Anda di halaman 1dari 13

KLASIFIKASI DAN NILAI KONSTITUSI

DISUSUN OLEH :

NAMA : OKTORIUS BERKAT JAYA ZEGA


NIM : 182119037
KELAS/SEMESTER : A/IV
PRODI : PPKn
MATA KULIAH : TEORI DAN HUKUM KONSTITUSI

DOSEN PENGAMPU :

ADRIANUS BAWAMENEWI, S.H., M.H.

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) GUNUNGSITOLI


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (FPIPS)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN
T.A2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan saya rahmat kesehatan dan kesempatan, Sehingga saya bisa menyusun atau
menyelesaikan makalah materi saya iini. Penulisan inisaya sajikan secara ringkas dan
sederhana sesuai dengan kemampuan yang kami miliki, dan tugas ini disusun dalam rangka
memenuhi materi pada mata kuliah: Teori Hukum dan Konstitusi.

Dalam penyusunan materi ini banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu
kritik yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan materi
ini, dan dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan secara khusus kami berterimakasih kepada Bapak ADRIANUS
BAWAMENEWI, S.H., M.H selaku Dosen pengampu mata kuliah Hukum Pidana karena
telah memberikan kami bimbingan untuk menyelesaikan materi yang telah di berikan kepada
kamiini hingga selesai.

Gunungsitoli, 3 April 2019 

Penulis,

Oktorius Berkat Jaya Zega


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................


B. Rumusan Masalah .........................................................................
C. Tujuan Masalah ............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Klasifiasi Konstitusi.....................................................................
B. Nilai Konstitusi.............................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang


Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara
warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam
sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya
perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis
dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi
menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang kemudian
memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat
untuk mengamandemen UUD 1945.
Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya
serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik
dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat
apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah
menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis
dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah
rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan
sempurna.

B. Rumusan Masalah
1. bagaimana klasifikasi konstitusi?
2. bagaimana nilai konstitusi

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui klasifikasi konstitusi.
2. untuk mengetahui NIlai Konstitusi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Konstitusi

1. Klasifikasi Konstitusi di Dunia


Dalam konsep konstitusi tercakup pengertian tertulis, kebiasaan dan konvensi negara
yang menentukan susunan dan kedudukan organ organ negara, mengatur hubungan antar
organ-organ negara itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara.
Konstitusi juga mengatur pembatasan kekuasaan. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum
dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut
suatu negara. Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan
otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundangan lainnya.

Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a.           Konstitusi tertulis dan tidak tertulis (Written Constitution And No Written Constitution)

Konstitusi tertulis merupakan suatu konstitusi (UUD) yang dituangkan dalam sebuah
dokumen atau beberapa dokumen formal. Sedangakan konstitusi yang bukan dalam
bentuk tidak tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen
formal. Seperti konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel, dan New Zaeland.

b.           Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Rijid (Flexible Constitution And Rigid Constitution)

James Bryce memilah konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid secara luas namun
menurut pandangan kami, pembagian konstitusi atau Undang-Undang Dasar dalam
fleksibel dan rijid ini karena didasarkan atas kriteria atau berkaitan dengan “cara dan
prosedur perubahannya”. Jika suatu konstitusi itu mudah dalam mengubahnya, maka ia
digolongkan pada konstitusi yang fleksibel. Sebaliknya jika sulit cara dan prosedur
perubahannya, maka ia termasuk jenis konstitusi yang rijid. Dalam konteks ini, UUD
1945 dalam realitanya termasuk konstitusi yang rijid atau kaku.

Ciri-ciri khusus dari konstitusi fleksibel menurut Bryce adalah : elastis, diumumkan dan
diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Berbeda dengan ciri-ciri pokok
dari konstitusi yang rijid, meliputi: mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi
dari peraturan perundang-undangan yang lain, dan hanya dapat dirubah dengan cara
yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.
c.              Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak tinggi (Supreme Constitution and
Not Supreme Constitution)
Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang
paling tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain.
Disamping itu, jika dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini berada di atas peraturan
perundang-undangan yang lain. Demikian juga syarat untuk mengubahnya lebih berat
dibandingkan dengan yang lain.
Sementara konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai
kedudukan serta derajat tinggi. Persyaratan yang diperlukan untuk mengubah konstitusi
jenis ini sama dengan persyaratan yang dipakai untuk mengubah peraturan-peraturan
yang lain, umpamanya undang-undang.

d.             Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (Federal Constitution and Unitary
Constitution)
Klasifikasi yang berkaitan erat dengan bentuk suatu negara, artinya jika bentuk Negara
itu serikat maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah
Negara Serikat dengan pemerintah Negara bagian. Pembagian kekuasaan tersebut diatur
dalam konstitusi atau undang-undang dasarnya. Dalam Negara Kesatuan, pembagian
kekuasaan tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaannya tersentralkan atau terpusat pada
pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi kesatuannya.

e.         Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan


parlementer (presidental executive and parliamentary executive constitution)
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial dapat
diklasifikasikan kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu pula
sebaliknya
C.F. Strong dalam bukunya, Modern Political Constitution, mengemukakan bahwa di
negara-negara dunia ada dua macam sistem pemerintahan. Pertama, sistem
pemerintahan presidensial yang mempunyai ciei-ciri pokok:
a.          Di samping mempunyai kekuasaan “nominal” sebagai kepala negara, presiden
juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan.
b.         Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih
langsung oleh rakyat atau dewan pemilih seperti Amerika Serikat.
c.         Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
d.            Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tiak dapay
memerintahkan diadakan pemilihan.

Kedua, sistem pemerintahan parlementer yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:


a.           Kabinet yang dipilih oelh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan kekuatan-kekuatan
yang menguasai parlemen.
b.         Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkun sebagian anggota parlemen.
c.         Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
d.          Kepala Negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan parlemen
dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum.

2.           Klasifikasi Konstitusi Negara Indonesia


Indonesia mempunyai konstitusi atau perundang-undangan dasar dimana ia digunakan
sebagai dasar pembuatan undang-undang atau peraturan di bawahnya yakni Undang-Undang
Dasar 1945. Analisis UUD 1945 berdasarkan klasifikasi yang dianalisis KC. Wheare Istilah
konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah
konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan
menyatukan suatu negara. Sedangkan istilah Undang-undang dasar merupakan terjemahan
istilah yang dalam bahasa Belandanya Gronwet. Perkataan Wet diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia undangundang, dan ground berarti tanah/dasar. Undang-undang dasar atau
Konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, yakni sehari setelah
proklamasi kemerdekaan.
Pertama, UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia termasuk kedalam konstitusi
tertulis jika melihat dari analisis Wheare. Hal ini dikarenakan UUD 1945 merupakan
konstitusi yang dituangkan dalam sebuah dokumen formal yang kemudian dibukukan.
Kedua, UUD 1945 memiliki ciri-ciri pokok berupa : mempunyai kedudukan dan derajat
yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain dan hanya bisa diubah dengan
cara yang khusus dan istimewa atau dengan persyaratan yang berat. Berarti, UUD 1945
termasuk kedalam konstitusi yang bersifat rijid atau kaku jika dilihat dari “cara dan prosedur
perubahannya” yang sulit.
Ketiga, yang dimaksud dengan konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang
mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini
berada di atas peraturan perundang-undangan yang lain. Syarat yang harus dipenuhi apabila
hendak melakukan terhadap konstitusi serajat tinggi sangatlah sulit dan berat jika
dibandingkan dengan peraturan-peraturan yang lain. UUD 1945 seperti yang sudah dijelaskan
pada poin kedua di atas, dapat juga dimasukkan kedalam jenis konstitusi derajat tinggi karena
bentuk, proses pengubahan dan derajatnya lebih tinggi dibanding undang-undang yang lain.
Keempat, bentuk negara Indonesia dapat digolongkan sebagai negara kesatuan dimana
pembagian kekuasaan tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaan tersentralkan di pemerintah
pusat dan sudah di atur dalam konstitusi kesatuannya. Oleh sebab itu, UUD 1945 masuk
kedalam klasfifikasi konstitusi kesatuan karena ini berhubungan erat dengan bentuk negara. 1
[8]
Kelima, negara dengan sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri-ciri menurut C.F.
Strong sebagai berikut
a.          Presiden mempunyai kekuasaan sebagai kepala negara dan berkedudukan sebagai kepala
pemerintahan.
b.             Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih langsung
oleh rakyat.
c.           Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
d.          Presiden tidak bisa membubarkan kekuasaan legislatif. Dilihat dari ciri-ciri tersebut,
maka Indonesia termasuk ke dalam negara presidensial. Sehingga UUD 1945 sebagai
konstitusi negara Indonesia dapat diklasifikasikan kedalam konstitusi sistem
pemerintahan presidensial karena mengatur secara jelas bagaimana proses berjalannya
tatanegara presidensial.
Dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 atau yang menjadi konstitusi
bagi Negara Indonesia dikategorikan dalam klasifikasi konstitusi yang tertulis karena
dikodifikasikan, termasuk dalam klasifikasi konstitusi rijid atau kaku karena banyak syarat
dalam perubahan atau amandemennya, termasuk dalam konstitusi derajat tinggi karena ia
dijadikan dasar dari pembuatan hukum di Negara Indonesia dan aturan di bawahnya tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar ini, UUD 1945 masuk kedalam klasfifikasi
konstitusi kesatuan karena ini berhubungan erat dengan bentuk Negara Indonesia yang
terpusat atau kesatuan, dan yang terakhir Indonesia termasuk ke dalam klasifikasi Konstitusi
presidensil karena dalam sistem pemerintahannya menggunakan sistem pemerintahan
presidensial, karena sudah sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan di atas.

