Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN VARIASI DAN JENIS BAHASA YANG BENAR

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia


Yang diampu Bapak Nanang Bustanul Fauzi S.S

Oleh
Eko Fajar Nugroho

(135040200111040)

Ajie Setiawan S.

(135040200111072)

Exclesia Sitohang

(135040200111142)

Muhammad Fitrah H.

(135040201111008)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
MARET 2014

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan individu lain untuk
berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi
yang hanya dimiliki manusia, dapat dikaji secara

internal dan eksternal.

Kajian secara internal adalah pengkajian yang dilakukan terhadap unsur di


dalam bahasa seperti, struktur fonologis, morfologis, dan sintaksis bahasa.
Sedangkan kajian secara eksternal adalah kajian yang dilakukan terhadap
unsur di luar bahasa, yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu sendiri,
masyarakat tutur atau pun lingkungannya.
Bahasa sebagai kajian ilmu linguistik menurut Ferdinand de Saussure
dibedakan menjadi tiga, yaitu langue, langage, dan parole. Menurut de
Saussure, langue adalah salah satu bahasa sebagai suatu sistem. Langage
adalah bahasa sebagai sifat khas makhluk manusia, sedangkan parole
tuturan sebagaimana dipakai secara konkret (Verhaar, 1996:3).
Sebagai sebuah langue, sebuah bahasa mempunyai sistem yang dipahami
sama oleh semua penutur bahasa tersebut. Namun, karena penutur bahasa
bukan merupakan kumpulan manusia yang homogen, meski berada dan
tinggal dalam masyarakat tutur yang sama, maka wujud bahasa konkret
(parole) penutur bahasa menjadi tidak seragam atau bervariasi. Namun bukan
hanya karena kumpulan manusia atau penutur bahasa yang tidak homogen
tetapi juga karena interaksi yang dilakukan beragam dan bervariasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1

Apakah pengertian dan penyebab variasi bahasa?

1.2.2

Apakah jenis-jenis variasi bahasa?

1.3 Tujuan

1.3.1

Menjelaskan pengertian dan penyebab variasi bahasa.

1.3.2

Menjelaskan jenis-jenis variasi bahasa.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Penyebab Variasi Bahasa
Dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa bukan hanya dipandang sebagai
gejala individual atau perorangan, tetapi merupakan gejala sosial atau
kelompok. Sebagai gejala sosial, bahasa dan pemakaian bahasa bukan hanya
dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga nonlinguistik.
Dari beberapa sumber yang ada, meyebutkan pengertian variasi bahasa,
yaitu bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing
memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa induknya.
Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang
dilakukan oleh masyarakat atau penutur bahasa yang beragam, dan juga oleh
para penutur bahasa yang tidak homogen. Variasi bahasa terdapat dua
pandangan. Pertama, variasi yang dilihat sebagai akibat adanya keragaman
sosial penutur bahasa. Sehingga variasi bahasa terjadi akibat dari adanya
keragaman sosial. Kedua, variasi bahasa ada untuk memenuhi fungsinya
sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat atau penutur bahasa yang
beraneka ragam.

2.2 Jenis-Jenis Variasi Bahasa


Chaer dan Agustina (1995:62) membedakan variasi bahasa, sebagai berikut:

2.2.1 Variasi Bahasa dari Segi Penutur


Variasi bahasa dari segi penutur adalah variasi bahasa yang bersifat
individu dan variasi bahasa dari sekelompok individu yang jumlahnya
relatif, yang berada pada satu tempat/wilayah atau area (idiolek dan
dialek).

Idiolek: variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep


idiolek. Setiap orang atau individu mempunyai variasi bahasa atau
idiolek masing-masing.

Dialek: variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya


relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area
tertentu.(dialek areal, dialek regional, dialek geografi). Misalnya
bahasa Jawa dialek Pekalongan, bahasa Jawa dialek Surabaya.
Yang masing-masing daerah tersebut memiliki dialek bahasa Jawa
berbeda, walau pun pada dasarnya adalah sama-sama bahasa Jawa.

Kronolek atau dialek temporal: variasi bahasa yang digunakan oleh


kelompok sosial pada masa tertentu, misalnya variasi bahasa pada
masa tahun tiga puluhan. Lima puluhan dan masa kini. Variasi
bahasa dari ketiga zaman tersebut tentunya berbeda, baik dari segi
pelafalan, ejaan, morfologi, dan sintaksis. Namun yang paling
tampak adalah dari segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali
berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.

Sosiolek/dialekragam sosial: variasi sosial yang berkenaan dengan


status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Sehubungan
dengan ini ada beberapa variasi bahasa yang disebut:

Akrolek: variasi bahasa sosial yang dianggap lebih tinggi


atau paling bergengsi daripada variasi bahasa lainnya.
Misalnya bahasa bagongan, yaitu variasi bahasa jawa yang
khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.

