Disusun Oleh:
T.A 2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas berkat limpahan rahmat,
karunia Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat beserta
salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat dari alam
kebodohan hingga sampai pada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum
Perlindungan saksi dan korban. Selain itu makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan
atau wawasan bagi para pembaca dan juga para penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih terdapat
berbagai kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
kesempurnaan dari makalah ini
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah wawasan para pembaca dan
bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
PENUTUP................................................................................................................................ 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana memerlukan
penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan kejahatan akan menimbulkan keresahan
dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai
upaya untuk menanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit
untuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan akan senantiasa
berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat.1
1
Wirjono Prodjodikoro,Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, ( Bandung : Refika Aditama, 2002 ), hlm 15.
2
H.R Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana Restu Agung, (Jakarta, 2007), hlm 1.
1
tindakan)”.3 Mien Rukmini mengemukakan bahwa “kejahatan merupakan bagian dari
kehidupan sosial, hidup, dan tidak terpisahkan dari kegiatan manusia sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dampak positif kejahatan?
C. Tujuan Penyelesaian
1. untuk mengetahui dampak positif kejahatan
3
W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (Bandung: Refika Aditama, 1982) hlm 318
4
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, (Yogyakarta: Genta Publishing ,
2009), hlm 2
2
BAB II
PEMBAHASAN
Black menyatakan bahwa crime is a sosial harm that the law makers punishable; the
breach of a legal duty treated as the subject matter of a criminal proceeding, sedangkan
Huge D. Barlow, sebagaimana dikutif oleh Topo Santoso dan Eva A. Zulfa, menyebutkan
kejahatan adalah a human act that violate the crimal law.
Van Bemmelen merumuskan kejahatan adalah tiap kelakuan yang tidak bersifat susila
dan merugikan, yang menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat
tertentu sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya
atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Adapun beberapa akibat positif adanya kejahatan di masyarakat antara lain:
a. Meningkatkan kewaspadaan
Ketika banyak mendengar berita disuatu wilayah rawan akan tindakan kriminalitas maka
seseorang akan merasa khawatir akan hal tersebut. Hal ini akan membuat seseorang
menghindari tempat yang mungkin rawan terjadi tindakan tersebut. Ketika berada di tempat
aman akan berusaha mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan tindakan kriminalitas
tertentu.
b. Bersikap hati-hati
Mengingat tindakan kriminal dapat terjadi dimana pun dan kapan pun, sehingga
seseorang akan bersikap hati-hati. Sikap tersebut wajib dimiliki oleh kita semua, agar tidak
terjadi kejadian yang akan menimbulkan kerugian yang besar.
3
c. Memiliki keinginan untuk meningkatkan kemampuan fisik
Kemampuan fisik ini tentu untuk melawan tindakan kejahatan yang dilakukan secara
langsung di depan kita. Minimal seseorang dapat membela diri ketika di keadaan yang
terdesak. Lebih baik lagi apabila bisa membantu seseorang yang dalam kesusahan.
Berdasarkan segala tindakan kriminalitas yang telah terjadi maka penegak hukum dapat
melakukan evaluasi akan hal tersebut. Evaluasi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan keteraturan sosial, kekuatan hukum dan tidak ada sela untuk orang melakukan
suatu pelanggaran hukum tanpa disertai hukuman.
e. Solidaritas meningkat
Masyarakat akan memiliki inisiatif untuk saling menjaga antara satu dengan yang lain.
Masyarakat akan kembali melakukan kegiatan ronda yang ada di postkampling dan segala
kegiatan yang berkaitan dengan keamanan masyarakat.
Cara memperbaiki dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan dari usia dini. Arti
pendidikan ini merupakan pendidikan yang paling melekat dipikiran seorang anak. Hal ini
dapat mejadi pondasi seseorang untuk kegiatan yang akan datang.
h. Efek jera
Memberikan efek jera kepada orang yang melakukan tindakan atau seseorang yang akan
melakukan berbagai contoh tindakan kriminalitas. Ketika seseorang melihat hukuman yang
harus dijalani ketika melakukan tindakan kejahatan maka diharapkan masyarakat tidak lagi
melakukan tindakan yang merugikan orang lain.
