Kesalahan berbahasa di dalam pembelajaran bahasa merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari. Bahkan Tarigan (1990:67) mengatakan bahwa hubungan keduanya ibarat air dengan ikan. Sebagaimana ikan hanya dapat hidup dan berada di dalam air, begitu juga kesalahan berbahasa sering terjadi dalam pembelajaran bahasa. Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara kerja untuk menganalisis kesalahan manusia dalam berbahasa. Penggunaan bahasa sehari-hari tentu tidak luput dari kesalahan, dan kesalahan tersebut bervariasi. Melalui analisis kesalahan berbahasa, dapat dijelaskan bentuk kesalahankesalahan yang dilakukan oleh siswa baik secara morfologis, fonologis, dan sintaksis yang kemudian memberikan manfaat tertentu bagi proses pengajaran bahasa. Hal ini menjadi sangat menarik ketika dalam proses pengajaran bahasa dilakukan analisis kesalahan untuk menjadi umpan balik sebagai titik tolak perbaikan dalam pengajaran bahasa dalam mencegah dan mengurangi terjadinya kesalahan berbahasa yang dilakukan para siswa. Tarigan (1990:68) mengatakan bahwa analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah- langkah pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan kesalahan-kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta evaluasi taraf keseriusan kesalahan itu. Analisis kesalahan berbahasa ditujukan kepada bahasa yang sedang dipelajari atau ditargetkan sebab analisis kesalahan dapat membantu dan bahkan sangat berguna sebagai kelancaran program pengajaran yang sedang dilaksanakan. Maksudnya, dengan analisis kesalahan para guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa. Menurut Tarigan (2011:60) para ahli linguistik, pengajaran bahasa, dan guru bahasa sependapat bahwa kesalahan bahasa itu mengganggu pencapaian tujuan pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa yang sering dilakukan oleh siswa harus dikurangi dan kalau bisa dihapuskan. Hal ini baru dapat tercapai apabila seluk-beluk itu dikaji secara mendalam. Pengkajian segala aspek kesalahan inilah yang disebut analisis kesalahan Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Corder (1974) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Sedangkan Tarigan (1997) menyebutnya dengan istilah “kesalahan berbahasa”. Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan: 1) Lapses Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “ slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “ slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya. 2) Error Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah. 3) Mistake Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua. Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar. Kesalahan berbahasa dipandang sebagai bagian dari proses belajar bahasa. Ini berarti bahwa kesalahan berbahasa adalah bagian yang integral dari pemerolehan dan pengajaran bahasa. ada 2 (dua) parameter atau tolok ukur kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Pertama, pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia yang baik adalah penggunaan bahasa sesuai dengan faktor faktor penentu dalam komunikasi. Inilah faktor-faktor penentu dalam komunikasi, antara lain: 1) siapa yang berbahasa dengan siapa 2) untuk tujuan apa 3) dalam situasi apa (tempat dan waktu) 4) dalam konteks apa (partisipan, kebudayaan dan suasana) 5) dengan jalur mana (lisan atau tulisan) 6) dengan media apa (tatap muka, telepon, surat, koran, buku, media komunikasi lain: Hp, Internet) 7) dalam peristiwa apa (bercakap, ceramah, upacara, lamaran pekerjaan, pelaporan, pengungkapan perasaan) Kedua, pergunakanlah bahasa Indonesia yang benar. Parameter ini mengacu kepada penaatasasan terhadap kaidah-kaidah atau aturan kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan kedua parameter tersebut, yakni: faktor-faktor penentu berkomunikasi dan kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia. Berarti, penggunaan bahasa Indonesia yang berada di luar faktor-faktor penentu komunikasi bukan bahasa Indonesia yang benar dan berada di luar kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia bukan bahasa Indonesia yang baik. Oleh karena itu, kesalahan berbahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa Indonesia, secara lisan maupun tertulis, yang berada di luar atau menyimpang dari faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia (Tarigan, 1997). Menurut Tarigan (1997), ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran bahasa kedua. Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. Sementara itu kekeliruan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu namun tidak dipandang sebagai suatu pelanggaran berbahasa. Kekeliruan terjadi pada anak (siswa) yang sedang belajar bahasa. Kekeliruan berbahasa cenderung diabaikan dalam analisis kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan tidak permanen (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu. 2. Tahapan Analisis Kesalahan Secara umum, Analisi kesalahan dilakukan dengan urutan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan data Tahap ini meliputi beberapa hal, yaitu: menetapkan luas sampel, menentukan bentuk sampel (lisan atau tertulis), menentukan kehomogenan sampel (berkaitan dengan usia pembelajar, latar belakang bahasa pertama, tahap perkembangan, dan lain-lain). Burhan Nurgiyantoro menambahkan bahwa data yang akan dianalisis haruslah bersifat pragmatik, yaitu hasil kerja pembelajar yang menuntut mereka untuk menghasilkan urutan bahasa sekaligus mengaitkannya dengan unsur pikiran. Data pragmatik dapat dipercaya dalam memperoleh gambaran tentang kemampuan pembelajar untuk menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi komunikatifnya secara faktual. Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE, 1987), hlm. 177. Hal ini berarti bahwa data yang digunakan dalam anakes tidak berupa tugas atau tes komponen bahasa yang hanya menguji kemampuan kognitif pembelajar tentang unsur bahasa target (kosakata, tatabahasa, bunyi), melainkan tes atau tugas kemampuan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, atau menulis; bisa juga terjemah); di mana aktifitas ini menuntut pembelajar untuk menggunakan unsur-unsur bahasa tersebut dalam komunikasi nyata. b. Identifikasi kesalahan Langkah kedua ini dilakukan dengan mencatat setiap kesalahan yang muncul dalam data/korpus. Hal ini membutuhkan penguasaan yang tinggi dari pihak si peneliti terhadap bahasa target, juga kepekaan dan kecermatan untuk mengenali bentuk- bentuk yang salah. Jika tidak, sangat mungkin akan banyak kesalahan yang terlewatkan sehingga hasil analisis menjadi tidak maksimal. Identifikasi kesalahan bisa dilakukan secara integratif, yaitu mencakup seluruh aspek kebahasaan sekaligus; atau secara diskrit, yaitu dibatasi pada satu atau beberapa aspek tertentu -misalnya aspek fonologis saja, atau sintaksis saja. Pembatasan bahkan juga bisa diambil pada satu sub bagian tertentu dari satu aspek kebahasaan, misalnya kesalahan aspek kala pada penggunaan kata kerja. Pembatasan yang diambil berarti seluruh kesalahan yang muncul pada aspek lain tidak masuk dalam objek analisis. c. Deskripsi kesalahan Deskripsi kesalahan adalah melakukan analisa linguistik terhadap kesalahan-kesalahan yang telah teridentifikasi, yaitu menjelaskan bentuk penyimpangan pada masing-masing kesalahan. Langkah ini disertai rekonstruksi ujaran dengan menunjukkan bentuk yang benar. Rekonstruksi didasarkan pada interpretasi tentang maksud yang dikehendaki oleh pembelajar, sehingga kebenarannya sangat tergantung pada kebenaran dari interpretasi tersebut. Interpretasi yang benar –atau yang disebut dengan interpretasi otoritatif- bisa dihasilkan dengan terlebih dahulu bertanya langsung kepada pembelajar mengenai maksud yang ingin disampaikannnya dalam bahasa pertama. Jika interpretasi otoritatif sulit dilakukan karena tidak dimungkinkan untuk bertemu dengan si pembelajar/penutur, maka peneliti bisa melakukan interpretasi berdasarkan konteks lingustik atau konteks situasinya. Hasil interpretasi ini disebut interpretasi kemungkinan, sehingga hasil rekonstruksi yang diberikan disebut rekonstruksi kemungkinan. Dalam hal ini, pengetahuan atau penguasaan yang mendalam terhadap bahasa target mutlak dibutuhkan untuk menduga. Permasalahan yang muncul adalah jika dalam kesalahan tersebut tidak dapat diketahui maksud yang sebenarnya, bahkan terkadang apa yang terbaca secara ekspilisit (baik melalui tulisan maupun hasil transkripsi wacana lisan) tidak selalu menunjukkan kebenaran dari tinjauan makna. Bisa jadi sebuah tuturan sesuai dengan aturan dalam bahasa sasaran, tetapi ternyata maknanya tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh si penutur itu sendiri. d. Penjelasan kesalahan Berbeda dengan deskripsi kesalahan, yang bersifat linguistis dengan tujuan melakukan analisa kebahasaan terhadap bentuk penyimpangan pada masing-masing kesalahan, penjelasan kesalahan bersifat psikolinguistis dengan tujuan mengenali sumber dan sebab dari kesalahan-kesalahan tersebut, misalnya: transfer dari bahasa pertama ke bahasa target, proses keberkembangan penguasaan