Anda di halaman 1dari 5

4.

2 Jenis Peta Bahasa dan Cara Pemetaannya



Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan (display map)
dan peta penafsiran (interpretative map) (lihat Chamber dan Trudgill), 1980:29).
Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan dengan maksud agar data-
data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis. Jadi, dalam peta peragaan tercakup
distribusi geografis perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan.
Pengisian data lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan sistem : (a) langsung, (b)
lambang, dan (c) Petak (periksa Ayatrohaedi,1983: 53 dan 1985). Sistem langsung digunakan
dengan memindahkan unsur-unsur kebahasaan yang memiliki perbedaan itu ke atas peta (peta 1).
Sistem ini dianggap efektif, jika realisasi unsur-unsur yang berbeda itu dimungkinkan dapat ditulis
langsung pada daerah-daerah pengamatan yang menggunakannya. Untuk makna tertentu yang
memiliki realisasi (bentuk) yang terlalu banyak atau realisasi makna yang terlalu panjang (untuk
perbedaan semantik) sebaiknya dipetakan dengan menggunakan sistem lambang. Pemetaan dengan
sistem lambang, maksudnya mengganti unsur-unsur yang berbeda itu dengan menggunakan
lambang tertentu, yang ditulis disebelah kanan daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau
makna yang dilambangkan itu.
Perlu diperhatikan bahwa perbedaan unsur yang merupakan realisasi dari satu bentuk asal
yang sama seperti perbedaan fonologi, morfologi (morfofonemik), dan semantik sebaiknya
menggunakan lambang yang sama dan sedikit perbedaannya. Peta pada contoh di bawah ini,
misalnya memperlihatkan bahwa lambang yang digunakan itu sama, yaitu berupa kotak segi empat,
hanya bedanya ada yang berisi separuh di sebelah kanan, sebelah kiri, dan berisi penuh. Sebaliknya,
jika perbedaan itu merupakan realisasi dari bentuk asal yang berbeda, maka sebaiknya
menggunakan lambang yang berbeda. Peta 2, misalnya memperlihatkan penggunaan lambang yang
berbeda, yang masing-masing menggunakan :( ) lingkaran yang berisi untuk bentuk : loto dan ( )
segi tiga yang berisi untuk bentuk mәniq, karena kedua bentuk yang menjadi realisasi makna ‘beras’
tersebut diturunkan dari etimon yang berbeda.
Kemudian pemetaan dengan sistem petak maksudnya daerah-daerah pengamatan yang
menggunakan bentuk atau makna tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah pengamatan yang
menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis sehingga keseluruhan
peta terlihat terpetak-petak menurut daerah pengamatan yang mengunakan unsur-unsur kebahasaan
yang serupa. Ada tiga cara pemetaan dengan sistem petak, yaitu petak langsung; petak warna,
maksudnya setiap petak diberi warna tertentu sesuai dengan warna yang dipilih untuk
melambangkan bentuk-bentuk yang digunakan pada daerah-daerah pengamatan tersebut; dan petak
garis (diransir) seperti peta (3). Penggunaan sistem petak ini sebaiknya meliputi daerah yang cukup
luas, artinya setidak-tidaknya lebih dari satu daerah pengamatan. Peta 3 memperlihatkan daerah
yang menggunakan petak garis (arsir) dan daerah pengamatan yang tidak diberi tanda apa-apa,
namun pada legendanya diberi angka (21). Maksudnya, bahwa semua daerah pengamatan yang
tidak diberi tanda itu menggunakan makna seperti yang digunakan pada daerah pengamatan (21).
Cara ini digunakan dengan alasan: lebih praktis, karena tidak harus memberi lambang atau diransir
semua wilayah penelitian. Berikut ini, masing-masing ditampilkan ketiga jenis pemetaan tersebut.

Contoh Pemetaan Sistem Langsung
Peta 1
‘ Biji’

!





Contoh Pemetaan sistem Lambang

Peta 2
‘ Beras’

!


Contoh Pemetaan Sistem Petak

Peta 3
Pengaruh Bahasa Sasak terhadap Bahasa Sumbawa
Peta 3
Pengaruh Antar.
Dialek

!












Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ihwal apakah dalam satu peta dapat dilakukan pemetaan
lebih dari saru jenis perbedaan bidang linguistik (perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis,
leksikon, dan semantik)? Selama perbedaan itu menyangkut perbedaan dalam merealisasi
satu makna, artinya realisasi makna itu memunculkan dua perbedaan sekaligus, misalnya
perbedaan pada bidang fonologi dan leksikon, maka pemetaannya dapat dilakukan pada satu
peta. Peta 4 berikut memperlihatkan perbedaan fonologi, yaitu korespondensi antara [i] [ì]

[I] [ĕ], yang ditandai dengan penggunaan lambang yang berbeda. Pada satu pihak

leksem ŋiat ’gigi’ dilambangkan dengan lingkaran yang berisi, yang menandai bahwa pada
peta tersebut terdapat di samping terdapat perbedaan fonologi, juga terdapat perbedaan
leksikon.










Peta 4 [i] [ì] [I] [ĕ]/ -K#

!

Selanjutnya peta penafsiran (interpretative map) merupakan peta yang memuat akumulasi
pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan unsur-unsur kebahasaan (linguistik)
yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan. Contohnya, peta yang dibuat oleh Jochnowitz tentang
telaah tapal batas bahasa Prancis Utara dan Prancis Selatan, yang dibuat berdasarkan peta peragaan
Gillieron. Peta penafsiran biasanya dibuat sevbagai telaah lanjutan untuk hal-hal khusus. Dalam
kajian dialektologi yang dikembangkan ini, peta penafsiran biasanya berisi hal-hal yang berkaitan
dengan inovasi dan relik, termasuk di dalamnya juga peta berkas isoglos. Contoh peta berkas
isoglos diperlihatkan berikut ini (peta 5)

Peta 5
Peta Berkas Isoglos Varian Bahasa Sumbawa


!



Baik peta peragaan maupun peta penafsiran dibuat berdasarkan peta dasar. Peta dasar
biasanya memuat hal-hal yang penting – yang sekiranya berpengaruh terhadap perbedaan unsur-
unsur kebahasaan—seperti: sungai besar, gunung, danau, kota penting, batas administrasi,
misalnya : kabupaten, Propinsi dll. dan juga ukuran peta (skala).
Dari peta dasar itu kemudian dibuat peta yang hanya memuat daerah penelitian dan
selanjutnya, dari peta inilah akan dibuat peta peragaan dan peta penafsiran.

Anda mungkin juga menyukai