OLEH
KASMIRANI
Nim : C1C1 17 071
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kapita Selekta
Jurnalistik yang diajukan kepada Jurusan Jurnalistik Universitas Halu Oleo
dengan judul “Jurnalisme Sebuah Pengantar”.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT.
senantiasa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dari pembaca sangat
diharapkan guna menyempurnakan makalah ini dalam kesempatan berikutnya.
Mengetahui
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
3.1 Kesimpulan........................................................................................................7
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 1 dinyatakan:
Terkait peran jurnalis, secara implisit sebenarnya dapat dilihat dari fungsi
dan peranan pers nasional yang tertuang dalam UU No. 40 Tahun 1999 Pasal
3 dan 6 (ayat a-e). Antara lain disebutkan bahwa pers nasional berfungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Pasal 3 yaitu:
Pasal 6 yaitu:
Ecip (2007) bahwa diantara fungsi media lainnya, fungsi pendidikan lebih
menonjol. Mendidik dalam arti luas sebenarnya sudah mencakup fungsi memberi
informasi, menghibur, mengontrol, mewariskan budaya, merekatkan masyarakat
dan lain-lain. Menurut Ecip:
Menjalankan fungsi mendidik dalam arti luas itu antara lain bermakna
menjelaskan apa yang terjadi dengan berita daripada merasa penting karena
menerima informasi yang paling awal.
1. Konsep jurnalis netral (neutral reporter) yang mengacu pada gagasan pers
sebagai pemberi berita, penafsir dan alat pemerintah. Dalam hal ini, pers
menempatkan diri sebagai saluran atau cermin.
Lebih jauh, Wilhout dan Weaver (1986) dalam McQuail (2014) juga
melakukan penelitian yang sama namun membedakan peran jurnalis ke dalam dua
kategori peran.
Bagi media massa, bencana bisa menjadi peluang untuk dijadikan materi
informasi yang tidak pernah kering karena nilai beritanya tinggi. Jurnalisme
bencana di maksudkan sebagai bagaimana media memberitakan bencana. Terkait
dengan bagaimana memberitakan, terkandung dua dimensi yaitu dimensi proses
dan hasil. Dimensi proses terkait dengan proses produksi berita-berita bencana.
Sedangkan dimensi hasil mengacu pada berita-berita bencana yang dimuat atau
disiarkan media (Eriyanto, 2001). Contoh bencana sunami diaceh 2004, gempa
bumi di Yogyakarta pada 27 mei 2006, lumpur lapindo di sidoarjo, dan masih
banyak bencana lain didaerah yang dimana liputannya merupakan salah satu
bentuk dari jurnalisme bencana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan yang paling mudah untuk memahami studi dan praktik
jurnalisme adalah dengan melihat jurnalisme sebagai suatu profesi, suatu
pekerjaan yang berhubungan dengan pemberitaan di media massa. Di
Indonesia, profesi jurnalis lebih dirinci dalam Undang-undang No. Terkait peran
jurnalis, secara implisit sebenarnya dapat dilihat dari fungsi dan peranan pers
nasional yang tertuang dalam UU No. Nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi
Konsep jurnalis netral yang mengacu pada gagasan pers sebagai pemberi
berita, penafsir dan alat pemerintah. Lebih jauh, Wilhout dan Weaver dalam
McQuail juga melakukan penelitian yang sama namun membedakan peran
jurnalis ke dalam dua kategori peran. Peran penafsir , yakni menganalisis dan
menafsirkan masalah kompleks, meneliti tuntutan yang dikeluarkan pemerintah
serta membahas kebijakan nasional yang berlaku. Adapun jurnalis di Jerman dan
Belanda, meski peran-peran tersebut tidak begitu kuat melekat namun mereka
secara khusus memberi perhatian pada peran berpihak pada kaum yang kurang
beruntung atau istilah sederhananya «pro-rakyat‟ daripada sikap anti-pemerintah .
Sedangkan dimensi hasil mengacu pada berita-berita bencana yang dimuat
atau disiarkan media . Contoh bencana sunami diaceh 2004, gempa bumi di
Yogyakarta pada 27 mei 2006, lumpur lapindo di sidoarjo, dan masih banyak
bencana lain didaerah yang dimana liputannya merupakan salah satu bentuk dari
jurnalisme bencana. Tandoc dan Takashi dalam penelitiannya mengenai
pengalaman jurnalis dalam meliput bencana badai Typoon Haiyan yang
menerjang Filipina pada November 2013 mengidentifikasi sejumlah jurnalis yang
bertugas di lokasi bencana sebenarnya juga sekaligus adalah sebagai
korban. Richard dan Rees menggambarkan bagaimana jurnalis juga bernegosiasi
dengan peran profesi mereka sendiri ketika meliput peristiwa bencana dan harus
8
mengatasi beban psikologis dan emosional yang timbul ketika melaporkan situasi
bencana.
Cottle mengidentifikasi sejumlah jurnalis yang kembali ke lokasi bencana
setelah masa penarikan tim liputan bencana selesai, bukan hanya kembali untuk
meliput kondisi pasca-bencana namun juga sekaligus membantu korban dan
melakukan tugas-tugas kemanusiaan. Kebanyakan hasil penelitian menunjukkan
pola pemberitaan media-media mainstream dalam meliput bencana cenderung
mengikuti pola-pola yang sudah umum yakni memberikan fokus lebih besar pada
dampak peristiwa bencana yakni menggunakan perspektif korban, berapa banyak
korban tewas dan luka, seberapa besar kerusakan materi yang ditimbulkan dan
seterusnya . Apalagi, hampir semua media di Indonesia dimiliki oleh
perorangan, atau setidaknya oleh perusahaan, yang juga memiliki bisnis lain.