Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGANTAR LINGUISTIK

PRAGMATIK

DOSEN PENGAMPU :
Mohammad Rofiqi,S.s,M.Hum
Disusun oleh :
Moh Taufik 195551116
Naufal Bin Haji Mohd Noor Tijani 195551117
Asti 195551152
Mia Wiji Astuti 195551114

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA YOGYAKARTA


FAKULTAS DIRASAH ISLAMIYAH
PRODI STUDI ISLAM INTERDISIPLINER
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah terlepas dari pemakaian bahasa. Pada dasarnya
manusia selalu menginginkan adanya interaksi sosial yang dengan manusia yang lain. Sebab
itulah bahasa menjadi alat yang paling efektif untuk keperluan seseorang dengan seseorang
lainnya. Seseorang dapat menunjukkan peran dan inginnya melalui kontak bahasa yang
mereka punya. Terkadang dalam penggunaan bahasa itu sendiri mereka secara tidak sadar
akan menggunakan tuturan yang sulit dipahami oleh lawan tuturnya. Oleh karena itu, setiap
manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan
tuturnya. Dalam hal ini, manusia tidak hanya sekadar mengerti apa yang telah diujarkan dan
disampaikan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut.
Kegiatan semacam ini berkaitan dengan tindak tutur, yang merupakan salah satu cabang dari
Linguistik yaitu tuturan yang disertai dengan gerak, sikap anggota badan maupun ekspresi
tertentu.

B. Rmuusan Masalah
Untuk mempermudah sebuah pembahasan, perlu kiranya kami rumuskan beberapa
masalah yang timbul. Adapun masalah tersebut yaitu:
a. Apa saja jenis-jenis dalam pragmatik?
b. Apa saja komponen-komponen yang ada pada pragmatik itu?

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari penulisan Makalah ini ialah menjelaskan jenis-jenis dalam pragmatik
serta komponen-komponen yang ada dalam pragmatik. Sehingga kita bisa sedikit mengerti
tentang pragmatik serta apa saja cakupan dalam pragmatik itu. Dan diharapkan bisa menjadi
sumbangsih literatur bagi yang ingin belajar cabang ilmu Linguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pragmatik
Pragmatik ialah salah satu bidang ilmu linguistik, mengkhususkan pengkajian pada
hubungan Antara bahasa dan konteks tuturan. Pragmatik adalah studi yang berkaitan dengan
kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks masyarakat.
Levinson berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari
relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang dimaksud telah
tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga sama sekali tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya.
Menurut Tarigan Pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya
konteks mempengaruhi cara seseorang menafsirkan kalimat. Leech berpendapat bahwa
seseorang tidak dapat mengerti benar-benar sifat bahasa bila tidak mengerti pragmatik, yaitu
bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Pernyataan ini menunjukan bahwa
pragmatik tidak lepas dari penggunaan bahasa. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan dalam pengunaan
bahasa yang menghubungkan kalimat dan konteks. Namun dihubungkan dengan situasi atau
konteks di luar bahasa tersebut, dan dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam
masyarakat. Bahasa dan pemakai bahasa tidak teramati secara individual tetapi selalu
dihubungkan dengan kegiatan dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai
gejala individual tetapi juga gejala sosial. Salah satu bidang pragmatik yang menonjol adalah
tindak tutur.
Dilihat pada bidangnya bahwa tindak tutur mempunyai hubungan dengan Pragmatik.
Secara garis besar antara tindak tutur dengan pragmatik membahas tentang makna tuturan
yang sesuai konteksnya. Secara singkat menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu bahasa
pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi,
implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra
tutur.
 Menurut Leech (1993: 1), pragmatik ialah cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal
pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu ini
jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh
semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak
akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik,
yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi, beliau juga mengartikan
pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar
(speech situasions).
 Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan
(utterance) menggunakan makna yang terikat konteks, Sedangkan memperlakukan
bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan
konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi.
 Menurut Verhaar (1996: 14), pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang
membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara
penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal
“ekstralingual” yang dibicarakan.
B.. Jenis-jenis Pragmatik
a. Tindak Tutur
1. Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan salah satu analisis pragmatik yang mengkaji bahasa dengan
aspek konsumsi aktualnya. Tindak tutur awal kali dikenalkan oleh Austin pada tahun 1965,
yang ialah teori yang dihasilkan dari studinya. Setelah itu teori ini dibesarkan oleh
Searle( 1969) dengan menerbitkan suatu novel Speech Acts: An Essay in the Philosophy of
Language. Ia berpendapat kalau komunikasi bukan semata- mata lambang, kata ataupun
kalimat, namun hendak lebih pas apabila diucap produk ataupun hasil dari lambang, kata
ataupun kalimat yang berwujud sikap tindak tutur( the performance of speech acts).
Leech( 1994: 4) melaporkan kalau sesungguhnya dalam tindak tutur memiliki 5 aspek
suasana tutur yang mencakup: penutur serta mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan,
tindak tutur selaku suatu aksi/ kegiatan serta tuturan selaku produk tindak verbal.
Chaer( dalam Rohmadi, 2004) menerangkan tindak tutur ialah indikasi individual yang
bertabiat psikologis serta keberlangsungan didetetapkan oleh keahlian bahasa sang penutur
dalam mengalami suasana tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada arti ataupun makna
aksi dalam tuturannya.
Suwito dalam bukunya Sosiolinguistik: Teori serta Problem mengemukakan ( speech event)
ialah indikasi sosial serta ada interaksi antara penutur dalam suasana serta tempat tertentu,
hingga tindak tutur lebih cenderung selaku indikasi individual, bertabiat psikologis serta
ditentukanm oleh keahlian bahasa penutur dalam mengalami suasana tertentu.
Dari komentar tersebut disimpulkan kalau tindak tutur ialah sesuatu ujaran yang memiliki
aksi selaku sesuatu fungsional dalam komunikasi yang memikirkan aspek suasana tutur.
2. Jenis-jenis Tindak Tutur
Konsep tindak tutur ujar dalam suatu tuturan yang dikemukakan oleh Searle di dalam
bukunya yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language. Secara
pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang
penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak
perlokusi(perlocutonary act).
 Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak
tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak lokusioner adalah
tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh
kata, frasa, dan kalimat itu.
Contoh: “ini Salman, anak pak kades yang bungsu!”
