secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), dimana apabila suatu tindak pidana
dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban
umum di masyarakat.
Hukum perdata bersifat privat yang menitikberatkan dalam mengatur mengenai hubungan
antara orang perorangan (perseorangan). Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan dalam hukum
perdata hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat.
Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan
larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu
sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan
demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem
norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk
melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat
dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-
tindakan tersebut.
Selain itu, Moeljatno, yang dikutip oleh Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya Prinsip-prinsip
Hukum Pidana, memberikan definisi hukum pidana sebagai berikut:
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara
yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak
boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang
melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan
itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan.
C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia(hal.
257) juga memberikan definisi hukum pidana, yaitu:
Berdasar pada definisi-definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum pidana
merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa yang tidak boleh dilakukan, dimana saat
tindakan tersebut dilakukan terdapat sanksi bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana
juga ditujukan untuk kepentingan umum.
Soal pembagian hukum perdata, lebih lanjut Subekti menyatakan antara lain bahwa (hal. 16-
17):
Sementara itu, C.S.T. Kansil dalam buku yang sama[1] juga menerangkan mengenai definisi
dari hukum perdata, yaitu:
Rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu
dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Apabila ditarik kesimpulan dari penjabaran definisi tersebut di atas, hukum perdata pada
intinya mengatur tentang kepentingan perseorangan dan hubungan hukumnya dengan orang
lain.
Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk
menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila
peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku. Penjelasan
selengkapnya tentang ultimum remedium dapat Anda simak Arti Ultimum Remedium.
Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata sendiri bersifat privat, yang menitikberatkan
dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Per) hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat,
dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum.