Anda di halaman 1dari 34

ADAT PERNIKAHAN JAWA

Disusun oleh :

Nama: Muhammad Faqih Syahrul R

NIM: 2019200130

Kelas: C

Mata Kuliah: Hukum Adat

Jl. KH. Ahmad Dahlan, Ciputat, Cireundeu, Kota Jakarta Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 15419
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridho-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Hukum
Adat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasi kepada
semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini.

saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak


kekurangan, kekurangan tersebut karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan,
kemampuan, waktu serta tenaga. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penulisan dimasa
mendatang.

saya berharap semoga tulisan yang sangat sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kami sendiri maupun bagi pembaca.

Depok, 2 April 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................I
Daftar Isi.............................................................................................................................II
Bab I Pendahuluan
A Latar Belakang..............................................................................................................1
B Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C Maksud dan Tujuan......................................................................................................2
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Pernikahan..................................................................................................3
B. Pernikahan Menurut Hukum Adat................................................................................4
C. Budaya Jawa Tengah....................................................................................................5
1. Sejarah Jawa Tengah..............................................................................................5
2. Suku di Jawa Tengah.............................................................................................7
3. Bahasa di Jawa Tengah..........................................................................................8
4. Agama di Jawa Tengah..........................................................................................8
5. Perayaan Tradisional di Jawa Tengah....................................................................9
D. Pernikahan Adat di Jawa Tengah.................................................................................13
1. Tahap Pembicaraan Dalam Pernikahan.................................................................14
2. Tahap Kesaksian....................................................................................................17
3. Tahap Pembentukan Panitia Hajatan.....................................................................19
4. Tahapan Upacara Hajatan Mantu...........................................................................20
5. Puncak Acara Pernikahan......................................................................................24
Bab III Penutup
A. Kesimpulan..............................................................................................................30
Daftar Pustaka...................................................................................................................31

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan hasil dari pemikiran manusia. Sehingga,
dimanapun mausia berada pasti terdapat suatu kebudayaan dari manusia yang
menempati daerah tersebut. Setiap daerah di dunia ini pasti mempunyai
kebudayaan, baik kebudayaan tunggal maupun kebudayaan yang beragam
seperti di Indonesia ini. Dengan memiliki ratusan pulau dan suku yang
berbeda-beda, Indonesia memiliki berbagai kebudayaan yang menarik untuk
dipelajari.
Kebudayaan itu juga berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari
masyarakatnya termasuk pernikahan. Di setiap daerah pasti memiliki prosesi
pernikahan adat yang berbeda-beda, tergantung bagaimana situasi dan kondisi
budaya yang ada didaerah tersebut.
Namun, sayangnya dewasa ini tradisi-tradisi dari kebudayaan yang ada
di Indonesia ini semakin sulit untuk dijumpai. Salah satu yang menyebabkan
hal ini adalah derasnya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia. Ketika arus
globalisasi ini terus menerus masuk tanpa ada filter, maka ia akan menggerus
berbagai kebudayaan lokal. Salah satunya tradisi pernikahan adat jawa,
terutama jawa tengah ini.
Sekarang banyak masyarakat kita yang menikah menggunakan tema
internasional karena hal tersebut merupakan tema yang banyak digandrungi
pasangan pasangan muda. Namun, disisi lain hal ini justru memperburuk
keadaan. Karena banyak dari generasi saat ini yang tidak mengetahui tradisi
pernikahan daerah mereka yang dianggap sakral, salah satunya adalah tradisi
pernikahan adat jawa tengah ini.
Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk membantu melestarikan
tradisi pernikahan adat jawa tengah sehingga mereka yang tidak mengetahui
tradisi pernikahan adat jawa tengah dapat mengetahuinya melewati makalah
ini.
B. Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian pernikahan?
2. Apa pernikahan menurut hukum adat?
3. Bagaimana budaya di Jawa Tengah?
4. Bagaimana pernikahan adat di Jawa Tengah?

C. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini yaitu,
1. Untuk mengetahui apa itu pernikahan.
2. Untuk mengetahui makna pernikahan adat.
3. Untuk mengetahui tradisi pernikahan adat Jawa Tengah.
4. Untuk mengetahui rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa Tengah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Dari struktur katanya, kata pernikahan berasal dari kata dasar “nikah”
yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk bersuami-isteri (dengan resmi).
Penjelasan tentang pengertian akan pernikahan ini berbeda-beda
tergantung dari segi mana melihatnya. Tetapi secara garis besar memiliki
makna yang sama. Di dalam agama islam pernikahan sendiri diartikan sebagai
akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. (Wibisana, 2016, hlm. 185)
Dalam Bab I Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang diundangkan tanggal 2 Januari 1974,
pengertian perkawinan telah dirumuskan sebagai berikut: “Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, Pernikahan adalah
ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk suatu keluarga bahagia dan kekal. Maka pernikahan dianggap
sebagai sesuatu yang sakral, agung, dan monumental bagi setiap pasangan
hidup. Sebagai suatu bagian dari kehidupan di antara kedua insan yang
diharapkan mampu bertahan sepanjang hidupnya, peristiwa ini tentu saja tidak
bisa begitu saja berlalu. Sejak dulu kala, prosesi pernikahan ini diperlakukan
sebagai suatu saat yang penuh ritual dan sarat dengan simbol–simbol
kehidupan, khususnya bagi yang menggunakan adat tradisional.
Dalam tulisannya, Oktarina,dkk. (2015) mengemukakan bahwa
sahnya perkawinan menitikberatkan pada dua unsur, yaitu;
1. Perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan syarat dan prosedur
yang ditentukan oleh Undang-Undang (hukum negara),
2. Perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan hukum agama.

3
Artinya kalau perkawinan hanya dilangsungkan menurut ketentuan
Undang-Undang Negara tanpa memperhatian ketentuan-ketentuan agama,
perkawinan tersebut dianggap tidak sah, demikian juga sebaliknya.
Keikutsertaan pemerintah dalam kegiatan perkawinan adalah dalam hal
menyangkut proses administratif, dimana perkawinan harus dicatatkan
sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menentukan : “Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dengan adanya pencatatan ini juga akan memberikan perlindungan bagi suami
istri dan anak-anaknya termasuk untuk kepentingan harta kekayaan yang
terdapat dalam perkawinan tersebut.
B. Pernikahan Menurut Hukum Adat
Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya menyangkut
kedua mempelai, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya,
bahkan keluarga mereka masing-masing. Dalam hukum adat perkawinan itu
bukan hanya merupakan peristiwa penteng bagi mereka yang masih hidup
saja. Tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti serta
yang sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para
leluhur kedua belah pihak.
Dalam tulisannya, Chakim (2012) mengemukakan bahwa terdapat
pengertian pernikahan hukum adat menurut para ahli beberapa diantaranya
yaitu,
1. Menurut Hazairin
Pernikahan merupakan rentetan perbuatan-perbuatan magis, yang
bertujuan untuk menjamin ketenangan, kebahagiaan, dan kesuburan.
2. Djojodegoeno
Perkawinan merupakan suatu paguyupan atau somah (jawa:
keluarga), dan bukan merupakan suatu hubungan perikatan atas dasar
perjanjian. Hubungan suami-istri sebegitu eratnya sebagai suatu
ketunggalan.
Dari beberapa definisi menurut para ahli tersebut, dapat dikatakan
bahwa pernikahan menurut hukum adat merupakan suatu rangkaian yang

4
sakral. Pernikahan bukan semata-mata menyatukan antar pasangan tetapi juga
menyatukan dua keluarga besar. Maka dari itu, segala sesuatunya harus
dibicarakan dan disepakati sesuai dengan kesepakatan antar kedua belah
pihak. Pernikahan hukum adat juga dinilai lebih rumit daripada pernikahan
modern karena didalam pernikahan hukum adat ini, kedua belah pihak harus
menyatukan pikiran, menurunkan ego dalam memilih adat yang akan
digunakan. Terlebih lagi apabila masing-masing dari keluarga memiliki adat
yang berbeda. Seperti yang diketahui juga bahwa Indonesia merupakan
Negara yang kaya akan budaya dan keanekaragaman hal ini juga yang menjadi
salah satu faktor penentu bagaimana prosesi pernikahan menurut hukum adat
tersebut.
C. Budaya Jawa Tengah
1. Sejarah Jawa Tengah
Sebelum memasuki pembahasan mengenai adat pernikahan di
Jawa Tengah secara mendalam, akan lebih baik jika memahami
bagaimana kondisi budaya di Jawa Tengah itu sediri, karena hal tersebut
yang nantinya akan mempengaruhi rangkai prosesi adat pernikahan yang
akan dilaksanakan. Yang perlu diketahui salah satunya adalah Sejarah
Jawa Tengah.
Jawa Tengah menjadi sebuah provinsi yang terletak di tengah
pulau Jawa. Pulau ini berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Barat
untuk sebelah barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Jawa
Timur serta Laut Jawa di sebelah utara. Mempunyai luas wilayah sekitar
32.548 km persegi atau sekitar 25 persen dari luas Pulau Jawa. Provinsi
ini juga meliputi Pulau Nusa Kambangan serta Kepulauan Karimun Jawa
yang berada di Laut Jawa.
Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia
Belanda. Hingga tahun 1905, Jawa Tengah terdiri atas 5 wilayah
(gewesten) yakni Semarang, Pati, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan.
Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan (vorstenland) yang
berdiri sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan
Mangkunegaran, sebagaimana Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri

5
atas kabupaten-kabupaten. Waktu itu Pati Gewest juga meliputi
Regentschap Tuban dan Bojonegoro.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905,
gewestendiberi otonomi dan dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga
dibentuk gemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu Pekalongan, Tegal,
Semarang, Salatiga, dan Magelang.
Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan sebagai daerah otonom
yang juga memiliki Dewan Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri
atas beberapa karesidenan (residentie), yang meliputi beberapa kabupaten
(regentschap), dan dibagi lagi dalam beberapa kawedanan (district).
Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5 karesidenan, yaitu: Pekalongan, Pati,
Semarang, Banyumas, dan Kedu.
Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945 Pemerintah
membentuk daerah swapraja Kasunanan dan Mangkunegaran; dan
dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui Undang-undang
ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang
meliputi 29 kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang
tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah,
yakni tanggal 15 Agustus 1950.
Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29
kabupaten dan 6 kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini
terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan. Sebelum
diberlakukannya Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah, Jawa Tengah juga terdiri atas 3 kota administratif, yaitu Kota
Purwokerto, Kota Cilacap, dan Kota Klaten. Namun sejak
diberlakukannya Otonomi Daerah tahun 2001 kota-kota administratif
tersebut dihapus dan menjadi bagian dalam wilayah kabupaten.
Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat
pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari
Kota Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke
Slawi), serta Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen).
Kawasan pantai utara Jawa Tengah memiliki dataran rendah yang sempit.
Di kawasan Brebes selebar 40 km dari pantai, dan di Semarang hanya

6
selebar 4 km. Dataran ini bersambung dengan depresi Semarang-
Rembang di timur. Gunung Muria pada akhir Zaman Es (sekitar 10.000
tahun SM) merupakan pulau terpisah dari Jawa, yang akhirnya menyatu
karena terjadi endapan aluvial dari sungai-sungai yang mengalir. Kota
Demak semasa Kesultanan Demak (abad ke-16 Masehi) berada di tepi
laut dan menjadi tempat berlabuhnya kapal. Proses sedimentasi ini
sampai sekarang masih berlangsung di pantai Semarang.
Yang Perlu di Ketahui Oleh Generasi Bangsa Kebudayaan Jawa
adalah hasil pemikiran dari orang Jawa itu sendiri yang dituangkan
menjadi tradisi untuk selalu terus dipertahankan hingga saat ini. Di
Indonesia sendiri banyak sekali kebudayaan yang menarik untuk diulas,
salah satunya yaitu kebudayaan Jawa Tengah.
2. Suku di Jawa Tengah
Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa
Tengah dikenal sebagai pusat budaya Jawa, dimana di kota Surakarta dan
Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga
kini.
Suku minoritas yang cukup signifikan adalah Tionghoa, terutama
di kawasan perkotaan. Pada umumnya mereka bergerak di bidang
perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku
Jawa, dan banyak diantara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa
dengan logat yang kental sehari-harinya.
Daerah perbatasan dengan Jawa Barat banyak terdapat Suku
Sunda yang sarat akan budaya Sunda, yakni di Kabupaten Cilacap dan
Brebes. Daerah pedalaman Blora (perbatasan dengan provinsi Jawa
Timur terdapat komunitas Samin yang terisolir, yang kasusnya hampir
sama dengan suku Badui di Jawa Barat.
Dengan keanekaragaman suku ini, Jawa Tengah menjadi salah
satu kota yang masih kental adat istiadatnya. Dalam kesehariannya juga,
tidak sedikit masyarakat yang mempercayai suatu adat tertentu menurut
para leluhurnya.

7
3. Bahasa yang Digunakan
Bahasa Indonesia masih menjadi bahasa resmi dan umum
digunakan di daerah Jawa Tengah ini. Teteapi, meskipun Bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar masyarakat
Jawa Tengah menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Bahasa Jawa yang digunakan adalah Dialek Solo-Jogja. Bahasa ini
dianggap sebagai Bahasa Jawa Standar.
Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa, namun
secara umum terdiri dari dua, yakni:
a. Kulonan
Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri
atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal; dialek ini memiliki
pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar.
b. Timuran
Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah,
diantaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Diantara
perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan
campuran kedua dialek; daerah tersebut diantaranya adalah
Pekalongan dan Kedu.
4. Agama di Jawa Tengah
Karena mayoritas penduduk di Indonesia merupakan seorang
muslim, maka sebagian besar penduduk Jawa Tengah beragama Islam
dan mayoritas tetap mempertahankan tradisi kejawen yang dikenal
dengan istilah abangan.
Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim
yang mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila
dibandingkan dengan golongan santri yang lebih ortodoks. Abangan
cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat
daripada hukum Islam murni (syariah). Berdasarkan cerita masyarakat,
kata abangan diperkirakan berasal dari kata Bahasa Arab aba'an. Lidah
orang Jawa membaca huruf 'ain menjadi ngain. Arti aba'an kurang lebih
adalah "yang tidak konsekuen" atau "yang meninggalkan". Jadi para
ulama dulu memberikan julukan kepada para orang yang sudah masuk

8
Islam tetapi tidak menjalankan syariat (Bahasa Jawa: sarengat) adalah
kaum aba'an atau abangan. Jadi, kata "abang" di sini bukan dari kata
Bahasa Jawa abang yang berarti warna merah.
Selain agama islam, agama lain yang dianut adalah Protestan,
Katholik, Hindu, Buddha, Konfusianisme, dan puluhan aliran
kepercayaan. Penduduk Jawa Tengah dikenal dengan sikap tolerannya.
Daerah Muntilan (Kabupaten Magelang) banyak dijumpai penganut
agama Katolik, dan dulunya daerah ini merupakan salah satu pusat
pengembangan agama Katholik di Jawa. Daerah Masaran (Kabupaten
Sragen).
5. Perayaan Tradisional di Jawa Tengah
Upacara adat merupakan suatu kegiatan atau ritual yang di
lakukan oleh suku atau kelompok masyarakat dengan bersama-sama.
Tujuannya yaitu menjaga dan melestarikan kebiasaan atau kebudayaan
yang dilakukan secara turun temurun dan bersumber nilai-nilai nenek
moyang mereka.
Karena keragaman suku, agama dan budaya, Jawa Tengah masih
menjadi daerah yang sangat kental dengan adat istiadat. Hal ini terbukti
dengan banyaknya upacara-upacara perayaan tradisional yang masih
dilestarikan dalam masyarakat, perayaan tersebut antara lain:
a. Upacara Kenduren
Slametan atau lebih dikenal dengan kenduren dikalangan
masyarakat. Menurut sejarah sebelum adanya agama islam di jawa
kenduren merupakan kegiatan doa bersama yang di pimpin oleh
tokoh agama atau ketua suku. Tetapi pada zaman dahulu makanan
sebagai sesaji dan untuk persembahannya.
Karena adanya akluturasi budaya islam dan akhirnya
upacara jawa mengalami perubahan yang sangat besar. Yang
tadinya sejaji sebagai persembahan sudah di hilangkan dan di
makan bersama setelah acara usai.
b. Upacara Nyadran (Sadran)
Nyadran merupakan upacara yang di lakukan oleh
masyarakat jawa untuk menyambut bulan suci ramadhan. Namun

9
sebelum adanya agama islam, nyadran adalah tradisi dari agama
hindu-budha.
Menurut sejarah, sejak adanya walisongo di tanah jawa
para sunan menyebarkan agama islam dengan menggabungkan dan
meluruskan tradisi-tradisi tersebut. Agar mudah di terima
masyarakat yang masih memuja-muja roh yang di dalam agama
islam itu musyrik. Para sunan mengganti doa dan bacaan-bacaan
alquran walaupun itu berbenturan dengan tradisi jawa. Dengan
seiring waktu akhirnya bisa di terima dan diamalkan oleh orang
jawa.
c. Upacara Selikuran
Upacara ini biasnya dilaksanakan pada malam 21
ramadhan. Malam 21 ramadhan dalam adat jawa adalah sebuah
upacara atau tradisi orang jawa. Sedangkan dalam sejarah malam
21 adalah lailatul qodar.
Orang jawa biasanya dengan melakukan doa bersama yang
dipimpin oleh tokoh agama. Selikur dalam bahasa jawa memiliki
arti yang sangat spesial. Selikur memiliki arti Waktu untuk
mendekatkan diri kepada allah dan mendoakan orang-orang islam
yang telah mendahuluinya. Masyarakat jawa menjadikan tradisi
atau adat sebagai rasa kecintaan mereka kepada agama islam dan
rasulullah saw.
d. Upacara Maulid Nabi (Muludan)
Muludan atau maulid nabi dalam adat jawa memiliki arti
sebagai hari peringatan lahirnya nabi muhammad saw dan
perayaan itu setiap tanggal 12 rabiul awal.
Menurut sejarah peringatan maulid nabi pertama kali
dilakukan oleh raja ibril kalau sekarang wilayah irak. Pada abad ke
7 hijriah sultan muzhaffar mengadakan peringatan maulid besar-
besaran dan termasuk orang yang berani,alim juga adil.
Sedangkan dalam adat jawa masyarakat biasanya
mengadakan pengajian yang berisi nasehat-nasehat yang di
sampaikan oleh orang alim ulama, seperti ustadz atau kiyai.

10
e. Upacara Wetonan (Wedalan)
Wedalan atau wetonan dalam bahasa jawa berarti keluar
tetapi yang di maksud di sini yaitu lahirnya seseorang. Masyarakat
akan melakukan adat atau upacara ini sebagai sarana mendoakan
agar diberi panjang umur dan di hindarkan berbagai macam mara
bahaya. Dalam perayaan ini biasanya terdapat makanan wajib yaitu
Kluban. Kluban merupakan makanan sebagai rasa syukur dari
berbagai macam kejadian baik,seperti ulang tahun,dan kelahiran
seseorang.
f. Upacara Nyewu (1000)
Upacara Nyewu (1000) hari setelah kematian merupakan
upacara atau tradisi masyarakat jawa untuk memperingati kematian
seseorang. Dalam upacara tersebut di lakukan masyarakat sekitar
dan bersama-sama. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendoakan
orang yang telah meninggal dengan bacaan seperti bacaan tahlil
dan yasiin yang di pimpin oleh tokoh agama.
g. Upacara Kematian
Kematian merupakan hal yang sangat menyedihkan dan
menyisakan duka mendalam untuk keluarga dan sanak saudaranya.
Namun kematian pasti akan dirasakan oleh setiap orang dan semua
yang bernyawa.
Di indonesia sendiri ada beberapa suku yang memiliki cara
atau langkah-langkah sebelum pemakaman. Dari beberapa suku
jawa seperti jawa tengah, jawa timur, dan daerah istimewa
yogyakarta. Kalangan sendi kehidupan suku jawa tidak lepas dari
tradisi yang sejak dulu sudah di percayai. Masyarakat jawa
mempercayai bahwa orang yang baru meninggal sampai 40 hari
setelah meninggal arwahnya ada di sekeliling keluarga dan
rumahnya. Maka dari itu, dibuatlah upacara kematian sebagai
bentuk penghormatan terakhir kepada orang tersebut dan
keluarganya.
h. Upacara Ruwatan

11
Ruwatan adalah upacara adat jawa tengah yang sebagai
sarana pembebasan atau penyucian manusia dari dosa dan
kesalahannya. Contohnya yaitu masyarakat sekitar dieng
wonosobo. Anak-anak yang memiliki rambut gimbal biasanya di
anggap sebagai keturunan buto ijo segara di ruwatan agar selamat
dari marabahaya.
i. Upacara Kebo-keboan
Karena masyarakat jawa mayoritas sebagai petani mereka
memiliki tradisi dan upacara yang unik yaitu kebo-keboan. Kebo-
keboan merupakan upacara tradisi suku jawa untuk menolak segala
bala pada tanaman yang mereka tanam.
Dengan upacara ini semoga tanaman mereka dapat tumbuh
dengan baik dan hasil panen yang maksimal. Dalam upacara ini di
tandai dengan 30 orang yang berperilaku menyerupai kerbau dan
akan di arak keliling kampung. Mereka akan berjalan seolah-olah
seperti kerbau yang sedang membajak sawah.
j. Upacara Larung Sesaji
Upacara larung sesaji merupakan upacara yang di lakukan
masyarakat jawa bagian pesisir utara dan selatan. Tujuannya
dilakukan kegiatan ini yaitu sebagai bentuk wujud rasa syukur
kepada sang pencipta atas hasil ikan tangkapan mereka selama
melaut. Dan memohon agar selalu di beri keselamatan dan hasil
yang cukup dalam usahanya.
Kegiatan ini di tandai berbagai bahan pangan dan hewan
sembelihan yang di hanyutkan ke laut. Dan upacara ini biasanya
dilaksanakan pada tanggal 01 muharram.
k. Upacara Ngapati
Tradisi ngapati yaitu ketika ada seorang wanita hamil yang
masa kehamilan tersebut telah mencapai 4 bulan. Orang jawa
melakukan acara ini yaitu karena di usia 4 bulan janin akan diberi
nyawa oleh Allah SWT. sehingga orang jawa akan mendoakannya.
Dan sebagai rasa syukur atas karunia yang telah di berikan
dengan cara ngapati. Pada proses ngapati diisi dengan rangkaian

12
acara yaitu berdoa bersama agar kelak ketika sudah lahir akan
menjadi orang yang bermanfaat dan di jauhkan dari larangan
agama.
l. Upacara Mendak Kematian
Tradisi atau upcara mendak kematian secara bahasa
indonesia merupakan memperingati kematian setelah satu tahun.
Sebenarnya tidak hanya itu saja dalam adat jawa juga terdapat
peringatan kematian lain seperti mitoni (tujuh hari pasca
kematian).
Nasab sejarah tradisi/adat jawa memiliki hubungan sangat
erat dengan agama hindu-budha karena merupakan warisan
budayanya. Karena jika tidak dengan menggunakan tradisi sebagai
metode penyebaran walisongo akan kesulitan. Ini merupakan
inisiatif walisongo yang sangat bagus dalam penyebaran agama
islam di pulau jawa.
m. Upacara Pernikahan
Dalam upacara pernikahan adat jawa merupakan hal yang
sakral dan unik. Ada banyak tahapan yang harus dilalui sebelum
sampai setelah pernikahan. Seperti bayar tukon,tukar
cincin,meletakkan ayam ketika perjalanan ke proses
pernikahan,sungkeman,srah-srahan dan temu pengantin. Namun
hal itu menjadikan tradisi sendiri suku jawa.
Upacara pernikahan terdiri dari berbagai rangkaia sesuai
dengan adat dan kepercayaan antar kedua belah pihak. Hal ini lah
yang akan menjadi bahasan utama dalam makalah ini.
D. Pernikahan Adat Jawa Tengah
Sesuai dengan fitrahnya, manusia pasti akan membutuhkan pasangan
untuk hidup mereka dan berbagi suka serta duka dengan rasa penuh cinta. Dan
cara yang tepat dapat mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka itu
adalah dengan jalur pernikahan secara resmi serta diakui oleh agama dan
negaranya. Dalam menjalankan pernikahan tentunya seseorang pasti akan
melalui beberapa prosesi dan tata cara yang bermacam-macam sesuai dengan
keinginan mempelai dan keluarga.

13
Di Indonesia, banyak sekali pernikahan-pernikahan adat yang memiliki
ciri-ciri berbeda antar satu dengan yang lainnya sesuai adat dari suku masing-
masing. Istilahnya adalah pernikahan dengan menggunakan prosesi adat suku
tertentu, salah satunya adalah pernikahan adat Jawa. Pernikahan adat Jawa ini
meliputi Jawa Tengah, Yogyakarta, Solo, dan lain-lain. Dalam melaksanakan
upacara pernikahan sebaiknya mengacu pada keturunan dari suku mana antara
kamu dengan calon pasangan kamu nantinya.
Dari apa yang sudah dibahas mengenai beragam kebudayaan yang ada
dijawa tengah, hal-hal tersebutlah yang menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi keunikan dari rangkaian adat pernikahan Jawa Tengah itu
sendiri.
Perlu diketahui bahwa dalam sebuah acara pernikahan sesuai dengan
adat Jawa, khususnya Jawa Tengah terdapat banyak sekali prosesi-prosesi
yang harus dilakukan oleh kedua calon mempelai. Prosesi tersebut terbagi
dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:
1. Tahap Pembicaraan dalam Pernikahan
Dalam tahapan pembicaraan ini, akan ada suatu pembicaraan
antara kedua belah keluarga yang nanti akan memiliki hajatan. Tahapan
ini intinya mencakup tahap pembicaraan pertama sampai tingkat
melamar.
a. Congkog
Seorang perwakilan/duta diutus untuk menanyakan dan
mencari informasi tentang kondisi dan situasi calon besan yang
putrinya akan dilamar. Tugas duta yang utama ialah menanyakan
status calon mempelai perempuan, masih sendiri atau sudah ada
pihak yang mengikat.
b. Salar
Jawaban pada acara Congkog akan ditanyakan pada acara
Salar yang dilaksanakan oleh seorang duta, baik oleh duta yang
pertama atau orang lain.
c. Nontoni
Setelah lampu hijau diberikan oleh calon besan kepada calon
mempelai pria, maka orang tua, keluarga besar beserta calon

14
mempelai pria datang berkunjung ke rumah calon mempelai wanita
untuk saling "dipertontonkan". Dalam kesempatan ini orang tua dapat
membaca kepribadian, bentuk fisik, raut muka, gerak-gerik dan hal
lainnya dari si calon menantu.
d. Nglamar
Utusan dari orangtua calon mempelai pria datang melamar
pada hari yang telah ditetapkan. Biasanya sekaligus menentukan
waktu hari pernikahan dan kapan dilakukan rangkaian upacara
pernikahan. Menentukan hari dalam pernikahan disebut dengan istilah
gethok dina.
e. Gethok dina
Gethok dina merupakan adata kegiatan untuk menentukan
hari baik pernikahan bagi kedua calon mempelai. Pencarian hari
pernikahan ini biasanya pihak keluarga akan berkonsultasi dengan
sesepuh daerahnya untuk memilih hari yang paling baik untuk
pelaksaan ijab qobul dan resepsi.
Semua hari memang baik, tetapi bagi orang Jawa ada pilihan
hari-hari tertentu yang dipandang “lebih baik” untuk
menyelenggarakan sebuah hajatan. Pemilihan hari baik ini biasanya
ditentukan berdasarkan jumlah weton (hari kelahiran) kedua
mempelai, menghindari hari pasaran meninggalnya anggota keluarga
(ayah, ibu, nenek dan kakek, saudara kandung), dan menghindari hari
atau bulan tertentu yang menurut adat jawa tidak baik untuk
menjalankan prosesi pernikahan.
Dikutip dari tulisan Tumpi Redhouse, (2015) Dalam
menentukan hari, bulan, tahun, dan tanggal pernikahan biasanya
memperhatikan hari-hari yang dihindari, adapun hari tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Hari naas keluarga
a) Hari dan pasaran meninggalnya (geblage) orang tua dari
bapak ibu calon pengantin.

15
b) Jika orang tua dari bapak ibu calon pengantin masih hidup,
yang dihindari adalah hari dan pasaran meninggalnya
kakek, nenek dari bapak ibu calon penganten.
c) Hari dan pasaran meninggalnya saudara kandung calon
pengantin berdua, kalau ada.
2) Hari tidak baik didalam bulan
a) Bulan Jumadilakir, Rejeb dan Ruwah hari Rabu, Kamis dan
Jumat,
b) Bulan Puasa, Sawal, dan Dulkaidah hari Jumat, Sabtu dan
Minggu,
c) Bulan Besar, Sura dan Sapar, hari Senin, Selasa, Sabtu dan
Minggu,
d) Bulan Mulud, Bakdamulut dan Jumadilawal hari Senin,
Selasa, Rabu dan Kamis.
3) Hari tidak baik didalam tahun
a) Tahun Alip hari Selasa Pon dan Sabtu Paing,
b) Tahun Ehe hari Sabtu Paing dan Kamis paing,
c) Tahun Jimawal hari Kamis Paing dan Senin Legi,
d) Tahun Je hari Senin Legi dan Jumat Legi,
e) Tahun Dal hari Jumat Kliwon dan Rabu Kliwon,
f) Tahun Be hari Rabu Kliwon dan Minggu Wage,
g) Tahun Wawu hari Minggu Wage dan Kamis Kliwon,
h) Tahun Jimakir hari Kamis Pon dan Selasa Pon.
4) Tanggal tidak baik didalam bulan
a) Bulan Sura tanggal 6, 11 dan 18,
b) Bulan Sapar tanggal 1, 10 dan 20,
c) Bulan Mulud tanggal 1, 8, 10, 15 dan 20,
d) Bulan Bakdamulud tanggal 10, 12, 20 dan 28,
e) Bulan Jumadilawal tanggal 1, 10, 11 dan 28,
f) Bulan Jumadilakir tanggal 10, 14 dan 18,
g) Bulan Rejeb tanggal 2 , 13, 14, 18 dan 27,
h) Bulan Ruwah tanggal 4, 12, 13, 26 dan 28,
i) Bulan Puasa tanggal 7, 9, 20 dan 24,

16
j) Bulan Syawal tanggal 2, 10 dan 20,
k) Bulan Dulkaidah tanggal 2, 9, 13, 22 dan 28,
l) Bulan Besar tanggal 6, 10, 12 dan 20.
5) Samparwangke
Arti secara harafiahnya samparwangke adalah menyampar
Bangkai. Maksudnya adalaha merupakan hari yang tidak baik
di dalam Wuku (Zodiak Jawa).
a) Wuku Warigalit, hari Senin Kliwon,
b) Wuku Bala, hari Senin Legi,
c) Wuku Langkir, hari Senin Paing,
d) Wuku Sinta, hari Senin Pon,
e) Wuku Tambir, hari Senin Wage.
6) Taliwangke
Secara harfiah taliwangke adalah mengikat bangkai.
Maksudnya menghindari hari yang tidak baik di dalam bulan
dan Wuku (Zodiak Jawa).
a) Bulan Dulkangidah dan Jumadilawal Wuku Wuye, hari
Senin Kliwon,
b) Bulan Besar dan Jumadilakir Wuku Wayang, hari Selasa
Legi,
c) Bulan Sura dan Rejeb Wuku Landep, hari Rabo Paing,
d) Bulan Sapar dan Ruwah Wuku Warigalit, hari Kamis Pon,
e) Bulan Mulud dan Puasa Wuku Kuningan, hari Jumat Wage,
f) Bulan Bakdamulud dan Syawal Wuku Kuruwelut, hari
Sabtu Kliwon.

Karena banyaknya hal yang harus diperhatikan dalam menentukan


hari baik, maka menyebabkan lamanya proses pencarian hari. Dan dalam
proses ini juga dibutuhkan tokoh adat yang dipercayai dan mengerti penuh
tentang menentukan hari baik ini. Meskipun terbilang rumit, hal ini masih
digunakan dan dipercayai masyarakat jawa agar terhindar dari hal-hal yang
tidak diinginkan.

2. Tahapan Kesaksian

17
Tahapan kesaksian merupakan tahap dimana pembicaraan
sebelumnya akan diteguhkan dengan disaksikan oleh beberapa orang saksi.
Biasanya saksi dipilih dari kerabat dekat, atau sesepuh dari tetangga kanan
atau kiri di daerah tempat tinggalnya.
Biasanya tahapan ini juga terdiri dari beberapa rangkaian acara
yang lainnya, seperti:
a. Srah-srahan
Dalam acara srah-srahan ini akan diserahkan beberapa
seperangkat perlengkapan sarana yang nanti digunakan pada saat
pelaksanaan acara hingga akhir. Barang srah-srahan atau yang juga
sering disebut sebagai barang hantaran ini biasanya terdiri dari ; satu
set suruh ayu, seperangkat pakaian pengantin wanita, seperangkat
alat sholat (bagi muslim), perhiasan, make-up, kain batik (pesing),
stagen putih, makanan yang terbuat dari ketan (wajik dan jadah),
hasil bumi, buah-buahan sebagai sanggan seperti pisang setangkep
dan lain-lain.
Filosofi yang terkandung dalam barang srah-srahan dalam
adat Jawa adalah
1) Satu set suruh ayu, merupakan perlambang harapan tulus
supaya mendapatkan keselamatan.
2) Seperangkat pakaian untuk penganten wanita, perhiasan
melambangkan kebahagiaan hidup.
3) Stagen (ikat pinggang kain putih) sebagai pertanda kuatnya
tekad.
4) Makanan terbuat dari ketan perlambang rekatnya
persaudaraan.
5) Hasil bumi seperti beras, gula, garam, minyak goreng,
buah-buahan dan lain-lain sebagai pralambang
kesejahteraan bagi keluarga baru, dan
6) Kain batik (pesing) yang akan diberikan pada eyang
mempelai putri melambangkan bakti terhadap leluhurnya.

18
Upacara srah-srahan dalam adat jawa memang bukan
termasuk acara pokok dalam upacara perkawinan, meski demikian
sampai sekarang masih banyak yang mempertahankan tradisi ini.

b. Peningsetan
Peningsetan berasal dari kata singset yang artinya
”mengikat”, peningset berarti hadiah yang menjadi pengikat hati
antara dua keluarga.
Acara peningsetan ditandai dengan adanya tukar cincin
antara kedua calon pengantin. Tukar cincin ini dilakukan sebagai
lambang kuatnya ikatan diantara kedua keluarga dalam
mewujudkan dua kesatuan yang utuh.
c. Asok Tukon
Upacara ini memiliki arti, Asok berarti membayar, tukon
berarti pembelian. Meski secara harfiah asok tukon dapat diartikan
sebagai prosesi jual-beli, namun uang asok tukon tersebut bukanlah
manifestasi jual-beli, dan bukan pula nilai ekonomi perempuan
yang akan dinikahi.
Acara asok tukon adalah acara yang dilakukan dengan
menyerahkan sejumlah uang. Acara ini dimaknai untuk
penghormatan atau wujud terima kasih kepada calon mertua. Acara
ini disampaikan oleh calon pengantin pria.
Biasanya asok tukon diberikan untuk turut meringankan
ongkos pernikahan yang diselenggarakan oleh pihak keluarga
pengantin wanita. Selain itu ada juga yang memaknai sebagai
pengganti tanggung jawab pendidikan dan pemeliharaan gadis
yang dikawinkan.
Jumlah uang asok tukon juga tidak ada ukuran tertentu,
bagi sebagian orang hanya mengikuti kebiasaan yang ada di
lingkungan tempat tinggal calon pengantin wanita. Besaran nilai
uangpun juga masih tergantung dari kemampuan calon mempelai
pria, karena pada dasarnya dalam adat pernikahan jawa, tidak
pernah ada konsep orang tua menjual anak perempuannya.
3. Tahap Pembentukan Panitia Hajatan

