Anda di halaman 1dari 81

1

2
Buku Panduan:Kuliah
Jurnalistik

Cetakan Pertama, September 2019


Penyusun
Prasetyo Aji, Muhammad Arsyad, Saiful Ibad, Ana
Risqiana, Ikhtaroza, Muharom Syifa, dan Nina
Fitriani.
Pemeriksa Aksara
Ulfatunnisa
Penata Letak
Saiful Ibad
Perancang Sampul
Nur Khafidzin
Diterbitkan Oleh
Al-Mizan Press
LPM Al-Mizan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan
Jl. Kusuma Bangsa No. 9 Graha Mahasiswa Lt. 2

3
Kata Pengantar

INILAH dedikasi dan komitmen kami kepada LPM Al-


Mizan. Kami membuat buku panduan berisikan materi “Kuliah
Jurnalistik.” Mula-mula saya minta pendapat sama Ketua
Keorganisasian, terlebih dahulu. “Ana bagaimana kalau kita
bikin buku panduan Kuljur?“

Respon dia setuju. Bahkan mendukung. “Ya nggak papa


si mas malah lebih rapi nanti jadinya.“ “Enak dipelajari,“ lanjut
dia.

Akhirnya kami rapatkan barisan guna membahas apa


saja materi-materi yang biasa diajarkan dalam sesi pasca-DJD
itu. Sesi yang coba mendalami lebih dalam lagi soal bagaimana
menulis berita yang baik dan benar.

Kemudian kami bagi tugas untuk menuliskannya dalam


bentuk tulisan. Total ada tujuh penulis di dalam buku panduan
ini. Hal ini dikarenakan materi yang berhasil kami himpun
hanya ada tujuh pembahasan.

Berikut materi yang kami himpun di buku ini: Hukum


Etika Media Massa, Membidik Peristiwa Menjadi Berita, Teknik
Reportase, Penulisan Berita, Fotografi Jurnalistik, Esai dan
Opini, serta Sastra: Cerpen dan Puisi.

Tujuan dari pembukuan materi di atas adalah untuk


mempermudah pembelajaran bagaimana menulis berita dan
seperti apa macam tulisan yang ada di suatu media. Baik bagi
si Pemantik diskusi Kuljur maupun anggota baru.

4
Kami kira perlu dibuatkan semacam buku panduan
mengingat LPM Al-Mizan bergelut di bidang penulisan
Jurnalistik. Perlu fasilitas semacam itu agar bisa digunakan
sebagai bahan rujukan diskusi selama kuljur. Lebih dari itu,
anggota baru dapat menjadikannya sebagai pengingat pasca-
Kuljur.

Itu juga berlaku bagi kami semua. Sebab tidak bisa


dipungkiri, meski sudah pernah mempelajarinya, kami juga
sering lupa. Maka buku panduan ini juga sebagai pengingat
kami.

Namun begitu, kami membutuhkan saran dan masukan


dalam hal pengemasan atau pengumpulan bahan-bahan diskusi
yang sudah terkumpul disini. Akan kami adakan revisi terhadap
buku ini di tahun depan. Begitu saja.

Salam Persma!

Pengurus 2019

5
Daftar Isi

Struktur Penyusunan Buku Panduan.............................2


Kata Pengantar.........................................................................3
Daftar Isi.....................................................................................5
Hukum Etika Media Massa.................................................6
Membidik Peristiwa Menjadi Berita...............................9
Teknik Reportase....................................................................27
Penulisan Berita......................................................................37
Fotografi Jurnalistik...............................................................42
Bagaimana Menulis Esai dan Opini?..............................56
Sastra: Cerpen dan Puisi......................................................63

6
Hukum dan Etika Media Massa
Prasetyo Aji

Adanya pers sebagai penyambung lidah rakyat adalah


sebuah solusi agar rakyat bisa menyalurkan pendapatnya
dan dapat menerima berita dari jurnalis. Tentunya regulasi
dibutuhkan oleh jurnalis dalam menjalankan. Maka telah diatur
dalam UU No.40 tahun 1999 tentang kegiatan pers.

Dijelaskan dalam pasal 1, no 1, bab 1 bahwa pers


adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi kepada publik. Atau disingkat 6
M. Baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainya. Dengan
menggunakan media cetak, televisi, radio atau media daring.
Artinya kita harus melakukan langkah-langkah diatas agar
tulisan kita bisa disebut sebagai berita.

Namun untuk bisa mewujudkan 6 M diatas sebuah


lembaga harus punya badan hukum yang resmi. Sehingga ada
perlindungan hukum bila mempublikasikan informasi berita
kepada publik. Hal ini sudah diatur di dalam UU Pers pada
Pasal 9 ayat 2 yang berbunyi: “Setiap perusahaan pers harus
berbentuk badan hukum Indonesia.” Contoh badan hukum
yang ada di Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT),
yayasan, dan koprasi. Catatan lain dalam perusahaan pers
kantornya harus jelas dan susunan keredaksian harus ada.

7
Lpm Al-Mizan dalam hal ini sebagai bagian dari Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di 6 M itu, juga punya
badan hukum yang resmi. Yaitu surat keputusan (SK) resmi
yang diturunkan Rektor IAIN Pekalongan dari tahun 1997. Yang
diperbarui tiap tahunnya. Sehingga struktur kepengurusan dan
kantor sekretariat pun badan hukum yang jelas.

Etika Jurnalistik

Sementara untuk jurnalis atau wartawan sendiri, dia


harus menjalankan etika-etika jurnalistik yang telah ditetapkan.
Berikut etika yang harus dijalankan dan ditaati oleh seorang
jurnalis atau wartwan dalam Kode Etik Jurnalistik:

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan


berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad
buruk.

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional


dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan


secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.

Wartawan Indonesia tidak membuat informasi bohong,


fitnah, sadis, dan cabul.

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan


identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan,

8
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan
tidak menerima suap.

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungii


narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latarbelakang, dan off the record
sesuai dengan kesepakatan.

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita


berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat
orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat
jasmani.

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang


kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan
publik.

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan


memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar,
dan atau pemirsa.

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi


secara proporsional. 1

Inilah materi seputar hukum etika media massa. Semoga


bermanfaat.

1 Media online, J Heru Margianto dan Asep Syaefullah AJI-


INDONESIA

9
Membidik Peristiwa Menjadi Berita
Muhammad Arsyad

Wartawan Ibarat Nelayan

Sebelum anda membaca tulisan saya ini sampai selesai,


pastikan terlebih dahulu anda niat belajar terkait jurnalistik.
Saya tidak peduli apakah anda tertarik menjadi seorang
wartawan atau jurnalis kenamaan macam Andreas Harsono,
atau barangkali anda hanya tertarik menjadi wartawan kota
dengan pengalaman seadanya, atau bisa jadi anda tidak minat
sama sekali menjadi seorang wartawan ataupun jurnalis. Yang
pasti, jika anda memutuskan untuk membaca bab yang saya
tuliskan ini, saya simpulkan bahwa anda masuk klasifikasi yang
saya maksudkan.

Hampir setengah bulan lebih saya punya kesempatan


untuk belajar di salah satu media kaliber di Jawa Tengah.
Meskipun itu karena tidak ada tempat magang lain yang
saya tuju, terlebih kampus mendesak saya untuk sesegara
mungkin mendapat tempat magang. Saya diterima di Suara
Merdeka, namun bukan di Semarang, melainkan di perwakilan
Pekalongan. Kebetulan kantornya masih bisa saya jangkau, jadi
tidak perlu biaya tambahan untuk menyewa kamar kos.

Beberapa hari di minggu pertama saya disuguhi jadwal


agenda yang bisa diliput. Bagi seorang wartawan, mendapatkan
jadwal agenda, entah itu dari Pemerintah Kota (Pemkot), DPRD,
atau komunitas itu ibarat memakan ikan yang sudah matang

10
dan tersaji. Wartawan tinggal melahap apa saja yang dia temui
pada kegiatan itu. Waktu itu saya sebagai jurnalis amatir dan
masih magang, jelas sangat mudah memanfaatkan momentum
menjadi sebuah berita. Tapi itu pun karena saya kebetulan lagi
sudah memperoleh bekal jurnalistik dari LPM Al-Mizan. Saya
tidak kebayang, andaikata saya tidak pernah menyentuh dan
belajar soal jurnalistik di LPM Al-Mizan, ya walaupun belajar
jurnalistik bisa dimana saja.

Problemnya mulai muncul ketika beberapa hari


berikutnya. Saya sudah tidak mendapatkan lagi jadwal-jadwal
agenda dari instansi mana pun, kendati ada, sedikit. Terpaksa
saya harus mencari bahannya sendiri, alias mencari ikan yang
akan saya lahap. Mencari ikan yang masih mentah tentu lebih
sulit daripada mencari ikan goreng di warung depan kampus
IAIN Pekalongan. Namun, disitulah insting seorang wartawan
diuji, kata mentor saya di Suara Merdeka.

Lalu bagaimana saya mencari berita? Itu problem yang


sampai saat ini belum bisa saya kuasai. Namun saya tetap harus
bisa melakukannya. Beruntung saya belajar jurnalistik di LPM
Al-Mizan. Mohammad Hadian, pemateri pelatihan jurnalistik
dasar yang pernah saya ikuti, kebetulan dia dulu jurnalis Radar
Pekalongan, sekaligus alumni LPM Al-Mizan. Hadian, jika saya
tidak lupa, ia pernah mengatakan, kita tidak bisa mendapatkan
berita ketika kita belum bisa menemukan peristiwa. Dari situ
saya mulai berpikir untuk mendapatkan berita saya harus
mencari peristiwa terlebih dahulu. Terus dapat peristiwanya
darimana?

11
Mulai dari situ saya akhirnya berpikir bahwa ada dua hal
yang perlu saya kuasai. Mencari peristiwa dan mendapatkan
berita. Peristiwa saya ibaratkan sebagai ikan, namun ikan
disini bukan ikan yang sudah siap digoreng, melainkan yang
masih hidup dan hilir mudik berenang di empang, sungai,
bahkan samudera. Sedangkan, berita saya ibaratkan sebagai
ikan goreng, ikan panggang, ikan bakar, dan jenis olahan ikan
lainnya. Jadi, sebelum kita membuat hidangan berupa ikan
goreng, kita wajib mencari ikannya terlebih dahulu. Begitu pula
dalam menulis berita, berita kerusakan lingkungan misalnya,
mana mungkin kita bisa menulis berita kerusakan lingkungan
jika tak menemukan kerusakan lingkungan itu sendiri, minimal
di sekitar kita misalnya?

Mencari ikan mentah dan masih hidup tidak semudah


mencari ikan yang sudah terhidang. Kita bisa mencari ikan
gorang atau ikan bakar hanya dengan mengunjungi spot-
spot kuliner di pinggiran jalan. Kalau ikan mentah, kita bisa
mnecarinya ke pasar, tapi itu pun butuh tenaga ekstra. Seperti
halnya, seorang jurnalis yang mencari objek beritanya buat
disetor ke redaksi hari ini. Bagi wartawan yang sudah punya
jaringan, gampang sekali mencari sumber informasi, ia bisa
langsung mendatangi koleganya yang kebetulan ada di instansi
tertentu. Ini ibarat mencari ikan di pasar.

Bagi wartawan yang minim pengalaman seperti saya,


tentu agak kesulitan mencari peristiwa. Sama halnya dengan
nelayan atau pemancing yang mencari ikan tanpa mengandalkan
pasar sebagai pusat perbelanjaan. Namun serupa nelayan, kita

12
sebagai jurnalis harus tahu lebih dulu mana peristiwa yang
layak dijadikan berita, dan mana yang bukan. Karena nelayan
pun enggak akan menangkap ikan yang tidak ingin dia tangkap,
atau yang tidak bisa ia jual kembali.

Tiga Senjata

Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, bahwa peristiwa


itu adalah ikan. Jadi kita bisa menemukan pelbagai macam ikan
berkeliaran dan bertebaran di sungai, empang, atau samudera.
Peristiwa pun sama, seorang jurnalis sudah dapat dipastikan
bisa menemukan peristiwa, karena tiap hari pelbagai peristiwa
bertebaran di sekitar kita. Dari mulai yang suka maupun duka.
Sayangnya semua peristiwa itu tidak bisa dicomot begitu
saja oleh jurnalis. Mustahil bagi jurnalis untuk mengangkat
peristiwa perceraian pasutri, atau mengangkat peristiwa yang
semestinya itu bukan menjadi urusan publik.

