BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama. Karena bahasa itu
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai alat interaksi dengan yang
lainnya. Komunikasi akan berjalan lancar apabila sasaran bahasa yang digunakan
tepat, artinya bahasa itu dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi penutur dan
sifat pertuturan itu dilaksanakan. Hal ini, sangat bergantung pada faktor-faktor
penentu dalam tindak bahasa atau tindak komunikasi, yaitu lawan bicara, tujuan
pembicara, masalah yang dibicarakan,dan situasi. Penggunaan bahasa seperti ini
merupakan kajian pragmatik.
Pagmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini
lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan dengan
tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang
digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.
Tipe studi pragmatik ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang
dimaksud orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu
berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang
bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan
2
dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.
Setiap bahasa tidak akan terlepas dari pemakaian deiksis. Karena deiksis
selalu muncul dalam konteks ujaran. Begitu juga dalam bahasa daerah bagi
masyarakat penuturnya. Salah satunya bahasa daerah Muna.
Bahasa Muna adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Sulawesi tenggara
yang dipergunakan oleh masyarakat penuturnya dan merupakan salah satu bahasa
daerah yang mempunyai penutur cukup besar dan luas. Bahasa Muna merupakan
bahasa yang hidup dan berkembang, yang digunakan oleh kelompok suku Muna
sebagai bahasa pergaulan. Secara umum, bahasa Muna bagi masyarakat penuturnya
disamping berfungsi sebagai bahasa pengantar juga berfungsi sebagai alat pendukung
kebudayaan daerah bagi masyarakat penuturnya.
Dalam penelitiaian ini lebih fokuskan pada deiksis persona. Dengan menyebut
penutur (‘saya’) dan lawan tutur (‘kamu’). Kesederhanaan bentuk-bentuk ini
menyembunyikan kerumitan pemakainya. Dipilihnya bahasa daerah Muna sebagai
objek penelitian ini karena dalam bahasa daerah Muna tersebut terdapat banyak
deiksis yang menarik dikaji dalam suatu kajian pragmatik. Salah satu contohnya
Kata ’inodi’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata ‘inodi’ yang
pertama adalah kata ganti dari La Puli. Sementara itu, kata ‘inodi’ yang kedua adalah
kata ganti Wa Nunung. Dari contoh diatas, tampak kata ‘inodi’ memiliki referen yang
berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa.
4
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat diperoleh suatu rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimanakah bentuk-bentuk Deiksis Persona dalam bahasa
Muna ?”
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
bentuk-bentuk deiksis persona dalam bahasa Muna.
Penelitian ini hanya dibatasi pada salah satu jenis deiksis yaitu deiskis
persona saja.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini
lebih banyak berhubungan dengan ananlisis tentang apa yang dimaksudkan orang
dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang
digunakan dalam tuturan itu senidiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur
(Yule, 2014 : 3).
Pragmatik mengkaji “arti” yang disebut “the speaker’s meaning” atau arti
menurut tafsiran penutur yang disebut “maksud”. Arti menurut tafsiran penutur atau
maksud itu sangat bergantung konteks (Subroto, 2011: 8).
Menurut Tarigan (1986: 13) pragmatik adalah telaah mengenai makna dalam
hubungannya dengan aneka situasi ujaran . Pragmatik merupakan dua ranah yang
komplenter, yang saling melengkapi di dalam linguistik . Makna dalam pragmatik
berhubungan dengan pembicara atau pemakai bahasa . pragmatik menelaah ucapan-
ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama
sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang dapat merupakan wadah
aneka konteks sosial performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau
interpretasi.
Kridalaksana (1993: 39) menyatakan deiksis adalah hal atau fungsi yang
menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronominal, ketakfiran, dan sebagainya.
Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktikos yang berarti “hal
penunjukkan secara langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani
dalam pengertiannya “kata ganti penunjuk” yang dalam bahasa Indonesia ialah kata
“ini” dan “itu”.
Menurut Utama (2012: 10) dalam penggunaannya kata yang bersifat deiksis
adalah kata yang referen atau acuannya dapat berpindah-pindah.
9
Dalam KBBI (2008), deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di
luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan.
Dalam kegiatan berbahasa, kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa
hal tersebut penunjukkannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada
siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata
seperti saya,dia,kamu merupakan kata-kata penunjukkannya berganti-ganti. Rujukan
kata-kata tersebut barulah dapat diketahui pula siapa, di mana, dan pada waktu kapan
kata-kata itu diucapkan. Dalam bidang linguistik istilah penunjukkan semacam itu
disebut deiksis (Yule dalam Putrayasa, 2015: 38).
Menurut Usman (dalam Taufik, 2017: 327) menyatakan bahwa deiksis adalah
suatu cara untuk mengacu pada hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang
hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi
situasi pembicara.
Lyons (dalam Putrayasa, 2015: 38) mengungkapkan bahwa deiksis dapat juga
diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan
yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi
ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara .
Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut
referensi, yaitu kata atau frasa yang menunjuk kata, frasa atau ungkapan yang akan
diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan (dalam Putrayasa, 2015: 38) disebut
deiksis.
10
Deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang
berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Denga kata lain,
sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/
referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si
pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jadi
deiksis merupakan kata-kata yang tidak memiliki referen yang tetap (Putrayasa,
2015: 37-38).
Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian.
Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.
Menurut Nababan (dalam Putrayasa: 43) deiksis ada lima macam, yaitu
deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis sosial, dan deiksis wacana.
Delain itu, (Purwo dalam Putrayasa, 2015: 43) menyebut beberapa jenis deiksis,
yaitu deiksis persona, tempat, waktu, dan penunjuk. Dengan demikian, jika kedua
pendapat itu digabungkan, ada enam jenis deiksis. Akan tetapi, selain pembagian
enam deiksis tersebut, dalam kajian pragmatic juga dibedakan antara deiksis sejati
dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis simbolik (Agustina dalam
Putrayasa, 2015: 43). Berikut dipaparkan jenis-jenis deiksis tersebut satu per satu.
Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata
Yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain
sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara.
Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan
antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa Lyons (dalam Putrayasa, 2014: 43).
Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa
percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan dan entitaas yang lain. Deiksis
persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah
deiksis jabaran. Menurut pendapat Becker dan Oka (dalam Putrayasa: 43) bahwa
deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang, tempat, dan waktu.
rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir
maupun tidak, misalnya dia dan mereka.
Kata ‘saya’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata saya yang pertama
adalah kata ganti dari A. Sementara itu, kata saya yang kedua adalah kata ganti B.
dari contoh diatas, tampak kata ‘saya’ memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai
dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa.
Selain bentuk kata ganti persona di atas, digunakan pula nama-nama orang
untuk menunjuk persona pertama tunggal (Samsuri dalam Putrayasa, 2015: 44).
Anak-anak biasa memakai nama diri untuk merujuk pada dirinya. Sebagai contoh,
seorang anak bernama Agus suatu ketika dia ingin makan dan dia mengucapkan
“Agus mau makan” yang berarti ‘Aku mau makan’ (bagi diri Agus). Akan tetapi,
apabila kalimat itu diucapkan oleh seorang ayah atau seorang ibu dengan nada
bertanya seperti “Agus mau makan?” maka nama Agus tidak lagi merujuk pada
pembicara tetapi merujuk pada persona kedua tunggal (mitra tutur).
Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama aku dan saya ada
perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam
tulisan atau ujaran yang resmi. Untuk tulisan formal pada buku nonfiksi, pidato,
13
sambutan, bentuk saya banyak digunakan bahkan pemakaian bentuk saya dipakai
dalam situasi nonformal. Bentuk saya, dapat juga dipakai untuk menyatakan
hubungan pemilikan dan diletakkan di belakang nomina yang dimilikinya, misalnya
rumah saya, paman saya. Sementara itu, bentuk persona pertama aku, lebih banyak
digunakan dalam situasi nonformal dan lebih banyak menunjukkan keakraban antara
pembicara/penulis dan pendengar/pembicara. Bentuk persona aku mempunyai variasi
bentuk, yaitu –ku dan ku-. Sementara itu, untuk pronominal persona pertama daku,
pada umumnya digunakan dalam karya sastra.
Bentuk persona kami dan kita juga terdapat perbedaan. Kami bersifat
eksklusif, artinya bentuk persona itu mencukupi pembicara/penulis dan pada orang
lain di pihaknya, tetapi tidak mencakupi orang lain di pihak pendengar/pembacanya.
Sebaliknya, kita bersifat inklusif,artinya bentuk persona itu mencakupi tidak saja
pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain.
Kata ganti persona kedua adalah rujukan pembicara kepada lawan bicara.
Dengan kata lain, bentuk kata ganti persona kedua baik tunggal maupun jamak
merujuk pada lawan bicara. Bentuk pronominal persona kedua tunggal adalah kamu
dan engkau. Sebutan ketaklaziman untuk pronominal persona kedua dalam bahasa
Indonesia banyak ragamnya, seperti anda, saudara,leksem kekerabatan, seperti
bapak, ibu, kakak,dan leksem jabatn seperti guru, doketr, dan lain-lain. Pemilihan
bentuk mana yang harus dipilih ditentukan oleh aspek sosiolinguistik. Bentuk
bapak/pak, ibu/bu yang merupsksn bentuk sapaan kekeluargaan menandakan dua
pengertian. Pertama, orang yang memakai bentuk-bentuk tersebut memiliki hubungan
akrab dengan lawan bicaranya. Kedua, dipergunakan untuk memanggil orang yang
lebih tua atau orang yang belum dikenal. Dengan kata lain, pengertian kedua
menandakan hubungan antara pembicara dengan lawan bicara kurang akrab.
Sementara itu, bentuk saudara, anda biasanya digunakan untuk menghormati dan ada
jarak yang nyata antara pembicara dan lawan bicara. Khusus untuk bentuk
ketaklaziman anda biasanya dimaksudkan untuk menetralkan hubungan. Dialog
14
berikut ini adalah contoh deiksis persona dengan menggunakan kata ganti orang
kedua.
Kata ‘kamu’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata kamu yang
pertama adalah merujuk kepada Yuda. Sementara itu, kata Ikamu yang kedua merujuk
kepaada Dayu. Dari contoh di atas, tampak kata ‘kamu’ memiliki referen yang
berpindah-pindah sesuai dengan kontekls pembicaraan serta situasi berbahasa.
Pada kalimat tersebut, kata mereka tidak jelas rujukannya, apakah pemburu
atau hewan-hewan. Kata yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika
konteks untuk kalimat tersebut disertakan.
Bentuk pronominal persona ketiga jamak ini tidak mempunyai variasi bentu,
sehingga dalam posisi manapun hanya bentuk itu yang dipergunakan. Bentuk persona
ini digunakan untuk hubungan yang netral, artinya tidak digunakan untuk lebih
15
menghormati atau pun sebaliknya. Kata ganti persona ketiga selain merujuk pada
orang ketiga juga kemungkinannya merujuk pada persona pertama dan persona
kedua. Adanya kemungkinan rujukan lain merupakan akibat adanya perbedaan
konteks penuturan.
Contoh ketiga macam deiksis persona di atas dalam kaina prgamtik adalah
seperti dalam dialog berikut ini.
Danar : Mereka semua liburan. Aku kesepian deh (gumam danar dalam hati).
Dalam bahasa Indonesia, pronomina persona pertama tunggal adalah saya dan
aku. Bentuk saya, biasanya digunakan dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Bentuk
saya, dapat juga dipakai untuk menyatakan hubungan pemilikkan dan diletakkan di
belakang nomina yang dimilikinya, misalnya: rumah saya, paman saya. Pronomina
persona pertama aku, lebih banyak digunakan dalam situasi nonformal dan lebih
banyak menunjukkan keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca.
Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk, yaitu –ku dan –ku.
Bentuk pronomina persona pertama tunggal aku merupakan kata ganti orang
pertama yang asli. Bentuk pronomina persona pertama tunggal saya merupakan kata
ganti persona pinjaman dari bentuk sahaya. Bentuk pronomina persona pertama
tunggal aku memiliki dua variasi bentuk, yakni –ku dan ku-. Berdasarkan distribusi
sintaksisnya, bentuk –ku merupakan bentuk lekat kanan, sedangkan bentuk ku-
merupakan bentuk lekat kiri. Bentuk lekat kanan seperti itu, dalam bahasa Indonesia
17
dapat dijumpai dalam konstruksi posesif dan dalam konstruksi posesif bentuk persona
senantiasa lekat kanan.
5) “Ini rumahku!”
Selain menduduki fungsi objek dan berperan objektif, bentuk –ku dapat pula
menduduki fungsi subjek dan berperan subjektif.
7) Pak Sanchez marah. “Hei Gomez! Keluar dari kiosku sekarang juga !”
Bentuk ku- sebagai bentuk lekat kiri dalam hal diletakkan pada kata yang
terletak disebelah kirinya, dalam rangkaian verba dan mengisi konstituen pelaku.
jamak bentuk kami bersifat eksklusif, artinya, pronomina itu mencakupi orang lain
dipihak pendengar/pembacanya.
Implikasi kalimat (10) dan kalimat (11) adalah bahwa hanya pihak pembicara/orang
pertama yang turut serta dalam keberangkatan pukul enam pagi tersebut sedangkan
pendengar/lawan bicara tidak. Pronomina persona pertama jamak bentuk kami juga
dipakai dengan pengertian tunggal untuk mengacu pada pembicara/penulis dalam
situasi yang formal. Perhatikan data berikut:
14) Mbak Anya Dwinov, bisa kita kerja sama di bidang agen perjalanan dan
sebagainya?
15) Paman Kikuk mengajak Husin, Asta, dan Bibi Ndari makandi restoran
apung. “Di sini, kita bisa makan sambilancing, lo! Ujar paman Kikuk.
19
a) Orang tua terhadap orang yang lebih muda yang telah dikenal dengan baik
dan lama.
b) Orang yang mempunyai status sosial yang lebih tinggi untuk menyapa lawan
bicara yang statusnya lebih rendah.
c) Orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa memandang umur atau status
sosial.
16) “Arya, kamu itu justru spesial, karena kamu cadel. Jadi, tidak ada
gunanya sedih atau marah!” Mama menenangkan Arya.
17) “Kamu sudah besar tapi pikiranmu masih seperti anak-anak.” Kata Budi
pada anaknya.
18) “Engkau mau bertempur? Beberapa kali ayah sudah melarang. Engkau
jangan campur-campur dengan bertempur-tempur! Apa engkau pikir
engkau bisa menang dengan pistol kecil itu ?” Kata Ari pada Heni.
19) “Engkau sangat cantik.” Puji Adi pada pacarnya.
20) “Tapi, omong-omong, dari mana tantemu dapat ide tentang gelang manik
itu ?”
Seperti halnya kata ganti persona pertama, bentuk variasi dari kata ganti
persona tunggal, yakni –mu dan kau- juga memiliki tugas masing-msing. Berdasarkan
distribusi sintaksisnya bentuk mu- merupakan bentuk lekat kanan, sedanhkan bentuk
20
kau- merupakan bentuk lekat kiri. Bentuk lekat kanan pada kata ganti persona kedua
dapat kita jumpai dalam konstruksi posesif.
23) “Jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu tinggal mencari titik untuk
bangkit kembali. Aku akan membantumu.”
Bentuk kau- sebagai bentuk lekat kiri dalam hal pemakaiannya sama sekali
berbeda dengan bentuk mu-. Bentuk kau- umumnya diletakkan pada kata yang
terletak di sebelah kirinya sebagai pengisi konstituen pelaku.
24) “…Kalau kau mau kakimu sembuh, mintalah pada ratu pantau selatan
ini,” Kata Aris pada temannya.
25) Ali : “Ani, kau bagaikan rembulan.”
26) “Anda tidak akan menemukan telepon fixed line di meja-meja kantor
kami,” ungkap dia.
27) “Kiat-kiat apa yang Anda lakukan dalam berinvestasi? Apakah pernah
mengalami kerugian?”
Pronominal persona ketiga tunggal terdiri atas ia, dia,-nya dan beliau. Dalam
posisi sebagai subjek, atau di depan verba, ia dan dia sama-sama dapat dipakai. Akan
tetapi, jika berfungsi sebagai objek, atau terletak di sebelah kanan dari yang
diterangkan, hanya bentuk dia dani –nya yang dapat muncul. Pronominal persona
ketiga tunggal beliau digunakan untuk menyatakan rasa hormat, yakni dipakai oleh
orang yang lebih muda atau berstatus sosial lebih rendah daripada orang yang
dibicarakan. Dari keempat pronominal tersebut,hanya dia,-nya dan beliau yang dapat
digunakan untuk menyatakan milik.
22
30) Kuma sangat gembira. Ia malah kini mempunyai banyak sahabat sejati.
Pronomina persona ketiga tunggal ia dan dia dalam banyak hal berfungsi
sama. Akan tetapi, jika bentuk ia hanya dapat berfungsi sebagai subjek, bentuk dia
dapat pula berfungsi sebagai objek. Data bentuk dia sebagai subjek:
31) Pipi sangat sedih. Dia memang berbeda dengan teman-teman kurcacinya.
32) Sejak saat itu, Kuma tidak terkenal lagi. Ia hanya menjadi ayam biasa.
Banyak ayam lain yang sudah bisa berkokok indah seperti dia.
35) “Siapa to yang tidak kenal HB IX. Beliau raja yang mau turun dan
menyapa rakyat kecil.” Ucap Suwarto.
36) Menteri baru saja menelpon bahwa beliau tidak dapat hadir.
37) Saya pikir Pak Bupati, maksud saya beliau akan menolak usul kita.
23
38) “Tidak apa-apa kami mencoba pakaian Tira?” Li-El dan Dania bertanya
khawatir. Akhirnya mereka bertiga mencoba berbagai penampilan.
Suasana makin seru saat ketiganya berjalan-jalan di kamar, bergaya bak
peragawati. Ada peragaan busana mendadak di kamar Tira.
39) Teman-teman akan datang. Mereka akan membawa makanannya sendiri.
40) Pak Ramlan mempunyai tiga orang anak. Mereka semua belajar di Gadjah
Mada.
Akan tetapi, pada cerita fiksi atau narasi lain yang menggunakan gaya fiksi,
kata mereka kadang-kadang juga dipakai untuk mengacu pada binatang atau benda
yang dianggap bernyawa. Mereka tidak mempunyai variasi bentuk sehingga dalam
posisi mana pun hanya bentuk itulah yang dipakai, misalnya usul mereka, rumah
mereka.
Contoh :
1. Sejak dulu anjing dan kucing selalu bermusuhan. Tiap kali bertemu
mereka berkelahi.
2. Pohon manga dan pohon rambutan ketakutan bahwa Pak Tani akan
menebangnya. Mereka berjanji akan segera berubah.
Pengungkapan sesuatu hal dalam bentuk ujaran tidak akan bisa lepas dari
maksud yang ingin disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur. Sebaliknya, mitra
tutur juga akan berusaha sedapat mungkin untuk memahami maksud yang ingin
disampaikan oleh penutur. Agar kesepahaman akan maksud ujaran antara penutur dan
mitra tutur, pemahaman terhadap deiksis dan penggunaannya secara tepat adalah
salah satu alternatifnya.
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, deiksis penunjuk disebutnya
kata ganti penunjuk atau pronominal penunjuk. Pronominal penunjuk ini ditinjau dari
macamnya ada tiga, yaitu : pronominal penunjuk umum, pronominal penunjuk
tempat, pronominal penunjuk ihwal (Alwi, dkk. Dalam Putrayasa, 2014: 46). Jadi
kajian pragmatik dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan deiksis tempat dan
deiksis penunjuk diintergrasikan menjadi pronominal penunjuk.
Contoh pronominal penunjuk umum ada tiga yaitu : ini, itu, dan anu. Kata ini
mengacu pada acuan yang dekat dengan pembicara atau penulis, pada masa yang
akan datang, atau pada informasi yang akan disampaikan. Kata itu mengacu pada
acuan yang agak jauh dari pembicara/penulis, pada masa lamapu, atau informasi yang
sudah disampaikan.
Kata anu dipakai bila seseorang tidak dapat mengingat benar kata apa yang
harus dia pakai, padahal ujaran telah terlanjur dimulai. Oleh karena itu, orang
memakai pronominal anu. contohnya: Kemarin saya beli anu yang dipakai untuk
potong rambut. Kata anu yang dimaksud yaitu sebuah gunting.
25
Dalam bahasa lisan yang tidak baku, serring situ digunakan sebgagai
pronominal persona kedua yang sepadan dengan engkau atau kamu. Contohnya:
“Saya sendiri setuju saja, tapi bagaimana situ?”
Selain pronominal penunjuk ihwal begini dan begitu, ada juga pronominal
penunjuk ihwal yang lain yaitu demikian. Kata demikian ini dapat juga menunjuk
pada begini dan begitu. Contohnya: “Memang kemarin dia mengatakan demikina.”
Oleh karena itu, kata demikian pada kalimat tersebut bisa diganti dengan kata begini
atau begitu.
26
Deiksis tempat dan deiksis ruang berkaitan dengan spesifikasi tempat relatif
ke titik labuh dalam peristiwa tutur. Pentingnya spesifikasi tempat ini tampak pada
kenyataan bahwa ada dua cara mendasar dalam mengacu objek, yaitu dengan
mendeskripsikan atau menyebut obejk atau dengan menempatkannnya di suatu
lokasi.
Dalam tata bahasa, deiksis ini disebut adverbal waktu, yaitu pengungkapan
kepada titik atau jarak waktu dipandang dari suatu ujaran terjadi, atau pada saat
seseorang penmutur berujar. Waktu ketika ujaran terjadi diuangkapkan dengan
sekarang atau saat ini. Untuk waktu-waktu berikutnya digunakan kata-kata: besok
(esok), lusa, kelak, nanti; untuk waktu ‘sebelum’ waktu terjadinya ujaran kita
menemukan tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu, dahulu. Dasar untuk menghitung
dan mengukur waktu dalam banyak bahasa tampak bersifat siklus alami dan nyata,
yaitu siklus harui dan malam (dari pagi sampai malam hari), hari (dalam sepekan
dengan nama-nama hari), bulan (dari Januari hingga bulan Desember), musim (di
Indonesia ada musim hujan dan musim kemarau) dan tahun (Putrayasa, 2014: 50).
Berbeda dengan keempat deiskis yang sudah disebut, yang mengaacu kepaa
referen tertentu msekipun referen itu berubah-ubah, deiksis wacana harus dirumuskan
dengan terlebih dahulu melihatnya di dalam wacana tertentu. Deiksis di sini,
misalnya, dapat dikatakan mengacu kepada tempat yang dekat dengan penutur.
Deiksis wacana atau deiksis teks, tidak dapat dikatakan dengan cara begitu. Deiksis
ini adalah acuan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diperkirakan (sebelumnya) dan atau dalam suatu ujaran untuk mengacu kepda bagian
27
wacana yang mengandung ujran itu (termasuk ujaran itu sendiri). Kita juga dapat
memasukkan ke dalam deiksis wacana sejumlah cara lain di mana sebuah ujaran
menandakan hubungannya dengan teks yang mengelilinginya. Misalnya, karena
wacana itu mengungkapkan waktu, maka wajar saja jika kata-kata deiksis waktu
dapat dipakai untuk mangacu kepada bagian-bagian wacana tersbut. Begiutlah, jika
kita mempunyai deiksis waktu seperti akhir minggu, bulan berikut, awal tahun, maka
wajar saja jika kata-kata deiksis waktu dapat dipakai untuk mengacu kepada bagian-
bagian wacana tersebut. Begitulah, jika kita mempunyai deiksis waktu seperti akhir
minggu, bulan berikut, awal tahun, maka untuk deiksis wacana kita dapat juga
memakai bentuk akhir paragraph, bab berikut, awal paragraph, dan sebagainya.
Dalam bahasa Indonesia kata-kata deminkian biasanya dengan preposisi seperti di,
pada, daslam (Putrayasa, 2014: 51-53).
Dapat dikatakan, bahwa deiksis sosial itu merupakan deiksis yang di samping
mengacu keadaan referen tertentu, juga mengandung konotasi sosial tertentu,
khususnya pada deiksis persona. Dalam bahasa Indonesia hal itu tampak, misalnya
28
dalam penggunaan kata sapaan Kamu, Kau, Anda, Saudara, Tuan, Bapak, Ibu, dan
sebagainya. Deiksis persona bagi penutur seperti saya, aku, hamba, patik, atau
penggunaan nama diri. Dalam bahasa yang mengenal tingkatan-tingkatan (unda usuk)
bahasa, seperti bahasa Jawa, perbedaan itu diwujudkan dalam bentuk-bentuk yang
berbeda (Putrayasa, 2014: 53).
dan dari sini terjadi hubungan sosial. Asumsi tentang pengetahuan yang dimilki
bersama penting juga dilibatkan dalam studi Presupposisi (Yule dalam Sahirudin,
2013: 27).
Bahasa Muna (bahasa wuna) merupakan salah satu bahasa daerah yang
dituturkan di kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa itu dituturkan di
seluruh wilayah Kabupaten Muna, yang terdiri atas 28 kecamatan, yaitu (1)
Kecamatan Barangka; (2) Kecamatan Bata Laiworu; (3) Kecamatan Bone gunu; (4)
Kecamatan Duruka Bone; (5) Kecamatan Kabangka; (6) Kecamatan kabawo; (7)
Kecamatan Kambowa; (8) Kecamatan Katobu; (9) Kecamatan Kontunaga; (10)
Kecamatan Kulisusu; (11) Kecamatan Kulisusu Barat, (12) Kecamatan Kulisusu
Utara, (13) Kecamatan Kusambi; (14) Kecamatan Lasalepa; (15) Kecamatan Lawa;
(16) Kecamatan Lohia; (17) Kecamatan Maginti; (18) Kecamatan Maligano; (19)
Kecamatan Napabalano; (20) Kecamatan Malighano; (21) Kecamatan Pasir Putih;
(22) Kecamatan Saweregadi; (23) Kecamatan Tikep; (24) Kecamatan Tiworo Tengah;
(25) Kecamatan Tongkuno; (26) Kecamatan Wakorumba; (27) Kecamatan
Wakorumba Selatan; dan (28) Kecamatan Watopute. Selain dituturkan di Provinsi
Sulawesi Tenggara, bahasa Muna juga dituturkan di Kabipaten Banggai, Kabupaten
Banggai Kepulauan, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-Una, dan Kota Palu,
Provinsi Sulawesi Tengah, serta beberapa provinsi lain di Indonesia (Fatinah, 2013 :
282).
Beberapa aspek bahasa Muna sudah pernah diteliti, antara lain penelitian
tentang “Morfosintaksis Bahasa Muna” yang dilakukan oleh Sande, dkk. Pada tahun
1986. Penelitian tersebut mendeskripsikan fonologi (fonem konsonan, fonem vocal,
dan dsitribusi fonem); morfologi (morfem, kata, afiksasi dan artinya, reduplikasi, dan
30
pemajemukan); dan sintakasis (frasa dan kalimat) dalam bahasa Muna. Selain itu,
penelitian tentang “Konjungtor Intrakalimat dalam bahasa Muna” pernah dilakukakn
oleh Fatinah pada tahun 2009. Penelitian ini mendeskripsikan konjungtor intrakalimat
dalam bahasa Muna ditinjau dari perilaku sintaksisnya, yang dibagi atas tiga
kelompok, yaitu (1) Konjungtor koordinatif, (2) konjungtor relative, (3) konjungtor
subordinatif. Penyusunan kamus bahasa Muna juga sudah pernah dilakukan. Imbo
(2012) menyususn “Kamus Bahasa Indonesia Muna: Wamba Malau do Wamba-
Wunaane”. Berg dan La Ode Sidu pada tahun 2013 menyusun “Kamus Muna
Indonesia’. Pada tahun 2013 Fatinah meneliti “Sistem derivasi dalam bahasa Muna
berupa pembubuhan afiks derivasi tersebut berfungsi membentuk verba dari dasar
nomina dan adjektiva, nomina dasar nomina (Fatinah, 2014: 134-135).
BAB III
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bahasa lisan yang
berupa tuturan-tuturan dalam berbagai peristiwa bahasa Muna yang bersumber dari
penutur asli bahasa Muna di Desa Kontunaga, kecamatan kontunaga kabupaten
Muna. Berdasarkan hal itu, maka dalam penelitian ini ditetapkan beberapa orang
sebagai informan. kriteria pemilhan (1) penutur asli bahasa Muna, (2) sudah dewasa
(berkisar (18-60 tahun), (3)menngunakan bahasa Muna sebagai bahasa utama, (4)
Mengerti bahasa Indonesia, (5) berpindidikan minimal SD/Sederajat.
Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini adalah digunakan metode simak
dan metode cakap. Metode simak yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh
data dengan cara menyimak setiap pembicaraan informan. Metode cakap yaitu
metode yang digunakan untuk memperoleh data lisan dengan cara mengadakan
kontak langsung dengan informan. Kontak langsung yang dimaksud adalah kontak
langsung secara verbal.
maupun analisis data, walaupun manusia bersifat subjektif, tetapi manusia sebagai
instrumen utama dapat menghasilkan data yang reliabilitasnya hampir sama dengan
data yang dihasilkan instrumen yang dibuat secara lebih objektif.
1. Identifikasi data, maksudnya data deiksis persona bahasa Muna yang sudah
ditemukan dalam penelitian diberi kode sesuai permasalahan penelitian.
34
BAB IV
Sebelum membahas tentang deiksis persona bahasa Muna, dalam Bab IV ini
akan dipaparkan secara ringkas tentang pronomina bahasa Muna karena deiksis
persona dalam pemakaiannya menerapkan pronomina persona.
35
Seperti bahasa Indonesia, bahasa Muna juga memiliki pronomina persona yang
terdiri atas tiga bentuk yaitu (1) pronomina persona pertama, (2) pronomina persona
kedua, dan (3) pronomina persona ketiga. Ketiga pronomina tersebut terbagi lagi
menajdi dua, yaitu pronomina yang bisa berdiri sendiri sebagai morfem bebas dan
pronomina yang tidak bisa berdiri sendiri atau pronomina yang selalu dibubuhkan
pada bentuk dasar sebagai morfem terikat.
-da, -ndo
(Fatinah, 2014:137-145)
Data :
(5) Hikma : Umbe, amai amoratoko pada, Inodi aguma bhe poraiku.
Hikma : Iya, saya kesini ingin menyampaikan, saya akan menikah dengan
pacarku.”
Konteks : Hikma berkunjung ke rumah sahabatnya yang bernama Fina untuk
memberitahukan perihal pernikahannya.
Kata inodi ‘saya’ pada data (1), (2), (4), dan (5) mempunyai referen atau
rujukan yang berbeda jika dilihat dari siapa yang berbicara . Pada data pertama (1)
kata inodi ‘saya’ mengacu pada Mita yang pergi ke Kendari, pada data kedua (2)
mengacu pada Aris yang tidak kemana-mana dan hanya di rumah , data ketiga (4)
mengacu pada Fina yang memasak ikan, sedangkan data keempat (5) mengacu pada
Hikma yang akan menikah dengan kekasihnya. Pronomina persona pertama bahasa
Muna inodi ‘saya’ bersifat deiksis karena referennya berpindah dan berganti sesuai
konteks wacananya.
Jika dalam kalimat unsur yang mengisi subjek berupa pronomina persona
inodi, dan unsur predikat diisi oleh verba semitransitif dan verba transitif, yang
menyatakan pekerjaan sedang berlangsung, inodi bisa berubah menjadi a- dan
melekat seperti prefiks pada verba tersebut. Perhatikan data berikut:
Pada kalimat (7) dan (8) menunjukkan ciri kedeiktisan, karena refennya
berpindah-pindah. Pada data (7) menunjukkan Rahman yang sedang makan jagung
sedangkan pada data (8) menunjukkan Fina yang sedang minum kopi.
Jika dalam kalimat, unsur yang mengisi subjek berupa pronomina persona
inodi, dan unsur predikat diisi oleh adjektiva, inodi berubah menjadi ao- dan melekat
seperti prefiks pada adjektiva tersebut.
Data :
Konteks : Ipul dan Salim adalah tukang ojek, mereka sedang berbincang
dipangkalan ojek disiang hari yang terik.
Pada data (11) dan data (12) menunjukkan referen yang berpindah, pada data
(11) Salim menyatakan dia kepanasan sedangkan pada data (12) Ipul menyatakan dia
gemuk. Hal ini menunjukkan bentuk pronomina ao- merupakan deiksis karena
refennya berpindah-pindah.
Jika pronomina inodi posesif, inodi berubah menjadi –ku dan melekat seperti
akhiran pada kata benda. Perhatikan data berikut :
Pada data (14) dan (15) bentuk –ku menunjukkan ciri kedektisannya karena
referennya berpindah. Pada data (14) menunjukkan Onong mempunyai rumah,
sedangkan pada data (15) menunjukkan Wawan yang mempunyai sepupu.
Jika dalam kalimat, unsur yang mengisi objek berupa pronomina persona
inodi, dan unsur predikat diisi oleh verba dwitransitif, yang menyatakan pekerjaan
sedang berlangsung, inodi berubah menjadi kanau, dan melekat seperti akhiran pada
verba tersebut.
Data :
Konteks : Isra yang sedang membuat kandang ayam bertanya kepada Gusna
yang lewat di depan rumahnya mengenai kakak Gusna yang bekerja di
Kaimana kemudian Gusna menjelaskan juga mengenai gaji serta rumah yang
dibuatkan oleh kakaknya tersebut.
40
Pada data (19) dan (22) bentuk -kanau dapat dilihat ciri kedeiktisannya,
referennya atau pembicaranya berganti. Pada data (19) merujuk pada Gusna yang
dibuatkan rumah oleh kakaknya, sedangkan pada data (22) merujuk pada Isra yang
dibelikan ayam oleh ibunya.
Konteks : Adi dan Wulan merupakan teman dekat, mereka bertemu di acara
lulo lalu saling menanyakan hubungan asmara masing-masing.
Pada data (24) dan (25) menunjukkan referen yang berpidanh. Pada data (24)
merujuk Adi yang berboncengan dengan pacarnya, sedangkan pada data (25) merujuk
pada Wulan yang sudah berpisah dengan kekasihnya. Hal ini menunjukkan bahwa
bentuk persona pertama jamak dalam bahasa Muna intaidi ‘kita berdua’ memiliki ciri
kedeiktisan.
41
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung, pronomina
intaidi berubah menjadi dae-.
Data :
Pada data (27) dan (28) menunjukkan bahwa bentuk dae- memilki ciri
kedeiktisan, pada data (27) menunjukkan Roni dan temannya akan membakar ikan
sedangkan data (28) merujuk pada Ami dan temannya akan memetik kelapa muda.
Hal ini menunjukkan referennya berpindah-pindah.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif dan taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung,
pronomina intaidi berubah menjadi da-.
Data :
Pada data (30) dan (32) menunjukkan bentuk da- memiliki ciri kedeiktisan
karena referennya berubah-ubah. Pada data (30) merujuk pada Aris dan Iman yang
akan pulang kerumah sedangkan pada data (32) merujuk pada Awal dan adiknya yang
akan menangkap ayam kecil.
Jika subjek kaliamt diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung, pronomina
intaidi berubah menjadi dao-.
Data :
Pada data (23) merujuk pada Puli yang akan meminum kopi dengan
seseorang, dan pada data (24) merujuk pada Opin yang akan memakan pisang goreng
bersama dengan seseorang. Jadi bentuk pronomina terikat dao- memilki ciri
kedeiktisan.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba taktransitif, yang meyatakan pekerjaan akan berlangsung, pronomina intaidi
berubah menjadi da-e.
43
Data :
Bentuk da-e pada data (38) sampai (40) menunjukkan bentuk kedeiktisannya
karena referennya berpindah-pindah. Pada data (38) merujuk ke Rani dan
keluarganya yang akan mengeluarkan ubi kayu, data (39) merujuk pada Rendi dan
keluarganya yang akan memetik langsat. Sedangkan pada data (40) merujuk pada
Riko dan keluarganya yang akan menjoloki mangga.
Jika pronomina intaidi posesif, pronomina intaidi berubah menjadi –nto, dan
melekat seperti akhiran pada nomina.
Data :
Konteks : Ima bertanya kepada saudaranya yang bernama Uma tentang apa
yang tengah dilihat Uma. Uma menjelaskan tentang buah jambu mereka yang
banyak, sementara itu Isa tengah mengisi air untuk diberikan kepada orang tua
yang meminta air.
Pada data (42) dan (45) menunjukkan ciri kedeiktisan. Pada data (42) merujuk
pada Uma yang memilki jambu yang banyak dan pada data (45) merujuk pada Isa
yang memiliki air.
Selain intaidi bentuk pronomina persona pertama jamak dalam bahasa Muna
yaitu intaidimu, perhatikan data berikut:
Konteks : Pada data (46) dan (47), Awan dan Awal sama-sama tiba di kebun
masih pagi.
Konteks: Pada data (48) dan data (49) Asni dan Roni sedang berkeliling
memperhatikan pohon jambu.
Hal ini juga memunculkan fenomena deiksis yang berganti referen. Pada data
(46) kata intaidimu ‘kita sekalian’ merujuk pada Awan dan pendengar serta mungkin
pula pihak lain yang tiba duluan, pada data (47) merujuk pada Awal dan pendengar
serta mungkin pula pihak lain yang berangkat pagi-pagi, pada data (48) merujuk pada
Asni dan pendengar serta mungkin pihak lain yang menjual jambu duluan, pada data
45
(49) merujuk pada Roni dan pendengar serta mungkin pihak lain yang banyak buah
jambunya.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi:mu, dan predikatnya berupa
verba transitif, pronomina intaidi:mu berubah menjadi dae-v-mu, dan dibubuhkan
seperti simulfiks
Data :
Konteks : Pada data (50) sampai (52) ada dua kelompok ibu-ibu disebuah
pesta sedang berbagi tugas di dapur, yang dikomandoi oleh ibu Sita.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronimina intaidi:mu, dan predikatnya berupa
verba taktransitif, pronomina intaidi:mu berubah menjadi da- V –mu, dan dibubuhkan
seperti simulkfiks.
Data :
Bentuk da- V –mu pada data (54) dan (56) referennya berpindah-pindah. Data
(54) merujuk pada La Mira dan teman-temannya yang akan bermain di dalam kebun.
Sedangkan data (56) merujuk pada La Agung dan teman-temannya yang akan berlari-
lari di halaman.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina indtaidi:mu, dan predikatnya berupa
adjektiva dan verba taktransitif, pronomina intaidi:mu berubah menjadi dao- V –mu,
dan dibubuhkan seperti simulfiks.
Data :
Pada data (58) dan (60) menunjukkan bahwa bentuk dao- v –mu merupakan
deiksis karena memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan kontekls
pembicaraan serta situasi berbahasa.
Konteks : Risna berbicara dengan adiknya tentang buah jambu milik mereka
yang diambil oleh sepupu-sepupumu mereka.
Konteks : Iweng bertanya kepada Nila dan Leni tentang kenapa teman-
temannya gaduh di dalam kelas, Leni menjelaskan bahwa teman-temannya tidak
mempercayai dia dan Nila bahwa pak guru akan masuk.
Bentuk nto:mu pada data (62) dan (64) menunjukkan ciri kedeiktisan karena
referen yang berpindah-pindah sesuai konteksnya. Pada data (62) merujuk kepada
Risna yang berbicara kepada adiknya tentang buah jambu yang milik mereka yang
48
diambil oleh sepupu-sepupunya, sedangkan data (64) merujuk pada Leni yang
beribicara kepada Nila dan Iweng mengenai hal yang tidak dipercayai oleh teman-
temannya.
Bentuk pronomina persona jamak yang lain dalam bahasa Muna yaitu insaidi
‘kami’. Insaidi merupakan bentuk pronomina yang bisa berdiiri sendiri sebagai
morfem bebas. Jika dibubuhkan pada bentuk dasar, intaidi bisa berubah menjadi tae-,
tao-, ta- v –e, -mani, dan –kasami sebagai morfem terikat. Berikut data bentuk
pronomina insaidi ‘kami’ yang biasa digunakan dalam kegitan sehari-hari.
Data :
(65) Kakek : Ane pae bhe sokakalahamu, bantu deki asumangkepi sau we
kundo lambu watu
Kakek : Kalau kalian tidak kemana-mana, bantu saya mengangkat kayu di
belakang rumah itu.
(66) La Puli : Insaidi takumala we galu.
La Puli : Kami akan pergi ke kebun.
(67) La Opin : Insaidi takumala tafotando manu kaampo.
La Opin: Kami akan pergi menjerat ayam hutan.
(68) La Mira: Ane insaidi patakumala-kala.
La Mira: Kalau kami tidak akan kemana-mana.
(69) Kakek : Ihintumu bhangka Mira sobhantu kanau.
Kakek : Kalian saja Mira yang membantu saya.
Konteks : Lia menawarkan makan kepada Isma dan keluarganya yang datang
bersilatuhrahmi di rumahnya, tetapi Isma dan keluarganya sudah makan.
Implikasi pronomina insaidi ‘kami’ pada data (66), (67), (68), (73) dan (75)
bahwa hanya pihak pembicara/orang pertama yang turut serta sedangkan
pendegar/lawan tidak. Hal ini juga memunculkan fenomena deiksis yang berganti
referen. Pada data (66) kata insaidi ‘kami’ merujuk pada La Puli dan yang turut serta
dalam kegiatan pergi ke kebun, pada data (67) merujuk pada La Opin dan yang turut
serta dalam kegiatan menjerat ayam di hutan, pada data (68) merujuk pada La Mira
dan orang yang tidak pergi kemana-mana, pada data (73) merujuk pada Isma dan
yang turut serta makan sayur bening, sedangkan pada data (75) merujuk pada Agung
dan yan g turut serta memengkan juara satu kejuaran sepak bola. Sehingga
pronomina insaidi memiliki ciri deiksis karena referennya berpindah-pindah.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomia insaidi, dan predikatnya berupa verba
transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang sedang berlangsung,
insaidi berubah menjadi tae-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Data :
Konteks : Rani pergi ke rumah tetangganya bernama Rani, menyakan apa yag
mereka masak.
Data (77) dan data (79) menunjukkan bentuk tae- merupakan deiksis karena
referennya berpindah-pindah. Pada data (77) merujuk pada Isma dan keluarganya
yang memasak ayam sedangkan paa data (79) merujuk pada Isma dan keluarganya
yang tidak memasak.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangs
ung, inasidi berubah menjadi tao-, dan dibubuhkan seperti prefiks. Perhatikan data
berikut :
Konteks : Intan yang datang ke rumah Fia dan Gusna menanyakan apa yang
sedang mereka lakukan pada siang hari.
Bentuk tao- pada data (81) dan (82) menunjukkan ciri kedeitisannya karena
referennya berpindah-pindah.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif, yang menytakan pekerjaan yang akan berlangsung, insaidi berubah
menjadi ta-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
51
Data :
Pada data (84) dan (85) menunjukkan kedeiktisan dari bentuk ta- yang
referennya berpindah-pindah. Pada data (84) merujuk kepada Jua dan kawan-kawan
yang akan berteriak sedangkan pada (85) merujuk pada Julu dan kawan-kawan yang
akan lari.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, insaidi berubah menjadi ta- v –e. perhatikan data
berikut :
Konteks : Cia bertanya kepada sepupunya bernama Ima tentang buku yang
ada di rumah paman mereka.
Konteks : Andri bertanya kepada Emi siapa yang telah membeli rumah kepala
desa dan secara kebetulan ternyata Emi dan istrinya yang membeli ruamh tersebut.
Bentuk ta- v –e pada data (87) dan (89) merupakan deiksis karena referennya
berpindah sesuai konteks. Pada data (87) merujuk pada Ima dan teman-temannya
mengambil buku yang sudah tidak terpakai, sedangkan pada data (89) merujuk pada
Emi dan istrinya yang membeli rumah.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba bitransitif yang menyatakan pekerjaan sedang berlangsung, insaidi berubah
menjadi kasami, dan dibubuhkan seperti sufiks.
Konteks : Nada dan adiknya dibelikan ole-ole oleh ibunya dari pasar,
sedangkan Hera tidak dibelikan oleh ibunya.
Bentuk –kasami pada data (91) dan (93) menunjukkan ciri kedeiktisannya
karena referennya berpindah sesuai dengan kontesk pembicaraannya.
Dalam Bahasa Muna pronomina persona kedua ada dua, yaitu ihintu ‘kamu’
atau “engkau’ dan ihintuumu atau ihintoomu ‘kamu sekalian’.
53
Data :
Konteks : Awan dan Kiki adalah teman lama mereka tidak sengaja bertemu di
pelabuhan.
Pada data (94) kata ganti ihintu merujuk pada seorang sasaran tutur yang
merupakan teman sekelas Awan, pada data (95) merujuk pada seorang sasaran tutur
yang merupakan orang yang tidak lagi mengenal Awan, pada data (96) merujuk pada
seorang sasaran tutur yang sudah cantik, pada data (97) merujuk pada seseorang
sasaran tutur yang merupakan pembohong, sedangkan pada data (98) merujuk pada
seorang sasaran tutur yang akan pergi ke Kendari. Dari data (94) sampai (99) dapat
dilihat ciri kedektisan pronomina ihintu ‘kamu’ pada masing-masing data tersebut.
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
adjektiva, ihintu berubah menjadi omo-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
54
Data :
Konteks : Kiki menyakan keadaan Mita melihat Mita nampak capek dan
sebaliknya Mita yang menanyakan keadaan Kiki yang memakai baju tebal dicuaca
panas.
Dari data (100) dan (101) dapat dilihat ciri kedektisan bentuk pronomina omo-
- karena referennya berpindah-pindah. Pada data (100) merujuk pada Kiki yang
bertanya kepada Mita tentang apakah dia capek sedangkan pada (101) merujuk pada
Mita yang bertanya kepada Kiki apakah dia tidak kepanasan.
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba transitif, ihintu berubah menjadi ome-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Perhatikan data berikut :
Pada data (103) dan data (104) dapat ditemukan ciri kedeiktisan bentuk ome-
yang referennya berpindah-pindah. Pada data (103) merujuk pada Acing yang
bertanya kepada Nada apakah dia akan membeli baju, sedangkan data (104) merujuk
ke pada Nada yang bertanya kepada Acing tentang apakah yang dia carinya di pasar.
55
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung,
ihintu berubah menjadi o-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Data :
Pada data (105) merujuk pada Mursalin yang bertanya kepada seseorang
kemana dia akan pergi, sedangkan pada data (108) merujuk pada Uma yang bertanya
kepada seseorang apkah dia akan ditinggalkan. Data (105) dan (108) menunjukkan
bahwa bentuk pronomina bentuk terikat O- ‘kamu’ merupakan deiksis.
Jika subjek kalimat perintah diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya
berupa verba bitransitif, ihintu berubah menjadi –gho, dan dibubuhkan seperti sufiks.
Perhatikan data berikut:
Konteks : Ibu menyuruh Risna mengambilkan ayah piring untuk makan, tetapi
tenyata ayahnya sudah makan.
Konteks : Ayah melarang Awal untuk pergii ke rumah temannya karena Awal
harus menjagakan jualan bibinya.
Pada data (109), (112), dan (116) menunjukkan bentuk pronomina morfem
terikat –gho adalah bentuk deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai konteks
pembicaraan. Pada data (109) merujuk pada ibunya Ubo yang memerintahkan Ubo
untuk mencari buku adiknya, pada data (112) merujuk pada ibunya Risna
memerintahkan Risna untuk mengambilkan piring untuk ayahnya, sedangkan pada
data (116) merujuk pada Ayahnya Awal yang memerintahkan Awal untuk menjagakan
jualan bibinya.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa verba,
ihintu berubah menjadi o- v –e, dan dibubuhkan seperti sufiks.
Konteks : Fia menceritakan kepada Agung tentang seekor anjing yang masuk
di dalam rumanya yang diusirnya dengan melemparkan batu.
Pada data (117) merujuk pada Aman yang bertanya kepada Irman apakah
orang tersebut mengambil uang ibunya, sedangkan pada data (121) merujuk pada
Agung yang bertanya pada Fia tentang apakah orang tersebut mengusir anjing.
Perbedaan konteks dan referen yang berpindah menunjukkan bentuk pronomina
morfem terikat O- v –e merupakan deiksis.
Jika ihintu posesif, ihintu berubah menjadi –mu, dan dibubuhkan seperti
sufiks pada nomina. Perhatikan data berikut :
Pada data (123) dan (127) menunjukkan pronomina morfem terikat –mu
meiliki ciri kedeiktisan karena referennya berpindah-pindah.
Kata ihintumu ‘kalian’ pada data (128) merujuk pada orang yang sementara
membuat rumah sedangkan pada data (130) merujuk pada seseorang yang baru
datang. Pada data (128) dan (130) ada yang harus menjadi pusat perhatian kalau kata
ihintumu ‘kalian’ pada data (128) memang ditujukan kepada persona tunggal. Dalam
bahasa Muna penggunaan persona ihintumu ‘kalian’ pada data (131) merupakan
bentuk honorific atau penghormatan kepada seseorang yang lebih tua umurnya atau
lebih tinggi status sosialnya.
59
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintuumu ‘kalian semua’, dan
predikatnya berupa adjektiva, ihintuumu berubah menjadi omo- v –mu, dan
dibubuhkan seperti simulfiks.
Data :
Pada data (132) dan data (136) menunjukkan bentuk pronomina persona
kedua morfem terikat omo- … -mu memilki ciri deiksis karena referennya berpindah
sesuai konteks.
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintuumu ‘kalian semua’, dan
predikatnya berupa adjektiva, ihintuumu berubah menjadi ome-… -mu, dan
dibubuhkan seperti simulfiks.
Data :
Bentuk ome-…-mu pada data (138) dan (140) menunjukkan ciri deiksis. Pada
data (138) merujuk ke Gusna yang menyakan tentang membuat pisang goreng,
sedangkan pada data (140) merujuk pada Abi yang menanyakan tentang sepatu.
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung,
ihintu berubah menjadi o-… -e:mu, dan dibubuhkan seperti simulfiks. Perhatikan data
berikut :
Konteks : Tami bertanya kepada Sarti apakah Sarti berjualan di pasar Mabodo.
Dari dara (142) dan data (144) menunjukkan ciri kedeiktidan dari bentuk o-…
-e:mu referennya berpindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.
Jika subjek kalimat perintah diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya
berupa verba bitransitif, ihintu berubah menjadi –gho:mu, dan dibubuhkan seperti
sufiks. Perhatikan data berikut :
Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba, ihintu berubah menjadi o- … -e:mu, dan dibubuhkan seperti simulfiks.
Data :
Konteks : Kiki bertanya kepada Ria yang apakah Ria melempar kambing
miliknya.
Data (152) dan data (154) menunjukkan bentuk merupakan deiksis karena
referennya berpinah sesuai kontek pembicaraan
Pronomina persona ketiga tunggal bahasa Muna terdiri atas anoa ‘dia’
menunjuk pada persona di luar percakapan. Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal
anoa ‘dia’ dapat berfungsi sebagai subjek dan objek.
Data :
Ibuku tidak laku jualannya, karena banyak yang menjual sayur seperti
dia.
63
(160) Cia : Gaara, akapihie pada anini we daowa tamaka mina amorae.
Ternyata, saya mencarinya tadi di pasar tapi saya tidak ketemu.
Konteks : Cia bertanya kepada Sari tentang ibu Sari yang sudah tidak
berdagang dipasar.
Pada data (156) kata ganti anoa ‘dia’ merujuk pada Wa Fina yang pergi ke
kebun, pada data (157) merujuk pada inaku yang tidak laku jualannya, sedangkan
data (158) merujuk pada La Puli yang pergi ke hutan untuk menengok jeratnya.
Perpindahan atau pergeseran rujukan ini menunjukkan bahwa kata ganti anoa
merupakan kata yang bersifat deiksis.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina anoa ‘ia’ atau ‘dia’, dn predikatnya
berupa verba transitif, anoa berubah menjadi nae-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Verba yang dibubuhi nae, menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung. Perhatikan
data beerikut :
(165) Ibunya Aris : Ihintu ome fongkora oeno kadada, maka ai neafa anao ?
Kamu memasak air sayur, lalu adik mu melakukan apa ?
(166) Aris : Naeinsu ghai anao.
Dia akan memarut kelapa.
(167) Ibunya Aris : Pobhage mu karadha itu pada.
Kalian berbagi pekerjaan.
64
Konteks : Ibu bertanya kepada Aris apa yang dilakukan adik Aris sementara
Aris sedang menyiapkan air sayur.
Bentuk anoa dalam data (165) dan (166) menunjukkan sifat kedeiktisannya karena
referennya yang berpindah-pindah.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina anoa ‘ia’ atau ‘dia’, dan predikatnya
beupa verba transitif, anoa beubah menjadi ne-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Verba yang dibubuhi ne-, menyatakan pekerjaan yang sedang berlangsung.
Data :
Konteks : Dian yang bertanya kepada Intan diaman adik Intan tinggal.
Pada data (168) dan (169) menunjukkan bentuk ne- merupakan bentuk deikis karena
referennya berupindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina anoa ‘ia’ atau’dia’, dan predikatnya
berupa verba transitif, anoa berubah menjadi no- … -e, dan dibubuhkan seperti
simulfiks.
Data :
Pronomina persona ketiga jamak bahasa Muna adalah andoa ‘mereka’. Dalam
bahasa Muna persona andoa ‘mereka’ tidak hanya dipakai untuk insan tetapi juga
dipakai untuk menunjuk binatang. Hal ini dapat ditemukan dalam cerita rakyat.
Data :
Konteks : Anto bertanya kepada Bila yang merupakan adik Aris kemanakah
Aris dan kawan-kawannya akan pergi.
Pronomina persona andoa ‘mereka’ pada data (175), (176), (178), dan (180)
menunjukkan pemakaian deiksis persona yang berpindah referennya. Pada data (175)
kata ganti andoa ‘mereka’ merujuk pada La kapokapoluka dan La ndolandoke, pada
data (176) merujuk pada Harimau dan Kambing, pada data (178) merujuk pada Wa
Tami dan Wa Tari, sedangkan pada data (180) merujuk pada La Aris, La Awan, dan
La Awal. Selain itu, pada data (175) dan (176) juga menunjukkan bahwa pronomina
persona andoa ‘mereka’ dapat digunakan pada selain menyebutkan insan.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan predikatnya
berupa verba transitif, andoa berubah menjadi dae-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Verba yang dibubuhi dae- menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung.
Data :
Roni dan kawan-kawan yang merupakan kakak dari Sarti, Sartipun menjelaskan
bahwa mereka sedang membakar ikan.
Pada data (182) dan data (183) menunjukkan bentuk dae- merupakan deiksis
karena referennya berpindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan predikatnya
berupa verba transitif dan adjektiva, andoa berubah menjadi do-, dan dibubuhkan
seperti prefiks. Perhatikan data berikut :
Konteks : Leo dan Awal adalah tetangga kelas di sekolah menengah atas. Leo
mengeluhkan teman-teman kelas Awal yang ribut, Awal pun memberitahukan bahwa
karena hal itulah mereka dimarahi.
Pada data (184) dan data (187) menunjukkan bentuk do- merupakan deiksis
karena referennya berpindah-pindah. Pada data (184) merujuk pada Leo yang
mengatakan bahwa mereka itu rebut sekali. Sedangkan pada data (187) merujuk pada
Alun yang mengatakan bahwa mereka tiba kemarin di Kendari, dua kontek
pembicaraan yang berbeda.
68
Jika subjek kalimat perintah diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan
predikatnya berupa verba, andoa berubah menjadi –nda, dan dibubuhkan seperti
sufiks.
Data :
Bentuk –nda pada data (188) dan data (190) menunjukkan ciri kedeiktisannya
karena referennya berpindah-pindah.
Jika andoa posesif, andoa berubah menjadi –ndo, dan dibubuhkan seperti
sufiks pada nomina. Perhatikan data berikut :
Pada data (192) dan (193) menunjukkan bentuk –ndo meiliki ciri kedeiktisan
karena referennya berpindah-pindah.
69
Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan predikatnya
berupa verba transitif, andoa ‘mereka’ berubah menjadi do- … -e, dan dibubuhkan
seperti simulfiks.
Data :
Pada data (195) dan data (196) menunjukkan bentuk do- … -e merupakan
deiskis karenba referennya berpindah-pindah, pada data (195) merujuk pada Rendi
yang mengatakan mereka yang menangkap kuda milik keluarganya, sedangkan pada
data (196) merujuk pada Ningsih yang mengatakan mereka yang telah mencuri
semangka miliki ibunya.
Dalam bahasa Muna dapat ditemukan deiksis persona yang bisa menjadi
deiksis tempat.
Data :
Konteks : Data (120) dan (121) terjadi percakapan ketika Imam menanyakan
acara akan segera dimulai pada Tuan rumah.
Pada data, kata naitu ‘di situ’ merupakan deiksis tempat yang menggantikan
deiksis persona. Karena kata naitu ‘di situ’ tidak menunjukkan suatu tempat tetapi
menunjuk pada deiksis persona (Imam). Hal ini lazim terjadi dalam bahasa Muna
terutama dalam peristiwa acara adat. Setelah ditelusuri, ternyata perubahan deiksis
tempat menjadi deiksis persona merupakan bentuk honorific (penghormatan) kepada
seseorang.
71
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Merujuk pada rumusan masalah yang telah dibahas dalam Bab IV, sehingga
simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
5.2 Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang
deiksis bahasa Muna terutama yang belum dikaji dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fatinah, Sitti. 2014. Pronomina Persona dalam Bahasa Muna. Gramatika, Vol. II,
No. 2, Juni- Desember 2014: 137.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Subroto, Edi. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Ckarawala
Media.
Sulastri, dkk. 2014. Antologi Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra. Jambi:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kantor Bahasa Provinsi Jambi.
Utama, Haris. 2012. Pemakaian Deiksis Persona dalam Bahasa Indonesia. Jurnal,
Vol. 3 No. 4.
Data Klasifikasi
Konteks : Ipul dan Salim adalah tukang ojek, mereka sedang berbincang
dipangkalan ojek disiang hari yang terik.
Konteks : Adi dan Wulan merupakan teman dekat, mereka bertemu di acara
lulo lalu saling menanyakan hubungan asmara masing-masing.
Konteks : Pada data (46) dan (47), Awan dan Awal sama-sama tiba di kebun
masih pagi.
Konteks: Pada data (48) dan data (49) Asni dan Roni sedang berkeliling
memperhatikan pohon jambu.
Konteks : Pada data (50) sampai (52) ada dua kelompok ibu-ibu disebuah
pesta sedang berbagi tugas di dapur, yang dikomandoi oleh ibu Sita.
Konteks : Risna berbicara dengan adiknya tentang buah jambu milik mereka
yang diambil oleh sepupu-sepupumu mereka.
Konteks : Iweng bertanya kepada Nila dan Leni tentang kenapa teman-
temannya gaduh di dalam kelas, Leni menjelaskan bahwa teman-temannya tidak
mempercayai dia dan Nila bahwa pak guru akan masuk.
(65) Kakek : Ane pae bhe sokakalahamu, bantu deki asumangkepi sau we
kundo lambu watu
Kakek : Kalau kalian tidak kemana-mana, bantu saya mengangkat
kayu di belakang rumah itu.
(66) La Puli : Insaidi takumala we galu.
La Puli : Kami akan pergi ke kebun.
(67) La Opin : Insaidi takumala tafotando manu kaampo.
La Opin: Kami akan pergi menjerat ayam hutan.
(68) La Mira: Ane insaidi patakumala-kala.
La Mira: Kalau kami tidak akan kemana-mana.
81
Konteks : Data (66), (67), (68) dalam waktu bersamaan ditanya (kakeknya
mereka) tentang kegiatan mereka sebentar sore, dengan niat meminta tolong mereka
untuk mengangkat kayu yang ada di belakang rumah.
Konteks : Lia menawarkan makan kepada Isma dan keluarganya yang datang
bersilatuhrahmi di rumahnya, tetapi Isma dan keluarganya sudah makan.
Konteks : Rani pergi ke rumah tetangganya bernama Rani, menyakan apa yag
mereka masak.
Konteks : Intan yang datang ke rumah Fia dan Gusna menanyakan apa yang
sedang mereka lakukan pada siang hari.
Konteks : Cia bertanya kepada sepupunya bernama Ima tentang buku yang
ada di rumah paman mereka.
Konteks : Andri bertanya kepada Emi siapa yang telah membeli rumah kepala
desa dan secara kebetulan ternyata Emi dan istrinya yang membeli ruamh tersebut.
Konteks : Nada dan adiknya dibelikan ole-ole oleh ibunya dari pasar,
sedangkan Hera tidak dibelikan oleh ibunya.
Konteks : Awan dan Kiki adalah teman lama mereka tidak sengaja bertemu di
pelabuhan.
Konteks : Ibu menyuruh Risna mengambilkan ayah piring untuk makan, tetapi
tenyata ayahnya sudah makan.
Konteks : Ayah melarang Awal untuk pergii ke rumah temannya karena Awal
harus menjagakan jualan bibinya.
Konteks : Fia menceritakan kepada Agung tentang seekor anjing yang masuk
di dalam rumanya yang diusirnya dengan melemparkan batu.
Konteks : Tami bertanya kepada Sarti apakah Sarti berjualan di pasar Mabodo.
Konteks : Kiki bertanya kepada Ria yang apakah Ria melempar kambing
miliknya.
Ibuku tidak laku jualannya, karena banyak yang menjual sayur seperti
dia.
(160) Cia : Gaara, akapihie pada anini we daowa tamaka mina amorae.
Ternyata, saya mencarinya tadi di pasar tapi saya tidak ketemu.
Konteks : Cia bertanya kepada Sari tentang ibu Sari yang sudah tidak
berdagang dipasar.
(165) Ibunya Aris : Ihintu ome fongkora oeno kadada, maka ai neafa
anao ?
Kamu memasak air sayur, lalu adik mu melakukan apa ?
(166) Aris : Naeinsu ghai anao.
Dia akan memarut kelapa.
(167) Ibunya Aris : Pobhage mu karadha itu pada.
Kalian berbagi pekerjaan.
Konteks : Ibu bertanya kepada Aris apa yang dilakukan adik Aris
sementara Aris sedang menyiapkan air sayur.
(168) Dian : Nelate nehamai gaara ai mu padano gumano itu ?
Tinggal dimanakah adikmu yang sudah menikah itu ?
(169) Intan :Ando nekapihi kafolate anoa.
Diasedang mencari anak tinggal.
90
Konteks : Dian yang bertanya kepada Intan diaman adik Intan tinggal.
Konteks : Ari adalah sepupu Tami dan Tari, dia bertanya kepada pamannya
kemanakah kedua sepupunya itu akan kuliah.
(179) Anto : Dokala nehamai andoa tatu ?
Kemanakah mereka itu ?
(180) Bila :La Aris, La Awan, bhe La Awal dokala we napabhale. Andoa
dae mpali-mplai.
La Aris, La Awan, dan La Awal pergi ke napabhale. Mereka ingin jalan-jalan.
Konteks : Anto bertanya kepada Bila yang merupakan adik Aris kemanakah
Aris dan kawan-kawannya akan pergi.
Konteks : Leo dan Awal adalah tetangga kelas di sekolah menengah atas. Leo
mengeluhkan teman-teman kelas Awal yang ribut, Awal pun memberitahukan bahwa
karena hal itulah mereka dimarahi.
Dalam bahasa Muna dapat ditemukan deiksis persona yang bisa menjadi
deiksis tempat.
Data :
Konteks : Data (120) dan (121) terjadi percakapan ketika Imam menanyakan
acara akan segera dimulai pada Tuan rumah.
SUMBER DATA
1. Data Catatan
(1) Mita : Inodi akala we Kandari. Ane ihintu ga okala nehamai ?
Mita : Saya pergi ke Kendari. Kalau kamu pergi kemana ?
(2) Aris : Ane inodi miina ekala-kala we lambu kaawu
Aris : Kalau saya tidak kemana-mana di rumah saja.”
94
Konteks : Aris dan Mita adalah teman sekelas. Mereka bertemu kembali di
Sekolah setelah libur semester dan menceritakan kemana mereka pergi saat
liburan.
Konteks : Awan dan Kiki adalah teman lama mereka tidak sengaja bertemu di
pelabuhan.
Ibuku tidak laku jualannya, karena banyak yang menjual sayur seperti
dia.
(16) Cia : Gaara, akapihie pada anini we daowa tamaka mina amorae.
Ternyata, saya mencarinya tadi di pasar tapi saya tidak ketemu.
Konteks : Cia bertanya kepada Sari tentang ibu Sari yang sudah tidak
berdagang dipasar.
Konteks : Ipul dan Salim adalah tukang ojek, mereka sedang berbincang
dipangkalan ojek disiang hari yang terik.
Konteks : Adi dan Wulan merupakan teman dekat, mereka bertemu di acara
lulo lalu saling menanyakan hubungan asmara masing-masing.
Eti : Saya senang kalian datang kesini, sudah lama kita tidak
berjumpa, silahkan dimakan, tinggal kalian memilih !
(49) Puli : Daoroghu kahawa intaidi.
Puli : Kita berdua akan minum kopi.
(50) Eti : Ane hintuumu ?
Eti : Kalau kalian ?
(51) Opin : Daoma sanggara intaidi.
Opin : Kita berdua akan makan pisang goreng.
Konteks : Puli,Opin dan teman-temannya berkunjung ke rumah sahabat lama
mereka semasa sekolah menengah bernama Eti, Eti sangat senang atas
kunjungan para sahabatnya tersebut dengan menyediakan berbagai makanan
dan minuman.
(52) Alun : Koalahiemu itu kaladuno inanto mu.
Alun : Jangan kalian ambil apa yang ditanam oleh ibu kita.
(53) Rani : Maka noafa gara. Damalahie intaidi mafosau awatu.
Rani : Memangnya kenapa. Kita yang akan mengeluarkan ubi kayu
sana.
(54) Rendi : Damutalie intaidi bubuno awatu.
Rendi : Kita yang akan memetik langsat sana.
(55) Riko : Dadumitie intaidi foo atatu.
Riko : Kita yang akan menjoloki manga itu.
Konteks : Alun sebagai kakak tertua dari Rani, Rendi, dan Riko melarang
saudara-saudara serta kelurganya tersebut untuk mengambil tanaman yang
ditanam oleh ibu mereka, namun Rani tetap ingin mengambil begitu juga
Rendi dan Riko.
(56) Ima : ohaeitu ?
Ima : Apa itu ?
(57) Uma : Mai ghondo, dhambunto kabhari.
Uma : Mari lihat, jambu kita banyak.
(58) Ima : Umbe. Neafa gara kamokula awatu ?
Ima : Iya. Sedang apa orang tua itu ?
(59) Uma : Pabheane, ingka neowa imbere. Feena La Isa itu !
Uma : Tidak tahu, dia membawa ember. Tanya La Isa !
(60) Isa : Oento nesaloe kamokula aitu.
Isa : Air kita dimintai orang tua itu.
Konteks : Ima bertanya kepada saudaranya yang bernama Uma tentang apa
yang tengah dilihat Uma. Uma menjelaskan tentang buah jambu mereka yang
99
banyak, sementara itu Isa tengah mengisi air untuk diberikan kepada orang tua
yang meminta air.
(61) Awan : Intaidimu rumatono wawo.
Awan : Kita yang datang duluan.
(62) Awal : Umbe, rampahano intaidimu domai samintaigono.
Awal : Iya, karena kita datang pagi-pagi
Konteks : Pada data (61) dan (62), Awan dan Awal sama-sama tiba di kebun
masih pagi.
Konteks: Pada data (63) dan data (64) Asni dan Roni sedang berkeliling
memperhatikan pohon jambu.
Konteks : Pada data (60) sampai (67) ada dua kelompok ibu-ibu disebuah
pesta sedang berbagi tugas di dapur, yang dikomandoi oleh ibu Sita.
Konteks : Risna berbicara dengan adiknya tentang buah jambu milik mereka
yang diambil oleh sepupu-sepupumu mereka.
Konteks : Iweng bertanya kepada Nila dan Leni tentang kenapa teman-
temannya gaduh di dalam kelas, Leni menjelaskan bahwa teman-temannya tidak
mempercayai dia dan Nila bahwa pak guru akan masuk.
(80) Kakek : Ane pae bhe sokakalahamu, bantu deki asumangkepi sau we
kundo lambu watu
Kakek : Kalau kalian tidak kemana-mana, bantu saya mengangkat
kayu di belakang rumah itu.
(81) La Puli : Insaidi takumala we galu.
La Puli : Kami akan pergi ke kebun.
(82) La Opin : Insaidi takumala tafotando manu kaampo.
La Opin: Kami akan pergi menjerat ayam hutan.
(83) La Mira: Ane insaidi patakumala-kala.
La Mira: Kalau kami tidak akan kemana-mana.
(84) Kakek : Ihintumu bhangka Mira sobhantu kanau.
Kakek : Kalian saja Mira yang membantu saya.
Konteks : Data (81), (82), (83) dalam waktu bersamaan ditanya (kakeknya
mereka) tentang kegiatan mereka sebentar sore, dengan niat meminta tolong mereka
untuk mengangkat kayu yang ada di belakang rumah.
Konteks : Lia menawarkan makan kepada Isma dan keluarganya yang datang
bersilatuhrahmi di rumahnya, tetapi Isma dan keluarganya sudah makan.
Konteks : Rani pergi ke rumah tetangganya bernama Rani, menyakan apa yag
mereka masak.
Konteks : Intan yang datang ke rumah Fia dan Gusna menanyakan apa yang
sedang mereka lakukan pada siang hari.
Konteks : Cia bertanya kepada sepupunya bernama Ima tentang buku yang
ada di rumah paman mereka.
Konteks : Andri bertanya kepada Emi siapa yang telah membeli rumah kepala
desa dan secara kebetulan ternyata Emi dan istrinya yang membeli ruamh tersebut.
Konteks : Nada dan adiknya dibelikan ole-ole oleh ibunya dari pasar,
sedangkan Hera tidak dibelikan oleh ibunya.
Konteks : Ibu menyuruh Risna mengambilkan ayah piring untuk makan, tetapi
tenyata ayahnya sudah makan.
105
Konteks : Ayah melarang Awal untuk pergii ke rumah temannya karena Awal
harus menjagakan jualan bibinya.
Konteks : Fia menceritakan kepada Agung tentang seekor anjing yang masuk
di dalam rumanya yang diusirnya dengan melemparkan batu.
Konteks : Tami bertanya kepada Sarti apakah Sarti berjualan di pasar Mabodo.
Konteks : Kiki bertanya kepada Ria yang apakah Ria melempar kambing
miliknya.
108
(165) Ibunya Aris : Ihintu ome fongkora oeno kadada, maka ai neafa
anao ?
Kamu memasak air sayur, lalu adik mu melakukan apa ?
(166) Aris : Naeinsu ghai anao.
Dia akan memarut kelapa.
(167) Ibunya Aris : Pobhage mu karadha itu pada.
Kalian berbagi pekerjaan.
Konteks : Ibu bertanya kepada Aris apa yang dilakukan adik Aris
sementara Aris sedang menyiapkan air sayur.
(168) Dian : Nelate nehamai gaara ai mu padano gumano itu ?
Tinggal dimanakah adikmu yang sudah menikah itu ?
(169) Intan :Ando nekapihi kafolate anoa.
Diasedang mencari anak tinggal.
Konteks : Dian yang bertanya kepada Intan diaman adik Intan tinggal.
Konteks : Anto bertanya kepada Bila yang merupakan adik Aris kemanakah
Aris dan kawan-kawannya akan pergi.
Konteks : Leo dan Awal adalah tetangga kelas di sekolah menengah atas. Leo
mengeluhkan teman-teman kelas Awal yang ribut, Awal pun memberitahukan bahwa
karena hal itulah mereka dimarahi.
Konteks : Kakek yang melihat kelapa meminta tolong Rendi untuk memetikan
kelapa untuk cucu-cucunya.
(190) Samsul : Koidawando kahende.
Pohon jati mereka subur.
(191) Yana : Lahando kabhari sepaliha.
Lahan mereka banyak sekali.
3. Data Rekaman
(196) Mursalin : Ihintumu ga kumarathano lambundo ini ?
Mursalin : Kalian kah yang mengerjakan rumah mereka ini ?
(197) La Isa : Umbe, do bhantu kasami andoa itu.
La Isa : Iya, dibantu mereka itu.
Konteks : Data (200) dan (201) terjadi percakapan ketika Imam menanyakan
acara akan segera dimulai pada Tuan rumah.
Daftar Informan
1. Nama : La Sarata
Umur : 69 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SLTA
Status : Tokoh Adat
Alamat : Desa Kontunaga
2. Nama : Mursalin
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Status : Tokoh Agama
Alamat : Desa Kontunaga
3. Nama : La Sariati
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Kuli
Pendidikan : SMA
Status : Tokoh Masyarakat
Alamat : Desa Kontunaga
114
4. Nama : Arwin
Umur : 29 tahun
Perkerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Status : Tokoh Pemuda
Alamat : Desa Kontunaga