukan merupakan rekayasa, serta
menyaring dan memilah berbagai kebisingan yang ikut terekam untuk mengetahui latar di
mana rekaman itu dibuat. Semua analisis ahli linguistik forensik itu menjadi bahan
pertimbangan di pengadilan. Ahli linguistik forensik sering kali dimintai pendapat sebagai
saksi ahli.

B. Tataran Linguistik Forensik


Linguistik forensik memiliki beberapa tataran atau pembagian ke dalam beberapa
subdomain yang memiliki pertalian dengan pembuktian sebuah perkara hukum. Tataran
tersebut yaitu fonetik akustik, analisis wacana, dan semantik.
Fonetik akustik merupakan bidang kajian yang menggabungkan antara ilmu bunyi
bahasa dengan warna suara manusia (timbre). Salah satu substansi di dalam fonetik akustik
ini meliputi gaya tuturan seseorang sebagai pembuktian atas sebuah kasus hukum. Akhir-
akhir ini dengan semakin canggihnya teknologi, beberapa kasus hukum memanfaatkan
kehadiran perangkat teknologi tersebut. Salah satunya yaitu teknologi komunikasi, seperti
telepon seluler. Sebagai alat komunikasi, telepon seluler seringkali menjadi sarana
perhubungan yang efektif bagi pelaku-pelaku tindak kejahatan/ kriminal. Pembuktian akan
seseorang atas hasil investigasi berupa rekaman percakapan dapat dilakukan melalui
analisis terhadap warna suara orang tersebut yang disandingkan dengan suara aslinya.
Apabila tingkat akurasi atas investigasi ini tinggi, otomatis orang tersebut tidak akan
mengelak atau menyangkal. Pada satu sisi, seseorang tersebut tidak dapat lagi melakukan
kebohongan atas perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya.
Analisis wacana merupakan saah satu tataran linguistik forensik. Analisis wacana
adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Analisis ini lebih tinggi
tatarannya tidak hanya terbatas pada persoalan kalimat semata. Akan tetapi, analisis
wacana ini memiliki korelasi menyeluruh atas isi sebuah dokumen. Biasanya, analisis
wacana ini digunakan untuk membuktikan keabsahan dokumen pada sebuah perkara
hukum. Seringkali dokumen sebagai alat bukti sebuah perkara hukum dibedakan atas dua
golongan besar berdasarkan sifatnya, yakni dokumen yang informal dan dokumen formal.
Analisis wacana memungkinkan para ahli hukum untuk melihat bagaimana pesan-pesan
diorganisasikan, digunakan, dan dipahami oleh mereka-mereka yang terlibat dalam
pelanggaran hukum. Di samping itu, analisis wacana dapat pula digunakan dan
dimungkinkan untuk melacak variasi cara yang digunakan oleh seseorang (komunikator)
dalam upaya mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu melalui pesan-pesan yang
terdapat di dalam sebuah wacana. Termasuk di dalam analisis wacana ini yaitu pesan-
pesan yang bersifat simbolik.
Semantik secara umum bermakna ilmu tentang makna bahasa. Semantik menjadi
ranah yang menarik dalam kasus-kasus hukum di Indonesia karena keunikan dari
pengertian yang tercakup di dalamnya. Sebuah makna bahasa, terkadang akan tersamar
atau lugas dalam pemakaiannya. Oleh karena itu, kita mengenal apa yang dinamakan
makna leksikal dan makna gramatikal. Bagi sebuah pembuktian sebuah kasus atau perkara
hukum, para ahli hukum tidak dapat hanya bertumpu pada satu pengertian makna saja.
Harus disadari bahwa terminologi tersebut pastilah mengacu pada makna atau pengertian
lain. Untuk itu, pemahaman akan makna bahasa harus dilakukan secara komprehensif
dengan melibatkan juga konteks, bukan saja tekstual semata.
Perkembangan ilmu bahasa saat ini bahkan telah melampaui apa yang terkandung
dalam semantik. Sekarang semantik bahkan telah ditunjang oleh ilmu bahasa lain yang
lebih rinci melibatkan banyak indikator, seperti ilmu pragmatik. Pragmatik relatif lebih
maju karena di dalamnya terkandung maksim-maksim yang dapat digunakan dalam
pembuktian sebuah perkara terutama dari aspek bahasanya.