4
i. Memberikan pembelajaran untuk orang lain
Pembelajaran dapat dari sisi yang melakukan tindakan kejahatan atau orang yang menjadi
korban atas segal tindakan kriminalitas yang ada di masyarakat. Semakin banyak orang yang
menyadari diharapkan dapat mengurangi segal jenis tindakan kejahatan yang terjadi.
Faktor kedua adalah keterbatasan pendidikan bagi masyarakat dengan biaya pendidikan di
zaman sekarang ini banyak sekali anak-anak putus sekolah dapat kita liat di jalan-jalan
banyak sekali anak-anak yang tidak sekolah lebih memilih untuk bekerja agar dapat
membantu kehidupan keluarga, keterbatasan pendidikan juga sangat berpengaruh dalam
terjadinya kejatan dengan standard pekerjaan di zaman sekarang harus minimal mempunyai
ijazah SMA dan itupun masih sulit untuk mendapatkan pekerjaan sehingga banyak anak-anak
bahkan orang tua yang keterbatasan pendidikan melakukan tindak criminal.
Faktor yang ketiga adalah pengarus media, internet maupun televise yang sekarang
banyak memperlihatkan adegan-adegan kekerasan, adegan-adegan dewasa sehingga anak-
anak mudah memperaktek apa yang dilihatnya, dan control dari orang tua terhadap anak juga
berkurang sehingga anak bebas melakukan apa saja yang dia mau dan media internet sangat
berpengaruh di zaman canggihnya teknologi membuat kebanyakan orang salah dalam
melakukan teknologi pada tempatnya.
Lingkungan yang kurang baik juga berpengaruh dalam timbulnya kejahatan, orang
bersikap atau bertingkah laku sebagaimana penjahat sering kali terpengaruh oleh lingkungan
hidup sehari-haru dan pergaulan, banyak sekali kita temukan kejahatan yang dilakukan
berkrlompok salah satunya kejahatan begal jarang ditemukan begal beroperasi hanya sendiri
bahkan tidak lebih dari lima orang, lingkungan yang kurang baik dan pergailan yang kurang
baik menjadi faktor dalam timbulnya kejahatan.
Data frekuensi terjadinya kejahatan pada kurun waktu tertentu yakni tahun 2020 diambil
dari data kepolisian, menunjukan bahwa ada 5 kasus kriminalitas yang paling banyak
5
ditemukan yakni pencurian dengan pemberatan sebanyak 538 kasus, narkotika sebanyak 580
kasus, pencurian kendaraan bermotor roda dua sebanyak 160 kasus, kasus penggelapan dana
sebanyak 365 kasus, kekerasan seksual atau pemerkosaan sebanyak 70 kasus.
1) Teori Biologis
Teori ini mengatakan faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang dibawa
sejak lahir. Melalui gen dan keturunan, dapat memunculkan penyimpangan tingkah laku.
Pewarisan tipe-tipe kecenderungan abnormal dapat membuahkan tingkah laku menyimpang
dan menimbulkan tingkah laku sosiopatik. Misalnya, cacat bawaan yang berkaitan dengan
sifat-sifat kriminal serta penyakit mental. Faktor biologis juga menggambarkan bahwa
kejahatan dapat dilihat dari fisik pelaku kejahatan itu, misalnya, dapat dilihat dari ciri-ciri
biologis tertentu seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan lain-lain.
Namun hal ini tidak bisa dijadikan sebagai faktor penyebab terjadinya kejahatan, hanya saja
sebagai teori yang digunakan untuk mengidentikkan seorang pelaku kejahatan. Selain itu,
pelaku kejahatan memiliki bakat jahat yang dimiliki sejak lahir yang diperoleh dari warisan
nenek moyang. Karena penjahat dilahirkan dengan memiliki warisan tindakan yang jahat.6
2) Teori Psikogenesis
5
Anang Priyanto, Kriminologi, (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm.19.
6
Ibid, hlm.86.
6
Teori ini mengatakan bahwa perilaku kriminalitas timbul karena faktor intelegensi, ciri
kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang
keliru, konflik batin, emosi yang kontroversial dan kecenderungan psikopatologis, artinya
perilaku jahat merupakan reaksi terhadap masalah psikis, misalnya pada keluarga yang
hancur akibat perceraian atau salah asuhan karena orangtua terlalu sibuk berkarier. Faktor
lain yang menjadi penyebab terjadinya kejahatan adalah psikologis dari seorang pelaku
kejahatan, maksudnya adalah pelaku memberikan respons terhadap berbagai macam tekanan
kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan. Faktor ini didominasi
karena pribadi seseorang yang tertekan dengan keadaan hidupnya yang tak kunjung
membaik, atau frustasi. Orang yang frustasi cenderung lebih mudah untuk mengonsumsi
alkohol demi membantu mengurangi beban hidup yang ada dibandingkan dengan orang
dalam keadaan normal. Psikologis seseorang yang terganggu dalam interaksi sosial akan tetap
memiliki kelakuan jahat tanpa melihat situasi dan kondisi.7
Pelaku kejahatan cenderung memiliki psikologis yang sedang dalam keadaan tertekan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tak kunjung dapat ia lakukan karena tak memiliki
penghasilan tetap. Kemiskinan atau faktor ekonomi ini adalah menjadi faktor yang
memengaruhi terjadinya kejahatan, karena demi memenuhi kebutuhan hidupnya maka orang
akan cenderung melakukan apapun itu meski melakukan kejahatan sekalipun. Orang-orang
yang berada di kelas menengah ke bawah akan merasa hidupnya berbeda sekali dengan
orang-orang yang memiliki pendapatan diatasnya, hal ini mendorong seseorang tersebut
untuk melakukan kejahatan karena merasa iri. Sejalan dengan pemikiran itu bahwa salah satu
masalah struktural yang perlu diperhatikan didalam analisis kejahatan di Indonesia adalah
masalah kemiskinan. Dalam kriminologi, keadaan ini sebenarnya dianggap sangat penting
karena kemiskinan merupakan bentuk kekerasan struktural dengan amat banyak
korban.Kejahatan di Indonesia salah satunya juga didorong oleh krisis ekonomi, termasuk
oleh ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan ekonomi8.
Faktor ekonomi ini membuat orang akan memiliki keinginan untuk mendapatkan uang
dalam waktu yang singkat dan dengan cara yang sederhana, maka timbul lah keinginan
seseorang untuk melakukan kejahatan salah satunya kejahatan pencurian kendaraan bermotor.
Berkaitan dengan faktor ekonomi yang berdampak pada beberapa faktor lain misal faktor
pendidikan. Orang yang tergolong miskin akan identik dengan pendidikan yang rendah,
7
Indah Sri Utami, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, (Yogyakarta: Thafa Media, 2012), hlm 48.
8
Anang Priyanto, Kriminologi , (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm 77.
7
karena dalam hidupnya tak mampu untuk membayar biaya pendidikan yang kian lama makin
mahal. Karena berpendidikan rendah maka seseorang akan cenderung untuk menjadi
pengangguran atau hanya memiliki pekerjaan apa adanya, sehingga hal ini bisa memengaruhi
seseorang untuk memiliki penyakit moral atau kepribadian jahat demi mencapai suatu
keinginannya9. Teori sosialis mengemukakan bahwa kejahatan timbul karena adanya tekanan
ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat. Teori ini menggambarkan bahwa untuk
melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain
kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan.
3) Teori Sosiogenis
Teori ini menjelaskan bahwa penyebab tingkah laku jahat murni sosiologis atau sosial
psikologis adalah pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan sosial,
status sosial, atau internalisasi simbolis yang keliru. Perilaku jahat dibentuk oleh lingkungan
yang buruk dan jahat, kondisi sekolah yang kurang menarik dan pergaulan yang tidak
terarahkan oleh nilai-nilai kesusilaan dan agama. Teori ini mengungkapkan bahwa penyebab
kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitarnya, baik lingkungan keluarga,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan serta penemuan teknologi. Teori ini
mengarahkan kita bahwa orang memiliki kecenderungan bisa melakukan kejahatan karena
proses meniru keadaan sekelilingnya atau yang lebih dikenal dengan proses imitation.
Menurut teori ini, perilaku jahat adalah sifat-sifat struktur sosial dengan pola budaya yang
khas dari lingkungan dan masyarakat yang dialami oleh penjahat. Hal itu terjadi karena
populasi yang padat, status sosial-ekonomis penghuninya rendah, kondisi fisik perkampungan
yang sangat buruk, atau juga karena banyak disorganisasi familiar dan sosial bertingkat
tinggi.10
Faktor ini bisa menjadi faktor penyebab terjadinya kejahatan, maksud dari faktor ini
adalah penyebab kejahatandilihat berdasarkan letak suatu daerah tertentu tempat terjadinya
suatu kejahatan. Dalam hal ini faktor ini adalah terletak di luar dari diri pelaku kejahatan.
Biasanya daerah perkotaan akan lebih rawan ketimbang di pedesaan untuk terjadinya suatu
kejahatan, misalnya kejahatan terhadap harta benda, pencurian ataupun perampokan, hal ini
terjadi karena biasanya orangorang yang tinggal di perkotaan akan memikirkan strata sosial
9
Indah Sri Utami, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi”, (Yogyakarta: Thafa Media, 2012), hlm 72-73
10
Ende Hasbi Nassarudin, Kriminologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm 121-122
8
ketimbang keamanan dirinya, dengan memiliki pola hidup yang konsumtif dan cenderung
foya-foya. Selain itu pula keadaan geografis suatu daerah misalnya, kondisi jalan yang rusak
juga bisa memengaruhi terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor disertai dengan
kekerasan, karena jalan yang jelek membuat pengendara kendaraan bermotor untuk
mengurangi kecepatannya, sehingga memudahkan pelaku untuk melakukan kejahatan ini.
Faktor geografis lain adalah keadaan suatu tempat yang sepi dan kurangnya penerangan juga
bisa memengaruhi terjadinya kejahatan pencurian kendaran bermotor. Faktor sosiologis juga
memiliki peranan penting terhadap terjadinya suatu kejahatan. Biasanya faktor sosiologis ini
terjadi karena, meningkatnya jumlah penduduk, ketimpangan-ketimpangan sosial,
mengendurnya ikatan sosial dan keluarga, keadaan yang menyulitkan bagi orang-orang untuk
beremigrasi ke kota atau negara lain, rusaknya identitas budaya asli yang timbul karena
adanya rasisme, dan diskriminasi.
Ada 8 tipe kejahatan yang ada di muka bumi ini:
▪ Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk bentuk perbuatan
kriminil seperti pembunuhan dan pemerkosaan.
▪ Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, misalnya pencurian
kendaraan bermotor.
▪ Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan tertentu yang pada umumnya dilakukan
oleh orang berkedudukan tinggi.
▪ Kejahatan politik yang meliputi penghianatan, spionase, sabotase, dan sebagainya.
▪ Kejahatan terhadap ketertiban umum, pelanggar hukum memandang dirinya jahat
apabila mereka terus menerus ditetapkan orang lain sebagai orang jahat, misal
pelacuran.
▪ Kejahatan konvensional antara lain yaitu: perampokan, pencurian terutama denan
kekerasan dan pemberatan.
▪ Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi pemerasan, pelacuran, perjudian
terorganisasi serta pengedaran narkotika.
▪ Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Pelaku
sering kali menganggap bahwa dirinya merupakan bagian penting dari suatu kejahatan
atau memiliki status yang tinggi dalam suatu kejahatan.
9
4. Masalah Peran serta Korban
a. Pengertian Korban
Korban merupakan bagian yang tak terpisahkan, korban adalah bagian integral dalam
kaitan dengan kejadiannya perilaku kejahatan, pelaku dan korban. Berbagai pengertian
korban banyak dikemukakan oleh para ahli beberapa diantaranya adalah:11
a) Arief Gosita
Menurutnya, korban adalah mereka yang menderika jasmaniah dan rohaniah sebagai
akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.
b) Muladi
Korban (victim) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif
telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau
gangguan substansial terhadap hak-haknya yang dundamental, melalui perbuatan atau komisi
yang melanggar hukum pidana di masing-masing Negara, termasuk penyalahgunaan
kekuasaan.