bahasa target, proses belajar- mengajar, dan lain-lain. Sama halnya dengan deskripsi kesalahan, usaha mencari sumber dan sebab kesalahan bukanlah sesuatu yang mudah. Sebagian dari kesalahan- kesalahan yang muncul memang bisa dicari penyebabnya berdasarkan kebiasaan yang terjadi secara umum. Namun, pada dasarnya kita tidak bisa mengetahui secara pasti alasan masing-masing kesalahan kecuali dengan bertanya langsung kepada si pembelajar/penutur yang melakukannya, bahkan terkadang pembelajar sendiri tidak mengetahui secara jelas mengapa ia melakukan kesalahan. Sangat mungkin satu kesalahan yang sama muncul dengan sebab yang berbeda. e. Klasifikasi kesalahan Tahap ini dilakukan dengan mengelompokkan kesalahan-kesalahan ke dalam beberapa kategori berdasarkan kesamaan bentuk atau sifatnya sesuai dengan batasan yang telah diambil oleh si peneliti. Masing-masing kelompok kesalahan kemudian dihitung kemunculannya sehingga bisa diketahui tingkat keseriusannya. Dari langkah ini, bisa diambil kesimpulan tentang wilayah-wilayah bahasa target yang menjadi titik-titik rawan kesalahan para pembelajar. f. Evaluasi kesalahan Pada tahap terakhir dari analisis kesalahan, dilakukan evaluasi terhadap hasil analisis untuk dapat dikembangkan saran-saran bagi perbaikan pembelajaran bahasa di kemudian hari. Dengan demikian, analisis kesalahan berbahasa diharapkan bisa memberikan nilai paedagogis terhadap peningkatan kualitas para pembelajar. 3. Urgensi Analisis Kesalahan Pengertian urgensi bila dilihat dari bahasa Latin adalah Urgere yaitu kata kerja yang bermakna mendorong. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), urgensi berarti keharusan yang mendesak atau hal yang sangat penting. Apa urgensi penelitian itu? Sebenarnya, definisi yang jelas tentang hal ini tidak ada. Secara intuitif, urgensi penelitian ini dapat dikembangkan dari arti kata “urgensi”, yakni tingkat pentingnya (kepentingan). Urgensi penelitian dapat dikatakan sebagai tingkat pentingnya melakukan penelitian. Analogi dengan kehidupan sehari-hari, sesuatu akan dapat dikatakan urgen jika sesuatu tersebut tidak ada atau tidak dilakukan atau semacamnya maka hasil optimal atau terbaik tidak dipeoleh. Misalnya, pada masa ujian tengah atau akhir semester, belajar lebih intens bagi mahasiswa adalah sesuatu yang urgen karena kalau hal tersebut tidak dilakukan maka hasil ujian tidak akan optimal. Serupa dengan hal tersebut, dalam penelitian (termasuk skripsi), kegiatan meneliti akan dikatakan memiliki urgensi yang tinggi jika pelaksanaan kegiatan tersebut akan memberikan hasil yang bermanfaat. Dengan kata lain, suatu kegiatan penelitian dikatakan urgen jika output penelitian dapat menyelesaikan masalah secara strategis. Masalah penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis penelitian yang akan dilakukan. Untuk penelitian murni/akademis, masalah dapat dikaitkan dengan upaya untuk memverifikasi teori atau upaya untuk menemukan teori baru. Untuk penelitian terapan, masalah dapat dikonotasikan sebagai permasalahan yang dihadapi masyarakat/lembaga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, suatu penelitian dapat dikatakan memiliki urgensi yang tinggi jika output penelitian (atau simpulan penelitian) mampu memverifikasi teori atau menemukan teori baru, untuk penelitian murni/akademis, atau mampu menyelesaikan problematika riil masyarakat, untuk penelitian terapan. Apa yang salah dengan skripsi mahasiswa ? Fenomena umum yang dihadapi mahasiswa dalam kaitannya dengan urgensi penelitian adalah ketidakmampuan mahasiswa menyatakan urgensi penelitian dalam suatu paragraf secara baik. Mereka seringkali memiliki topik skripsi yang menarik tetapi gagal menyatakan urgensinya. Berdasarkan pengalaman, kemampuan untuk menggagas urgensi penelitian dapat dimulai dari dua point berikut: a. Kenali output penelitian yang akan diperoleh. Meskipun penelitian belum dilakukan, output penelitian dapat diprediksi dari jawaban dari pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Misalnya, jika rumusan masalahnya adalah “apa karakteristik manajerial dari praktek bisnis pada agroindustri perikanan di Kabupaten Jember ?”, output penelitian yang akan diperoleh nantinya adalah identifikasi karakteristik manajerial dari praktek bisnis pada obyek penelitian. Seringkali, mahasiswa tidak mampu mengenali output penelitan pada waktu topik skripsi disusun atau bahkan pada saat proposal penelitian dikembangkan. 4. Prosedur Analisis Kesalahan Ellis dan Tarigan (1997) mengajukan langkah-langkah analisis kesalahan berbahasa sebagai berikut: 1. Mengumpulkan sampel kesalahan. Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa dikumpulkan. Kesalahan berbahasa itu diperoleh dari hasil ulangan, latihan menulis, membaca, berbicara dan menyimak. Mengidentifikasi kesalahan atau kekhilafan. Mengidentifikasi kesalahan berdasarkan tataran kebahasaan, misalnya; kesalahan fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, dan semantik. Menjelaskan kesalahan atau kekhilafan. Menjelaskan apa yang salah, penyebab kesalahan, dan cara memperbaiki kesalahan. Mengklasifikasi kessalahan atau kekhilafan. Memperkirakan tataran kebahasaan yang dipelajari oleh siswa yang potensial mendatangkan kesalahan misalnya daerah fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, atau semantik. Mengevaluasi kesalahan atau kekhilafan. Memperbaiki kesalahan yang ada, mencari cara yang tepat untuk mengurangi dan bila dapat menghilangkan kesalahan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan menyempurnakan komponen proses belajar–mengajar bahasa seperti tujuan, bahan, metode, media, dan penilaian. 5. Jenis Kesalahan Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) membedakan wilayah kesalahan berbahasa menjadi beberapa kategori sebagai berikut : 1. Kategori linguistik 2. Kategori strategi performasi 3. Kategori komparatif 4. Kategori efek komunikasi. Penjabaran kategori wilayah kesalahan bahasa menurut Burt, Dulay, maupun Krashen (1982) dijelaskan menurut Nurhadi (1990) sebagai berikut : 1. Berdasarkan linguistik atau komponen bahasa, kesalahan berbahasa dikomponenkan menjadi: 2. Kesalahan pada tataran fonologi Kesalahan pada bunyi bahasa yang mengakibatkan kesalahan makna suatu kata. Contoh: Saudara dengan Sodara. Kesalahan pada tataran morfologi Kesalahan pada tatanan bahasa. Contoh: Sambil ngobrol, ayah mulai meminum tehnya. (mengobrol) Maaf ganggu tidurmu. (mengganggu) Kesalahan pada tataran sintaksis Kesalahan berbahasa yang terjadi karena adanya kesalahan pada frasa, klausa ataupun kalimat. Contoh: Di waktu itu, seharusnya Pada waktu itu. Petani yang muda, seharusnya Petani muda. Pemimpin itu melindungi akan rakyatnya, seharusnya Pemimpim itu melindungi rakyatnya. Kesalahan pada tataran semantik Kesalahan bahasa yang terletak pada bentuk kata, bunyi, ataupun makna kalimat yang menyimpang dari kaidahnya. Contoh: Kualitas dengan Kwalitas. (kata yang mirip) Jam dengan Pukul. (kesalahan diksi) Kesalahan pada tataran leksikal Kesalahan yang terletak pada kosakata dan pemakaian kata dalam bahasa. Contoh: Lukisanmu sangat indah sekali. Seharusnya Lukisanmu sangat indah atau indah sekali. Kesalahan pada tataran wacana. Kesalahan dalam pembuatan wacana, seperti penggabungan paragraf, pemilihan topik, struktur pargaraf yang tidak tepat. Berdasarkan strategi performasi, kesalahan bahasa dibedakan menjadi : Penanggalan (omission) Kesalahan ini terjadi ketika dalam suatu frase atau kalimat kehilangan satu atau lebih unsur bahasa. Penambahan (addition) Terjadi ketika dalam suatu frase atau kalimat terdapat satu atau lebih unsurunsur bahasa tambahan yang tidak diperlukan. Kesalahbentukan (misformation) Terjadi ketika bentuk suatu frase atau kalimat yang tidak sesuai kaidah bahasa itu. Kesalahurutan (misordering) Susunan atau urutan unsur bahasa dalam suatu konstruksi frase atau kalimat sudah berada di luar atau melenceng dari kaidah bahasa. Berdasarkan taksonomi komparatif, kesalahan dibedakan menjadi berikut : Kesalahan interlingual atau kesalahan interferensi Merupakan kesalahan yang bersumber (akibat) dari pengaruh bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Kesalahan intralingual Kesalahan akibat perkembangan. Kesalahan tersebut bersumber dari penguasaan bahasa kedua (B2) yang belum memadai. Kesalahan ambigu Kesalahan berbahasa yang merefleksikan kesalahan interlingual dan intralingual. Kesalahan ini diakibatkan kesalahan pada interlingual dan intralingual. Kesalahan unik merupakan kesalahan bahasa yang tidak dapat dideskripsikan berdasarkan tataran kesalahan interlingual dan intralingual. Berdasarkan kategori efek komunikasi, kesalahan bahasa dapat dibedakan menjadi : Kesalahan lokal Merupakan kesalahan konstruksi kalimat akibat ketiadaan salah satu unsurnya yang mengakibatkan proses komunikasi menjadi terganggu. Kesalahan global Kesalahan bahasa yang menyebabkan seluruh isi yang akan disampaikan dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis, menjadi tidak dapat tersampaikan dan dipahami. Hal tersebut akibat dari kalimat yang digunakan berada di luar kaidah bahasa manapun.