C. Contoh Kasus Linguistik Forensik


Pada hakikatnya linguistik forensik adalah bidang kajian ilmu bahasa yang
mengkaji tentang ilmu yang berhubungan dengan kasus dan ranah hukum. Linguistik
forensik adalah salah satu cabang linguistik (ilmu Bahasa) yang bersifat terapan (Aplikatif)
yang berkaitan dengan ranah hukum. Linguistik forensik diidentifikasi berdasarkan gaya
bahasa atau dialek.
Sesuai yang telah dijelaskan diatas tentang tataran atau pembagian linguistik
forensik antara lain adalah:
- Fonetik Akustik
- Analisis Wacana
- Semantik
Adapun contoh kasus yang ditelaah dalam tataran ilmu linguistik forensik
berdasarkan pengetahuan yang didapatkan penulis adalah; Status terakhir dari seorang pria
malaysia yang meninggalkan pesan terakhirnya di facebook pribadinya sebelum bunuh
diri.
Isi bahasa dari pesan Facebook tersebut adalah: Alviss Kong “Count Down for 45
Mins.... What Should I do in this 45 Mins??” (Wesnesday at 11:18pm. 240 Like dan 10
komentar.
Chelvin Kong: for what?
Alviss Kong: jieeeee..... wo <3 ni ..
Chelvin Kong: Chee man gan ah U..... eat wrong what ah?
Alviss Kong : walao.....ur adik always love you... but I doesnot noe now
how to express my feelings... anyway thx jie for loving me
too....
Melisa Beh : couunt down for ape? ;)
Seandainya diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia status Alviss Kong artinya
adalah “ Hitung mundur dari 45 menit.. apa yang harus aku lakukan dalam 45 menit
ini”. 08 December 2010.
Pemuda asal malaysia ini nekat mengahiri hidupnya dengan cara bunuh diri
dengan menjatuhkan dirinya dari appartemennya. Sebelum melompat Alvis sepertinya
telah memberikan pesan kepada adiknya (berdasarkan komen status)namun adiknya
menggangap bahwa kakanya hanya bercanda dan juga ia telah mengontak Ibunya namun
ibunya tidak mengangkat telpon darinya dikarenakan ia sedang menghadiri undangan
perkawinan.
Berdasarkan linguistik forensik kesejarahan ditinjau dari aspek kehidupan pribadi
dari seorang Alvis dan penyebab yang menyebabkan ia bunuh diri. Dari kasus tersebut
terkuak penyebah ia bunuh diri karena ia merasakan kekecewaan yang teramat dalam
kepada kekasihnya yang ia pacari selama 6 tahun. Hubungan mereka berakhir tanpa sebab
dan setelah mengetahui bahwa pacarnya sudah mempunyai kekasih baru, maka itulah
penyebab dari kematian tragis yang dialami oleh travis yang menerjunkan dirinya diatas
lantai 24 di apartemen miliknya.
Bukti lain yang berhasil didapatkan untuk mendukung pernyataan diatas adalah
adanya tulisan yang ada didalam blog pribadi miliknya dan ia juga menuliskan banyak
pernyataan sedihnya karenaditinggalkan oleh kekasihnya. Tulusannya berbunyi : “Kau
selalu bilang mencintaiku dan itu yang aku selalu nantikan, tapi ketika itukudapatkan
malah kau kini bersama yang lain”.
Dengan demikian terbongkarlah sudah kasus Alvis yang ditelaah dengan ilmu
linguistik forensik berdasarkan bukti-bukti yang ditinggalkannya baik berupa pesan
elektronik semisal facebook dan blog.

BAHAN BACAAN : JOHN NELSON: FORENSIC.

Anda mungkin juga menyukai