Pendahuluan
Perbedaan utama manusia dan binatang terletak pada kemampuan berpikir.
Binatang, pikiran mereka dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara
langsung mencari objek yang diinginkan atau membuang benda yang menghalanginya
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Berpikir merupakan suatu proses yang terjadi di jaringan saraf pada otak.
Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai makhluk
istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi. Manusia berpikir untuk menemukan
pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat dan kesimpulan atau keputusan
dari sesuatu yang kita kehendaki. Maka dengan dasar berpikir manusia dapat
mengubah keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya.
Konsep terbaru filsafat abad 20 didasarkan atas dasar fungsi berpikir, merasa,
cipta talen dan kreativitas. Ilmu adalah pengetahuan yang didapatkan dari metode
ilmiah. Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara
berpikir deduktif dan berpikir induktif. Dengan demikian penalaran ilmiah
menyadarkan diri terhadap proses logika deduktif dan logika induktif. Kita harus
menguasai metode penelitian ilmiah untuk melakukan penalaran ilmiah, dimana
metode ilmiah itu berupa pengumpulan fakta yang bertujuan untuk mendukung atau
menolak hipotesis yang diajukan.1
Untuk melakukan kegiatan ilmiah dengan baik perlu sarana berpikir yang
memungkinkan menelaah dengan penelaahan ilmiah dengan teratur dan teliti.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaah ilmiah secara
teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah merupakan hal yang imperatif
bagi ilmuwan. Tanpa menguasai sarana tersebut maka kegiatan ilmiah tidak dapat
dilakukan dengan baik.2
3
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, “ Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,2016),
hlm. 97.
4
Muhammad Rijal, “ Sarana Berpikir Ilmiah”. Jurnal Biology science and education. Vol. 6 No. 2, 2017, 179.
5
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, “ Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,2016),
hlm. 98-99.
pemikiran berlandasn induktif maupun deduktif. Dengan kata lain kegiatan
berpikir ilmiah sangat erat hubungannya dengan bahasa. Kneller mengemukakan 3
fungsi bahasa yaitu, simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa
terlihat dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif dan afektif terlihat pada
komunikasi estetik. Dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi itu harus
terbebas dari unsur emotif agar pesan yang disampaikan itu reproduktif.
Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang pergolongan bahasa.
Ada dua golongan bahasa yang umum dibedakan yaitu:
a. Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk
menyatakan sesuatu yang dipengaruh oleh lingkungan sekitar. Bahasa
alamiah dibedakan menjadi dua bagian yaitu, bahasa isyarat yang berlaku
untuk umum maupun khusus dan bahasa biasa yang kita gunakan sehari-
hari.
b. Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan
dibedakan menjadi dua bagian yaitu, bahasa istilah dan bahasa artifisial
atau murni bahasa simbolik yang berisikan simbol-simbol sebagaimana
yang digunakan dalam logika dan matematika.
Dari uraian diatas tentang bahasa, yang dimaksud dengan bahasa ilmiah
adalah bahasa buatan. Dengan demikian bahasa ilmiah dapat dirumuskan atau
diciptakan oleh para ahli atau ilmuwan dalam bidangnya menggunakan istilah-
istilah atau simbol-simbol yang berfungsi untuk mewakili pengertian tertentu.
Bahasa ilmiah inilah yang pada dasarnya merupakan kalimat pernyataan yang
dapat dinilai benar atau salah.6
2. Matematika
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
rangkaian pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang atau simbol
matematika mempunyai sifat artifisial yang artinya simbol tersebut tidak ada
artinya sebelum sebuah makna diberikan padanya. Lambang-lambang dari
matematika yang dibuat secara artifisial dan individual merupakan kesepakatan
yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang dikaji. Sebuah objek yang
6
Muhammad Rijal, “ Sarana Berpikir Ilmiah”. Jurnal Biology science and education. Vol. 6 No. 2, 2017, 181-
182.
ditelaah dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai keinginan peneliti. Misal
masalah yang akan diuji adalah “ tingkat keseringan mahasiswa menggunakan
kamus bahasa arab elektronik” maka objek dari masalah tersebut dilambangkan
dengan x, dalam hal ini maka x hanya mempunyai arti “berapa kali mahasiswa
menggunakan kamus bahasa arab elektronik dalam satu minggu” dan y “ berapa
lama mahasiswa menggunakan kamus bahasa arab elektronik”. Maka kita
lambangkan hubungan tersebut dengan z = x*y dimana z melambangkan “
intensitas mahasiswa menggunakan kamus elektronik”. Pernyataan tersebut tidak
mempunyai konotasi emosional, selain bersifat jelas dan spesifik.7
Matematika merupakan pengetahuan dan sarana berpikir ilmiah deduktif.
Matematika lebih mementingkan bentuk logisnya. Berbagai pernyataannya
bersifat jelas. Pola berpikir deduktif banyak digunakan baik dalam bidang ilmiah
maupun bidang lainnya yang merupakan proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan pada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Misalnya
sosiolinguistik bagian dari sastra dan bahasa Arab, sedangkan sastra dan bahasa
Arab tidak ada kaitannya dengan akuntansi, maka sosiolinguistik tidak ada
hubungannya dengan akuntansi. Pola penalaran tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut : (A ⊂ B) ∧ (BC) à (A ∅ C). Cara berpikir ini adalah deduksi. Dalam
semua pemikiran deduktif, kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis
dari fakta-fakta yang mendasarinya. Kesimpulan yang ditarik tidak perlu
diragukan.8
Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk
melakukan pengukuran secara kuantitatif. Lambang-lambang matematika bukan
sekedar jelas namun juga eksak dengan mengandung informasi tentang objek
tertentu dalam dimensi-dimensi pengukuran. Dalam perkembangannya
matematika berkontribusi dalam perkembangan ilmu alam yang ditandai dengan
penggunaan bilangan untuk mengukur atau menghitung onjek ilmu yang dapat
diamati dan ditelaah secara berulang.9
3. Statistika
7
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, “ Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,2016),
hlm. 99-100.
8
Amsal Bakhtiar, “Filsafat Ilmu”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 192.
9
Jujun S. Suriasumantri, “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”, (Jakarta: PT Penerbat Swadaya,2010),
hlm. 197.
Secara etimologi, kata “statistic” berasal dari kata status (bahasa latin) yang
mempunyai persamaan dengan arti kata state yang diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dengan kata Negara. Awalnya statistic diartikan sebagai kumpulan data
baik berupa angka maupun tidak berupa angka yang mempunyai arti penting dan
kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Namun pada perkembangannya, arti kata
statistik hanay dibatasi pada kumpulan yang berupa angka atau data kuantitatif.
Sedangkan secara terminologi cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka
mengumpulkan, menyusun, atau mengatur, menyajikan, menganalisis dan
memberikan kesimpulan terhadap bahan keterangan yang berupa angka.10
Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah menggunakan penalaran induktif dan
berkaitan dengan pengujian hipotesis. Pengujian mengharuskan kita untuk
menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat
individual. Penarikan kesimpulan induktif pada dasarnya berbeda dengan
penarikan kesimpulan deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang
ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang digunakan adalah benar dan
prosedur penarikan kesimpulannyapun sah. Sedangkan penariakn kesimpulan
secara induktif meskipun premis-premisnya benar dan prosedurnya sah belum
tentu kesimpulannya benar.
Dalam penarikan kesimpulan secara induktif permasalahan yang dihadapi
adalah banyaknya data yang harus diamati sampai pada suatu kesimpulan yang
bersifat umum. Dalam hal ini statistika menggunakan cara agar dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum dengan mengambil sampel dari populasi yang
bersangkutan.11 Jadi untuk mengetahui intensitas penggunaan kamus Arab
elektronik pada mahasiswa dapat dilakukan dengan mengambil sebagian atau
sampel dari populasi mahasiswa. Dan hasil dari perhitungan dari masalah tersebut
yang akan menentukan diterima atau ditolak suatu hipotesis.
E. Kesimpulan
Sebagai makhluk yang diberi akal, manusia merupakan makhluk istimewa.
Mereka dapat berpikir dengan akalnya. Dengan berpikir mereka dapat mengubah
keadaan alam sejauh pemikirannya. Manusia dapat memfungsikan akalnya untuk
berpikir ilmiah untuk menghasilkan karya ilmiah. Berpikir ilmiah adalah proses atau
aktifitas manusia untuk menemukan atau mendapatkan ilmu yang cermat, teratur dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan sarana berpikir ilmiah pada dasarnya adalah alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Sarana berpikir ilmiah
bertujuan agar kita dapat menelaah ilmiah dengan cermat, valid dan sistematis.
Adapun sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika.
DAFTAR PUSTAKA
Andawiyah, Rofiatul. “Interelasi Bahasa, Matematika dan Statistika”. Vol. 2 No. 9, 2014
Bakhtiar, Amsal. 2013. “Filsafat Ilmu”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Okara.
Rijal, Muhammad .“ Sarana Berpikir Ilmiah”. Vol. 6 No. 2, 2017. Jurnal Biology science and
education.
Suriasumantri, Jujun S.. 2010. “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”. Jakarta: PT
Penerbat Swadaya
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2016 .“ Filsafat Ilmu”. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta