Anda di halaman 1dari 114

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling utama. Karena bahasa itu
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai alat interaksi dengan yang
lainnya. Komunikasi akan berjalan lancar apabila sasaran bahasa yang digunakan
tepat, artinya bahasa itu dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi penutur dan
sifat pertuturan itu dilaksanakan. Hal ini, sangat bergantung pada faktor-faktor
penentu dalam tindak bahasa atau tindak komunikasi, yaitu lawan bicara, tujuan
pembicara, masalah yang dibicarakan,dan situasi. Penggunaan bahasa seperti ini
merupakan kajian pragmatik.

Pagmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini
lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan dengan
tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang
digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.

Tipe studi pragmatik ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang
dimaksud orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu
berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Diperlukan suatu pertimbangan tentang
bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin mereka katakan yang disesuaikan
2

dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.

Pendekatan pragmatik ini juga perlu menyelediki bagaimana cara pendengar


dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu
interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali betapa
banyak yang disampaikan. Kita boleh mengatakan bahwa studi ini adalah studi
pencarian makna yang tersamar. Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar
lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.

Pragmatik mengkaji beberapa hal di antaranya deiksis, pranggapan, tindak


ujaran, implikatur, dan struktur wacana. Deiksis adalah istilah teknis (dari bahsa
Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis
berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk
menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis. Ketika anda menunjuk objek
asing dan bertanya, “Apa itu?”, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”)
untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan
deiksis kadang-kala juga disebut indeksikal. Ungkapan-ungkapan deiksis kadang-kala
juga disebut indeksikal. Ungkapan-ungkapan itu berada diantara bentuk-bentuk awal
yang dituturkan oleh anak-anak yang masih kecil dan dapat digunakan untuk
menunjuk orang dengan deiksis persona (‘ku’, ‘mu’), atau untuk menunjuk tempat
dengan deiksis spasial (‘di sini’, ‘di sana’), atau untuk menunjuk waktu dengan
deiksis temporal (‘sekarang’, ‘kemudian’). Untuk menafsirkan deiksis-deiksis itu,
semua ungkapan bergantung pada penafsiran penutur dan pendengar dalam konteks
yang sama. Memang benar, ungkapan deiksis yang menyertai percakapan lisan seperti
dalam contoh (1) dengan mudah dipahami oleh orang yang hadir, dan barangkali
membutuhkan penjelasan bagi orang lain yang tidak ada di sana (Yule, George, 2014 :
3-4).
3

Setiap bahasa tidak akan terlepas dari pemakaian deiksis. Karena deiksis
selalu muncul dalam konteks ujaran. Begitu juga dalam bahasa daerah bagi
masyarakat penuturnya. Salah satunya bahasa daerah Muna.

Bahasa Muna adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Sulawesi tenggara
yang dipergunakan oleh masyarakat penuturnya dan merupakan salah satu bahasa
daerah yang mempunyai penutur cukup besar dan luas. Bahasa Muna merupakan
bahasa yang hidup dan berkembang, yang digunakan oleh kelompok suku Muna
sebagai bahasa pergaulan. Secara umum, bahasa Muna bagi masyarakat penuturnya
disamping berfungsi sebagai bahasa pengantar juga berfungsi sebagai alat pendukung
kebudayaan daerah bagi masyarakat penuturnya.

Dalam penelitiaian ini lebih fokuskan pada deiksis persona. Dengan menyebut
penutur (‘saya’) dan lawan tutur (‘kamu’). Kesederhanaan bentuk-bentuk ini
menyembunyikan kerumitan pemakainya. Dipilihnya bahasa daerah Muna sebagai
objek penelitian ini karena dalam bahasa daerah Muna tersebut terdapat banyak
deiksis yang menarik dikaji dalam suatu kajian pragmatik. Salah satu contohnya

La Puli : Inodi akala we daowa indewi, ane ihintu ?

Saya pergi ke pasar kemarin, kalau kamu ?

Wa Nunung : Inodi akala we lambuno fokoamauku.

Saya pergi ke rumah pamanku.

Kata ’inodi’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata ‘inodi’ yang
pertama adalah kata ganti dari La Puli. Sementara itu, kata ‘inodi’ yang kedua adalah
kata ganti Wa Nunung. Dari contoh diatas, tampak kata ‘inodi’ memiliki referen yang
berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa.
4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, dapat diperoleh suatu rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimanakah bentuk-bentuk Deiksis Persona dalam bahasa
Muna ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
bentuk-bentuk deiksis persona dalam bahasa Muna.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan masyarakat bahasa tentang deiksis persona dalam


bahasa daerah Muna.
2. Menjadi perbandingan kepada peneliti-peneliti lainnya yang akan
menganalisis hal yang sama dalam bidang linguistik, khususnya yang ingin
meneliti tentang deiksis persona.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya dibatasi pada salah satu jenis deiksis yaitu deiskis
persona saja.
5

1.6 Batasan Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran dalam penelitian ini perlu diberikan


penjelasan terhadap istilah yang ada dalam judul penelitian.

1. Deiksis adalah kata yang referennya berpindah-pindah atau berganti-gnati,


tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat
dan tempat dituturkannya kata itu (Purwo, 1984: 1).
2. Deiksis persona adalah deiksis yang menerapkan tiga pembagian dasar yaitu
pronomina pertama, pronomina kedua, pronomina ketiga (Yule, 2006: 15).
3. Bahasa Muna merupakan bahasa yang hidup dan berkembang, yang
digunakan oleh kelompok suku Muna sebagai bahasa pergaulan. Secara
umum, bahasa Muna bagi masyarakat penuturnya disamping berfungsi
sebagai bahasa pengantar juga berfungsi sebagai alat pendukung kebudayaan
daerah bagi masyarakat penuturnya.
4. Pragmatik adalah studi tentang hubungan tuturan dengan pembicara, konteks,
makna yang dikomunikasikan, dan ekspresi menurut jarak sosial.
6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau
penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini
lebih banyak berhubungan dengan ananlisis tentang apa yang dimaksudkan orang
dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang
digunakan dalam tuturan itu senidiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur
(Yule, 2014 : 3).

Kasher (dalam Putrayasa 2014: 1) mendefenisikan pragmatik sebagai ilmu


yang memepelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa tersebut
diintegrasikan ke dalam konteks.

Kridalaksana (1993: 176) mendefenisikan pragmatik sebagai berikut (1)


syarat-syarat yang melibatkan searasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi,
(2) aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan
sumbangan kepada makna ujaran.

Wijana dalam Yusri (2016: 2) berpendapat bahwa pragmatik adalah cabang


ilmu bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan kebahasaan digunakan dalam
komunikasi.

Cornap dalam Surastina (2018: 6) menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari


hubungan yang meupakan tanda.
7

Pragmatik mengkaji “arti” yang disebut “the speaker’s meaning” atau arti
menurut tafsiran penutur yang disebut “maksud”. Arti menurut tafsiran penutur atau
maksud itu sangat bergantung konteks (Subroto, 2011: 8).

Parker (dalam Rahardi, 2010: 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah


cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang
dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam
komunikasi yang sebenarnya.

Menurut Tarigan (1986: 13) pragmatik adalah telaah mengenai makna dalam
hubungannya dengan aneka situasi ujaran . Pragmatik merupakan dua ranah yang
komplenter, yang saling melengkapi di dalam linguistik . Makna dalam pragmatik
berhubungan dengan pembicara atau pemakai bahasa . pragmatik menelaah ucapan-
ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama
sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang dapat merupakan wadah
aneka konteks sosial performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau
interpretasi.

Levinson (dalam Putrayasa, 2004: 1) memberikan setidaknya dua pengertian


pragmatik yang dikaitkan dengan konteks, yaitu : (a) pragmatik adalah kajian ihwal
hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatikalisasikan dan dikodekan dalam
struktur bahasa, dan (b) pragmatik adalah kajian ihwal kemampuan pengguna bahasa
untuk menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga kalimat itu patut atau tepat
diujarkan.

Menurut Putrayasa (2014: 14) pragmatik merupakan telaah penggunaan


bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi dengan konteks dan
keadaan pembicara. Dengan kata lain pragmatik menelaah bentuk bahasa dengan
mempertimbangakan satuan-satuan yang ‘menyertai’ sebuah ujaran: konteks lingual
(co-text) maupun konteks ekstralingual: tujuan, situasi, partisipan, dan sebagainya.
8

Parker (dalam Rahardi, 2010: 48) menyatakan bahwa pragmatik adalah


cabang ilmu bahasa yang memepelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun
yang dimaksud dengan hal itu adalah bagaimana satuan lingual tertentu digunakan
dalam komunikasi yang sebenarnya. Pakar ini membedakan pragmatik dengan studi
tata bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk-beluk bahasa secara internal.
menurutnya , studi tata bahasa tidak perlu dikaitkan dengan konteks, sedangkan studi
pragmatik mutlak dikaitkan dengan konteks.

Kridalaksana (1993: 176-177) mengungkapakan dua pengertian pragmatik


yaitu (1) syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam
komunikasi, dan (2) aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang
memberikan sumbangan kepada makna ujaran.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa


pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari ilmu bahasa secara ekternal
(luar bahasa) mengkaji studi makna secara kontekstual yang dituangkan antara
penutur (penulis) kepada pendengar (pembaca).

2.2. Pengertian Deiksis

Kridalaksana (1993: 39) menyatakan deiksis adalah hal atau fungsi yang
menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata tunjuk pronominal, ketakfiran, dan sebagainya.

Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu deiktikos yang berarti “hal
penunjukkan secara langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani
dalam pengertiannya “kata ganti penunjuk” yang dalam bahasa Indonesia ialah kata
“ini” dan “itu”.

Menurut Utama (2012: 10) dalam penggunaannya kata yang bersifat deiksis
adalah kata yang referen atau acuannya dapat berpindah-pindah.
9

Deiksis didefenisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya.


Contohnya dalam kalimat “Saya mencintai dia”, informasi dari kata ganti “saya” dan
“dia” hanya dapat ditelusuri dari konteks ujaran. Ungkapan-ungkapan yang hanya
diketahui dari konteks ujaran itulah yang disebut deiksis.

Dalam KBBI (2008), deiksis diartikan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di
luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan.
Dalam kegiatan berbahasa, kata-kata atau frasa-frasa yang mengacu kepada beberapa
hal tersebut penunjukkannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada
siapa yang menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Kata-kata
seperti saya,dia,kamu merupakan kata-kata penunjukkannya berganti-ganti. Rujukan
kata-kata tersebut barulah dapat diketahui pula siapa, di mana, dan pada waktu kapan
kata-kata itu diucapkan. Dalam bidang linguistik istilah penunjukkan semacam itu
disebut deiksis (Yule dalam Putrayasa, 2015: 38).

Menurut Usman (dalam Taufik, 2017: 327) menyatakan bahwa deiksis adalah
suatu cara untuk mengacu pada hakikat tertentu dengan menggunakan bahasa yang
hanya dapat ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi
situasi pembicara.

Lyons (dalam Putrayasa, 2015: 38) mengungkapkan bahwa deiksis dapat juga
diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan
yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi
ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara .

Dalam bidang linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut
referensi, yaitu kata atau frasa yang menunjuk kata, frasa atau ungkapan yang akan
diberikan. Rujukan semacam itu oleh Nababan (dalam Putrayasa, 2015: 38) disebut
deiksis.
10

Deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang
berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa. Denga kata lain,
sebuah bentuk bahasa bisa dikatakan bersifat deiksis apabila acuan/ rujukan/
referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti pada siapa yang menjadi si
pembicara dan bergantung pula pada saat dan tempat dituturkannya kata itu. Jadi
deiksis merupakan kata-kata yang tidak memiliki referen yang tetap (Putrayasa,
2015: 37-38).

Berdasarkan beberapa pendapat , dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan


kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi
pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk,
pronominal, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukkan dapat ditujukan pada
bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora.

Perujukan dapat pula ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian.
Bentuk rujukan seperti itu disebut dengan katafora.

Fenomena deiksis merupakan cara yang paling jelas untuk menggambarkan


hubungan antara bahasa dan konteks dalam strukutr bahasa itu sendiri. Kata seperti
saya, sini, sekarang adalah kata-kata deiksis. Kata-kata ini tidak memiliki referen
yang tetap. Referen kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui maknanya jika
diketahui pula siapa, di tempat mana, dan waktu kapan kata-kata itu diucapkan. Jadi,
yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.

2.3 Jenis-jenis Deiksis


11

Menurut Nababan (dalam Putrayasa: 43) deiksis ada lima macam, yaitu
deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis sosial, dan deiksis wacana.
Delain itu, (Purwo dalam Putrayasa, 2015: 43) menyebut beberapa jenis deiksis,
yaitu deiksis persona, tempat, waktu, dan penunjuk. Dengan demikian, jika kedua
pendapat itu digabungkan, ada enam jenis deiksis. Akan tetapi, selain pembagian
enam deiksis tersebut, dalam kajian pragmatic juga dibedakan antara deiksis sejati
dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis simbolik (Agustina dalam
Putrayasa, 2015: 43). Berikut dipaparkan jenis-jenis deiksis tersebut satu per satu.

2.3.1 Deiksis Persona

Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata
Yunani prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain
sandiwara), berarti juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara.
Istilah persona dipilih oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan
antara peristiwa bahasa dan permainan bahasa Lyons (dalam Putrayasa, 2014: 43).
Deiksis perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa
percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan dan entitaas yang lain. Deiksis
persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat adalah
deiksis jabaran. Menurut pendapat Becker dan Oka (dalam Putrayasa: 43) bahwa
deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang, tempat, dan waktu.

Deiksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa.


Peran peserta itu dapat dibagi menjai tiga Firdawati (dalam Putrayasa: 2014: 43).
Pertama ialah orang pertama (person pertama), yaitu kategori rujukan pembicara
kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kita, dan
kami. Kedua ialah orang kedua (person kedua), yaitu kategori rujukan pembicara
kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama, misalnya
kamu, kalian,saudara. Ketiga ialah orang ketiga (person ketiga), yaitu kategori
12

rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir
maupun tidak, misalnya dia dan mereka.

Kata ganti orang pertama merupakan rujukan pembicara kepada dirimnya


sendiri. Dengan kata lain, kata ganti persona pertama merujuk pada orang yang
sedang berbicara. Kata ganti persona ini dibagi menjadi dua, yaitu kata ganti persona
pertama tunggal dan kata ganti persoan pertama jamak. Kata ganti persona pertama
tunggal mempunyai beberapa bentuk, yaitu aku, saya, daku. Sementara itu, kata ganti
persona pertama jamak mempunyai beberapa bentuk, yaitu kami dan kita. Dialog
berikut adalah contoh deiksis persona dengan menggunakan kata ganti orang pertama.

A : Hari ini saya akan ke Bandung. Kalau kamu ?

B : Saya santai di rumah.

Kata ‘saya’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata saya yang pertama
adalah kata ganti dari A. Sementara itu, kata saya yang kedua adalah kata ganti B.
dari contoh diatas, tampak kata ‘saya’ memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai
dengan konteks pembicaraan serta situasi berbahasa.

Selain bentuk kata ganti persona di atas, digunakan pula nama-nama orang
untuk menunjuk persona pertama tunggal (Samsuri dalam Putrayasa, 2015: 44).
Anak-anak biasa memakai nama diri untuk merujuk pada dirinya. Sebagai contoh,
seorang anak bernama Agus suatu ketika dia ingin makan dan dia mengucapkan
“Agus mau makan” yang berarti ‘Aku mau makan’ (bagi diri Agus). Akan tetapi,
apabila kalimat itu diucapkan oleh seorang ayah atau seorang ibu dengan nada
bertanya seperti “Agus mau makan?” maka nama Agus tidak lagi merujuk pada
pembicara tetapi merujuk pada persona kedua tunggal (mitra tutur).

Dalam hal pemakainnya, bentuk persona pertama aku dan saya ada
perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam
tulisan atau ujaran yang resmi. Untuk tulisan formal pada buku nonfiksi, pidato,
13

sambutan, bentuk saya banyak digunakan bahkan pemakaian bentuk saya dipakai
dalam situasi nonformal. Bentuk saya, dapat juga dipakai untuk menyatakan
hubungan pemilikan dan diletakkan di belakang nomina yang dimilikinya, misalnya
rumah saya, paman saya. Sementara itu, bentuk persona pertama aku, lebih banyak
digunakan dalam situasi nonformal dan lebih banyak menunjukkan keakraban antara
pembicara/penulis dan pendengar/pembicara. Bentuk persona aku mempunyai variasi
bentuk, yaitu –ku dan ku-. Sementara itu, untuk pronominal persona pertama daku,
pada umumnya digunakan dalam karya sastra.

Bentuk persona kami dan kita juga terdapat perbedaan. Kami bersifat
eksklusif, artinya bentuk persona itu mencukupi pembicara/penulis dan pada orang
lain di pihaknya, tetapi tidak mencakupi orang lain di pihak pendengar/pembacanya.
Sebaliknya, kita bersifat inklusif,artinya bentuk persona itu mencakupi tidak saja
pembicara/penulis, tetapi juga pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain.

Kata ganti persona kedua adalah rujukan pembicara kepada lawan bicara.
Dengan kata lain, bentuk kata ganti persona kedua baik tunggal maupun jamak
merujuk pada lawan bicara. Bentuk pronominal persona kedua tunggal adalah kamu
dan engkau. Sebutan ketaklaziman untuk pronominal persona kedua dalam bahasa
Indonesia banyak ragamnya, seperti anda, saudara,leksem kekerabatan, seperti
bapak, ibu, kakak,dan leksem jabatn seperti guru, doketr, dan lain-lain. Pemilihan
bentuk mana yang harus dipilih ditentukan oleh aspek sosiolinguistik. Bentuk
bapak/pak, ibu/bu yang merupsksn bentuk sapaan kekeluargaan menandakan dua
pengertian. Pertama, orang yang memakai bentuk-bentuk tersebut memiliki hubungan
akrab dengan lawan bicaranya. Kedua, dipergunakan untuk memanggil orang yang
lebih tua atau orang yang belum dikenal. Dengan kata lain, pengertian kedua
menandakan hubungan antara pembicara dengan lawan bicara kurang akrab.
Sementara itu, bentuk saudara, anda biasanya digunakan untuk menghormati dan ada
jarak yang nyata antara pembicara dan lawan bicara. Khusus untuk bentuk
ketaklaziman anda biasanya dimaksudkan untuk menetralkan hubungan. Dialog
14

berikut ini adalah contoh deiksis persona dengan menggunakan kata ganti orang
kedua.

Dayu : Kapan kamu mulai kerja ?

Yuda : Aku mulai kerja besok, kalau kamu kapan ?

Kata ‘kamu’ di atas sebagai kata ganti dari dua orang. Kata kamu yang
pertama adalah merujuk kepada Yuda. Sementara itu, kata Ikamu yang kedua merujuk
kepaada Dayu. Dari contoh di atas, tampak kata ‘kamu’ memiliki referen yang
berpindah-pindah sesuai dengan kontekls pembicaraan serta situasi berbahasa.

Kata ganti persona ketiga merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada


orang yang berada diluar tindak komunikasi. Dengan kata lain, bentuk kata ganti
persona ketiga merujuk orang yang tidak berada baik pada pihak pembicara maupun
lawan bicara. Bentuk kata ganti persona ketiga dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu
bentuk tunggal dan bnetuk jamak. Bentuk tunggal pronominal persona ketiga
mempunyai dua bentuk, yaitu ia dan dia yang memmpunyai variasi –nya. Bentuk
tunggal pronominal persona ketiga tunggal dalam acuannya. Pada umumnya, bentuk
pronominal persona ketiga hanya untuk merujuk insani. Akan tetapi, pada karya
sastra, betuk mereka kadang-kadang dipakai untuk merujuk binatang atau benda yang
dianggap bernyawa. Berikut ini adalah contoh deiksis persona ketiga.

Mereka berlari-lari di hutan.

Pada kalimat tersebut, kata mereka tidak jelas rujukannya, apakah pemburu
atau hewan-hewan. Kata yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika
konteks untuk kalimat tersebut disertakan.

Bentuk pronominal persona ketiga jamak ini tidak mempunyai variasi bentu,
sehingga dalam posisi manapun hanya bentuk itu yang dipergunakan. Bentuk persona
ini digunakan untuk hubungan yang netral, artinya tidak digunakan untuk lebih
15

menghormati atau pun sebaliknya. Kata ganti persona ketiga selain merujuk pada
orang ketiga juga kemungkinannya merujuk pada persona pertama dan persona
kedua. Adanya kemungkinan rujukan lain merupakan akibat adanya perbedaan
konteks penuturan.

Contoh ketiga macam deiksis persona di atas dalam kaina prgamtik adalah
seperti dalam dialog berikut ini.

Novi : Liburan nanti kamu pergi kemana ?

Septi : Aku mau ke Kintamani. Kalau kamu ?

Novi : Aku ke Kintamani juga.

Danar : Mereka semua liburan. Aku kesepian deh (gumam danar dalam hati).

Kata-kata yang diicetak miring seperti contoh-contoh di atas adalah contoh


dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis persona. Contoh kata
seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang
dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa. Kata kamu yang pertama merujuk kepada
Septi. Kata kamu yang kedua merujuk kepada Novi. Sementara itu, kata aku yang
pertama merupakan kata ganti dari Septi. Kata aku yang kedua merupakan kata ganti
dari Novi, dan kata aku yang ketiga merupakan kata ganti dari Danar. Sementara itu,
kata mereka merujuk kepada Novi dan Septi serta bisa juga merujuk kepada semua
teman Danar.

Sahirudin (2013: 13-21) menjelaskan bahwa deiksis persona menerapkan tiga


bentuk pronomina persona, sehingga berikut ini akan dijelaskan deiksis persona yang
merupakan hasil dari penerapan pronomina persona.

2.3.1.1 Deiksis Persona Pertama


16

Dalam bahasa Indonesia, pronomina persona pertama tunggal adalah saya dan
aku. Bentuk saya, biasanya digunakan dalam tulisan atau ujaran yang resmi. Bentuk
saya, dapat juga dipakai untuk menyatakan hubungan pemilikkan dan diletakkan di
belakang nomina yang dimilikinya, misalnya: rumah saya, paman saya. Pronomina
persona pertama aku, lebih banyak digunakan dalam situasi nonformal dan lebih
banyak menunjukkan keakraban antara pembicara/penulis dan pendengar/pembaca.
Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk, yaitu –ku dan –ku.

Pronomina persona pertama tunggal bentuk saya digunakan pembicara untuk


menunjukkan dirinya sendiri. Biasanya bentuk ini dipakai dalam situasi yang formal,
misalnya seperti dalam sebuah wawancara. Untuk pronomina persona pertama
tunggal saya ditemukan data:

1) “Memperluas jaringan internasonal yang akan bermanfaat untuk karier


masa depan saya.” Ungkap Ari.
2) “Saya selalu bekerja dengan senang hati.” Kata Udin.

Pronomina persona pertama tunggal bentuk aku digunakan pembicara untuk


menunjuk dirinya sendiri. Berbeda dengan bentuk saya, bentuk aku biasanya dipakai
dalam situasi yang tidak formal, misalnya seperti pada percakapan biasa antar teman.

3) “Permainan kita belum berakhir, Mir. Aku mungkin takkan pernah


mendapat teman sepertimu lagi?” Kata teman Ari seraya mencubit lengan
Amir.
4) Udin : “Aku selalu menunggumu.”

Bentuk pronomina persona pertama tunggal aku merupakan kata ganti orang
pertama yang asli. Bentuk pronomina persona pertama tunggal saya merupakan kata
ganti persona pinjaman dari bentuk sahaya. Bentuk pronomina persona pertama
tunggal aku memiliki dua variasi bentuk, yakni –ku dan ku-. Berdasarkan distribusi
sintaksisnya, bentuk –ku merupakan bentuk lekat kanan, sedangkan bentuk ku-
merupakan bentuk lekat kiri. Bentuk lekat kanan seperti itu, dalam bahasa Indonesia
17

dapat dijumpai dalam konstruksi posesif dan dalam konstruksi posesif bentuk persona
senantiasa lekat kanan.

5) “Ini rumahku!”

Di samping digunakan dalam konstruksi posesif, bentuk –ku dapat pula


menduduki fungsi objek dan berperan objektif.

6) “Kamu memandangku setelah mengamati pas fotoku.”

Selain menduduki fungsi objek dan berperan objektif, bentuk –ku dapat pula
menduduki fungsi subjek dan berperan subjektif.

7) Pak Sanchez marah. “Hei Gomez! Keluar dari kiosku sekarang juga !”

Bentuk ku- sebagai bentuk lekat kiri dalam hal diletakkan pada kata yang
terletak disebelah kirinya, dalam rangkaian verba dan mengisi konstituen pelaku.

Perhatikan beberapa data berikut!

8) Ali : “Mengapa kutemukan ini di bulan Februasri?”


9) Ani : “Kujemput kamu besok pagi?”

Kedua bentuk kata ganti persona tersebut masing-masing memiliki perbedaan


dalam pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di
antara dua peserta tindak ujaran yang saling mengenal atau akrab hubungannya. Kata
saya biasanya digunakan dalam situasi formal, misalnya dalam suatu ceramah, kuliah,
atau di antara dua peserta tindak ujaran yang belum saling mengenal. Akan tetapi,
kata saya juga dapat dipakai dalam situasi informal. Kata saya bisa dipergunakan
dalam konteks pemakaian yang sama dengan halnya kata aku.

Selain pronomina persona pertama tunggal, bahasa Indonesia mengenal


pronomina persona pertama jamak, yakni kami dan kita. Pronomina persona pertama
18

jamak bentuk kami bersifat eksklusif, artinya, pronomina itu mencakupi orang lain
dipihak pendengar/pembacanya.

10) Ali : “Kami akan berangkat pukul enam pagi.”


11) Ani : ”Kami pulang lebih cepat dari kampus.”

Implikasi kalimat (10) dan kalimat (11) adalah bahwa hanya pihak pembicara/orang
pertama yang turut serta dalam keberangkatan pukul enam pagi tersebut sedangkan
pendengar/lawan bicara tidak. Pronomina persona pertama jamak bentuk kami juga
dipakai dengan pengertian tunggal untuk mengacu pada pembicara/penulis dalam
situasi yang formal. Perhatikan data berikut:

12) “Saya bangga dengan penyelenggaraan HNMUN 2012 karena bisa


membuktikan bahwa kami sebnagai generasi muda yang peduli dengan
berbagai permasalahan global. Kami ingin menyumbangkan ide atau
gagasan melalui HNMUN 2012 yang diikuti lebih dari 3000 peserta,” kata
Dominik P.Nieszporpwski, Secretary General Harvard National United
National 2012.

Pronomina persona pertama jamak bentuk kita bersifat inklusif, artinya,


pronominal itu mencakupi tidak saja pembicara/penulis, tetapi juga
pendengar/pembaca, dan mungkin pula pihak lain.

13) Kita akan berangkat pukul enam pagi.

Implikasi kalimat (13) adalah bahwa bukan hanya pembicara/orang pertama


saja yang turut serta dalam keberangkatan pada pukul enam pagi tersebut, tetapi juga
pendengar/lawan tutur akan ikut. Perhatikan data lainnya:

14) Mbak Anya Dwinov, bisa kita kerja sama di bidang agen perjalanan dan
sebagainya?
15) Paman Kikuk mengajak Husin, Asta, dan Bibi Ndari makandi restoran
apung. “Di sini, kita bisa makan sambilancing, lo! Ujar paman Kikuk.
19

2.3.1.2 Deiksis Persona Kedua

Pronomina persona kedua tunggal mempunyai beberapa wujud, yakni engkau,


kamu, anda, kau- dan –mu. Berikut ini adalah data pemakaiannya. Bentuk pronomina
persona kedua tunggal adalah engkau dan kamu. Kedua bentuk kata ganti persona
kedua tunggal tersebut masing-amsing mempunyai bentuk variasi kau- dan mu-.
Bentuk persona ini biasanya dipergunakan oleh:

a) Orang tua terhadap orang yang lebih muda yang telah dikenal dengan baik
dan lama.
b) Orang yang mempunyai status sosial yang lebih tinggi untuk menyapa lawan
bicara yang statusnya lebih rendah.
c) Orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa memandang umur atau status
sosial.

Perhatikan beberapa data berikut.

16) “Arya, kamu itu justru spesial, karena kamu cadel. Jadi, tidak ada
gunanya sedih atau marah!” Mama menenangkan Arya.
17) “Kamu sudah besar tapi pikiranmu masih seperti anak-anak.” Kata Budi
pada anaknya.
18) “Engkau mau bertempur? Beberapa kali ayah sudah melarang. Engkau
jangan campur-campur dengan bertempur-tempur! Apa engkau pikir
engkau bisa menang dengan pistol kecil itu ?” Kata Ari pada Heni.
19) “Engkau sangat cantik.” Puji Adi pada pacarnya.
20) “Tapi, omong-omong, dari mana tantemu dapat ide tentang gelang manik
itu ?”

Seperti halnya kata ganti persona pertama, bentuk variasi dari kata ganti
persona tunggal, yakni –mu dan kau- juga memiliki tugas masing-msing. Berdasarkan
distribusi sintaksisnya bentuk mu- merupakan bentuk lekat kanan, sedanhkan bentuk
20

kau- merupakan bentuk lekat kiri. Bentuk lekat kanan pada kata ganti persona kedua
dapat kita jumpai dalam konstruksi posesif.

Perhatikan data berikut.

21) “Ya, Tuhan! Angsa putihmu pecah? Siapa yang melakukannya?”


22) “semalam Papa masuk kamarmu dan mendengar suara jangkrik di bawah
tempat tidurmu. Kenapa ada jangkrik di sana, Dio?” Tanya Papa lembu.

Di samping digunakan dalam konstruksi posesif, bentuk –mu dapat juga


menduduki fungsi objek dan berperan objektif.

23) “Jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu tinggal mencari titik untuk
bangkit kembali. Aku akan membantumu.”

Bentuk kau- sebagai bentuk lekat kiri dalam hal pemakaiannya sama sekali
berbeda dengan bentuk mu-. Bentuk kau- umumnya diletakkan pada kata yang
terletak di sebelah kirinya sebagai pengisi konstituen pelaku.

24) “…Kalau kau mau kakimu sembuh, mintalah pada ratu pantau selatan
ini,” Kata Aris pada temannya.
25) Ali : “Ani, kau bagaikan rembulan.”

Pronomina persona kedua tunggal Anda dimaksudkan untuk menetralkan


hubungan, seperti halnya kata you dalam bahasa Inggris. Meskipun kata itu telah
banyak dipakai, struktur nilai sosial budaya kita masih membatasi pemakaian
pronominal itu. Pronominal Anda dipakai pada saat:

a) Dalam hubungan yang takpribadi sehinggah Anda tidak diarahkan pada


satu orang khusus.
b) Dalam hubungan tatap muka tetapi pembicaranya tidak ingin terlau formal
ataupun terlalu akrab.

Lihat beberapa data berikut:


21

26) “Anda tidak akan menemukan telepon fixed line di meja-meja kantor
kami,” ungkap dia.
27) “Kiat-kiat apa yang Anda lakukan dalam berinvestasi? Apakah pernah
mengalami kerugian?”

Bentuk persona kedua di samping mempunyai bentuk tunggal seperti tersebut


di atas juga memiliki bentuk jamaknya, yaitu kalian dan bentuk persona kedua
tunggal yang ditambah dengan kata sekalian, seperti anda sekalian, kamu sekalian,
dan sebagainya. Meskipun bentuk kalian tidak terikat pada tata karma sosial, yang
status sosialnya lebih rendah umumnya tidak memakai bentuk itu terhadap orang
yang lebih tua atau orang yang berstatus sosial lebih rendah umumnya tidak memakai
bentuk itu terhadap orang yang lebih tua atau yang berstatus sosial lebih tinggi.

28) “Kenapa kalian murung? Apa yang terjadi?”


29) “Benar kata Andi dan Lucki. Kalian sama keras kepalanya!”

2.3.1.3 Deiksis Persona Ketiga

Pronominal persona ketiga tunggal terdiri atas ia, dia,-nya dan beliau. Dalam
posisi sebagai subjek, atau di depan verba, ia dan dia sama-sama dapat dipakai. Akan
tetapi, jika berfungsi sebagai objek, atau terletak di sebelah kanan dari yang
diterangkan, hanya bentuk dia dani –nya yang dapat muncul. Pronominal persona
ketiga tunggal beliau digunakan untuk menyatakan rasa hormat, yakni dipakai oleh
orang yang lebih muda atau berstatus sosial lebih rendah daripada orang yang
dibicarakan. Dari keempat pronominal tersebut,hanya dia,-nya dan beliau yang dapat
digunakan untuk menyatakan milik.
22

Pronominal persona ketiga tunggal ia menunjuk pada persona di luar


percakapan antara pembicara dan pendengar. Pada penggunaannya dalam kalimat,
bentuk kata ganti persona ketiga tunggal ia hanya bisa berfungsi sebagai subjek.

30) Kuma sangat gembira. Ia malah kini mempunyai banyak sahabat sejati.

Pronomina persona ketiga tunggal ia dan dia dalam banyak hal berfungsi
sama. Akan tetapi, jika bentuk ia hanya dapat berfungsi sebagai subjek, bentuk dia
dapat pula berfungsi sebagai objek. Data bentuk dia sebagai subjek:

31) Pipi sangat sedih. Dia memang berbeda dengan teman-teman kurcacinya.

Data bentuk dia sebagai objek:

32) Sejak saat itu, Kuma tidak terkenal lagi. Ia hanya menjadi ayam biasa.
Banyak ayam lain yang sudah bisa berkokok indah seperti dia.

Pronomina persona ketiga tunggal –nya menunjuk pada persona di luar


percakapan antara pembicara dan pendengar. Pada penggunaannya dalam kalimat,
bentuk kata ganti persona ketiga tunggal –nya hanya bisa berfungsi sebagai objek.

Perhatikan data berikut:

33) Sebenarnya Rosa baik. Aku senang berteman dengannya.


34) Akan tetapi, kali ini, Amir benar-benar keterlaluan. Sudah beberapa hari,
Angga gagal mencarinya.

Pronomina persona ketiga tunggal beliau digunakan untuk menyatakan rasa


hormat. Oleh karena itu, beliau dipakai oleh orang yang lebih muda atau berstatus
sosial lebih rendah dari pada orang yang yang dibicarakan.

35) “Siapa to yang tidak kenal HB IX. Beliau raja yang mau turun dan
menyapa rakyat kecil.” Ucap Suwarto.
36) Menteri baru saja menelpon bahwa beliau tidak dapat hadir.
37) Saya pikir Pak Bupati, maksud saya beliau akan menolak usul kita.
23

Pronomina persona ketiga jamak adalah mereka. Pada umumnya mereka


hanya dipakai untuk insan. Benda atau konsep yang dinyatakan dengan cara yang
lain; misalnya dengan mengulang nomina tersebut (reduplikasi) atau dengan
mengubah sintaksisnya. Mereka tidak mempunyai variasi bentuk sehingga dalam
posisi mana pun hanya bnetuk itulah yang dipakai, misalnya usul mereka, rumah
mereka.

38) “Tidak apa-apa kami mencoba pakaian Tira?” Li-El dan Dania bertanya
khawatir. Akhirnya mereka bertiga mencoba berbagai penampilan.
Suasana makin seru saat ketiganya berjalan-jalan di kamar, bergaya bak
peragawati. Ada peragaan busana mendadak di kamar Tira.
39) Teman-teman akan datang. Mereka akan membawa makanannya sendiri.
40) Pak Ramlan mempunyai tiga orang anak. Mereka semua belajar di Gadjah
Mada.

Akan tetapi, pada cerita fiksi atau narasi lain yang menggunakan gaya fiksi,
kata mereka kadang-kadang juga dipakai untuk mengacu pada binatang atau benda
yang dianggap bernyawa. Mereka tidak mempunyai variasi bentuk sehingga dalam
posisi mana pun hanya bentuk itulah yang dipakai, misalnya usul mereka, rumah
mereka.

Contoh :

1. Sejak dulu anjing dan kucing selalu bermusuhan. Tiap kali bertemu
mereka berkelahi.
2. Pohon manga dan pohon rambutan ketakutan bahwa Pak Tani akan
menebangnya. Mereka berjanji akan segera berubah.

2.3.2 Deiksis Penunjuk


24

Pengungkapan sesuatu hal dalam bentuk ujaran tidak akan bisa lepas dari
maksud yang ingin disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur. Sebaliknya, mitra
tutur juga akan berusaha sedapat mungkin untuk memahami maksud yang ingin
disampaikan oleh penutur. Agar kesepahaman akan maksud ujaran antara penutur dan
mitra tutur, pemahaman terhadap deiksis dan penggunaannya secara tepat adalah
salah satu alternatifnya.

Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, deiksis penunjuk disebutnya
kata ganti penunjuk atau pronominal penunjuk. Pronominal penunjuk ini ditinjau dari
macamnya ada tiga, yaitu : pronominal penunjuk umum, pronominal penunjuk
tempat, pronominal penunjuk ihwal (Alwi, dkk. Dalam Putrayasa, 2014: 46). Jadi
kajian pragmatik dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan deiksis tempat dan
deiksis penunjuk diintergrasikan menjadi pronominal penunjuk.

Contoh pronominal penunjuk umum ada tiga yaitu : ini, itu, dan anu. Kata ini
mengacu pada acuan yang dekat dengan pembicara atau penulis, pada masa yang
akan datang, atau pada informasi yang akan disampaikan. Kata itu mengacu pada
acuan yang agak jauh dari pembicara/penulis, pada masa lamapu, atau informasi yang
sudah disampaikan.

Sebagai pronominal, ini dan itu ditempatkan seseudah nomina yang


dibaatasinya. Contoh : masalah ini, rumusan ini. Jawaban itu, lamaran itu. Orang juga
memakai kedua pronominal itu sesudah pronominal persona untuk memberikan
penegasan.

Kata anu dipakai bila seseorang tidak dapat mengingat benar kata apa yang
harus dia pakai, padahal ujaran telah terlanjur dimulai. Oleh karena itu, orang
memakai pronominal anu. contohnya: Kemarin saya beli anu yang dipakai untuk
potong rambut. Kata anu yang dimaksud yaitu sebuah gunting.
25

2.3.3 Deiksis Tempat

Setelah dipaparkan tentang pronominal penunjuk umum, pronominal


penunjuk tempat akan dipaparkan. Pronominal penunjuk tempat dalam bahasa
Indonesia ialah sini, situ, atau sana. Titik pangkal perbedaan diantara ketiganya ada
pada si pembicara. Jika sesuatu yang ditunjuk berada dekat dengan si pembicara
digunakan kata sini. Jika sesuatu yang ditunjuk berada agak jauh dengan si pembicara
digunakan kata situ. Jika sesuatu yang ditunjuk berada jauh dengan si pembicara
digunakan kata sana. Karena menunjuk lokasi, pronominal penunjuk tempat sering
digunakan dengan preposisi pengacu arah, di/ke/dari, sehingga memebnetuk beberapa
pronomia penunjuk tampat yaitu: di sini, ke sini, dari sini, di situ, dari situ, dan di
sana, ke sana, dari sana. Contohnya: “Kita akan bertolak dari sini.”; “Barang-
barangnya ada di situ.”; “Siapa yang mau pergi ke sana?”

Dalam bahasa lisan yang tidak baku, serring situ digunakan sebgagai
pronominal persona kedua yang sepadan dengan engkau atau kamu. Contohnya:
“Saya sendiri setuju saja, tapi bagaimana situ?”

Pemaparan berikutnya adalah pronominal penunjuk ihwal. Contoh pronominal


ini dalam bahasa Indonesia ialah begini dan begitu. Titik pangkal perbedaannya sama
dengan penunjuk lokasi. Jika sesuatu yang ditunjuk dekat dengan si pembicara
digunakan kata begini. Jika sesuatu yang ditunjuk jauh dengan si pembicara
digunakan kata begitu. Dalam hal ini, jauh dekatnya bersifat psikologis. Contohnya:
“Dia mengatakan begini.”; “Jangan berbuat begitu lagi.” (Alwi, dkk. Dalam
Putrayasa, 2014: 48).

Selain pronominal penunjuk ihwal begini dan begitu, ada juga pronominal
penunjuk ihwal yang lain yaitu demikian. Kata demikian ini dapat juga menunjuk
pada begini dan begitu. Contohnya: “Memang kemarin dia mengatakan demikina.”
Oleh karena itu, kata demikian pada kalimat tersebut bisa diganti dengan kata begini
atau begitu.
26

Deiksis tempat dan deiksis ruang berkaitan dengan spesifikasi tempat relatif
ke titik labuh dalam peristiwa tutur. Pentingnya spesifikasi tempat ini tampak pada
kenyataan bahwa ada dua cara mendasar dalam mengacu objek, yaitu dengan
mendeskripsikan atau menyebut obejk atau dengan menempatkannnya di suatu
lokasi.

2.3.4 Deiksis Waktu

Dalam tata bahasa, deiksis ini disebut adverbal waktu, yaitu pengungkapan
kepada titik atau jarak waktu dipandang dari suatu ujaran terjadi, atau pada saat
seseorang penmutur berujar. Waktu ketika ujaran terjadi diuangkapkan dengan
sekarang atau saat ini. Untuk waktu-waktu berikutnya digunakan kata-kata: besok
(esok), lusa, kelak, nanti; untuk waktu ‘sebelum’ waktu terjadinya ujaran kita
menemukan tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu, dahulu. Dasar untuk menghitung
dan mengukur waktu dalam banyak bahasa tampak bersifat siklus alami dan nyata,
yaitu siklus harui dan malam (dari pagi sampai malam hari), hari (dalam sepekan
dengan nama-nama hari), bulan (dari Januari hingga bulan Desember), musim (di
Indonesia ada musim hujan dan musim kemarau) dan tahun (Putrayasa, 2014: 50).

2.3.5 Deiksis Wacana

Berbeda dengan keempat deiskis yang sudah disebut, yang mengaacu kepaa
referen tertentu msekipun referen itu berubah-ubah, deiksis wacana harus dirumuskan
dengan terlebih dahulu melihatnya di dalam wacana tertentu. Deiksis di sini,
misalnya, dapat dikatakan mengacu kepada tempat yang dekat dengan penutur.
Deiksis wacana atau deiksis teks, tidak dapat dikatakan dengan cara begitu. Deiksis
ini adalah acuan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diperkirakan (sebelumnya) dan atau dalam suatu ujaran untuk mengacu kepda bagian
27

wacana yang mengandung ujran itu (termasuk ujaran itu sendiri). Kita juga dapat
memasukkan ke dalam deiksis wacana sejumlah cara lain di mana sebuah ujaran
menandakan hubungannya dengan teks yang mengelilinginya. Misalnya, karena
wacana itu mengungkapkan waktu, maka wajar saja jika kata-kata deiksis waktu
dapat dipakai untuk mangacu kepada bagian-bagian wacana tersbut. Begiutlah, jika
kita mempunyai deiksis waktu seperti akhir minggu, bulan berikut, awal tahun, maka
wajar saja jika kata-kata deiksis waktu dapat dipakai untuk mengacu kepada bagian-
bagian wacana tersebut. Begitulah, jika kita mempunyai deiksis waktu seperti akhir
minggu, bulan berikut, awal tahun, maka untuk deiksis wacana kita dapat juga
memakai bentuk akhir paragraph, bab berikut, awal paragraph, dan sebagainya.
Dalam bahasa Indonesia kata-kata deminkian biasanya dengan preposisi seperti di,
pada, daslam (Putrayasa, 2014: 51-53).

2.3.6 Deiksis Sosial

Deiksis sosial berhubungan dengan aspek-aspek kaliamt yang mencerminkan


kenyataan-kenyataan tertentu tentang situasi sosial ketika tindak tutur terjadi. Deiksis
sosial menunjukkan perbedaan-perbedaan sosial (perbedaan yang disebabkan oleh
faktor-fakto sosial seperti jenis kelamin, usia, kedudukan di dalam masyarakat,
pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya) yang ada pada partisipan dalam sebuah
komunikasi verbal yang nyata, terutama yangberhubungan dengan segi hubungnan
peran antara penutur dan petutur, atau penutur dengan topik acuan lainnya (Purwo
dalam Putrayasa, 2014: 53).

Dapat dikatakan, bahwa deiksis sosial itu merupakan deiksis yang di samping
mengacu keadaan referen tertentu, juga mengandung konotasi sosial tertentu,
khususnya pada deiksis persona. Dalam bahasa Indonesia hal itu tampak, misalnya
28

dalam penggunaan kata sapaan Kamu, Kau, Anda, Saudara, Tuan, Bapak, Ibu, dan
sebagainya. Deiksis persona bagi penutur seperti saya, aku, hamba, patik, atau
penggunaan nama diri. Dalam bahasa yang mengenal tingkatan-tingkatan (unda usuk)
bahasa, seperti bahasa Jawa, perbedaan itu diwujudkan dalam bentuk-bentuk yang
berbeda (Putrayasa, 2014: 53).

2.4 Referensi Anaforik

Referensi yang sudah diperkenalkan biasanya dikenal sebagai referensi


anaforik atau anafora. Di dalam istilah-istilah teknis, ungkapan-ungkapan kedua atau
ungkapan-ungkapan berikutnya disebut anafor dan ungkapan awal disebut anteseden.
Referensi anaforik sebagai suatu proses kesinambungan untuk mengenali secara
benar entitas yang sama seperti ditunjukkan oleh antesedon (Yule dalam Sahirudin,
2013: 25).

Katafora merupakan pembalikan pola anaphor anteseden yang kadang-


kadang ditemukan pada permulaan suatu cerita. Jika suatu penafsiran itu
mengharuskan kita untuk mengenali suatu entitas dan tidak ada ungkapan linguistik
yang ada, penafsiran ini disebut Anafora zero atau ellipsis. Kegunaan anafora zero
sebagai suatu alat untuk menetapkan referensi jelas menciptakan suatu harapan yang
memungkinkan seorang pendengar mampu menyimpulkan siapa atau apa yang
dimaksudkan penutur (Yule dalam Siharudin, 2013: 26).

Kunci untuk memahami referensi adalah bahwa proses pragmatik di mana


penutur memilih ungkapan-ungkapan linguistik dengan maksud untuk mengenali
entitas-entitas tertentu dan dengan asumsi bahwa pendengar akan bekerja sama dan
memahami ungkapan-ungkapan itu seperti yang dimaksudkan oleh penutur. Referensi
yang berhasil berarti bahwa suatu maksud dapat dikenali melalui
inferensi/kesimpulan yang menunjukkan sejenis pengetahuan yang dimilki bersama
29

dan dari sini terjadi hubungan sosial. Asumsi tentang pengetahuan yang dimilki
bersama penting juga dilibatkan dalam studi Presupposisi (Yule dalam Sahirudin,
2013: 27).

2.5 Bahasa Muna

Bahasa Muna (bahasa wuna) merupakan salah satu bahasa daerah yang
dituturkan di kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahasa itu dituturkan di
seluruh wilayah Kabupaten Muna, yang terdiri atas 28 kecamatan, yaitu (1)
Kecamatan Barangka; (2) Kecamatan Bata Laiworu; (3) Kecamatan Bone gunu; (4)
Kecamatan Duruka Bone; (5) Kecamatan Kabangka; (6) Kecamatan kabawo; (7)
Kecamatan Kambowa; (8) Kecamatan Katobu; (9) Kecamatan Kontunaga; (10)
Kecamatan Kulisusu; (11) Kecamatan Kulisusu Barat, (12) Kecamatan Kulisusu
Utara, (13) Kecamatan Kusambi; (14) Kecamatan Lasalepa; (15) Kecamatan Lawa;
(16) Kecamatan Lohia; (17) Kecamatan Maginti; (18) Kecamatan Maligano; (19)
Kecamatan Napabalano; (20) Kecamatan Malighano; (21) Kecamatan Pasir Putih;
(22) Kecamatan Saweregadi; (23) Kecamatan Tikep; (24) Kecamatan Tiworo Tengah;
(25) Kecamatan Tongkuno; (26) Kecamatan Wakorumba; (27) Kecamatan
Wakorumba Selatan; dan (28) Kecamatan Watopute. Selain dituturkan di Provinsi
Sulawesi Tenggara, bahasa Muna juga dituturkan di Kabipaten Banggai, Kabupaten
Banggai Kepulauan, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojo Una-Una, dan Kota Palu,
Provinsi Sulawesi Tengah, serta beberapa provinsi lain di Indonesia (Fatinah, 2013 :
282).

Beberapa aspek bahasa Muna sudah pernah diteliti, antara lain penelitian
tentang “Morfosintaksis Bahasa Muna” yang dilakukan oleh Sande, dkk. Pada tahun
1986. Penelitian tersebut mendeskripsikan fonologi (fonem konsonan, fonem vocal,
dan dsitribusi fonem); morfologi (morfem, kata, afiksasi dan artinya, reduplikasi, dan
30

pemajemukan); dan sintakasis (frasa dan kalimat) dalam bahasa Muna. Selain itu,
penelitian tentang “Konjungtor Intrakalimat dalam bahasa Muna” pernah dilakukakn
oleh Fatinah pada tahun 2009. Penelitian ini mendeskripsikan konjungtor intrakalimat
dalam bahasa Muna ditinjau dari perilaku sintaksisnya, yang dibagi atas tiga
kelompok, yaitu (1) Konjungtor koordinatif, (2) konjungtor relative, (3) konjungtor
subordinatif. Penyusunan kamus bahasa Muna juga sudah pernah dilakukan. Imbo
(2012) menyususn “Kamus Bahasa Indonesia Muna: Wamba Malau do Wamba-
Wunaane”. Berg dan La Ode Sidu pada tahun 2013 menyusun “Kamus Muna
Indonesia’. Pada tahun 2013 Fatinah meneliti “Sistem derivasi dalam bahasa Muna
berupa pembubuhan afiks derivasi tersebut berfungsi membentuk verba dari dasar
nomina dan adjektiva, nomina dasar nomina (Fatinah, 2014: 134-135).

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

3.1 Jenis dan MetodePenelitian


3.1.1 Jenis Penelitian
31

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif selalu


bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk
deskriptif fenomena. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah,
data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.

3.1.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode lapangan yang menyajikan data dan


fenomena-fenomena yang berdasarkan data empiris yang ditemukan oleh peneliti.
Selain itu, peneliti juga akan menyajikan data yang diperoleh dari sumber data yang
objektif. Dikatakan penelitian lapangan karena data dalam peneltian ini berupa data
lisan dari beberapa informan untuk mengumpulkan dan mendapatkan data yang
diperlukan peneliti dengan cara menelaah dan menganalisis deiksis dalam bahasa
Muna.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bahasa lisan yang
berupa tuturan-tuturan dalam berbagai peristiwa bahasa Muna yang bersumber dari
penutur asli bahasa Muna di Desa Kontunaga, kecamatan kontunaga kabupaten
Muna. Berdasarkan hal itu, maka dalam penelitian ini ditetapkan beberapa orang
sebagai informan. kriteria pemilhan (1) penutur asli bahasa Muna, (2) sudah dewasa
(berkisar (18-60 tahun), (3)menngunakan bahasa Muna sebagai bahasa utama, (4)
Mengerti bahasa Indonesia, (5) berpindidikan minimal SD/Sederajat.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data


3.3.1 Metode Pengumpulan Data
32

Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini adalah digunakan metode simak
dan metode cakap. Metode simak yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh
data dengan cara menyimak setiap pembicaraan informan. Metode cakap yaitu
metode yang digunakan untuk memperoleh data lisan dengan cara mengadakan
kontak langsung dengan informan. Kontak langsung yang dimaksud adalah kontak
langsung secara verbal.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Sejalan dengan metode di atas, maka teknik yang digunakan dalam


pengumpulan data adalah teknik rekam dan teknik catat. Selain itu, setelah data
terkumpul, peneliti juga menggunakan teknik introspeksi melalui teknik elisitasi yaitu
mengoreksi sekumpulan aktivitas yang ditunjukkan melalui sistem komunikasi,
peneliti juga menggunakan teknik trianggulasi yakni peneliti dapat membuat data
sendiri, kemudian data tersebut diverifikasi kepada informan yang telah memenuhi
kritera yang telah ditentukan. Verifikasi data tersebut menyangkut struktur kalimat.
Ketiga teknik ini (teknik intropeksi, teknik elisitasi, dan trianggulasi), dipergunakan
karena peneliti juga adalah penutur asli bahasa Muna. Teknik rekam digunakan
dengan pertimbangan bahwa data yang diteliti berupa data lisan. Selain teknik rekam,
digunakan pula teknik catat melalui media yang disiapkan peneliti yakni smartphone
(telephone pintar).

3.4 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menjadikan peneliti sebagai instrument utama dalam


pengumpulan data karena peneliti sebagai penutur asli bahasa Muna. Hal ini, sesuai
dengan pendapat Aminudin dalam (Nursila, 2016: 34) bahwa dalam penelitian
kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, baik dalam pengumpulan data
33

maupun analisis data, walaupun manusia bersifat subjektif, tetapi manusia sebagai
instrumen utama dapat menghasilkan data yang reliabilitasnya hampir sama dengan
data yang dihasilkan instrumen yang dibuat secara lebih objektif.

Selain peneliti yang menjadi instrumen utama, dalam peneliti ini


menggunakan juga instrumen tambahan. Instrumen tambahan yang dimaksud adalah
alat perekam yakni smartphone (telepon pintar) dan kartu data sesuai dengan teknik
yang digunakan yaitu teknik rekam dan teknik catat.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data


3.5.1 Metode Analisis Data

Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif yakni


menguaraikan dan menginterpretasikan data berdasarkan apa yang ditemukan dalam
penelitian, seperti interpretasi data bahasa lisan yang mengandung deiksis persona
bahasa Muna.

3.5.2 Teknik Analsis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan pragmatik.


Pendekatan pragmatik digunakan sebagai upaya interpretasi makna dengan penafsiran
yang tepat berdasarkan konteks yang ada dalam deiksis persona pada bahasa daerah
Muna.

Analisis data dilakukan melalui tahapan-tahapan, sebagai berikut:

1. Identifikasi data, maksudnya data deiksis persona bahasa Muna yang sudah
ditemukan dalam penelitian diberi kode sesuai permasalahan penelitian.
34

2. Klasifikasi data adalah mengklasifikasikan data deiksis persona bahasa Muna


yang telah diklasifikasikan dengan menentukan acuan-acuan deiksis persona
yang berpindah-pindah atau berganti-ganti.
3. Interpretasi, maksudnya suatu proses penafsiran data deiksis persona bahasa
Muna yang telah diklasifikasikan dengan menentukan acuan-acuan deiksis
persona yang berpindah-pindah atau berganti-ganti.
4. Deskripsi data, maksudnya data yang sudah diklasifikasikan dan
diinterpretasikan kemudian dideskripsikan dengan menggunakan pendekatan
deksriptif yaitu dengan membandingkan deiksis persona bahasa Muna dengan
deiksis persona bahasa Indonesia (Purwo, 1984: 16), kemudian dirumuskanlah
sebuah simpulan setiap bentuk-bentuk deiksis persona bahasa Muna.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum membahas tentang deiksis persona bahasa Muna, dalam Bab IV ini
akan dipaparkan secara ringkas tentang pronomina bahasa Muna karena deiksis
persona dalam pemakaiannya menerapkan pronomina persona.
35

4.1 Pronomina Persona Bahasa Muna

Seperti bahasa Indonesia, bahasa Muna juga memiliki pronomina persona yang
terdiri atas tiga bentuk yaitu (1) pronomina persona pertama, (2) pronomina persona
kedua, dan (3) pronomina persona ketiga. Ketiga pronomina tersebut terbagi lagi
menajdi dua, yaitu pronomina yang bisa berdiri sendiri sebagai morfem bebas dan
pronomina yang tidak bisa berdiri sendiri atau pronomina yang selalu dibubuhkan
pada bentuk dasar sebagai morfem terikat.

Persona Tunggal Jamak


Bebas Terikat Bebas Terikat
Pertama Inodi ‘saya’ a-,ae-,ao,-kanau, Intaidi, Da-, dae-,
-ku dao-,do,nto
Intaidimu Da-Vmu,
‘kita dae-Vmu,
sekalian’ do-Vmu,
ntoomu
Insaidi Tae-,
tao-,V-e,
-mani,
-kasami

Kedua Ihintu ‘kamu’ o-, ome-, omo-, Ihintuumu o- Vmu,


-angko ,ko,mu ‘kalian ome- Vmu,
semua’ omo- Vmu,
-angkoomu,
koomu,-
Vmu.
Ketiga Anoa ‘dia’ Na-, nae-, ne-, Andoa Da-, dae-,
nao-, no-,-ane, ‘mereka’ de-, dao-,
-e, -on do, -anda,
36

-da, -ndo

(Fatinah, 2014:137-145)

4.2 Bentuk-bentuk Deiksis Persona

Berdasarkan bentuk-bentuk pronomina, dapat diketahui bentuk-bentuk deiksis


persona bahasa Muna. Berikut ini akan diuraikan bentuk-bentuk deiksis persona
bahasa Muna yang disertai dengan data dalam kalimat.

4.2.1 Deiksis Persona Pertama

Dalam bahasa Muna, dikenal pronomina persona pertama tunggal adalah


inodi ‘saya’. Bentuk inodi ‘saya’, biasanya digunakan dalam berbagai bentuk ujaran
dan digunakan pembicara untuk menunjukkan dirinya sendiri.

Data :

(1) Mita : Inodi akala we Kandari. Ane ihintu ga okala nehamai ?


Mita : Saya pergi ke Kendari. Kalau kamu pergi kemana ?
(2) Aris : Ane inodi miina ekala-kala we lambu kaawu
Aris : Kalau saya tidak kemana-mana di rumah saja.”
Konteks : Aris dan Mita adalah teman sekelas. Mereka bertemu kembali di
Sekolah setelah libur semester dan menceritakan kemana mereka pergi saat
liburan.

(3) Hikma : Omeafa ?


Hikma : Kamu sedang apa ?”
(4) Fina : Inodi egau kenta. Ingka afetingke oguma mo ?
Fina : Saya memasak Ikan. Saya dengar kamu akan menikah ?
37

(5) Hikma : Umbe, amai amoratoko pada, Inodi aguma bhe poraiku.
Hikma : Iya, saya kesini ingin menyampaikan, saya akan menikah dengan
pacarku.”
Konteks : Hikma berkunjung ke rumah sahabatnya yang bernama Fina untuk
memberitahukan perihal pernikahannya.

Kata inodi ‘saya’ pada data (1), (2), (4), dan (5) mempunyai referen atau
rujukan yang berbeda jika dilihat dari siapa yang berbicara . Pada data pertama (1)
kata inodi ‘saya’ mengacu pada Mita yang pergi ke Kendari, pada data kedua (2)
mengacu pada Aris yang tidak kemana-mana dan hanya di rumah , data ketiga (4)
mengacu pada Fina yang memasak ikan, sedangkan data keempat (5) mengacu pada
Hikma yang akan menikah dengan kekasihnya. Pronomina persona pertama bahasa
Muna inodi ‘saya’ bersifat deiksis karena referennya berpindah dan berganti sesuai
konteks wacananya.

Jika dalam kalimat unsur yang mengisi subjek berupa pronomina persona
inodi, dan unsur predikat diisi oleh verba semitransitif dan verba transitif, yang
menyatakan pekerjaan sedang berlangsung, inodi bisa berubah menjadi a- dan
melekat seperti prefiks pada verba tersebut. Perhatikan data berikut:

(6) Fina : Ofuma hae?


Fina : kamu makan apa?
(7) Rahman : Afuma kahitela inodi. Ihintu oforoghu hae ga itu ?
Rahman : Saya makan jagung . Kalau kamu minum apa itu ?
(8) Fina : Aforoghu kahawa inodi.
Fina :Saya sedang minum kopi”
(9) Rahman : Kambaka bhela.
Rahman : Enak yah.

Konteks : Fina dan Rahman yang merupakan tetangga saling berbincang-


bincang dipagi hari tentang sarapan yang mereka makan dan minum.
38

Pada kalimat (7) dan (8) menunjukkan ciri kedeiktisan, karena refennya
berpindah-pindah. Pada data (7) menunjukkan Rahman yang sedang makan jagung
sedangkan pada data (8) menunjukkan Fina yang sedang minum kopi.

Jika dalam kalimat, unsur yang mengisi subjek berupa pronomina persona
inodi, dan unsur predikat diisi oleh adjektiva, inodi berubah menjadi ao- dan melekat
seperti prefiks pada adjektiva tersebut.

Data :

(10) Ipul : Noafa olembisianegho bhatu mu ?

Ipul : Kenapa kamu melepas baju mu ?

(11) Salim : Aofanaha inodi.Miina ofanagha ga hintu ?


Salim : Saya kepanasan. Tidakkah kamu kepanasan ?
(12) Ipul : Afanaha dua tamaka akalili-ili indodi nobhala taghiku, rampahano
Aorombu inodi.
Ipul : Saya kepanasan juga tapi saya malu-malu besar perutku, karena saya
gemuk.

Konteks : Ipul dan Salim adalah tukang ojek, mereka sedang berbincang
dipangkalan ojek disiang hari yang terik.

Pada data (11) dan data (12) menunjukkan referen yang berpindah, pada data
(11) Salim menyatakan dia kepanasan sedangkan pada data (12) Ipul menyatakan dia
gemuk. Hal ini menunjukkan bentuk pronomina ao- merupakan deiksis karena
refennya berpindah-pindah.

Jika pronomina inodi posesif, inodi berubah menjadi –ku dan melekat seperti
akhiran pada kata benda. Perhatikan data berikut :

(13) Wawan: Hamai lambu mu ?


Wawan: Dimana rumah mu ?
(14) Onong : Aituhae lambuku.
39

Onong : Itu rumah ku.


(15) Wawan: Namai telambu mu pisaku.
Wawan: Dia mau ke rumah mu sepupuku .

Konteks : Wawan menanyakan keberadaan rumah Onong sekaligus


menginformasikan bahwa sepupunya akan ke rumahnya.

Pada data (14) dan (15) bentuk –ku menunjukkan ciri kedektisannya karena
referennya berpindah. Pada data (14) menunjukkan Onong mempunyai rumah,
sedangkan pada data (15) menunjukkan Wawan yang mempunyai sepupu.

Jika dalam kalimat, unsur yang mengisi objek berupa pronomina persona
inodi, dan unsur predikat diisi oleh verba dwitransitif, yang menyatakan pekerjaan
sedang berlangsung, inodi berubah menjadi kanau, dan melekat seperti akhiran pada
verba tersebut.

Data :

(16) Isra : Nokaradha nehamai isamu ?


Isra : Bekerja dimana kakak mu ?
(17) Gusna : Nokaradha we Kaimana.
Gusna : Dia bekerja dia Kaimana.
(18) Isra : Nobhari gadhino ?
Isra : Banyak gajinya ?
(19) Gusna : Umbe, Naerabukanau lambu isaku.
“Gusna : Iya, kakakku membuatkan saya rumah”.
(20) Isra : Gaara
Isra : Oh ya.
(21) Gusna : Umbe,merabu hae gaara itu ?
Gusna : Iya, sedang apakah itu ?
(22) Isra : Ando erabu so katipano manu, negholikanau manu inaku.
Isra : Saya sedang membuat kandang ayam, ibuku membelikan saya ayam.

Konteks : Isra yang sedang membuat kandang ayam bertanya kepada Gusna
yang lewat di depan rumahnya mengenai kakak Gusna yang bekerja di
Kaimana kemudian Gusna menjelaskan juga mengenai gaji serta rumah yang
dibuatkan oleh kakaknya tersebut.
40

Pada data (19) dan (22) bentuk -kanau dapat dilihat ciri kedeiktisannya,
referennya atau pembicaranya berganti. Pada data (19) merujuk pada Gusna yang
dibuatkan rumah oleh kakaknya, sedangkan pada data (22) merujuk pada Isra yang
dibelikan ayam oleh ibunya.

Selain pronomina persona tunggal, bahasa Muna juga mengenal pronomina


persona pertama jamak, yakni intaidi ‘kita berdua’ dan intaidimu ‘kita sekalian’.
Pronomina intaidi ‘kita berdua’ dan intaidimu ‘kita sekalian’ merupakan bentuk
pronomina yang bisa berdiri sendiri sebagai morfem bebas. Pronomina bentuk intaidi
‘kita berdua’ bisa berubah menjadi dae-, da-,dao-, da-e, dan –nto sebagai morfem
terikat jika dibubuhkan pada bentuk dasar. Intaidimu jika dibubhkan pada bentuk
dasar bisa berubah menjadi da-v-mu,dao-v-mu, dan –nto:mu sebagai morfem terikat.

Pronomina persona pertama jamak intaidi ‘kita berdua’, perhatikan data


berikut:

(23) Wulan : Nando Oposere gara bhe maino tematakidi itu ?


Wulan : Kamu masih pacaran dengan yang dari matakidi itu ?
(24) Adi : Umbe,Intaidi tapogande takala wedaowa aniini. Ane hintu ando
opesere bhe kaposerehamu itu ?
Adi :Iya, kita berdua berboncengan pergi ke pasar tadi. Kalau kamu
masih pacaran dengan pacar mu itu ?
(25) Wulan : Intaidi taporunsamo.
Wulan: Kita berdua sudah berpisah

Konteks : Adi dan Wulan merupakan teman dekat, mereka bertemu di acara
lulo lalu saling menanyakan hubungan asmara masing-masing.

Pada data (24) dan (25) menunjukkan referen yang berpidanh. Pada data (24)
merujuk Adi yang berboncengan dengan pacarnya, sedangkan pada data (25) merujuk
pada Wulan yang sudah berpisah dengan kekasihnya. Hal ini menunjukkan bahwa
bentuk persona pertama jamak dalam bahasa Muna intaidi ‘kita berdua’ memiliki ciri
kedeiktisan.
41

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung, pronomina
intaidi berubah menjadi dae-.

Data :

(26) Ami : Dapobhage karadha, omeafamu hintu mu ?


Ami : Kita berbagi pekerjaan, kalian akan melakukan apa ?
(27) Roni : Daetuno kenta intadi.
Roni : Kita akan membakar ikan.
(28) Ami : Daeuta kalembungo intaidi.
Ami : Kita akan memetik kelapa muda.
Konteks : Ami, Roni dan teman-temannya pergi ke pantai disana mereka
membagi tugas untuk membakar ikan dan memetik kelapa muda.

Pada data (27) dan (28) menunjukkan bahwa bentuk dae- memilki ciri
kedeiktisan, pada data (27) menunjukkan Roni dan temannya akan membakar ikan
sedangkan data (28) merujuk pada Ami dan temannya akan memetik kelapa muda.
Hal ini menunjukkan referennya berpindah-pindah.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif dan taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung,
pronomina intaidi berubah menjadi da-.

Data :

(29) Paman : Aris bhe la Iman okumala mu nehamai ?


Paman : Aris dan Iman mau kemana kalian ?
(30) Aris : Dasumuli we lambu intaidi.
Aris : Kita akan pulang ke rumah.
(31) Paman : Ane hintumu Awal bhe aimu meafamu ?
Paman : Kalau kalian Awal dan adikmu sedang apa ?
(32) Awal : Darumako manu karubu itu intaidi.
Awal : Kita akan menangkap ayam kecil itu.
Konteks : Paman bertanya Kepada Aris dan Iman kemana mereka pergi dan
bertanya kepada Awal dan adiknya apa yang sedang mereka lakukan.
42

Pada data (30) dan (32) menunjukkan bentuk da- memiliki ciri kedeiktisan
karena referennya berubah-ubah. Pada data (30) merujuk pada Aris dan Iman yang
akan pulang kerumah sedangkan pada data (32) merujuk pada Awal dan adiknya yang
akan menangkap ayam kecil.

Jika subjek kaliamt diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung, pronomina
intaidi berubah menjadi dao-.

Data :

(33) Eti : Kabaruku itua omaimu naini, nomponamo miina dopoghawa-ghawa,


atemo fuuma mo itu pada, tamepilihmo !
Eti : Saya senang kalian datang kesini, sudah lama kita tidak berjumpa,
silahkan dimakan, tinggal kalian memilih !
(34) Puli : Daoroghu kahawa intaidi.
Puli : Kita berdua akan minum kopi.
(35) Eti : Ane hintuumu ?
Eti : Kalau kalian ?
(36) Opin : Daoma sanggara intaidi.
Opin : Kita berdua akan makan pisang goreng.
Konteks : Puli,Opin dan teman-temannya berkunjung ke rumah sahabat lama
mereka semasa sekolah menengah bernama Eti, Eti sangat senang atas
kunjungan para sahabatnya tersebut dengan menyediakan berbagai makanan
dan minuman.

Pada data (23) merujuk pada Puli yang akan meminum kopi dengan
seseorang, dan pada data (24) merujuk pada Opin yang akan memakan pisang goreng
bersama dengan seseorang. Jadi bentuk pronomina terikat dao- memilki ciri
kedeiktisan.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi, dan predikatnya berupa
verba taktransitif, yang meyatakan pekerjaan akan berlangsung, pronomina intaidi
berubah menjadi da-e.
43

Data :

(37) Alun : Koalahiemu itu kaladuno inanto mu.


Alun : Jangan kalian ambil apa yang ditanam oleh ibu kita.
(38) Rani : Maka noafa gara. Damalahie intaidi mafosau awatu.
Rani : Memangnya kenapa. Kita yang akan mengeluarkan ubi kayu sana.
(39) Rendi : Damutalie intaidi bubuno awatu.
Rendi : Kita yang akan memetik langsat sana.
(40) Riko : Dadumitie intaidi foo atatu.
Riko : Kita yang akan menjoloki mangga itu.
Konteks : Alun sebagai kakak tertua dari Rani, Rendi, dan Riko melarang
saudara-saudara serta kelurganya tersebut untuk mengambil tanaman yang
ditanam oleh ibu mereka, namun Rani tetap ingin mengambil begitu juga
Rendi dan Riko.

Bentuk da-e pada data (38) sampai (40) menunjukkan bentuk kedeiktisannya
karena referennya berpindah-pindah. Pada data (38) merujuk ke Rani dan
keluarganya yang akan mengeluarkan ubi kayu, data (39) merujuk pada Rendi dan
keluarganya yang akan memetik langsat. Sedangkan pada data (40) merujuk pada
Riko dan keluarganya yang akan menjoloki mangga.

Jika pronomina intaidi posesif, pronomina intaidi berubah menjadi –nto, dan
melekat seperti akhiran pada nomina.

Data :

(41) Ima : ohaeitu ?


Ima : Apa itu ?
(42) Uma : Mai ghondo, dhambunto kabhari.
Uma : Mari lihat, jambu kita banyak.
(43) Ima : Umbe. Neafa gara kamokula awatu ?
Ima : Iya. Sedang apa orang tua itu ?
(44) Uma : Pabheane, ingka neowa imbere. Feena La Isa itu !
Uma : Tidak tahu, dia membawa ember. Tanya La Isa !
(45) Isa : Oento nesaloe kamokula aitu.
Isa : Air kita dimintai orang tua itu.
44

Konteks : Ima bertanya kepada saudaranya yang bernama Uma tentang apa
yang tengah dilihat Uma. Uma menjelaskan tentang buah jambu mereka yang
banyak, sementara itu Isa tengah mengisi air untuk diberikan kepada orang tua
yang meminta air.

Pada data (42) dan (45) menunjukkan ciri kedeiktisan. Pada data (42) merujuk
pada Uma yang memilki jambu yang banyak dan pada data (45) merujuk pada Isa
yang memiliki air.

Selain intaidi bentuk pronomina persona pertama jamak dalam bahasa Muna
yaitu intaidimu, perhatikan data berikut:

(46) Awan : Intaidimu rumatono wawo.


Awan : Kita yang datang duluan.
(47) Awal : Umbe, rampahano intaidimu domai samintaigono.
Awal : Iya, karena kita datang pagi-pagi

Konteks : Pada data (46) dan (47), Awan dan Awal sama-sama tiba di kebun
masih pagi.

(48) Asni : Intaidimu someasono thambu wawo.


Asni :Kita yang akan menjual jambu duluan.
(49) Roni : Intaidimu bharino kobhakeno thambu.
Roni : Kita yang jambunya berbuah banyak.

Konteks: Pada data (48) dan data (49) Asni dan Roni sedang berkeliling
memperhatikan pohon jambu.

Hal ini juga memunculkan fenomena deiksis yang berganti referen. Pada data
(46) kata intaidimu ‘kita sekalian’ merujuk pada Awan dan pendengar serta mungkin
pula pihak lain yang tiba duluan, pada data (47) merujuk pada Awal dan pendengar
serta mungkin pula pihak lain yang berangkat pagi-pagi, pada data (48) merujuk pada
Asni dan pendengar serta mungkin pihak lain yang menjual jambu duluan, pada data
45

(49) merujuk pada Roni dan pendengar serta mungkin pihak lain yang banyak buah
jambunya.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina intaidi:mu, dan predikatnya berupa
verba transitif, pronomina intaidi:mu berubah menjadi dae-v-mu, dan dibubuhkan
seperti simulfiks

Data :

(50) Ibu Sita : Opo bhae mu itu sokardha itu.


Ibu Sita : Kalian harus berbagi tugas.
(51) Ibu Rian : Daegaumu kadada katembe intaidi:mu.
Ibu Rian : Kita akan memasak sayur bening.
(52) Ibu Dian : Daeghomesiimu piri intaidi:mu.
Ibu Dian : Kita akan mencuci piring.

Konteks : Pada data (50) sampai (52) ada dua kelompok ibu-ibu disebuah
pesta sedang berbagi tugas di dapur, yang dikomandoi oleh ibu Sita.

Bentuk dae-V-mu menunjukkan ciri kediktisan karena referennya berpindah-


pindah. Pada data (35) merujuk pada Rian yang berbicara dengan kelompok ibu-ibu
satu untuk memasak sayur bening dan pada data (36) merujuk pada Dian yang
berbicara dengan kelompok ibu-ibu dua untuk mencuci piring.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronimina intaidi:mu, dan predikatnya berupa
verba taktransitif, pronomina intaidi:mu berubah menjadi da- V –mu, dan dibubuhkan
seperti simulkfiks.

Data :

(53) Misna : Maimo dapokalalambu mana.


Misna : Mari kita bermain bersama-sama.
(54) La Mira : Dapokalalambu:mu welo galu intaidi:mu.
La Mira : Kita akan bermain di dalam kebun.
(55) Misna : Koemo kune naitu !
Misna : Jangan disitu !
46

(56) La Agung : Dapokatende-tende:mu we karete intadi;mu barangka.


La Agung : Kita akan berlari-lari di halaman saja.

Konteks : Misna mengajak teman-temannya untuk bermain bersama-sama,


namun ada perbedaan pendapat La Mira dan teman-temannya ingin bermain
di dalam kebun sedangkan La Agung dan teman-temannya ingin bermain di
halaman saja.

Bentuk da- V –mu pada data (54) dan (56) referennya berpindah-pindah. Data
(54) merujuk pada La Mira dan teman-temannya yang akan bermain di dalam kebun.
Sedangkan data (56) merujuk pada La Agung dan teman-temannya yang akan berlari-
lari di halaman.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina indtaidi:mu, dan predikatnya berupa
adjektiva dan verba taktransitif, pronomina intaidi:mu berubah menjadi dao- V –mu,
dan dibubuhkan seperti simulfiks.

Data :

(57) Intan : Kawulemu mere-ere mu, mengkoramu nekurusi itu kune!


Intan : Capeknya kalian berdiri, duduk dikursi itu.
(58) Anwar : Daomeme:mu ane daengkora naitu:mu.
Kita akan basah kalau duduk di situ.

Konteks : Saat hujan Anwar dan beberapa temannya berteduh di rumah


sepupunya Intan.

(59) Adri : Sikafanahano gholeo ini bhela.


Adri : Panasnya matahari.
(60) Desi : Daokele:mu we sala ini intaidi:mu.
Desi : Kita akan kekeringn di jalanan.
Konteks : Desi dan Adri pergi ke kebun dengan cuaca yang sangat
terik.
47

Pada data (58) dan (60) menunjukkan bahwa bentuk dao- v –mu merupakan
deiksis karena memiliki referen yang berpindah-pindah sesuai dengan kontekls
pembicaraan serta situasi berbahasa.

Jika pronomina intaidi:mu posesif, intaidi:mu berubah menjadi –nto:mu, dan


dibubuhkan seperti sufiks pada nomina.

(61) Ubo : Okosono-sonogho hae gaara ?


Ubo : Kenapa kamu cemberut ?
(62) Risna :Dhambunto:mu doalahie pisahimu.
Jambu kita diambil sepupu-sepupumu.

Konteks : Risna berbicara dengan adiknya tentang buah jambu milik mereka
yang diambil oleh sepupu-sepupumu mereka.

(63) Iweng : Doriagho hae ga andoa itu ?


Iweng : Kenapa mereka ribut kah itu ?

(64) Nila : Dopotiro-tirogho karadhaha lambu.

Nila : Mereka saling mencontek pekerjaan rumah.

(64) Leni : Wambanto:mu miina damarasaeae andoa. Padamo taforatoda


namai pak guru.

Leni :Mereka tidak mempercayai perkataan kita. Kita sudah


memberitahukan bahwa pak guru akan masuk

Konteks : Iweng bertanya kepada Nila dan Leni tentang kenapa teman-
temannya gaduh di dalam kelas, Leni menjelaskan bahwa teman-temannya tidak
mempercayai dia dan Nila bahwa pak guru akan masuk.

Bentuk nto:mu pada data (62) dan (64) menunjukkan ciri kedeiktisan karena
referen yang berpindah-pindah sesuai konteksnya. Pada data (62) merujuk kepada
Risna yang berbicara kepada adiknya tentang buah jambu yang milik mereka yang
48

diambil oleh sepupu-sepupunya, sedangkan data (64) merujuk pada Leni yang
beribicara kepada Nila dan Iweng mengenai hal yang tidak dipercayai oleh teman-
temannya.

Bentuk pronomina persona jamak yang lain dalam bahasa Muna yaitu insaidi
‘kami’. Insaidi merupakan bentuk pronomina yang bisa berdiiri sendiri sebagai
morfem bebas. Jika dibubuhkan pada bentuk dasar, intaidi bisa berubah menjadi tae-,

tao-, ta- v –e, -mani, dan –kasami sebagai morfem terikat. Berikut data bentuk
pronomina insaidi ‘kami’ yang biasa digunakan dalam kegitan sehari-hari.

Data :

(65) Kakek : Ane pae bhe sokakalahamu, bantu deki asumangkepi sau we
kundo lambu watu
Kakek : Kalau kalian tidak kemana-mana, bantu saya mengangkat kayu di
belakang rumah itu.
(66) La Puli : Insaidi takumala we galu.
La Puli : Kami akan pergi ke kebun.
(67) La Opin : Insaidi takumala tafotando manu kaampo.
La Opin: Kami akan pergi menjerat ayam hutan.
(68) La Mira: Ane insaidi patakumala-kala.
La Mira: Kalau kami tidak akan kemana-mana.
(69) Kakek : Ihintumu bhangka Mira sobhantu kanau.
Kakek : Kalian saja Mira yang membantu saya.

Konteks : Data (66), (67), (68) dalam waktu bersamaan ditanya


(kakeknya mereka) tentang kegiatan mereka sebentar sore, dengan niat meminta
tolong mereka untuk mengangkat kayu yang ada di belakang rumah.

(70) Lia : Padamo ofuma mu ?


Lia : Kalian sudah makan ?
(71) Isma : Padamo.
Isma : Sudah.
(72) Lia : Ofumamu hae ?
Lia : Kalian makan apa?
(73) Isma : Anini insaidi tafuma kadada katembe.
49

Isma : Tadi kami makan sayur bening.

Konteks : Lia menawarkan makan kepada Isma dan keluarganya yang datang
bersilatuhrahmi di rumahnya, tetapi Isma dan keluarganya sudah makan.

(74) Narfin : Meghawamu juara hae ?


Narfin : Kalian dapat juara apa ?
(75) Agung : Insaidi taeghawa juara satu tapogolu.
Agung: Kami mendapat juara satu bermain sepak bola.

Konteks: Agung menceritakan kalau sebelumnya dia bersama teman-


temannya mendapat juara satu dalam pertandingan sepak bola kepada Narfin yang
tidak datang saat pertandingan.

Implikasi pronomina insaidi ‘kami’ pada data (66), (67), (68), (73) dan (75)
bahwa hanya pihak pembicara/orang pertama yang turut serta sedangkan
pendegar/lawan tidak. Hal ini juga memunculkan fenomena deiksis yang berganti
referen. Pada data (66) kata insaidi ‘kami’ merujuk pada La Puli dan yang turut serta
dalam kegiatan pergi ke kebun, pada data (67) merujuk pada La Opin dan yang turut
serta dalam kegiatan menjerat ayam di hutan, pada data (68) merujuk pada La Mira
dan orang yang tidak pergi kemana-mana, pada data (73) merujuk pada Isma dan
yang turut serta makan sayur bening, sedangkan pada data (75) merujuk pada Agung
dan yan g turut serta memengkan juara satu kejuaran sepak bola. Sehingga
pronomina insaidi memiliki ciri deiksis karena referennya berpindah-pindah.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomia insaidi, dan predikatnya berupa verba
transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang sedang berlangsung,
insaidi berubah menjadi tae-, dan dibubuhkan seperti prefiks.

Data :

(76) Rani : Megaumu hae hintu mu ?


Kalian memasak apa?
(77) Isma : Taegau manu insaidi. Ane hntuumu megaumu hae ?
50

Kami sedang memasak ayam. Kalau kalian memasak apa ?


(78) Rani : Miina taegau insaidi.
Kami tidak memasak.
(79) Isma : Madaho fumamu welambu mani barangka.
Isma : Nanti makan di rumah kami saja kalau begitu.

Konteks : Rani pergi ke rumah tetangganya bernama Rani, menyakan apa yag
mereka masak.

Data (77) dan data (79) menunjukkan bentuk tae- merupakan deiksis karena
referennya berpindah-pindah. Pada data (77) merujuk pada Isma dan keluarganya
yang memasak ayam sedangkan paa data (79) merujuk pada Isma dan keluarganya
yang tidak memasak.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangs

ung, inasidi berubah menjadi tao-, dan dibubuhkan seperti prefiks. Perhatikan data
berikut :

(80) Intan : Ando meafamu ?


Kalian sedang apa?
(81) Fia : Taoma insaidi.
Kami akan makan.
(82) Gusna : Taolodo insaidi.
Kami akan tidur.

Konteks : Intan yang datang ke rumah Fia dan Gusna menanyakan apa yang
sedang mereka lakukan pada siang hari.

Bentuk tao- pada data (81) dan (82) menunjukkan ciri kedeitisannya karena
referennya berpindah-pindah.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif, yang menytakan pekerjaan yang akan berlangsung, insaidi berubah
menjadi ta-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
51

Data :

(83) Iman : Ane bhe kahanda omedahamai hintu mu ?


Kalau ada setan bagaimana kalian?
(84) Jua : Tamode insaidi.
Kami akan berteriak.
(85) Julu : Tamulei insaidi.
Kami akan lari.

Konteks : Iman, Jua,Julu dan kawan-kawannya sedang bercerita di gapura


rumah dan Iman menanyakan bagaimana seandainya jika mereka melihat hantu yang
ditanggapi dengan berbagai reaksi dari teman-temannya.

Pada data (84) dan (85) menunjukkan kedeiktisan dari bentuk ta- yang
referennya berpindah-pindah. Pada data (84) merujuk kepada Jua dan kawan-kawan
yang akan berteriak sedangkan pada (85) merujuk pada Julu dan kawan-kawan yang
akan lari.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, insaidi berubah menjadi ta- v –e. perhatikan data
berikut :

(86) Cia : Lahaae malahie boku no fokoamau ?


Siapa yang ambil buku paman ?
(87) Ima : Taalahie insaidi boku miinamo tipakeno.
Kami yang ambil buku yang sudah tidak terpakai.

Konteks : Cia bertanya kepada sepupunya bernama Ima tentang buku yang
ada di rumah paman mereka.

(88) Andri : Lahae ghumolino lambuno kapala desa ?


Siapa yang membeli rumah kepala desa ?
(89) Emi : Tagholie insaidi lambuno.
Kami membeli rumahnya.
52

Konteks : Andri bertanya kepada Emi siapa yang telah membeli rumah kepala
desa dan secara kebetulan ternyata Emi dan istrinya yang membeli ruamh tersebut.

Bentuk ta- v –e pada data (87) dan (89) merupakan deiksis karena referennya
berpindah sesuai konteks. Pada data (87) merujuk pada Ima dan teman-temannya
mengambil buku yang sudah tidak terpakai, sedangkan pada data (89) merujuk pada
Emi dan istrinya yang membeli rumah.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina insaidi, dan predikatnya berupa
verba bitransitif yang menyatakan pekerjaan sedang berlangsung, insaidi berubah
menjadi kasami, dan dibubuhkan seperti sufiks.

(90) Hera : Negholiangkomo hae ina mu nomaigho wedaowa ?


Dibelikan apa kalian oleh ibu mu dari pasar ?
(91) Nada : Negholikasami kabhaku inaku.
Ibuku membelikan kami ole-ole.
(92) Hera : Kasaha, inaku miina negholi kanau.
Enaknya, ibu ku tidak membelikanku.

Konteks : Nada dan adiknya dibelikan ole-ole oleh ibunya dari pasar,
sedangkan Hera tidak dibelikan oleh ibunya.

(93) Rendi : Naesumbelekasami membe fokoamauku.


Paman kami sedang menyembelikan kami kambing.

Konteks : Rendi dan keluarganya di sembelihkan kambing oleh pamannya.

Bentuk –kasami pada data (91) dan (93) menunjukkan ciri kedeiktisannya
karena referennya berpindah sesuai dengan kontesk pembicaraannya.

4.2.2 Deiksis Persona Kedua

Dalam Bahasa Muna pronomina persona kedua ada dua, yaitu ihintu ‘kamu’
atau “engkau’ dan ihintuumu atau ihintoomu ‘kamu sekalian’.
53

Pronomina persona ihintu ‘kamu’ atau ‘engkau’ merupakan bentuk pronomina


yang bisa berdiri sendiri sebagai morfem bebas. Ihintu bisa berubah menjadi omo-,
ome-, o-, -gho, o- v-e, dan –mu sebagai bentuk dasar.

Pronomina persona kedua tunggal bahasa Muna mempunyai wujud, yakni


ihintu ‘kamu’. Bentuk pronomina persona kedua tunggal ihintu ‘kamu’.

Data :

(94) Awan : Ihintu wa Kiki to, sabhangkaku sekalasi kamponahomo ?


Awan : Kamu wa Kiki to, teman sekelasku dulu?
(95) Kiki : Umbe, ihintu dua miina mo otumandai kanau.
Kiki : Iya, kamu juga sudah tidak kenal saya.
(96) Awan : Ihintu kapasolemu.
Awan : Kamu cantik.
(97) Kiki : Kaghohimu lagi kune ihintu itu.
Kiki : Bohong lagi kamu itu.
(98) Awan : Ihintu sokumalano we Kandari.
Awan : Kamu yang akan ke Kendari.
(99) Kiki : Minahi ato kaawu pisaku.
Kiki : Tidak saya hanya mengantar sepupuku.

Konteks : Awan dan Kiki adalah teman lama mereka tidak sengaja bertemu di
pelabuhan.

Pada data (94) kata ganti ihintu merujuk pada seorang sasaran tutur yang
merupakan teman sekelas Awan, pada data (95) merujuk pada seorang sasaran tutur
yang merupakan orang yang tidak lagi mengenal Awan, pada data (96) merujuk pada
seorang sasaran tutur yang sudah cantik, pada data (97) merujuk pada seseorang
sasaran tutur yang merupakan pembohong, sedangkan pada data (98) merujuk pada
seorang sasaran tutur yang akan pergi ke Kendari. Dari data (94) sampai (99) dapat
dilihat ciri kedektisan pronomina ihintu ‘kamu’ pada masing-masing data tersebut.

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
adjektiva, ihintu berubah menjadi omo-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
54

Data :

(100) Kiki : Omowule gara ?.


Apakah kamu capek?
(101) Mita : Miinahi, hintu miina omofanaha mepake bhadhu aitu?
Tidak, Kamu tidak kepanasan pakai baju itu?
(102) Kiki : Afanaha dua pada.
Saya kepanasan.

Konteks : Kiki menyakan keadaan Mita melihat Mita nampak capek dan
sebaliknya Mita yang menanyakan keadaan Kiki yang memakai baju tebal dicuaca
panas.

Dari data (100) dan (101) dapat dilihat ciri kedektisan bentuk pronomina omo-
- karena referennya berpindah-pindah. Pada data (100) merujuk pada Kiki yang
bertanya kepada Mita tentang apakah dia capek sedangkan pada (101) merujuk pada
Mita yang bertanya kepada Kiki apakah dia tidak kepanasan.

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba transitif, ihintu berubah menjadi ome-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Perhatikan data berikut :

(103) Acing : Omegholi bhathu gara ?


Apakah kamu akan membeli baju?
(104) Nada :Umbe, Omeghondohi hae gara itu?
Iya, apakah yang sedang kamu cari?

Konteks : Acing dan Nada bertemu di pasar tradisional.

Pada data (103) dan data (104) dapat ditemukan ciri kedeiktisan bentuk ome-
yang referennya berpindah-pindah. Pada data (103) merujuk pada Acing yang
bertanya kepada Nada apakah dia akan membeli baju, sedangkan data (104) merujuk
ke pada Nada yang bertanya kepada Acing tentang apakah yang dia carinya di pasar.
55

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung,
ihintu berubah menjadi o-, dan dibubuhkan seperti prefiks.

Data :

(105) Mursalin : Okumala nehamai ihintu ?


Kemana kamu akan pergi?
(106) Uma : Amangkafi hintu pada.
(Saya mengikuti mu)
(107) Mursalin : Koemo kune akuamala bhe sabhangkahiku idi.
Jangan, saya akan pergi dengan teman-teman saya.
(108) Uma : Orumunsa kanau gara ?
Apakah kamu akan meninggalkan saya?

Konteks : Uma ingin mengikut kemana kakaknya Mursalin pergi tetapi


Mursalin tidak mengizinkannya.

Pada data (105) merujuk pada Mursalin yang bertanya kepada seseorang
kemana dia akan pergi, sedangkan pada data (108) merujuk pada Uma yang bertanya
kepada seseorang apkah dia akan ditinggalkan. Data (105) dan (108) menunjukkan
bahwa bentuk pronomina bentuk terikat O- ‘kamu’ merupakan deiksis.

Jika subjek kalimat perintah diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya
berupa verba bitransitif, ihintu berubah menjadi –gho, dan dibubuhkan seperti sufiks.
Perhatikan data berikut:

(109) Ibu : Ghondogho deki boku no aimu.


Kamu liatkanlah buku adikmu
(110) Ubo : Noteihe nehamai gara ?
Dia simpan dimana ?
(111) Ibu : Takapihighomo kune.
Carikan saja.

Konteks : Ibu menyuruh Ubo untuk mencarikan buku adiknya.

(112) Ibu : Alagho pirino amamu.


56

Kamu ambilkanlah piring bapakmu.


(113) Risna : Oama padamo nofuma kune.
Ayah sudah makan.

Konteks : Ibu menyuruh Risna mengambilkan ayah piring untuk makan, tetapi
tenyata ayahnya sudah makan.

(114) Ayah : Okumala nehamai ?


Kamu mau kemana ?
(115) Awal : Akumala te lambuno sabangkaku.
Saya akan pergi ke rumah sahabatku.
(116) Ayah : Komekala-kala dhaganigho kadaowano fokoinaumu.
Jangan kemana-mana kamu jagakanlah jualan bibimu.

Konteks : Ayah melarang Awal untuk pergii ke rumah temannya karena Awal
harus menjagakan jualan bibinya.

Pada data (109), (112), dan (116) menunjukkan bentuk pronomina morfem
terikat –gho adalah bentuk deiksis karena referennya berpindah-pindah sesuai konteks
pembicaraan. Pada data (109) merujuk pada ibunya Ubo yang memerintahkan Ubo
untuk mencari buku adiknya, pada data (112) merujuk pada ibunya Risna
memerintahkan Risna untuk mengambilkan piring untuk ayahnya, sedangkan pada
data (116) merujuk pada Ayahnya Awal yang memerintahkan Awal untuk menjagakan
jualan bibinya.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa verba,
ihintu berubah menjadi o- v –e, dan dibubuhkan seperti sufiks.

(117) Aman : Oalae gara doino inamu ?


Apakah kamu mengambil uang ibumu?
(118) Irman : Noafa ofotumbugho inodi ?
Kenapa kamu menuduh saya ?
(119) Aman : Afena kaawu kune ?
Saya tanya saja.
57

Konteks : Aman bertanya kepada keponakannya apakah dia yang telah


mengambil uang ibunya yang hilang.

(120) Fia : Indewi nopesua dahu welo lambuku ?


Kemariin najing masuk dalam rumah ku.
(121) Agung : Ohambae gara dahu anagha ?
Apakah kamu mengusir anjing itu?
(122) Fia : Umbe, aghompaliane kontu.
Iya, saya lemparkan batu.

Konteks : Fia menceritakan kepada Agung tentang seekor anjing yang masuk
di dalam rumanya yang diusirnya dengan melemparkan batu.

Pada data (117) merujuk pada Aman yang bertanya kepada Irman apakah
orang tersebut mengambil uang ibunya, sedangkan pada data (121) merujuk pada
Agung yang bertanya pada Fia tentang apakah orang tersebut mengusir anjing.
Perbedaan konteks dan referen yang berpindah menunjukkan bentuk pronomina
morfem terikat O- v –e merupakan deiksis.

Jika ihintu posesif, ihintu berubah menjadi –mu, dan dibubuhkan seperti
sufiks pada nomina. Perhatikan data berikut :

(123) Anto : Kaghighitono hulamu.


Hitamnya muka mu.
(124) Dami : Umbe pada, rampahano akala aempali-mpali we tehi.
Iya memang, karena saya pergi jalan-jalan di pantai.
(125) Anto : Okala mempali-mpali nehamai ga ?
Kamu pergi jalan-jalan dimana ?
(126) Dami : Akala empali-mpali we walengkabola.
Saya pergi jalan-jalan ke walengkabola.
(127) Anto : Kakodohono kakalahimu.
Tempat pergimu jauh.

Konteks : Anto bertanya kepada teman sekelasnya bernama Dami kenapa


wajahnya menjadi hitam ternyata Dami pergi jalan-jalan ke tempat wisata pantai
Walengkabola.
58

Pada data (123) dan (127) menunjukkan pronomina morfem terikat –mu
meiliki ciri kedeiktisan karena referennya berpindah-pindah.

Bentuk persona bahasa Muna kedua disamping mempunyai bentuk tunggal


seperti tersebut diatas juga memiliki bentuk jamak, yaitu ihintumu ‘kalian’. Bentuk
ihintumu ‘kalian’ biasanya terikat pada tata karma sosial, yang status sosialnya lebih
rendah umumnya memakai bentuk itu terhadap orang yang lebih tua atau orang yang
berstatus sosial lebih tinggi. Perhatikan beberapa data berikut:

(128) Mursalin : Ihintumu ga kumarathano lambundo ini ?


Mursalin : Kalian kah yang mengerjakan rumah mereka ini ?
(129) La Isa : Umbe, do bhantu kasami andoa itu.
La Isa : Iya, dibantu mereka itu.

Konteks : Percakapan pada kalimat (128) dan (129) terjadi ketika


Mursalin sedang bertanya sesuatu pada La Isa yang bekerja membuat pondasi rumah.

(130) Pak Tani : Ihintumu ga maino ?


Pak Tani : Ternyata kalian yang datang?”
(131) Polisi : Umbe.
Polisi : Iya.
Konteks : Percakapan pada data (130) dan (131) terjadi ketika Pak Tani
setelah menemuni tamunya yakni pak Polisi

Kata ihintumu ‘kalian’ pada data (128) merujuk pada orang yang sementara
membuat rumah sedangkan pada data (130) merujuk pada seseorang yang baru
datang. Pada data (128) dan (130) ada yang harus menjadi pusat perhatian kalau kata
ihintumu ‘kalian’ pada data (128) memang ditujukan kepada persona tunggal. Dalam
bahasa Muna penggunaan persona ihintumu ‘kalian’ pada data (131) merupakan
bentuk honorific atau penghormatan kepada seseorang yang lebih tua umurnya atau
lebih tinggi status sosialnya.
59

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintuumu ‘kalian semua’, dan
predikatnya berupa adjektiva, ihintuumu berubah menjadi omo- v –mu, dan
dibubuhkan seperti simulfiks.

Data :

(132) Hamit : Omowule:mu gaaraihintoomu ?


Apakah kalian kecapean ?
(133) Agus : Umbe, andotapasda tapogolu.
Iya, kami baru selesai bermain bola.
(134) Hamit : Maka ofotalo mu ?
Terus, apa kalian menang ?
(135) Agus : Minahi.
Tidak.
(136) Anti : Omogharo:mu hadae pata katalomu?
Kalian semua kelaparan mungkin makanya kalian kalah.
(137) Hamit : Tobisa-bisara mo dua hintu.
Kamu bicara sembarang saja.

Konteks : Hamit menanyakan kepada Agus dan kawan-kawan apakah mereka


capek ternyata Agus dan kawan-kawan baru saja selesai bermain sepak bola yang
diledek oleh Anti karena mereka kalah.

Pada data (132) dan data (136) menunjukkan bentuk pronomina persona
kedua morfem terikat omo- … -mu memilki ciri deiksis karena referennya berpindah
sesuai konteks.

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintuumu ‘kalian semua’, dan
predikatnya berupa adjektiva, ihintuumu berubah menjadi ome-… -mu, dan
dibubuhkan seperti simulfiks.

Data :

(138) Gusna : Omerabu:mu sanggara gara?


Apakah kalian membuat pisang goreng.
(139) Rian : Umbe, mai fenami deki !
Iya, mari rasa dulu.
60

Konteks : Gusna berkunjung ke rumah Rian yang sedang membuat pisang


goreng.

(140) Abi : Ometampoli:mu kauso gara ?


Apakah kalian menjahit sepatu?
(141) Anjes : Umbe, nowia bhela.
Iya, karena sobek.

Konteks : Abi menanyakan kepada Anjes yang sedang menjahit sepatu.

Bentuk ome-…-mu pada data (138) dan (140) menunjukkan ciri deiksis. Pada
data (138) merujuk ke Gusna yang menyakan tentang membuat pisang goreng,
sedangkan pada data (140) merujuk pada Abi yang menanyakan tentang sepatu.

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba transitif atau taktransitif, yang menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung,
ihintu berubah menjadi o-… -e:mu, dan dibubuhkan seperti simulfiks. Perhatikan data
berikut :

(142) Tami : Oparaso:mu we daoano Mabodo gara?


Apakah kalian berjualan di Pasar Mabodo?
(143) Sarti : Umbe, taparaso netatu.
Iya, kami berjualan disitu.

Konteks : Tami bertanya kepada Sarti apakah Sarti berjualan di pasar Mabodo.

(144) Wawan : Osipuli:mu indefie gara ?


Kapankah kalian pingsan?
(145) Ija : Aniini.
Tadi.
(146) Wawan : Noafa rampahano ?
Karena apa ?
(147) Ija : Minna amoma bhe tumbaku kune.
Saya tidak makan saya sakit maag.

Konteks : Wawan bertanya kepada Ija mengapa dia pingsan.


61

Dari dara (142) dan data (144) menunjukkan ciri kedeiktidan dari bentuk o-…
-e:mu referennya berpindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.

Jika subjek kalimat perintah diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya
berupa verba bitransitif, ihintu berubah menjadi –gho:mu, dan dibubuhkan seperti
sufiks. Perhatikan data berikut :

(148) Rendi : Utaligho:mu dhambuno inamu !


Kalian petiklah jambu nenekmu !
(149) Eta : Nowolomo kune, padamo noutaliogho wutono.
Sudah habis, dia sudah memetiknya sendiri.

Konteks : Rendi sebagai paman Eta memerintahkan Eta untuk memetikan


jambu milik ibu Eta.

(150) Nada : Fekanggelahigho:mu lambuno awaomu !


Kailan bersihkanlah rumah nenek kalian!
(151) Utu : Umbe.
Iya.

Konteks: Nada sebagai tante Utu memerintahkan Utu untuk membersihkan


rumah nenek Utu.

Bentuk pronomina persona -gho:mu menunjukkan ciri kedeiktisannya karean


referennya berpindah-pindah.

Jika subjek kalimat tanya diisi oleh pronomina ihintu, dan predikatnya berupa
verba, ihintu berubah menjadi o- … -e:mu, dan dibubuhkan seperti simulfiks.

Data :

(152) Kiki : Ohulabhe:mu gara membe mani ?


“Kalian semua lemparkah kambing kami?”
Apakah kalian melempar kambing kami?
(153) Ria : Daeha tigho nofuma roono mafusau mani.
Bagaimana dia sering memakan daun ubi kayu kami.
62

Konteks : Kiki bertanya kepada Ria yang apakah Ria melempar kambing
miliknya.

(154) Fia : Otobhe:mu gara paeno awaku ?


Apakah kalian menuai padi kakekku?
(155) Sali : Umbe.
Konteks : Fia bertanya kepada Sali apakah dia menuai padi milik kakeknya.

Data (152) dan data (154) menunjukkan bentuk merupakan deiksis karena
referennya berpinah sesuai kontek pembicaraan

4.2.3 Deiksis Persona Ketiga

Pronomina persona ketiga tunggal bahasa Muna terdiri atas anoa ‘dia’
menunjuk pada persona di luar percakapan. Bentuk kata ganti persona ketiga tunggal
anoa ‘dia’ dapat berfungsi sebagai subjek dan objek.

Data :

(156) Rani : Nokala nehamai wa Fina ?


Pergi kemanakah wa Fina ?
(157) Ibunya Fina : Wa Fina nokala we galu. Anoa nokala bhe aino.
Wa Fina pergi ke kebun. Dia pergi bersama adiknya.
Konteks : Rani adalah teman Fina, dia pergi berkunjung ke rumah Fina namun
Fina tidak ada dia pergi ke kebun bersama adiknya.
(158) Cia : Noafa miina neparasogho ina mu ?
Kenapa ibumu tidak berjualan di pasar ?
(159) Sari : Inaku miina naoala kadaowano, rampahano no bhari marasano
kambulu peda anoa.

Ibuku tidak laku jualannya, karena banyak yang menjual sayur seperti
dia.
63

(160) Cia : Gaara, akapihie pada anini we daowa tamaka mina amorae.
Ternyata, saya mencarinya tadi di pasar tapi saya tidak ketemu.

Konteks : Cia bertanya kepada Sari tentang ibu Sari yang sudah tidak
berdagang dipasar.

(161) Idris : Nokala nehami gara a Puli ?


Pergi kemanakah la Puli ?
(162) Opin : La Puli nokala we karuku, rampahano anoa naghumondo
katandono.
La Puli pergi ke hutan, karena dia akan menengok jeratnya.
(163) Idris : Noafa dua miina nobhasi kanau bhela.
Kenapa juga dia tidak mengajak saya.
(164) Opin : Pabheangkomo itu pada.
Tidak tau juga.

Konteks : Idris yang berkunjung ke rumah sahabatnya La Puli ternyata La Puli


pergi ke hutan, kakak La Puli yang bernama Opin memberitahukan itu kepada Idris.

Pada data (156) kata ganti anoa ‘dia’ merujuk pada Wa Fina yang pergi ke
kebun, pada data (157) merujuk pada inaku yang tidak laku jualannya, sedangkan
data (158) merujuk pada La Puli yang pergi ke hutan untuk menengok jeratnya.
Perpindahan atau pergeseran rujukan ini menunjukkan bahwa kata ganti anoa
merupakan kata yang bersifat deiksis.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina anoa ‘ia’ atau ‘dia’, dn predikatnya
berupa verba transitif, anoa berubah menjadi nae-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Verba yang dibubuhi nae, menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung. Perhatikan
data beerikut :

(165) Ibunya Aris : Ihintu ome fongkora oeno kadada, maka ai neafa anao ?
Kamu memasak air sayur, lalu adik mu melakukan apa ?
(166) Aris : Naeinsu ghai anao.
Dia akan memarut kelapa.
(167) Ibunya Aris : Pobhage mu karadha itu pada.
Kalian berbagi pekerjaan.
64

Konteks : Ibu bertanya kepada Aris apa yang dilakukan adik Aris sementara
Aris sedang menyiapkan air sayur.

Bentuk anoa dalam data (165) dan (166) menunjukkan sifat kedeiktisannya karena
referennya yang berpindah-pindah.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina anoa ‘ia’ atau ‘dia’, dan predikatnya
beupa verba transitif, anoa beubah menjadi ne-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Verba yang dibubuhi ne-, menyatakan pekerjaan yang sedang berlangsung.

Data :

(168) Dian : Nelate nehamai gaara ai mu padano gumano itu ?


Tinggal dimanakah adikmu yang sudah menikah itu ?
(169) Intan :Ando nekapihi kafolate anoa.
Dia sedang mencari anak tinggal.

Konteks : Dian yang bertanya kepada Intan diaman adik Intan tinggal.

Pada data (168) dan (169) menunjukkan bentuk ne- merupakan bentuk deikis karena
referennya berupindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina anoa ‘ia’ atau’dia’, dan predikatnya
berupa verba transitif, anoa berubah menjadi no- … -e, dan dibubuhkan seperti
simulfiks.

Data :

(170) Bastian : Lahae kamole lambu mu ini ?


Siapa yang mengecat rumah mu ini ?
(171) Hadini : Nokamolae anoa lambumani.
Dia yang mengecat rumah kami.

Konteks : Bastian yang berkunjung ke rumah Hadini dan melihat rumah


Hadini telah berganti cat sehingga dia menyakannya.
65

(172) Lina : Nobhasie anoa sabhangkaku.


Dia yang memanggil temanku.
(173) Rina : Nobhasie nokala nehamai ?
Dia dipanggil kemana ?
(174) Lina : Dakumala we daowa maka miina nobhasi kanau.
Mereka ke pasar tapi saya tidak diajak.

Konteks : Lina menceritakan kepada Rina bahwa sahabatnya diajak oleh


orang lain.

Bentuk no- … -e menunjukkan ciri kedeiktisannya karena referennya


berpindah-pindah sesuai dengan konteks pembicaraannya.

Pronomina persona ketiga jamak bahasa Muna adalah andoa ‘mereka’. Dalam
bahasa Muna persona andoa ‘mereka’ tidak hanya dipakai untuk insan tetapi juga
dipakai untuk menunjuk binatang. Hal ini dapat ditemukan dalam cerita rakyat.

Data :

(175) La Kapokapoluka bhe La Ndolandoke deladu kalei. Andoa dopoghawa


seminggu sepaku so detula-tulagho kalei kaladuno.
“La Kapokapoluka dengan landolandoke menanam pisang. Mereka bertemu
seminggu sekali untuk meceritakan kondisi pisang yang ditanam.”
(176) Harimau bhe membe doposabhangka. Andoa dokala dekapihi kafuma rudua.
“Harimau dan kambing berteman baik. Mereka selalu mencari makanan
berdua.”

Sedangkan dalam bentuk insan dapat dilihat dalam data berikut:

(177) Ari : Dekuliah nehamai ando wa Tami bhe wa Tari ?


Kuliah dimanakah Tari dan Tami ?
(178) Bapak Tami & Tari : Wa Tari bhe wa Tami dopindalo dekuliah we kandari.
Andoa doradhi dopoguru.
Wa Tari dan Wa Tami ingin berkuliah di Kendari. Mereka rajin belajar.
Konteks : Ari adalah sepupu Tami dan Tari, dia bertanya kepada pamannya
kemanakah kedua sepupunya itu akan kuliah.
66

(179) Anto : Dokala nehamai andoa tatu ?


Kemanakah mereka itu ?
(180) Bila :La Aris, La Awan, bhe La Awal dokala we napabhale. Andoa dae
mpali-mplai.
La Aris, La Awan, dan La Awal pergi ke napabhale. Mereka ingin jalan-jalan.

Konteks : Anto bertanya kepada Bila yang merupakan adik Aris kemanakah
Aris dan kawan-kawannya akan pergi.

Pronomina persona andoa ‘mereka’ pada data (175), (176), (178), dan (180)
menunjukkan pemakaian deiksis persona yang berpindah referennya. Pada data (175)
kata ganti andoa ‘mereka’ merujuk pada La kapokapoluka dan La ndolandoke, pada
data (176) merujuk pada Harimau dan Kambing, pada data (178) merujuk pada Wa
Tami dan Wa Tari, sedangkan pada data (180) merujuk pada La Aris, La Awan, dan
La Awal. Selain itu, pada data (175) dan (176) juga menunjukkan bahwa pronomina
persona andoa ‘mereka’ dapat digunakan pada selain menyebutkan insan.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan predikatnya
berupa verba transitif, andoa berubah menjadi dae-, dan dibubuhkan seperti prefiks.
Verba yang dibubuhi dae- menyatakan pekerjaan yang akan berlangsung.

Data :

(181) Sarti : Deafa gara andoa tatu ?


Sedang apakah mereka itu ?
(182) Asni : Daetobha medawa andoa. Ane ando a Roni itu deafa ?
Mereka akan menggali ubi jalar. Kalau meeka Roni itu sedang apa ?
(183) Sarti : Daetunu kenta morindi andoa.
Mereka akan membakar ikan gabus.

Konteks : Mereka berbagi tugas di kebun, Sarti menanyakan apa yang


dilakukan oleh keluarganya Asni kemudian menjelaskan bahwa keluarganya sedang
menggali ubi jalar, lalu sebaliknya Asni bertanya kepada Sarti apa yang dilakukan
67

Roni dan kawan-kawan yang merupakan kakak dari Sarti, Sartipun menjelaskan
bahwa mereka sedang membakar ikan.

Pada data (182) dan data (183) menunjukkan bentuk dae- merupakan deiksis
karena referennya berpindah-pindah sesuai konteks pembicaraan.

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan predikatnya
berupa verba transitif dan adjektiva, andoa berubah menjadi do-, dan dibubuhkan
seperti prefiks. Perhatikan data berikut :

(184) Leo : Doria siaghi andoa maitu.


Mereka itu ribut sekali.
(185) Awal : Katirorogundomo pada.
Makanya mereka dimarahi.

Konteks : Leo dan Awal adalah tetangga kelas di sekolah menengah atas. Leo
mengeluhkan teman-teman kelas Awal yang ribut, Awal pun memberitahukan bahwa
karena hal itulah mereka dimarahi.

(186) Hera : Dorato indefie pisahi mu itu ?


Kapankah mereka datang para sepupumu itu ?
(187) Alun : Doratao indewi we kandari andoa.
Mereka tiba kemarin di Kendari.

Konteks : Hera bertanya kepada Alun kapankah sepupu-sepupu Alun itu


sampai dari Kendari.

Pada data (184) dan data (187) menunjukkan bentuk do- merupakan deiksis
karena referennya berpindah-pindah. Pada data (184) merujuk pada Leo yang
mengatakan bahwa mereka itu rebut sekali. Sedangkan pada data (187) merujuk pada
Alun yang mengatakan bahwa mereka tiba kemarin di Kendari, dua kontek
pembicaraan yang berbeda.
68

Jika subjek kalimat perintah diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan
predikatnya berupa verba, andoa berubah menjadi –nda, dan dibubuhkan seperti
sufiks.

Data :

(188) Nada : Mealanda kotupa so anahihimu!


Ambilkanlah ketupat untuk anak-anakmu!
(189) Eta : Koemo, tarimakasih.
Konteks : Saat acara baca-baca selesai di rumah Nada, Nada menawarkan
kepada Eta yang merupakan tetangganya yang ikut dalam acara tersebut untuk
mengambil ketupat namun Eta menolaknya.
(190) Kakek : Mefonisianda ghai tatu sondoawahihiku.
Panjatkanlah kelapa itu untuk cucu-cucuku.
(191) Rendi : Umbe.
Konteks : Kakek yang melihat kelapa meminta tolong Rendi untuk memetikan
kelapa untuk cucu-cucunya.

Bentuk –nda pada data (188) dan data (190) menunjukkan ciri kedeiktisannya
karena referennya berpindah-pindah.

Jika andoa posesif, andoa berubah menjadi –ndo, dan dibubuhkan seperti
sufiks pada nomina. Perhatikan data berikut :

(192) Samsul : Koidawando kahende.


Pohon jati mereka subur.
(193) Yana : Lahando kabhari sepaliha.
Lahan mereka banyak sekali.

Konteks : Samsul dan Yana sedang membicarakan tentang tetangga mereka


yang memliki pohon jati dan lahan yang banyak.

Pada data (192) dan (193) menunjukkan bentuk –ndo meiliki ciri kedeiktisan
karena referennya berpindah-pindah.
69

Jika subjek kalimat diisi oleh pronomina andoa ‘mereka’, dan predikatnya
berupa verba transitif, andoa ‘mereka’ berubah menjadi do- … -e, dan dibubuhkan
seperti simulfiks.

Data :

(194) Ningsih : Lahae gara rumakono adharahimu ?


Siapakah yang telah menangkap kuda kalian ?
(195) Rendi : Dorakoe andoa adharamani.
Mereka yang menangkap kuda kami.
(196) Ningsih : Dokasibue dua andoa pada kadawa inaku.
Mereka juga yang telah mencuri semangka ibuku.
(197) Rendi : Kaneahindomu watua.
Kebiasaan mereka itu.

Konteks : Ningsih dan Rendi saling menceritakan tentang kejahatan yang


dibuat oleh sekelompok anak muda di kampung mereka.

Pada data (195) dan data (196) menunjukkan bentuk do- … -e merupakan
deiskis karenba referennya berpindah-pindah, pada data (195) merujuk pada Rendi
yang mengatakan mereka yang menangkap kuda milik keluarganya, sedangkan pada
data (196) merujuk pada Ningsih yang mengatakan mereka yang telah mencuri
semangka miliki ibunya.

4.3 Pemarkah Deiksis Persona yang Bukan Pronomina

Dalam bahasa Muna dapat ditemukan deiksis persona yang bisa menjadi
deiksis tempat.

Data :

(198) Imam : Ingka daebasamo ini ?


“Imam : kita mulai mi ini ?”
(199) Tuan Rumah : Terserahmo naitu.
“Tuan Rumah : Terserah disitu.”
70

Konteks : Data (120) dan (121) terjadi percakapan ketika Imam menanyakan
acara akan segera dimulai pada Tuan rumah.

(200) Imam : Basa kaetamo dhoa.


“Imam : Bacakan kita doa.”
(201) Jama’ah : Naitumo.
“Jama’ah : Di situ saja.”

Konteks : Data (199) dan (201) terjadi percakapan ketika Imam


mempersilahkan (seorang jama’ah) untuk membaca do’a penutup setelah selesai
mengerjakan shalat Jum’at.

Pada data, kata naitu ‘di situ’ merupakan deiksis tempat yang menggantikan
deiksis persona. Karena kata naitu ‘di situ’ tidak menunjukkan suatu tempat tetapi
menunjuk pada deiksis persona (Imam). Hal ini lazim terjadi dalam bahasa Muna
terutama dalam peristiwa acara adat. Setelah ditelusuri, ternyata perubahan deiksis
tempat menjadi deiksis persona merupakan bentuk honorific (penghormatan) kepada
seseorang.
71

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Merujuk pada rumusan masalah yang telah dibahas dalam Bab IV, sehingga
simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

a. Sesuai dengan pronomina persona maka deiksis persona dalam bahasa


Muna terdiri dari tiga bentuk yaitu deiksis persona pertama, deiksis
persona kedua, dan deiksis persona ketiga.
b. Deiksis persona pertama terbagi dua yaitu persona pertama tunggal yang
terdiri dari morfem bebas (inodi/indodi/idi ‘saya’) dan morfem terikat
(ae-,a-,ao-,-ku, dan –kanau ‘saya’) dan persona pertama jamak yang
terdiri dari morfem bebas (intaidi ‘kita berdua’, intaidi:mu ‘kita semua’)
serta morfem terikat (dae-,da-,dao-,da-e,dan –nto ‘kita berdua’, tae-, tao-,
ta-, ta- … -e. –mani, dan kasami ‘kita’)
c. Deiksis persona kedua terdiri dari deiksis persona kedua tunggal yang
terbagi dua yaitu persona kedua tungal yang terdiri dari morfem bebas (
ihintu ‘kamu’ atau ‘engkau’) dan morfem terikat (omo-Ome-, o-, -gho, o-
… e. dan mu- ‘kamu’ atau ‘engkau’ ) dan persona kedua jamak yang terdiri
dari morfem bebas (ihintuumu atau ihintoomu ‘kamu sekalian’) serta
morfem terikat (omo- … -mu, ome- … -mu, o- … -e:mu, -gho:mu, dan –
omu ‘kalian semua).
d. Deiksis persona ketiga terbagi dua yaitu deiksis persona ketiga tunggal
yang terdiri dari morfem bebas (anoa ‘ia’ atau ‘dia’) morfem terikatnya
(nae-, ne-, -no, -ane, dan no- … -e ‘ia/dia’) dan persona ketiga jamak yang
terdiri dari morfem bebas (andoa ‘mereka’) serta morfem teerikat (dae-,
do-, de-, -nda, -ndo, dando- … -e ‘mereka’)
e. Deiksis persona bahasa Muna dalam situasi tertentu bisa digantikan oleh
deiksis tempat.
72

5.2 Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang
deiksis bahasa Muna terutama yang belum dikaji dalam penelitian ini.

2. Pemahaman terhadap deiksis persona perlu ditingkatkan karena dapat membimbing


kita untuk selalu menjunjung nilai-nilai tata krama sosial terutama dalam bentuk
kesantunan berbahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Fatinah, Sitti. 2014. Pronomina Persona dalam Bahasa Muna. Gramatika, Vol. II,
No. 2, Juni- Desember 2014: 137.

Kridalaksan, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nursila. 2006. Reduplikasi Bahasa Muna. Skripsi. Kendari: FKIP UHO.


73

Purwo, Bambang Kaswanti. 1984. Deiksis dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gelora Aksara Pratama.

Sahirudin. 2013. Deiksis Persona Bahasa Kambowa. Skripsi. Kendari : Universitas


Halu Oleo.

Subroto, Edi. 2011. Pengantar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Ckarawala
Media.

Sulastri, dkk. 2014. Antologi Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra. Jambi:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa Kantor Bahasa Provinsi Jambi.

Surastina. 2018. Pengantar Semantik dan Pragmatik. New Elmatera: Yogyakarta.

Tarigan, Henri Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung Angkasa.

Taufik. 2017.Deiksis Persona Bahasa Indonesia Dialek Ambon. Jurnal Totobuang,


Vol. 5, No. 2.

Utama, Haris. 2012. Pemakaian Deiksis Persona dalam Bahasa Indonesia. Jurnal,
Vol. 3 No. 4.

Yule, George. 2014. Pragmatik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Yusri. 2016. Ilmu Pragmatik dalam Perspektif Kesopanan Berbahasa. Deepublish:


Yogyakarta
74

Data Klasifikasi

A. Deiksis Persona Pertama


(1) Mita : Inodi akala we Kandari. Ane ihintu ga okala nehamai ?
Mita : Saya pergi ke Kendari. Kalau kamu pergi kemana ?
(2) Aris : Ane inodi miina ekala-kala we lambu kaawu
Aris : Kalau saya tidak kemana-mana di rumah saja.”
Konteks : Aris dan Mita adalah teman sekelas. Mereka bertemu kembali di
Sekolah setelah libur semester dan menceritakan kemana mereka pergi saat
liburan.
75

(3) Hikma : Omeafa ?


Hikma : Kamu sedang apa ?”
(4) Fina : Inodi egau kenta. Ingka afetingke oguma mo ?
Fina : Saya memasak Ikan. Saya dengar kamu akan menikah ?
(5) Hikma : Umbe, amai amoratoko pada, Inodi aguma bhe poraiku.
Hikma : Iya, saya kesini ingin menyampaikan, saya akan menikah dengan
pacarku.”
Konteks : Hikma berkunjung ke rumah sahabatnya yang bernama Fina untuk
memberitahukan perihal pernikahannya.
(6) Fina : Ofuma hae?
Fina : kamu makan apa?
(7) Rahman : Afuma kahitela inodi. Ihintu oforoghu hae ga itu ?
Rahman : Saya makan jagung . Kalau kamu minum apa itu ?
(8) Fina : Aforoghu kahawa inodi.
Fina :Saya sedang minum kopi”
(9) Rahman : Kambaka bhela.
Rahman : Enak yah”

Konteks : Fina dan Rahman yang merupakan tetangga saling berbincang-


bincang dipagi hari tentang sarapan yang mereka makan dan minum.

(10) Ipul : Noafa olembisianegho bhatu mu ?

Ipul : Kenapa kamu melepas baju mu ?

(11) Salim : Aofanaha inodi.Miina ofanagha ga hintu ?


Salim : Saya kepanasan. Tidakkah kamu kepanasan ?
(12) Ipul : Afanaha dua tamaka akalili-ili indodi nobhala taghiku,
rampahano Aorombu inodi.
Ipul : Saya kepanasan juga tapi saya malu-malu besar perutku,
karena saya gemuk.

Konteks : Ipul dan Salim adalah tukang ojek, mereka sedang berbincang
dipangkalan ojek disiang hari yang terik.

(13) Wawan: Hamai lambu mu ?


Wawan: Dimana rumah mu ?
(14) Onong : Aituhae lambuku.
76

Onong : Itu rumah ku.


(15) Wawan: Namai telambu mu pisaku.
Wawan: Dia mau ke rumah mu sepupuku .”

Konteks : Wawan menanyakan keberadaan rumah Onong


sekaligus menginformasikan bahwa sepupunya akan ke rumahnya.

(16) Isra : Nokaradha nehamai isamu ?


Isra : Bekerja dimana kakak mu ?
(17) Gusna : Nokaradha we Kaimana.
Gusna : Dia bekerja dia Kaimana.
(18) Isra : Nobhari gadhino ?
Isra : Banyak gajinya ?
(19) Gusna : Umbe, Naerabukanau lambu isaku.
Gusna : Iya, kakakku membuatkan saya rumah.
(20) Isra : Gaara
Isra : Oh ya.
(21) Gusna : Umbe,merabu hae gaara itu ?
Gusna : Iya, sedang apakah itu ?
(22) Isra : Ando erabu so katipano manu, negholikanau manu inaku.
Isra : Saya sedang membuat kandang ayam, ibuku membelikan
saya ayam.

Konteks : Isra yang sedang membuat kandang ayam bertanya kepada


Gusna yang lewat di depan rumahnya mengenai kakak Gusna yang bekerja di
Kaimana kemudian Gusna menjelaskan juga mengenai gaji serta rumah yang
dibuatkan oleh kakaknya tersebut.

(23) Wulan : Nando Oposere gara bhe maino tematakidi itu ?


Wulan : Kamu masih pacaran dengan yang dari matakidi itu ?
(24) Adi : Umbe,Intaidi tapogande takala wedaowa aniini. Ane hintu
ando opesere bhe kaposerehamu itu ?
Adi :Iya, kita berdua berboncengan pergi ke pasar tadi. Kalau kamu
masih pacaran dengan pacar mu itu ?
(25) Wulan : Intaidi taporunsamo.
Wulan: Kita berdua sudah berpisah
77

Konteks : Adi dan Wulan merupakan teman dekat, mereka bertemu di acara
lulo lalu saling menanyakan hubungan asmara masing-masing.

(26) Ami : Dapobhage karadha, omeafamu hintu mu ?


Ami : Kita berbagi pekerjaan, kalian akan melakukan apa ?
(27) Roni : Daetuno kenta intadi.
Roni : Kita akan membakar ikan.
(28) Ami : Daeuta kalembungo intaidi.
Ami : Kita akan memetik kelapa muda.
Konteks : Ami, Roni dan teman-temannya pergi ke pantai disana mereka
membagi tugas untuk membakar ikan dan memetik kelapa muda.
(29) Paman : Aris bhe la Iman okumala mu nehamai ?
Paman : Aris dan Iman mau kemana kalian ?
(30) Aris : Dasumuli we lambu intaidi.
Aris : Kita akan pulang ke rumah.
(31) Paman : Ane hintumu Awal bhe aimu meafamu ?
Paman : Kalau kalian Awal dan adikmu sedang apa ?
(32) Awal : Darumako manu karubu itu intaidi.
Awal : Kita akan menangkap ayam kecil itu.
Konteks : Paman bertanya Kepada Aris dan Iman kemana mereka pergi dan
bertanya kepada Awal dan adiknya apa yang sedang mereka lakukan.
(33) Eti : Kabaruku itua omaimu naini, nomponamo miina dopoghawa-
ghawa, atemo fuuma mo itu pada, tamepilihmo !
Eti : Saya senang kalian datang kesini, sudah lama kita tidak
berjumpa, silahkan dimakan, tinggal kalian memilih !
(34) Puli : Daoroghu kahawa intaidi.
Puli : Kita berdua akan minum kopi.
(35) Eti : Ane hintuumu ?
Eti : Kalau kalian ?
(36) Opin : Daoma sanggara intaidi.
Opin : Kita berdua akan makan pisang goreng.
Konteks : Puli,Opin dan teman-temannya berkunjung ke rumah sahabat lama
mereka semasa sekolah menengah bernama Eti, Eti sangat senang atas
kunjungan para sahabatnya tersebut dengan menyediakan berbagai makanan
dan minuman.
(37) Alun : Koalahiemu itu kaladuno inanto mu.
Alun : Jangan kalian ambil apa yang ditanam oleh ibu kita.
(38) Rani : Maka noafa gara. Damalahie intaidi mafosau awatu.
78

Rani : Memangnya kenapa. Kita yang akan mengeluarkan ubi kayu


sana.
(39) Rendi : Damutalie intaidi bubuno awatu.
Rendi : Kita yang akan memetik langsat sana.
(40) Riko : Dadumitie intaidi foo atatu.
Riko : Kita yang akan menjoloki manga itu.
Konteks : Alun sebagai kakak tertua dari Rani, Rendi, dan Riko melarang
saudara-saudara serta kelurganya tersebut untuk mengambil tanaman yang
ditanam oleh ibu mereka, namun Rani tetap ingin mengambil begitu juga
Rendi dan Riko.
(41) Ima : ohaeitu ?
Ima : Apa itu ?
(42) Uma : Mai ghondo, dhambunto kabhari.
Uma : Mari lihat, jambu kita banyak.
(43) Ima : Umbe. Neafa gara kamokula awatu ?
Ima : Iya. Sedang apa orang tua itu ?
(44) Uma : Pabheane, ingka neowa imbere. Feena La Isa itu !
Uma : Tidak tahu, dia membawa ember. Tanya La Isa !
(45) Isa : Oento nesaloe kamokula aitu.
Isa : Air kita dimintai orang tua itu.
Konteks : Ima bertanya kepada saudaranya yang bernama Uma tentang apa
yang tengah dilihat Uma. Uma menjelaskan tentang buah jambu mereka yang
banyak, sementara itu Isa tengah mengisi air untuk diberikan kepada orang tua
yang meminta air.
(46) Awan : Intaidimu rumatono wawo.
Awan : Kita yang datang duluan.
(47) Awal : Umbe, rampahano intaidimu domai samintaigono.
Awal : Iya, karena kita datang pagi-pagi

Konteks : Pada data (46) dan (47), Awan dan Awal sama-sama tiba di kebun
masih pagi.

(48) Asni : Intaidimu someasono thambu wawo.


Asni :Kita yang akan menjual jambu duluan.
(49) Roni : Intaidimu bharino kobhakeno thambu.
Roni : Kita yang jambunya berbuah banyak.
79

Konteks: Pada data (48) dan data (49) Asni dan Roni sedang berkeliling
memperhatikan pohon jambu.

(50) Ibu Sita : Opo bhae mu itu sokardha itu.


Ibu Sita : Kalian harus berbagi tugas.
(51) Ibu Rian : Daegaumu kadada katembe intaidi:mu.
Ibu Rian : Kita akan memasak sayur bening.
(52) Ibu Dian : Daeghomesiimu piri intaidi:mu.
Ibu Dian : Kita akan mencuci piring.

Konteks : Pada data (50) sampai (52) ada dua kelompok ibu-ibu disebuah
pesta sedang berbagi tugas di dapur, yang dikomandoi oleh ibu Sita.

(53) Misna : Maimo dapokalalambu mana.


Misna : Mari kita bermain bersama-sama.
(54) La Mira : Dapokalalambu:mu welo galu intaidi:mu.
La Mira : Kita akan bermain di dalam kebun.
(55) Misna : Koemo kune naitu !
Misna : Jangan disitu !
(56) La Agung : Dapokatende-tende:mu we karete intadi;mu barangka.
La Agung : Kita akan berlari-lari di halaman saja.
(57) Intan : Kawulemu mere-ere mu, mengkoramu nekurusi itu kune!
Intan : Capeknya kalian berdiri, duduk dikursi itu.
(58) Anwar : Daomeme:mu ane daengkora naitu:mu.
Anwar: Kita akan basah kalau duduk di situ.

Konteks : Saat hujan Anwar dan beberapa temannya berteduh di rumah


sepupunya Intan.

(59) Adri : Sikafanahano gholeo ini bhela.


Adri : Panasnya matahari.
(60) Desi : Daokele:mu we sala ini intaidi:mu.
Desi : Kita akan kekeringn di jalanan.
Konteks : Desi dan Adri pergi ke kebun dengan cuaca yang sangat
terik.
Konteks : Misna mengajak teman-temannya untuk bermain bersama-sama,
namun ada perbedaan pendapat La Mira dan teman-temannya ingin bermain
80

di dalam kebun sedangkan La Agung dan teman-temannya ingin bermain di


halaman saja.
(61) Ubo : Okosono-sonogho hae gaara ?
Ubo : Kenapa kamu cemberut ?
(62) Risna :Dhambunto:mu doalahie pisahimu.
Jambu kita diambil sepupu-sepupumu.

Konteks : Risna berbicara dengan adiknya tentang buah jambu milik mereka
yang diambil oleh sepupu-sepupumu mereka.

(63) Iweng : Doriagho hae ga andoa itu ?


Iweng : Kenapa mereka ribut kah itu ?

(64) Nila : Dopotiro-tirogho karadhaha lambu.

Nila : Mereka saling mencontek pekerjaan rumah.

(64) Leni : Wambanto:mu miina damarasaeae andoa. Padamo


taforatoda namai pak guru.

Leni :Mereka tidak mempercayai perkataan kita. Kita sudah


memberitahukan bahwa pak guru akan masuk

Konteks : Iweng bertanya kepada Nila dan Leni tentang kenapa teman-
temannya gaduh di dalam kelas, Leni menjelaskan bahwa teman-temannya tidak
mempercayai dia dan Nila bahwa pak guru akan masuk.

(65) Kakek : Ane pae bhe sokakalahamu, bantu deki asumangkepi sau we
kundo lambu watu
Kakek : Kalau kalian tidak kemana-mana, bantu saya mengangkat
kayu di belakang rumah itu.
(66) La Puli : Insaidi takumala we galu.
La Puli : Kami akan pergi ke kebun.
(67) La Opin : Insaidi takumala tafotando manu kaampo.
La Opin: Kami akan pergi menjerat ayam hutan.
(68) La Mira: Ane insaidi patakumala-kala.
La Mira: Kalau kami tidak akan kemana-mana.
81

(69) Kakek : Ihintumu bhangka Mira sobhantu kanau.


Kakek : Kalian saja Mira yang membantu saya.

Konteks : Data (66), (67), (68) dalam waktu bersamaan ditanya (kakeknya
mereka) tentang kegiatan mereka sebentar sore, dengan niat meminta tolong mereka
untuk mengangkat kayu yang ada di belakang rumah.

(70) Lia : Padamo ofuma mu ?


Lia : Kalian sudah makan ?
(71) Isma : Padamo.
Isma : Sudah.
(72) Lia : Ofumamu hae ?
Lia : Kalian makan apa?
(73) Isma : Anini insaidi tafuma kadada katembe.
Isma : Tadi kami makan sayur bening.

Konteks : Lia menawarkan makan kepada Isma dan keluarganya yang datang
bersilatuhrahmi di rumahnya, tetapi Isma dan keluarganya sudah makan.

(74) Narfin : Meghawamu juara hae ?


Narfin : Kalian dapat juara apa ?
(75) Agung : Insaidi taeghawa juara satu tapogolu.
‘Agung: Kami mendapat juara satu bermain sepak bola.’

Konteks: Agung menceritakan kalau sebelumnya dia bersama teman-


temannya mendapat juara satu dalam pertandingan sepak bola kepada Narfin yang
tidak datang saat pertandingan.

(76) Rani : Megaumu hae hintu mu ?


Kalian memasak apa?
(77) Isma : Taegau manu insaidi. Ane hntuumu megaumu hae ?
Kami sedang memasak ayam. Kalau kalian memasak apa ?
(78) Rani : Miina taegau insaidi.
Kami tidak memasak.
(79) Isma : Madaho fumamu welambu mani barangka.
Isma : Nanti makan di rumah kami saja kalau begitu.
82

Konteks : Rani pergi ke rumah tetangganya bernama Rani, menyakan apa yag
mereka masak.

(80) Intan : Ando meafamu ?


Kalian sedang apa?
(81) Fia : Taoma insaidi.
Fia : Kami akan makan.
(82) Gusna : Taolodo insaidi.
Gusna : Kami akan tidur.

Konteks : Intan yang datang ke rumah Fia dan Gusna menanyakan apa yang
sedang mereka lakukan pada siang hari.

(83) Iman : Ane bhe kahanda omedahamai hintu mu ?


Kalau ada setan bagaimana kalian?
(84) Jua : Tamode insaidi.
Kami akan berteriak.
(85) Julu : Tamulei insaidi.
Kami akan lari.

Konteks : Iman, Jua,Julu dan kawan-kawannya sedang bercerita di gapura


rumah dan Iman menanyakan bagaimana seandainya jika mereka melihat hantu yang
ditanggapi dengan berbagai reaksi dari teman-temannya.

(86) Cia : Lahaae malahie boku no fokoamau ?


Siapa yang ambil buku paman ?
(87) Ima : Taalahie insaidi boku miinamo tipakeno.
Kami yang ambil buku yang sudah tidak terpakai.

Konteks : Cia bertanya kepada sepupunya bernama Ima tentang buku yang
ada di rumah paman mereka.

(88) Andri : Lahae ghumolino lambuno kapala desa ?


Siapa yang membeli rumah kepala desa ?
(89) Emi : Tagholie insaidi lambuno.
Kami membeli rumahnya.
83

Konteks : Andri bertanya kepada Emi siapa yang telah membeli rumah kepala
desa dan secara kebetulan ternyata Emi dan istrinya yang membeli ruamh tersebut.

(90) Hera : Negholiangkomo hae ina mu nomaigho wedaowa ?


Dibelikan apa kalian oleh ibu mu dari pasar ?
(91) Nada : Negholikasami kabhaku inaku.
Ibuku membelikan kami ole-ole.
(92) Hera : Kasaha, inaku miina negholi kanau.
Enaknya, ibu ku tidak membelikanku.

Konteks : Nada dan adiknya dibelikan ole-ole oleh ibunya dari pasar,
sedangkan Hera tidak dibelikan oleh ibunya.

(93) Rendi : Naesumbelekasami membe fokoamauku.


Paman kami sedang menyembelikan kami kambing.

Konteks : Rendi dan keluarganya di sembelihkan kambing oleh pamannya.

B. Deiksis Persona Kedua


(94) Awan : Ihintu wa Kiki to, sabhangkaku sekalasi kamponahomo ?
Awan : Kamu wa Kiki to, teman sekelasku dulu?
(95) Kiki : Umbe, ihintu dua miina mo otumandai kanau.
Kiki : Iya, kamu juga sudah tidak kenal saya.
(96) Awan : Ihintu kapasolemu.
Awan : Kamu cantik.
(97) Kiki : Kaghohimu lagi kune ihintu itu.
Kiki : Bohong lagi kamu itu.
(98) Awan : Ihintu sokumalano we Kandari.
Awan : Kamu yang akan ke Kendari.
(99) Kiki : Minahi ato kaawu pisaku.
Kiki : Tidak saya hanya mengantar sepupuku.

Konteks : Awan dan Kiki adalah teman lama mereka tidak sengaja bertemu di
pelabuhan.

(100) Kiki : Omowule gara ?.


Apakah kamu capek?
84

(101) Mita : Miinahi, hintu miina omofanaha mepake bhadhu aitu?


Tidak, Kamu tidak kepanasan pakai baju itu?
(102) Kiki : Afanaha dua pada.
Saya kepanasan.
Konteks : Kiki menyakan keadaan Mita melihat Mita nampak capek
dan sebaliknya Mita yang menanyakan keadaan Kiki yang memakai baju tebal
dicuaca panas.
(103) Acing : Omegholi bhathu gara ?
Apakah kamu akan membeli baju?
(104) Nada :Umbe, Omeghondohi hae gara itu?
Iya, apakah yang sedang kamu cari?

Konteks : Acing dan Nada bertemu di pasar tradisional.

(105) Mursalin : Okumala nehamai ihintu ?


Kemana kamu akan pergi?
(106) Uma : Amangkafi hintu pada.
Saya mengikuti mu.
(107) Mursalin : Koemo kune akuamala bhe sabhangkahiku idi.
Jangan, saya akan pergi dengan teman-teman saya.
(108) Uma : Orumunsa kanau gara ?
Apakah kamu akan meninggalkan saya?

Konteks : Uma ingin mengikut kemana kakaknya Mursalin pergi tetapi


Mursalin tidak mengizinkannya.

(109) Ibu : Ghondogho deki boku no aimu.


Kamu liatkanlah buku adikmu
(110) Ubo : Noteihe nehamai gara ?
Dia simpan dimana ?
(111) Ibu : Takapihighomo kune.
Carikan saja.

Konteks : Ibu menyuruh Ubo untuk mencarikan buku adiknya.

(112) Ibu : Alagho pirino amamu.


Kamu ambilkanlah piring bapakmu.
(113) Risna : Oama padamo nofuma kune.
Ayah sudah makan.
85

Konteks : Ibu menyuruh Risna mengambilkan ayah piring untuk makan, tetapi
tenyata ayahnya sudah makan.

(114) Ayah : Okumala nehamai ?


Kamu mau kemana ?
(115) Awal : Akumala te lambuno sabangkaku.
Saya akan pergi ke rumah sahabatku.
(116) Ayah : Komekala-kala dhaganigho kadaowano fokoinaumu.
Jangan kemana-mana kamu jagakanlah jualan bibimu.

Konteks : Ayah melarang Awal untuk pergii ke rumah temannya karena Awal
harus menjagakan jualan bibinya.

(117) Aman : Oalae gara doino inamu ?


Apakah kamu mengambil uang ibumu?
(118) Irman : Noafa ofotumbugho inodi ?
Kenapa kamu menuduh saya ?
(119) Aman : Afena kaawu kune ?
Saya tanya saja.

Konteks : Aman bertanya kepada keponakannya apakah dia yang telah


mengambil uang ibunya yang hilang.

(120) Fia : Indewi nopesua dahu welo lambuku ?


Kemariin najing masuk dalam rumah ku.
(121) Agung : Ohambae gara dahu anagha ?
Apakah kamu mengusir anjing itu?
(122) Fia : Umbe, aghompaliane kontu.
Iya, saya lemparkan batu.

Konteks : Fia menceritakan kepada Agung tentang seekor anjing yang masuk
di dalam rumanya yang diusirnya dengan melemparkan batu.

(123) Anto : Kaghighitono hulamu.


Hitamnya muka mu.
(124) Dami : Umbe pada, rampahano akala aempali-mpali we tehi.
Iya memang, karena saya pergi jalan-jalan di pantai.
(125) Anto : Okala mempali-mpali nehamai ga ?
Kamu pergi jalan-jalan dimana ?
86

(126) Dami : Akala empali-mpali we walengkabola.


Saya pergi jalan-jalan ke walengkabola.
(127) Anto : Kakodohono kakalahimu.
Tempat pergimu jauh.

Konteks : Anto bertanya kepada teman sekelasnya bernama Dami kenapa


wajahnya menjadi hitam ternyata Dami pergi jalan-jalan ke tempat wisata pantai
Walengkabola.

(128) Mursalin : Ihintumu ga kumarathano lambundo ini ?


Mursalin : Kalian kah yang mengerjakan rumah mereka ini ?
(129) La Isa : Umbe, do bhantu kasami andoa itu.
La Isa : Iya, dibantu mereka itu.

Konteks : Percakapan pada kalimat (128) dan (129) terjadi ketika


Mursalin sedang yang bertanya sesuatu pada La Isa yang bekerja membuat pondasi
rumah.

(130) Pak Tani : Ihintumu ga maino ?


