Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS KONTRASTIF IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN GAYA BAHASA

KINAYA>H

Noor Nailarrochim

Program Studi Bahasa dan Sastra Arab


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: Nailarochim@yahoo.com

Abstrak

Bahasa merupakan media yang efektif dalam berkomunikasi untuk


mengekspresikan ide atau gagasan oleh mitra tutur dan penutur. Dalam melakukan
percakapan atau tuturan, kadang kala maksud atau makna yang dituturkan mempunyai
arti langsung dan tidak langsung. Implikatur muncul akibat dari makna yang terimplikasi
dari penggunaan bahasa. Tidak terkecuali dengan Al-Qur’an yang mempunyai keindahan
bahasa dan sarat akan makna. Untuk mengetahui berbagai makna yang tersirat tersebut
digunakan gaya bahasa kinaya>h.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengertian dari implikatur percakapan
dan perbedaan antara implikatur percakapan dan gaya bahasa kinaya>h. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini
adalah implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah
percakapan yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara
aktual. Perbedaan antara implikatur percakapan dan gaya bahasa kinaya>h berada pada
fungsi dan konteksnya.
Kosakata : Bahasa, Implikatur, kinaya>h.

A. Pendahuluan
Disengaja atau tidak, tak jarang masyarakat disuatu daerah atau tempat
menggunakan tuturan bahasa dalam dalam bentuk implikatur ketika berkomunikasi
dengan lawan bicara atau mitra tuturnya. Lalu apa fungsi dari implikatur percakapn
itu sendiri? Sebelum membahas lebih dalam mengenai implikatur percakapan,
hendaklah kita mengetahui urgensi bahasa. Kita sebagai manusia selalu dikelilingi
oleh bahasa disetiap aktivitas. Karena bahasa merupakan alat komunikasi yang sudah
dari zaman dahulu digunakan. Tak hanya satu bahasa yang digunakan sebgaia media
komunikasi antar individu dalam lingkungan atau masyarakatnya, melainkan beragam
bahasa yang mereka mengerti antar sesama.
Dalam berkomunikasi, seseorang dapat menggunakan salah satu bahkan
keduanya dari dua macam komunikasi. Diantara dua macam komunikasi tersebut
adalah komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung. Komunikasi langsung
adalah dimana seseorang melakukan komunikasi secara face to face atau berhadapan
langsung. Sedangkan komunikasi tidak langsung adalah sebaliknya, ketika kedua
mitra tutur berkomunikasi, mereka membutuhkan sarana media yang dapat
mengantarkan gagasan-gagasan dan pesan-pesannya. Merupakan hal yang lumrah
terjadi implisit makna dalam berkomunikasi antar mitra tutur baik arti langsung
maupun tidak langsung. Hal itu menyebabkan munculnya sesuatu yang terimplikasi
atau sesuatu yang implisit dalam menggunakan bahasa. Disisi lain juga mungkin
terjadi implikasi berbentuk proposisi dalam percakapan yang tidak termasuk bagian
dari tuturan tersebut.1
Perbedaan antara apa yang diucapkan dan apa yang diimplikasikan seringkali
membuat mitra tutur mengalami kesulitan dalam memahami tuturan. Akan tetapi
dalam percakapan sehari-hari, antara penutur dan mitra tutur saling memiliki
pengalaman dna pengetahuan latar (backgroundknowledge) yang disebut sebagai
konteks prgamatik sehingga percalapan dapat berjalan dengan lancar. Misalnya
seorang ibu melihat anaknya akan berangkat sekolah lalu berkata “Nak, pakai helm,
dijalan banyak polisi”. Perkataan ibu ini mengandung implikasi pragmatik yaitu bila
pengendara tidak memaki helm itu merupakan pelanggaran peraturan lalu lintas dan
polisi akan menghentikan dan menilangnya.2
Di sisi lain, kita sebagai manusia juga menjadi makhluk ciptaan tuhan. Tak
jarang manusia berkomunikasi dengan tuhan meskipun secara tidak langsung. Salah
satu medianya adalah Al-qur’an. Al-qur’an merupakan bahasa yang tinggi dan agung
dimana manusia belum dapat memahami secara seksama pesan dari ayat-ayat di Al-
qur’an. Dalam ilmu balaghah dijelaskan bahwa satu kata ada yang mempunyai makna
asli dan ada pula makna majazi dan ada kata yang samar-samar atau sindiran dan
mengandung banyak makna. Diperlukan kejelian mufassir untuk menetapkan satu
makna kata yang tepat dalam sebuah kalimat sehingga pesan Allah dapat dipahami
dengan baik. Makna yang tersirat itu dinamakan dengan kinaya>h.3