Misalnya, berita seorang perempuan yang mengaku


kehilangan bra yang dipakainya saat berdesakan di di KRL1,
atau berita tentang artis Nikita Mirzani yang tidak mengenakan
pakaian dalam saat persidangan.2 Ironisnya, semua berita
semacam itu sering hadir di tengah-tengah kita. Tidak ada
alasan lain selain karena mereka (para jurnalis) dituntut untuk
menulis berita 20 tiap hari, seperti yang pernah dijelaskan
1 https://metro.sindonews.com/read/1385070/170/berdesakan-di-krl-
seorang-perempuan-mengaku-kehilangan-bra-yang-dipakainya-1552049079,
diakses 1/8/2019, pukul 12.48 WIB.
2 https://www.liputan6.com/showbiz/read/3916741/hadiri-persidan-
gan-nikita-mirzani-tak-kenakan-pakaian-dalam?utm_expid=.9Z4i5ypGQeGiS7
w9arwTvQ.0&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F, diakses
1/8/2019, pukul 12.47 WIB.

13
mantan wartawan kompas.com, Riana A. Ibrahim.3 Belum lagi
tuntutan media online yang serba cepat, dalam hal ini editor
beritagar.id, Muammar Fikrie mengatakan dalam menulis
berita online hanya membutuhkan what, when, dan who.4

Tidak ada yang keliru dari peristiwa yang coba diangkat


menjadi berita oleh wartawan yang saya contohkan di atas.
Namun untuk wartawan sekelas mereka yang sudah menterang
di sindonews dan liputan6, seharusnya tidak menggunakan
senjata tersebut untuk menembak suatu peristiwa menjadi
berita, dan justru sama sekali tidak relevan. Padahal ada
dua perstiwa yang menarik dari berita di atas. Pertama, soal
desak-desakan di KRL, dan kedua, soal persidangan artis.
Namun sayang, dua berita tersebut hanya memanfaatkan segi
sensualitas saja.

Bicara soal senjata, saya jadi ingat perkuliahan kira-kira


setahun silam. Waktu itu mantan wartawan Suara Merdeka
yang sudah menitih kariernya sebagai jurnalis selama kurang
lebih sepuluh tahun cum dosen mata kuliah Penulisan Berita
yang saya ikuti. Kalau enggak salah ingat, Muhammad Burhan
namanya. Menurut saya, Burhan adalah dosen yang cukup enak
bicaranya. Paling saya ingat, waktu itu ketika dia menerangkan
soal tiga senjata untuk membidik peristiwa menjadi berita yang
baik dan relevan.

3 Channel youtube Remotivi, “Apakah Internet Memperbu-


ruk Jurnalisme”, diakses pada 1/8/2019, pukul 12.51 WIB.
4 Ibid

14
Mulai Merumuskan Topik

Saya ingat betul, waktu menyampaikan kuliahnya, Pak


Burhan, begitulah saya menyapanya. Ia menyampaikan senjata
pertama yang harus digunakan jurnalis dalam membidik
peristiwa adalah topik. Lantas bagaimana kita mendapatkan
topik? Topik bisa didapat dengan satu cara lain, yaitu membaca.
Jurnalis sering dituntut serba tahu, artinya, orang akan menilai
bahwa jurnalis lebih tahu dari orang awam. Jurnalis dituntut
harus lebih dahulu tahu daripada orang lain.

Membaca dalam konteks ini tidak bisa diartikan secara


harfiah, seperti membaca buku, novel, cerpen, koran, dan lain
sebagai. Bagi jurnalis, membaca lebih dari sekadar mengeja
kata-kata, namun harus bisa menguasai keadaan, peka terhadap
kondisi sekitar, dan bisa berinisiatif. Baru ketika jurnalis itu
pandai membaca situasi dan tahu apa yang sedang terjadi di
sekitarnya, baru bisa menentukan topik.

Saya ambil contoh momentum sederhana, 17 April lalu,


serentak di seluruh Indonesia mengadakan Pemilihan Umum
(Pemilu). Hampir di seluruh media nasional maupun lokal
membahas Pemilu. Bahkan ada yang membuat liputan khusus
soal pemilu. Keadaan insidental seperti ini bisa kita manfaatkan
untuk mendapatkan berita. Pemilu bisa menjadi topik yang kita
ambil untuk menulis berita berikutnya yang akan kita setorkan
ke redaksi. Kemudian pertanyaannya, kenapa topik Pemilu
perlu diangkat menjadi berita? Apa keperluannya?

Tanpa terjawab lewat tulisan pun, kita semua sudah

15
tahu, bahwa Pemilu masuk ke dalam agenda publik. Secara
otomatsis, apa saja yang ada di agenda publik itu layak
diberitakan. Kenapa? Kembali lagi ke fungsi berita itu sendiri.
Berita hardir untuk memberikan informasi kepada publik.
Artinya, kita sebagai jurnalis atau pemvberi informasi adalah
pelayan publik. Apapun yang berhubungan dengan publik kita
wajib mengetahuinya dan mengejarnya, termasuk Pemilu.

Pemilu menjadi topik yang paling sering disasar


wartawan. Apalagi karena topik ini menjadi yang paling laris
dicari oleh publik. Keingintahuan publik soal siapa yang
menjadi pemimpin mereka dan keterlibatan mereka dalam
agenda yang satu ini, memaksa media melalui para jurnalisnya
untuk terus mengejar apa saja yang berkaitan dengan Pemilu.
Bagi wartawan yang ada di daerah (bukan di Jakarta), tentu
akan menarik topik Pemilu agar berkesuaian dengan yang ada
di daerah. Bagaimana caranya? Tenang, saya akan bahas nanti.

Itu kalau topiknya seluas pemilu. Lalu, bagaimana dengan


topik lainnya? Untuk menentukan topik yang akan kita jadikan
berita sebenarnya tidak terlalu sulit. Sudah saya sampaikan
di atas, bahwa yang diperlukan adalah membaca. Membaca
suasana, membaca keadaan, dan membaca situasi. Kuncinya
perhatikan apa saja yang terjadi di sekitar anda. Misalnya,
tetangga atau orang tua kita mengeluh soal banyaknya nyamuk.
Tiap malam selalu digigit nyamuk. Apalagi yang mengeluh itu
banyak , alias lebih dari satu orang.

Nah, dengan itu, kita sudah mendapatkan topik yang


akan kita buat menjadi berita, yaitu: Banyaknya Nyamuk. Terus

16
dibuat beritanya bagaimana? Jangan terburu-buru, karena sya
dari tadi baru membahas senjata yang pertama. Selanjutnya,
kita akan membahas cara memanfaatkan senjata kedua dalam
membidik peristiwa menjadi berita.

Menyiapkan Kail

Jika topik dalam peristiwa itu diumpamakan seperti alat


pancing, maka yang dibutuhkan selanjutnya untuk memancing
ikan adalah kail. Kita perlu memakai kail untuk mengait mulut
ikan agar nanti bisa terangkat ke permukaan. Mana mungkin
kita bisa mendapatkan ikan hanya dengan menggunakan alat
pancing, tanpa memasang kailnya. Dalam menangkap peristiwa
menjadi berita utuh pun demikian. Kita perlu menyiapkan kail
untuk menangkap topik dari setiap peristiwa yang kita jumpai.
Mengenai ini, para wartawan sering menyebutnya sebagai News
Peg.

Menentukan news peg tidaklah sulit, jika anda sudah


bisa merumuskan topik peristiwa. News peg atau kail berita
bisa kita temukan dengan cara mencari apa yang menjadi pokok
permasalahan, pembahasan, dan objek yang berkaitan dengan
topik. Saya akan mengambil contoh dengan topik di atas, yaitu
Banyaknya Nyamuk. Sekarang kita akan menentukan kail yang
cocok untuk mengonversi topik tersebut menjadi berita. Mulai
dengan objek yang berkaitan dengan topik tersebut, karena di
sini kita tidak mampu mewawancari nyamuk, maka yang perlu
kita ambil objeknya adalah warga, komunitas, atau intansi dari
pemerintah.

17
Jika kita mendapatkan topik tersebut dari masyarakat,
akan lebih mudah kalau kita mengambil kailnya masyarakat
itu sendiri. Kita bisa mulai menarik benang merah antara
masyarakat dan topik Banyaknya Nyamuk tadi. Kita taruh topik
Banyaknya Nyamuk menjadi variabel pertama, dan masyarakat
sebagai variabel kedua. Seorang jurnalis harus bisa terlatih
untuk mencari korelasi antara variabel satu dan dua, mirip
seperti pembuatan disertasi.

Misalnya, ternyata setelah ditelisik, karena banyaknya


nyamuk membuat masyarakatnya itu resah, susah tidur,
terganggu, gatal-gatal, ataupun lebih parah dari itu, menimbulkan
penyakit. Baru setelah kita mengail topik Banyaknya Nyamuk
dengan masyarakat, bahasan akan menjadi lebih sempit, dan
bisa kita olah menjadi berita. Dari semula topiknya luas, yaitu
Banyaknya Nyamuk akan mengerucut setelah kita temukan,
ternyata dengan banyaknya nyamuk menimbulkan penyakit
demam berdarah di masyarakat.

Kemudian sehabis itu kita tinggal cocokkan tempatnya,


dimana kita menemukan topik dan kail tersebut. Praktis
setelah menggunakan alat pancing dan kail, nelayan akan
mendapat ikan yang dia cari. Kita sebagai jurnalis pun sukses
menangkap peristiwa yang bertebaran. Tapi, seorang nelayan
enggak mungkin langsung menjual ikan jenis apapun dari hasil
tangkapannya ke pengepul, atau bahkan di restoran-restoran
dan warung lamongan. Sebagai seorang jurnalis, kita juga
enggak mungkin menyajikan semua peristiwa kepada pembaca
di halaman koran atau portal media siber.

18
Memilah Bukan Menyaring

Apa yang diajarkan Pak Burhan nampaknya sampai saat


ini masih membekas. Saya ingat dia menyampaikan senjata
ketiga untuk membidik peristiwa agar bisa menjadi berita
adalah news value atau nilai berita. Loh apa kaitannya dengan
memilah dan menyaring? Sek tho. Ini berhubungan dengan
news value itu sendiri, terlebih news value memang hadir
untuk memudahkan wartawan dalam memilah peristiwa agar
tak sembrono menyajikannya ke khalayak. Yang perlu digaris
bawahi adalah memilah itu bukan menyaring.

Menyaring itu menyeleksi, ibaratnya kita sedang


mengayak menir, lalu terseleksi mana menir yang tidak layak
menjadi beras, dan mana yang bisa menjadi beras. Mengayak
terjadi secara alamiah, artinya menir yang tidak bagus akan
tersisihkan, dan tidak bisa dipakai lagi, alias dibuang. Konsepsi
seperti ini adalah menyaring atau menyeleksi, karena apa
yang sudah dibuang tidak bisa digunakan lagi. News value tak
berfungsi untuk menyeleksi, tapi memilah.

Ada daya dari si wartawan untuk memilah mana


peristiwa yang cocok, dan alatnya adalah menggunakan news
value. Persis seperti nelayan yang memilah ikan yang akan ia
jual, bukan berarti ikan yang tidak dipilih tidak bisa dijual lagi,
tapi barangkali ikan tersebut bisa diambil atau diberikan pada
nelayan lain. Jurnalis punya kontrol penuh atas peristiwa yang
susah payah ia dapatkan.

Haris Sumadiria dalam Jurnalistik Indonesia: Menulis

19
Berita dan Feature berpendapat ada 11 news value yang harus
diperhatikan wartawan. Namun Asti Musman dan Nadi Mulyadi
dalam Jurnalisme Dasar menerangkan bahwa dalam menulis
berita membutuhkan 10 news value. Saya ketika mengikuti
perkuliahan Pak Burhan, dia juga menyampaikan 10 news
value.