Pak Tani : Ternyata kalian yang datang?”
(131) Polisi : Umbe.
Polisi : Iya.
Konteks : Percakapan pada data (130) dan (131) terjadi ketika
Pak Tani setelah menemuni tamunya yakni pak Polisi
(132) Hamit : Omowule:mu gaaraihintoomu ?
Apakah kalian kecapean ?
(133) Agus : Umbe, andotapasda tapogolu.
Iya, kami baru selesai bermain bola.
(134) Hamit : Maka ofotalo mu ?
Terus, apa kalian menang ?
(135) Agus : Minahi.
Tidak.
(136) Anti : Omogharo:mu hadae pata katalomu?
Kalian semua kelaparan mungkin makanya kalian kalah.
(137) Hamit : Tobisa-bisara mo dua hintu.
Kamu bicara sembarang saja.
87

Konteks : Hamit menanyakan kepada Agus dan kawan-kawan apakah mereka


capek ternyata Agus dan kawan-kawan baru saja selesai bermain sepak bola yang
diledek oleh Anti karena mereka kalah.

(138) Gusna : Omerabu:mu sanggara gara?


Apakah kalian membuat pisang goreng.
(139) Rian : Umbe, mai fenami deki !
Iya, mari rasa dulu.

Konteks : Gusna berkunjung ke rumah Rian yang sedang membuat pisang


goreng.

(140) Abi : Ometampoli:mu kauso gara ?


Apakah kalian menjahit sepatu?
(141) Anjes : Umbe, nowia bhela.
Iya, karena sobek.

Konteks : Abi menanyakan kepada Anjes yang sedang menjahit sepatu.

(142) Tami : Oparaso:mu we daoano Mabodo gara?


Apakah kalian berjualan di Pasar Mabodo?
(143) Sarti : Umbe, taparaso netatu.
Iya, kami berjualan disitu.

Konteks : Tami bertanya kepada Sarti apakah Sarti berjualan di pasar Mabodo.

(144) Wawan : Osipuli:mu indefie gara ?


Kapankah kalian pingsan?
(145) Ija : Aniini.
Tadi.
(146) Wawan : Noafa rampahano ?
Karena apa ?
(147) Ija : Minna amoma bhe tumbaku kune.
Saya tidak makan saya sakit maag.

Konteks : Wawan bertanya kepada Ija mengapa dia pingsan.

(148) Rendi : Utaligho:mu dhambuno inamu !


Kalian petiklah jambu nenekmu !
88

(149) Eta : Nowolomo kune, padamo noutaliogho wutono.


Sudah habis, dia sudah memetiknya sendiri.

Konteks : Rendi sebagai paman Eta memerintahkan Eta untuk memetikan


jambu milik ibu Eta.

(150) Nada : Fekanggelahigho:mu lambuno awaomu !


Kailan bersihkanlah rumah nenek kalian!
(151) Utu : Umbe.
Iya.

Konteks: Nada sebagai tante Utu memerintahkan Utu untuk membersihkan


rumah nenek Utu.

(152) Kiki : Ohulabhe:mu gara membe mani ?


Apakah kalian melempar kambing kami?
(153) Ria : Daeha tigho nofuma roono mafusau mani.
Bagaimana dia sering memakan daun ubi kayu kami.

Konteks : Kiki bertanya kepada Ria yang apakah Ria melempar kambing
miliknya.

(154) Fia : Otobhe:mu gara paeno awaku ?


Apakah kalian menuai padi kakekku?
(155) Sali : Umbe.
Konteks : Fia bertanya kepada Sali apakah dia menuai padi milik kakeknya.

C. Deiksis Persona Ketiga


(156) Rani : Nokala nehamai wa Fina ?
Pergi kemanakah wa Fina ?
(157) Ibunya Fina : Wa Fina nokala we galu. Anoa nokala bhe aino.
Wa Fina pergi ke kebun. Dia pergi bersama adiknya.
Konteks : Rani adalah teman Fina, dia pergi berkunjung ke rumah Fina namun
Fina tidak ada dia pergi ke kebun bersama adiknya.
(158) Cia : Noafa miina neparasogho ina mu ?
Kenapa ibumu tidak berjualan di pasar ?
89

(159) Sari : Inaku miina naoala kadaowano, rampahano no bhari


marasano kambulu peda anoa.

Ibuku tidak laku jualannya, karena banyak yang menjual sayur seperti
dia.

(160) Cia : Gaara, akapihie pada anini we daowa tamaka mina amorae.
Ternyata, saya mencarinya tadi di pasar tapi saya tidak ketemu.

Konteks : Cia bertanya kepada Sari tentang ibu Sari yang sudah tidak
berdagang dipasar.

(161) Idris : Nokala nehami gara a Puli ?


Pergi kemanakah la Puli ?
(162) Opin : La Puli nokala we karuku, rampahano anoa naghumondo
katandono.
La Puli pergi ke hutan, karena dia akan menengok jeratnya.
(163) Idris : Noafa dua miina nobhasi kanau bhela.
Kenapa juga dia tidak mengajak saya.
(164) Opin : Pabheangkomo itu pada.
Tidak tau juga.

Konteks : Idris yang berkunjung ke rumah sahabatnya La Puli ternyata La Puli


pergi ke hutan, kakak La Puli yang bernama Opin memberitahukan itu kepada Idris.

(165) Ibunya Aris : Ihintu ome fongkora oeno kadada, maka ai neafa
anao ?
Kamu memasak air sayur, lalu adik mu melakukan apa ?
(166) Aris : Naeinsu ghai anao.
Dia akan memarut kelapa.
(167) Ibunya Aris : Pobhage mu karadha itu pada.
Kalian berbagi pekerjaan.
Konteks : Ibu bertanya kepada Aris apa yang dilakukan adik Aris
sementara Aris sedang menyiapkan air sayur.
(168) Dian : Nelate nehamai gaara ai mu padano gumano itu ?
Tinggal dimanakah adikmu yang sudah menikah itu ?
(169) Intan :Ando nekapihi kafolate anoa.
Diasedang mencari anak tinggal.
90

Konteks : Dian yang bertanya kepada Intan diaman adik Intan tinggal.

(170) Bastian : Lahae kamole lambu mu ini ?


Siapa yang mengecat rumah mu ini ?
(171) Hadini : Nokamolae anoa lambumani.
Dia yang mengecat rumah kami.

Konteks : Bastian yang berkunjung ke rumah Hadini dan melihat rumah


Hadini telah berganti cat sehingga dia menyakannya.

(172) Lina : Nobhasie anoa sabhangkaku.


Dia yang memanggil temanku.
(173) Rina : Nobhasie nokala nehamai ?
Dia dipanggil kemana ?
(174) Lina : Dakumala we daowa maka miina nobhasi kanau.
Mereka ke pasar tapi saya tidak diajak.
Konteks : Lina menceritakan kepada Rina bahwa sahabatnya diajak
oleh orang lain.
(175) La Kapokapoluka bhe La Ndolandoke deladu kalei. Andoa
dopoghawa seminggu sepaku so detula-tulagho kalei kaladuno.
“La Kapokapoluka dengan landolandoke menanam pisang. Mereka bertemu
seminggu sekali untuk meceritakan kondisi pisang yang ditanam.”
(176) Harimau bhe membe doposabhangka. Andoa dokala dekapihi kafuma
rudua.
“Harimau dan kambing berteman baik. Mereka selalu mencari makanan
berdua.”

Sedangkan dalam bentuk insan dapat dilihat dalam data berikut:

(177) Ari : Dekuliah nehamai ando wa Tami bhe wa Tari ?


Kuliah dimanakah Tari dan Tami ?
(178) Bapak Tami & Tari : Wa Tari bhe wa Tami dopindalo dekuliah we
kandari. Andoa doradhi dopoguru.
Wa Tari dan Wa Tami ingin berkuliah di Kendari. Mereka rajin belajar.
91

Konteks : Ari adalah sepupu Tami dan Tari, dia bertanya kepada pamannya
kemanakah kedua sepupunya itu akan kuliah.
(179) Anto : Dokala nehamai andoa tatu ?
Kemanakah mereka itu ?
(180) Bila :La Aris, La Awan, bhe La Awal dokala we napabhale. Andoa
dae mpali-mplai.
La Aris, La Awan, dan La Awal pergi ke napabhale. Mereka ingin jalan-jalan.

Konteks : Anto bertanya kepada Bila yang merupakan adik Aris kemanakah
Aris dan kawan-kawannya akan pergi.

(181) Sarti : Deafa gara andoa tatu ?


Sedang apakah mereka itu ?
(182) Asni : Daetobha medawa andoa. Ane ando a Roni itu deafa ?
Mereka akan menggali ubi jalar. Kalau meeka Roni itu sedang
apa ?
(183) Sarti : Daetunu kenta morindi andoa.
Mereka akan membakar ikan gabus.

Konteks : Mereka berbagi tugas di kebun, Sarti menanyakan apa yang


dilakukan oleh keluarganya Asni kemudian menjelaskan bahwa keluarganya sedang
menggali ubi jalar, lalu sebaliknya Asni bertanya kepada Sarti apa yang dilakukan
Roni dan kawan-kawan yang merupakan kakak dari Sarti, Sartipun menjelaskan
bahwa mereka sedang membakar ikan.

(184) Leo : Doria siaghi andoa maitu.


Mereka itu ribut sekali.
(185) Awal : Katirorogundomo pada.
Makanya mereka dimarahi.

Konteks : Leo dan Awal adalah tetangga kelas di sekolah menengah atas. Leo
mengeluhkan teman-teman kelas Awal yang ribut, Awal pun memberitahukan bahwa
karena hal itulah mereka dimarahi.

(186) Hera : Dorato indefie pisahi mu itu ?


Kapankah mereka datang para sepupumu itu ?
92

(187) Alun : Doratao indewi we kandari andoa.


Mereka tiba kemarin di Kendari.

Konteks : Hera bertanya kepada Alun kapankah sepupu-sepupu Alun itu


sampai dari Kendari.

(188) Nada : Mealanda kotupa so anahihimu!


Ambilkanlah ketupat untuk anak-anakmu!
(189) Eta : Koemo, tarimakasih.
Tidak usah terimakasih.
Konteks : Saat acara baca-baca selesai di rumah Nada, Nada menawarkan
kepada Eta yang merupakan tetangganya yang ikut dalam acara tersebut untuk
mengambil ketupat namun Eta menolaknya.
(190) Kakek : Mefonisianda ghai tatu sondoawahihiku.
Panjatkanlah kelapa itu untuk cucu-cucuku.
(191) Rendi : Umbe.
Iya.
Konteks : Kakek yang melihat kelapa meminta tolong Rendi untuk memetikan
kelapa untuk cucu-cucunya.
(192) Samsul : Koidawando kahende.
Pohon jati mereka subur.
(193) Yana : Lahando kabhari sepaliha.
Lahan mereka banyak sekali.

Konteks : Samsul dan Yana sedang membicarakan tentang tetangga mereka


yang memliki pohon jati dan lahan yang banyak.

(194) Ningsih : Lahae gara rumakono adharahimu ?


Siapakah yang telah menangkap kuda kalian ?
(195) Rendi : Dorakoe andoa adharamani.
Mereka yang menangkap kuda kami.
(196) Ningsih : Dokasibue dua andoa pada kadawa inaku.
Mereka juga yang telah mencuri semangka ibuku.
(197) Rendi : Kaneahindomu watua.
Kebiasaan mereka itu.
93

Konteks : Ningsih dan Rendi saling menceritakan tentang kejahatan yang


dibuat oleh sekelompok anak muda di kampung mereka.

D. Pemarkah Deiksis Persona yang Bukan Pronomina

Dalam bahasa Muna dapat ditemukan deiksis persona yang bisa menjadi
deiksis tempat.

Data :

(198) Imam : Ingka daebasamo ini ?


“Imam : kita mulai mi ini ?”
(199) Tuan Rumah : Terserahmo naitu.
“Tuan Rumah : Terserah disitu.”

Konteks : Data (120) dan (121) terjadi percakapan ketika Imam menanyakan
acara akan segera dimulai pada Tuan rumah.

(200) Imam : Basa kaetamo thoa.


“Imam : Bacakan kita doa.”
(201) Jama’ah : Naitumo.
“Jama’ah : Di situ saja.”

Konteks : Data (199) dan (201) terjadi percakapan ketika Imam


mempersilahkan (seorang jama’ah) untuk membaca do’a penutup setelah selesai
mengerjakan shalat Jum’at.

SUMBER DATA

1. Data Catatan
(1) Mita : Inodi akala we Kandari. Ane ihintu ga okala nehamai ?
Mita : Saya pergi ke Kendari. Kalau kamu pergi kemana ?
(2) Aris : Ane inodi miina ekala-kala we lambu kaawu
Aris : Kalau saya tidak kemana-mana di rumah saja.”
94

Konteks : Aris dan Mita adalah teman sekelas. Mereka bertemu kembali di
Sekolah setelah libur semester dan menceritakan kemana mereka pergi saat
liburan.

(3) Hikma : Omeafa ?


Hikma : Kamu sedang apa ?”
(4) Fina : Inodi egau kenta. Ingka afetingke oguma mo ?
Fina : Saya memasak Ikan. Saya dengar kamu akan menikah ?
(5) Hikma : Umbe, amai amoratoko pada, Inodi aguma bhe poraiku.
Hikma : Iya, saya kesini ingin menyampaikan, saya akan menikah dengan
pacarku.”
Konteks : Hikma berkunjung ke rumah sahabatnya yang bernama Fina untuk
memberitahukan perihal pernikahannya.
(6) Awan : Ihintu wa Kiki to, sabhangkaku sekalasi kamponahomo ?
Awan : Kamu wa Kiki to, teman sekelasku dulu?
(7) Kiki : Umbe, ihintu dua miina mo otumandai kanau.
Kiki : Iya, kamu juga sudah tidak kenal saya.
(8) Awan : Ihintu kapasolemu.
Awan : Kamu cantik.
(9) Kiki : Kaghohimu lagi kune ihintu itu.
Kiki : Bohong lagi kamu itu.

(10) Awan : Ihintu sokumalano we Kandari.


Awan : Kamu yang akan ke Kendari.
(11) Kiki : Minahi ato kaawu pisaku.
Kiki : Tidak saya hanya mengantar sepupuku.

Konteks : Awan dan Kiki adalah teman lama mereka tidak sengaja bertemu di
pelabuhan.

(12) Rani : Nokala nehamai wa Fina ?


Pergi kemanakah wa Fina ?
(13) Ibunya Fina : Wa Fina nokala we galu. Anoa nokala bhe aino.
Wa Fina pergi ke kebun. Dia pergi bersama adiknya.
Konteks : Rani adalah teman Fina, dia pergi berkunjung ke rumah Fina namun
Fina tidak ada dia pergi ke kebun bersama adiknya.
(14) Cia : Noafa miina neparasogho ina mu ?
Kenapa ibumu tidak berjualan di pasar ?
95

(15) Sari : Inaku miina naoala kadaowano, rampahano no bhari


marasano kambulu peda anoa.

Ibuku tidak laku jualannya, karena banyak yang menjual sayur seperti
dia.

(16) Cia : Gaara, akapihie pada anini we daowa tamaka mina amorae.
Ternyata, saya mencarinya tadi di pasar tapi saya tidak ketemu.

Konteks : Cia bertanya kepada Sari tentang ibu Sari yang sudah tidak
berdagang dipasar.

(17) Idris : Nokala nehami gara a Puli ?


Pergi kemanakah la Puli ?
(18) Opin : La Puli nokala we karuku, rampahano anoa naghumondo
katandono.
La Puli pergi ke hutan, karena dia akan menengok jeratnya.
(19) Idris : Noafa dua miina nobhasi kanau bhela.
Kenapa juga dia tidak mengajak saya.
(20) Opin : Pabheangkomo itu pada.
Tidak tau juga.

Konteks : Idris yang berkunjung ke rumah sahabatnya La Puli ternyata La Puli


pergi ke hutan, kakak La Puli yang bernama Opin memberitahukan itu kepada Idris.

2. Data Buatan Sendiri


(21) Fina : Ofuma hae?
Fina : kamu makan apa?
(22) Rahman : Afuma kahitela inodi. Ihintu oforoghu hae ga itu ?
Rahman : Saya makan jagung . Kalau kamu minum apa itu ?
(23) Fina : Aforoghu kahawa inodi.
Fina :Saya sedang minum kopi”
(24) Rahman : Kambaka bhela.
Rahman : Enak yah”

Konteks : Fina dan Rahman yang merupakan tetangga saling berbincang-


bincang dipagi hari tentang sarapan yang mereka makan dan minum.
96

(25) Ipul : Noafa olembisianegho bhatu mu ?

Ipul : Kenapa kamu melepas baju mu ?

(26) Salim : Aofanaha inodi.Miina ofanagha ga hintu ?


Salim : Saya kepanasan. Tidakkah kamu kepanasan ?
(27) Ipul : Afanaha dua tamaka akalili-ili indodi nobhala taghiku,
rampahano Aorombu inodi.
Ipul : Saya kepanasan juga tapi saya malu-malu besar perutku,
karena saya gemuk.

Konteks : Ipul dan Salim adalah tukang ojek, mereka sedang berbincang
dipangkalan ojek disiang hari yang terik.

(28) Wawan: Hamai lambu mu ?


Wawan: Dimana rumah mu ?
(29) Onong : Aituhae lambuku.
Onong : Itu rumah ku.
(30) Wawan: Namai telambu mu pisaku.
Wawan: Dia mau ke rumah mu sepupuku .”

Konteks : Wawan menanyakan keberadaan rumah Onong


sekaligus menginformasikan bahwa sepupunya akan ke rumahnya.

(31) Isra : Nokaradha nehamai isamu ?


Isra : Bekerja dimana kakak mu ?
(32) Gusna : Nokaradha we Kaimana.
Gusna : Dia bekerja dia Kaimana.
(33) Isra : Nobhari gadhino ?
Isra : Banyak gajinya ?
(34) Gusna : Umbe, Naerabukanau lambu isaku.
Gusna : Iya, kakakku membuatkan saya rumah.
(35) Isra : Gaara
Isra : Oh ya.
(36) Gusna : Umbe,merabu hae gaara itu ?
Gusna : Iya, sedang apakah itu ?
(37) Isra : Ando erabu so katipano manu, negholikanau manu inaku.
Isra : Saya sedang membuat kandang ayam, ibuku membelikan
saya ayam.
97

Konteks : Isra yang sedang membuat kandang ayam bertanya kepada


Gusna yang lewat di depan rumahnya mengenai kakak Gusna yang bekerja di
Kaimana kemudian Gusna menjelaskan juga mengenai gaji serta rumah yang
dibuatkan oleh kakaknya tersebut.

(38) Wulan : Nando Oposere gara bhe maino tematakidi itu ?


Wulan : Kamu masih pacaran dengan yang dari matakidi itu ?
(39) Adi : Umbe,Intaidi tapogande takala wedaowa aniini. Ane hintu
ando opesere bhe kaposerehamu itu ?
Adi :Iya, kita berdua berboncengan pergi ke pasar tadi. Kalau kamu
masih pacaran dengan pacar mu itu ?
(40) Wulan : Intaidi taporunsamo.
Wulan: Kita berdua sudah berpisah

Konteks : Adi dan Wulan merupakan teman dekat, mereka bertemu di acara
lulo lalu saling menanyakan hubungan asmara masing-masing.

(41) Ami : Dapobhage karadha, omeafamu hintu mu ?


Ami : Kita berbagi pekerjaan, kalian akan melakukan apa ?
(42) Roni : Daetuno kenta intadi.
Roni : Kita akan membakar ikan.
(43) Ami : Daeuta kalembungo intaidi.
Ami : Kita akan memetik kelapa muda.
Konteks : Ami, Roni dan teman-temannya pergi ke pantai disana mereka
membagi tugas untuk membakar ikan dan memetik kelapa muda.
(44) Paman : Aris bhe la Iman okumala mu nehamai ?
Paman : Aris dan Iman mau kemana kalian ?
(45) Aris : Dasumuli we lambu intaidi.
Aris : Kita akan pulang ke rumah.
(46) Paman : Ane hintumu Awal bhe aimu meafamu ?
Paman : Kalau kalian Awal dan adikmu sedang apa ?
(47) Awal : Darumako manu karubu itu intaidi.
Awal : Kita akan menangkap ayam kecil itu.
Konteks : Paman bertanya Kepada Aris dan Iman kemana mereka pergi dan
bertanya kepada Awal dan adiknya apa yang sedang mereka lakukan.
(48) Eti : Kabaruku itua omaimu naini, nomponamo miina dopoghawa-
ghawa, atemo fuuma mo itu pada, tamepilihmo !
98

Eti : Saya senang kalian datang kesini, sudah lama kita tidak
berjumpa, silahkan dimakan, tinggal kalian memilih !
(49) Puli : Daoroghu kahawa intaidi.
Puli : Kita berdua akan minum kopi.
(50) Eti : Ane hintuumu ?
Eti : Kalau kalian ?
(51) Opin : Daoma sanggara intaidi.
Opin : Kita berdua akan makan pisang goreng.
Konteks : Puli,Opin dan teman-temannya berkunjung ke rumah sahabat lama
mereka semasa sekolah menengah bernama Eti, Eti sangat senang atas
kunjungan para sahabatnya tersebut dengan menyediakan berbagai makanan
dan minuman.
(52) Alun : Koalahiemu itu kaladuno inanto mu.
Alun : Jangan kalian ambil apa yang ditanam oleh ibu kita.
(53) Rani : Maka noafa gara. Damalahie intaidi mafosau awatu.
Rani : Memangnya kenapa. Kita yang akan mengeluarkan ubi kayu
sana.
(54) Rendi : Damutalie intaidi bubuno awatu.
Rendi : Kita yang akan memetik langsat sana.
(55) Riko : Dadumitie intaidi foo atatu.
Riko : Kita yang akan menjoloki manga itu.
Konteks : Alun sebagai kakak tertua dari Rani, Rendi, dan Riko melarang
saudara-saudara serta kelurganya tersebut untuk mengambil tanaman yang
ditanam oleh ibu mereka, namun Rani tetap ingin mengambil begitu juga
Rendi dan Riko.
(56) Ima : ohaeitu ?
Ima : Apa itu ?
(57) Uma : Mai ghondo, dhambunto kabhari.
Uma : Mari lihat, jambu kita banyak.
(58) Ima : Umbe. Neafa gara kamokula awatu ?
Ima : Iya. Sedang apa orang tua itu ?
(59) Uma : Pabheane, ingka neowa imbere. Feena La Isa itu !
Uma : Tidak tahu, dia membawa ember. Tanya La Isa !
(60) Isa : Oento nesaloe kamokula aitu.
Isa : Air kita dimintai orang tua itu.
Konteks : Ima bertanya kepada saudaranya yang bernama Uma tentang apa
yang tengah dilihat Uma. Uma menjelaskan tentang buah jambu mereka yang
99

banyak, sementara itu Isa tengah mengisi air untuk diberikan kepada orang tua
yang meminta air.
(61) Awan : Intaidimu rumatono wawo.
Awan : Kita yang datang duluan.
(62) Awal : Umbe, rampahano intaidimu domai samintaigono.
Awal : Iya, karena kita datang pagi-pagi

Konteks : Pada data (61) dan (62), Awan dan Awal sama-sama tiba di kebun
masih pagi.

(63) Asni : Intaidimu someasono thambu wawo.


Asni :Kita yang akan menjual jambu duluan.
(64) Roni : Intaidimu bharino kobhakeno thambu.
Roni : Kita yang jambunya berbuah banyak.

Konteks: Pada data (63) dan data (64) Asni dan Roni sedang berkeliling
memperhatikan pohon jambu.

(65) Ibu Sita : Opo bhae mu itu sokardha itu.