19
Biasanya pihak dari mempelai wanita pasti akan mengadakan atau
mempunyai hajatan dengan mengundang sesepuh atau saudara-
saudaranya. Tujuan dari undangan tersebut adalah untuk membentuk
panitia hajatan untuk membantu sebelum melaksanakan acara pernikahan,
ketika acara, dan sesudah acara hajatan tersebut selesai digelar. Dalam
tahapan ini biasanya ada beberapa acara yang harus dilakukan yaitu :
a. Tahap Sedhahan
Tahapan sedhahan ini dimulai dengan membuat dan
membagikan undangan kepada para sesepuh dan saudara-saudara
yang nantinya masuk dalam kepanitiaan pernikahan.
b. Tahap Kumbakarnan
Pada tahap ini diadakan pertemuan guna membentuk
kepanitiaan hajatan. Bisanya pertemuan ini di awali dengan
pemberitahuan serta permohonan bantuan kepada saudara yang
dekat seperti tetangga, dan juga kenalan yang bisa membantu
jalannya acara. Setelah itu, dilanjutkan dengan penyampaian
program kerja dari pantia yang sudah dibentuk dan pelaksana
acaranya. Semua panitia yang ditunjuk akan membantu mengurusi
segala keperluan yang kemungkinan terjadi ketika acara hajatan
sedang berlangsung.
c. Tahap Jenggolan (Tandhakan/Tandahan)
Tahap ini dilakukan ketika calon pengantin wanita melapor
ke KUA terdekat. Kegiatan atau acara tandhan ini memiliki arti
yaitu memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil bahwa acara hajatan
mantu tersebutu dilakukan dengan cara ijab.
4. Tahapan Upacara Hajatan Mantu
Dalam acara hajatan yang sedang berlangsung dalam sebuah
pernikahan biasanya terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Pasang Tratag atau Tarub
Tarub berarti hiasan dari janur kuning atau daun kelapa muda
yang disuwir-suwir (disobek-sobek) dan dipasang di sisi tratag serta
ditempelkan pada pintu gerbang tempat resepsi agar terlihat meriah.

20
Pemasangan tratag atau tarub ini merupakan sebuah tanda
bahwa di rumah tersebut akan diadakan sebuah acara hajatan mantu.
Tratag atau tarub biasanya dibuat menjelang hari H atau acara inti
dilaksanakan. Ciri khas dari pemasangan tratag atau tarub adalah
dengan menggunakan hiasan daru janur ataupun daun kelapa yang
masih muda serta di tambah dengan hiasan warna-warni. Terkadang
juga ada yang menggunakan ubarampe dalam bentuk nasi uduk atau
sego gurih, nasi golong, nasi asahan, apem, ketan dan juga kolak.
b. Pemasangan Kembar Mayang
Kembar mayang Sering disebut Sekar Kalpataru
Dewandaru, yang berarti lambang kebahagiaan dan keselamatan.
Benda ini biasa menghiasi panti atau asasana wiwara yang digunakan
dalam acara panebusing kembar mayang dan upacara panggih. Bila
acara sudah selesai, kembar mayang akan dibuang di perempatan
jalan, sungai, atau laut agar kedua mempelai selalu ingat asal
muasalnya.
Kembar mayang ini dibuat dari beberapa macam barang
yaitu:
1) batang pisang (2 sampai 3 potong) digunakan untuk hiasan,
2) bambu aur untuk penusuk atau sujen secukupnya,
3) janur kuning (4 lembar) untuk dipasang di tiap pelepah
pisang yang dipakai,
4) daun-daunan (daun kemuning, daun dari pohon beringin
yang ada rantingnya, daun apa-apa, daun girang dan juga
daun andong),
5) nanas (2 buah) yang besarnya sama dan sudah matang,
Bunga-bungaan (bunga mawar merah, mawar putih, melati,
dan bunga kantil), dan
6) kelapa muda (2 buah) yang sudah dikupas kulitnya namun
airnya masih ada serta pada bagian bawah kelapa dibuat
rata supaya tidak mudah menggelinding.
c. Pemasangan Tuwuhan atau Pasren

21
Pasren atau tuwuhan ini nantinya akan dipasangkan pada
pintu masuk menuju tempat duduk kedua pengantin. Ada beberapa
macam tumbuhan yang digunakan dalam pasren atau tuwuhan ini
dan masing-masing tumbuhan memiliki maknanya tersendiri.
1) Janur, Makna yang terkandung dari janur ini nantinya
supaya pasangan pengantin bisa memperoleh cahaya dari
Tuhan Yang Maha Kuasa.
2) Daun Kluwih, maknanya adalah agar hajatan yang
dilangsungkan tidak akan kekurangan sesuatu apapun dan
justri kalau bisa malah mendapatkan lebih dari yang sudah
direncanakan sebelumnya.
3) Daun Beringin dan rantingnya, maksutnya adalah untuk
harapan atau keinginan yang menjadi dambaan para
penganti dapat tercapai dengan mudah.
4) Daun Dadap serep, rep dalam kata serep memiliki makna
sejuk, dingin, damai, teduh, dan juga tenang tanpa adanya
gangguan dari apapun.
5) Seuntai Padi, melambangkan filosofi tentang semakin berisi
maka akan semakin merunduk yang artinya bahwa
pengantin nantinya dapat diharapkan memiliki hidup yang
semakin berbobot dan berkecukupan serta tidak lupa untuk
selalu rendah hati, ringan tangan dalam membantu
sesamanya yang sangat membutuhkan.
6) Cengkir gading, melambangkan air yang suci dan bersih
sehingga bermakna cinta diantara keduanya tetap suci dan
bersih.
7) Tebu Wulung Watangan, melambangkan kemantapan hati
yang bermakna jika memang pengantin sudah mantap
menentukan pilihan sebagai suami istri maka mereka tidak
akan lirak-lirik ke kanan dan ke kiri.
8) Setundhun Gedang Raja Suluhan, maknanya adalah sebuah
harapan bagi kedua calon pengantin semoga nantinya
memiliki sifat raja hambeg para marta yang suka

22
mengutamakan kepentingan orang lain dari pada
kepentingan pribadinya.
9) Kembang lan Woh Kapas, bermakna harapan agar nanti
pasangan pengantin tidak kekurangan pangan, sandang serta
papan dan hidupnya selalu berkecukupan atau pas namun
tidak pas-pasan.
10) Kembang Setaman Dibokor, bermakna sebuah harapan
supaya kehidupan pengantin di masa depan akan selalu
cerah seperti bunga yang ada di taman.
d. Siraman
Upacara Siraman mengandung arti memandikan calon
pengantin yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi
bersih dan suci lahir dan batin.
Dalam tahapan ini ada barang-barang yang harus
dipersiapkan yaitu air bunga setaman yang diambil dari tujuh sumber
mata air lalu ditaburi dengan menggunakan bunga setaman seperti
mawar, melati, dan kenanga.
Ketika upacara siraman berlangsung, ada beberapa hal yang
harus dilakukan seperti :
1) Terlebih dahulu calon pengantin harus mina restu kepada
kedua orang tuanya.
2) Setelah itu pengantin duduk di atas tikar yang terbuat dari
pandan.
3) Selanjutnya calon pengantin disiram oleh pinisepuh, orang
tua, dan beberapa wakil yang telah ditunjuk sambil berkata
"Niat Ingsun ora mecah kendi nanging mecah pamore
anakku wadon".
4) Dan yang terakhir calon pengantin disiram air kendi oleh
kedua orang tuanya. Setelah selesai kendi dipecahkan.
e. Adol Dawet (Jual Dawet)
Acara ini dilakukan setelah siraman selesai dilakasanakan.
Dalam proses ini kedua orang tua yang melakukannya, ibu calon
pengantin sebagai penjual sedangkan bapaknya memayungi ibu. Dan

23
pembelinya adalah para tamu yang menggunakan uang pecahan
berupa genteng atau kreweng. Upacara tersebut dilakukan dengan
harapan supaya nantinya ketika upacara resepsi banyak tamu dan
banyak rejeki.
f. Paes
Paes merupakan Upacara menghilangkan rambut halus
yang tumbuh di sekitar dahi agar tampak bersih dan wajahnya
bercahaya, kemudian merias wajah calon pengantin. Paes sendiri
menyimbolkan harapan kedudukan yang luhur diapit lambing
bapak ibu dan keturunan.
g. Midodareni
Midodareni sendiri berasal dari kata widodari yang berarti
bidadari dan artinya adalah membuat calon pengantin tampak
sepeti seorang bidadari.
Upacara ini biasanya dilaksanakan sebelum akad nikah
dilakukan yaitu malam menjelang akad nikah. Kegiatan dilakukan
dengan maksud adalah malam melepaskan masa lajang kedua
calon pengantin dan dilaksanakan di rumah calon pengantin
wanita. Acara ini juga dilaksanakan dengan maksut bahwa calon
pengantin pria dipastikan akan hadir saat akad nikah dan juga
sebagai bukti keluarga pihak perempuan benar-benar telah siap
melaksanakan prosesi pernikahan esoknya.
h. Nyantri atau Nyantrik
Nyantrik merupakan Upacara penyerahan dan penerimaan
dengan ditandai datangnya calon pengantin pria berserta
pengiringnya.
Dalam acara ini calon pengantin pria mohon diijabkan.
Atau kalau acara ijab diadakan besok, kesempatan ini
dimanfaatkan sebagai pertemuan perkenalan dengan sanak saudara
terdekat di tempat mempelai pria. Bila ada kakak perempuan yang
dilangkahi, acara penting lainnya yaitu pemberian restu dan hadiah
yang disesuaikan kemampuan mempelai dalam Plangkahan.
5. Puncak Acara Pernikahan

24
Puncak acara merupakan rangkaian acara utama yang terakhir,
tetapi didalam puncak acara ini masih terdapat beberapa rangkaian lagi,
diantaranya yaitu:

a. Ijab Qobul
Ini merupakan acara yang paling penting dalam sebuah
pernikahan. Dimana dalam acara tersebut sepasang calon pengantin
akan bersumpah dihadapan naib, dan juga di saksikan oleh wali,
pinisepuh, dan orang tua penganti serta tamu undangan.
Dalam acara ijab kobul ini, ibu dari kedua orang
pengantin tidak memakai giwang. Maksutnya adalah untuk
memperlihatkan keprihatinan sehubungan dengan pernikahan
anaknya.
Prosesi ini juga melibatkan pihak penghulu dari KUA.
Setelah acara ini berjalan dengan lancar dan dianggap sah, maka
kedua mempelai resmi menjadi suami istri.
b. Upacara Panggih
Setelah prosesi ijab qobul selesai, dilanjutkan lagi dengan
prosesi panggih. Prosesi panggih ini terbagi dalam beberapa
rangkaian yang meliputi:
1) Liron Kembar Mayang
Liron kembar mayang maksudnya adalah menukar
kembang mayang dengan makna dan tujuan bersatunya
cipta, rasa, dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan.
2) Gantal
Ini merupakan acara balang-balangan atau kegiatan
saling melempar gantal (daun sirih yang digulung
menggunakan benang putih) oleh masing-masing
pengantin. Tujuannnya adalah untuk harapan supaya
godaan yang datang akan hilang terkena lemparan gantal
tersebut.

3) Ngidhak Endog

25
Hal ini dilakukan oleh penganti pria kemudian
pengantin wanita mencuci kaki pasangannya. Hal ini
memiliki tujuan sebagai simbol seksual bahwa kedua
pengantin sudah pecah pamornya dan Tujuannya dicuci
kakinya supaya benih yang diturunkan bersih dari hal dan
perbuatan yang kotor.
4) Minum Air Kelapa Muda (Degan)
Memiliki arti yang menjadi lambang air suci, air
hidup, air mani dan dilanjutkan dengan di-kepyok bunga
warna-warni dengan harapan keluarga mereka dapat
berkembang segala-segalanya dan bahagia lahir batin.
5) Masuk Kepasangan
Maknanya bahwa pengantin telah menjadi satu
pasangan yang siap dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya.
6) Sindur
Prosesi ini dilakukan dengan cara menyampirkan
kain (sindur) ke pundak pengantin dan menuntun pasangan
pengantin ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya
pantang menyerah dan siap menghadapi tantangan hidup.
Selain itu dalam acara tersebut juga dilangsungkan
beberapa acara seperti:
a) Timbangan
Hal ini dilakukan oleh bapak pengantin wanita
duduk diantara kedua pengantin. Dan kaki kanan
bapaknya tersebut diduduki oleh pengantin pria, dan
kaki kirinya diduduki pengantin wanita. Hal ini juga
dilakukan sebagai simbol sang ayah mengukur
keseimbangan masing-masing pengantin.
b) Kacar Kucur
Dalam acara ini pengantin pria akan mengucurkan
penghasilan kepada pengantin wanita dengan
menggunakan uang receh. Tujuan acara ini bahwa

26
pengantin pria akan bertanggung jawab dan
memberikan nafkah kepada keluarganya kelak.
c) Dulangan
Acara ini merupakan acara suap-suapan makanan
antara pengantin pria dan wanita. Maknanya adalah
laku memadu kasih di anatar keduanya. Dalam upacara
dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat
yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan
tumpeng yang bermakna :
(1) tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang
memberi hidup.
(2) tumpeng puput : berani mandiri.
(3) tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan
wanita.
(4) tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
(5) tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
(6) tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang
Tuhan Yang Maha Esa.
(7) tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini
tidak ada yang abadi.
(8) tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
(9) tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.
c. Upacara Babak Kawah
Upacara ini dilaksanakan khusus untuk keluarga yang baru
pertama kali hajatan mantu putri sulung. Ditandai dengan
pelaksanaan membagi harta benda seperti uang receh, beras
kuning, umbi-umbian dan lain-lain.
d. Tumplak Punjen
Tumplak Punjen memiliki arti yang berasal dari kata
Numplak artinya menumpahkan, punjen artinya berbeda beban di
atas bahu. Makna dari Tumplek Punjen yaitu lepas sudah semua
darma orangtua kepada anak. Tata cara ini dilaksanakan bagi orang

27
yang tidak akan bermenantu lagi atau semua anaknya sudah
menikah.
Tujuan dan makna mendalam dari diadakannya tumplak
punjen yaitu:
1) Menyampaikan syukur kepada Allah SWT karena telah
dapat menuntaskan kewajiban orang tua untuk menikahkan
putri-putrinya.
2) Memberitahukan kepada kerabat bahwa tugas untuk
menikahkan putri-putrinya telah selesai.
3) Memberitahukan kepada anak bahwa tugas orang tua sudah
selesai.
4) Menunjukan cinta kasih orang tua kepada anak-anak dan
cucu-cucunya.
5) Sungkeman seluruh putra dan putrinya menunjukan bakti
anak kepada orang tuanya.
6) Memberikan contoh kepada anak cucu untuk suka
berdherma kepada sesame, apabila ada kelebihan rizki atau
harta.
7) Harapan orang tua agar anak cucunya diberikan
kebahagiaan, keceriaan, kesehatan dan kelebihan (cukup
sandang dan pangan).
e. Sungkeman
Sungkeman merupakan upacara yang dilakukan oleh
pengantin untuk mengungkapkan bakti kepada kedua orang tua
serta memohon doa restu. Cara sungkeman ini dilakukan dengan
berjongkok seperti menyembah kemudian menyentuh lutut orang
tua pengantin wanita. Diawali dengan wanita dahulu kemudian
diikuti oleh pengantin pria. Bila sudah selesai sungkeman ke orang
tua wanita, dilanjutkan sungkeman ke orang tua pria.
Makna mendalam dari prosesi ini antara lain sebagai
berikut:
1) Sebagai ritual penyadaran diri

28
Melalui sungkeman, setiap orang diwajibkan untuk
memperlakukan kedua orang tuannya dengan hormat.
Karena seorang anak bukanlah apa-apa tanpa kehadiran
kedua orang tua.
2) Sebagai sarana untuk merendahkan diri
Sungkeman mengajak seseorang untuk berbuat
kebaikan, sadar dan disiplin serta menghilangkan sikap ego
di dalam diri. Terlihat dari bagaikan caranya seseorang
melakukan sungkeman, yaitu merendahkan tubuhnya dan
dengan tulus “menyembah” orang yang telah berjasa dalam
hidupnya
3) Sebagai wujud terima kasih
Prosesi sungkeman sebagai wujud rasa terima kasih
dari anak kepada orang tuanya yang telah berjasa
melahirkan dan membesarkannya. Serta sebagai awal bagi
anak untuk meminta izin dan doa restu kedua orang tua
sebelum memasuki kehidupan berumah tangga.
4) Wujud rasa sesal dan permintaan maaf
Setiap manusia pasti memiliki kesalahan, bahkan
dalam hubungan terdekat sekalipun seperti anak dan orang
tua, hal masih tersebut sering terjadi.
Hubungan yang telah rusak akan terobati sakit
hatinya serta rasa percaya pun akan pulih kembali lewat
ritual sungkeman ini. Karena sungkeman juga memiliki
makna sebagai rasa sesal dan perwujudan permintaan maaf.
f. Kirab
Kirab merupakan barisan arak-arakan yang mengantarkan
kedua mempelai menuju pelaminan. Susunan dalam kirab terdiri
dari di seorang cucuk lampah, dua satrio sakembaran, dua gadis
kecil patah sakembaran, putri domas yang berjumlah 4-8 gadis
remaja, pasangan pengantin, ibu kedua mempelai, ayah kedua
mempelai, dan baris terakhir diisi oleh saudara kandung pengantin
wanita, kemudian saudara kandung pengantin pria.

29
Kirab ini merupakann rangkaian acara yang terakhir dan
sebagai penutup dari segala rangkaian prosesi yang dilakukan
sebelumnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan merupakan pengikatan lahir dan batin antara laki-laki dan
perempuan untuk menjadi sepasang suami-istri. Pernikahan merupakan suatu
hal yang sacral dan mengandung makna yang mendalam. Pernikahan ini dapat
dilaksanakan menurut agama, adat, dan kepercayaan dari masing-masing pihak.
Pernikahan menurut adat juga diartikan sebagai suatu yang sacral,
pernikahan bukan hanya menyatukan antara pasangan tetapi juga menyatukan
dua keluarga besar. Dalam menentukan adat pernikahan juga dipengaruhi oleh
beberapa factor antarnya yaitu budaya, agama, adat istiadat, dan lain-lain.
Seperti halnya di Jawa Tengah, masih kental akan budaya tradisional
yang menarik salah satunya prosesi pernikahan adat. Begitu banyak rangkaian
yang dilakukan dalam prosesi ini, terdapat 5 babak utama, yaitu Tahap
pembicaraan, tahap kesaksian, tahap pembentukan panitia hajat, tahap upacara
hajatan mantu, dan upacara puncak pernikahan. Tidak hanya itu, di dalam
masing-masing tahapan yang sudah disebutkan sebelumnya, juga terdapat
banyak sekali rangkaian acara-acara kecil lainnya. Tetapi, hal ini bukan semata-
mata hanyalah rangkaian acara formalitas saja melainkan mengandung makna
yang sangat mendalam bagi kedua belah pihak. Didalamnya terdapat harapan
dan doa-doa yang dipanjatkan oleh yang melaksanakannya.
Prosesi yang Panjang ini tentu memerlukan waktu dan biaya yang
banyak juga. Tetapi, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Masyarakat Jawa
Tengah melaksanakan prosesi yang begitu Panjang tersebut selain sebagai
harapan dan doa juga sebagai bentuk untuk melestarikan budaya dan warisan
daripada pendahulunya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Wibisana, Wahyu. 2016. Jurnal Pendidikan Agama Islam Pernikahan dalam Islam.
Diakses pada 28 Maret 2020 dari, www.jurnal.upi.edu.

Oktarina, Lindha Pradhipti, Mahendra Wijaya & Argyo Demartotol. 2015. Artikel
Pemaknaan Pernikahan. Diakses pada 28 Maret 2020 dari,
www.media.neliti.com

Syam. 2018. Artikel Sejarah Singkat Jawa Tengah. Diakses pada 28 Maret 2020 dari,
www.wiraswasta.id

Vannisa. 2017. Kebudayaan Jawa Tengah. Diakses pada 28 Maret 2020 dari,
www.perpustakaan.id

Arisyta, Icha. 2019. Artikel Prosesi Pernikahan Adat Jawa. Diakses pada 28 Maret
2020 dari, www.santinorice.com

Suharyanto. 2019. Artikel Makna dari Sungkeman. Diakses pada 29 Maret 2020 dari,
www.ilmuseni.com

Bekti, Setia. 2015. Prosesi pernikahan Adat Jawa Solo. Diakses pada 29 Maret 2020
dari, www.weddingku.com

Susanto, Gabriel Abdi. 2015. Makna Setiap Kegiatan dalam Tata Upacara Adat
Pernikahan Jawa. Diakses pada 29 Maret 2020 dari, www.liputan6.com

Jawa Tengah. Diakses pada 29 Maret 2020 dari, www.wikiwand.com

31

Anda mungkin juga menyukai