Hingga sekarang, saya masih berpedoman untuk


memakai 10 news value. Karena menurut saya, satu nilai berita
tambahan, yaitu seks dari Haris Sumadiria dari bukunya tersebut
sangat tidak relevan dengan kepentingan publik. Namun enggak
bisa ditampik, kalau seks sekarang juga bisa menjadi komoditi
yang menarik terhidang di hadapan publik, seperti dua berita
dari sindonews dan liputan6 di atas. Saya sampai saat ini masih
menghindari pemberitaan untuk mengambil seks sebagai news
value, apalagi yang berkaitan dengan otoritas tubuh masing-
masing orang, memakai bra dan berhubungan intim misalnya.

Karenanya, saya merangkum sepuluh news value dari


buku Jurnalisme Dasar karya Asti Musman dan Nadi Mulyadi,
ditambah rangkuman dari apa yang disampaikan Pak Burhan.
Sepuluh news value tersebut adalah:

Aktual atau Timeless

Misalnya terjadi kebakaran di gedung DPRD


Kabupaten Batang. Ini adalah kejadian insidental
yang aktual, alias baru terjadi. Wartawan bisa
memanfaatkan peristiwa aktual untuk diangkat
menjadi berita. Karena peristiwa aktual mampu

20
memberikan efek kejut kepada khalayak. Sehingga
berita yang aktual pasti akan mendapatkan pembaca.
Belum lagi, arus informasi yang cepat menuntut
wartawan memberitakan peristiwa secepatnya.

Namun, jurnalis juga tidak boleh abai dan


menyepelekan publik. Contohnya ketika ada
pernikahan artis mendadak. Meskipun itu aktual,
jurnalis tidak wajib memberitakannya, karena tidak
ada urusan publik di dalamnya. Kendati sebagian
dari masyarakat ada yang menanti momen tersebut,
jurnalis harus lebih mementingkan peristiwa yang
selayaknya publik harus cepat tahu, berita kecelakaan
dan kebakaran misalnya.

Kedekatan atau Proximity

Publik sangat menanti informasi yang berasal


dari dekat rumahnya. Atau yang mempunyai nilai
kedekatan dengannya. Misalkan, kedekatan dalam
hal sesama agama, negara, domisili, kelamin, dan lain
sebagainya. Maka dari itu, berita peperangan antara
Palestina dan Israel sangat melekat pada benak
masyarakat muslim di Indonesia, karena mereka
mempunyai unsur kedekatan dalam hal agama.

Media yang paling mengandalkan news value ini


adalah radio, terutama di Kota Pekalongan. Karena
masyarakatnya yang notabene menengah ke bawah,
tentu informasi lokal sangat dibutuhkan. Begitu pula
LPM Al-Mizan yang bertengger di IAIN Pekalongan,

21
dan hadir memang untuk mahasiswa kampus
tersebut. Al-Mizan akan kehilangan pembaca jika ia
menanggalkan informasi yang berhubungan dengan
IAIN Pekalongan.

Penting

Berita itu harus penting. Kita harus mendahulukan


peristiwa penting untuk diberitakan. Kebakaran,
bencana, dan kecelakaan adalah contoh yang kerap
digunakan para pemateri jurnalistik. Apa nilai
kepentingan dari tiga kejadian itu? Pertama, berita
kebakaran sangat penting tersaji secepatnya kepada
publik, karena barangkali ada diantara publik yang
ternyata pemilik toko, rumah, atau bangunan yang
terbakar dan bisa mengetahuinya secara cepat,
apabila ia sedang tak ada di tempat.

Kedua, agar keluarga dari korban kebakaran,


bencana, dan kecelakaan bisa secepatnya mendapat
kabar untuk kemudian langsung ditindak lanjuti,
karena barangkali yang bersangkutan tidak sempat
mengubungi keluarga.

Keterkenalan atau Prominance

Ada dua orang bermain catur tidak bisa dijadikan


sebuah berita. Tapi, andaikata dua orang itu adalah
anggota DPR, atau dua rival calon presiden sedang
bermain catur di Istana negara tentu bisa menjadi
sorotan para wartawan untuk membidik peristiwa

22
itu menjadi berita. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan aspek prominance dari tokoh yang terlibat
dalam peristiwa itu.

Dampak atau Impact

Suatu peristiwa yang memiliki dampak sangat


menarik untuk diangkat menjadi berita, seperti
Pemilu tadi. Pemilu adalah salah satu peristiwa
sekaligus agenda publik yang memiliki dampak besar.
Maka dari itu, banyak jurnalis yang memanfaatkannya
menjadi berita. Contoh lainnya adalah adanya gempa
bumi, tsunami, tanah longsor, dan pelbagai peristiwa
bencana lainnya dipastikan akan selalu dibidik oleh
wartawan.

Besaran atau Magnitude

Anda dan pasangan anda menikah itu tidak layak


menjadi berita. Namun, bayangkan jika ada ribuan
lansia mengikuti nikah massal. Wah, sudah pasti
para koordinator lapangan langsung menurunkan
reporternya untuk massal tersebut. Itu artinya,
jumlah subjek yang terlibat dalam peristiwa akan
bisa dijadikan berita jika menyangkut besaran yang
tidak logis. Misalnya pernikahan tadi, atau yang
justru biasanya berjumlah banyak, tapi sedikit.
Contoh sidang paripuran DPR RI yang dihadiri
sedikit anggotanya juga bisa menjadi berita. Prestasi
yang besar juga masuk ke nilai berita ini.

23
Konflik (Conflict)

Istilah bad news is a good news nampaknya


melekat pada nilai berita yang satu ini. Hal ini
terbukti ketika muncul suatu konflik, seperti
tawuran, bentrok, hingga perkelahian, diantara
mereka pasti ada wartawan yang meliput. Bahkan
jurnalis terkadang rela mengorbankan nyawanya
hanya untuk meliput konflik. Seperti kejadian lima
belas tahun silam, dimana reporter RCTI, Ersa
Siregar terkena tembakan saat meliput baku tembak
antara TNI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di
Lhokseumawe, Aceh.5

Keunikan (Unique)

Pohon pisang berbuah pisang banyak tidak


bisa dijadikan berita. Namun apabila pohon pisang
tersebut justru menghasilkan buah naga, baru bisa
dijadikan berita. Peristiwa tersebut jarang atau
bahkan langka dan tidak barangkali tidak akan
pernah terjadi. Tetapi, jurnalis sering memanfaatkan
peristiwa yang tidak lazim seperti itu menjadi berita.
Karena kelangkaan peristiwa dan kejadian-kejadian
unik tersebutlah yang menjadi news value yang kita
sebut dengan keunikan.

Informasi

Berita adalah informasi, maka segala informasi


5 https://tirto.id/ersa-siregar-diculik-ditawan-dan-tewas-diterjang-
peluru-dcy1, diakses pada 4/8/2019. Pukul 20.17 WIB.

24
adalah berita. Tentu informasi yang dimaksud ialah
yang harus diketahui publik, artinya mengandung
kepentingan publik di daamnya. Misalnya,
informasi soal rencana pembangunan jalan tol yang
disampaikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang, Basuki Hadimuljono, atau rencana
akan diberlakukannya Kartu Indonesia Sehat oleh
Persiden RI, Joko Widodo wajib diketahui oleh publik,
dan tugas wartawan adalah untuk memberikan
informasi tersebut ke publik.

Human Interest

Nilai berita yang satu ini tidak melulu terfokus


pada sisi human interest atau yang membuat orang
tertarik dan memelas saja. Melainkan adanya news
value yang satu ini sekaligus berfungsi sebagai
corong aspirasi masyarakat. Apabila ada seseorang
dari mereka ada yang membutuhkan satu bantuan
khusus, misalnya rumah warga yang hampir roboh,
jurnalis akan meliput itu dan bahkan wajib, agar
pihak pemerintah bisa membantu warganya yang
membutuhkannya.

Campur Tangan Redaksi

Saya rasa hampir semua wartawan di Indonesia, bahkan


di dunia sangat membenci hal ini. Namun, apalah daya, mereka
(jurnalis) bekerja tidak hanya untuk masyarakat, tetapi untuk
para konglomerat media. Adanya campur tangan redaksi

25
sebenarnya tidak begitu menganggu kinerja wartawan, dengan
catatan, apabila si jurnalis tidak dibatasi ruang liputannya.
Permasalahan sesungguhnya adalah ketika wartawan sudah
mendapat berita kemudian disetorkan ke redaksi, tapi ketika
dimuat di koran, beritanya jadi lain. Para kalangan jurnalis dan
redaktur menyebutnya dengan framming atau angle berita.

Kendati mantan direktur Remotivi, Muhammad Heychael


saat menyampaikan analisis framming di sebuah seminar yang
pernah saya ikuti. Angle atau bingkai berita bisa datang tidak
hanya dari redaksi, tapi juga bisa ada mulai dari wartawannya.
Sebelum tulisan sampai ke meja redaksi, biasanya jurnalis
sudah menentukan framming untuk beritanya masing-masing.
Ini tidak salah, bahkan tidak ada yang mempersoalkan hal
ini. Namun, Almarhum Rusdi Mathari dalam bukunya Karena
Jurnalisme Bukan Monopoli Wartawan memberi batasan
kepada wartawan agar tidak terlalu memonopoli informasi
yang mereka dapat.

Framming ini sama halnya kita melihat objek. Ada yang


melihat dari atas, dari bawah, dari kanan atau kiri, dari depan,
dan dari belakang. Semuanya tidak masalah, semuanya boleh
dilakukan. Karena framming bukan sebuah kebohongan atau
hoaks, melainkan sebatas bagiamana wartawan membingkai
berita sesuai apa yang dimaunya dan tuntutan redaksinya.
Yang paling berbahaya dari framming adalah justru kita tidak
tahu, berita mana yang mengarah ke positif dan mana yang
cenderung memprovokasi. Begitulah media, jika mengutip
kalimat dari Sudjiwo Tejo, tidak ada yang bisa mendeteksi

26
framming, kecuali dia adalah wartawan atau mantan wartawan.
Perlu diingat: framming tidak termasuk dalam tiga senjata yang
saya sebutkan di atas.

Waktunya Hunting

Sampai di sini, teori yang saya sampaikan di atas perlu


dipraktikkan. Kita tidak akan pernah tahu sejauh mana ruh
jurnalis yang bisa membidik segala peristiwa menjadi berita.
Oleh karena itu, secepatnya carilah peristiwa (hunting), dan
bidiklah menggunakan tiga senjata yang saya wariskan kepada
anda. Agar nantinya kita bisa bersama-sama mencari peristiwa,
dan bareng-bareng belajar jurnalistik. Baca, cermati, dan
hunting. Jika kita sudah paham, barulah kita bisa melangkah
untuk tahap berikutnya yang jauh lebih berat, yaitu menulis
dan menyajikan berita.

27
Teknik Reportase
Saiful Ibad

Praktik jurnalistik bisa diibaratkan seperti ‘orang


memasak’. Mustahil kiranya orang mau memasak tetapi tak
belanja bahan-bahannya untuk keperluan memasak. Maka yang
perlu dilakukan sebelum memasak adalah mengumpulkan
bahan-bahan dari mana saja, untuk kemudian diolah jadi
masakan yang akan segera dinikmati. Pada bab ini kita akan
belajar tentang bagaimana teknik pengumpulan bahan-bahan
tersebut yang biasa dikenal dengan wawancara.

Ada beberapa cara yang biasa digunakan si pemasak


(jurnalis) dalam mengumpulkan bahan-bahannya untuk
memasak (mengolahnya menjadi berita). Salah satu diantaranya
adalah wawancara. Berikut wawancara berdasarkan sifatnya:

1. Wawancara Baku dan Tidak Baku

Wawancara baku terdiri dari seperengkat pertanyaan


yang dipegang teguh jurnalis dan tidak boleh menyimpang dari
pertanyaan-pertanyaan itu. Jurnalis melontarkan pertanyaan
persis seperti yang tertulis sebelumnya. Bahkan ia pun tidak
boleh mengubah urutan pertanyaan.

Wawancara tidak baku memungkinkan jurnalis dan


juga narasumber memperoleh keleluasaan. Jurnalis boleh
menyimpang dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan.
Ia boleh menambahi suatu pertanyaan yang telah dibakukan
itu dengan pertanyaannya sendiri untuk memperoleh jawaban

28
yang lebih lengkap atau layak.

