Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alasan pemerintah membua omnibus law lantaran sudah terlalu banyak
regulasi yang dibuat, yang kemudian menimbulkan persoalan tersendiri,
seperti tumpah tindih regulasi.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu Omnibus Law?
b. Pasal berapa saja yang berisi tentang Omnibus law?
c. Apa keuntungan dan kerugian dari Omnibus Law?
d. Bagaimana pandangan kalian sebagai pekerja dan pengusaha
terhadap Omnibus Law?

1.3 Tujuan Pembahasan


Untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi
investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan
kepastian hokum dan mendorong minat Warga Negara Asing (WNA)
untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan
pengetahuan bagi kualitas SDM Indonesia, mendorong kepatuhan
sukarela wajib pajak dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku
usaha dalam negri dan pelaku usaha luar negri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Omnibus Law

Dalam konteks hukum, omnibuslaw adalah hukum yang bisa


mencakup untuk semua atau satu undang undang yang mengatur banyak
hal. Dengan kata lain omnibuslaw artinya metode atau konsep
pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang
substansi pengaturanya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu
paying hukum.

Dalam omnibuslaw terdapat 3 RUU yang siap diundangkan, antara


lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan Dan Fasilitas
Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dan RUU tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Namun demikian
omnibuslaw cipta kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan public
karena dianggap mementingkan kepentingan investor.

Dikutip dari Naskah Akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja ada
11 klaster yang masuk dalam undang undang ini antara lain
penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, Ketenagakerjaan,
keudahan berusaha, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, dukungan
riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi,
pengadaan lahan, kemudahan investasi dan proyek pemerintah, serta
kawasan ekonomi khusus.

2.2 Pasal yang berisi tentang Omnibus Law

 Pasal 89 Omnibus Law Mengubah pasal 156 Ayat 1 UU/2003


Tentang Ketenagakerjaan.
Faktanya : Uang pesangon memang ada tetapi tidak ada standar
minimal pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang
pengganti ditiadakan.
Pasal 156 Ayat 2 Hanya mengatur standar maksimal pesangon jadi
pengusaha bebas memberikan uang pesangon dibawah standar UU
Cipta kerja.

2
 Pasal 89 Omnibus Law mengubah pasal 88 C UU 13/2003
Faktanya : Pasal 88 C hanya mempertahankan aturan soal UMR
tetapi UMP dan UMK dihapus UMK menjadi tidak wajib karena
dipasal itu ada frasa ‘dapat’ padahal sebelumnya bupati atau wali
kota punya wewenang memberi rekomendasi dalam penentuan
upah minimum mengingat pemda yang paling memahami kondisi
ekonomi diwilayahnya di Omnibus Law Bupati atau Wali kota tak
lagi punya wewenang itu.
 Pasal 89 Omnibus Law tentang perubahan pasal 88 B UU 13/2003
Faktanya : Dalam pasal 92 UU Cipta kerja ketentuan penetapan
upah berdasarkan golongan jabatan masa kerja pendidikan dan
kompetensi dihapus. Rumusan skala dan struktur pengupahan
untuk menetapkan upah di ubah menjadi berdasarkan waktu dan
hasil.
 Pasal 89 Tentang perubahan pasal 79 UU 13/2003
Faktanya : UU cipta kerja menambah sanksi pidana perburuhan
kepada pengusaha yang tidak memberi cuti tahunan namun pasal
yang mengatur istirahat panjang satu bulan, Istirahat pada tahun
ke tujuh dan ke delapan setelah enam tahun bekerja
berturut−turut ditiadakan.
 Pasal 89 tentang perubahan pasal 66 UU 13/2003
Faktanya : UU Cipta kerja menghapus pasal 65 dan mengubah
pasal 66 UU ketenagakerjaaan implikasinya. Jumlah pekerja
dengan kontrak outsourcing akan bertambah karena tidak ada lagi
pembatasan jenis pekerjaan outsourcing.
 Pasal 89 tentang perubahan pasal 56 UU 13/2003
Faktanya : Status karyawan tetap masih ada tetapi status karyawan
kontrak bermasalah ketentuan tentang PKWT diatur dalam pasal
59 Ayat 1 B menyatakan batas perpanjangan satu kali dan paling
lama 2 tahun. UU cipta kerja menghapus ketentuan itu sehingga
membuka kesempatan status karyawan kontrak PKWT jadi tidak
terbatas.

 Pasal 89 tentang perubahan pasal 151 UU 13/2003


Faktanya : Pasal 151 UU Ketenagakerjaan mengatur pengusaha
pekerja atau buruh dan pemerintah menghindari PHK dengan
segala upaya. Namun Omnibus Law menghilangkan itu hingga PHK
3
tidak dapat dihindarkan ditambah pasal−pasal lain mempermudah
PHK dengan alasan efesiensi.
 Pasal 89 tentang perubahan pasal 56 Ayat 1 UU 13/2003
Faktanya : Masih ada status karyawan tetap (Pkwtt) namun ada
potensi pengalihan besar−besaran kontrak pekerja dari PKWT
menjadi Pkwtt seluruhnya.
 Pasal 89 Tentang perubahan pasal 42 Ayat 1 UU 13/2003
Fakyanya : RUU cipta kerja membuka peluang TKA lebih mudah
masuk ke Indonesia karena izin tertulis diganti menjadi rencana
penggunaan TKA Pasal 42, Tidak perlu ada penanggung Pasal 43
dan syarat ketentuan jabatan dan kompensasi untuk TKA dihapus
Pasal 44, Dampaknya TKA bebas mengisi posisi apapun termasuk
posisi paling rendah.
 Pasal 154 A Ayat 1 UU Cipta kerja tentang alasan−alasan PHK
tidak menyebutkan buruh yang protes akan terancam PHK.
Pasal 79 Ayat 2 Huruf B dan D Kebijakan pemerintah adalah
menetapkan tanggal merah atau cuti namun yang harus
diperhatikan adalah UU Cipta Kerja menghapus Konsep Lima hari
kerja dan perjanjian istirahat panjang dikembalikan keperusahaan
aturan ini menjadi masalah karena posisi pekerja lebih lemah
disbanding perusahaan.

2.3 Keuntungan dan Kerugian Omnibus Law


 Keuntungan Omnibus Law :
1) Jaminan Korban PHK
2) Tidak hilangkan hak cuti haid dan hamil
3) Sertifikat halal gratis buat UMKM
4) Urus perizinan kapal nelayan makin mudah
5) Percepatan membangun rumah MBR
6) Penyediaan lahan lewat Bank Tanah
 Kerugian Omnibus Law :
1) Rugikan buruh hingga abaikan HAM
2) Jaminan pekerjaan layak dihilangkan karena outsourcing
3) Memperburuk perlindungan hak perempuan buruh
4) Sentralistik rasa orde baru
5) Anti lingkungan hidup
6) Liberalisasi Pertanian
7) Abaikan Ham

4
2.4 Pandangan terhadap terhadap Omnibus Law

Pandangan dari sudut Pekerja :


1) Masalah aturan pesangon yang kualitas nya dianggap menurun dan
tanpa kepastian.
2) Membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas
3) Aturan mengenai jam kerja dianggap eksploitatif
4) Karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap
5) TKA merupakan buruh kasar yang bebas dan PHK yang di permudah.

Pandangan dari sudut Pengusaha :


1) Dapat menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif sehingga
dapat bersaing ditingkat global.
2) Dapat mengeliminasi sejumlah permasalahan dan hambatan industry.
3) Dapat menyelesaikan permasalahan yang menghambat peningkatan
investasi dan membuka lapangan kerja.
4) Dapat mendukung Program pemberdayaan UMKM dan koprasi agar
kontribusi mereka terhadap PDB masing−masing naik menjadi 65% dan
5,5%.
5) Mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU cipta kerja tidak


sejalan dengan tata cara atau mekanisme yang telah diatur, UU
no.12 tahun 2011 tentang peraturan perundang−undangan aturan
ini masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
 Terdapat penyimpangan asas hukum lexsuperior derogate legi
inperior dimana dalam pasal 17 ayat 1 dan 2 RUU cipta kerja
peraturan pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat UU
jika muatan materinya tidak selaras dengan kepentingan strategis
RUU cipta kerja.
 RUU cipta kerja akan membutuhkan sekitar 516 peraturan
pelaksana yang bertumpu pad kekuasaan dan kewenangan
lembaga eksekutif sehingga berpotensi memicu terjadinya
penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.

3.2 Saran

Sebaiknya Omnibus Law ini dikaji kembali oleh pemerintah dan


anggota DPR, Apakah UU ini memang bermanfaat atau tidak untuk
kepentingan rakyat. Ataukah hanya untuk kepentingan kelompok atau
golongan tertentu.
Rancangan UU ini telah membawa kericuhan dan pro kontra di
masyarakat. Sehingga pemerintah harus bisa mengkaji kembali dan
menyampaikan secara terbuka kepada masyarakat tentang isi dan
manfaat UU itu jangan sampai UU itu merugikan rakyat.

6
DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah ,A. Chaedar. (2001). Pokoknya Menulis: Cara Baru Menulis dengan
Metode Kolaborasi. Bandung : Kiblat Buku Utama.

Arikunto, S (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hatoh,J.A (2002). Doing Qualitative Research In Education Settings. New York:


State University Of New York Press, Albany.

Anda mungkin juga menyukai