Ibu Sita : Kalian harus berbagi tugas.
(66) Ibu Rian : Daegaumu kadada katembe intaidi:mu.
Ibu Rian : Kita akan memasak sayur bening.
(67) Ibu Dian : Daeghomesiimu piri intaidi:mu.
Ibu Dian : Kita akan mencuci piring.

Konteks : Pada data (60) sampai (67) ada dua kelompok ibu-ibu disebuah
pesta sedang berbagi tugas di dapur, yang dikomandoi oleh ibu Sita.

(68) Misna : Maimo dapokalalambu mana.


Misna : Mari kita bermain bersama-sama.
(69) La Mira : Dapokalalambu:mu welo galu intaidi:mu.
La Mira : Kita akan bermain di dalam kebun.
(70) Misna : Koemo kune naitu !
Misna : Jangan disitu !
(71) La Agung : Dapokatende-tende:mu we karete intadi;mu barangka.
La Agung : Kita akan berlari-lari di halaman saja.
(72) Intan : Kawulemu mere-ere mu, mengkoramu nekurusi itu kune!
Intan : Capeknya kalian berdiri, duduk dikursi itu.
(73) Anwar : Daomeme:mu ane daengkora naitu:mu.
100

Anwar: Kita akan basah kalau duduk di situ.

Konteks : Saat hujan Anwar dan beberapa temannya berteduh di rumah


sepupunya Intan.

(74) Adri : Sikafanahano gholeo ini bhela.


Adri : Panasnya matahari.
(75) Desi : Daokele:mu we sala ini intaidi:mu.
Desi : Kita akan kekeringn di jalanan.
Konteks : Desi dan Adri pergi ke kebun dengan cuaca yang sangat
terik.
Konteks : Misna mengajak teman-temannya untuk bermain bersama-sama,
namun ada perbedaan pendapat La Mira dan teman-temannya ingin bermain
di dalam kebun sedangkan La Agung dan teman-temannya ingin bermain di
halaman saja.
(76) Ubo : Okosono-sonogho hae gaara ?
Ubo : Kenapa kamu cemberut ?
(77) Risna :Dhambunto:mu doalahie pisahimu.
Jambu kita diambil sepupu-sepupumu.

Konteks : Risna berbicara dengan adiknya tentang buah jambu milik mereka
yang diambil oleh sepupu-sepupumu mereka.

(78) Iweng : Doriagho hae ga andoa itu ?


Iweng : Kenapa mereka ribut kah itu ?

(64) Nila : Dopotiro-tirogho karadhaha lambu.

Nila : Mereka saling mencontek pekerjaan rumah.

(79) Leni : Wambanto:mu miina damarasaeae andoa. Padamo


taforatoda namai pak guru.

Leni :Mereka tidak mempercayai perkataan kita. Kita sudah


memberitahukan bahwa pak guru akan masuk
101

Konteks : Iweng bertanya kepada Nila dan Leni tentang kenapa teman-
temannya gaduh di dalam kelas, Leni menjelaskan bahwa teman-temannya tidak
mempercayai dia dan Nila bahwa pak guru akan masuk.

(80) Kakek : Ane pae bhe sokakalahamu, bantu deki asumangkepi sau we
kundo lambu watu
Kakek : Kalau kalian tidak kemana-mana, bantu saya mengangkat
kayu di belakang rumah itu.
(81) La Puli : Insaidi takumala we galu.
La Puli : Kami akan pergi ke kebun.
(82) La Opin : Insaidi takumala tafotando manu kaampo.
La Opin: Kami akan pergi menjerat ayam hutan.
(83) La Mira: Ane insaidi patakumala-kala.
La Mira: Kalau kami tidak akan kemana-mana.
(84) Kakek : Ihintumu bhangka Mira sobhantu kanau.
Kakek : Kalian saja Mira yang membantu saya.

Konteks : Data (81), (82), (83) dalam waktu bersamaan ditanya (kakeknya
mereka) tentang kegiatan mereka sebentar sore, dengan niat meminta tolong mereka
untuk mengangkat kayu yang ada di belakang rumah.

(85) Lia : Padamo ofuma mu ?


Lia : Kalian sudah makan ?
(86) Isma : Padamo.
Isma : Sudah.
(87) Lia : Ofumamu hae ?
Lia : Kalian makan apa?
(88) Isma : Anini insaidi tafuma kadada katembe.
Isma : Tadi kami makan sayur bening.

Konteks : Lia menawarkan makan kepada Isma dan keluarganya yang datang
bersilatuhrahmi di rumahnya, tetapi Isma dan keluarganya sudah makan.

(89) Narfin : Meghawamu juara hae ?


Narfin : Kalian dapat juara apa ?
(90) Agung : Insaidi taeghawa juara satu tapogolu.
‘Agung: Kami mendapat juara satu bermain sepak bola.’
102

Konteks: Agung menceritakan kalau sebelumnya dia bersama teman-


temannya mendapat juara satu dalam pertandingan sepak bola kepada Narfin yang
tidak datang saat pertandingan.

(91) Rani : Megaumu hae hintu mu ?


Kalian memasak apa?
(92) Isma : Taegau manu insaidi. Ane hntuumu megaumu hae ?
Kami sedang memasak ayam. Kalau kalian memasak apa ?
(93) Rani : Miina taegau insaidi.
Kami tidak memasak.
(94) Isma : Madaho fumamu welambu mani barangka.
Isma : Nanti makan di rumah kami saja kalau begitu.

Konteks : Rani pergi ke rumah tetangganya bernama Rani, menyakan apa yag
mereka masak.

(95) Intan : Ando meafamu ?


Kalian sedang apa?
(96) Fia : Taoma insaidi.
Fia : Kami akan makan.
(97) Gusna : Taolodo insaidi.
Gusna : Kami akan tidur.

Konteks : Intan yang datang ke rumah Fia dan Gusna menanyakan apa yang
sedang mereka lakukan pada siang hari.

(98) Iman : Ane bhe kahanda omedahamai hintu mu ?


Kalau ada setan bagaimana kalian?
(99) Jua : Tamode insaidi.
Kami akan berteriak.
(100) Julu : Tamulei insaidi.
Kami akan lari.

Konteks : Iman, Jua,Julu dan kawan-kawannya sedang bercerita di gapura


rumah dan Iman menanyakan bagaimana seandainya jika mereka melihat hantu yang
ditanggapi dengan berbagai reaksi dari teman-temannya.

(101) Cia : Lahaae malahie boku no fokoamau ?


103

Siapa yang ambil buku paman ?


(102) Ima : Taalahie insaidi boku miinamo tipakeno.
Kami yang ambil buku yang sudah tidak terpakai.

Konteks : Cia bertanya kepada sepupunya bernama Ima tentang buku yang
ada di rumah paman mereka.

(103) Andri : Lahae ghumolino lambuno kapala desa ?


Siapa yang membeli rumah kepala desa ?
(104) Emi : Tagholie insaidi lambuno.
Kami membeli rumahnya.

Konteks : Andri bertanya kepada Emi siapa yang telah membeli rumah kepala
desa dan secara kebetulan ternyata Emi dan istrinya yang membeli ruamh tersebut.

(105) Hera : Negholiangkomo hae ina mu nomaigho wedaowa ?


Dibelikan apa kalian oleh ibu mu dari pasar ?
(106) Nada : Negholikasami kabhaku inaku.
Ibuku membelikan kami ole-ole.
(107) Hera : Kasaha, inaku miina negholi kanau.
Enaknya, ibu ku tidak membelikanku.

Konteks : Nada dan adiknya dibelikan ole-ole oleh ibunya dari pasar,
sedangkan Hera tidak dibelikan oleh ibunya.

(108) Rendi : Naesumbelekasami membe fokoamauku.


Paman kami sedang menyembelikan kami kambing.

Konteks : Rendi dan keluarganya di sembelihkan kambing oleh pamannya.

(109) Kiki : Omowule gara ?.


Apakah kamu capek?
(110) Mita : Miinahi, hintu miina omofanaha mepake bhadhu aitu?
Tidak, Kamu tidak kepanasan pakai baju itu?
(111) Kiki : Afanaha dua pada.
Saya kepanasan.
104

Konteks : Kiki menyakan keadaan Mita melihat Mita nampak capek


dan sebaliknya Mita yang menanyakan keadaan Kiki yang memakai baju tebal
dicuaca panas.
(112) Acing : Omegholi bhathu gara ?
Apakah kamu akan membeli baju?
(113) Nada :Umbe, Omeghondohi hae gara itu?
Iya, apakah yang sedang kamu cari?

Konteks : Acing dan Nada bertemu di pasar tradisional.

(114) Mursalin : Okumala nehamai ihintu ?


Kemana kamu akan pergi?
(115) Uma : Amangkafi hintu pada.
Saya mengikuti mu.
(116) Mursalin : Koemo kune akuamala bhe sabhangkahiku idi.
Jangan, saya akan pergi dengan teman-teman saya.
(117) Uma : Orumunsa kanau gara ?
Apakah kamu akan meninggalkan saya?

Konteks : Uma ingin mengikut kemana kakaknya Mursalin pergi tetapi


Mursalin tidak mengizinkannya.

(118) Ibu : Ghondogho deki boku no aimu.


Kamu liatkanlah buku adikmu
(119) Ubo : Noteihe nehamai gara ?
Dia simpan dimana ?
(120) Ibu : Takapihighomo kune.
Carikan saja.

Konteks : Ibu menyuruh Ubo untuk mencarikan buku adiknya.

(121) Ibu : Alagho pirino amamu.


Kamu ambilkanlah piring bapakmu.
(122) Risna : Oama padamo nofuma kune.
Ayah sudah makan.

Konteks : Ibu menyuruh Risna mengambilkan ayah piring untuk makan, tetapi
tenyata ayahnya sudah makan.
105

(123) Ayah : Okumala nehamai ?


Kamu mau kemana ?
(124) Awal : Akumala te lambuno sabangkaku.
Saya akan pergi ke rumah sahabatku.
(125) Ayah : Komekala-kala dhaganigho kadaowano fokoinaumu.
Jangan kemana-mana kamu jagakanlah jualan bibimu.

Konteks : Ayah melarang Awal untuk pergii ke rumah temannya karena Awal
harus menjagakan jualan bibinya.

(126) Aman : Oalae gara doino inamu ?


Apakah kamu mengambil uang ibumu?
(127) Irman : Noafa ofotumbugho inodi ?
Kenapa kamu menuduh saya ?
(128) Aman : Afena kaawu kune ?
Saya tanya saja.

Konteks : Aman bertanya kepada keponakannya apakah dia yang telah


mengambil uang ibunya yang hilang.

(129) Fia : Indewi nopesua dahu welo lambuku ?


Kemariin najing masuk dalam rumah ku.
(130) Agung : Ohambae gara dahu anagha ?
Apakah kamu mengusir anjing itu?
(131) Fia : Umbe, aghompaliane kontu.
Iya, saya lemparkan batu.

Konteks : Fia menceritakan kepada Agung tentang seekor anjing yang masuk
di dalam rumanya yang diusirnya dengan melemparkan batu.

(132) Anto : Kaghighitono hulamu.


Hitamnya muka mu.
(133) Dami : Umbe pada, rampahano akala aempali-mpali we tehi.
Iya memang, karena saya pergi jalan-jalan di pantai.
(134) Anto : Okala mempali-mpali nehamai ga ?
Kamu pergi jalan-jalan dimana ?
(135) Dami : Akala empali-mpali we walengkabola.
Saya pergi jalan-jalan ke walengkabola.
(136) Anto : Kakodohono kakalahimu.
Tempat pergimu jauh.
106

Konteks : Anto bertanya kepada teman sekelasnya bernama Dami kenapa


wajahnya menjadi hitam ternyata Dami pergi jalan-jalan ke tempat wisata pantai
Walengkabola.

(137) Hamit : Omowule:mu gaaraihintoomu ?


Apakah kalian kecapean ?
(138) Agus : Umbe, andotapasda tapogolu.
Iya, kami baru selesai bermain bola.
(139) Hamit : Maka ofotalo mu ?
Terus, apa kalian menang ?
(140) Agus : Minahi.
Tidak.
(141) Anti : Omogharo:mu hadae pata katalomu?
Kalian semua kelaparan mungkin makanya kalian kalah.
(142) Hamit : Tobisa-bisara mo dua hintu.
Kamu bicara sembarang saja.

Konteks : Hamit menanyakan kepada Agus dan kawan-kawan apakah mereka


capek ternyata Agus dan kawan-kawan baru saja selesai bermain sepak bola yang
diledek oleh Anti karena mereka kalah.

(143) Gusna : Omerabu:mu sanggara gara?


Apakah kalian membuat pisang goreng.
(144) Rian : Umbe, mai fenami deki !
Iya, mari rasa dulu.

Konteks : Gusna berkunjung ke rumah Rian yang sedang membuat pisang


goreng.

(145) Abi : Ometampoli:mu kauso gara ?


Apakah kalian menjahit sepatu?
(146) Anjes : Umbe, nowia bhela.
Iya, karena sobek.

Konteks : Abi menanyakan kepada Anjes yang sedang menjahit sepatu.

(147) Tami : Oparaso:mu we daoano Mabodo gara?


Apakah kalian berjualan di Pasar Mabodo?
107

(148) Sarti : Umbe, taparaso netatu.


Iya, kami berjualan disitu.

Konteks : Tami bertanya kepada Sarti apakah Sarti berjualan di pasar Mabodo.

(149) Wawan : Osipuli:mu indefie gara ?


Kapankah kalian pingsan?
(150) Ija : Aniini.
Tadi.
(151) Wawan : Noafa rampahano ?
Karena apa ?
(152) Ija : Minna amoma bhe tumbaku kune.
Saya tidak makan saya sakit maag.

Konteks : Wawan bertanya kepada Ija mengapa dia pingsan.

(153) Rendi : Utaligho:mu dhambuno inamu !


Kalian petiklah jambu nenekmu !
(154) Eta : Nowolomo kune, padamo noutaliogho wutono.
Sudah habis, dia sudah memetiknya sendiri.

Konteks : Rendi sebagai paman Eta memerintahkan Eta untuk memetikan


jambu milik ibu Eta.

(155) Nada : Fekanggelahigho:mu lambuno awaomu !


Kailan bersihkanlah rumah nenek kalian!
(156) Utu : Umbe.
Iya.

Konteks: Nada sebagai tante Utu memerintahkan Utu untuk membersihkan


rumah nenek Utu.

(157) Kiki : Ohulabhe:mu gara membe mani ?


Apakah kalian melempar kambing kami?
(158) Ria : Daeha tigho nofuma roono mafusau mani.
Bagaimana dia sering memakan daun ubi kayu kami.

Konteks : Kiki bertanya kepada Ria yang apakah Ria melempar kambing
miliknya.
108

(159) Fia : Otobhe:mu gara paeno awaku ?


Apakah kalian menuai padi kakekku?
(160) Sali : Umbe.
Konteks : Fia bertanya kepada Sali apakah dia menuai padi milik kakeknya.
(161) Idris : Nokala nehami gara a Puli ?
Pergi kemanakah la Puli ?
(162) Opin : La Puli nokala we karuku, rampahano anoa naghumondo
katandono.
La Puli pergi ke hutan, karena dia akan menengok jeratnya.
(163) Idris : Noafa dua miina nobhasi kanau bhela.
Kenapa juga dia tidak mengajak saya.
(164) Opin : Pabheangkomo itu pada.
Tidak tau juga.

Konteks : Idris yang berkunjung ke rumah sahabatnya La Puli ternyata La Puli


pergi ke hutan, kakak La Puli yang bernama Opin memberitahukan itu kepada Idris.

(165) Ibunya Aris : Ihintu ome fongkora oeno kadada, maka ai neafa
anao ?
Kamu memasak air sayur, lalu adik mu melakukan apa ?
(166) Aris : Naeinsu ghai anao.
Dia akan memarut kelapa.
(167) Ibunya Aris : Pobhage mu karadha itu pada.
Kalian berbagi pekerjaan.
Konteks : Ibu bertanya kepada Aris apa yang dilakukan adik Aris
sementara Aris sedang menyiapkan air sayur.
(168) Dian : Nelate nehamai gaara ai mu padano gumano itu ?
Tinggal dimanakah adikmu yang sudah menikah itu ?
(169) Intan :Ando nekapihi kafolate anoa.
Diasedang mencari anak tinggal.

Konteks : Dian yang bertanya kepada Intan diaman adik Intan tinggal.

(170) Bastian : Lahae kamole lambu mu ini ?


Siapa yang mengecat rumah mu ini ?
(171) Hadini : Nokamolae anoa lambumani.
Dia yang mengecat rumah kami.
109

Konteks : Bastian yang berkunjung ke rumah Hadini dan melihat rumah


Hadini telah berganti cat sehingga dia menyakannya.

(172) Lina : Nobhasie anoa sabhangkaku.


Dia yang memanggil temanku.
(173) Rina : Nobhasie nokala nehamai ?
Dia dipanggil kemana ?
(174) Lina : Dakumala we daowa maka miina nobhasi kanau.
Mereka ke pasar tapi saya tidak diajak.
Konteks : Lina menceritakan kepada Rina bahwa sahabatnya diajak
oleh orang lain.

Sedangkan dalam bentuk insan dapat dilihat dalam data berikut:

(175) Ari : Dekuliah nehamai ando wa Tami bhe wa Tari ?


Kuliah dimanakah Tari dan Tami ?
(176) Bapak Tami & Tari : Wa Tari bhe wa Tami dopindalo dekuliah we
kandari. Andoa doradhi dopoguru.
Wa Tari dan Wa Tami ingin berkuliah di Kendari. Mereka rajin belajar.
Konteks : Ari adalah sepupu Tami dan Tari, dia bertanya kepada pamannya
kemanakah kedua sepupunya itu akan kuliah.
(177) Anto : Dokala nehamai andoa tatu ?
Kemanakah mereka itu ?
(178) Bila :La Aris, La Awan, bhe La Awal dokala we napabhale. Andoa
dae mpali-mplai.
La Aris, La Awan, dan La Awal pergi ke napabhale. Mereka ingin jalan-jalan.

Konteks : Anto bertanya kepada Bila yang merupakan adik Aris kemanakah
Aris dan kawan-kawannya akan pergi.

(179) Sarti : Deafa gara andoa tatu ?


Sedang apakah mereka itu ?
(180) Asni : Daetobha medawa andoa. Ane ando a Roni itu deafa ?
Mereka akan menggali ubi jalar. Kalau meeka Roni itu sedang
apa ?
(181) Sarti : Daetunu kenta morindi andoa.
Mereka akan membakar ikan gabus.
110

Konteks : Mereka berbagi tugas di kebun, Sarti menanyakan apa yang


dilakukan oleh keluarganya Asni kemudian menjelaskan bahwa keluarganya sedang
menggali ubi jalar, lalu sebaliknya Asni bertanya kepada Sarti apa yang dilakukan
Roni dan kawan-kawan yang merupakan kakak dari Sarti, Sartipun menjelaskan
bahwa mereka sedang membakar ikan.

(182) Leo : Doria siaghi andoa maitu.


Mereka itu ribut sekali.
(183) Awal : Katirorogundomo pada.
Makanya mereka dimarahi.

Konteks : Leo dan Awal adalah tetangga kelas di sekolah menengah atas. Leo
mengeluhkan teman-teman kelas Awal yang ribut, Awal pun memberitahukan bahwa
karena hal itulah mereka dimarahi.

(184) Hera : Dorato indefie pisahi mu itu ?


Kapankah mereka datang para sepupumu itu ?

(185) Alun : Doratao indewi we kandari andoa.


Mereka tiba kemarin di Kendari.

Konteks : Hera bertanya kepada Alun kapankah sepupu-sepupu Alun itu


sampai dari Kendari.

(186) Nada : Mealanda kotupa so anahihimu!


Ambilkanlah ketupat untuk anak-anakmu!
(187) Eta : Koemo, tarimakasih.
Tidak usah terimakasih.
Konteks : Saat acara baca-baca selesai di rumah Nada, Nada menawarkan
kepada Eta yang merupakan tetangganya yang ikut dalam acara tersebut untuk
mengambil ketupat namun Eta menolaknya.
(188) Kakek : Mefonisianda ghai tatu sondoawahihiku.
Panjatkanlah kelapa itu untuk cucu-cucuku.
(189) Rendi : Umbe.
Iya.
111

Konteks : Kakek yang melihat kelapa meminta tolong Rendi untuk memetikan
kelapa untuk cucu-cucunya.
(190) Samsul : Koidawando kahende.
Pohon jati mereka subur.
(191) Yana : Lahando kabhari sepaliha.
Lahan mereka banyak sekali.

Konteks : Samsul dan Yana sedang membicarakan tentang tetangga mereka


yang memliki pohon jati dan lahan yang banyak.

(192) Ningsih : Lahae gara rumakono adharahimu ?


Siapakah yang telah menangkap kuda kalian ?
(193) Rendi : Dorakoe andoa adharamani.
Mereka yang menangkap kuda kami.
(194) Ningsih : Dokasibue dua andoa pada kadawa inaku.
Mereka juga yang telah mencuri semangka ibuku.
(195) Rendi : Kaneahindomu watua.
Kebiasaan mereka itu.

Konteks : Ningsih dan Rendi saling menceritakan tentang kejahatan yang


dibuat oleh sekelompok anak muda di kampung mereka.

3. Data Rekaman
(196) Mursalin : Ihintumu ga kumarathano lambundo ini ?
Mursalin : Kalian kah yang mengerjakan rumah mereka ini ?
(197) La Isa : Umbe, do bhantu kasami andoa itu.
La Isa : Iya, dibantu mereka itu.

Konteks : Percakapan pada kalimat (198) dan (199) terjadi ketika


Mursalin sedang yang bertanya sesuatu pada La Isa yang bekerja membuat pondasi
rumah.

(198) Pak Tani : Ihintumu ga maino ?


Pak Tani : Ternyata kalian yang datang?”
(199) Polisi : Umbe.
Polisi : Iya.
Konteks : Percakapan pada data (200) dan (201) terjadi ketika
Pak Tani setelah menemuni tamunya yakni pak Polisi.
112

(200) Imam : Ingka daebasamo ini ?


“Imam : kita mulai mi ini ?”
(201) Tuan Rumah : Terserahmo naitu.
“Tuan Rumah : Terserah disitu.”

Konteks : Data (200) dan (201) terjadi percakapan ketika Imam menanyakan
acara akan segera dimulai pada Tuan rumah.

(202) Imam : Basa kaetamo thoa.


“Imam : Bacakan kita doa.”
(203) Jama’ah : Naitumo.
“Jama’ah : Di situ saja.”

Konteks : Data (202) dan (203) terjadi percakapan ketika Imam


mempersilahkan (seorang jama’ah) untuk membaca do’a penutup setelah selesai
mengerjakan shalat Jum’at.

(204) La Kapokapoluka bhe La Ndolandoke deladu kalei. Andoa


dopoghawa seminggu sepaku so detula-tulagho kalei kaladuno.
“La Kapokapoluka dengan landolandoke menanam pisang. Mereka bertemu
seminggu sekali untuk meceritakan kondisi pisang yang ditanam.”
(205) Harimau bhe membe doposabhangka. Andoa dokala dekapihi kafuma
rudua.
“Harimau dan kambing berteman baik. Mereka selalu mencari makanan
berdua.”
113

Daftar Informan

1. Nama : La Sarata
Umur : 69 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SLTA
Status : Tokoh Adat
Alamat : Desa Kontunaga
2. Nama : Mursalin
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Status : Tokoh Agama
Alamat : Desa Kontunaga
3. Nama : La Sariati
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Kuli
Pendidikan : SMA
Status : Tokoh Masyarakat
Alamat : Desa Kontunaga
114

4. Nama : Arwin
Umur : 29 tahun
Perkerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Status : Tokoh Pemuda
Alamat : Desa Kontunaga

Anda mungkin juga menyukai