2. Wawancara Non-Direktif

Jenis wawancara ini membutuhkan kemampuan yang


agak lain. Jurnalis menyampaikan kepada narasumber bahwa
jurnalis mendengarkan dan berempati dengan situasi yang ada.
Banvile (1978) melukiskan teknik tersebut dengan memberi
sebuah pernyataan masalah yang mungkin anda dengar dari
seorang teman mahasiswa dan beberapa contoh jawaban
lazim. Jurnalis mencoba menyatakan kembali esensi jawaban
responden tanpa memberikan penilaian tentang jawaban
tersebut atau menawarkan nasihat.

“Saya tidak mengerti apa yang salah, namun belakangan ini


saya sulit bangun tidur pada hari-hari biasa. Minggu dan Sabtu
ketika saya dapat tidur lebih lambat, saya terbangun dini hari!”

“Bila saya kamu, saya akan pergi tidur lebih cepat pada hari-
hari biasa dan lebih lambat malam Sabtu dan malam
Minggu.” (memberi nasehat)

“Alasan anda berbuat itu adalah karena anda tidak bahagia


dengan pekerjaan anda.” (penafsiran)

“Apakah anda tidak menyadari ketika anda mendaftar untuk


mengambil mata kuliah-mata kuliah itu yang akan terlalu
membebani anda? Mengapa dulu anda mengambil
delapan belas unit?” (pemeriksaan ulang)

“Oh ya, saya tahu, saya kira itu biasa. Tidak ada yang harus
dikhawatirkan.” (penentraman hati)

29
“Kedengarannya tugas-tugas anda mengesalkan hati
anda.” (penguraian dengan kata-kata sendiri atau
paraphrasing)

Banville menawarkan lima bentuk respon. Respon terakhir—


paraphrasing—adalah yang digunakan dalam wawancara non-
direktif.

Bentuk-bentuk Wawancara

Wawancara memiliki beberapa bentuk dilihat dari tujjuannya


maupun caranya. Berikut ini bentuk-bentuk wawancara yang
sering dilakukan oleh wartawan atau reporter.

• Factual News Interview

Wawancara jenis ini bertujuan memperoleh


komentar atau pendapat seorang ahli atau seseorang
yang berkompeten tentang suatu masalah. Misalnya,
wawancara dengan seorang dokter hewan tentang
penyebaran wabah penyakit flu burung yang cenderung
disebarkan melalui hewan unggas dan babi.

• Feature Personality Interview

Wawancara jennis ini bertujuan menggali


pribadi seseorang, baik ia seorang tokoh maupun
pelaku utama dari sebuah peristiwa besar. Misalnya,
wawancara dengan Sumanto yang punya hobi makan
daging manusia (kanibalis). Dengan mewawancarainya,
wartawan ingin tahu banyak siapa sebetulnya Sumanto
itu.

30
• Konferensi Pers

Sebenarnya, konferensi pers juga termasuk bentuk


wawancara. Hanya saja, di sini dilakukan oleh banyak
wartawan sehingga kennilangan nilai eksklusifnya.
Juga, konferensi pers dilakukan oleh pihak sumber
berita sehingga informasi yang disampaikannya
cenderung yang baik-baik saja.

• Wawancara Melalui Telepon

Selain menghemat waktu dan tanpa halangan


tempat, wawancara lewat telepon cenderung
lebih terfokus karena jurnalis akan menghindari
pembengkakan kuota, apalagi jika dilakukan dengan
Smartphone. Pertanyaan-pertanyaan bisa diajukan
langsung ke pokok permasalahan atau inti informasi
yang ingin didapatkan. Namun wawancara ini memiliki
beberapa kelemahan. Pertama, jurnalis menjadi terbatas
untuk mengenal lebih dekat dengan narasumber.
Kedua, kurang memiliki komuikasi non-verbal yang
bisa membantu jurnalis/reporter menafsirkan respon
narasumber. Ketiga, wawancara bisa terputus jika tiba-
tiba hubungan telepon terputus. Bahkan dalam kasus
lain, jurnalis sering mengalami hal demikian ketika
narasumber tidak ada waktu. Narasumber bilang,
“Maaf, cukup dulu ya wawancaranya, saya harus
bertemu klien lain.”

• Wawancara langsung atau Tatap Muka

31
Dibandingkan wawancara via telepon, wawancara
langsung atau tatap muka lebih memungkinkan
wartawan mendapatkan informasi yang lebih luas
dan mendalam karena wawancara langsung bisa
dilakukan pada waktu yang lebih lama dan tidak
tergesa-gesa. Untuk keperluan menulis profil seorang
tokoh dan kehidupannya, harus dilakukan wawancara
langsung. Keterangan narasumber bisa direkam atau
dicatat secara panjang-lebar, termasuk gerak-gerik
dan suasana yang mewarnai proses wawancara itu
karena seringkalai menjadi penting dalam sajian hasil
wawancara.

Hati-hati pada keterangan sumber berita yang


dinyatakan off the record. Jurnalis boleh menulis
atau merekamnya tetapi jangan sekali-sekali
memberitakannya ke khalayak umum.

• Wawancara Tertulis

Model wawancara ini dilakukan kapada sumber-


sumber berita yang memang sulit untuk ditembus,
misalnya presiden dan wakil presiden, atau juga
tahanan politik dan narapidana kelas kakap yang
keberadaannya sangat tertutup dari pers. Topik yang
ingin dibicarakan dalam wawancara tertulis biasanya
adalah yang sangat rumit dan memutuhkan kehati-
hatian bagi narasumberuntuk menjawabnya. Karena
itu, jawaban tertulis lebh memungkinkan dilakukan
ketimbang jawaban langsung atau per telepon.

32
Kebanyakan wawancara bentuk ini merupakan
alternatif terakhir ketika sumber berita menolak untuk
diwawancarai langsung atau melalui telepon.

• Wawancara ekslusif

Dalam sajian wawancara di media cetak atau


elektronik, pada pengaantarnya terkadang disertai
embel-embel ‘wawancara eksklusif’. Apa artinya ini?
Jelas, wawancara tersebut hanya dilakukan dan didapat
oleh media tersebut dan tidak didapat oleh media
lainnya. Wawancara eksklusif menjadi kebanggaan
tersendiri bagi setiap media.

Bagaimana mengukur sebuah wawancara itu


bisa dikatakan eksklusif? Apakah hanya karena media-
media lain tidak dapat lalu wawancara tersebut dibilang
eksklusif? Tentu saja eksklusivitas bukan sekadar
tampil beda, melainkan benar-benar memenuhi kriteria
tersebut. Pertama, sumber berita yang diwawancarai
itu benar-benar sedang menjadi aktor berita, misalnya
kasus Ahok karena dianggap menista agama oleh
kalangan kelompok Islam. kedua, mendalam.

• Wawancara Bersama

Bentuk wawancara ini berebeda dengan


konferensi pers. Wawancara bersama hanya dihadiri
oleh beberapa jurnalis dari media berbeda, namun
hanya kebetulan saja. Berbeda dengan konferensi pers

33
sudah direncanakan sebelumnnya.1

Bentuk-bentuk Pertanyaan Wawancara

Pertanyaan Terbuka dan Pertanyaan Tertutup

Pertanyaan terbuka memberi keleluasaan bagi


narasumber untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Narasumber memungkinkan bercerita banyak hal yang
diketahuinya.

Bagaimana anda bisa mendapat IPK 4.00 di semester ini?


Dan sebagainya.

Pertanyaan tertutup tidak memberikan keleluasaan


bagi narasumber. Pertanyaan jenis ini membuat narasumber
jawaban-jawaban singkat.

Berapa IPK anda semester ini?dan sebagainya.

Pertanyaan Menyelidik

Contoh:

• Teruskan.

• Apa yang anda maksudkan?

• Coba ceritakan lebih jauh lagi

• Dapatkah anda menjabarkannya?

• Ya?

1 Zaenuddin HM, THE JOURNALIST Bacaan Wajib War-


tawan, Redaktur, Editor &Mahasiswa Jurnalistik, cetakan pertama
2011 Bandung:Simbiosa Rekatama Media.s

34
• Dapatkah anda menambahkan lagi?

• Mengapa?

• Apa sebabnya?

Pertanyaan Menggiring dan Pertanyaan Netral

Pertanyaan netral adalah pertanyaan yang tidak secara


eksplisit atau implisit menyarankan jawaban yang diinginkan.
Pertanyaan menggiring adalah sebaliknya.

Pertanyaan Menggiring

Anda menyukai pekerjaan ini, kan?

Anda ikut kami, kan?

Pertanyaan Netral

Apakah anda menyukai pekerjaan ini?

Apakah anda ikut kami?

Pertanyaan Membebani

Pertanyaan yang sering menjengkelkan adalah


pertanyaan yang membebani (loaded question), yang
direkayasan dengan mengisyaratkan jawaban yang
diinginkan. “Bukankah benar bahwa kekerasan dapat
memperburuk keadaan?”2

2 Stewart L. Tubbs—Syilvia Moss, 1996 Humman Commu-


nication Konteks-konteks Komunikasi cetakan kedua, Bandung.

35
Etika Wawancara

Beberapa etika yang perlu dilakukan sebelum, sedang


atau bahkan sesudah melakukan wawancara. Berikut urutan-
rutannya:

• Memberi salam dan memperkenalkan diri pada


narasumber

• Bertanyalah dengan sopan, namun kritis

• Pakai pakaian yang wajar

• Hormati narasumber dan etika setempat

• To the point question

• Menanyakan nama, umur, alamat dan jabatan


narasumber

• Akhiri wawancara dengan salam dan ucapan


terimakasih

Teknik Lobying

Inti dari materi teknik lobying adalah komunikasi


persuasif—yang diajarkan oleh Aristoteles yaitu—Ethos,
Pathos, dan Logos. Ethos adalah karakter (kredibilitas) dari
seorang pembicara. Pathos adalah hubungan emosional antara
presenter dengan audiens. Logos adalah bukti logis atau sesuatu
yang nalar.

36
Cara Menentukan Narasumber

Untuk teknnis ini kita perlu wawasan tiga lingkaran


narasumber. Dimana lingkaran pertama adalah narasumber yang
punya kaitan langsung dengan peristiwa yang akan diberitakan.
Lingkaran kedua adalah saksi mata yang menyaksikan suatu
peristiwa tersebut, sedangkan lingkaran ketiga adalah mereka
yang kompeten dan relevan dengan peristiwa tersebut untuk
diminta tanggapan atau pendapat. Seperti gambar di bawah ini,
lihatlah!

37
Penulisan Berita
Ana Risqiana

Kegiatan utama seorang jurnalis adalah


mencari,menulis, dan menyiarkan berita. Ras Siregar
(1982), mengatakan bahwa berita adalah kejadian yang
diulang dengan menggunakan kata-kata.1 Willard C. Bleyer
dalam Romli (2009:35) mengemukakan bahwa, “Berita
adalah sesuatu yang baru yang dipilih oleh wartawan untuk
dimuat dalam surat kabar sehingga menarik minat bagi
pembacanya.”

Adapun jenis berita dibagi menjadi 3, yaitu;

Berita Langsung (Straight News)

Berita langsung adalah kejadian berita yang


disusun untuk menyampaikan kejadian-kejadian
atau peristiwa-peristiwa yang secepatnya harus
diketahui oleh pembaca atau anggota masyarakat.
Unsur terpenting dalam berita langsung adalah
keaktualan. Artinya, berita itu masih hangat karena
baru terjadi.

Berita Ringan (Soft News)2

Berita ringan tidak memerlukan lagi unsur aktual,


tetapi mementingkan unsur manusia dari peristiwa
1 Abdul Chaer, Bahasa Jurnlaistik, (Jakarta: PT Rinenka
Cipta, 2010), hal 11
2 Op.Cit., hal 16

38
itu. Jadi, jika suatu peristiwa sudah dituliskan sebagai
berita langsung, maka masih bisa dituliskan menjadi
berita ringan asal saja memasukkan unsur-unsur
manusiawi itu didalamnya. Pada dasarnya, yang
ditonjolkan adalah unsur menarik dan menyentuh
perasaaan pembaca.

Berita Kisah (Feature)

Berita kisah adalah tulisan yang dapat menyentuh


perasaan ataupun menambah pengetahuan. Berita
kisah tidak terikat aktualitas, karena nilai utamanya
adalah unsur manusiawinya.3 Pada umumnya,
feature lebih mengedepankan unsur why dan how
sebuah peristiwa.4

Dalam berita, harus mengungkap 5W + 1H, yakni


what, who, why, where, when, dan how.5 Namun, dalam
berita kisah (feature), unsur when tidak terlalu penting,
malah ada yang mengatakan tidak penting. Karena yang
penting ditampilkan adalah unsur manusia yang terlibat
dalam peristiwa itu.6

• What, menanyakan apa yang diinformasikan.

• Who, menanyakan siapa yang terlibah dalam


peristiwa itu.

3 Ibid., hal 17
4 Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, (Bandung: 2009), hal 3
5 Ibid., hal 17
6 Ibid., hal 19

39
• Why, menanyakan mengapa peristiwa itu bisa
terjadi.

• Where, menanyakan dimana peristiwaitu terjadi.

• When, menanyakan kapan peristiwa itu terjadi.

• How,menanyakan bagaimana peristiwa itu terjadi.

Contoh 5W + 1H dalam lead (kepala) berita:

Lpmalmizan.com- Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA)


Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan adakan
pelantikan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Unit
Kegiatan Khusus (UKK) periode 2018 bertempat di
Auditorium IAIN Pekalongan, Jum’at (23/2/2018).

What : Pelantikan UKM/UKK periode 2018.

Who : DEMA IAIN Pekalongan.

When : Jum’at, 23 Februari 2018.

Where : Auditorium IAIN Pekalongan.

Umumnya, dalam sebuah lead berita mengandung


unsur apa, siapa, dimana, dan kapan. Sedangkan unsur
kenapa dan bagaimana biasanya dijelaskan di paragraf
selanjutnya.

Selain memenuhi persyaratan rumus 5W+1H,


berita yang baik harus memenuhi persyaratan struktur
penulisan. Dalam jurnalistik, dikenal dengan istilah

40
piramida terbalik sebagai struktur penulisan berita.7
Dengan cara ini, wartawan menempatkan semua
informasi penting pada bagian awal, kemudian makin
ke bawah memuat informasi yang kurang penting.
Pada bagian atas berisi inti informasi, kemudian
penjelasan dan perincian, selanjutnya hal-hal pelengkap
informasi.8

Piramida terbalik berarti bentuk susunan naskah


berita yang mendahulukan kimaks dan diikuti oleh
bagian yang kurang penting. Adapun gambarannya
sebagai berikut:

Selain memperhatikan unsur 5W + 1H, dalam


kepenulisan, berita yang baik diperlukan pula penulisan
judul yang unik, menarik, kontekstual, serta rapi dan
sesuai kaidah. Tata kepenulisan yang kacau hanya akan
membuat pembaca menilai bahwa penulis tidak memiliki

7 Zaenuddin HM, The Journalist, (Bandung: Simbiosa Re-


katama Media, 2011), hal 134
8 Ibid., hal 135

41
kemampuan. sehingga jangankan lanjut membaca,
melirik lagi saja belum tentu berkenan. Adapun tata
penulisan judul yang tepat, sebagai berikut:

Setiap huruf di awal kata ditulis dengan huruf kapital.

Contoh;

• Peserta Terbanyak, IAIN Pekalongan Luluskan


939 Mahasisawa (benar)

• Peserta terbanyak, iain pekalongan luluskan


939 mahasiswa (salah)

Gunakan huruf kecil untuk preposisi, dan konjungsi.

Adapun yang dimaksud dengan preposisi adalah


kata depan yang diikuti oleh kata lainnya. Misalnya,
di, ke, pada, dalam, yaitu, kepada, daripada, untuk
bagi, dan sebagainya. Sedangkan kata konjungsi
adalah nama lain dari kata sambung. Misal, tetapi,
ketika, seandainya, untuk, dan sebagainya.

Contoh;

• Mengenang Tokoh Pekalongan, DEMA-I dan


PEMKOT Adakan Diskusi Sejarah (benar)

• Mengenang Tokoh Pekalongan, DEMA-I Dan


PEMKOT Adakan Diskusi Sejarah (salah)

42
Fotografi Jurnalistik
Ikhtaroza

Memahami ISO, Aperture, dan Shutter Speed di


Fotografi (Segitiga Exposure)

ISO,  Aperture  dan  Shutter Speed  biasa juga disebut


dengan The Exposure Triangle atau dalam bahasa kita diartikan
sebagai segitiga eksposur.

Apa itu Shutter Speed?

Shutter speed merupakan ukuran kecepatan buka tutup


jendela sensor atau selama apa sensor menerima cahaya.

Kecepatan  shutter  diukur dalam satuan  second (detik),


semakin cepat  shutter speed  semakin cepat pula sensor
menerima cahaya, dan sebaliknya.

Contoh :

Shutter speed 1/25s lebih lambat 5 kali dibanding 1/125s.

Pada DSLR, umumnya kecepatan  shutter  dilakukan


secara manual (mekanis) dengan membuka tutup mirror (kaca)

43
yang terdapat di depan sensor.

.. sementara pada  Mirrorless  dan DSLR terbaru,


kecepatan  shutter  bisa dilakukan secara elektrik sehingga
dapat menghasilkan kecepatan  shutteryang sangat tinggi,
misalnya 1/8.000s hingga 1/16.000s.

Pengaruh Cepat Lambatnya  Shutter Speed terhadap


Gambar yang Dihasilkan

Kecepatan shutter akan berpengaruh pada gambar yang


dihasilkan. Lihat gambar :

https://fstoppers.com/education/

Gambar di atas menggunakan  shutter speed  yang


lambat  (long exposure)sekitar 6 detik  sehingga membuat
gerakan air menjadi lembut.

44
https://digital-photography-school.com/

Sementara foto berikutnya menggunakan  shutter


speed yang sangat cepat sehingga membuat air dan buah nge-
freeze.
Apa itu Aperture?

Aperture  atau bukaan lensa adalah ukuran seberapa


besar atau kecil terbuka-nya iris pada lensa yang diukur
dengan f-number (wikipedia).

Semakin besar bukaan lensa  (f-number semakin kecil),


semakin banyak pula cahaya yang masuk ke dalam sensor
kamera. Alasannya sederhana, ibarat jendela, semakin lebar
dibuka maka cahaya yang masuk semakin berlimpah juga.
Contoh :
Pada aperture  f/1.4, bukaan lensa lebih besar
dibandingkan dengan f/1.8;

Pengaruh Besar Kecil Bukaan Lensa (Aperture) terhadap


Gambar yang Dihasilkan. Besar kecilnya bukaan lensa akan
berpengaruh pada hasil gambar yang didapatkan.

45
Semakin besar bukaan lensa, semakin sempit  depth of field
(ruang tajam / foto semakin bokeh/blur)  yang diperoleh, dan
sebaliknya.

Lihat gambar berikut..

https://fstoppers.com/education/
Jadi kalau ingin mendapatkan foto yang bokeh (biasanya
digunakan untuk pemotretan manusia / potraiture),
gunakan  aperture  terbesar  (f-number terkecil)  yang dimiliki
oleh lensa kamu, contoh : f/1.2.

Untuk mendapatkan ruang tajam yang luas  (biasanya


pemotretan landscape), gunakan bukaan terkecil  (f-number
terbesar) di lensa kamu, contoh : f/22.

Pengaruh Besar Kecil Bukaan


Lensa (Aperture) terhadap Shutter Speed

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin


besar bukaan lensa maka intensitas cahaya yang masuk akan
semakin banyak.

46
Hal ini tentu berakibat pada Shutter Speed..

Karena jumlah cahaya yang masuk semakin banyak, maka shutter


speedyang kamu dapatkan akan semakin cepat.

Lihat gambar..

https://fstoppers.com/education/
.. di  f/1.4,  shutter speed  yang diperoleh  1/1000s, sedangkan
di f/8.0 shutter speed yang diperoleh 1/30s.

Apa Itu ISO?

Secara definisi ISO adalah ukuran tingkat sensifitas


sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi setting ISO
maka semakin sensitif sensor kamera terhadap cahaya.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang setting


ISO, coba bayangkan sekumpulan semut pekerja.

• Sebuah ISO adalah sebuah semut pekerja, jika kamera


diatur ke  ISO 100, artinya kamu memiliki  100 semut
pekerja; dan
• Jika kamera diatur ke ISO 200, artinya kamu memiliki 200
semut pekerja.

47
Tugas setiap semut pekerja adalah memungut cahaya
yang masuk melalui lensa dan bertugas membuat gambar.
Jika menggunakan 2 buah lensa yang masing-masing diatur
pada aperture f/1.4, dengan pengaturan ISO kamera pertama
menggunakan ISO 200 sementara kamera kedua ISO 100, maka
kamera siapakah yang paling cepat menghasilkan gambar?

Jelas kamera pertama (ISO 200) kan?

Jadi secara garis besar:

• Dengan menaikkan ISO dari ISO 100 ke ISO 200 (dalam


aperture yang selalu konstan – kunci aperture di f/1.4
atau melalui mode Aperture Priority – A atau Av),
akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sebuah gambar hingga 2 kali lebih cepat
dari Shutter Speed 1/125 ke 1/250 detik;
• Menaikkan ISO, membuatmu bisa bekerja dengan kondisi
cahaya yang minim;
• Saat menaikkan ISO ke 400, akan memangkas waktu
pembuatan gambar hingga separuhnya lagi yaitu 1/500
detik;
• Setiap kali mempersingkat waktu exposure sebanyak
separuh, artinya kamu menaikkan eksposur sebesar  1
Stop.
Kamu bisa mencoba pengertian ini dalam
kasus Aperture.

Cobalah atur  Shutter Speed  selalu konstan pada


1/125 s  (atau melalui mode Shutter Priority – S atau Tv)  dan
ubah-ubahlah pengaturan ISO dalam kelipatan 2, misal
dari 100 ke 200 ke 400 dan seterusnya, lihatlah perubahan
besaran aperture kamu.

48
Mengapa Perlu Menaikkan ISO?

Jika dalam kondisi minim cahaya, kamu sudah


menggunakan  Aperturedengan bukaan terbesar,
mengatur  Shutter Speed  pada kecepatan paling  “wajar”,
namun tidak juga bisa menghasilkan eksposur yang normal..

Contoh hasil dengan menggunakan aperture yang tetap,


maka langkah terakhir yang harus kamu lakukan adalah dengan
menaikkan ISO.
Adakah Pengaruh Menaikkan Nilai ISO?

Menaikkan ISO sering dilakukan oleh fotografer saat


memotret dalam kondisi kurang cahaya. Hal ini bertujuan agar
tetap mendapatkan  Shutter Speed  yang  “wajar”  sehingga bisa
meminimalisir hasil foto yang shake(goyang) atau blur.

49
Namun dengan menaikkan nilai ISO, akan mengakibatkan
kualitas gambar yang dihasilkan menjadi berkurang, akan
muncul noise atau bintik-bintik pada foto.

Berikut perbandingan noise dengan ISO tertentu pada kamera


Canon Powershot S90 :

http://www.hardwarezone.com.sg/review-revolutionary-
compact-canon-powershot-s90/performance-5a
Namun teknologi terus berkembang, kamera-kamera  high-
end saat ini sudah menawarkan peningkatan dalam merender
gambar dengan menggunakan ISO tinggi agar hasil yang
didapatkan tetap terlihat baik.

Selain itu, kemampuan rendering software untuk menghilangkan


noise pun semakin meningkat.Contohnya kamu bisa
menggunakan Photoshop CC untuk mengurangi noise.

Exposure dalam dunia fotografi adalah banyaknya


cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) dalam
proses pengambilan foto.

50
Untuk mendapatkan exposure yang benar  (correct
exposure), dibutuhkan pengaturan ISO, Aperture serta Shutter
Speed  yang tepat sesuai kebutuhan.
Kombinasi ISO, Aperture dan Shutter Speed ini biasa disebut
sebagai segitiga exposur (The Triangle Exposure).

