DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK: 1
FAKULTAS USHULUDDIN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga karena itu juga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Hal-hal yang Boleh dan Tidak
Boleh dilakukan Jurnalis dalam Penanganan Berita (terkait Kode Etik
Jurnalistik /KEWI)”.
Tak lupa shalawat serta salam semoga Allah Swt. senantiasa melimpahkan–
Nya dan mencurahkan–Nya pada baginda kita Nabi Muhammad saw. beserta
keluarganya, para sahabatnya dan kita semua selaku umatnya semoga mendapat
syafaat di hari akhir nantinya.
Makalah ini berisikan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan
jurnalis dalam penanganan berita (terkait kode etik jurnalistik/KEWI. Kami harap
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua baik selaku penyusun maupun
pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat kami perlukan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Kesimpulan............................................................................................................19
B. Saran......................................................................................................................19
Daftar Pustaka.................................................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa saat ini menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas kita. Ketika bangun tidur kita menyempatkan diri membuka laman
situs di internet, menyalakan televisi untuk mengetahui apa yang sedang terjadi
di luar sana. Kurang puas, kita bahkan bersedia menyisihkan uang saku untuk
membeli surat kabar atau majalah. Hal tersebut semata-mata kita lakukan untuk
memenuhi kebutuhan kita akan informasi. Selain berfungsi sebagai sarana
informasi, media massa juga berfungsi sebagai sarana pendidik, kontrol sosial
dan juga pemberi suguhan hiburan. Hingga saat ini, keempat fungsi tersebut
yang paling dikenal oleh masyarakat dalam menuntun aktivitas sehari-hari
mereka.
Sayangnya, ketatnya persaingan antar lembaga media massa saat ini
membuat mereka sulit menjalankan fungsi tersebut dengan baik. Beberapa
lembaga media cenderung memprioritaskan satu fungsi diatas fungsi yang
lainnya. Menurut Mursito (2006), fungsi informasi pada media cetak,
khususnya surat kabar harian masih lebih menonjol di bandingkan pada media
televisi yang lebih menonjolkan fungsi hiburan. Akan tetapi di saat kebebasan
pers dan kepentingan ekonomi menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
baik media elektronik maupun cetak sepertinya mulai melupakan urgensi
masing-masing fungsi tersebut.
Ironisnya, lembaga media seakan kehilangan esensi idealisnya karena tidak
mampu menjalankan perannya secara profesional Ketidakmampuan tersebut
dapat dilihat dari pengemasan berita yang melanggar kode etik jurnalistik.
Masih hangatdalam ingatan kita ketika Yulianis, saksi mahkota atas kasus
korupsi yang menimpa sejumlah kader Demokrat, menghadiri wawancara
eksklusif di sebuah stasiun swasta pada Maret 2013 lalu. Dituduh
mencemarkan nama baik Edhy Baskoro Yudhoyono, wanita yang pernah
bekerja untuk Nazaruddin ini justru melemparkan kesalahan kepada wartawan.
3
Menurutnya, berita yang beredar di masyarakat telah dipelintir dan dikemas
sedemikian rupa sehingga membuat kesan seolah ia yakin dengan
pernyataannya.
Pengemasan berita, perpelintiran kalimat, persepsi sepihak seakan sudah
menjadi bumbu racik berita belakangan ini. Data yang diterbitkan oleh Dewan
Pers melalui situs dewanpers.or.id menyebutkan, selama periode tahun 2000
hingga 2011, telah diterima sebanyak 3.225 pengaduan oleh masyarakat terkait
kasus pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (www.dewanpers.or.id diterbitkan
pada Selasa 22 Mei 2012 dengan judul, “Tabel Pengaduan Masyarakat ke
Dewan Pers Tahun 2000-2011”).
Kondisi ini secara tidak langsung memberikan perasaan resah pada
masyarakat terkait obyektifitas berita yang disampaikan oleh awak media.
Dewan Pers merupakan organisasi independen yang menaruh perhatian pada
aktivitas lembaga pers. Sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan
“Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan
kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”. Dewan Pers
memiliki fungsi sebagai pelindung pers di Indonesia. Dalam upaya melindungi
pers di Indonesia, organisasi ini membuat seperangkat pedoman bagi kinerja
wartawan di lapangan yang disebut Kode Etik Jurnalistik (KEJ).Menurut
Sukardi (2012), seorang peneliti yang juga merupakan anggota Dewan Pers,
untuk skala nasional Kode Etik Jurnalistik yang berlaku adalah yang sesuai
dengan penjelasan pasal 7 ayat 2 Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang
Pers yang berbunyi, “yang dimaksud dengan „Kode Etik Jurnalistik‟ adalah
kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan
Pers.” Oleh karenanya semua wartawan Indonesia wajib mengikuti pedoman
yang tertuang dalam
KEJ. Selain itu, dapat dikatakan loyalitas wartawan kepada KEJ dapat menjadi
tolak profesionalismenya saat meliput dan mengolah berita. Mursito
(2012)mengungkapkan, seorang jurnalis profesional adalah jurnalis yang
memiliki kompetensi di bidang jurnalisme—dalam kesadaran etik, penguasaan
pengetahuan dan keterampilan. Melihat pada paparan fenomena yang telah
4
dijabarkan diatas, peneliti merasa penting untuk membahas penerapan kode
etik jurnalistik (KEJ) dalam sebuah lembaga media.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kode Etik Jurnalistik?
2. Bagaimana Penerapan Kode Etik Jurnalistik?
3. Bagaimana hal-hal yang Tidak Boleh dalam Jurnalistik?
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “kode” berasal dari bahasa inggris “code” yang berarti kumpulan
atau himpunan ketentuan atau peraturan yang tertulis. Jadi kode etik
dapatdiartikan sebagai kumpulan tertulis tentang suatu etika. Secara singkat, Kode
Etik Jurnalistik (KEJ) dapat diartikan sebagai himpunan atau sekumpulan
mengenai etika dalam bidang jurnalistik yang dibuat oleh, dari, dan untuk
wartawan (jurnalis) itu sendiri dan berlaku hanya untuk kalangan para wartawan
(jurnalis). Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka
untuk dikontrol oleh masyarakat.
Jika dikalangan pers saja masih banyak yang tidak menguasai dan
memahami kode etik jurnalistik, apalagi pada kalangan umum. Pemahaman
terhadap isi dan konteks dari kode etik jurnalistik sangat diperlukan oleh
wartawan dan pihak manapun yang berinteraksi dengan pers. Karena pemahaman
mengenai kode etik jurnalistik merupakan langkah pertama yang harus dilakukan
6
oleh setiap wartawan dan badan publik agar tidak dirugikan pers. Kode etik
jurnalistik secara umum mengatur dua hal, yaitu karya jurnalistik dan perilaku
jurnalistik. Karya jurnalistik berupa berita dalam berbagai bentuk seperti surat
kabar, tajuk rencana, artikel opini, resensi buku, dan resensi dalam bentuk lainnya.
Sedangkan perilaku jurnalistik mencakup sikap dan tindakan wartawan ketika
sedang menjalankan kegiatan jurnalistik.
Oleh karena itu, menjadi wajar jika wartawan diharapkan mematuhi kode
etik jurnalistik karena kode etik jurnalistik diandaikan sebagai pagar moral dalam
hal konkretisasi tanggung jawab etis dan integritas profesi wartawan. Kode etik
jurnalistik pada dasarnya adalah cerminan dari perilaku etis wartawan, yang
tergabung dalam suatu organisasi kewartawanan, dalam hal menjunjung tinggi
etos kebenaran sehubungan dengan kebebasan eksistensial dan tanggung jawab
etisnya.4
7
Alasan utama yang mendasari keberadaan kode etik adalah “untuk
menjamin standar tertinggi dalam perilaku, melindungi klien, dan berkontribusi
untuk kesejahteraan publik” (Rothman, 1984:187). Tidak ada kode etik universal
aktivitas ini menyangkut banyak pihak lain. Ada tiga pihak yang esensial dalam
komunikasi massa, yaitu pemilik media dan para editornya, jurnalis dan
profesional media lainnya, dan publik sebagai penerima.
Maka, begitu kebebasan pers tengah digunakan berarti pada saat yang
bersamaan wartawan harus sekaligus menghayati tanggung jawab etisnya ke
berbagai segi, diantaranya; (a) terhadap hati nuraninya sendiri; (b) terhadap
sesama warga negara yang juga memiliki kebebasan; (c) terhadap kepentingan
umum yang diwakili oleh pemerintah; dan (d) terhadap rekan seprofesinya. Untuk
profesi wartawan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yangdidirikan di
Surakarta pada 9 Februari 1946, memiliki Kode Etik Jurnalistik, yang pada
awalnya disusun pada Rapat Pemimpin Redaksi Surat Kabar di Jakarta, 1-2 Mei
1954.
8
prinsip yang wajib ditaati dan diterapkan, yang seluruhnya tercakup dalam bab-
bab mengenai kepribadian dan integritas wartawan, cara pemberitaan, sumber
berita, dan kekuatan Kode etik jurnalistik. Seiring dengan perkembangan zaman,
sejak diundangkannya Undang- Undang No. 40/1999 tentang Pers, organisasi
wartawan pun mengalami perkembangan. Pada undang-undang tersebut,
khususnya Bab III, Pasal 7, ayat (1), dikatakan, “Wartawan bebas memilih
organisasi wartawan”. Maka bermunculanlah berbagai organisasi wartawan plus
masing-masing kode etiknya. Kendatipun begitu ketika naskah ini disusun,
Dewan Pers baru saja menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesi (KEWI)
yang telah disepakati oleh 26 organisasi wartawan pada agustus 1999 sebagai
kode etik jurnalistik yang bersifat nasional.Pada era reformasi, pasca berlakunya
kode etik jurnalistik tahun 2003 yang lahir berdasarkan hasil keputusan kongres
XXI PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah,
Dewan pers menetapkan kode etik jurnalistik yang berubah menjadi KEWI (Kode
Etik Wartawan Indonesia). KEWI lahir berdasarkan SK Dewan Pers No. 1/SK-
DP/2000 yang memuat 7 pasal dan penafsiran. KEWI ini hanya bertahan sampai
24 maret 2006. Selanjutnya melalui SK. No. 03/SK-DP/III/2006, Dewan Pers
mengganti KEWI menjadi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang memuat 11 pasal dan
penafsiran, yang berlaku sejak 24 maret 2006.6Pengesahan KEJ-DP yang baru
dinilai kalangan pers memiliki makna penting dalam perkembangan pers di
Indonesia.
a. Pasal 1
9
Wartawan Indonesia bersikap independen , menghasilkan berita
b. Pasal 2
c. Pasal 3
d. Pasal 4
dan cabul
e. Pasal 5
33
f. Pasal 6
menerima suap.
g. Pasal 7
10
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
h. Pasal 8
dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan
i. Pasal 9
j. Pasal 10
34
k. Pasal 11
proposional.7
Masalah kode etik, sangat penting khususnya bagi pegiat profesi jurnalis
karena mereka bukan hanya dituntut untuk mengembangkan idealisme profesinya
melainkan juga efek media yang sangat besar bagi khalayak. Kode etik
merupakan hal yang penting dilakukan karena merupakan bagian dari
profesionalistas wartawan. Sikap profesionalitas wartawan terdiri dari duaunsur
11
yaitu hati nurani dan keterampilan. Hati nurani merujuk pada penjagaan dan
kepatuhan terhadap kode etik jurnalistik dan pemeliharaan kewajiban moral.
12
dapat diterima oleh orang lain. Ilmu merupakan penjelmaan dari transendensi
manusia melalui fungsi yang dimilikinya, seperti berbahasa, berimajinasi, dan
berfikir. Ilmu juga didefinisikan sebagai daya yang paling kuat dalam semua
spektrum kebudayaan. Ilmu akan membawa manusia menjadi makhluk unggul
dan bebas dari pemasungan.1
Ilmu itu adalah sekelompok pengetahuan yang sudah dianut secara luas dalam
berbagai ensiklopedia. Ilmu mengacu pada kelompok pengetahuan tentang alam
kodrat, baik bernyawa ataupun tidak. Tetapi ilmu yang benar harus meliputi
metode-metode dan sikap yang merupakan sarana dimana kumpulan pengetahuan
tersebut terbentuk. Suatu ilmu mencakup jenis aktivitas tertentu maupun hasil dari
aktivitas tersebut.
13
Pengetahuan dalam arti sederhana merupakan semua keterangan atau ide
yang terdapat didalam pernyataan yang sudah disusun mengenai suatu peristiwa
atau gejala yang bersifat ilmiah. Fakta adalah pengetahuan yang merujuk kepada
sesuatu isi subtansi yang terdapat didalam ilmu itu sendiri. Sumber dari
pengetahuan adalah penelaahan. Termasuk ilham. 151 Menurut kriteria,
pengetahuan dapat dibagikan dalam beberapa golongan, sebagai contoh,
membedakan pengetahuan pada manusia menjadi dua hal, yaitu pengetahuan
tentang fakta-fakta dan pengetahuan tentang hubungan-hubungan diantara fakta
tersebut. Pengetahuan dibagi lagi kedalam dua jenis, yaitu pengetahuan empiris
murni yang merujuk pada adanya benda-benda yang diketahui oleh manusia dan
pengetahuan apriori murni yang merujuk pada hubungan antara hal umum. Ilmu
selalu berdasarkan pada faktafakta yang diamati dalam kegiatan ilmiah dan fakta
tersebut kemudian dihimpun dan dicatat menjadi data. Data merupakan semua
keterangan yang dipandang baik dan relevan bagi suatu penyelidikan dan
dihimpun berdasarkan persyarakatan yang telah ditentukan dengan rinci3
Kebenaran merupakan keadaan yang dianggap benar dan sesuai dengan nilai
esensialnya. Kebenaran bersifat subyektif, yaitu tergantung pada sudut pandang
masing-masing orang. Ada yang mengatakan bahwa sesuatu itu adalah kebenaran,
tetapi ada juga yang mengatakan bukan kebenaran yang semua itu. Kebenaran
akan ditentukan oleh bagunan berpikir yang dimiliki oleh setiap orang. Kebenaran
adalah kesesuaian antara objek dan pengetahuan atau dengan kata lain suatu
pendapat yang sesuai dengan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.
Kebenaran itu ada banyak jenisnya, bahkan pengkategoriannya pun bisa
4
bermacam-macam, tergantung siapa filsuf yang menentukan
3
Irawan,Ilmu Filsafat,(Bandung:Intelektia Pratama,2008) hlm. 75.
4
Dani Vardiansyah, Filsafat ilmu Komunikasi: Suatu pengantar, (Jakarta: Indeks, 2018),
hlm. 5.
14
banyak hal yang sebelumnya dianggap tidak mungkin dibuktikan, seperti asal usul
kehidupan, bintang-bintang, proses penciptaan semesta dan sebagainya.
Sementara filsafat spritualisme telah dijawab oleh kebenaran agama. Teori-teori
kebenaran menurut filsafat yaitu:
1. Teori Korespondensi
a. Pernyataan,
b. kesesuaian,
c. situasi,
d. kenyataan, dan
e. putusan.
2. Teori Konsistensi
Teori konsistensi adalah suatu usaha penguji atas arti kebenaran dan hasil
uji tersebut dianggap relible jika kesannya berturut-turut dari satu penguji
5
7 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, (Surabaya: Pustaka Intelektual, 2006), hlm. 61.
15
dengan penguji lainnya bersifat konsisten dengan hasil uji. Dalam penelitian
pendidikan, teori ini sering dipandang sebagai teori yang ilmiah dan tidak
bertentangan dengan teori korespondensi sebelumnya. Malahan keduanya
saling melengkapi satu sama lain. Teori konsistensi ini merupakan pendalaman
serta lanjutan dari teori korespondensi.
6
Irmayanti M. Budianto, Realitas dan Objektivitas, (Jakarta: Wedatama Widya
Sastra,2005), hlm. 40.
7
0 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1995), hlm. 20
16
Filsafat dengan ilmu pengatahuan (sains) mempunyai hubungan yang sangat
penting. Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang menguji segala sesuatu
dengan mencari sebab-sebab secara mendalam berdasarkan kekuatan rasional dari
manusia. Filsafat juga dapat disebutkan sebagai metode mencari hakikat dari
segala sesuatu secara radikal. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan kumpulan
pengetahuan tentang sesuatu hal yang merupakan satu kesatuan yang sistematis,
menjelaskan, utuh, dan bisa dipertanggung jawabkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut bahasa, Filsafat (bila merujuk pada bahasa Arab disebut falsafah,
sedangkan pada bahasa Inggris disebut philosophy) bersumber dari bahasa
Yunani. Adapun kata ini terdiri dari dua kata yaitu ‘philein’ yang
bermakna cinta (love) dan ‘sophia’ yang memiliki arti kebijaksanaan
(wisdom). Jadi, secara etimologi, filsafat dapat didefenisikan sebagai cinta
kebijaksanaan dalam arti yang mendalam. Sorang filsuf (philosopher)
adalah pecinta, pendamba dan pencari kebijaksanaan (kebenaran).8
2. Ruang lingkup filsafat adalah sebagai berikut:
a. Metafisika
b. Ontologi
c. Epistologi
d. Aksiologi
8
Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, (Medan: Perdana Publishing, 2015), hlm. 5.
17
b. Filsafat menguji kebenaran
c. Titik temu filsafat dan ilmu pengetahuan
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Apabila ada kesalahan dan
kekhilafan kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, kepada yang
terhormat dosen pengampu dan rekan-rekan sekalian kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kedepan bisa lebih baik lagi, sekian
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Rahmat. (2011) Filsafat Ilmu Lanjutan Jakarta, Prenada Media Grup
I Gusti Bagus Rai Utama (2013) Filsafat Ilmu dan Logika. Denpasar, Univ
Dhyana Pura Bandung
Lasiyo dan Yuwono. (1985) Pengantar Ilmu Filsafat Cet.I Yogyakarta: Liberty
18
Mohammad Adi.(2006) Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan,Surabaya: Pustaka Intelektual
19
.
20