Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kesalahan Berbahasa

Desember 31, 2018Nihongogaku GaironComments: 0

1.      Pengertian Analisis Kesalahan


Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal yang tidak
bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa hubungan keduanya
ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air,
begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam pembelajaran bahasa. Analisis
kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan
manusia dalam berbahasa. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput dari
kesalahan, dan kesalahan tersebut bervariasi. Melalui analisis kesalahan berbahasa,
dapat dijelaskan bentuk kesalahankesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara
morfologis, fonologis, dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi
proses pengajaran bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses
pengajaran bahasa dilakukan analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai
titik tolak perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi
terjadinya kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa.  
Tarigan (1990:68) mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu
proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah-
langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data,
penjelasan kesalahan-kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan
penyebabnya, serta evaluasi taraf keseriusan kesalahan itu. Analisis kesalahan
berbahasa ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau ditargetkan sebab
analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna sebagai kelancaran
program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya, dengan analisis kesalahan
para guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa. 
Menurut Tarigan (2011:60) para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa
sependapat bahwa kesalahan bahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran
bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus
dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk itu
dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan inilah yang disebut analisis
kesalahan
Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Corder (1974)
menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses,
(2) Error, dan (3) Mistake. Sedangkan Tarigan (1997) menyebutnya dengan istilah
“kesalahan berbahasa”. Lapses, Error  dan Mistake  adalah istilah-istilah dalam wilayah
kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam
memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:
1) Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan
sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk
berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “ slip of the tongue” sedang
untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “ slip of the pen”. Kesalahan ini
terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.
2) Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata
bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan
(kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak
pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi
terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur
menggunakan kaidah bahasa yang salah.
3) Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata
atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan
akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena
kurangnya penguasaan bahasa kedua. Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang
tidak benar.
Kesalahan berbahasa dipandang sebagai bagian dari proses belajar bahasa. Ini berarti
bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian yang integral dari pemerolehan dan
pengajaran bahasa. ada 2 (dua) parameter atau tolok ukur kesalahan dalam berbahasa
Indonesia. Pertama, pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik. Ini berarti bahwa
bahasa Indonesia yang baik adalah penggunaan bahasa sesuai dengan faktor faktor
penentu dalam komunikasi. Inilah faktor-faktor penentu dalam komunikasi, antara lain:
1) siapa yang berbahasa dengan siapa
2) untuk tujuan apa
3) dalam situasi apa (tempat dan waktu)
4) dalam konteks apa (partisipan, kebudayaan dan suasana)
5) dengan jalur mana (lisan atau tulisan)
6) dengan media apa (tatap muka, telepon, surat, koran, buku, media
komunikasi lain: Hp, Internet)
7) dalam peristiwa apa (bercakap, ceramah, upacara, lamaran pekerjaan,
pelaporan, pengungkapan perasaan)
Kedua, pergunakanlah bahasa Indonesia yang benar. Parameter ini mengacu kepada
penaatasasan terhadap kaidah-kaidah atau aturan kebahasaan yang ada dalam bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai
dengan kedua parameter tersebut, yakni: faktor-faktor penentu berkomunikasi dan
kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia. Berarti, penggunaan bahasa
Indonesia yang berada di luar faktor-faktor penentu komunikasi bukan bahasa
Indonesia yang benar dan berada di luar kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa
Indonesia bukan bahasa Indonesia yang baik. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa
Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia, secara lisan maupun tertulis, yang
berada di luar atau menyimpang dari faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan
dalam bahasa Indonesia (Tarigan, 1997).
Menurut Tarigan (1997), ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang
kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran
bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari
kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan adalah
penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa
itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa. Kekeliruan terjadi
pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan berbahasa cenderung
diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual,
tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan
berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah
bahasa yang berlaku dalam bahasa itu.
2.      Tahapan Analisis Kesalahan
Secara umum, Analisi kesalahan dilakukan dengan urutan langkah-langkah sebagai
berikut: 
a. Pengumpulan data
Tahap ini meliputi beberapa hal, yaitu: menetapkan luas sampel, menentukan bentuk
sampel (lisan atau tertulis), menentukan kehomogenan sampel (berkaitan dengan usia
pembelajar, latar belakang bahasa pertama, tahap perkembangan, dan lain-lain).