Kombinasi ketiganya digunakan untuk menghasilkan


gambar yang kreatif dengan eksposur yang benar.

Kamera secara otomatis dapat melakukan ini dengan


perhitungan yang akurat, kamu tinggal atur saja ke pengaturan
otomatis.

Tapi..

Tak cukup hanya  correct exposure  saja yang kamu


butuhkan. Kamu harus bisa membuat  creative exposure  atau
eksposure kreatif. Disinilah kreativitasmu berperan, tak cukup
hanya segitiga eksposure saja.

Untuk mendapatkan  creative exposure, kamu harus


memahami dulu apa itu ISO, Aperture serta Shutter Speed pada
kamera. Pada kondisi cahaya normal, meningkatkan ISO dari ISO
200 ke 400 (satu stop) akan meningkatkan kecepatan shutter
dari 1/30s ke 1/125s (turun 2 stop).

Berikut contoh penerapannya..

Contoh Pemotretan Potraiture :

Kamu ingin memotret manusia  (potraiture)  dengan


mengisolasi objek agar bagian background menjadi bokeh (blur),
maka f-number yang digunakan adalah bukaan terbesar lensa,
misalnya f/1.4.

51
https://fstoppers.com/education/

Jika kondisi cahaya cukup, kamu bisa menekan ISO


hingga ke ISO 100 atau ISO 50 (pada fullframe) agar foto yang
dihasilkan tidak noise.

Perhatikan shutter speed..

Jika objek diam, usahakan kecepatan  shutter  tidak


kurang dari  1/60s  atau minimal  1/Focal Length  dari  focal
length (zoom) yang kamu gunakan. Tujuannya agar foto tidak
shake (goyang).

Misal kamu menggunakan lensa dengan  focal


length  85mm, maka  shutter speed  minimal yang harus kamu
gunakan adalah 1/85s.

Sebagian fotografer bahkan menyarankan agar


menggunakan shutter speedminimal 1/2xFocal Length, berarti
minimal 1/170s.

Jika kecepatan minimal tidak didapatkan karena kondisi


cahaya yang kurang, maka langkah yang harus kamu lakukan

52
adalah dengan menaikkan ISO. Misalnya dari ISO 100 ke ISO
400 dan seterusnya hingga mendapatkan kecepatan minimal
tadi.

Alasannya,daripada mendapatkan foto  shake (goyang),


lebih baik foto agak noisekarena foto goyang tidak bisa dikoreksi
dengan software editing foto sementara foto noise masih bisa
dikoreksi bahkan oleh kamera sendiri tanpa bantuan software.

Contoh Pemotretan Landscape (Pemandangan)

Foto  landscape  idealnya adalah foto yang tajam secara


keseluruhan (larger depth of field).

https://fstoppers.com/education/
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, untuk
mendapatkan foto yang tajam secara keseluruhan maka
f-number yang digunakan adalah angka terbesar di lensa kamu,
biasanya f/22.
Semakin besar f-number, semakin kecil jendela terbuka
sehingga cahaya yang masuk semakin minim. Hal ini akan

53
mengakibatkan shutter speedyang dibutuhkan semakin lama.
Kalau shutter speed masih wajar (1/FL), kamera bisa dipegang
secara handheld.jika shutter speed sangat rendah, wajib gunakan
tripod.
Pada pemotretan  landscape, usahakan menggunakan
ISO paling rendah misalnya  ISO 100  atau  ISO 50  karena
foto landscape pada umumnya harus meminimalisir noise agar
foto terlihat sangat tajam.
Dengan rendahnya ISO, lagi-lagi  shutter speed  akan semakin
panjang.
Alih-alih menaikkan ISO, fotografer landscape akan
memilih menggunakan tripod sehingga shutter speed yang
diperoleh semakin panjang dan hasil foto lebih dramatis.
.. misalnya air terjun yang terlihat lembut, pergerakan awan
yang seperti slow motion.
Itulah mengapa fotografer  landscape  selalu membawa
tripod kemanapun ia pergi.
Demikian artikel Memahami ISO, Aperture, dan Shutter
Speed di Fotografi (Segitiga Exposure).1

Caption dalam Foto Jurnalistik


Caption dalam foto jurnalistik terkadang mampu menggiring
mata untuk kembali melihat foto. Ia seakan menghembuskan
nafas untuk menghidupkan foto dengan memberi pendalaman
terhadap sebuah peristiwa. Ia mempertemukan foto dengan
konteksnya dan membantu pembaca untuk membangun
pemahaman akan sebuah cerita dari si foto.
Fred S. Parrish dalam Photojurnalism: An Introduction,
menjabarkan bahwa  caption  membantu mengarahkan
perspektif sebuah foto dan menjelaskan detail informasi yang
tidak ada dalam gambar, membingungkan, atau tidak jelas.
Mengutip  Cartier Bresson, ia menambahkan
bahwa  caption  seharusnya tidak mengulang informasi yang
sudah tertampung dalam gambar. Waktu pembaca terlalu
berharga dan ruang pada media cetak terlalu sempit jika
1 Ppt materi Fotografi Jurnalitik oleh :Soiful Umam, S.Sos

54
hanya untuk mengulang-ulang informasi. Karenanya, untuk
membuatcaption yang tersusun dan rapi tentunya dibutuhkan
panduan yang baik, berikut adalah susunan yang baik dalam
membuat caption:

Who (Siapa)
Nama subjek terfoto. Selalu tanyakan bagaimana
mengejanya supaya tidak salah dalam penulisan.
Tanyakan umur, jika dalam foto memuat anaknya
tanyakan juga umurnya dan duduk di kelas berapa si anak
bersekolah.
Tanyakan alamat subjek tinggal.
Nomor telepon jika di butuhkan untuk informasi dan/
atau konfirmasi.
Tanyakan hal-hal lain yang relevan dengan diri subjek,
misalnya apa pekerjaannya dan bagaimana kehidupannya.
Saat memotret personal militer berusahalah agar
memperoleh nama dan kesatuannya. Jangan berasumsi satu
pasukan berasal dari kesatuan yang sama. Sebagian mereka
bisa berasal dari marinir atau justru pasukan yang berbeda.

What (Apa)
Selalu identifikasi peristiwa dengan benar secara
menyeluruh. Misalnya untuk sebuah acara parade sekolah,
jangan lupa menyertakan keterangan apakah itu acara tahunan
dan seterusnya.
Pastikan akurasinya, jangan menduga-duga.Cari informasi yang
spesifik tentang apa yang ada di dalam foto.

When (Kapan)
Tulislah hari dan bulan yang relevan. Jika foto dibuat
dan kemudian dimuat pada tahun yang sama maka keterangan
tahun boleh saja tidak ditulis, namun jika pemuatan foto setelah

55
tahun tersebut maka tahun pembuatan harus di cantumkan.
Yang penting untuk diperhatikan adalah perbedaan antara foto
dibuat dengan peristiwanya. Sering kali foto jurnalistik dibuat
sesaat setelah peristiwa terjadi.
Pada peristiwa tertentu jurnalis foto harus tahu waktunya
dengan pasti, misalnya sebuah kebakaran berawal pada pukul
8.20 WIB dan seterusnya.

Where (Dimana)
Carilah data lokasi peristiwa dengan lengkap: nama
jalan, desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya.
Carilah data tempat yang lebih spesifik. Misalnya nama gedung,
atau pemilik tempat.

Why (Mengapa)
Pastikan memperoleh data  Why  dengan benar (valid).
Misalnya kenapa sebuah acara diadakan di atas danau, seorang
Ibu menangis pilu, dan seterusnya. Atau keterangan berupa
sebab dari suatu kejadian. Seringkali data-data tentang why ini
tidak dibutuhkan dalam penulisan caption, tapi jurnalis foto
memerlukannya untuk menjelaskan fotonya.
Keterangan foto lengkap yang memuat semua informasi
cerita dalam foto. Caption yang lengkap biasanya disertai
kelengkapan data 5W  + 1H. Penulisannya berformat gaya
penulisan berita, yang dapat menjawab semua pertanyaan
terkait foto.
Berikut adalah beberapa foto yang saya coba paparkan
kedalam foto jurnalistik beserta captionnya2

2 https://www.kamerashot.com/memahami-iso-fotografi/

56
Bagaimana Menulis Esai dan Opini?
Muharom Syifa

Esai dan Opini, seringkali kita sulit membedakan antara


apa itu Esai apa itu Opini. Sehingga dalam mencoba menuangkan
sebuah tulisan baik Esai maupun Opini kita sudah kebingungan
terlebih dahulu. Alhasil tidak jadi menulis esai ataupun opini.
Pengetahuan yang kurang memang menjadi kendala bagi
setiap para penulis. Oleh karena itu, sebelum memulai menulis,
alangkah baiknya kita membaca agar dapat memahami apa
yang belum diketahui.
Namun sebelum mencoba menulis esai maupun opini,
ada hal yang harus dipahami bagi penulis, yaitu pengertian
sebuah artikel. Pemahaman mengenai artikel adalah gerbang
awal untuk memahami perbedaan antara Esai dan Opini. Karena
bagaimanapun juga Esai dan Opini adalah sebuah bentuk dari
Artikel. Artikel adalah karya jurnalistik berupa tulisan yang
berisi pendapat (opini), gagasan (ide),pemikiran serta fakta.
Sebagaimana menurut Rillan E. Wolseley, pengertian
artikel adalah karangan tertulis yang panjangnya tidak dapat
ditentukan, dimana tujuannya untuk menyampaikan gagasan
maupun fakta dengan maksud meyakinkan, mendidik, ataupun
menghibur.
Menurut Sumandiria, pengertian artikel adalah suatu
karya tulis lepas yang isinya berupa opini tentang masalah
yang sifatnya aktual dan biasanya bersifat kontroversial
dengan tujuan menghibur, memberitahu, mempengaruhi, dan
meyakinkan para pembacanya.

57
Dari sini bisa kita tarik pemahaman bahwa mengapa
disebut artikel karena memuat karangan tertulis yang memuat
gagasan dimana tidak ada batasan dalam pendek ataupun
panjangnya kata. Sehingga kita dapat bebas menulis tanpa
cemas akan adanya batasan kalimat. Selama masih memuat
gagasan itu masih disebut artikel. Biasanya, dalam membuat
artikel terdapat anatomi tulisan mulai judul, pendahuluan, isi
tulisan yang memuat identifikasi masalah dan penutup.
Akan tetapi secara umum, ada lima jenis artikel yang
sering kita baca sehari-hari. Mengacu pada pengertian artikel
di atas, adapun jenis-jenis artikel adalah sebagai berikut:
1. Narasi
Artikel narasi adalah jenis artikel yang isinya
menceritakan tentang rangkaian peristiwa secara sistematis
(awal, tengah, dan akhir). Di dalam narasi terdapat tokoh,
konflik, dan penyelesaian masalah.  Contoh narasi; biografi,
autobiografi, kisah pengalaman.
2. Deskripsi
Artikel deskripsi adalah jenis artikel berupa karangan
yang menggambarkan tentang suatu hal kepada pembacanya,
sehingga pembaca seolah-oleh dapat merasakan, melihat, dan
mendengar isi dari deskripsi.
3. Eksposisi
Artikel eksposisi adalah jenis artikel yang isinya
menjelaskan atau memberikan informasi mengenai suatu topik
agar menambah pengetahuan pembacanya. Artikel eksposisi
biasanya dilengkapi dengan gambar, grafik, dan informasi
pendukung lainnya.

58
4. Argumentasi
Artikel argumentasi adalah suatu karangan yang
tujuannya ingin membuktikan kebenaran sebuah pendapat
dengan menyajikan data/ fakta sebagai alasan. Di dalam artikel
argumentasi biasanya terdapat unsur opini dan data, serta fakta
sebagai pendukung opini.
5. Persuasi
Artikel persuasi adalah artikel yang isinya bertujuan
untuk mempengaruhi pembaca sehingga bersedia melakukan
sesuatu yang dianjurkan oleh si penulis dalam karangannya.
Artikel seperti ini banyak digunakan dalam kampanye-
kampanye, misalnya kampanye anti Narkoba yang isinya
menjelaskan tentang bahaya Narkoba.
Tempo Institut telah merangkum bagaimana langkah-
langkah menulis Artikel yang baik dan enak dibaca yaitu
sebagai berikut:
Menemukan Ide
Tanpa ide, menulis adalah pekerjaan yang mustahil;
seseorang tak bakal kesulitan menggoreskan kata apa pun. Dan
bila kata-kata absen, bisa ditebak bagaimana lanjutannya, kan?
Novelis Ernest Hemingway menggambarkan situasi “selembar
kertas kosong” itu sebagai keadaan paling menakutkan dalam
pekerjaan menulis. Tapi bagaimana menemukan ide?

Ide bukanlah hal ruwet yang harus selalu dicari-cari.


Sering ide datang sendirinya di sela aktivitas sehari-hari. Cata
ide yang muncul, misalnya ketika kita berada dalam perjalanan,
atau sedang bekerja, membaca, berbincang, menghadiri

59
seminar, dan menonton. Entah menarik entah tidak, itu perkara
nanti. Sering pula ide yang pertama kali muncul belum solid,
berantakan dan tidak runtut. Tak mengapa, yang penting
tulislah dulu.

Menetapkan Angle
Langkah selanjutnya adalah memilih satu saja aspek
dari ide tersebut yang paling menarik dan paling penting. Inilah
yang disebut angle, yaitu membidik suatu persoalan hanya dari
satu sudut pandang. Angle harus jelas, jernih, dan tajam. Agar
mudah, rumuskan angle dalam kalimat tanya.

Gunakan unsur 5W+1H, yaitu who, what, when,


where, why, dan how. Dan, supaya bisa merumuskan angle
secara jitu, kita perlu memahami kompleksitas persoalan dan
menguraikannya secara sistematis. Hal ini membutuhkan data
awal yang kuat dan relatif lengkap.

Mengumpulkan Bahan Tulisan


Seberapa pun bagusnya, ide hanya akan menjadi pepesan
kosong jika tak diikuti penggalian bahan atau reportase.
Seorang wartawan, atau penulis bisa menggunakan tiga senjata
untuk mengumpulkan bahan: riset, observasi dan wawancara.
Di Tempo, ketiga alat ini sama pentingnya karena merupakan
kesatuan yang saling melengkapi.

60
Kerangka tulisan
Kerangka tulisan atau outline tulisan akan membantu
penulis atau wartawan dalam dua hal: memetakan kronologi
peristiwa, data yang dibutuhkan, serta informasi utama lain
(berupa kesan atas narasumber hingga referensi tertulis) dan
mengalirkan cerita jurnalistiknya.

Di tahap ini Anda dapat memberikan gambaran dengan


angle apa tulisan bisa disusun, model lead (paragraf pertama)
yang dirasa menarik, meletakan urutan peristiwa agar tak
menimbulkan data yang bias, hingga menutupnya dengan
kesimpulan yang menggigit.

Menulis
Tahap berikutnya adalah menuliskan semua bahan yang
telah terkumpul, berdasarkan ide dan angle yang tajam. Tuliskan
dengan bantuan kerangka yang telah dibuat agar tulisan tak
melantur. Dalam tahap ini, penulis tak perlu terlalu memikirkan
detail-detail kecil yang bisa mengganggu fokus penulis. Tuliskan
saja, kesalahan-kesalahan kecil dan detail bisa diperbaiki di
tahap berikutnya, yaitu editing atau penyuntingan. Tapi bukan
berarti penulis berhak menulis dengan sembarangan.

Editing
Editing atau penyuntingan tak hanya bertujuan
menajamkan isi berita dengan gaya bahasa tertentu, tapi
juga membuat berita jadi menarik. Di Tempo tulisan harus
memenuhi semua persyaratan, berisi, enak dibaca dan perlu,

61
sesuai dengan aturan Tempo. Jika sudah selesai, tulisan harus
diperiksa aspek kebahasaannya. Tak berhenti di situ, tulisan
diuji kembali dalam proses  proof reading  untuk mengecilkan
resiko kesalahan dalam tulisan.

Publikasi
Tahap terakhir adalah menyebarkan tulisanmu ke
pembaca. Jangan malu untuk menyebarkan tulisanmu, mulai
dari orang-orang di sekitar. Anda bisa mendapatkan masukan
dan komentar dari orang-orang di sekitar, dengan begitu Anda
bisa memperbaiki dan terus menulis lebih baik lagi. Sebarkan
seluas-luasnya, agar gagasanmu atau informasi yang kamu
sampaikan didengar banyak orang.1

Setelah memahami apa itu sebuah artikel, dari sini kita


dapat mulai membedakan antara Esai dan Opini. Dimana Esai
dan Opini memiliki kesamaan struktur kepenulisan karena
berasal dari tulisan yang sama yaitu berupa sebuah artikel.
Lalu, apa dan dimana letak perbedaannya jika dikatakan bahwa
Esai dan Opini itu sama-sama artikel.
Untuk mengetahui perbedaan Esai dan Opini hanyalah
pada gaya penulisan dalam memuat sebuah artikel. Dimana jika
kita mengibaratkan sebuah makanan Opini dan Esai itu seperti
Nasi Putih dan Nasi Goreng. Mengapa demikian?, karena Opini
adalah berupa pendapat/ide gagasan yang berasal dari uraian-
urain fakta yang mana dalam kaidah penulisannya berbahasa
baku, jelas dan padat. Sehingga diibaratkan seperti nasi putih
yang belum diolah.
1 Http:tempo-institut.org/berita/cara-menulis-artikel/

62
Berbeda dengan Esai dimana gaya penulisannya lebih
luwes dan memiliki karakter sudut pandang yang menagarah
kepada bahasa si penulis. Sehingga dalam menuangkan sebuah
kata dalam kalimat. Tidak terlalu baku yang mana terkesan
kaku. Gaya penulisannya inilah yang biasa dimaksud dengan
Nasi Goreng dimana dalam mengolah sebuah tulisan perlu
adanya campur tangan dari si penulis dalam menata sebuah
kalimat. Sehingga banyak ditemui bahwa sebuah tulian esai
lebih mengarah pada kepribadian seseorang dan menjadikan
ciri khas dalam penulisannya.

63
Sastra: Cerpen dan Puisi
Nina Fitriani
Cerpen

Pengertian cerpen

Menurut Sumardjo (1983:69) cerita pendek


adalah cerita yang membatasi diri dalam membahas
salah satu unsur fiksi dalam aspeknya yang terkecil.
Kependekan sebuah cerita pendek bukan karena
bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel, tetapi
karena aspek masalahnya yang sangat dibatasi.

Unsur cerpen

Nurgiyantoro (1994:23) unsur dalam cerpen


terbagi atas dua yaitu unsur intrinsik (tema, alur,
latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang, gaya
bahasa, dan amanat.) dan unsur ektrinsik. Dalam
sebuah cerpen, sangat penting untuk menentukan
unsur instrinsik yang nantinya akan membangun
sebuah cerpen.

Bagaimana menulis cerpen

Menulis cerpen tentu cukup mudah. Seseorang


bisa menentukan ide tulisan secara garis besar
dahulu, lalu dipecah agar membentuk satu kesatuan
dengan unsur intrinsik di dalamnya yang saling
membangun sampai cerpen selesai. Ataupun bisa
dipetakan lebih dulu, temanya bagaimana, alurnya

64
bagaimana, tokohnya seperti apa dan sebagainya.

Contoh tulisan cerpen

Aku dan Lelaki Itu

oleh Wayan Jengki Sunarta (Kompas, 3 Agustus


2019)

Setiap kali mengunjungi Pantai Kuta, entah


mengapa aku selalu teringat kepada lelaki itu. Entah
mengapa pula Kuta selalu identik dengan sosok
dirinya. Seolah Kuta dan dirinya lebur menjadi satu
kesatuan.

Senja itu, aku sengaja datang ke rumahnya di


Kuta yang merangkap studio melukisnya. Aku ingin
mewawancarainya. Aku ingin menulis tentang
dirinya secara utuh. Namun, dia malah mengajakku
jalan-jalan menyusuri pantai.

“Pasir pantai akan menyehatkan kakimu,”


ujarnya.

Maka, senja itu, sembari menenteng sandal, kami


berjalan menyusuri bibir pantai. Lidah-lidah ombak
menjilati kaki kami yang telanjang. Butir-butir pasir
seolah meresap ke dalam pori-pori telapak kaki
kami. Cahaya matahari semakin tua dan sebentar
lagi akan berakhir.

“Jadi, kamu ingin menulis apa tentang diriku?”

65
Lelaki itu menoleh ke arahku.

“Ya, apa saja tentang diri Abang.”

Untuk mengakrabkan diri aku lebih suka


memanggilnya dengan sebutan “abang”. Aku
sering mendengar kisah tentang dirinya. Aku juga
beberapa kali pernah bertemu dengannya dalam
acara pameran lukisan. Penampilannya klimis
dan perlente, pakaiannya necis, bersepatu ciko,
mengendarai motor besar. Perawakannya tidaklah
terlalu tinggi. Namun, sorot matanya sangat tajam
bagai mata elang. Rambutnya yang panjang dan
sebagian memutih dikuncir rapi. Dia masih tampak
ganteng di usia tuanya.

“Umurku sudah kepala enam. Sudah banyak hal


yang kulalui dalam hidup ini.”

“Abang masih suka minum?”

Aku mulai mewawancarainya. Dia tertawa kecil.


Mungkin pertanyaan yang kulontarkan dianggapnya
lucu. Dulu, pada suatu acara pameran lukisan
kulihat dia mabuk cukup parah dan ngoceh tak
karuan. Di lain waktu pernah pula secara kebetulan
aku bertemu dengannya di sebuah kafe di Kuta dan
dia mentraktirku minum bir. Saat itu, dia banyak
berceloteh tentang Chairil Anwar. Dan, baru saat
itu aku mengetahui dia menyukai puisi-puisi dan
kehidupan si Binatang Jalang itu.

66
“Kadang-kadang jika lagi ingin minum,” jawabnya
enteng.

“Pernah mengalami gangguan pada tubuh,


Abang?”

“Maksudmu?”

“Sakit lever, misalnya.”

“Ah, apa yang mesti ditakutkan dari penyakit?


Justru penyakit yang takut sama tubuhku.”

Dia tertawa kecil. Aku tersenyum mendengar


gurauannya. Namun, bisa jadi dia tidak sedang
bergurau. Dia telah menyelami kehidupan hingga ke
lumpurnya yang paling kelam.

“Abang masih suka merokok?”

“Janganlah melontarkan pertanyaan bodoh


kepadaku, Dik.”

“Ehm. Maaf, Bang.”

“Ya, aku masih merokok, hanya beberapa batang


sehari.”

Lelaki di sampingku berhenti melangkah. Aku


pun menghentikan langkah. Dia menatap lautan
yang disepuh cahaya senja. Suara debur ombak
seolah menggema dalam relung batinku.

67
“Lihatlah hamparan pantai ini. Dengarlah debur
ombak itu. Perhatikan cahaya senja yang perlahan
akan sirna. Hidup ini indah, bukan? Namun semua
keindahan ini akan pergi dari pikiran kita jika kita
mati.”

“Kedengarannya sangat filosofis, Bang.”

“Itu menurut pikiranmu. Bagiku, alam telah


mengajarkan banyak hal kepada kita. Hanya saja
kita selalu dungu menyimaknya.”

Dia menatapku. “Berapa umurmu?”

“Tiga puluh, Bang,”

“Sudah berkeluarga?”

“Belum, Bang.”

Dia tertawa kecil. “Ya, sebaiknya tak usah


berkeluarga.”

Dia mengamati alunan gelombang yang datang


dan pergi. Kedua tangannya direntangkan. Dia
menghirup udara beraroma garam begitu dalam.
Kemudian dengan lantang dia meneriakkan sebaris
puisi Chairil Anwar: “Peluk kecup perempuan,
tinggalkan kalau merayu.” Beberapa turis yang
sedang berjemur menoleh ke arah kami.

Dengan kalem dia menatapku. “Kamu pernah

68
meniduri perempuan?”

“Pernah, Bang.”

“Berapa perempuan?”

“Satu, Bang.”

“Pacarmu?”

“Iya, tapi kami sudah lama pisah.”

“Cari lagi yang lain.”

“Sedang kuusahakan, Bang.”

Dia tersenyum. Kami kembali melangkah


menyusuri bibir pantai. Dari gosip yang kudengar,
sejak usia muda dia sering gonta-ganti perempuan.
Kebanyakan perempuan asing. Bahkan, beberapa
dari perempuan itu bersikeras ingin punya anak
darinya.

“Jadi, apa yang ingin kau tulis tentangku?”

“Ya, semuanya, Bang. Tentang kisah hidup


Abang.”

“Apa pentingnya menulis tentang kisah


hidupku?”

“Kata orang, Abang legend.”

“Ah, omong kosong apa lagi itu.”

69
“Itu yang sering kudengar, Bang.”

“Mereka bisa saja membual tentang aku.”

“Iya, Bang, tapi aku memang ingin menulis


sesuatu tentang Abang. Mungkin tentang karya-
karya Abang.”

Dulu aku pernah menulis ulasan pameran


tunggalnya untuk sebuah media di Jakarta. Karya-
karyanya menarik dan unik. Dia menghidupkan
kembali seni kolase yang telah lama ditinggalkan
para perupa. Pada bentang kanvasnya dia suka
menempel benda-benda temuan, seperti kayu
terbakar, sandal jepit, kutang, kaleng bekas, bahkan
sepeda ontel ringsek. Tentu saja karya-karya seperti
itu sangat jarang dibeli atau dikoleksi orang. Tapi
dia tidak peduli. Bahkan, konon dia pernah memaki
kolektor yang merendahkan karyanya. Baginya,
kesenian adalah ekspresi dirinya. Karya-karyanya
adalah anak-anak rohaninya.

“Tulisanmu tentang ulasan pameranku dulu itu


bagus. Aku membaca dan menyimpannya.”

“Terima kasih, Bang. Hanya tulisan sederhana


yang banyak kekurangannya.”

“Sesederhana apa pun itu tetap karyamu.”

“Iya, Bang.”

70
“Melukis bagiku seperti bercinta. Aku melukis
hanya untuk menuruti naluri seniku. Aku tak peduli
orang suka atau tidak.”

“Abang memang berjiwa seniman.”

“Kau meragukan kesenimananku!?”

“Oh tidak, Bang.”

“Aku banyak belajar dari sikap hidup Chairil


Anwar.”

Dia lahir di Yogyakarta dan menghabiskan masa


remajanya di Jakarta. Pada awal tahun 1980-an dia
pindah ke Bali dan jatuh hati pada Kuta. Perlahan-
lahan dia berhasil membangun rumah dan studio
sederhana di pinggiran Kuta. Rumah dan studio itu
juga sering menjadi markas dan tempat persinggahan
kawan-kawannya sesama seniman. Sebelumnya, aku
pernah dua kali mampir ke studionya. Ketika capek
melukis, dia bersama kawan-kawannya bermain
musik sembari minum arak, tuak, atau bir. Kadang
mereka berpesta jamur tai sapi, kadang hanyut
dalam asap ganja. Ada saja perempuan-perempuan
bule yang nimbrung dan tergeletak di studionya.
Mereka seolah menemukan surga yang hilang di
sana.

“Apa yang membuat Abang meninggalkan Jakarta,


lalu memilih menetap di Kuta?”

71
“Aku tidak menemukan yang kucari di Jakarta
untuk jiwa seniku.”

“Maksudnya?”

“Jakarta terlalu borjuis bagi jiwa seniku.”

“Lalu, apakah Kuta tidak borjuis, Bang?”

“Sekarang mungkin iya. Namun, dulu, awal 1980-


an, Kuta adalah salah satu surga bagi seniman selain
Ubud dan Sanur. Kuta adalah simbol kebebasan
ekspresi, bagiku.”

“Abang berjiwa romantik.”

“Maka dari itu banyak cewek yang suka padaku.”

Kami tertawa bersama. Kami membiarkan buih


ombak mengelus-elus kaki kami. Entah berapa jejak
kaki yang telah kami tinggalkan di pasir sejauh
menyusuri pesisir. Entah berapa jejak yang telah
berhasil dihapus ombak.

“Apa tujuan hidupmu?”

Aku terhenyak. Aku tidak menduga mendapat


pertanyaan seperti itu. Sebenarnya siapa yang
mewawancarai dan siapa yang sedang diwawancarai.
Aku sendiri belum tahu apa tujuan hidupku. Aku
terkadang berpikir apa hidup perlu tujuan? Bagiku,
hidup adalah untuk hidup itu sendiri.

72
“Aku belum tahu, Bang.”

“Setiap orang semestinya punya tujuan hidup.


Kalau tujuan hidupku, seperti Chairil Anwar bilang:
aku ingin hidup seribu tahun lagi.”

“Aku ingin terus menulis, Bang. Menulis apa saja


yang menarik perhatianku.”

“Iya, itu bagus. Sama seperti melukis, modal


utama menulis adalah kejujuran. Jujur pada diri
sendiri.”Aku terdiam, merenungi ucapannya.

“Kamu tahu, terlalu banyak orang tidak jujur pada


dirinya sendiri. Banyak orang tiap hari bangun pagi,
pulang sore, hanya untuk mendapatkan gaji yang
tidak seberapa. Mereka mengorbankan hidupnya
menjadi mesin.”

“Setiap orang punya pilihan yang berbeda,


Bang.”

“Maka dari itu aku memilih menjadi seniman. Aku


menghargai hidupku sebagai seniman. Aku menjadi
bos untuk diriku sendiri.”

“Lalu, bagaimana cara seniman menghidupi


dirinya, Bang?”

“Itu pertanyaan bodoh.”

Aku terdiam. Memang yang kulontarkan adalah

73
pertanyaan sangat bodoh.

“Setiap orang telah dikaruniai bakatnya masing-


masing. Mereka berhak mengolah bakatnya dengan
kerja keras dan menghasilkan sesuatu dari bakat itu.
Kau punya bakat menulis, maka kau olah bakatmu
itu sehingga berguna bagi dirimu dan orang lain.”

“Iya, Bang.”

Sebagai seorang penulis yang masih banyak


belajar, aku merasa tak berdaya di hadapannya.
Bagiku dia benar-benar legend. Dia punya kharisma
yang tak semua seniman memilikinya. Sorot mata
elangnya seolah ingin mengulitiku. Mungkin sorot
mata itu pula yang membuat banyak perempuan
takluk padanya.

Berjalan bersamanya menyusuri pesisir Pantai


Kuta selalu melekat dalam ingatanku. Peristiwa itu
terjadi lebih dari sepuluh tahun lalu. Beberapa tahun
kemudian kudengar dia opname di sebuah rumah
sakit. Karena berbagai kesibukan pekerjaan, aku tak
sempat menjenguknya. Mungkin hampir sebulan
dia opname karena gangguan liver dan paru-paru.

Tak ada keluarga atau kerabat yang menjenguknya.


Semua urusan rumah sakit diurus oleh kawan-
kawan karibnya. Bahkan ketika meninggal, dia
diurus oleh kawan-kawannya. Menurut berita yang
kudengar, dia sempat meninggalkan surat wasiat

74
agar mayatnya dikremasi bersama karya-karyanya
dan abunya ditabur di Pantai Kuta. Mungkin dia akan
hidup seribu tahun lagi di hati para pengagumnya.
Entahlah.

Aku menatap deburan ombak Pantai Kuta. Di


antara hamparan biru lautan seolah kulihat dia
tersenyum ke arahku. Hingga kini kisah tentang
dirinya belum pernah selesai kutulis. Semesta telah
lebih dulu menuliskannya.

Bedah tulisan

Sama seperti cerpen terbitan kompas lain


yang selalu punya ciri khas tersendiri, cerpen ini
mengandung amanat sangat dalam, bagaimana
seseorang mencintai seni dengan caranya yang begitu
agung. Penulis lewat tokoh di dalamnya seolah ingin
memberi tau pembaca bahwa seni adalah ekspresi
diri yang bagaiamanapun bentuknya harus dihargai.
Bahwa dengan seni (karya) seseorang bisa selalu
dikenang meski nyawanya tak lagi bersemayam.

Penulisan EYD dan tanda baca berdasarkan cerpen di


atas

• Dalam penulisan cerpen, setiap paragraf


harus di tab sekali (menjorok ke kanan),
kecuali tulisan akan dimuat di website atau
platfrom online.

75
• Judul cerpen menggunakan kata yang
awalannya kapital, kecuali jika itu kata
hubung (Aku dan Lelaki Itu)

• Penggunaan di, ke, harus diperhatikan. Kata


di dan ke yang diikuti tempat maka dipisah,
bukan digabung. Contoh: di sana, di rumah,
ke depan, ke rumah. Jika merupakan imbuhan
maka digabung. Contoh: diberi, dicintai.

• Tanda elipsis merupakan tanda titik tiga


kali (...) yang biasanya menunjukkan tokoh
dalam cerita tengah berpikir atau menunda
bicaranya dan ditulis dengan spasi(elipsis)
spasi titik.

Contoh: “Sin, aku ingin ....” (elipsis tiga titik


dan ditutup dengan satu titik karena ada
dalam sebuah percakapan).

• Penulisan dalam percakapan setelah tanda


petik diikuti dengan kata yang berhuruf
kapital. Lalu diakhir sebelum petik tutup,
harus diberi tanda baca. Jika setelah petik
penutup diikuti kata hubung, maka tanda
bacanya adalah koma (,), jika bukan, maka
titik (.).

Contoh:

“Pasir pantai akan menyehatkan kakimu,”


ujarnya. (ujar adalah kata hubung, itu kenapa

76
sebelum petik digunakan tanda koma)

“Iya, itu bagus. Sama seperti melukis, modal


utama menulis adalah kejujuran. Jujur pada diri
sendiri.”Aku terdiam, merenungi ucapannya. (Aku
adalahbukan tanda hubung, itu kenapa sebelum
petik digunakan tanda titik)

Tanda sebelum tanda petik dalam percakapan


harus ada, meskipun setelahnya tidak diikuti kata
apapun. Dan tanda bacanya tidak boleh double,
misalkan tanda tanya (?) dengan titik (.) atau koma (,)
dengan seru (!).

Puisi

Pengertian puisi

Menurut Kosasih (2012: 97), puisi adalah


bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata
indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi
disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang
terkandung dalam karya sastra itu.

Pemilihan kata (diksi)

Kata-kata dalam puisi merupakan hasil


pertimbangan, baik itu makna, susunan bunyinya,
maupunhubungan kata itu dengan kata-kata lain
dalam baris dan baitnya.Kata-kata dalam puisi
bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang
berlambang.

77
Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari
satu. Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat
puitis, yang memupunyai efek keindahan, bunyinya
harus indah dan memiliki keharmonisan dengan
kata-kata lainnya (Waluyo, 1987:106).

Pemilihan kata dalam membangun sebuah puisi


menjadi sangat penting, karena hal tersebut bisa
membuat puisi menjadi lebih hidup dan seolah-olah
memiliki ruh. Pemilihan kata tersebut bisa dengan
menggunakan kata konotasi atau kiasan, kata
berlambang (contohnya: kata bunga bisa diartikan
keindahan), dan bisa juga ditambah dengan majas.

Penyair dan Karyanya

Beberapa penyair di Indonesia yang sudah


mashyur dengan banyak karyanya adalah Chairil
Anwar, Sapardi Djoko Damono, W.S Rendra, Taufiq
Ismail, Widji Tukul, Joko Pinurbo, D. Zawawi Imron,
dan masih banyak lagi.

Salah satu puisi karya Sapardi dan D. Zawawi


Imron berikut bisa menjadi contoh sebuah puisi
dengan pemilihan diksi sederhana namun ruhnya
seakan-akan hidup dan menyentuh pembaca.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu.

78
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

(Sapardi Djoko Damono)

Kalau mendung hitam sudah di atas kepala

jangan larang hujan turun ke bumi

Kalau angin bertiup dengan kencangnya

jangan larang daun-daun kering berguguran

Kalau senyummu selalu mekar dalam hatiku

jangan larang aku tetap setia dan rindu padamu

(D. Zawawi Imron)

79
80
81

Anda mungkin juga menyukai