1
Yunita Nugraheni, “Analisis Implikatur pada Naskah Film Harry Potter and The Goblet of Fire”, Jurnal
Unimus, 2010, hlm, 390.
2
Pahriyono Damanhuri, “Implikatur Percakapan dalam Kontak Interpersonal Orangtua terhadap Anak”, Jurnal
UNS, 2014, hlm, 159.
3
Nurwahdi, “Redaksi Kinayah dalam Al-qur’an”, Junrla Ulunnuha, Vol. 6, No.1 2017, hlm. 65.
Dari penjelasan diatas rumusan kajian ini adalah perbedaan yang signifikan
antara implikatur percakapan dan gaya bahasa kinayah yang secara sekilas terlihat
sama yaitu suatu perkataan yang mengandung makna diluar teks percakapan.

B. Teori Implikatur
H.P. Grice merupakan pelopor pertama yang mengenalkan konsep implikatur
dalam menyelesaikan persoalan makna bahasa yang tidak dapat dipecahkan oleh teori
semantik biasa. Mey berasumsi bahwa implikatur berasal dari kata kerja to imply yang
berkata benda implication. Sedangkan plicare merupakan bahasa latin yang berarti to
fold (melipat). Untuk mengetahui apa yang dilipat atau disimpan tersebut harus
dengan cara membukanya. Yule mendefinisikan implikatur sebagai salah satu contoh
dari bermacam informasi yang disampaikan daripada yang dikatakan.
Sejalan dengan Yule, implikatur menurut Laurence R. Horn dan Gregory Ward
adalah “Implicature is a component of speaker meaning that constitutes an aspect of
what is meant in a speaker’s utterance wihtout being part of what is said” (Implikatur
merupakan komponen makna penutur yang mendasr pada aspek makna yang
dimaksud oleh penutur dengan tanpa memasukkan makna dalam apa yang ia katakan).
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa implikatur
adalah suatu makna dari penutur yang tersirat dari apa yang ada dalam tuturan dan
maknanya tidak dapat terlihat atau diketahui secara lahiriah dari sebuah tindak
percakapan melainkan ada pada luar tuturan.
Setelah diakukan identifikasi, implikatur memiliki beberapa ciri diantaranya:
1. Implikatur tidak serta merta dinyatakan secara eksplisit
2. Tidak memiliki hubungan yang mutlak apa yang dimaksud dengan tuturan
yang diucapkan.
3. Merupakan unsur diluar wacana
4. Sebuah implikatur dapat dibatalkan
5. Implikatur memiliki sifat terbuka dalam penafsirannya (multi
interpretable).

Grice membagi jenis implikatur menjadi dua macam yaitu implikatur yang
bersifat konvensional dan bersifat percakapan. Pada jenis implikatur konvensional,
makna pada suatu tuturan telah menjadi konvensional atau telah diterima oleh
masyarakat dan tidak harus berada pada suatu percakapan. Sedangkan impikatur yang
bersifat percakapan adalah makna pada sebuah percakapan telah ditangkap melalui
kata-kata yang diucapkan dan harus berada pada percakapan serta tidak bergantung
pada konteks khusus dalam menginterpretasikannya.4

C. Implikatur Percakapan
Kalimat percakapan dalam lingkup pragmatik dibedakan menjadi tiga
golongan diantaranya tindak ujar lokusioner, perlokusioner, dan ilokusioner. Pada
setiap golongan memiliki kaitan erat dengan masing-masing objek. Tindak ujar
lokusioner memiliki kaitan dengan makna dan referensi, ilokusioner berkaitan dengan
macam-macam bentuk kalimat (pernyataan, pertanyaan, penolakan, dan lainnya), dan
perlokusioner berkaitan dengan dampak atau efek pada pendengar atau pembaca
berupa makna tersembunyi. Apabila implikatur percakapan dikatikan dengan tiga
istilah tersebut, maka implikatur percakapan terkesan mirip dengan tindak ujar
perlokusi.5
Menurut Grice implikatur percakapan merupakan pernyataan implisit atau
tersirat, yaitu suatu makna yang diartikan, disiratkan atau dimaksudkan oleh penutur
namun berbeda dengan yang dikatakan. Sedangkan menurut Levinson implikatur
percakapan lebih condong kepada pemahaman terhadap sesuatu hal berdasarkan pada
konteks yang terjadi pada percakapan. Implikatur percakapan hanya muncul dalam
suatu tindakan percakapan. Maka dari itu, temporer merupakan sifat dari implikatur
percakapan ketika percakapan sedang berlangsung, dan bersifat non konvensional
apabila sesuatu yang diimplikasikan tidak memiliki keterkaitan langsung dengan
tuturan yang diucapkan.
Selain percakapan harus mengikuti prinsip kerjasama agar mencapai tujuan
yang dimaksud, implikatur percakapan juga mempunyai beberapa fungsi untuk
memperlancar komunikasi antara mitra tutur dan penutur, diantara fungsinya adalah:
1. Memberi penjelasan fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau
oleh teori-teori linguistik struktural
2. Menjembatani proses komunikasi antar penutur