Dilihat dari peranan korban dalam terjadinya tindak pidana, Stephen Schafer mengatakan
pada prinsipnya terdapat empat tipe korban, yaitu sebagai berikut:
✓ Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa, tetapi tetap menjadi korban
11
Ainal Hadi, Mukhlis, Kriminologi Dan Viktimologi, (Banda Aceh: Bina Nanggroe, 2012), hlm.192-197.
10
✓ Korban secara sadar atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang merangsang orang
lain untuk melakukan kejahatan untuk tipe ini, korban dinyatakan turut mempunyai
andil dalam terjadinya kejahatan sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban.
✓ Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban anak-anak, orang
tua, orang yang cacat fisik atau mental, orang miskin, golongan minoritas dan
sebagainya merupakan orang-orang yang mudah menjadi korban. Korban dalam hal
ini tidak dapat disalahkan, tetapi masyarakatlah yang harus bertanggung jawab.
✓ Korban karena ia sendiri merupakan pelaku inilah yang dikatakan sebagai kejahatan
tanpa korban. Pelacuran, perjudian, zina, merupakan beberapa kejahatan yang
tergolong kejahatan tanpa korban. Pihak yang bersalah adalah korban karena ia juga
sebagai pelaku.
5. Statistik kejahatan
Statistik kriminal adalah data tentang kriminalitas yang disusun menurut bentuk
kejahatan, frekuensi kejadian dari masing-masing bentuk kejahatan, wilayah kejadian dan
tahun kejadian. Lebih lanjut, Mustofa mengemukakan bahwa statistik kriminal dengan
pengertian yang dijeaskan di atas merupakan statistik deskriptif, karena memang data tersebut
merupakan paparan data numerik tentang kriminalitas. Informasi yang tersaji dalam statistik
pada umumnya, mengingat statistik kriminal memang hanya memperhatikan aspek
keumuman dari kriminalitas.
Definisi lainnya dikemukakan oleh Walker yang membagi statistik kriminal kedalam
dua bagian, yaitu statistik yang disusun secara berkala (routinely collected) dan statistik yang
12
I gusti ngurah parwata, Bahan ajar mata kuliah viktimologi peranan korban terjadinya kejahatan, (Denpasar: Universitas Udayana,
2017), hlm 7-8.
11
13
disusun secara khusus (specially collected). Pada umumnya untuk jenis pertama dikenal
dengan statistik kriminal resmi dan untuk jenis kedua dikenal dengan statistik kriminal tidak
resmi. Statistik resmi dibuat berdasarkan pelanggaran hukum, pelanggaran undang-undang
dan standar administratif oleh agen-agen yang mengontrol peraturan itu. Statistik kriminal
resmi merupakan dasar dalam pencatatan bagi semua agen yang termasuk pencatatan resmi
terhadap tingkah laku kriminal dan kriminalitas. Sedangkan statistik kriminal tidak resmi
diperoleh secara bebas dari catatan pengontrol kejahatan, baik berasal dari pencatatan pribadi,
agen-agen investigasi, hasil penelitian dan observasi.
Meskipun metode statistik kriminal dipakai untuk melihat realitas kejahatan yang
terjadi pada masyarakat, ada anggapan atau persepsi bahwa statistik kriminal merupakan
pencerminan kejahatan yang ada dalam masyarakat, sehingga menimbulkan pandangan
bahwa penjahat diartikan sama dengan orang-orang yang telah dijatuhi hukuman resmi.
Sebagai sebuah statistik kriminal yang diharapkan dapat menjadi pedoman dalam melihat
tingkat realita kejahatan, maka seharusnya pihak kepolisian dalam membuat statistik kriminal
memperhatikan dan mencermati adanya tren kejahatan yang fluktuasi naikturun. Hal itu
sangat diperlukan untuk mengetahui bentuk-bentuk kejahatan apa yang perlu mendapat
perhatian dan keseriusan dalam melakukan usaha preventif atau persuasif, paling tidak untuk
dapat menekan lajunya kenaikan angka kejahatan tersebut. Mencermati uraian di atas dapat
dikatakan bahwa masalah pengunaan metode statistik kriminal dalam kajian kriminologi juga
merupakan masalah yang penting dalam hukum pidana, karena hal ini berkaitan dengan
kebijakan hukum pidana dalam meminimalisir dan mengatasi kejahatan di masyarakat. Untuk
itulah penulis ingin meneliti lebih jauh menyangkut kebijakan hukum pidana dalam meretas
13
Arif Rohman, Upaya Menekan Angka Kriminalitas Dalam Meretas Kejahatan Yang Terjadi Pada Masyarakat, Vol.21 No.2, (Fakultas
Hukum Universitas Borneo Tarakan, 2016), hlm.128.
14
I.S. Susanto, Statistik Kriminal sebagai Konstruksi Sosial: Penyusunan, Penggunaan dan Penyebaran Suatu Studi Kriminologi,
(Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), hlm 6.
12
kejahatan di masyarakat dengan menggunakan pengunaan metode statistik kriminal dalam
kajian kriminologi.
Data registrasi Polri mencatat bahwa selama periode tahun 2018–2020 jumlah
kejadian kejahatan atau tindak kriminalitas di Indonesia cenderung menurun. Jumlah kejadian
kejahatan (crime total) pada 2018 sebanyak 294.281 kejadian. Angka ini menurun menjadi
sebanyak 269.324 kejadian pada tahun 2019 dan pada tahun 2020 menjadi 247.218 kejadian.
Data survei menggambarkan persentase penduduk yang menjadi korban kejahatan selama
periode tahun 2019–2020 juga memperlihatkan pola yang sama dengan data registrasi, yaitu
cenderung menurun. Persentase penduduk korban kejahatan mengalami penurunan dari 1,01
persen pada tahun 2019 menjadi 0,78 persen pada tahun 2020. Sementara itu, tingkat
pelaporan ke polisi (police report rate) setiap tahun masih relatif rendah. Pada periode 2019-
2020, persentase penduduk Indonesia yang mengalami kejadian kejahatan kemudian
melaporkannya ke polisi tidak lebih dari 25 persen. Pada tahun 2020 persentasenya sebesar
23,46 persen, sedikit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2019 (22,19
persen). Selain data kejadian kejahatan yang bersumber data dengan pendekatan individu,
kejadian kejahatan dapat dilihat berdasarkan ruang lingkup kewilayahan dengan berbasis
desa. Berdasarkan pendataan Potensi Desa, selama periode 2011–2018, jenis kejadian
pencurian merupakan kejahatan yang paling banyak terjadi pada desa/kelurahan di Indonesia,
jumlahnya mencapai lebih dari 36-45 persen dari seluruh desa/kelurahan.
13
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana memerlukan
penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan kejahatan akan menimbulkan keresahan
dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai
upaya untuk menanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit
untuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan akan senantiasa
berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat.
▪ Teori biologis
▪ Teori psikogenesis
▪ Teori sosiogenis
▪ Teori subcultural delikuensi
14
DAFTAR PUSTAKA
H.R Abdussalam dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana, Restu Agung, Jakarta, 2007
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana
Penjara, Yogyakarta: Genta Publishing , 2009
Indah Sri Utami, Aliran dan Teori Dalam Kriminologi, Yogyakarta: Thafa Media, 2012
Ainal Hadi, Mukhlis, Kriminologi Dan Viktimologi, (Banda Aceh: Bina Nanggroe, 2012
I gusti ngurah parwata, Bahan ajar mata kuliah viktimologi peranan korban terjadinya
kejahatan, Denpasar: Universitas Udayana, 2017
Arif Rohman, Upaya Menekan Angka Kriminalitas Dalam Meretas Kejahatan Yang Terjadi
Pada Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, Vol 21 No. 2 ,2016
15