Burhan Nurgiyantoro menambahkan bahwa data yang akan dianalisis haruslah bersifat
pragmatik, yaitu hasil kerja pembelajar yang menuntut mereka untuk menghasilkan
urutan bahasa sekaligus mengaitkannya dengan unsur pikiran. Data pragmatik dapat
dipercaya dalam memperoleh gambaran tentang kemampuan pembelajar untuk
menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi komunikatifnya secara faktual. Burhan
Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE,
1987), hlm. 177. Hal ini berarti bahwa data yang digunakan dalam anakes tidak berupa
tugas atau tes komponen bahasa yang hanya menguji kemampuan kognitif pembelajar
tentang unsur bahasa target (kosakata, tatabahasa, bunyi), melainkan tes atau tugas
kemampuan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, atau menulis; bisa juga
terjemah); di mana aktifitas ini menuntut pembelajar untuk menggunakan unsur-unsur
bahasa tersebut dalam komunikasi nyata.
b. Identifikasi kesalahan
Langkah kedua ini dilakukan dengan mencatat setiap kesalahan yang muncul dalam
data/korpus. Hal ini membutuhkan penguasaan yang tinggi dari pihak si peneliti
terhadap bahasa target, juga kepekaan dan kecermatan untuk mengenali bentuk-
bentuk yang salah. Jika tidak, sangat mungkin akan banyak kesalahan yang terlewatkan
sehingga hasil analisis menjadi tidak maksimal. Identifikasi kesalahan bisa dilakukan
secara integratif, yaitu mencakup seluruh aspek kebahasaan sekaligus; atau secara
diskrit, yaitu dibatasi pada satu atau beberapa aspek tertentu -misalnya aspek fonologis
saja, atau sintaksis saja. Pembatasan bahkan juga bisa diambil pada satu sub bagian
tertentu dari satu aspek kebahasaan, misalnya kesalahan aspek kala pada penggunaan
kata kerja. Pembatasan yang diambil berarti seluruh kesalahan yang muncul pada
aspek lain tidak masuk dalam objek analisis.
c. Deskripsi kesalahan
Deskripsi kesalahan adalah melakukan analisa linguistik terhadap kesalahan-kesalahan
yang telah teridentifikasi, yaitu menjelaskan bentuk penyimpangan pada masing-masing
kesalahan. Langkah ini disertai rekonstruksi ujaran dengan menunjukkan bentuk yang
benar. Rekonstruksi didasarkan pada interpretasi tentang maksud yang dikehendaki
oleh pembelajar, sehingga kebenarannya sangat tergantung pada kebenaran dari
interpretasi tersebut. Interpretasi yang benar –atau yang disebut dengan interpretasi
otoritatif- bisa dihasilkan dengan terlebih dahulu bertanya langsung kepada pembelajar
mengenai maksud yang ingin disampaikannnya dalam bahasa pertama.  Jika
interpretasi otoritatif sulit dilakukan karena tidak dimungkinkan untuk bertemu dengan
si pembelajar/penutur, maka peneliti bisa melakukan interpretasi berdasarkan konteks
lingustik atau konteks situasinya. Hasil interpretasi ini disebut interpretasi kemungkinan,
sehingga hasil rekonstruksi yang diberikan disebut rekonstruksi kemungkinan. Dalam
hal ini, pengetahuan atau penguasaan yang mendalam terhadap bahasa target mutlak
dibutuhkan untuk menduga. Permasalahan yang muncul adalah jika dalam kesalahan
tersebut tidak dapat diketahui maksud yang sebenarnya, bahkan terkadang apa yang
terbaca secara ekspilisit (baik melalui tulisan maupun hasil transkripsi wacana lisan)
tidak selalu menunjukkan kebenaran dari tinjauan makna. Bisa jadi sebuah  tuturan
sesuai dengan aturan dalam bahasa sasaran, tetapi ternyata maknanya tidak sesuai
dengan apa yang dimaksud oleh si penutur itu sendiri.
d. Penjelasan kesalahan
Berbeda dengan deskripsi kesalahan, yang bersifat linguistis dengan tujuan melakukan
analisa kebahasaan terhadap bentuk penyimpangan pada masing-masing kesalahan,
penjelasan kesalahan bersifat psikolinguistis dengan tujuan mengenali sumber dan
sebab dari kesalahan-kesalahan tersebut, misalnya: transfer dari bahasa pertama ke
bahasa target, proses keberkembangan penguasaan bahasa target, proses belajar-
mengajar, dan lain-lain. Sama halnya dengan deskripsi kesalahan, usaha mencari
sumber dan sebab kesalahan bukanlah sesuatu yang mudah. Sebagian dari kesalahan-
kesalahan yang muncul memang bisa dicari penyebabnya berdasarkan kebiasaan yang
terjadi secara umum. Namun, pada dasarnya kita tidak bisa mengetahui secara pasti
alasan masing-masing kesalahan kecuali dengan bertanya langsung kepada si
pembelajar/penutur yang melakukannya, bahkan terkadang pembelajar sendiri tidak
mengetahui secara jelas mengapa ia melakukan kesalahan. Sangat mungkin satu
kesalahan yang sama muncul dengan sebab yang berbeda.