4
Rif’atul Mahmudah, Imron Gozali, Pesan Ramah dalam Meme Akun Instagram Jaringan Gusdurian dan
Fihril (Kajian Pragmatik), Jurnal Estetik, Vol. 1, No. 2, 2018, hlm. 120-121.
5
Burhan Nurgiyantoro, Implikatur Percakapan (Sebuah Tinjauan Psikolinguistik), Jurnal Cakrawala Pendidikan,
Vol. 17, No. 1, 1995, hlm. 3.
3. Memberi penjelasan yang tegas dan eksplisit tentang bagaiamana kemungkinan
pemakai bahasa dapat menangkap pesan, walaupun hal yang diucapkan berbeda
dengan apa yang dimaksudkan.
4. Menyederhanakan pemberian semantik dari perbedaan hubungan antarklausa
meskipun sama dalam kata dan struktur penghubung klausa.
5. Menerangkan berbagai macam fakta dan gejala kebahasaan yang secara langsung
tidak berkaitan.6
Berikut adalah contoh dari implikatur percakapan:
A: Jam berapa sekarang?
B: Korannya sudah datang.
Pada kedua kalimat tersebut secara konvensional tidak memiliki kaitan satu
sama lain. Namun, pada kalimat (B) menunjukkan bahwa pembicara sudah
mengetahui bahwa jawaban yang diberikannya cukup untuk mengatakan perihal pukul
berapa sekarang, karena dia mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan.

D. Konteks
Pada ranah implikatur percakapan, konteks situasi berbicara merupakan salah
satu penanda kemunculan implikatur. Konteks pada kegiatan komunikasi merupakan
sumber utama karena dengan konteks makna yang diinginkan penutur akan
ditafsirkan sama oleh lawan tutur. Pengertian dari konteks itu sendiri adalah semua
aspek lingkungan, soisal atau fisik yang mempunyai kaitan erat dengan ujaran
tertentu. Dalam mengartikan suatu kata, kalimat yang diucapkan oleh penutur,
konteks memiliki peran penting. Karena makna-makna kata dapat berubah sesuai
lingkungan , nada, keadaan yang terjadi dan sebagainya dalam konteks situasi.
Seperti yang telah dicatatkan oleh Hymes mengenai ciri konteks yang relevan
dapat digambarkan dengan beberapa faktor yaitu .pembicara, pendengar, topik
pembicaraan, tempat, waktu, penghubungnya (bahasa tulisa, lisa dan sebagainya),
dialeknya, diskusi, dan kejadian. Sejalan dengan Hymes, tambahan dari Imam
Syafi’ie bahwa ketika diteliti dengan benar, konteks suatu percakapan terbagi menjadi
empat macam yaitu konteks linguistik, konteks epistemis, konteks fisik dan konteks
sosial.7
6
Saputra, dkk, Implikatur Percakapan dalam Stand Up Comedy Indonesia di Stasiun Kompas Tv Edisi April
2014, Jurnal Pena, Vol. 5, No. 1, 2015, hlm. 91-92.
7
Maryati, Implikatur Percakapan dalam Talk Show Hitam Putih di Trans 7, Jurnal Bahasa dan Sastra, Vol. 2,
No. 1, 2017, hlm. 80.
E. Contoh implikatur percakapan dalam Al-Qur’an
Berikut adalah contoh implikatur kisah kelahiran Maryam:
Kondisi atau situasi Hannah ketika bayi yang berjenis kelamin perempuan itu lahir
diceritakan dalam penggalan ayat Surah Āli ‘Imrān: 36 yang berbunyi :
َّ ‫ت ولَْيس‬
‫ٱلذ َكُر َكٱأْل ُنثَ ٰى‬ َ ‫ض ْعُت َهٓا أُنثَ ٰى َوٱللَّهُ أ َْعلَ ُم مِب َا َو‬
َ َ ْ ‫ض َع‬ َ ‫ب إِىِّن َو‬
ِّ ‫ت َر‬
ْ َ‫ض َعْت َها قَال‬
َ ‫َفلَ َّما َو‬
“Maka tatkala istri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata :” Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan, dan Allah lebih
mengetahui apa yang dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak
perempuan”
Pada potongan konteks ayat tersebut menggambarkan bahwa Hannah selaku
istri ‘Imran yang melakukan kesalahan karena terlalu optimis bahwa janin yang
berada dalam kandungannya adalah bayi yang berjenis kelamin laki-laki dengan
ditunjukkan pada kata muz{akkar yang berarti laki-laki atau maskulin. Dengan kata
lain, implikatur yang terdapat dalam ayat tersebut adalah larangan terhadap rasa
optimis yang teramat atas gender bayi yang masih berada dalam kandungan. Karena
sepatutya kita sebagai manusia untuk tidak menyalahkan atau menyesal atas segala
sesuatu yang telah dipasrahkan kepada Allah. Selain itu, dari implikasi ayat diatas
menerangkan bahwa sosok Hannah disini adalah perempuan yang mempunyai sopan
santun dalam berbicara. Karena tidak ada kata mengapa dan kenapa yang digunakan
dalam ayat tersebut.
Pada contoh lain yang merupakan penggalan lain dari ayat tersebut
berfragmen bayi mungil yang diberi nama Maryam:
Pemberian nama “Maryam” oleh Hannah sebagai ibunya dijabarkan pada potongan
ayat Surah Āli ‘Imrān: 36 yang berbunyi :
‫ٱلرِجي ِم‬
َّ ‫ك َوذُِّريََّت َها ِم َن ٱلشَّْي ٰطَ ِن‬
َ ِ‫َوإِىِّن مَسَّْيُت َها َم ْرمَيَ َوإِىِّن ٓىأ ُِعي ُذ َها ب‬
“Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan
untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada
setan yang terkutuk”
Konteks pada ayat diatas tentang situasi setelah Hannah melahirkan bayi
perempuannya yang telah diberi nama dan didoakan olehnya. Apabila dilihat dari teori
implikatur, ayat tersebut menunjukkan implikasi bahwa keinginan Hannah untuk
memberontak dari tradisi patriarkis yang bersifat diskriminatif. Tradisi dimana
melahirkan bayi perempuan merpakan sebuah kebencian bagi seorang suami sudah
mendarah daging pada masyarakat kala itu. Oleh sebab itu, Hannah pada ayat diatas
dengan tegas memberikan nama pada bayi perempuannya dengan nama Maryam. Hal
tersebut membuktikan bahwa Hannah dengan tulus menerima bayi tersebut dengan
cara tetap optimis melihat masa depan anaknya meskipun bayi yang dilahirkannya
perempuan yang ditunjukkan pada kalimat “inni sammaituha Maryam”.
Tidak hanya itu, kata wad{a’tuha> dan sammaituha> yang merupakan kata
kerja lampau yang memiliki arti telah hilang rasa sedih menunjukkan bahwa Hannah
pada ayat tersebut telah berlalu dalam kesedihannya. Hannah juga meminta
permohonan perlindungan yang bersifat kontinu pada Allah atas berbagai bentuk
godaan setan yang terkutuk terhadap anak dan keturunannya kelak terimplikasi pada
kata uʻīżuhā yang berbentuk masa yang akan datang. Dari data diatas menunjukkan
implikasi bahwa Hannah adalah seorang perempuan yang sopan sebab permohonan ia
kepada Allah untuk melindungi anak serta keturunannya dari godaan setan yang
diungkapkannya dengan tidak menggunakan kata perintah melainkan kata kerja masa
yang akan datang (fi’il mud{ari’) uʻīżuhā. Adanya totalitas kedasaran pada diri
Hannah atas adanya Allah yang senantiasa memberikan perlindungan pada bayi
perempuannya dan keturunannya kelak yang terimplikasi dari kata verba yang
digunakan Hannah pada ayat tersebut.8
Pada penjabaran contoh implikatur percakapan dalam Al-Qur’an ini, apabila
dicermati kembali hampir sama dengan gaya bahasa kinayah yang mempunyai
definisi makna yang tersirat. Contoh gaya bahasa kinayah dalam Al-Qur’an :
ِ ِ
ً ‫وما حَّمْ ُس‬
‫ورا‬ َ ‫َواَل جَتْ َع ْل يَ َد َك َم ْغلُولَةً إِىَل ٰ ُعنُق‬
ً ُ‫ك َواَل َتْب ُسطْ َها ُك َّل ٱلْبَ ْسط َفَت ْقعُ َد َمل‬
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”
Pada ayat 29 Surah Al-Isra’ diatas terdapat gaya bahasa kina>yah yang mempunyai
arti kikir atau bakhil pada kalimat “janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu
pada lehermu”. Kata “tangan” dan serangkaian kata lainnya dalam kalimat pada ayat
tersebut sebagai kina>yah karena mengandung metafora. Selain itu, terdapat juga
kina>yah pada kalimat kedua yang berbunyi “janganlah kamu terlalu
mengulurkannya”. Kalimat tersebut mengandung kalimat metafora yang memiliki

8
Fathurrosyid, Pragmatik Al-Qur’an Model Pemahaman Kisah Maryam yang Terikat Konteks, Jurnal S{uh{uf,
Vol. 9, No. 2, 2016, hlm. 331-334.
makna bahwa terdapat larangan untuk berlaku boros atau menghambur-hamburkan
sesuatu.
Berdasarkan contoh diatas, dapat kita bedakan implikatur percakapan dengan
gaya bahasa kinayah yang semulanya terlihat sama yakni makna yang tersirat. Pada
ranah implikatur percakapan, makna tersirat terdapat pada kalimat yang tersurat tanpa
adanya kiasan atau perumpamaan. Sedangkan makna tersirat pada kajian gaya bahasa
kina>yah berada pada kalimat yang awalnya merupakan sebuah perumpamaan atau
kiasan terhadap sesuatu.

F. Kesimpulan
Implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah
percakapan yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa
secara aktual. Sedangkan fungsi dari implikatur sebagai berikut:
1. Memungkinkan diperolehnya penjelasan fungsional yang bermakna terhadap
fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
2. Memberi penjelasan yang tegas dan eksplisit tentang bagaimana
kemungkinannya, bahwa pemakai bahasa dapat mengangkap implikasi/pesan
walaupun yang diucapkan secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud.
3. Dapat menyederhanakan pemberian semantik dari perbedaan hubungan antar
kalusa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang
sama
4. Dapat menerangkan berbagai macam fakta kebahasaan yang secara lahiriah
tidak berkaitan atau bahkan bertentangan.
Sementara kinayah adalah ungkapan yang bermana kiasan atau sindiran. Fungsi
dari kinayah sendiri adalah untaian pujian, untuk memperindah ungkapan dan
menjadikan sesuatu bersifat umum. Secara sekilas implikatur dan kinayah hampir
sama yaitu menyimpan makna dibalik percakapan atau ungkapan. Namun implikatur
memaknai suatu ungkapan sesuai dengan konteks, sedangkan kinayah tidak terikat
dengan konteks dan lebih luas dalam memaknai suatu ungkapan.

G. Daftar Pustaka

Damanhuri, Pahriyono. 2014. Implikatur Percakapan dalam Kontak Interpersonal


Orangtua terhadap Anak. Jurnal UNS.
Fathurrosyid. 2016. Pragmatik Al-Qur’an Model Pemahaman Kisah Maryam yang
Terikat Konteks. Jurnal S{uh{uf. Vol. 9, No. 2.

Mahmudah, Rif’atul, Imron Gozali. 2018. Pesan Ramah dalam Meme Akun
Instagram Jaringan Gusdurian dan Fihril (Kajian Pragmatik). Jurnal Estetik.
Vol. 1, No. 2.
Maryati. 2017. Implikatur Percakapan dalam Talk Show Hitam Putih di Trans 7.
Jurnal Bahasa dan Sastra. Vol. 2, No. 1.
Nugraheni, Yunita. 2010. Analisis Implikatur pada Naskah Film Harry Potter and
The Goblet of Fire. Jurnal Unimus.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Implikatur Percakapan (Sebuah Tinjauan


Psikolinguistik). Jurnal Cakrawala Pendidikan. Vol. 17, No. 1.

Nurwahdi. 2017. Redaksi Kinayah dalam Al-qur’an. Jurnal Ulunnuha. Vol. 6. No.1.
Saputra, dkk. 2015. Implikatur Percakapan dalam Stand Up Comedy Indonesia di
Stasiun Kompas Tv Edisi April 2014. Jurnal Pena. Vol. 5, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai