Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN KODE ETIK DIKALANGAN JURNALIS

Disusun Oleh :
Sayyidina Aliya Husaini Ibadurrahman
18.1.70401.1229

AKADEMI KOMUNIKASI RADYA


BINATAMA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis


ucakan kepada Allah STW, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa
menyelesaikan sebuah Makalah berjudul “Penerapan Kode Etik Dikalangan
Jurnalistik”

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu
sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya
mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Terimakasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif


bagi kita semua.

Bantul, 26 – 10 – 2108

“penulis”

DAFTAR IS
KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
DAFTAR TABEL.........................................................................................................................4
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................................5
A. Latar Belakang.............................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................6
1. Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Terjadinya Pelangaran Kode Etik ?...............6
2. Seberapa Penting Kode Etik Dalam Jurnalis ?..........................................................6
3. Apa Saja Etika Jurnalistik Yang Perlu Diperhatikan Wartawan ?..............................6
C. Tujuan.........................................................................................................................6
1. Mengetahui Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Kode Etik.............6
2. Mengetahui Seberapa Penting Jode Etik Dalam Jurnalis.........................................6
3. Mengetahui Apa Saja Etika Jurnalistik Yang Perlu Diperhatikan Wartawan............6
BAB II. PEMBAHASAN..............................................................................................................7
A. Fakto Penyebab Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik......................................................7
1. Pelanggaran kode etik.............................................................................................7
2. Praktik suap.............................................................................................................7
A. Pentingnya Kode Etik Dalam Jurnalistik.......................................................................8
1. Fungsi Kode Etik Jurnalistik......................................................................................8
B. Etika Jurnalistik Yang Perlu Diperhatikan....................................................................9
1. Pasal-pasal kode etik jurnalistik:..............................................................................9
2. Asas Kode Etik Jurnalistik.......................................................................................10
BAB III. PENUTUP..................................................................................................................12
KESIMPULAN.........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................13
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Lima Survei Dalam 10 Tahun Terakhir

Tabel 1. 2 Praktik Suap

Tabel 1. 3 Fungsi Kode Etik Jurnalistik

Tabel 1. 4 Pasal Kode Etik Jurnalistik


BAB I.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Praktik suap jurnalis sudah menjadi fenomena dan budaya tersendiri


dalam pers Indonesia. Praktik ini merujuk pada segala sesuatu dari
narasumber (makanan, tiket gratis, uang dan lain-lain) yang diberikan pada
jurnalis. Jurnalis yang melakukan praktik ini sering disebut sebagai wartawan
amplop. Wartawan yang aktif berburu amplop biasanya berada di sebuah
institusi tertentu dan menunggu narasumber mereka memberi uang.
Sedangkan wartawan pasif yang menerima amplop biasanya menerima
amplop di suatu acara namun mereka tidak mencaricari seperti wartawan
aktif. Persamaannya, kedua jenis wartawan amplop itu belum tentu memuat
berita yang mereka liput tersebut di dalam media mereka. Kaitannya dengan
upah layak jurnalis, pendapat yang menyebutkan bahwa upah jurnalis di
Indonesia masih sangat tidak layak adalah benar adanya. Hal ini dibuktikkan
dalam lima survei dalam sepuluh tahun terakhir ini, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel

Tabel 1. 1 Lima Survei Dalam 10 Tahun Terakhir

Tahun : Disurvei Oleh : Hasil Survei :

2000 survei AJI Surabaya Upah Dibawah Rp.200.000

2001 Thomas Hanitzsch dari Upah Dibawah Rp.300.000


Ilmenau University of
Technology German
2005 AJI Indonesia Upah Dibawah Rp.300.000

2008 Dewan Pers Upah Dibawah Rp.300.000

2010 AJI Indonesia Upah Dibawah Rp.300.000

2011 AJI Indonesia Upah DIbawah Rp.300.000


B. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pembahasannya maka akan dibahas sub masalah sesuai
dengan latar belakang diatas yakni sebagai berikut :
1. Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Terjadinya Pelangaran Kode Etik ?
2. Seberapa Penting Kode Etik Dalam Jurnalis ?
3. Apa Saja Etika Jurnalistik Yang Perlu Diperhatikan Wartawan ?

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Kode Etik
4. Mengetahui Seberapa Penting Jode Etik Dalam Jurnalis
5. Mengetahui Apa Saja Etika Jurnalistik Yang Perlu Diperhatikan Wartawan
BAB II.
PEMBAHASAN

A. Fakto Penyebab Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik


1. Pelanggaran kode etik
Dipengaruhi berbagai factor, yaitu :

 Pertama, sifat kode etik yang berkaitan dengan moral tiap individu
jurnalis.
 Kedua, latar belakang jurnalis yang berbeda-beda. Banyak jurnalis
yang tidak disiapkan secara profesional (jurnalis bisa berasal dari
setiap kalangan).
 Ketiga, tingkah laku sosial masyarakat yang tidak layak.
 Keempat, makna kebebasan pers yang tidak bisa dipahami pelaku
media sehingga tidak ada mekanisme kontrol.
 Kelima, belum adanya tradisi profesional untuk menghormati kode
etik.
 Keenam, profesi jurnalis masih dianggap sebagai mata pencaharian
pada umumnya.
 Ketujuh, perusahaan pers yang tidak memihak profesi jurnalis,
terutama terlihat pada pemberian upah yang kurang layak.
6. Praktik suap
Praktik Suap merupakan salah satu masalah penerapan kode etik jurnalistik. Hal
ini secara tegas diungkapkan dalam :

 Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 yang menyebutkan bahwa wartawan Indonesia


tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap,
 Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pasal 13 yang menyebutkan
bahwa jurnalis dilarang menerima sogokan,
 Kode Etik Aliansi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pasal 4 yakni
wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi
objektivitas pemberitaan dan
 Kode Etik Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) yang berbunyi ”Jurnalis
televisi Indonesia tidak menerima imbalan apapun berkaitan dengan
profesinya”.

Suap yang bisa diterima oleh jurnalis dalam berbagai bentuk, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. 2 Praktik Suap

Bentuk Barang : Nominal :


Berupa Amplop Rp.25.000 – Rp.100.000
Peralatan Tulis Rp.80.000 - Lebih
Ticket Rp.35.000 – Rp.100.000
Souvenir Rp.5000 - ~
A. Pentingnya Kode Etik Dalam Jurnalistik
Masalah kode etik ini sangat penting bagi sebuah profesi khususnya
jurnalis karena mereka tidak hanya dituntut untuk mengembangkan idealisme
profesinya tetapi juga efek media yang besar bagi publik. Kode etik sendiri
penting dilakukan karena merupakan bagian dari profesionalitas jurnalis. Di
sisi lain, sikap profesional wartawan terdiri dari dua unsur, yakni hati nurani
dan keterampilan. Hati nurani merujuk pada penjagaan terhadap kode etik
jurnalistik dan pemeliharaan kewajiban moral. Sedangkan keterampilan
berkaitan dengan kemampuan teknis jurnalis sesuai dengan bidang
profesinya.

Profesional berarti bersikap independen. Independen artinya men jalankan


tugas jurnalistik tanpa terpengaruh oleh intervensi kekuatan represif negara
dan pemodal yang bisa munculnya baik disengaja maupun tidak. Secara tidak
langsung, praktik suap sangat berpengaruh pada profesionalitas wartawan.
Secara moral, pemberian dalam bentuk apapun dari narasumber tetap akan
memengaruhi kinerja jurnalis. Mengenai hal ini, dalam The Elements of
Journalism, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menyatakan bahwa salah satu
standar yang harus dipenuhi agar wartawan bisa tetap profesional adalah
dalam pelaksanaan kewajiban mencari kebenaran, jurnalis harus menjaga
indepedensi dari objek liputannya (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 6).

