Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SOSIOLINGUISTIK
”Peristiwa Tutur, Tindak Tutur, dan Situasi Tutur”

Oleh:
Husni Mardhyatur Rahmi
NIM 1810721001

Dosen pengampu:
Dr. Aslinda, M.Hum.

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

2020
A. Peristiwa tutur (Speech Event)

Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik
dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur,
dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina,
2010:47).

Peristiwa bahasa (inggris: speech event, belanda: taalgebeuren) ialah interaksi linguistik
tertentu, suatu kejadian komunikasi yang terdiri dari satu atau lebih ujaran, pada waktu tertentu
yang mempergunakan bahasa disebut peristiwa bahasa (Pateda, 2015: 26).

Terjadinya interaksi linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara dua belah
pihak tentang satu topik atau pokok pikiran, waktu, tempat, dalam situasi disebut peristiwa tutur
(Aslinda dan Syafyahya, 2007: 31).

Berdasarkan pendapat tersebut, Peristiwa tutur dapat didefinisikan sebagai interaksi


linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang satu topik atau
pokok pikiran dalam satu waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Criper dan widdowson (dalam Pateda, 2015) menyebutkan ada tiga faktor yang harus ada
dalam peristiwa bahasa atau peristiwa tutur, yaitu:

a. Addresser atau pembicara


b. Addresse atau pendengar
c. Message atau pesan

Pesan umumnya bersifat verbal, yang biasanya diikuti oleh gejala paralinguistik seperti
gerakan motoris anggota badan.

Dell Hymes (1972) menyebutkan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen, yaitu:

S = setting and scene

Setting berhubungan dengan waktu dan tempat penuturan berlangsung, dan scene
mengacu pada situasi, tempat, dan waktu terjadinya penuturan. Waktu, tempat dan situasi yang
berbeda akan menyebabkan penggunaan bahasa yang berbeda.
P = participans

Participant adalah peserta tutur, atau pihak-pihak yang terlibat dalam penuturan, yakni
adanya penutur dan mitra tutur. Status sosial penutur dan mitra tutur mempengaruhi dan
menentukan ragam bahasa yang digunakan.

E = ends: purpose and goals

Ends mengacu pada maksud dan tujuan penuturan.

A = act sequences

Act sequences berkenaan dengan bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk berkaitan dengan
kata-kata yang digunakan, dan isi berkaitan dengan topik pembicaraan.

K = key: tone of spirit of act

Key berhubungan dengan nada suara, penjiwaan, sikap atau cara saat sebuah tuturan
diujarkan.

I = instrumentalities

Instrumentalities berkenaan dengan saluran dan bentuk bahasa yang digunakan dalam
penuturan.

N = norms of interaction and interpretation

Norms adalah norma-norma atau aturan yang harus dipahami dalam berinteraksi. Norma
interaksi dicerminkan oleh hubungan sosial dalam sebuah masyarakat bahasa.

G = genres

Genre mengacu pada bentuk penyampaian. Chaer dan Agustina (2010: 49) menafsirkan
genres menjadi narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya. Sedangkan Arini (dalam Aslinda dan
Syafyahya, 2007: 33) menafsirkan bahwa genre berkaitan dengan tipe-tipe tuturan yang
berhubungan untuk berkomunikasi, ada pun aplikasi genre menurutnya terbagi tiga, yaitu
percakapan di dalam gedung, percakapan di luar gedung, dan percakapan melalui media.
B. Tindak tutur (Speech Act)

Istilah dan teori tindak tutur awalnya diperkenalkan oleh T.L. Austin yang merupakan
seorang guru besar Universitas Harvard pada tahun 1965. Namun, teori ini baru berkembang dan
dikenal dalam dunia linguistik setelah diterbitkan buku berjudul “Speect Act, and Essay in the
philosophy of language” yang ditulis oleh Searle pada tahun 1969.

Searle mengemukakan bahwa dalam semua interaksi lingual terdapat tindak tutur
Interaksi lingual bukan hanya lambang kata atau kalimat, melainkan lebih tepat bila disebut
produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berujud perilaku tindak tutur (the
performance of speech act).

Richard (dalam Purba. 2011: 79) mengemukakan bahwa tindak tutur (dalam arti yang
sempit sekarang) adalah istilah minimal dari pemakaian situasi tutur/peristiwa tutur/tindak tutur.

Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan
merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual (Aslinda dan Syafyahya, 2007: 34)

Berbeda dengan peristiwa tutur yang bersifat sosial, tindak tutur bersifat individual.
Tindak tutur adalah tindakan yang dilakukan oleh penutur pada saat berlangsungnya percakapan
(Purba, 2011: 81).

Sebagai suatu bentuk proses komunikasi, di dalam percakapan terjadi interaksi antara
penutur dan petutur yang mengakibatkan terjadinya tindak tutur. Richards (dalam Purba, 2011)
menyebutkan bahwa fungsi utama percakapan adalah pernyataan tindak tutur, hal ini
dikarenakan ketika orang-orang bercakap-cakap, mereka mungkin membuat janji, memberikan
pujian, mengkritik, mengundang atau memperingatkan. Dengan demikian, tujuan utama penutur
maupun petutur dalam sebuah percakapan adalah untuk menginterpretasikan tindak tutur secara
tepat.

Interaksi antara penutur dengan petutur pada saat berlangsungnya komunikasi


(percakapan) terjadi secara timbal balik. Petutur (pendengar, penyimak) yang tadinya bertindak
sebagai penerima informasi, setelah menerima dan memahami informasi itu akan bereaksi
melakukan tindak tutur atau menjadi petutur. Sebaliknya, petutur (pembicara) yang tadinya
bertindak sebagai pemberi informasi setelah menyampaikan informasi itu akan berubah menjadi
petutur (pendengar, penyimak) (Purba, 2011: 84).

Untuk menuangkan makna dalam bentuk tindak tutur, maka hal tersebut dipegaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:

1. Bahasa apa yang digunakan saat bertutur


2. Kepada siapa menyampaikan tuturan
3. Dalam situasi apa tuturan disampaikan
4. Kemungkinan-kemungkinan struktur dalam bahasa yang digunakan

Keempat faktor tersebut menunjukkan bahwa suatu maksud tuturan perlu


mempertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi
tutur, dan kemungkinan struktur yang ada dalam bahasa.

Ada pun klasifikasi tindak tutur berdasarkan maksud penutur terbagi lima, yaitu:

1. Tindak tutur representatif

Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu sesuatu. Tindak tutur ini mencakup;
mempertahankan, meminta, mengatakan, menyatakan dan melaporkan.

2. Tindak tutur komisif

Tindak tutur ini menyatakan akan melakukan sesuatu, mencakup janji dan ancaman.

3. Tindak tutur direktif

Tindak tutur ini berfungsi untuk membuat petutur melakukan sesuatu, seperti saran,
permintaan dan perintah.

4. Tindak tutur ekspresif

Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai keadaan
hubungan, misalnya permintaan maaf, penyesalan dan ungkapan terima kasih.

5. Tindak tutur deklaratif


Tindak tutur ini menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan.

Berdasarkan klasifikasi tindak tutur tersebut, maka dikenal beberapa jenis kalimat, seperti
kalimat komisif, direktif, ekspresif, dan dekaratif. Sebelumnya, dalam tata bahasa tradisional
hanya dikenal tiga jenis kalimat, yaitu: kalimat deklaratif, interogatif dan imperatif.

Ada pun klasifikasi tindak tutur berdasarkan konteks situasi terbagi dua, yaitu langsung
dan tidak langsung. Tindak tutur langsung lebih mudah dipahami karena menggunakan makna
lugas. Sebaliknya situasi tidak langsung tidak begitu mudah dipahami dan menggunakan makna
terselubung atau implisit.

C. Situasi tutur

Rustono (1999:26) menyatakan bahwa situasi tutur adalah situasi yang melahirkan
tuturan. Hal tersebut berkaitan dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa tuturan
merupakan akibat, sedangkan situasi merupakan penyebab terjadinya tuturan.

Menurut pandangan Hymes, Situasi tutur adalah situasi ketika tuturan dapat dilakukan
dan dapat pula tidak dilakukan, situasi tidak murni komunikatif dan tidak mengatur adanya
aturan berbicara, tetapi mengacu pada konteks yang menghasilkan atutan berbicara (Aslinda dan
Syafyahya, 2007: 35)

Sebuah peristiwa tutur dapat terjadi karena adanya situasi yang mendorong terjadinya
peristiwa tutur. Situasi tutur sangat penting karena dengan adanya situasi tutur, maksud dari
sebuah tuturan dapat diidentifikasi dan dipahami oleh mitra tuturnya. Sebuah tuturan dapat
digunakan dengan tujuan untuk menyampaikan beberapa maksud atau sebaliknya. Hal ini
dipengaruhi oleh situasi yang melingkupi tuturan tersebut.

Ada keanekaragaman maksud yang mungkin disampaikan oleh penutur dalam sebuah
peristiwa tutur. Leech (1993) mengungkapkan banwa terdapat sejumlah aspek yang harus
dipertimbangkan, aspek tersebut antara lain penutur dan mitra tutur, konteks, tujuan tuturan,
tindak tutur sebagai bentuk aktivitas dan tuturan sebagai produk tindakan verbal.

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi, tidak ada
tuturan tanpa situasi tutur. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan
akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya.
Tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Dengan kata lain maksud tuturan yang sebenarnya
hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya.

D. Kesimpulan

Peristiwa tutur dapat didefinisikan sebagai interaksi linguistik untuk saling


menyampaikan informasi antara dua belah pihak tentang satu topik atau pokok pikiran dalam
satu waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Dell Hymes (1972) menyebutkan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen, yaitu:

S = setting and scene

P = participans

E = ends: purpose and goal

A = act sequences

K = key: tone of spirit of act

I = instrumentalities

N = norms of interaction and interpretation

G = genres

Tindak tutur adalah tindakan yang dilakukan oleh penutur pada saat berlangsungnya
percakapan. Tindak tutur bersifat individual, berbeda dengan peristiwa tutur yang bersifat sosial.

Pernyataan tindak tutur menjadi fungsi utama ercakapan, tindak tutur dapat berupa tindak
tutur representatif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, tindak
tutur deklaratif.

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. maksud tuturan yang sebenarnya
hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya.
Daftar Bacaan
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Chaer, Abdul dan Agustina. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta

Pateda, Mansoer. 2015. Sosiolinguistik, Edisi Revisi. Bandung: Penerbit Angkasa

Purba, Andiopenta. 2011. ”Tindak Tutur dan Peristiwa Tutur”. Jurnal Pena. Vol. 1 No. 1

Anda mungkin juga menyukai