Konsep adalah penyebaran teori. Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para
lingusitik diantaranya J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9) menyatakan
bahwa secara pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat
diwujudkan oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur
lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (Hartyanto, 2008).
(1) Tindak lokusi (Lecutionary act), yaitu kaitan suatu topik dengan satu keterangan
dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan pokok dengan predikat atau
topik dan penjelasan dalam sintaksis (Searly dalam Lubis).
Contoh: Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama
tunggal (si penutur), dan lapar mengacu pada perut kosong dan perlu diisi,
tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
(2) Tindak ilokusi (Illecitionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran,
janji pertanyaan dan sebagainya.
Contoh: Saya lapar, maksudnya adalah meminta makanan, yang merupakan suatu
tindak ilokusi.
(3) Tindak perlokusi (Perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh
ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan
kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga
berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara
sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.
Contoh: Saya lapar, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada
pendengar, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan kepada
penutur.
1. Naratif
Naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah
tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi
dalam suatu keadaan waktu. Naratif adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca atau mitra tutur suatu
peristiwa yang telah terjadi . Naratif hanya berusaha menjawab suatu pertanyaan Apa
yang telah terjadi? (Keraf dalam Hartyanto, 2008)
2. Deskriptif
3. Informatif
1. Konstantif
Contohnya :
2.
Direktif
Contohnya :
B : Apa dikiranya saya ini pembantu? (walaupun begitu B bergegas mengambil air
juga).
3. Komisif
4. Acknowledgment
membohongi,
menganjurkan,
membesarkan
hati,
mitra
memalukan,
tutur
memikirkan
mempersukar,
menarik
tentang:
mengurangi
perhatian,
ketegangan,
menjemukan,
dan
membosankan.
Selain itu, peneliti juga menggunakan aspek peristiwa tutur sebagai bahan
pendukung dalam memecahkan masalah penelitian tersebut. Peristiwa tutur (speech
event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk
ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu
pokok tuturan tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer-Leonie,
2004: 47). Misalnya, interaksi yang yang berlangsung antara seorang pedagang dan
pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya, maka hal itu disebut peristiwa tutur.
Dell Hymes, 1972, (dalam Chaer, 1995: 62) seorang pakar sosiolinguistik
mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang
bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan
komponen itu adalah:
P = participants
A = act sequence
I = instrumentalities
G = genres
Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi psikologis pembicaraan. Waktu,
tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan variasi bahasa yang
berbeda.berbicara di lapangan sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola
dalam situasi ramai Anda bisa berbicara keras-keras, berbeda dengan pembicaraan di
ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca, Anda harus berbicara
seperlahan mungkin.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi
di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun,
para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin
membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan bahwa terdakwa tidak
bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat, di mana suatu pesan
disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,
dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh
dan isyarat.
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah,
doa, dan sebagainya.
lokusi, ilokusi dan perlokusi terhadap dialog film Berbagi Suami karya Nia Dinata. Ia
juga menggunakan batasan lokusi yang dikemukakan oleh Keraf (dalam Hartyanto,
2008), antara lain: naratif, deskriptif, dan informatif, batasan mengenai ilokusi yang
dikemukakan oleh Bach dan Harnish (dalam Setiawan, 2005 : 22-25), yaitu:
konstantif, direktif, komisif, dan Acknowledgement.
Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti lebih mengutamakan sisi pengujaran
yang dituturkan oleh para pelakon yang bermain dalam film Perempuan Punya
Cerita. Hal ini berkaitan dengan masalah yang akan diungkapkan dari film tersebut,
yaitu berupa makna tindak tutur dialog film Perempuan Punya Cerita. Untuk itu,
peneliti menggunakan teori J. L. Austin yang berkaitan dengan analisis tindak tutur
dalam memecahkan masalah penelitian tersebut.
Menurut J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis,1991:9), secara analitis tindak
tutur dapat dibagi atas 3 macam bentuk, yaitu: (1) Tindak lokusi (lecutionary act),
yaitu kaitan suatu topik dan penjelasan dalam sintaksis. (2) Tindak ilokusi
(illecutionary act), yaitu pengucapan suatu pertanyaan, tawaran, janji, pertanyaan, dan
sebagainya. (3) Tindak perlokusi (perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang
ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi
pengucapan kalimat tersebut.