e. Klasifikasi kesalahan
Tahap ini dilakukan dengan mengelompokkan kesalahan-kesalahan ke dalam beberapa
kategori berdasarkan kesamaan bentuk atau sifatnya sesuai dengan batasan yang telah
diambil oleh si peneliti. Masing-masing kelompok kesalahan kemudian dihitung
kemunculannya sehingga bisa diketahui tingkat keseriusannya. Dari langkah ini, bisa
diambil kesimpulan tentang wilayah-wilayah bahasa target yang menjadi titik-titik
rawan kesalahan para pembelajar.
f. Evaluasi kesalahan
Pada tahap terakhir dari analisis kesalahan, dilakukan evaluasi terhadap hasil analisis
untuk dapat dikembangkan saran-saran bagi perbaikan pembelajaran bahasa di
kemudian hari. Dengan demikian, analisis kesalahan berbahasa diharapkan bisa
memberikan nilai paedagogis terhadap peningkatan kualitas para pembelajar.
3.      Urgensi Analisis Kesalahan
Pengertian urgensi bila dilihat dari bahasa Latin adalah
Urgere yaitu kata kerja yang bermakna mendorong.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urgensi
berarti keharusan yang mendesak atau hal yang sangat
penting.
Apa urgensi penelitian itu?
Sebenarnya, definisi yang jelas tentang hal ini tidak ada.
Secara intuitif, urgensi penelitian ini dapat dikembangkan
dari arti kata “urgensi”, yakni tingkat pentingnya
(kepentingan). Urgensi penelitian dapat dikatakan sebagai
tingkat pentingnya melakukan penelitian. Analogi dengan
kehidupan sehari-hari, sesuatu akan dapat dikatakan urgen
jika sesuatu tersebut tidak ada atau tidak dilakukan atau
semacamnya maka hasil optimal atau terbaik tidak dipeoleh.
Misalnya, pada masa ujian tengah atau akhir semester,
belajar lebih intens bagi mahasiswa adalah sesuatu yang
urgen karena kalau hal tersebut tidak dilakukan maka hasil
ujian tidak akan optimal.
Serupa dengan hal tersebut, dalam penelitian (termasuk
skripsi), kegiatan meneliti akan dikatakan memiliki urgensi
yang tinggi jika pelaksanaan kegiatan tersebut akan
memberikan hasil yang bermanfaat. Dengan kata lain, suatu
kegiatan penelitian dikatakan urgen jika output penelitian
dapat menyelesaikan masalah secara strategis.
Masalah penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis
penelitian yang akan dilakukan. Untuk penelitian
murni/akademis, masalah dapat dikaitkan dengan upaya
untuk memverifikasi teori atau upaya untuk menemukan
teori baru. Untuk penelitian terapan, masalah dapat
dikonotasikan sebagai permasalahan yang dihadapi
masyarakat/lembaga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, suatu penelitian dapat dikatakan memiliki
urgensi yang tinggi jika output penelitian (atau simpulan
penelitian) mampu memverifikasi teori atau menemukan
teori baru, untuk penelitian murni/akademis, atau mampu
menyelesaikan problematika riil masyarakat, untuk
penelitian terapan.
Apa yang salah dengan skripsi mahasiswa ?
Fenomena umum yang dihadapi mahasiswa dalam
kaitannya dengan urgensi penelitian adalah
ketidakmampuan mahasiswa menyatakan urgensi penelitian
dalam suatu paragraf secara baik.  Mereka seringkali
memiliki topik skripsi yang menarik tetapi gagal
menyatakan urgensinya. Berdasarkan pengalaman,
kemampuan untuk menggagas urgensi penelitian dapat
dimulai dari dua point berikut:
a.       Kenali output penelitian yang akan diperoleh.
Meskipun penelitian belum dilakukan, output penelitian
dapat diprediksi dari jawaban dari pertanyaan penelitian
atau rumusan masalah. Misalnya, jika rumusan masalahnya
adalah “apa karakteristik manajerial dari praktek bisnis
pada agroindustri perikanan di Kabupaten Jember ?”,
output penelitian yang akan diperoleh nantinya adalah
identifikasi karakteristik manajerial dari praktek bisnis
pada obyek penelitian. Seringkali, mahasiswa tidak mampu
mengenali output penelitan pada waktu topik skripsi
disusun atau bahkan pada saat proposal penelitian
dikembangkan.

4.      Prosedur Analisis Kesalahan
Ellis dan Tarigan (1997) mengajukan langkah-langkah analisis kesalahan berbahasa
sebagai berikut:
1. Mengumpulkan sampel kesalahan.
Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa dikumpulkan. Kesalahan berbahasa itu
diperoleh dari hasil ulangan, latihan menulis, membaca, berbicara dan menyimak.
