Anda di halaman 1dari 11

Tugas Makalah

KAPITA SELEKTA JURNALISTIK


MAKALAH
“JURNALISME SEBUAH PENGANTAR”

OLEH

KASMIRANI
Nim : C1C1 17 071

JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
ii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kapita Selekta
Jurnalistik yang diajukan kepada Jurusan Jurnalistik Universitas Halu Oleo
dengan judul “Jurnalisme Sebuah Pengantar”.

Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT.
senantiasa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dari pembaca sangat
diharapkan guna menyempurnakan makalah ini dalam kesempatan berikutnya.

Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu


pendidikan dan mengetahui bagaimana kajian jurnalisme tingkat dasar , serta
dapat memberikan pengetahuan yang lebih kepada pembaca.

Kendari, 14 Mei 2020

Mengetahui

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

2.1 Peran Jurnaslisme Kepada Masyarakat..............................................................2

2.2 Pendapat Para Ahli Mengenai Jurnalisme .........................................................3

2.3 Konsep Jurnalisme.............................................................................................4

BAB III PENUTUP................................................................................................7

3.1 Kesimpulan........................................................................................................7
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diskursus tentang peran jurnalis di masyarakat telah lama mengemukan dan
jadi sebuah kajian menarik baik di kalangan praktisi media sendiri maupun
lingkup akademik sebagai sebuah kajian studi jurnalisme atau studi media dan
masyarakat. Gagasan mengenai peran jurnalis sangat erat kaitannya dengan
konsep dan teori mengenai fungsi dan peran media. Mustahil mengkaji apa dan
bagaimana peran jurnalis di masyarakat tanpa menelaah lebih jauh perkembangan
jurnalisme melalui apa yang tersaji di media saat ini. Di Indonesia, peristiwa
bencana kerap menghiasi pemberitaan di media-media massa baik media
konvensional maupun media online. Tak terhitung, mulai dari bencana alam
seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang, letusan gunung berapi, angin
kencang puting beliung, tsunami dan juga bencana likuifaksi yang pertama kali
terjadi di Indonesia pada bencana

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis akan mengajukan rumusan masalah
sebagai berikut, :

1) Bagaimana peran jurnalisme kepada masyarakat?


2) bagaimana pendapat para ahli mengenai jurnalisme?
3) bagaimana konsep jurnalisme?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk menjelaskan peran jurnalisme kepada masyarakat,

2. untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai jurnalisme

3. untuk menjelaskan konsep jurnal


2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Jurnalisme Kepada Masyarakat

Pendekatan yang paling mudah untuk memahami studi dan praktik


jurnalisme adalah dengan melihat jurnalisme sebagai suatu profesi, suatu
pekerjaan yang berhubungan dengan pemberitaan di media massa. Di Indonesia,
profesi jurnalis lebih dirinci dalam Undang-undang No. 40 tentang Pers,

Pasal 1 dinyatakan:

Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,


mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis saluran yang tersedia.

Terkait peran jurnalis, secara implisit sebenarnya dapat dilihat dari fungsi
dan peranan pers nasional yang tertuang dalam UU No. 40 Tahun 1999 Pasal
3 dan 6 (ayat a-e). Antara lain disebutkan bahwa pers nasional berfungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.

Pasal 3 yaitu:

1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,


hiburan, dan kontrol sosial

2. Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi

Pasal 6 yaitu:

a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;


b. Menegakan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi
hukum dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan;
3

c. Mengembangkan pengetahuan umum berdasarkan informasi yang tepat,


akurat dan benar;
d. Melakukan pengawasan, kritik koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepetingan umum; dan
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

2.2 Pendapat Para Ahli Mengenai Jurnalisme

Ecip (2007) bahwa diantara fungsi media lainnya, fungsi pendidikan lebih
menonjol. Mendidik dalam arti luas sebenarnya sudah mencakup fungsi memberi
informasi, menghibur, mengontrol, mewariskan budaya, merekatkan masyarakat
dan lain-lain. Menurut Ecip:

Menjalankan fungsi mendidik dalam arti luas itu antara lain bermakna
menjelaskan apa yang terjadi dengan berita daripada merasa penting karena
menerima informasi yang paling awal.

Deuze dan Witschge (2017) lebih spesifik mengaitkan jurnalisme dengan


pekerjaan- pekerjaan yang berhubungan dengan ideologi dan budaya kerja yang
khusus. Jurnalisme menuntut standar-standar kerja dan nilai-nilai yang ideal,
diantaranya menyiapkan pelayanan publik, berupaya obyektif, adil, dapat
dipercaya, komitmen pada aktualitas dan kecepatan dalam menyajikan informasi,
serta memiliki tanggung jawab sosial dan etika.

Jurnalisme juga berperan penting dalam masyarakat demokrasi. Schudson


(2008) setidaknya melihat bahwa jurnalisme dapat berperan dalam penguatan
demokrasi melalui fungsi informasi, investigasi, analisis, mobilisasi, menyediakan
ruang dengan beragam perspektif dan forum-forum publik. Sebagaimana Kovach
dan Rosenstiel (2014) yang meyakini jurnalisme memainkan peran dalam
memengaruhi kualitas hidup, pikiran dan budaya, sehingga penting bagi jurnalis
untuk memahami standar-standar profesi dan nilai berita sebagai elemen-elemen
penting dalam jurnalisme.
4

2.3 Konsep Jurnalisme

Konsep mengenai peran jurnalis di masyarakat pertama kali dikemukakan oleh


Cohen pada 1963 (McQuail, 2004). Ada dua konsep peran jurnalis,

1. Konsep jurnalis netral (neutral reporter) yang mengacu pada gagasan pers
sebagai pemberi berita, penafsir dan alat pemerintah. Dalam hal ini, pers
menempatkan diri sebagai saluran atau cermin.

2. Konsep peran pemeran-serta (participant) atau dikenal sebagai istilah the


traditional fourth estate dalam pengertian pers sebagai wakil publik,
pengkritik pemerintah, pendukung kebijakan, dan pembuat kebijakan.

Lebih jauh, Wilhout dan Weaver (1986) dalam McQuail (2014) juga
melakukan penelitian yang sama namun membedakan peran jurnalis ke dalam dua
kategori peran.

1. Pertama, peran penafsir (interpretative/investigative role), yakni


menganalisis dan menafsirkan masalah kompleks, meneliti tuntutan yang
dikeluarkan pemerintah serta membahas kebijakan nasional yang berlaku.

2. Kedua, peran penyebar informasi (informative disseminator role), meliputi


tugas penyampaian informasi kepada publik secepatnya dan pemusatan
perhatian pada khalayak terbesar dan peran penentang (adversary role).

Deuze (2002) juga mengembangkan konsep perbedaan budaya pemberitaan di


sejumlah negara-negara dunia terkait peran jurnalis. Bahwa, peran penjaga anjing
(watchdog role) serta peran pemberi informasi dan investigasi (informational and
investigation roles) secara berbeda, lebih melekat pada jurnalis di Inggris,
Australia dan Amerika Serikat. Adapun jurnalis di Jerman dan Belanda, meski
peran-peran tersebut tidak begitu kuat melekat namun mereka secara khusus
memberi perhatian pada peran berpihak pada kaum yang kurang beruntung atau
istilah sederhananya „pro-rakyat‟ (pro-people) daripada sikap anti-pemerintah
(anti-government).
5

Bagi media massa, bencana bisa menjadi peluang untuk dijadikan materi
informasi yang tidak pernah kering karena nilai beritanya tinggi. Jurnalisme
bencana di maksudkan sebagai bagaimana media memberitakan bencana. Terkait
dengan bagaimana memberitakan, terkandung dua dimensi yaitu dimensi proses
dan hasil. Dimensi proses terkait dengan proses produksi berita-berita bencana.
Sedangkan dimensi hasil mengacu pada berita-berita bencana yang dimuat atau
disiarkan media (Eriyanto, 2001). Contoh bencana sunami diaceh 2004, gempa
bumi di Yogyakarta pada 27 mei 2006, lumpur lapindo di sidoarjo, dan masih
banyak bencana lain didaerah yang dimana liputannya merupakan salah satu
bentuk dari jurnalisme bencana.

Tandoc dan Takashi (2016) dalam penelitiannya mengenai pengalaman


jurnalis dalam meliput bencana badai Typoon Haiyan yang menerjang
Filipina pada November 2013 mengidentifikasi sejumlah jurnalis yang bertugas
di lokasi bencana sebenarnya juga sekaligus adalah sebagai korban. Jurnalis juga
mengalami kehilangan, rasa takut, khawatir, kelaparan dan traumatik namun
tertutupi oleh tanggung jawab moral dan tuntutan profesi yakni pekerjaan sebagai
jurnalis. Richard dan Rees (2011) menggambarkan bagaimana jurnalis juga
bernegosiasi dengan peran profesi mereka sendiri ketika meliput peristiwa
bencana dan harus mengatasi beban psikologis dan emosional yang timbul ketika
melaporkan situasi bencana.