1. Fungsi Kode Etik Jurnalistik


Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. 3 Fungsi Kode Etik Jurnalistik
1. Melindungi Keberadaan Seseorang Profesional Dalam Berkiprah Di Bidangnya
2. Melindungi Masyarakat dari Malapraktik oleh Praktisi yang Kurang Profesional
3. Mendorong Persaingan Sehat Antarpraktisi
4. Mencegah Kecurangan Antar Rekan Profesi
5. Mencegah Manipulasi Informasi Oleh Narasumber
6. Menyajikan Informasi Secara Akurat
7. Menjaga Independensi
8. Menjaga Akuntabilitas dan Transparansi
9. Menjaga Imparsialitas
10. Menjaga Keadilan
D. Etika Jurnalistik Yang Perlu Diperhatikan
Sebagai bagian dari masyarakat,  seorang jurnalis harus memegang teguh
etika. Etika jurnalis secara formal di wadahi beberapa kaidah atau peraturan
misalnya:
-UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
-Kode etik jurnalistik
1. Pasal-pasal kode etik jurnalistik:
Tabel 1. 4 Pasal Kode Etik Jurnalistik

Pasal 1 Wartawan indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,


berimbang dan tidak beritikad buruk.

pasal 2 wartawan indonesia menempuh cara-cara profesional dalam melaksanakan


tugas jurnalistik.

Pasal 3 watawan indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara


berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4 wartawan indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.

Pasal 5 wartawan indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban


kejahatan susila dan tidak menyebarkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.

Pasal 6 wartawan indonesia tidak menyalah gunakan profesi dan tidak menerima
suap.
Pasal 7 Wartawan indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang
tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai
ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai
dengan kesepakatan.

pasal 8 Wartawan indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan


prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku,
ras, agama, warna kulit, jenis kelamin dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9 Wartawan indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan


pribadinya,kecuali untuk kepentingan publik.
7. Asas Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik yang lahir pada 14 Maret 2006, oleh
gabungan organisasi pers dan ditetapkan sebagai Kode Etik Jurnalistik baru
yang berlaku secara nasional melalui keputusan Dewan Pers No 03/ SK-DP/
III/2006 tanggal 24 Maret 2006, misalnya, sedikitnya mengandung empat
asas, yaitu:
1. Asas Demokratis
Demokratis berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan independen,
selain itu, Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, dan pers harus
mengutamakan kepentingan publik

Asas demokratis ini juga tercermin dari pasal 11 yang


mengharuskan, Wartawan Indoensia melayani hak jawab dan hak koreksi
secara proposional. Sebab, dengan adanya hak jawab dan hak koreksi ini, pers
tidak boleh menzalimi pihak manapun. Semua pihak yang terlibat harus
diberikan kesempatan untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya, tentu
secara proposional.

2. Asas Profesionalitas
Secara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus
menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya. Misalnya
Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita yang akurat dan
faktual. Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis,
bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi
profesinya.

Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah
harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat,
tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record,
serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak
akurat dengan permohonan maaf.

3. Asas Moralitas
Sebagai sebuah lembaga, media massa atau pers dapat memberikan dampak
sosial yang sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan, dan penghidupan
masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan. Kode Etik Jurnalistik
menyadari pentingnya sebuah moral dalam menjalankan kegiatan profesi
wartawan. Untuk itu, wartawan yang tidak dilandasi oleh moralitas tinggi,
secara langsung sudah melanggar asas Kode Etik Jurnalistik. Hal-hal yang
berkaitan dengan asas moralitas antara lain Wartawan tidak menerima
suap, Wartawan tidak menyalahgunakan profesi, tidak merendahkan orang
miskin dan orang cacat (Jiwa maupun fisik), tidak menulis dan menyiarkan
berita berdasarkan diskriminasi SARA dan gender, tidak menyebut identitas
korban kesusilaan, tidak menyebut identitas korban dan pelaku kejahatan
anak-anak, dan segera meminta maaf terhadap pembuatan dan penyiaran
berita yang tidak akurat atau keliru.

4. Asas Supremasi Hukum


Dalam hal ini, wartawan bukanlah profesi yang kebal dari hukum yang
berlaku. Untuk itu, wartawan dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum
yang berlaku. Dalam memberitakan sesuatu wartawan juga diwajibkan
menghormati asas praduga tak bersalah.
BAB III.
PENUTUP
KESIMPULAN

Bila ditelaah dari pendekatan etika, praktik suap ini masuk dalam ranah etika
deontologis. Menurut etika deontologis, orang harus mengikuti aturan yang
diciptakan dalam masyarakat. Hal ini tentu saja sangat berkaitan erat dengan kerja
media yang memutuskan bahwa kinerjanya diukur melalui UU Pers dan kode etik.
Hanya saja implementasi etika deontologis ini masih bertentangan dan menimbulkan
dilema tersendiri. Akibatnya, terjadi ketidakpuasaan masing-masing individu.
Ketikdakpuasan ini mendorong mereka untuk menciptakan aturan sendiri yang pada
akhirnya nanti disahkan sebagai aturan universal. Hal ini jelas tercermin dalam
praktik suap di media. Jurnalis melakukan suap karena berbagai faktor, yakni
perusahaan media tidak bisa memberikan penghasilan layak dan memadai,
perusahaan tidak bisa memberikan sanksi tegas, organisasi profesi yang kurang
memberikan pengawasan terhadap praktiknya, serta keadaan individu jurnalis yang
memiliki beban masing-masing. Bukan hal mudah untuk menghilangkan praktik suap
di kalangan jurnalis. Hal tersebut membutuhkan waktu yang lama dan keterlibatan
berbagai macam pihak dan aspek, seperti individu, perusahaan media, organisasi
profesi, serta lingkungan sekitar. Walau begitu, sebenarnya, pencegahan terhadap
praktik suap ini sudah mulai gencar, misalnya dengan diberlakukannya Uji
Kompetensi Jurnalis (UKJ) bagi anggota organisasi profesi dan pekerja media.
Sayangnya, belum semua pekerja media mengikuti uji kompetensi ini. Menerima
atau tidak menerima sesuatu dari narasumber memang menjadi pilihan masing-
masing individu. Namun, rangsangan lain, seperti pengawasan dan sanksi yang tegas
dari media dan organisasi profesi atas tindakan ini, sangat dibutuhkan. Beberapa
sanksi yang bisa dilakukan, misalnya teguran lisan, tertulis, pencabutan sementara
izin profesi, serta sanksi tegas tidak diperkenankan berprofesi sebagai jurnalis lagi.
Hal tersebut memang harus didukung sepenuhnya oleh jurnalis yang menyadari
bahwa berlaku sebagai jurnalis berarti menjalankan amanat profesi. Oleh karena itu,
sang jurnalis harus taat pada kode etik profesinya.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/12074/1/386-889-2-PB.pdf

Abrar, A. N. (1995). Etika dalam jurnalisme Indonesia. Yogyakarta,


Indonesia. Diktat Kuliah. Tidak
dipublikasikan
Aliansi Jurnalis Independen. (2005). Potret jurnalis Indonesia: Survei AJI
tahun 2005 tentang media dan jurnalis
.Indonesia di 17 kota. Jakarta

Aliansi Jurnalis Independen. (2011). Upah layak jurnalis: Survei upah layak
.AJI di 16 kota di Indonesia. Jakarta

Hanitzsch, Thomas. (2001). “Rethinking journalism education in Indonesia:


Nine theses.” Mediator Journal, 2(1), 93-
.100

Hanitzsch, Thomas. (2005). “Journalist in Indonesia: Educated but limited


watchdogs.” Journalism Studies, 6(4), 493-
.508

Kovach, B., & Resenstiel, T. (2004). Sembilan elemen jurnalisme: Apa yang
seharusnya diketahui Wartawan dan yang
diharapkan publik (2nd Ed). Jakarta,
Indonesia: Institut Studi Arus Informasi dan
.Kedutaan Besar Amerika Serikat

Masduki. (2004). Kebebasan pers dan kode etik jurnalistik. Yogyakarta,


.Indonesia: UII Press

Anda mungkin juga menyukai