Basilek: variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi,


atau bahkan dianggap rendah. Misalanya bahasa Jawa
karma ndesa yang digunakan kum atau masyarakat rendah.

Vulgar: variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian


bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari
kalangan yang tidak berpendidikan.

Slang: variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia.


Artinya digunakan oleh kalangan tetentu yang sangat
terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar
kalangan tersebut.

Kolokial: variasi sosial yang digunakan dalam percakapan


sehari-hari. Sehingga bahasa kolokial adalah bahasa
percakapan bukan bahasa tulis.

Jargon: variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh


kelompok-kelompok

sosial

tertentu.

Ungkapan

yang

digunakan biasanya tidak dapat dimengerti masyarakat


umum di luar kelompok tersebut.

Argot: variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada


profesi-profesi

tertentu

dan

bersifat

rahasia.

Letak

kekhususan argot adalah pada kosakata yang digunakan.

Ken: variasi sosial tertentu bernada memelas, dibuat


merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya
digunkan oleh para pengemis.

2.2.2 Variasi Bahasa dari Segi Pemakaian


Nababan (dalam Chaer dan Agutina, 1995:68) mengemukakan variasi
bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya
disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi ini berdasarkan bidang
penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan.
Variasi bahasa berdasarkan bidang penggunaan, misalnya bidang sastra,
jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, perekonomian, pendidikan dan
sebagainya. Setiap bidang kegiatan biasanya memiliki sejumlah kosakata
khusus yang tidak digunakan dalam bidang kegiatan lain.
Variasi bahas berdasarkan fungsi biasanya disebut register. Register
berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa.

2.2.3

Variasi Bahasa dari Segi Keformalan


Berdasarkan pendapat Joos (dalam Chaer dan Agustina, 1995),
membedakan variasi bahasa berdasarkan keformalan atas beberapa bagian,
yaitu:

Ragam beku: variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan


dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi.

Misalnya dalam upacara kenegaraan, kitab undang-undang, akte


notaris, dan surat-surat keputusan. Disebut ragam beku karena
pola dan kaidah-kaidahnya sudah ditentukan secara mantap.

Ragam resmi atau formal: variasi bahasa yang digunakan dalam


pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, dan bukubuku pelajaran. Ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap
sebagai standar.

Ragam usaha: variasi bahasa yang lazim digunakan dalam


pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan
yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Sehingga dikatakan
ragam usaha adalah ragam bahasa yang paling operasional.

Ragam santai: variasi bahasa yang digunkan dalam situasi tidak


resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman
pada waktu istirahat atau rekreasi, atau pun olah raga.

Ragam akrab: variasi bahasa yang biasa digunkan oleh penutur


yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga,
atau sahabat dekat.

2.2.4

Variasi Bahasa dari Segi Sarana


Variasi bahasa ini dilihat dari sarana yang digunakan, yaitu ragam
bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Penggunaan ragam bahasa lisan
dibantu dengan unsur-unsur suprasegmental, sedangkan ragam bahasa tulis
dibantu dengan ejaan termasuk tanda baca.

2.2 Jenis Bahasa


Penjenisan bahasa secara sosiolinguistik yaitu menjeniskan bahasa
berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa yaitu faktor sosiologis, politis
dan kultural yang tentunya tidak sama dengan penjenisan secara geneologis
maupun tipologis yang menjeniskan bahasa berkenaan dengan ciri-ciri internal
bahasa itu.

2. 2. 1 Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis

Penjenisan berdasarkan faktor sosiologis artinya penjenisan ini tidak


terbatas pada struktur internal bahasa tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya,
kaitannya dengan sistem linguistik lain dan pewarisan dari generasi satu ke
generasi berikutnya.
Stewart menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa
secara sosiologis yaitu:
a. Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kondifikasi dan penerimaan
terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan
seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian bahasa yang
benar. Jadi, standardisasi ini mempersoalkan apakah sebuah bahasa
memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikondifikasikan
atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar dalam
pengajaran bahasa baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b. Otonomi atau keotonomian yaitu bila sistem linguistik memiliki
kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain. Jadi, kalau
dua sistem linguistik atau lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan,
maka berarti keduanya memiliki keotonomian masing-masing.
c. Historis atau kesejarahan yaitu bila diketahui atau dipercaya sebagai hasil
perkembangan yang normal pada masa yang lalu serta berkaitan dengan
tradisi dan etnik tertentu. Jadi, faktor historis mempersoalkan apakah
sistem linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau
sosial tertentu atau tidak.
d. Vitalitas atau keterpakaian yaitu pemakaian sistem linguistik oleh suatu
masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini
mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli
yang masih menggunakan atau tidak.
e. Berdasarkan ada (+) dan tidak ada (-) unsur-unsur tersebut (standardisasi,
otonomi, historis dan vitalitas) Stewrat membedakan adanya tujuh jenis
bahasa, seperti tampak pada tabel berikut:

Keterangan:
Bahasa artifisial adalah bahasa buatan, seperti bahasa Vo-lapuk dan bahasa
Esperanto. Bahasa atrifisial dapat pula diartikan bahasa yang yang dibuat, disusun
dengan maksud untuk menjadikan bahasa pengantar (lingua franca) internasional.
Jadi bukan bahsa alamiah. Bahasa jenis ini mempunyai ciri standardisasi dan
otonomi tetapi tidak memiliki ciri historis dan vitalitas.
Jenis bahasa vernakular menurut Pei dan Gaynor adalah bahasa umum
yang digunakan sehari-hari oleh satu bangsa atau satu wilayah geografis, yang
bisa dibedakan dari bahasa sastra yang dipakai terutama di sekolah-sekolah dan
dalam kesusastraan yang ditandai dengan memiliki ciri otonomi, historis dan
vitalitas tetapi tidak mempunyai standardisasi.
Jenis bahasa yang disebut dialek memiliki ciri vitalitas dan historisitas
tetapi tidak memiliki ciri standardisasi dan otonomi sebab keotonomian bahasa itu
berada di bawah langue bahasa induknya.
Bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vasilitas, tidak memiliki ciri
standardisasi, otonomi dan historis. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari
bahasa pijin yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya,
sebagai satu-satunya alat komunikasi vebal yang mereka kuasai.
Bahasa berjenis pijin tidak memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa
jenis ini terbentuk secara alami di dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara
sejumlah penutur yang masing-masing memiliki bahasa ibu. Sebuah pijin
biasanya terjadi di kota-kota pelabuhan tempat bertemunya pedagang dan pelaut
dari berbagai bangsa dan atau suku bangsa yang berlainan dengan bahasa ibunya.

Pijin terbentuk sebagai bahasa campuran dari bahasa pelaut dan pedagang itu,
serta hanya digunakan sebagai alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa
ibu berbeda itu.

2. 2. 2 Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik


Berdasarkan sikap politik atau sosial politik, bahasa dibedakan menjadi:
a. Bahasa nasional atau bahasa kebangsaan adalah kalau sistem linguistik itu
diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu
identitas kenasionalan bangsa itu.
b. Bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam
undang-undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi
resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi
kenegaraan dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan
menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan sebuah sistem
linguistik menjadi bahasa negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian
bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara itu.
c. Bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk
digunakan dalam suatu pertemuan seperti seminar, konferensi, rapat dan
sebagainya.
d. Bahasa persatuan pengangkatannya dilakukan oleh suatu bangsa dalam
rangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merupakan
masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa
persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai
satu kesatuan bangsa.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa negara, bahasa
resmi dan bahasa persatuan di Indonesia mengacu pada satu sistem linguistik yang
sama yaitu bahasa Indonesia.

2. 2. 3 Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan


Berdasarkan tahap pemerolehannya, bahasa dapat dibedakan menjadi:
a. Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena
bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya dan terjadi di lingkungan
keluarga.
b. Bahasa kedua (disingkat B2) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah
memperoleh bahasa pertama.
c. Bahasa ketiga (disingkat B3) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah
memperoleh bahsa kedua.

d. Bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di
samping itu bahasa asing ini juga bersifat politis yaitu bahasa yang
digunakan oleh bangsa lain.

2. 2. 4 Lingua Franca
Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat
komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang
berbeda. Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah
berdasarkan adanya kesalingpahaman di antara sesama mereka. Karena dasar
pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para
partisipan yang digunakannya, maka bahasa apapun, baik sebuah langue, pijin
maupun kreol dapat menjadi sebuah lingua franca.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Variasi bahasa yaitu bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang
masing-masing memiliki pola-pola yang menyerupai pola umum bahasa
induknya. Sedangkan jenisnya menurut Chaer dan Agustina (1995:62), dapat
dibedakan menjadi yaitu dari segi penutur, pemakaian, keformalan, dan
sarana.
3.2 Saran
Sebagai penutur bahasa kita seharusnya menggunakan variasi bahasa yang
sesuai dengan konteksnya. Penulis juga menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapakan kritik dan saran dari
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal


Jakarta: PT Rineka Cipta.
Verhaar. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sulistyaningsih, Lilis Siti. ----. Variasi Bahasa. Bandung: Repository UPI.

Anda mungkin juga menyukai