Cottle (2012) mengidentifikasi sejumlah jurnalis yang kembali ke lokasi


bencana setelah masa penarikan (rolling) tim liputan bencana selesai, bukan hanya
kembali untuk meliput kondisi pasca-bencana namun juga sekaligus
membantu korban dan melakukan tugas-tugas kemanusiaan. Dalam kondisi
ini, jurnalis bukan sekedar menjadi saksi, melihat langsung dengan mata kepala
sendiri (seeing) namun juga ikut merasakan (being there).

Studi tentang bagaimana media meliput peristiwa bencana sebenarnya telah


banyak diteliti dalam kajian-kajian media dan bencana. Kebanyakan hasil
penelitian menunjukkan pola pemberitaan media-media mainstream dalam
meliput bencana cenderung mengikuti pola-pola yang sudah umum yakni
6

memberikan fokus lebih besar pada dampak peristiwa bencana yakni


menggunakan perspektif korban, berapa banyak korban tewas dan luka, seberapa
besar kerusakan materi yang ditimbulkan dan seterusnya (Houston dkk, 2012;
Pantti dkk, 2012). Media seringkali gagal „menyelami‟ penyebab peristiwa
bencana bahkan kadang justru memperburuk situasi.

Apalagi, hampir semua media di Indonesia dimiliki oleh perorangan, atau


setidaknya oleh perusahaan, yang juga memiliki bisnis lain. Akibatnya, sejak
semula, media tidak pernah bisa "steril" dalam pemberitaan. Ada bias kepentingan
di balik pemilihan tayangan maupun setiap kemunculan berita di media massa.
7

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendekatan yang paling mudah untuk memahami studi dan praktik
jurnalisme adalah dengan melihat jurnalisme sebagai suatu profesi, suatu
pekerjaan yang berhubungan dengan pemberitaan di media massa. Di
Indonesia, profesi jurnalis lebih dirinci dalam Undang-undang No. Terkait peran
jurnalis, secara implisit sebenarnya dapat dilihat dari fungsi dan peranan pers
nasional yang tertuang dalam UU No. Nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi
Konsep jurnalis netral yang mengacu pada gagasan pers sebagai pemberi
berita, penafsir dan alat pemerintah. Lebih jauh, Wilhout dan Weaver dalam
McQuail juga melakukan penelitian yang sama namun membedakan peran
jurnalis ke dalam dua kategori peran. Peran penafsir , yakni menganalisis dan
menafsirkan masalah kompleks, meneliti tuntutan yang dikeluarkan pemerintah
serta membahas kebijakan nasional yang berlaku. Adapun jurnalis di Jerman dan
Belanda, meski peran-peran tersebut tidak begitu kuat melekat namun mereka
secara khusus memberi perhatian pada peran berpihak pada kaum yang kurang
beruntung atau istilah sederhananya «pro-rakyat‟ daripada sikap anti-pemerintah .
Sedangkan dimensi hasil mengacu pada berita-berita bencana yang dimuat
atau disiarkan media . Contoh bencana sunami diaceh 2004, gempa bumi di
Yogyakarta pada 27 mei 2006, lumpur lapindo di sidoarjo, dan masih banyak
bencana lain didaerah yang dimana liputannya merupakan salah satu bentuk dari
jurnalisme bencana. Tandoc dan Takashi dalam penelitiannya mengenai
pengalaman jurnalis dalam meliput bencana badai Typoon Haiyan yang
menerjang Filipina pada November 2013 mengidentifikasi sejumlah jurnalis yang
bertugas di lokasi bencana sebenarnya juga sekaligus adalah sebagai
korban. Richard dan Rees menggambarkan bagaimana jurnalis juga bernegosiasi
dengan peran profesi mereka sendiri ketika meliput peristiwa bencana dan harus
8

mengatasi beban psikologis dan emosional yang timbul ketika melaporkan situasi
bencana.
Cottle mengidentifikasi sejumlah jurnalis yang kembali ke lokasi bencana
setelah masa penarikan tim liputan bencana selesai, bukan hanya kembali untuk
meliput kondisi pasca-bencana namun juga sekaligus membantu korban dan
melakukan tugas-tugas kemanusiaan. Kebanyakan hasil penelitian menunjukkan
pola pemberitaan media-media mainstream dalam meliput bencana cenderung
mengikuti pola-pola yang sudah umum yakni memberikan fokus lebih besar pada
dampak peristiwa bencana yakni menggunakan perspektif korban, berapa banyak
korban tewas dan luka, seberapa besar kerusakan materi yang ditimbulkan dan
seterusnya . Apalagi, hampir semua media di Indonesia dimiliki oleh
perorangan, atau setidaknya oleh perusahaan, yang juga memiliki bisnis lain.

Anda mungkin juga menyukai