 Mengidentifikasi kesalahan atau kekhilafan.
Mengidentifikasi kesalahan berdasarkan tataran kebahasaan, misalnya; kesalahan
fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, dan semantik.
 Menjelaskan kesalahan atau kekhilafan.
Menjelaskan apa yang salah, penyebab kesalahan, dan cara memperbaiki kesalahan.
 Mengklasifikasi kessalahan atau kekhilafan.
Memperkirakan tataran kebahasaan yang dipelajari oleh siswa yang potensial
mendatangkan kesalahan misalnya daerah fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, atau
semantik.
 Mengevaluasi kesalahan atau kekhilafan.
Memperbaiki kesalahan yang ada, mencari cara yang tepat untuk mengurangi dan bila
dapat menghilangkan kesalahan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan menyempurnakan
komponen proses belajar–mengajar bahasa seperti tujuan, bahan, metode, media, dan
penilaian.
5.      Jenis Kesalahan
Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan wilayah kesalahan berbahasa
menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Kategori linguistik
2. Kategori strategi performasi
3. Kategori komparatif
4. Kategori efek komunikasi.
Penjabaran kategori wilayah kesalahan bahasa menurut Burt, Dulay, maupun Krashen
(1982) dijelaskan menurut Nurhadi (1990) sebagai berikut :
1. Berdasarkan linguistik atau komponen bahasa, kesalahan berbahasa
dikomponenkan menjadi:
2. Kesalahan pada tataran fonologi
Kesalahan pada bunyi bahasa yang mengakibatkan kesalahan makna suatu kata.
Contoh:
 Saudara dengan Sodara.
 Kesalahan pada tataran morfologi
Kesalahan pada tatanan bahasa.
Contoh:
 Sambil ngobrol, ayah mulai meminum tehnya.  (mengobrol)
 Maaf ganggu tidurmu. (mengganggu)
 Kesalahan pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa yang terjadi karena adanya kesalahan pada frasa, klausa ataupun
kalimat.
Contoh:
 Di waktu itu, seharusnya Pada waktu itu.
 Petani yang muda, seharusnya Petani muda.
 Pemimpin itu melindungi akan rakyatnya, seharusnya Pemimpim itu melindungi
rakyatnya.
 Kesalahan pada tataran semantik
Kesalahan bahasa yang terletak pada bentuk kata, bunyi, ataupun makna kalimat yang
menyimpang dari kaidahnya.
Contoh:
 Kualitas dengan Kwalitas. (kata yang mirip)
 Jam dengan Pukul. (kesalahan diksi)
 Kesalahan pada tataran leksikal
Kesalahan yang terletak pada kosakata dan pemakaian kata dalam bahasa.
Contoh:
 Lukisanmu sangat indah sekali. Seharusnya Lukisanmu sangat indah atau indah
sekali.
 Kesalahan pada tataran wacana.
Kesalahan dalam pembuatan wacana, seperti penggabungan paragraf, pemilihan topik,
struktur pargaraf yang tidak tepat.
 Berdasarkan strategi performasi, kesalahan bahasa dibedakan menjadi :
 Penanggalan (omission)
Kesalahan ini terjadi ketika dalam suatu frase atau kalimat kehilangan satu atau lebih
unsur bahasa.
 Penambahan (addition)
Terjadi ketika dalam suatu frase atau kalimat terdapat satu atau lebih unsurunsur
bahasa tambahan yang tidak diperlukan.
 Kesalahbentukan (misformation)
Terjadi ketika bentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu.
 Kesalahurutan (misordering)
Susunan atau urutan unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat sudah
berada di luar atau melenceng dari kaidah bahasa.
 Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan menjadi berikut :
 Kesalahan interlingual atau kesalahan interferensi
Merupakan kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama (B1)
terhadap bahasa kedua (B2).
 Kesalahan intralingual
Kesalahan akibat perkembangan. Kesalahan tersebut bersumber dari penguasaan
bahasa kedua (B2) yang belum memadai.
 Kesalahan ambigu
Kesalahan berbahasa yang merefleksikan kesalahan interlingual dan intralingual.
Kesalahan ini diakibatkan kesalahan pada interlingual dan intralingual.
 Kesalahan unik
merupakan kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran
kesalahan interlingual dan intralingual.
 Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat dibedakan
menjadi :
 Kesalahan lokal
Merupakan kesalahan konstruksi kalimat akibat ketiadaan salah satu unsurnya yang
mengakibatkan proses komunikasi menjadi terganggu.
 Kesalahan global
Kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh isi yang akan disampaikan dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menjadi tidak dapat tersampaikan dan
dipahami. Hal tersebut akibat dari kalimat yang digunakan berada di luar kaidah bahasa
manapun.

Anda mungkin juga menyukai