Anda di halaman 1dari 6

PRINSIP EKONOMI SYARIAT ISLAM

SEWA MENYEWA (IJARAH)

KELOMPOK 10
DISUSUN OLEH :
➢ Ziyad Farhan Nur Rohman (35)
➢ Safinatun Ilmiyah (28)
➢ Nafis Patria Akbar (23)

KELAS XI MIPA 7
SMA NEGERI 2 BANGKALAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. PENGERTIAN IJARAH
Secara sederhana, ijarah diartikan sebagai transaksi manfaat atau
jasa dengan imbalan tertentu. Dalam Bahasa Arab ijarah berasal dari kata
‫أ َ َج َر‬, yang memiliki sinonim dengan: ‫ أ َ ْك َري‬yang artinya: menyewakan,
seperti dalam kalimah ‫( أَجْ َرالشىء‬menyewakan sesuatu).
Ali Fikri mengartikan ijarah menurut bahasa dengan: ‫الك ََرا ُءأ َ ْوبَ ْي ُع‬
‫ ال َم ْنفَ َعة‬yang artinya: sewa-menyewa atau jual beli manfaat. Bila yang
menjadi objek adalah transaksi manfaat atau jasa dari suatu benda, disebut
ijarah al-‘ain atau sewa menyewa.

Dalam pengertian istilah, para ulama berbeda pendapat akan hal ini:

1. Ulama Hanafiyah
Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.
2. Ulama Malikiyah
Ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat
suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang
bukan berasal dari manfaat.
3. Ulama Syafi'iyah
Definisi akad ijarah adalah suatu akad akan manfaat yang dimaksud
dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan
tertentu.
4. Ulama Hambaliyah
Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal
ijarah dan kara’ dan semacamnya.

B. DASAR HUKUM IJARAH


Hukum asal ijarah adalah mubah atau boleh, yaitu apabila dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Islam. Berikut adalah beberapa
dasar hukum yang membolehkan ijarah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Nabi.

QS. Ath-Thalaq ayat 6 :

َ ‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَئاَت ُ ْوه َُّن أ ُ ُج‬


‫وره َُّن‬ َ ‫فَإِ ْن أَ ْر‬

Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka


berikanlah kepada mereka upahnya.

QS. Al-Qashash ayat 26 dan 27 :

ُّ ‫ت ا ْستَئْ ِج ْرهُ ِإ َّن َخي َْر َمنِ ْست َأ ْ َج ْرتَ ْالقَ ِو‬
)26( ‫ي ْاْلَمِ ْي ُن‬ ِ ‫ت ِإ ْحدَاهُ َما َيأ َ َب‬
ْ َ‫قَال‬

َ َ‫ج فَإِ ْن أَ ْت َممْت‬ ْ َّ َ ‫قَا َل إنِ ْي أ ُ ِر ْيدُ أ َ ْن أ ُ ْن ِك َحكَ ِإ ْحدَى ا ْبنَت‬


‫ع ْش ًرا‬ َ ‫علَى أ َ ْن ت َأ ُج َرنِى ث َ َمان‬
ِ ‫ِي حِ َج‬ َ ‫ى هَا تَي ِْن‬
)27( َ‫صالِحِ يْن‬ َ َ‫علَيْك‬
َّ ‫ست َِجدُنِ ْى إِ ْنشَا َءّللاُ مِ نَ ال‬ ُ َ ‫فَمِ ْن ِع ْندِكَ َو َما أ ُ ِر ْيدُ أ َ ْن أ‬
َ ‫ش َّق‬
Salah seorang di antara kedua anak perempuan itu berkata: “Hai
bapakku upahlah dia, sesungguhnya orang yang engkau upah itu adalah kuat
dan terpercaya”. Si bapak ber-kata: “Saya bermaksud menikahkan engkau
dengan salah seorang anak perempuanku dengan ketentuan kamu menjadi
orang upahan saya selama delapan musim haji”.

Hadis Ibnu Abbas :

َ ‫طى ْال ُحج‬


‫َّام‬ َ ‫سلَّ َم َوأ َ ْع‬ َ ُ‫صلَّى ّللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫ اِحْ ت َ َج َم النَّ ِب‬:َ‫ع ْن ُه َما قَال‬
َ ‫ي‬ َ ُ‫ي ّللا‬
َ ‫ض‬
ِ ‫َّاس َر‬
ٍ ‫عب‬َ ‫ع ِن اب ِْن‬
َ
َ
ُ‫أ ْج َره‬

Dari Ibnu Abbas r.a. Nabi saw. Berbekam dan beliau memberikan
kepada tukang bekam itu upahnya. (HR. Al-Bukhari)

Hadis Ibnu ‘Umar :

ُ‫ط ْواأ َ ْْل َ ِج ْي َرأَجْ َره‬


ُ ‫ أ َ ْع‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى ّللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل ّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع ْن ُه َما قَال‬
َ ُ‫ي ّللا‬
َ ‫ض‬
ِ ‫ع َم َر َر‬
ُ ‫ع ِن اب ِْن‬َ ‫َو‬
‫ف‬ ‫ج‬
َّ ِ َ ‫ي‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫ل‬ َ ‫قَ ْب‬
ُُ‫ع َرقه‬َ

Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda:


berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya sebelum keringatnya kering.
(HR. Ibnu Majah).

Dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis tersebut sudah jelas bahwa


akad ijarah diperbolehkan dalam Islam, karena hal seperti ini juga
dibutuhkan dalam masyarakat.

Tujuan disyariatkannya ijarah adalah untuk memberikan keringanan


kepada umat dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi
tidak dapat bekerja, dan di lain pihak ada yang mempunyai tenaga dan
membutuhkan uang. Dengan adanya ijarah keduanya saling mendapat
keuntungan.

C. RUKUN IJARAH DAN SYARAT-SYARATNYA


Transaksi Ijarah dalam kedua bentuknya akan sah apabila terpenuhi
rukun dan syaratnya. Berikut adalah rukun-rukun dan syarat ijarah :
1. Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-
menyewa atau upah-mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah
dan yang menyewakan, musta’jir adalah orang yang orang yang
menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu.
Syarat bagi keduanya ialah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf
(mengendalikan harta), dan saling meridhai.
QS An-Nisa’ : 29

‫اض ِم ْن ُك ْۗ ْم َو ََل تَ ْقتُلُ ٰۤ ْوا‬ ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ َ ً ‫ارة‬ َ ‫ٰٰۤيـاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َأ ْ ُكلُ ٰۤ ْوا ا َ ْم َوالَـ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم ِب ْال َباطِ ِل ا َّ َِٰۤل ا َ ْن ت َ ُك ْونَ ِت َج‬
‫ّللا َكانَ بِ ُك ْم َرحِ ْي ًما‬ َ ‫س ُك ْۗ ْما َِّن ه‬
َ ُ‫اَ ْنـف‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
Bagi orang yang berakad ijarah juga disyaratkan mengetahui
manfaat barang yang diakadkan dengan sempurna sehingga dapat
mencegah terjadinya perselisihan.

2. Shighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab Kabul sewa-
menyewa dan upah-mengupa.

3. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik


dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.

4. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-


mengupah.
Disyaratkan pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat
berikut ini:
▪ Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan
upah-mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.
▪ Hendaklah barang yang menjadi objek sewa-menyewa dan
upah-mengupah dapat iserahkan kepada penyewa dan pekerja
berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
▪ Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut Syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).
▪ Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga
waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.

D. PEMBAYARAN UPAH DAN SEWA


Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, jika mu’jir menyerahkan zat
benda yang disewa kepada musta’jir, ia berhak menerima bayarannya,
karena penyewa (musta’jir) sudah menerima kegunaan.
Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut:

➢ Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadis


Rasulullah yang diriwayatka oleh Ibnu Majah dengan arti sebagai
berikut: “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”.
➢ Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa,
kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang di-
ijarah-kan mengalir selama penyewaan berlangsung.

E. MENYEWAKAN BARANG SEWAAN


Musta’jir dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan kepada orang
lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang
dijanjikan ketika akad. Seperti penyewaan seekor kerbau, ketika akad
dinyatakan bahwa kerbau itu disewa untuk membajak di sawah, kemudian
kerbau tersebut disewakan lagi dan timbul musta’jir kedua, maka kerbau itu
pun harus digunakan untuk membajak pula. Harga penyewaan yang kedua
ini bebas, boleh lebih besar, lebih kecil, atau seimbang.
Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang
bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu’jir), dengan syarat kerusakan
itu bukan akibat dari kelalaian musta’jir.

F. PEMBATALAN DAN BERAKHIRNYA IJARAH


Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila terdapat hal-hal sebagai
berikut :
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa,
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan
sebagainya.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang
diupahkan untuk dijahitkan.
4. Terpenuhinya manfaat yang diadakan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak seperti
yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya ada yang
mencuri, maka ia dibolehkan mem-fasakh-kan sewaan itu.

G. PENGEMBALIAN SEWAAN
Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan
barang sewaan. Jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan
kepada pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap atau
(‘iqar), ia wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika barang
sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan
kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat, bahwa ketika ijarah telah berakhir,
penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian
mengembalikan untuk menyerahterimakannya, seperti barang titipan.

H. DAFTAR PUSTAKA
▪ Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
▪ Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Bogor: Prenada
Media.
▪ Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
▪ Sahrani, Sohari., Ru’fah Abdullah. 2011. FIKIH MUAMALAH. Bogor:
agahalia Indonesia.
▪ Pasaribu, Chairuman., Suhrawardi K. Lubis. 1996. Hukum Perjanjian
dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai