Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

WACANA BAHASA INDONESIA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Bahasa Sastra Indonesia


Dosen Pengampu : Bapak Abdul Mukhlis, M.Pd

Disusun oleh:
1. Tiara Aldis Kinarti 2320085
2. Uswatun Khasanah 2320087
3. Dhea Ananda Salsabella 2320090
4. Dianatul Muqtasidah 2320093
5. Thia Nur Rahmah 2320096

KELAS D
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman,
islam, dan kesehatan bagi kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “WACANA BAHASA INDONESIA” sesuai yang diharapkan. Tak lupa juga
sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang kelak kita nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah nanti.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Abdul Mukhlis, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Bahasa dan Sastra Indonesia atas tugas yang telah diberikan
semoga dapat menambah wawasan penulis tentang wacana Bahasa Indonesia.
Demikian kata pengantar dari penulis. Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan kepada para pembaca khususnya mahasiswa IAIN
Pekalongan, penulis harap makalah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun
penulis butuhkan untuk perbaikan makalah ini.

Pekalongan, 20 Oktober 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Internet merupakan salah satu kecanggihan teknologi untuk membantu
memenuhi kebutuhan manusia akan informasi yang selalu baru dari hari ke hari.
Internet dapat dimanfaatkan dalam segala bidang, untuk bidang pendidikan,
pemerintah, perbankan, penyuluhan kepada masyarakat, kesehatan, dan sebagainya.
Dengan adanya internet, kita dapat mencari informasi apapun yang ingin kita ketahui.
Salah satu informasi yang kita dapatkan dari internet adalah berita. 1
Berita merupakan laporan tentang suatu kejadian yang baru atau keterangan
yang terbaru tentang peristiwa. Berita ada yang disampaikan secara lisan dan tulisan.
Salah satu tempat dimuatnya berita dalam bentuk tulisan yaitu di sebuah majalah.
Majalah adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik,
pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca, dan menurut waktu
penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah bulanan, mingguan, dan
sebagainya.
Wacana yang baik adalah wacana yang harus memperhatikan hubungan
antarkalimat, sehingga dapat memelihara keterkaitan dan keruntutan antarkalimat.
Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa itu terdiri atas bentuk dan makna, hubungan
dalam wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hubungan bentuk yang disebut
kohesi dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi.
Wacana dapat dibagi menjadi dua macam yaitu wacana lisan dan wacana tulis.
Wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan
bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau ujaran. Untuk
wacana yang disampaikan secara tertulis, penyampaian isi atau informasi disampaikan
secara tertulis. Ini dimaksudkan agar tulisan tersebut dapat dipahami dan
diinterprestasikan oleh pembaca.
Hubungan antarkalimat dalam sebuah wacana tulis tersusun berkesinambungan
dan membentuk suatu kepaduan. Oleh karena itu, kepaduan makna dan kerapian bentuk
pada wacana tulis merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam rangka
meningkatkan keterbacaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi atau pengertian dari wacana?
2. Bagaimana penjelasan tentang ragam wacana?
3. Apa saja alat-alat pembentuk wacana?
4. Bagaimana praktik analisis wacana pada media massa?

1
Analisis koheksi dan koherensi wacana berita oleh Wisnu Widiatmoko tahun 2015
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi atau pengertian dari wacana.
2. Untuk memahami penjelasan tentang ragam wacana.
3. Untuk mengetahui alat-alat pembentuk wacana.
4. Untuk mengetahui dan memahami praktik analisis wacana pada media massa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi atau pengertian wacana


Wacana dalam bahasa Inggris disebut discourse. Secara bahasa, wacana berasal
dari bahasa Sansekerta “wac/wak/vak” yang artinya “berkata, berucap” kemudian kata
tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata „ana‟ yang berada di belakang
adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna “membendakan”. Dengan demikian, kata
wacana dapat diartikan sebagai perkataaan atau tuturan. Menurut kamus bahasa
kontemporer, kata wacana itu mempunyai tiga arti. Pertama, percakapan; ucapan; tuturan.
Kedua, keseluruhan cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar
yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.
Dalam hierarki kebahasaan, wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi
karena wacana memiliki semua unsur kebahasaan yang diperlukan bagi segala bentuk
komunikasi. Sebuah wacana mencakup unsur-unsur satuan bahasa yang ada di bawahnya,
seperti fonem, morfem, frasa, klausa atau, kalimat. Wacana adalah satuan bahasa yang
terlengkap diatas kalimat dan satuan gramatikal yang tertinggi dalam hierarki gramatikal.
Sebagai satuan bahasa yang terlengkap, wacana mempunyai konsep, gagasan, pikiran,
atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca dan pendengar. Sebagai satuan gramatikal
yang tertinggi, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana
ialah adanya wacana harus kohesif dan koherens. Kohesif artinya terdapat keserasian
hubungan unsur-unsur dalam wacana. Sedangkan koheren artinya wacana tersebut terpadu
sehingga mengandung pengertian yang apik dan benar.
Wacana yang koherensi tetapi tidak kohesif. Contoh: Andi dan budi pergi ke
Hitecmall, dia ingin membeli laptop. Contoh tersebut tidak tidak kohesif karena kata dia
tidak jelas mengacu kepada siapa, kepada Andi atau Budi, atau kepada keduanya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa wacana yang baik adalah wacana yang kohesif dan koheren.
Wacana juga dapat dilihat dari segi informasi (proposisi) dan dari segi bahasa (media untuk
menyampaikan proposisi itu). Berikut ini beberapa pandangan dari beberapa ahli :
a. Harimurti Kridalaksana (2000:231)
Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirarkhi gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.Wacana ini direalisasikan dalam
bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat,
atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
b. A. Hamid Hasan Lubis (1994:20)
Wacana atau discourse merupakan kesatuan bahasa yang lengkap tanpa
menyebutkan bentuk wacana yang bagaimana. Dia menyatakan bahwa kata dan
kalimat bukan bentuk wacana.
c. David Crystal (1987: 116)
Crystal menyebutkan adanya dua macam bentuk, yaitu wacana yang memfokuskan
pada bahasa lisan dan teks yang memfokuskan pada bahasa tulis. Dia membedakan
analisis keduanya dengan discourse analysis dan text analysis. Bentuk-bentuk lisan
dapat berupa percakapan, wawancara, komentar dan ucapan-ucapan. Sedangkan
bentuk tulis dapat berupa karangan, pengumuman, tanda-tanda di jalan, dan bab-bab
dalam buku.
d. Abdul Chaer (1994: 267)
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hirarkhi gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan lengkap
karena terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami
oleh pembaca (dalam wacana tulis atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa
keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar karena wacana dibentuk
dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan
persyaratan kewacanaan lainnya (syarat kekohesian dan kekoherensian).
e. Tarigan (1987: 27)
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan
yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
f. Stubbs (1983: 10) dalam Tarigan (1987:25)
Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dengan
pekataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa,
seperti pertukaranpertukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Secara singkat apa
yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Stubbs
menyatakan bahwa wacana berbentuk organisasi bahasa, artinya bentuk itu memiliki
kohesi dan koherensi yang lebih besar daripada kalimat atau klausa.
g. Deese (1984: 72) dalam Tarigan (1987: 25)
Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk
menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
Definisi ini mengisyaratkan bahwa bentuk wacana bisa lisan dan tertulis dan
memiliki unsur yang lengkap tanpa menyebutkan bahwa bentuknya harus berbentuk
karangan lengkap atau kalimat atau klausa atau kata.
h. J.S. Badudu (2000) dalam Eriyanto (2001:2)
Wacana adalah 1.rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga
terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; 2. kesatuan behasa
yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai
awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis.
i. Linde (1981:85) dalam Tarigan (1987: 25)
Unit wacana adalah unit alamiah dengan permulaan dan akhir yang nyata, dan
sejumlah struktur internal. Unit-unit wacana mempunyai struktur internal yang bila
ditelaah ternyata sama teratur dan terpercayanya dengan struktur kalimat-kalimat.
Unit-unit ini diorganisasi oleh sejumlah prinsip koherensi yang formal dan yang bersifat
kultural, termasuk pengaturan kala atau waktu, struktur pohon, dan keseluruhan
jaringan asumsi-asumsi sosial mengenai cara hal-hal itu ada dan cara hal-hal itu
menjelma.
j. Crystal dalam Dede Oetomo (1993:4)
Wacana adalah suatu rangkaian sinambung bahasa (khususnya lisan) yang lebih
luas daripada kalimat. Dari sudut pandang wacana sebagai satuan (unit) perilaku,
maka ia adalah sehimpunan ujaran yang merupakan peristiwa wicara yang dapat
dikenali (tanpa merujuk pada penstrukturan kebahasaannya), seperti misalnya
percakapan, lelucon, khotbah, wawancara. Dari sudut pandang psikolinguistik wacana
merupakan suatu proses dinamis pengungkapan dan pemahaman yang mengatur
penampilan orang dalam interaksi berbahasa. Dalam hal ini Crystal lebih
memfokuskan bentuk bahasa lisan sebagai bentuk wacana dan memandangnya dari
dua sudut pandang, yaitu sudut pandang wacana dan psikolinguistik.
k. Norman Fairclough (1995/1999: 7)
Wacana adalah pemakaian bahasa yang dipandang sebagai bentuk praktik sosial,
dan analisis wacana adalah analisis bagaimana teks-teks itu bekerja di dalam praktik
sosiokultural. Fairclough lebih menekankan pada pemakaian bahasa sebagai bentuk
praktik sosial.Dalam praktik sosial kita harus memperhatikan dimensi-dimensi sosial
itu sendiri, seperti misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial, dan
sebagainya.
l. Anton M. Moeliono (1988/1993: 334)
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lain yang membentuk kesatuan. Maksud dari rentetan
kalimat bahwa wacana terdiri dari beberapa kalimat yang berkaitan. Tiap-tiap kalimat
dalam wacana menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain
sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Dia tidak menyebutkan bentuk wacana
lisan atau tulisan. Hal ini kemungkinan pengertian wacana yang dia kemukakan supaya
lebih luwes, bisa lisan atau tulisan.
m. Benveniste (1966, 237-250 dalam Hoed,1990:4)
Dia menggolongkan wacana berdasarkan fungsi bahasa. Benveniste menggambarkan
bahwa ada dua jenis wacana yaitu discourse dan histoire. Discourse adalah wacana yang
isi dan susunannya memperlihatkan usaha pembicara atau penulis untuk mempengaruhi
atau memaksakan pendapatnya kepada pendengar atau pembacanya (berfungsi konatif),
untuk menunjukkan perasaan atau menunjukkan sesuatu tentang pribadi memakai bahasa
(berfungsi ekspresif), dan untuk menegaskan adanya komunikasi di antara pembicara atau
penulis dan pendengar atau pembaca, sedangkan isi komunikasi tidak begitu penting
(berfungsi fatis). Adapun histoire (wacana register) adalah wacana yang memperlihatkan
usaha pembicara atau penulis untuk menceritakan atau menguraikan sesuatu (berfungsi
referensial untuk mengacu atau menunjuk hal, benda orang tindakan peristiwa dan lain-
lain) di luar pembicara ataupun pendengar dan untuk menjelaskan bahasa (berfungsi
metalinguistic).
n. Nida (1969: 131-133)
Dia membedakan antara wacana yang tersusun rapi atau pun kurang rapi dan
kumpulan kalimat yang tidak ada hubungan makna antara yang satu dan lainnya. Menurut
Nida, di dalam wacana pasti ada berbagai aturan adapun batasan (constraints, yang
merupakan gejala universal dan berlaku pada semua bahasa mungkin dengan wujud yang
berbeda), tetapi membuat wacana hadir dalam susunan tertentu. Di dalam kehidupan
sehari-hari wacana sering digunakan dan dikaitkan dengan bidang tertentu seperti di
bidang politik dan bidang linguistic.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan satuan
bahasa yang tertinggi atau terbesar yang memiliki serentetan proposisi yang
berkesinambungan, memiliki awal dan akhir yang jelas dan memiliki kohesi dan koherensi
baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.

B. Ragam Wacana
Kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari adanya komunikasi baik lisan ataupun tulisan.
Komunikasi lewat tulisan atau lisan dapat berupa kata, kalimat atau bahkan wacana. Wacana merupakan
rentetan kalimat yang berkaitan dan menghubungkan preposisi satu dengan yang lainnya sehingga
menduduki tingkat gramatikal yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan teori dari Kushartanti & Yuwono
(2005: 92) yang menyatakan bahwa wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam
suatu bangun bahasa. Dengan kesatuan makna, wacana dilihat sebagai bagian di dalam itu berhubungan
secara padu.
Tidak terkecuali dengan majalah sebagai media komunikasi tulisan terdapat ragam wacana
yang menarik untuk dianalisis. Dalam suatu wacana terdiri dari gabungan antar kalimat yang dapat
memberikan pemahaman terhadap pembaca. Berdasarkan komposisi dalam wacana yang beraneka
ragam maka perlu adanya suatu analisis yang kemudian disebut dengan analisis wacana. Dalam analisis
wacana akan dibahas bagaimana menangkap suatu informasi atau pesan dan juga tentang bagaimana
mempelajari suatu bahasa. Data untuk analisis wacana berupa tulisan ataupun rekaman interaksi, karena
memang jarang sekali orang yang berkomunikasi dengan hanya menggunakan satu kata atau kalimat
tunggal.
Menurut Sumarlam (2009: 17) wacana diklasifikasikan menjadi lima macam berdasarkan cara
dan tujuan pemaparannya, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi.
1. Deskripsi
Deskripsi merupakan ragam wacana yang menggambarkan atau melukiskan sesuatu
dengan tujuan membuat pembaca seakan-akan berada di tempat kejadian, ikut merasakan,
mengalami, melihat dan mendengar mengenai satu peristiwa atau adegan berdasarkan
kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman, dan perasaan penulisnya.
2. Narasi
Narasi merupakan ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.
Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai
fase, langkah, urutan, atau rangkaian terjadinya suatu hal.
3. Eksposisi
Eksposisi merupakan ragam wacana yang menerangkan, menyampaikan, atau
menguraikan sesuatu hal yang dapat memperluas atau menambah pengetahuan dan
pandangan pembacanya. Eksposisi akan lebih senang mempergunakan gaya yang bersifat
informasi. Gaya ini hanya berusaha untuk menguraikan sejelas-jelasnya obyeknya,
sehinggapembaca dapat menangkap apa yang dimaksudkannnya.
4. Argumentasi
Argumentasi merupakan ragam wacana yang salah satu jenis pengembangan paragraf
dalam penulisan yang ditulis dengan tujuan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca.
Dalam penulisan argumentasi isi dapat berupa penjelasan, pembuktian, alasan, maupun
ulasan obyektif dimana disertakan contoh, analogi, dan sebab akibat. Tujuannya adalah
agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau pendapat tersebut adalah benar dan terbukti.
Dasar karangan argumentasi adalah berpikir kritis dan logis. Oleh karena itu, harus
berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

5. Persuasi
Persuasi merupakan suatu bentuk karangan yang bertujuan membujuk pembaca agar
mau berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan penulisnya. Agar tujuannya dapat tercapai,
penulis harus mampu mengemukakan pembuktian dengan data dan fakta.
Berdasarkan hasil temuan, dalam 1 kolom Renungan majalah Paras masing-masing ragam
wacana tidak selalu dapat berdiri sendiri. Misalnya, dalam 1 kolom Renungan yang berbentuk narasi
mungkin saja terdapat bentuk wacana deskripsi atau eksposisi, dalam kolom Renungan yang berbentuk
eksposisi bisa saja terkandung bentuk deskripsi dan narasi. Penamaan ragam suatu teks kolom
Renungan lebih didasarkan atas corak yang paling dominan pada karangan tersebut. Keragaman wacana
berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya dalam kolom Renungan majalah Paras Edisi Januari 2012-
Mei 2013 terdiri dari dari wacana deskripsi yang menggambarkan atau melukiskan suatu keadaan,
suasana, peristiwa, atau perilaku seseorang; wacana narasi yang menceritakan kejadian berdasarkan
urutan waktu disertai oleh kisah, kehadiran tokoh, tokoh, dan alur; wacana eksposisi yang berorientasi
pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis; wacana argumentasi yang berisi
ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, dan bertujuan meyakinkan pembaca
akan kebenaran ide atau gagasannya; dan wacana persuasi yang bersifat memengaruhi pembaca dengan
ajakan atau bujukan.

C. Alat-alat Pembentuk Wacana

Kohesi dan Koherensi


Wacana mempunyai bentuk clan makna. Kepaduan bentuk clan keruntutan makna merupakan
faktor penting dalam menentukan keterbacaan wacana. Kepaduan (Kohesi) clan keruntutan merupakan
unsur terpenting keutuhan sebuah wacana. Dalam istilah kohesi tersirat pengerti;m kepaduan clan
keutuhan, sedangkan dalam istilah koherensi terkandung makna pertalian clan hubungan. Kohesi
mengacu pada bentuk sedangkan mengacu pada makna wacana Kohesi merupakan organisasi sintaktik
yang menjadi wadah tempat kalimat-kalimat disusun secara padu clan padat. Hal ini berarti bahwa
kohesi adalah hubungan antarkalimat dalam wacana. Menurut Nunan konsep tunggal yang berkaitan
dengan kohesi adalah konsep ikatan. Karena kohesi terajadi bila suatu unsur dalam teks dapat dipahami
dalam kaitannya dengan unsur yang lain, selalu ada dua ujung pada setiap ikatan yang utuh.
• Sedangkan koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi
untaian yang logis sehingga mudah dipahami sesuatu yang terkandung di dalamnya. Hubungan kausal
yang jelas antara variabel-variabel kohesi dan keterpahaman teks didasarkan pada gagasan bahwa
hubungan kohesi menentukan koherensi. Nunan lebih lanjut mengutip pendapat Haliday dan Hasan
bahwa ada lima tipe kohesi yaitu :
(1) kohesi pengacuan (referensi)
(2) kohesi penggantian (substansi)
(3) kohesi pelepasan (elipsis)
(4) kohesi konjungsi
(5) kohesi leksikal7
• Kelima tipe itu akan diuraikan satu persatuan sebagai berikut.
Kohesi Pengacuan
Ada tiga macam kohesi pengacuan yaitu
(1) pengacuan persona,
(2) pengacuan penunjuk
(3) pengacuan perbandingan.
Kohesi pengacuan persona dinyatakan dengan nomina dan determinator yang berfungsi untuk
menunjukkan individu atau objek yang disebutkan alam teks. Kohesi pengacuan penunjuk dinyatakan
oleh objektiva dan adverbial yang berfungsi untuk membandingkan unsur-unsur dalam teks dipandang
dari segi identitas dan kesamaan.
Berikut adalah contoh- contoh dari ketiga macam kohesi pengacuan dalam bahasa Indonesia.
a. Pengacuan Personal:
(1). Oulu di Bagdad ada seorang laki-laki namanya Abu Qasim
(2). Dia mempunyai sepatu yang selalu dipakainya selama tujuh tahun.
Pada kalimat dua terdapat kata baginya atau dia mempunyai yang
mengacu pada kata Abu Qasim pada kalimat satu.
Analisa wacana clan pengembangan keterampilan membaca Bahasa Indonesia
b. Pengertian Demonstratif:
(3). Abu Qasim mengira laki-laki itu murah hati telah membelikannya sepatu
(4). Padahal itu milik seorang hakim
Pada kalimat empat terdapat kata itu yang mengacu pada kata sepatu pada kalimat.
c. Pengacuan Komparatif:
(5). Negara-negara mempergunakan teknik-teknik penilaian modem, clan menganggapnya sebagai
sarana bukan sebagai tujuan.
(6). Akan tetapi masih banyak negara yang berpegang teguh pada teknik-teknik penilaian tradisional
clan menganggapnya sebagai tujuan bukan sebagai sarana.
Pada kalimat enam terdapat kata tradisional sebagai perbandingan yang mengacu pada kata modem
pada kalimat lima.

D. Praktik analisis wacana pada media massa


Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansakerta wac/wak/vak, ‘berkata’, ‘berucap’.18
Kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sansakerta, termasuk kata kerja golongan III
parasmaepada(m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar. Kata tersebut kemudian
mengalami perubahan menjadi wacana.Bentuk ana yang muncul dibelakang adalah sufiks
(akhiran), yang bermakna membendakan. Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagi perkataan
atau tuturan. Oleh para linguis indonesia dan di negara-negara berbahasa melayu lainnya, istilah
wacana sebagai diuraikan di atas, dikenalkan dan digunakan sebagai bentuk terjemahan dari
istilah bahasa inggris ‘discourse’. Kata discourse berasal dari bahasa bahasa latin discursus
yang berarti ‘lari kesana kemari’, ‘lari bolak balik’.kata ini diturunkan dari dis (dari/dalam arah
yang berbeda) dan currere (lari). Jadi, discursus berarti lari dari arah yang berbeda.Istilah
discourse ini selanjutnya digunakan oleh ahli bahasa dalam kajian linguistik, sehingga dikenal
istilah discourse analysis. Istilah discursus beserta bentuk adjektivanya, yakni diskursif lebih
banyak digunakan oleh para ilmuwan sosial.
Dalam linguistik, khususnya dalam analisis wacana, wacana digunakan untuk
menggambarkan sebuah struktur yang luas melebihi batasan-batasan kalimat. Sejarah discourse
analysis atau analisis wacana muncul sebagai reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa
mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam paham ini linguistik yang cenderung
lebih terpaku pada unit mikro dari sistem kebahasaan, seperti imbuhan, kata, frase, klausa, dan
kalimat, dan kurang memberikan perhatian terhadap konteks penggunaan bahasa (language
use). Sedangkan makna sering kali tidak bisa dipahami secara komprehensif dalam kata, klausa,
atau kalimat yang dipisahkan dari konteksnya. Wacana dalam ranah sosiologi menunjuk
terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Sedangkan dalam
pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Analisis wacana
dalam studi linguistik ini merupakan reaksi dari bentuk linguistik formal yang lebih
memperhatikan pada unit kata, frasa, atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan antar unsur
tersebut Sebuah budaya media telah hadir, di mana citra, suara, dan lensa membantu
menghasilkan rajutan kehidupan sehari-hari, mendominasi waktu luang, membentuk
pandangan-pandangan politik dan sikap sosial, dan memberikan bahan yanng digunakan orang
untuk membangun identitas pribadi.
Media memberikan contoh tentang makna dari menjadi seorang pria atau wanita, dari
kesuksesan atau kegagalan, berkuasa atau tidak berkuasa. Media menjadi tempat produksi
realitas wacana secara massa. Realitas wacana terbentuk dalam rangkaian kebahasaan dengan
semua kelengkapan struktural bahasa seperti apa adanya. Secara umum, media menjadikan
sistem komunikasi menjadi faktor yang mempengaruhi sang pelaku dalam membuat wacana.
Secara khusus, dinamika internal dan eksternal mengenai diri si pelaku konstruksi, tentu saja
sangat mempengaruhi proses konstruksi. Pengaruh itu bisa datang dari pribadi penulis itu
sendiri maupun kepentingan eksternal (seperti sponsor atau sebagainya) menunjukkan
pembentukan wacana tidak berada dalam ruang vakum. Media sesungguhnya berada di tengah
realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan
beragam Wacana dalam kehidupan media juga memiliki pengertian yang mendalam. Norman
Fairclough menyatakan wacana sebagai bahasa yang digunakan untuk merepresentasikan suatu
praktik sosial, menjelaskan wacana sebagai praktik sosial menyiratkan suatu hubungan
dialektik antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi-situasinya, institusi-institusinya, dan
struktur sosial yang mewadahinya. Wacana harus diartikan sebagai suatu pernyataan atau
ungkapan yang lebih dari satu ayat dan wacana merupakan penyampaian ide-ide dari seseorang
kepada yang lain. Jadi wacana adalah proses komunikasi yang menggunakan simbol-simbol,
yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan
yang luas.
Teks dalam media adalah hasil proses wacana media didalam proses tersebut, nilai-
nilai, ideologi, dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media
“tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas sosial. Media mengikutsertakan perspektif dan
cara pandang mereka dalam menafsirkan realitas sosial. Mereka memilihnya untuk menentukan
aspek-aspek yang ditonjolkan maupun yang dihilangkan, menentukan struktur berita yang
sesuai dengan kehendak mereka, dan lain-lain. Berita bukanlah representasi dari peristiwa
semata-mata, tetapi di dalamnya memuat juga nilai lembaga media yang membuatnya.
Proses konstruksi realitas oleh pelaku pembuat wacana, misal dalam media massa
dimulai dengan adanya realitas utama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan
sebagainya. Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami,
bagaimana realitas itu dijelaskan dengan caratertentu kepada khalayak massa. Diantara
berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, media sebagai mekanisme integrasi
sosial. Media di sini menjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrol nilai-nilai itu dijalankan.
Untuk mengintegrasikan masyarakat dalam tata nilai yang sama, pandangan atau nilai harus
didefinisikan sehingga keberadaannya diterima dan diyakini kebenarannya. Media dapat
mendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai dengan nilai kelompok dan perilaku atau nilai
apa yang dianggap menyimpang. Perbuatan, sikap, atau nilai yang menyimpang bekanlah
sesuatu yang alamiah, yang terjadi dengan sendirinya, dan diterima begitu saja. Semua nilai
dan pandangan tersebut bukan sesuatu yang terbentuk begitu saja, melainkan dikonstruksi.
lewat konstruksi, tersebut media secara aktif mendefinisikan peristiwa dan realitas sehingga
membentuk kenyataan apa yang layak, apa yang baik, apa yang sesuai, dan apa yang dipandang
menyimpang.
Dalam produksi media yang menjadi dasar proses produksi wacana adalah adanya
semacam konsensus: bagaimana suatu peristiwa dipahami bersama dan dimaknai. Konsensus
menyediakan suatu kesatuan: satu negara, satu masyarakat, satu budaya dan sering
diteremahkan sebagai “kami”: industri kami, kebudayaan kami, ekonomi kami, sistem
pemerintahan kami, dan sebagainya. Melalui konsensus ini realitas yang beragam dan tidak
beraturan diubah menjadi yang mudah dan bisa dikenal, sesuatu yang plural menjadi tunggal.
Lewat konsensus ini terjadi proses ketertarikan, minat dan kekuasaan yang sama dalam
masyarakat. Diandaikan terjadi share politik, ekonomi, dan budaya diantara anggota
masyarakat di mana masing-masing orang menyerap nilai-nilai yang sama sebagai bagian dari
anggota atau komunitas politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Sehingga sesuatu yang pada
mulanya terinstitusionalisasi berubah menjadi personal. Setiap orang dianggap mempunyai
akses yang sama untukmengekspresikan pendapat dan gagasannya dalam struktur dan institusi
sosial.
Background asumption adalah istilah yang dipakai oleh Stuart Hall untuk menyebut
bagaimana anggota komunitas share terhadap pengetahuan dan bahasa yang sama, mereka
seakan terikat oleh budaya dan komunitas yang sama sebagai sesama anggota. Basis
kepercayaan dan kultural yang sama tersebut menyediakan budaya yang sama dan diasumsikan
hanya ada satu perspektif dalam melihat suatu peristiwa, menyediakan suatu pandangan yang
kadang disebut sebagai budaya atau sistem nilai. Peristiwa juga dibingkai dan dilihat dalam
perspektif dan tata nilai tersebut. Kenapa peristiwa dipahami dalam perspektif dan kerangka
seperti ini dan bukan dengan kerangka atau perspektif yang lain, diantara sebabnya didasarkan
pada kesepakaatan atau tata nilai yang dipahami bersama dalam komunitas. Kelompok yang
berada diluar itu dipandang sebagai penyimpang (deviant) dan dipinggirkan dalam
pembicaraan. Pandangan yang negatif atau marjinal mengenai suatu didasarkan pada konsensus
ynag bekerja dalam suatu proses pemberitaan. Pemberitaan media memang cenderung
memarjinalkan kelompok yang tidak dominan dan memantapkan status quo (kelompok
dominan), tetapi proses itu tidak berjalan sebagai satu kelompok mendominasi kelompok yang
lain. Prosesnya berlangsung dalam suasana yang kompleks dan sering tidak disadari. Ketika
berbicara mengenai ideologi maka mau tidak mau berbicara mengenai kesadaran palsu. Orang
yang mempunyai kekuasaan menggunakan kekuasaan dan otoritasnya untuk mempengaruhi
orang lain, dengan harapan agar orang lain mengikuti apa yang dimaui. penggunaan kekerasan
itu tidak selalu dengan menggunakan jalan kekerasan, tetapi bisa juga dengan memakai
kesadaran. Cara ini lebih halus, karena kalau yang pertama dengan jalan represi maka yang
kedua dengan mempengaruhi kesadaran seseorang. Orang tidak sadar bahwa tindakan
perbuatan atau ucapannya sebetulnya telah dikontrol dengan jalan tertentu untuk mendukung
gagasan atau tindakan tertentu. Produksi dan sirkulasi bentuk-bentuk simbol yang terjadi di
dalam masyarakat modern tidak dapat dipisahkan dari kegiatan industri media. Peran media
sangat fundamental, dan produksinya menjadi hal yang harus mengalir dalam kehidupan sehari-
hari. Sulit membayangkan apa yang terjadi dalam hidup ini tanpa adanya buku, surat kabar,
radio, televisi, internet dan tanpa mempertimbangkan media lain yang disitu bentuk-bentuk
simbol selalu dihadapkan kepada seseorang secara terus menerus. Tokoh dengan ciri khas
tertentu di media tertentu menjadi pemandangan umum yang dijadikan rujukan oleh jutaan
orang yang sebelumnya tidak pernah melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya, tapi
secara bersamaan mereka berbagi pengalaman bersama dan memori kolektif. Transformasi
aktif yang dibangun media menjadi peran yang fundamental dalam aspek transmisi budaya
modern. Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya, perhatian
khalayak , bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar berasal dari apa yang
diberitakan oleh media.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wacana merupakan satuan bahasa yang tertinggi atau terbesar yang memiliki
serentetan proposisi yang berkesinambungan, memiliki awal dan akhir yang jelas dan memiliki
kohesi dan koherensi baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
Wacana sendiri harus memperhatikan hubungan antarkalimat, sehingga dapat
memelihara keterkaitan dan keruntutan antarkalimat. Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa
itu terdiri atas bentuk dan makna, hubungan dalam wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi dan hubungan makna atau hubungan semantis yang
disebut koherensi.
Kohesi atau kepaduan merupakan bentuk clan beruntutan unsur terpenting dalam
sebuah wacana. Kohesi sendiri mangacu pada bentuk, sedangkan mengacu pada makna wacana
kohesi merupakan wadah atau tempat kalimat yang disusun secara padu atau padat, sedangkan
koherensi sendiri adalah pengaturan secara rapih pada kenyataan fakta atau ide yang menjadi
logis dan mudah di pahami.
Berdasarkan komposisi dalam wacana yang beraneka ragam maka perlu adanya suatu
analisis yang kemudian disebut dengan analisis wacana. Dalam analisis wacana akan dibahas
bagaimana menangkap suatu informasi atau pesan dan juga tentang bagaimana mempelajari
suatu bahasa. Data untuk analisis wacana berupa tulisan ataupun rekaman interaksi, karena
memang jarang sekali orang yang berkomunikasi dengan hanya menggunakan satu kata atau
kalimat tunggal. Ragam wacana tidak selalu dapat berdiri sendiri. Dalam bentuk narasi
mungkin saja terdapat bentuk wacana berupa deskripsi atau eksposisi. Penamaan ragam suatu
teks kolom Renungan lebih didasarkan atas corak yang paling dominan pada karangan tersebut.
Menurut Sumarlam (2009: 17) wacana diklasifikasikan menjadi lima macam berdasarkan cara
dan tujuan pemaparannya, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi.
Dalam linguistik, khususnya dalam analisis wacana, wacana digunakan untuk
menggambarkan sebuah struktur yang luas melebihi batasan-batasan kalimat. Sejarah discourse
analysis atau analisis wacana muncul sebagai reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa
mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Dalam paham ini linguistik yang cenderung
lebih terpaku pada unit mikro dari sistem kebahasaan, seperti imbuhan, kata, frase, klausa, dan
kalimat, dan kurang memberikan perhatian terhadap konteks penggunaan bahasa (language
use). Sedangkan makna sering kali tidak bisa dipahami secara komprehensif dalam kata, klausa,
atau kalimat yang dipisahkan dari konteksnya. Wacana dalam ranah sosiologi menunjuk
terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Sedangkan dalam
pengertian linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar dari kalimat.
B. Daftar Pustaka

Mulyana, Kajian wacana, Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3.
19 Ibid., h. 4
20 Alex Sobur, Analisis Teks Media suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis
semiotik, dan analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 12.
21 Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis, (Bandung: Yrama Widya, 2009), h. 15.
22 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001), h. 3.
23 Ibid., h. 3.ijo
Junaiyah, H.M., dan E. Zaenal Arifin. Keutuhan Wacana.Grasindo.
Panggabean,S.Pengantar Wacana.Diktat WACANA Universitas HKBP Nommensen,5-13.
Brow, G dan Yuile, G. Analisis Wacana, tetjemahan I Soetikno, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
1996.
Dubin, F. et.al Teaching Second Languange Reading for.
Oktavia Ilham Prastika, 2014, “ANALISIS RAGAM WACANA DALAM KOLOM RENUNGAN
MAJALAH PARAS EDISI JANUARI 2012 – MEI 2013”, FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Anda mungkin juga menyukai