Tuturan di atas disampaikan oleh penuturnya bertujuan untuk menginformasikan
bahwa salman putra bungsu dari pak kades. Tuturan tersebut tanpa bermaksud untuk
melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
 Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi daya
ujar. Tindak tersebut diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang bersifat untuk
menginformasikansesuatu dan melakukan sesuatu, serta mengandung maksud dan daya
tuturan. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan
siapa petutur, kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya.
Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting dalam memahami tindak tutur.
Sementara Chaer dan Leonie (2010:53) berpendapat bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur
yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini
biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh,
menawarkan dan menjanjikan.Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi
adalah tindak tutur yang berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan
tindakan yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu kepada mitra
tutur.
Contoh: ‘‘Makan, Nak!’’
Tuturan di atas tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu saja akan akan tetapi
bertujuan untuk melakukan sesuatu. Contoh diatas dituturkan oleh seorang anak kepada
bapaknya dengan maksud untuk meminta makan.
 Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan terdapatnya perkataan
orang lain sehubungan dengan perilaku serta sikap non linguistik dari orang lain. Suatu
tuturan yang diutarakan oleh seorang kerapkali memiliki energi pengaruh( perlocutionary
force), ataupun dampak untuk yang mendengarkannya. Dampak ataupun energi pengaruh ini
bisa secara terencana ataupun tidak terencana dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang
pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur diucap dengan tindak
perlokusi.
Contoh: Aku lali nggawa dhuwit, Sarrryatun. Anu, sepedha ku mau daktitipake ing papan
penitipan kana. ‘Aku lupa tidak membawa uang, Sarrr-yatun. Sepedaku tadi aku titipkan di
tempat penitipan sana.’
Tuturan di atas disampaikan oleh seorang Bapak kepada anaknya bahwa ia tidak bisa pergi
maka tindak tutur ilokusinya ialah untuk meminjam uang kepada mitra tutur, dan tindak tutur
perlokusinva adalah agar anaknya maklum dan meminjamkan uang.
3. Pembagian Tindak Tutur
 Tindak Tutur Langsung: Tindak tutur yang sesuai dengan fungsi kalimat yang
membentuknya (kalimat berita, tanya dan perintah).
Contoh: Seorang Dokter berkata kepada pasiennya: “Buka mulutnya!”
 Tindak Tutur Tak Langsung: Tindak tutur yang tidak sesuai dengan fungsi kalimat
yang membentuknya.
Contoh: Andi: “Bu, mau bikin kopi, tidak ada gulanya”.
Ibu: “Ini uangnya. Beli sana”
 Tindak Tutur Literal: Tindak tutur yang memiliki maksud yang sama dengan kata-
kata yang menyusunnya.
Contoh: Siska; “Nilai raportmu bagus, ya!”
Tindak tutur yang disampaikan siska kepada teman sebangkunya, ketika melihat nilai raport
yang diperolehnya bagus.
 Tindak Tutur Non-Literal: Tindak tutur yang memiliki maksud yang berlawanan
dengan kata-kata yang menyusunnya.
Contoh: Guru: “Bagus, berisik aja terus!”
Tindak tutur bernada ironis yang disampaikan oleh seorang Guru ketika muridnya berisik.
Bukan berarti dia memuji siswanya, akantetapi menyuruh mereka untuk tidak berisik.
Adapun Searle menggolongkan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu:
1) Representatif
Representatif merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran
atas hal yang dikatakannya. Tindak tutur jenis ini juga disebut dengan tindak tutur asertif.
Yang termasuk tindak tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui,
menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi.
Contoh: “Bapak Gubernur meresmikan gedung baru ini”.
2) Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra
tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tindak tutur
direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis
ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh,
menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba.
Contoh : “Bantu aku memperbaiki tugas ini”.
Contoh tersebut termasuk ke dalam tindak tutur jenis direktif sebab tuturan itu dituturkan
dimaksudkan penuturnya agar melakukan tindakan yang sesuai yang disebutkan dalam
tuturannya yakni membantu memperbaiki tugas. Indikator dari tuturan direktif adalah adanya
suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan tersebut.
3) Ekspresif
Tindak tutur ini disebut juga dengan tindak tutur evaluatif. Tindak tutur ekspresif
adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi
tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu, meliputi tuturan mengucapkan terima kasih,
mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, meyalahkan, dan mengkritik.
Tuturan “Sudah kerja keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak bisa mencukupi
kebutuhan keluarga”.
4) Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk
melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya bersumpah, berjanji,
mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul.
Contoh : “Saya sanggup melaksanakan amanah ini dengan baik”.
Tuturan itu mengikat penuturnya untuk melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Hal
ini membawa konsekuensi bagi dirinya untuk memenuhi apa yang telah dituturkannya.
5) Deklarasi
Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya utuk
menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga
dengan istilah isbati. Yang termasuk ke dalam jenis tuutran ini adalah tuturan dengan maksud
mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan, mengizinkan,
menggolongkan, mengangkat, mengampuni, memaafkan.
Contoh :“Ibu tidak jadi berangkat ke pasar.” (membatalkan)
“Bapak memaafkan kesalahanmu.” (memaafkan)
“Saya memutuskan untuk tidak keluar malam ini.” (memutuskan).
b. Implikatur
1. Pengertian implikatur
Implikatur mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama”antara penutur dan lawan
tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus saling berhubungan.
Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing ujaran.
Artinya,makna keterkaitan itu tidak diungkapkan secara harafiah pada ujaran itu. Didalam
implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak
dituturkan bersifat tidak mutlak.
2. Jenis Implikatur
Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh langsung dari makna kata,
bukan dari prinsip percakapan. Tuturan berikut ini mengandung implikatur konvensional.
Contoh:
Ahmad orang Aceh, karena itu, dia berani dan konsekuen.
Siti puttri Solo,sebab itu, dia halus dan luwes.
Implikatur nonkonvensional atau implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang
tersirat di dalam suatu percakapan. Di dalam komunikasi, tuturan selalu menyajikan suatu
fungsi pragmatik dan di dalam tuturan percakapan itulah terimplikasi suatu maksud atau
tersirat fungsi pragmatik lain yang dinamakan implikatur percakapan.
Contoh:
Seorang kakak mengatakan pada adiknya yang sedang menangis: “Bapak datang.
Jangan menangis lagi!”
Pernyataan tersebut bukan berarti seorang bapak yang datang dari suatu tempat, tapi
kebiasaan Si Bapak yang marah jika melihat anaknya menangis, sehingga kakak menyuruh
adiknya untuk tidak menangis lagi.
c. Dieksis
1. Pengertian deksi
Deiksis ialah suatu cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan
bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan
dipengaruhi situasi pembicaraan.
2. Jenis-jenis deksis
 Deiksis Orang
Deiksis orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta dalam
peristiwa berbahasa Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran
pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut. Bahasa Indonesia mengenal pembagian
kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.
Contoh: “Saya dan Ani makan di tempat yang kami sukai”
‘kami’ merujuk pada ‘saya dan Ani’
 Dieksis Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang
dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu Dalam berbahasa, orang
akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini lokasinya
dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana
lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh: Duduklah bersamaku di sini.
 Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak
waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah
kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Contoh: Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
 Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang
telah diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora
dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya
merujuk kepada hal yang sudah disebutkan.
Contoh kalimat yang bersifat anafora: Mobil keluaran terbaru itu harganya sangat mahal.
Kata ‘itu’ merujuk pada ‘mobil’ yang telah disebutkan sebelumnya, sehingga berupa dieksis
anafora.
Sebuah rujukan atau referen dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk
kepada hal yang akan disebutkan.
Contoh : Di sini, digubuk tua ini mayat itu ditemukan.
Setelah dia masuk, langsung Toni memeluk adiknya.
 Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara
pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang
dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati,
meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing
kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila,
kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme
(pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks
(sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang),
seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar.
Contoh :Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara konteks luar
bahasa dan maksud tuturan. Konteks luar bahasa ialah unsur di luar tuturan yang
mempengaruhi maksud tuturan. Maksud tidak bisa dilihat dari bentuk dan makna saja, tetapi
juga dari tempat dan waktu berbicara, siapa saja yang terlibat, tujuan, bentuk ujaran, cara
penyampaian, alat berbicara, norma-norma, dan genre. Yang dipelajari dalam pragmatik
meliputi tindak tutur, implikatur tuturan, interaksi percakapan, dan faktor-faktor eksternal
percakapan, misalnya deiksis.
B. Saran
Banyak hal-hal yang menarik ketika mempelajari ilmu pragmatik karena banyak
aspek-aspek yang mempengaruhi sebuah tuturan. Dalam ilmu pragmatik bukan hanya tindak
tutur saja yang dapat dianalisis, amun masih banyak bentuk lain seperti memohon, melarang,
meminta maaf, mengajak dan menyarankan. Dalam kesemuanya itu harus dihubungkan
kembali dengan strategi kesantunan dan faktor penentu tingkat kesatuan tuturan. Mahasiswa
yang telah mengikuti mata kuliah ini, serta mahasiswa yang telah membahas tentang
pragmatik ini pada khususnya, mahasiswa harus mampu menguasai pengertian pragmatik,
sejarah pragmatik di dunia, tokoh-tokoh pragmatik, prinsip teori pragmatik, kaidah dari teori
pragmatik, serta contoh pragmatik.
DAFTAR PUSTAKA
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum
1984. Yogyakarta: Kanisius.
Tarigan, Henry Guntur.. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Penerbit Angkasa. 2009
.Rustono. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Pres.1999

Anda mungkin juga menyukai