Anda di halaman 1dari 17

Makalah wacana dalam bahasa indonesia

Disusun oleh:
Anisa rukalidu

Nim:78820123/041

Semester: 1

Prodi:pendidikan bahasa Indonesia

Fakultas:keguruan dan ilmu pendidikan

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah mata kuliah "linguistik ".

Selawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad saw. yang
telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur'an dan sunah untuk keselamatan
umat di dunia.

Makalah ini merupakan satu di antara tugas mata kuliah linguistik di program studi
pendidikan bahasa Indonesia Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan pada
universitas iqra buru.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kmata


kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
maka itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Namlea,27 Januari 2024

Penulis__

DAFTAR ISI

Kata pengentar

Daftar isi

BAB1 : PENDAHULUAN..............................................!

A.latar belakang...............................................

B.rumusan masalah...........................................

BAB 2: PEMBAHASAN

A.pengertian wacana............. . ......................

B.kedudukan wacana.......................................
C.Ragam wacana.............................................

D.Alat pembentuk wacana.............................

E.PENYUSUNAN WACANA SEDERHANA DENGAN MEMPERHATIKAN KAIDAH


BAHASA

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar belakang
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan.
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi,
hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang
digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa
pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana
sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan
sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan
mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan
sebagainya. Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan
berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara
dan menulis. Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur


ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial
(konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan
nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran
kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa
adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian
nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna).

Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis.
Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah
percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media
komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.

Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya apa itu wacana dan memahaminya
supaya tidak terjadinya kesalah pahaman dalam pengertian wacana, maka dari itu
kami menbahas topik wacana.

2.Rumusan Masalah

Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini, maka kami


membatasi masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya:

Untuk mengetahui pengertian wacana?


Kedudukan Wacana?
Macam – macam Wacana?

BAB II

PEMBAHASAN

A.WACANA

1.Pengertian Wacana

Istilah Wacana secara etimologi, “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta


wac/wak/vak, artinya ‘berkata’, ‘berucap’ (Douglas, 1976:266). Bila dilihat dari
jenisnya, maka kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata
kerja golongan III parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan
ujaran’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana
yang muncul dibelakang adalah sufiks (akhiran), yang bermakna ‘membedakan’
(nominalisasi). Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai ‘perkataan’ atau ‘tuturan’.

Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuno-Indonesia karangan Wojowasito (1989:651),


terdapat kata waca yang berarti ‘baca’, kata u/amaca yang artinya ‘membaca’,
pamacan (pembacaan), ang/mawacana (berkata), wacaka (mengucapkan), dan
wacana yang artinya ‘perkataan’. Kata yang disebut terakhir digunakan dalam
konteks kalimat bahasa Jawa Kuno berikut: “Nahan wuwus sang tapa sama
madhura wacana dhara” (Demikian sabda sang pandita, ramah sikap dan
perkataananya).

Kata wacana secara umum mengacu pada artikel, percakapan, atau dialog,
karangan, pernyataan. Jika kita membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia maka
wacana adalah bahan bacaan, percakapan atau tuturan. Kata wacana digunakan
sebagai istilah yang merupakan padangan dari istilah discourse dalam bahasa
Inggris.

1.Wacana, Discourse, Discursus

Oleh para ahli linguis Indonesia dan negara-negara berbahasa Melayu lainya, istilah
wacana sebagai mana diuraikan diatas, dikenalkan dan digunakan sebagai bentuk
terjemahan dari istilah bahas Inggris ‘discourse’ (Dede Oetomo, 1993:3). Kata
discourse sendiri berasal dari bahasa Latin ‘discursus’ yang berarti ‘lari ke sana
kemari’, ‘lari bolak-balik’. Kata ini dituturkan dari ‘dis’ (dari/dalam arah yang berbeda)
dan ‘currere’ (lari). Jadi discursus berarti ‘lari dari arah yang berbeda’.
Perkembangan asal usul kata itu dapat digambarkan sebagai berikut.

Dis + curere → discursus → discourse (wacana)

Webster (1983:522) memperluas makna discourse sebagai berikut: (1) Komunikasi


kata-kata, (2) ekspresi gagasan-gagasan, (3) risalah tulis, ceramah dan sebagainya.
Penjelasan itu mengisyaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata, kalimat,
atau ungkapan komunikatif, baik secara lisan maupun tulisan.

Unsur pembeda antara ‘bentuk wacana’ dengan ‘bentuk bukan wacana’ adalah pada
ada tindakanya kesatuan makna (organisasi semantis) yang dimilikinya. Oleh
karenanya, kriteria yang relatif paling menentukan dalam wacana adalah keutuhan
maknanya. Ketika seseorang di suatu warung makan mengatakan:

“Soto, es jeruk, dua.”

Ucapan itu dapat dimaknai sebagai wacana karena mengandung keutuhan makna
yang lengkap. Keutuhan itu tersirat dalam hal-hal berikut: 1) urutan kata ditata
secara teratur, 2) makna dan amanatnya berkesinambungan, 3) diucapkan ditempat
yang sesuai (kontekstual), dan 4) antara penyapa dan pesapa saling dapat
memahami makna tuturan singkat tersebut (mutual intelligibility).

Menurut Harimurti Kridalaksana (1985:184), wacana adalah satuan bahasa


terlengkap dalam hirarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal atau satuan
bahas tertinggi dan terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk kata, karangan
utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata
yang membawa amanat yang lengkap. Adapun Samsuri (1988:1) memandang
wacana dari segi komunikasi. Menurutnya dalam sebuah wacana, terdapat konteks
wacana, topik, kohesi dan koherensi. Kohesi adalah adanya keterkaitan antar
kalimat. Sedangkan Koherensi adalah adanya keterkaitan antar ide-ide atau gagaan-
gagasan kalimat.

HG Tarigan (1987:27) mengemukakan wacana adalah satuan bahasa yang paling


lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang
baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat
disampaikan secara lisan atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat,
misalnya, dapat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada
keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.

Jadi, wacana adalah susunan ujaran yang merupakan satuan bahasa terlengkap
dan tertinggi, saling berkaitan dengan koherensi dan kohesi berkesinambungan
membentuk satu kesatuan untuk tujuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun
tulisan.

1.Kedudukan Wacana Dalam Satuan Kebahasaan

Dalam satuan kebahasaan atau hirarki kebahasaan, kedudukan wacana berada


pada posisi paling besar dan paling tinggi (Harimurti Kridalaksana, 1984:334). Hal ini
disebabkan wacana – sebagai satuan gramatikal dan sekaligus objek kajian
linguistik mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala
bentuk komunikasi.

Tiap kajian wacana akan selalu mengaitkan unsur-unsur satuan kebahasaan yang
ada dibawahnya, seperti fonem, morfem, frasa, klausa, atau kalimat disamping itu,
kajian wacana juga menganalisis makna dan konteks pemakaiannya. Untuk lebih
jelasnya, mari kita perhatikan bagan dibawah ini.

2.Bagan Kedudukan Wacana Dalam Satuan Kebahasaan

Bagan di atas menujukan bahwa semakin ke atas, satuan kebahasaan akan


semakin besar (melebar). Artinya, satuan kebahasaan yang ada di bawah akan
mencakup dan menjadi bagian dari satuan bahasa yang berada di atasnya.
Demikian seterusnya, hingga mencapai unit ‘wacana’ sebagai satuan kebahasaan
yang paling besar.

3.Ragam Wacana

Pengelompokan wacana bergantung pada sudut pandang yang digunakan. Dilihat


dari jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi dikenal ada wacana monolog,
dialog dan poligon. Sedangkan dilihat dari tujuan komunikasi, ada wacana deskripsi,
eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi. Sedangkan dari bentuk saluran yang
digunakan, dikenal wacana lisan dan tulisan. Berikut, penjelasan mengenai jenis-
jenis atau ragam wacana yang telah disebutkan tadi.

1.Jenis wacana dilihat berdasarkan jumlah peserta

Dalam wacana ini yang terlibat pembicaraan dalam berkomunikasi. Ada tiga jenis
wacana berdasarkan wacana jumlah peserta yang ikut ambil bagian sebagai
pembicaraan, yaitu monolog, dialog, dan polilog.

a.Wacana Monolog

Pada wacana monolog, pendengar tidak memberikan tanggapan secara langsung


atas ucapan pembicara. Pembicara mempunyai kebebasan untuk menggunakan
waktunya, tanpa diselingi oleh mitra tuturnya. Contoh dari wacana monolog adalah
ceramah, pidato.

b.Wacana Dialog

Kemudian, apabila peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan terjadi
pergantian peran (dari pembicaraan menjadi pendengar atau sebaliknya), wacana
yang dibentuknya disebut dialog. Contoh dari wacana dialog, adalah antara dua
orang yang sedang mengadakan perbincangan di sekolah. Situasinya bisa resmi
dan tidak resmi.

c.Wacana Polilog

Adapun apabila peserta dalam komunikasi itu lebih dari dua orang dan terjadi
pergantian peran, wacana yang dihasilkan disebut polilog. Contohnya adalah
perbincangan antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicaraan dan
pendengar. Situasinya pun bisa resmi dan tidak resmi.

2.Jenis wacana ditinjau dari tujuan berkomunikasi

Wacana berdasarkan tujuan berkomunikasi, diantaranya wacana argumentasi,


persuasi, eksposisi, deskripsi, dan narasi. Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan
kelima wacana tersebut.

a.Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha
mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang
dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logis dan emosional
(Rottenberg, 1988:9). Argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha
membuktikan suatu kebenaran. Lebih jauh sebuah argumentasi berusaha
mempengaruhi serta mengubah sikap dan pendapat orang lain untuk menerima
suatu kebenaran dengan mengajukan bukti-bukti mengenai objek yang
diargumentasikan itu. (Gorys Keraf, 1995:10) dilihat dari sudut proses berfikir adalah
suatu tindakan untuk membentuk penalaran dan menurunkan kesimpulan. Contoh
wacana argumentasi adalah :

Namun, yang menjadi kekawatiran adalah adanya efek negatif akibat dosis vitamin
dan mineral yang dikonsumsi secara berlebihan, terutama oleh mereka yang
memiliki kondisi tubuh yang sehat. Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa
multivitamin tidak terbukti dapat mencegah timbulnya suatu penyakit dan suplemen
vitamin juga tiadak bisa memperbaiki gizi yang buruk akibat pola makan yang
sembarangan. Bahkan meminum jenis vitamin dan mineral dalam dosis tinggi dalam
jangka waktu panjang bisa memicu resiko timbulnya penyakit tertentu. (Reader’s
Digest Indonesia, Oktober 2004).

b.Wacana Eksposisi

Wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima


(pembaca) agar bersangkutan memahaminya. Eksposisi adalah suatu bentuk
wacana yang berusaha menguraikan suatu objek sehingga memperluas pandangan
atau pengetahuan pembaca. Wacana ini digunakan untuk menjelaskan wujud dan
hakikat suatu objek, misalnya menjelaskan pengertian kebudayaan, komunikasi,
perkebangan teknologi, pertumbuhan ekonomi kepada pembaca.

Wacana ini juga menyajikan penjelasan yang akurat dan padu mengenai topik-topik
yang rumit, seperti struktur negara atau pemerintahan, teori tentang timbulnya suatu
penyakit. Ia juga digunakan untuk menjelaskan terjadinya sesuatu, beroprasinya
sebuah alat dan sebagainya. Contoh wacana eksposisi:

Agar diperoleh hasil maksimal, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Sebelum melakukan pemutihan gigi, pasien perlu terlebih dahulu didiagnosis kondisi
giginya, seperti enamel gigi harus bagus karena proses pemutihan berlangsung
pada enamel gigi.
Selain itu juga diperhatikan apakah gigi tersebut masih aktif atau tidak.

Setelah melakukan pembersihan gigi, baru dokter akan mengarahkan untuk memilih
produk yang sesuai untuk dipakai (“Tampilkan Gigi Putih Berseri”, Majalah Dewi
No.5/XIII).

b.Wacana Persuasi

Wacana persuasi adalah wacana yang bertujuan mempengaruhi mitra tutur untuk
melakukan perbuatan sesuai yang diharapkan penuturnya. Untuk mempengaruhi
pembacanya, biasanya digunakan segala daya upaya yang membuat mitra tutur
terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang
menggunakan alasan yang tidak rasional. Persuasi sesungguhnya merupakan
penyimpangan dari argumentasi, dan khusus berusaha mempengaruhi orang lain
atau para pembaca. Agar pendengar atau pembaca melakukan sesuatu bagi orang
yang mengadakan persuasi, walaupun yang dipersuasi sebenarnya tidak terlalu
percaya akan apa yang dikatakannya itu. Persuasi lebih mengutamakan untuk
menggunakan atau memanfaatkan aspek-aspek pesikologis untuk mempengaruhi
orang lain. Jenis wacana persuasi yang paling sering kita temui adalah kampanye
dan iklan. Contoh wacana iklan sebagai berikut.

“pakai Daia, lupakan yang lain. Dengan harga yang semurah ini, membersihkan
tumpukan pakaian kotor Anda, menjadi lebih bersih cemerlang”.

c .Wacana Deskripsi

Wacana deskripsi adalah bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek
atau suatu hal sedemikian rupa sehingga objek itu, sepertinya dapat dilihat,
dibayangkan oleh pembaca, seakan-akan pembaca dapar melihat sendiri. Deskripsi
memiliki fungsi membuat para pembacanya seolah melihat barang-barang atau
objeknya. Sebuah diskripsi mengenai rumah diharapkan menyajikan banyak
penampilan individu dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang
dapat dianalisis, seperti besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan
arsitekturnya.

Secara singkat deskripsi bertujuan membuat para pembaca menyadari apa yang
diserap penulis melalui panca indranya, merangsang perasaan pembaca mengenai
apa yang digambarkan, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek
yang dideskripsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan panca indra kita,
sebuah hamparan sawah yang hijau dan pemandangan yang indah, jalan-jalan kota,
tikus-tikus selokan, wajah seorang yang cantik molek atau seseorang yang bersedih
hati, alunan musik atau gelegar guntur dan sebagainya. Contoh:
Pada jeram pertama perahu besar berbalik arah, lalu memasuki jeram ketiga dengan
bagian buritan terlebih dahulu, sampai akhirnya… brak! Perahu menghantam batu
besar seukuran 4 x 3 meter, dan menempel pada batu dalam keadaan miring.
(“Jeram Maut,” Reader’s Digest Indonesia¸Oktober 2004).

d.Wacana Narasi

Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Pada wacana narasi
terdapat unsur-unsur cerita yang penting, seperti waktu, pelaku, peristiwa. Adanya
aspek emosi yang dirasakan oleh pembaca atau penerima. Melalui narasi, pembaca
atau penerima pesan dapat membentuk citra atau imajinasi. Contoh wacana narasi:

Sewaktu aku duduk di ruang pengadilan yang penuh sesak itu, menunggu perkaraku
disidangkan, dalam hatiku bertanya-tanya berapa banyak orang-orang hari ini di sini
yang merasa, seperti apa yang kurasakan bingung, patah hati, dan sangat kesepian.
Aku merasa seolah-olah aku memikul beban berat seluruh dunia di pundaku.

Jenis wacana dilihat dari bentuk saluran yang digunakan

Saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, bisa dibedakan menjadi wacana


lisan dan wacana tulisan. Wacana tulisan adalah rangkaian kalimat yang
ditranskripkan dari rekaman bahasa lisan. Adapun wacana tulis adalah teks yang
berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam tulis. Adapun contoh wacana
lisan, misalnya percakapan, khotbah (spontan), dan siaran langsung di radio atau
TV. Sedangkan wacana tulis dapat kita temukan dalam bentuk buku, berita koran,
artikel, makalah.

B.ALAT-ALAT PEMBENTUK WACANA

Alat-alat pembentuk wacana merupakan unsur-unsur yang membangun atau


membentuk wacana. Alat-alat pembentuk wacana itu juga disebut elemen-elemen
wacana. Perhatikan contoh wacana berikut.
Cara Mudah Melawan Sters

Kalau pikiran sedang jenuh, cobalah berjalan-jalan di taman. Jika anda suka,
berkebunlah. Hasil penelitian menunjukan bahwa bercengkraman dengan bunga-
bunga dan tanaman akan mampu meredam stres, rasa cemas, dan kegelisahan,
serta membangkitkan rasa bahagia.

Tidur, merupakan kesempatan terbaik bagi otak dan tubuh untuk beristirahat.
Pastikan anda cukup tidur malam, apabila tidak bisa coba penuhi dengan tidur siang
atau sekedar beristirahat di meja kerja anda. Tutup pintu, matikan lampu, dan
pejamkan mata, bayangkan anda berada di tempat yang tenang, damai, dan indah.

Setelah itu hadapi setres dengan belajar dan belajar. Mungkin saat sekolah kita
sering merasa pusing belajar, tetapi ternyata jika Anda sudah bekerja, kegiatan
belajar bisa jadi “pelarian” yang menyenangkan. Menurut American Jurnal of Health
Promotion, mengambil kursus-kursus selain memperluas wawasan berfikir juga
meningkatkan kesehatan jiwa.

Dari pada mengeluh, lebih baik Anda melihat segala sesuatu dari sisi positifnya.
Mereka yang percaya pada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia,
biasanya mampu melewati badai dalam hidupnya dengan lebih baik (diambil dari
Majalah Fit9/VII/September 2003).

Elemen-elemen yang terdapat dalam teks wacana contoh diatas, elemen yang
pertama adalah judul teks. Elemen kedua adalah tubuh teks. Tubuh teks terdiri dari 4
elemen, yaitu paragraf 1, paragraf 2, paragraf 3, dan paragraf 4.

Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi atau dalam wacana
itu sudah terbina yang di sebut adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur
yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif, akan terciptalah
kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.

Kekohensifan wacana itu dilakukan dengan mengulang kata pembaruan pada


kalimat (1) dengan kata pembaruan pada kalimat (2); serta mengulang frase
perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan kalimat (3). Adanya pengulangan unsur
yang sama itu menyebabkan wacana itu menjadi koherens dan apik. Namun,
pengulangan-pengulangan seperti di atas yang tampak kohesif, belum tentu
menjamin terciptanya kekoherensian. Jadi syarat terbentunya wacana apabila
adanya kohesif dan koherensi.
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi
kohesif antara lain.

Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat atau


menghubungkan paragraf dengan paragraf. Dengan penggunaan konjungsi ini,
hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan
dengan hubungan yang tanpa konjungsi. Contohnya: Raja sakit. Permaisuri
meninggal.

Pada contoh diatas, hubungan antar kalimat pertama dengan kalimat kedua itu tidak
jelas: apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab dan akibat, atau
hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misal diberi konjungsi, dan menjadi
kalimat sebagai berikut:

1.Raja sakit dan permaisuri meninggal.

2.Raja sakit karena permaisuri meninggal.

3.Raja sakit ketika permaisuri meninggal.

4.Raja sakit sebelum permaisuri meninggal.

5.Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.

6.Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal

Mengunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforsis.
Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforsis, maka bagian kalimat
yang sama tidak perlu di ulang, melainkan diganti dengan kata ganti itu. Maka oleh
karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut saling berhubungan.

Mengunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat
kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di ulangnya bagian yang sama,
maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif, dan penghilangan itu sendiri menjadi
alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat
juga dibuat dengan baebagai aspek semantik. Caranya, antara lain:

Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat


dalam wacana. Misalnya:
Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.
Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita bisa
berbicara.
Menggunakan hubungan generik – spesifik; atau sebaliknya spesifik – generik.
Misalnya:

Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya dan


akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.

Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu istirahat.

Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi
antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang menyambar
anak ayam.

Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak ketemu
nasi.

Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara kedua bagian kalimat; atau isi


antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.

Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus itu.

Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Misalnya:

Semua anaknya disekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.

Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu lintas


teratasi.

Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada
dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:
Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di tuduh
memacetkan lalulintas.
Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu tidak kenal
waktu, siang atau pun malam.

C.ANALISIS WACANA

Seperti dikatakan Stubbs (1983:1), analisis wacana merupakan suatu kajian yang
meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam
bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara alamiah adalah bahwa
penggunaan bahasa, seperti dalam komunikasi sehari-hari. Data dalam wacana
dapat berupa teks, baik teks lisan, maupun teks tulis. Teks merujuk pada bentuk
rangkaian kalimat atau ujaran. Istilah kalimat digunakan dalam ragam bahasa tulis,
sedangkan ujara digunakan untuk mangacu pada kalimat dalam ragam bahasa
lisan.
Dalam analisi wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip
analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah interpretasi berdasarkan konteks, baik
konteks linguistik maupun konteks nonlinguistik. Konteks non linguistik yang
erupakan koteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu,
ranah penggunaan wacana, dan partisipan.

Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan


pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Konteks yang diperhatikan
adalah yang paling relevan saja dengan situasi yang sedang berlangsung karena
pengalaman terdahulu sudah cukup membantu untuk memahami wacana.

Dalam analisis wacana juga terdapat istilah kohesi dan koherensi. Istilah tersebut
telah dibahas secara sekilas di awal. Kohesi mengacu pada hubungan antar bagian
dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai
pengikatnya. Untuk menghubungkan informasi antar kalimat. Contoh kata yang
digunakan, seperti kata selain, sebab, ini, itu, dan. Koherensi adalah kepaduan
gagasan antar bagian dalam wacana. Dalam sebuah wacana pada tiap kalimatnya
terdapat gagasan.

PENYUSUNAN WACANA SEDERHANA DENGAN MEMPERHATIKAN KAIDAH


BAHASA

Perhatikan contoh wacana berikut ini!

Di negara-negara maju, makanan untuk kebutuhan-kebutuhan khusus, seperti untuk


diet penurunan berat badan atau diet diabetes, sudah lazim dan bisa dengan mudah
diperoleh sehingga mereka yang tidak berdiet, tetapi sudah peduli pada
kesehatannya pun bisa memanfaatkan produk semacam ini. Mungkin sekarang ini
sudah saatnya pula anda memanfaatkan dengan cara mengkonsumsi produk
sejenis. Anda ingin sehat, bukan ? (diambil dari Majalah Fit No.9/VII/September
2003).

Dalam wacana tersebut, terdapat hubungan kohesi, misalnya terdapat kata


makanan untuk kebutuhan khusus seperti diet (kalimat 1). Pada kalimat-kalimat
berikutnya juga terdapat pengulangan-pengulangan kata tersebut, dengan
mengunakan kata produk macam ini (kalimat 3) atau produk sejenis (kalimat 4).
Pada wacana ini pun terdapat hubungan koherensi, yaitu terdapat kaitan makna
atau ide antara kalimat pertama dengan kalimat-kalimat berikutnya. Kalimat (2),
merupakan penjelasan dari kalimat (1), dan kalimat (3), merupakan penjelasan dari
kalimat (2). Begitu seterusnya.

Pada wacana tersebut, juga terdapat prinsip interpretasi lokal, misalnya terdapat
kata, negara-negara maju, sekarang. Sedangkan untuk prinsip interpretasi analogi,
pembaca wacana tersebut tentunya dapat meng interpretasi isi wacana tersebut
sesuai dengan pengalamannya dalam mengetahui tentang baiknya mengonsumsi
makanan berkalori rendah demi kesehatanya.

Demikianlah contoh wacana yang memiliki kohesi, koherensi, prinsip interpretasi


lokal dan prinsip interpretasi analogi didalamnya. Semoga anda dapat membuat
sebuah wacana yang memiliki kaidah-kaidah yang telah di jelaskan sebelumnya.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan.
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi,
hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang
digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa
pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana
sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan
sebagai pembicaraan.

Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa,
psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Wacana merupakan
satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.
Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis.

DAFTAR PUSTAKA
Anton M. Moeliono (ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Douglas, Mc. 1976. Sanskrit Dictionary. New York: Columbia University.

Keraf, Gorys. 1995. Eksposisi: Komposisi Lanjutan II. Jakarta: Grasindo.

Kridaklaksana, Harimurti. 1978. “Keutuhan Wacana” dalam Bahasa dan Sastra th. IV
No.1. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

——-. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

——-. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis
Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Oetomo, Dede. 1993. “Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana”, dalam


PELLBA 6. Yogyakarta: Kanisius.

Rosdiana, Yusi., dkk. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.

Rottenberg, Annette T. 1988. Elements of Arguments: A Text and Reader. New York:
A Bedford Books ST. Martin’s Press

Samsuri. 1988. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis. Chichago: The University at Chichago


Press.
Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

Webster. 1983. New Tweentieth Century Dictionary. USA: The World Publishing
Company.

Wojowasito. 1989. Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai