Wacana berasal dari bahasa sanskerta, yaitu vacana, yang berarti bacaan.
Kata wacana kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa
Baru, yang berarti ‘bicara, kata, dan ucapan’. Lalu diserap ke dalam bahasa
Indonesia yang berarti ‘ucapan, percakapan, kuliah’. Kata wacana selanjutnya
dipakai sebagai terjemahan kata discourse dalam bahasa Inggris. Lebih lanjut
dinyatakan oleh Baryadi bahwa istilah wacana dan discourse dipakai dalam
istilah linguistik, yang berarti satuan langual yang berada di atas satuan
kalimat.1
1
DR. Arifin, M. Pd, Modul Teori Dan Aplikasi Analisis Wacana, (Singaraja, Program studi Pendidikan
Bahasa Pascasarjana UNDIKSHA, 2012) hal 6-7
linguistik. Sedangkan teks adalah urutan ekspresi-ekspresi linguistik yang
terstruktur dan membentuk suatu keseluruhan secara terpadu.
4. Samsuri menyatakan bahwa wacana merupakan rekaman kebahasaan yang
utuh tentang peristiwa komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Apapun
bentuknya, wacana mengamsusikan adanya penyapa (addressor), dan pesapa
(addresse). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan
pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis,
sedangkan pesapa adalah pembaca. Wacana mempelajari bahasa pemakaian,
jadi kajian wacana bersifat pragmatik.
5. Rani dkk. Merumuskan bahwa wacana merupakan satuan bahasa diatas
tataran kalimat yang digunakan untuk bekomunikasi dalam konteks sosial.
Wacana dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran, bentuk lisan atau tulisan,
serta dapat bersifat transaksional maupun interaksional. Dalam peristiwa
komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antara penyapa dan pesapa. Sedangkan dalam komunikasi tulisan,
wacana merupakan hasil pengungkapan ide atau gagasan penyapa.
6. Taringan mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi diatas kalimat atau klausa dengan koherensi
(keutuhan kalimat-kalimat penjelas dalam mendukung kalimat utama) dan
kohesi (pembentuk keutuhan teks dalam sebuah wacana) yang tinggi, serta
berkesinambungan memiliki awal dan akhir yang secara nyata disampaikan
secara lisan maupun tulisan. Untuk memperjelas konsep wacana sebagai
satuan bahasa terlengkap diatas kalimat atau klausa, Taringan
menggambarkan kedudukan wacana dibandingkan kedudukan bahasa yang
lain sebagai berikut.
WACANA
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem
Fonem
Sementara itu, ditinjau dari segi data yang dianalisis, Wahab mengatakan
bahwa data yang digunakan dalam kajian linguistik formal berbeda dengan
2
Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M. Pd., ANALISIS WACANA:Kajian Teoritis dan Praktis, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015) hal 2-4
data yang digunakan dalam kajian analisis wacana. Data analisis bagi para
pakar linguistik formal berupa kalimat yang mencerminkan “feature” suatu
bahasa. Bahkan ada kalanya, para pakar gramatika dalam linguistik formal
tersebut sengaja menciptakan kalimat-kalimat sendiri sebagai contoh untuk
dianalisis. Sedangkan di sisi lain, data yang digunakan dalam analisis wacana
didasarkan pada penggunaan bahasa dalam komunikasi yang sesungguhnya,
bukan diciptakan oleh analisis yang bersangkutan. Dengan demikian, hasil
analisis wacana akan menggambarkan fakta tentang penggunaan bahasa
dalam komunikasi yang sesungguhnya pula.3
3
Ibid, Dr. Nurlaksana hal 4-6
Secara lebih konkret, Wahab mengemukakan bahwa analisis wacana
memiliki peranan yang penting dalam proses belajar bahasa, terutama dalam
kaitan dengan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yakni
keterampilan-keterampilan menulis dan bertutur kata. Sementara itu, Rani
mengemukakan bahwa analisis wacana sangat membantu dalam analisis
percakapan anak-anak. Dengan analisis wacana akan ditunjukkan pola
perilaku dan kompetensi anak-penutur dalam melakukan kegiatan berbahasa
(percakapan). Pola perilaku dan kompetensi ini sangat penting bagi guru
bahasa yang mengajar anak-anak, khususnya dalam pembelajaran bahasa yang
menggunakan pendekatan komunikatif. Hasil analisis percakapan dapat dapat
digunakan sebagai dasar untuk menentukan kemampuan dasar yang telah
dikuasai oleh anak, sebab deskripsi hasil analisis wacana percakapan anak-
penutur merupakan perwujudan pemerolehan kompetensi komunikatif anak-
anak.4
B. Jenis-jenis Wacana
5
Ibid, DR. Arifin hal 13-14
Terdapat beberapa sudut pandang yang digunakan oleh seseorang untuk
mengklasifikasikan jenis-jenis wacana. Melalui beberapa sudut pandang
tertentu, wacana dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
- Wacana Tulis
Wacana tulis tidak menghadirkan penulis dan pembaca pada satu tempat
yang sama, berbeda halnya dengan wacana lisan. Penulis dan pembaca
wacana tulis tidak dapat berkomunikasi secara langsung, sehingga pesan yang
yang ingin disampaikan oleh penulis harus dibahasakan dengan baik dan
benar agar dapat tertangkap oleh pembaca dengan baik.
- Wacana Lisan
- Wacana Monolog
6
Drs. Josep Hayon, M. Hum., Membaca dan Menulis Wacana (Petunjuk Praktis bagi Mahasiswa),
(Jakarta: PT Grasindo, 2007) hal 40-43
mempunyai kebebasan untuk menggunakan waktunya, tanpa diselingi oleh
mitra tuturnya. Jadi, komunikasi berjalan searah, tidak ada yang menjawab
ujaran ini.
- Wacana Dialog
- Wacana Verbal
- Wacana Non-Verbal
Asumsi dasar metode analisis isi adalah bahwa isi atau muatan suatu teks
dipandang sebagai hasil proses komunikasi yang distrukturkan seperti siapa,
berkata tentang apa, pada saluran mana, kepada siapa, dan pada efek yang
bagaimana. Asumsi ini oleh Merten dikatakan bahwa isi suatu teks
ditransportasikan oleh komunikator melalui media tertentu ke komunikan atau
penerima isi teks.
Tujuan metode analisis isi ini adalah untuk menguraikan dalam rangka
menyimpulkan isi proses komunikasi dengan cara mengidentifikasi
karakteristik tertentu pada pesan-pesan yang jelas secara objektif, sistematis,
dan kuantitaif.
1. Penentuan materi
2. Analisis situasi sumber teks
3. Pengarakteran materi secara formal
4. Penentuan arah analisis
5. Menentukan diferensiasi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab sesuai
dengan teori yang ada
6. Penyeleksian teknik-teknik analisis
7. Pendefinisian unit-unit analisis
8. Analisis materi
9. Interpretasi
b. Metode Etnografi
Kajian hubungan bahasa dengan budaya merupakan titik awal
dicetuskannya metode etnografi dalam analisis wacana. Para pakar budaya
tidak membantah bahwa bahasa itu berada dalam konteks budaya dan tetap
membuka kemungkinan mengenai penjelasan hubungannya dengan budaya,
apakah bahasa berfungsi sebagai ungkapan budaya atau apakah bahasa bisa
ditentukan oleh sifat-sifat nonlinguistik. Metode etnografi mencoba memberi
penjelasan secara lengkap tentang makna dan perilaku yang tertanam dalam
sebuah struktur nilai, tindakan, dan norma yang luas.
Adapun tujuan metode etnografi dalam analisis wacana adalah
menginterpretasikan teks berdasarkan latar belakang struktur budaya atau
menggunakan teks sebagai alat untuk mengkonstruksi budaya masyarakat.
Oleh Hymes dikatakan bahwa dalam menggunakan metode etnografi kita
harus tahu pola-pola apa yang ada dalam konteks apa, bagaimana, di mana,
dan kapan pola-pola itu muncul.
Penekanan pada metode etnografi adalah pada pengumpulan data.
Pengumpulan data yang penting adalah dengan metode observasi partisipan.
Dalam analisis data dengan metode etnografi ini tak bisa terpisah dengan
metode pengumpulan datanya. Dalam analisis teks, cara kerja metode
etnografi ini dengan cara mengajukan pertanyaan mengenaik teks yang
dianalisis. Selain itu, dengan metode etnografi, konteks merupakan hal yang
sangat penting karena konteks di sini tidak hanya konteks linguistik tetapi
juga konteks nonlinguistik yang bersifat situasional.
c. Metode Semiotik
Metode semiotik ini pertama kali dicetuskan oleh Greimas. Asumsi dasar
teorinya berpangkal pada pemahaman semiotik terhadap komunikasi.
Komunikasi terdiri atas proses-proses semiotik, yaitu hubungan antara tanda
(sign) dan petanda (signfield) melalui makna. Menurut Peice, hubungan antara
tanda dan petanda bersifat konvensional, komponen makna menjadi perantara
antara penanda dan petanda.
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari
sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai
tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai ilmu tanda (sign) dan segala yang
berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain,
pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Menurutnya ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai
bahan kajian untuk semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda
bauan, komunikasi rabaan, kode-kode cecapan, paralinguistik, semiotik
medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang diformalkan,
bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi
visual, sistem objek, dan sebagainya. Semiotika di bidang komunikasi pun
juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek penelitian, seperti
pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda non verbal,
film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.
Berdasarkan metode ini, teks yang dianalisis dipandang sebagai sitem
tanda yang selalu terdiri atas:
1. Struktur lahir/luar (surface structure) pada tataran kata dan sintaksis.
Struktur ini merupakan bentuk teks yang segera bisa dikenali dan siap
diakses.
2. Struktur batin/dalam (deep structure) yang memiliki makna mendasar
(underlying meaning). Struktur batin merupakan sistem dasar nilai
mendasar yang disematkan dalam sebuah teks dan sitem ini terdiri atas
norma, nilai, dan sikap yang bersifat universal.
Selain enam peran aktan tersebut, ada juga dua pengaruh lain yang dapat
menentukan alur cerita yaitu ruang dan waktu. Oleh Greimas, kedua pengaruh
tersebut sebagai isotop. Isotop ruang mengkategorisasikan lingkungan tempat
terjadinya cerita. Isotop waktu mengkategorisasikan pada psoses waktu masa
lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Tugas analisis semiotik naratif
adalah menguraikan keenam aktan dan isotop tadi selama berlangsungnya
narasi.
Oleh Teun Van Dijk dinyatakan bahwa agenda utama analisi wacana
kritis adalah mengungkap bagaimana kekuasaan, dominasi, dan
ketidaksetaraan yang dipraktikan, direproduksi atau dilawan oleh teks tulis
serta perbincangan dalam konteks sosial dan politik. Analisis Wacana Kritis
mengambil posisi non-konformis atau melawan arus dominasi dalam
kerangka besar untuk melawan keadilan sosial.
h. Metode Framing
Analisis Framing adalah bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian
tentang wacana persaingan antarkelompok yang muncul atau tampak di
media. Dikenal konsep bingkai, yaitu gagasan sentral yang terorganisasi, dan
dapat dianalisis melalui dua turunannya, yaitu simbol berupa framing device
dan reasoning device. Framing device menunjuk pada penyebutan istilah
tertentu yang menunjukkan julukan pada satu wacana. Sedangkan reasoning
device menunjuk pada analisis sebab-akibat.
Latar Penelitian ini adalah teks-teks berita yang terdapat pada surat kabar,
yang merupakan wahana interaksi antara media surat kabar dan khalayak
didalam memahami berbagaai fenomena pemosisian perempuan di dalam
wacana surat kabar. Lebih khusus, latar penelitian ini ialah wacana berita yang
berisi tentang perempuan pekerja yang mengalami tindakan kekerasan dari
majikannya.
8
Ibid, DR. Arifin hal 103-113
c. Metode Penelitin
d. Pertanyaan Penelitian
Sumber utama penelitian ini adalah 18 berita yang diambil dari surat
kabar Rakyat Merdeka, KOMPAS, dan Republika. Tiap-tiap surat kabar
dipilih enam berita yang berkaitan dengan kekerasan terhadap pekerja
perempuan yang terbit antara Januari-Juni 2006.
Adapun berita yang dipilih untuk dianalisis seperti berita yang berkaitan
dengan isu pelecehan, kekerasan fisik dan seksual yang mengacu pada
pendapat J.M.D. Kremer dan J. Marks, yang menyebutkan bahwa pelecehan
dan kekerasan fisik dan seksual terdiri atas godaan verbal dan gangguan fisik.
1. Pengumpulan data dari tiga surat kabar yang berbeda khalayak dan nilai-
nilai yang diembannya.
2. Penerapan analisis wacana kritis dengan kerangka analisis wacana kritis
Fairclough, maka pemaknaannya bersifat paradigmatis yaitu setiap tanda
dianggap memiliki makna sendiri-sendiri sesuai dengan konteksnya.
Prosesnya adalah menganalisis strategi wacana yang digunaan oleh ketiga
surat kabar tersebut di dalam memberitakan pekerja perempuan yang
mengalami kekerasan dari majikannya.
3. Melakukan pemaknaan secara komprehensif untuk menemukan posisi
perempuan di dalam wacana surat kabar, motif, serta bentuk
perepresentasiannya.9
DAFTAR PUSTAKA
9
Dr. Aris Badara, M. Hum., ANALISIS WACANA: Teori, Metode, dan Penerapannya pada wacana
media, (Jakarta: Kencana, 2012) hal 61-75
Arifin, DR. 2012. Modul Teori Dan Aplikasi Analisis Wacana. Singaraja, Program
studi Pendidikan Bahasa Pascasarjana UNDIKSHA.
Badara, Aris. 2012. ANALISIS WACANA: Teori, Metode, dan Penerapannya pada
wacana media. Jakarta: Kencana.
Hayon, Josep Hayon. 2007 Membaca dan Menulis Wacana (Petunjuk Praktis bagi
Mahasiswa). Jakarta: PT Grasindo.
Rusminto, Nurlaksana Eko. 2015. ANALISIS WACANA:Kajian Teoritis dan Praktis.
Yogyakarta: Graha Ilmu.