B. Nilai Konstitusi

1
Karl Loewenstein dalam bukunya “Reflection on the Value of Constitutions”
membedakan 3 (Tiga) macam Nilai Konstitusi atau the values of the constitution, dengan
didasarkan pada realitas kekuasaan dan norma konstitusi, yaitu:

1. Normative value (Nilai normatif);

2. Nominal value (Nilai nominal);

3. Semantical value (Nilai semantik).


Jika berbicara nilai konstitusi, para sarjana hukum pun selalu mengutip pendapat Karl
Loewenstein mengenai tiga nilai konstitusi tersebut, yaitu : normatif, nominal, dan
semantik. Suatu konstitusi dikatakan memiliki Nilai Normatif apabila konstitusi tersebut
resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam
arti hukum (legal), tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan
dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Norma-norma konstitusi itulah yang mengatur dan
mejadi guideline pada proses-proses politik yang terjadi di masyarakat.
Konstitusi dikatakan memiliki Nilai Nominal apabila konstitusi tersebut secara
hukum jelas berlaku, dan memiliki daya berlaku, namun dalam prakteknya tidak memiliki
kenyataan eksistensi. Pasal-pasal yang ada dalam konstitusi tersebut hanya menjadi dokumen
hukum semata, dan ketundukan politiknya tidak berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam
konstitusi itu sendiri.
Dalam Praktiknya dapat pula terjadi percampuran antara nilai nominal dan normatif.
Hanya sebagian saja dari ketentuan undang-undang dasar yang dilaksanakan, sedangkan
sebagian lainnya tidak dilaksanakan dalam praktik, sehingga dapat dikatakan bahwa yang
berlaku normatif hanya sebagian, sedangkan sebagaian lainnya hanya bernilai nominal
Suatu konstitusi disebut konstitusi yang memiliki Nilai Semantik jika norma-norma
yang terkandung didalamnya secara hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah
sekedar untuk memberikan bentuk untuk melaksanakan kekuasaan politik semata. Sehingga
banyak kalangan yang menilai konstitusi hanya sebagai “jargon” atau semboyan pembenaran
sebagai alat pelanggengan kekuasaan saja. Pada intinya keberlakuan dan penerapan
konstitusinya hanya untuk kepentingan bagaimana mempertahankan kekuasaaan yang ada.
Menurut Karl Lowenstein setiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu
sifat idealnya sebagai teori (das sollen) dan sifat nyatanya sebagai praktik (das sein). Suatu
konstitusi yang mengikat itu bila dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh masyarakat
bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang
hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif.

Nilai Konstitusi Indonesia Berdasarkan UUD 1945


Berbicara konstitusi Indonesia tidak terlepas dari konstitusi tertulisnya yakni, Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945. UUD 1945 sebelum amandemen memiliki kecenderungan
bersifat konstitusi yang bernilai semantik. Contohnya UUD 1945 pada zaman Orde baru dan
Orde lama pada waktu itu berlaku secara hukum, tetapi dalam praktiknya keberlakuan itu
semata-mata hanya untuk kepentingan penguasa saja dengan dalih untuk melaksanakan
Undang-Undang dasar 1945. Kenyataan itu dapat kita lihat dalam masa Orde Lama ikut
campur penguasa dalam hal ini esekutif (Presiden)  dalam bidang peradilan, yang sebenarnya
dalam pasal 24 dan 25 Undang-Undang dasar 1945 harus bebas dan tidak memihak, hal
tersebut dapat terlihat dengan adanya Undang-undang No. 19 tahun 1965.
Pada masa Orde Baru konstitusi pun menjadi arena pelanggengan kekuasaan hal
tersebut terlihat dengan rigidnya sifat konstitusi yang “sengaja” dibuat dengan membuat
peraturan atau prosedur perubahan demikian sulit, padahal Undang-Undang Dasar pada saat
itu dibentuk dengan tujuan sebagai Undang-Undang Dasar sementara, mengingat kondisi
negara yang pada waktu itu telah memproklamirkan kemerdekaan maka diperlukanlah suatu
Undang-Undang dasar sebagai dasar hukum tertinggi. Namun dikarenakan konstitusi tersebut
masih dimungkinkan untuk melanggengakan kekuasaan, maka konstitusi tersebut
dipertahankan. Maka timbulah adigium negatif “Konstitusi akan dipertahankan sepanjang
dapat melanggengkan kekuasaan”.
Kemudian, Pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-4,
memberikan nilai lain pada konstitusi kita. Dalam pasal - pasal konstitusi kita memiliki nilai
nominal. Misal pada pasal 28B ayat (2) tentang HAM, yang berbunyi “Setiap orang berhak
atas kekeluargaan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Walaupun dalam ayat tersebut terdapat hak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi namun kenyataannya masih banyak diskriminasi-diskriminasi
penduduk pribumi keturunan. Kemudian pasal 29 ayat (2), yang berbunyi “ Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Perkataan Negara menjamin
kemerdekaan menjadi sia-sia kalau agama yang diakui di Indonesia hanya 5 dan 1
kepercayaan. Hal tersebut menjadi dilematis dan tidak konsekuen, bila memang kenyataan
demikian, mengapa tidak dituliskan secara eksplisit dalam ayat tersebut. Hal lain adalah
dalam pasal 31 ayat (2), yang berbunyi “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya” . Kata-kata wajib membiayainya seharusnya
pemerintah membiayai seluruh pendidikan dasar tanpa terdikotomi dengan apakah sekolah
tersebut swasta atau negeri, karena kata wajib disana tidak merujuk pada sekolah dasar negeri
saja, seperti yang dilaksanakan pemerintah tahun ini, tetapi seluruh sekolah dasar. Pasal
selanjutnya adalah pasal 33 ayat (3), yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Kata dipergunakan dalam ayat tersebut tampaknya masih jauh dari
kenyataan, betapa tidak banyak eskploitasi sumber daya alam bangsa ini yang dikuras habis
oleh perusahaan asing yang sebagian besar keuntungannya di bawa pulang ke negara asal
mereka. Kondisi demikian masih jauh dari tujuan pasal tersebut yakni kemakmuran rakyat
bukan kemakmuran investor. Selanjutnya pasal 34 ayat (1), yang berbunyi “ fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Kata dipelihara disini bukan berarti fakir
miskin dan anak-anak terlantar dibiarkan “berpesta ngemis” atau bergelandang tanpa dicari
solusi dan menjamin jaminan sosial dimana sesuai dengan tujuan awal, yakni kemakmuran
seluruh rakyat Indonesia.
Dari penjelasan tersebut, tampaknya UUD 1945 mempunyai nilai nominal. Sebab
walaupun secara hukum konstitusi ini berlaku dan mengikat peraturan dibawahnya, akan
tetapi dalam kenyataan tidak semua pasal dalam konstitusi berlaku secara menyeluruh, yang
hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif dan dijalankan secara murni dan
konsekuen.
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Konstitusi adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar.
Konstitusi juga dapat diartikan sebagai suatu dokumen lengkap mengenai peraturan dasar
negara. Menurut Hans Kelsen konstitusi adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma
hukum yang hanya dapat diubah di bawah pengawasan ketentuan-ketentuan khusus, dengan
tujuan untuk menjadikan perubahan norma-norma tersebut menjadi lebih sulit.
Konstitusi diklasifikasikan menjadi konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis,
konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid, konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat
tinggi, konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan, yaitu jika bentuk Negara itu serikat maka
akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah Negara Serikat dengan
pemerintah Negara bagian dan Negara Kesatuan, dan yang terakhir konstitusi dan konstitusi
sistem pemerintahan presidensil dan konstitusi sistem pemerintahan federal.
B.    Saran
Dalam penulisan materi ini mengenai klasifikasi konstitusi di dunia dan klasifikasi
konstitusi di Negara Indonesia kurang dalam materi kami mohon saran dan bantuannya dalam
melengkapi kekurangan pada materi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Menurut UUD 1945
serta Mahkamah Konstitusi.2015. Yogyakarta: Data Media.
Dahlan Thailib dan Jazim Hamidi. 2010. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Wirdjono Projodikoro. 1989. Asas-asas Hukum Tata Negara di Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat.
Miriam Budiardjo. Miriam B dkk. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Bandung: Gramedia
Pustaka Utama.
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dkk. 2015. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Kholid Abrori Ahda. Klasifikasi Konstitusi. 2016. http://dokumen.tips/documents/ klasifikasi-
konstitusi-55949618e9f96.html

Anda mungkin juga menyukai