Anda di halaman 1dari 15

HUKUM KELUARGA ISLAM DALAM KONTEKS

HUKUM NASIOANAL

Oleh :
Kelompok II

AKRAM AKKAS
2120203874130022

FITHSURYAH L. RAJAB
2120203874130003

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PAREPARE
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang atas Rahmat-Nya dan

Karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tema dari

makalah ini adalah “Hukum Keluarga Islam Dalam Konteks Hukum Nasional”.

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada dosen mata kuliah Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, yang dimana kami

diamanahkan untuk memaparkan materi pada kesempatan kali ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi

sususan kalimat maupun isi dari makalah ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka

pemakalah menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar makalah ilmiah ini dapat

diperbaiki dikemudian hari.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca

terkhususnya kepada kami sendiri.

Polewali Mandar, 28 November 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………… i


Kata Pengantar …………………………………………………………………... ii
Daftar Isi …………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1
A. Latar Belakang ..………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………. 3
A. Hukum Keluarga Islam …………………………………………………… 3
B. Hukum Nasioanl ………………………………………………………...... 5
C. Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasioanl …………….... 7
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………… 15
A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 15
B. Saran ……………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Indonesia (Nasional) tumbuh dan berkembang dari berbagai sistem hukum yang

saling mempengaruhi satu sama lain. Sistem hukum yang berlaku dan dapat diterima secara

luas dapat bertahan, sedangkan sistem hukum yang pengaruhnya kurang menyebabkan

eksistensi sistem hukum tersebut dipertanyakan.

Dalam membicarakan hukum Islam, di tengah-tengah hukum Nasional, pusat perhatian

akan menuju pada kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Nasioanl. Sistem hukum

Indonesia, berkembang secara beragam karena sejarah sistem hukum Republik ini memiliki

sumber hukum yang majemuk. Disebut demikian karena di Indonesia berlaku beberapa

sistem hukum yang mempunyai corak dan susunan sendiri memberikan sumbangsih pada

sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem hukum itu adalah sistem Hukum Adat,

sistem Hukum Islam dan sistem hukum Barat.

Pada sumber hukum Islam yang menjadi inspirasi dan sumber pembentukan hukum

positif kerap kali dipertentangkan dengan hukum Nasional. Lantas hal ini menimbulkan

pertanyaan, bagaimana sebenarnya kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di

Indonesia.

Makalah ini kurang lebih akan mengulas tentang beberapa hal seperti pengertian

daripada hukum Keluarga Islam dan hukum Nasional serta kedudukan dari kedua sumber

hukum tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum Keluarga Islam ?
2. Apa yang dimaksud dengan hukum Nasioanl ?
3. Bagaimana kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum Nasioanl ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan kami membuat makalah ini untuk dapat mengetahui tentang hukum Keluarga

Islam dan hukum Nasional serta kedudukan daripada keduanya yaitu antara hukum Islam

tersebut dengan hukum Nasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Keluarga Islam

Hukum keluarga Islam adalah hukum yang mengatur kehidupan keluarga yang di

mulai sejak awal pembentukan keluarga (peminangan) sampai dengan berakhirnya keluarga

yakni terjadi perceraian atau salah satu ada yang meninggal yang termasuk masalah waris

dan wakaf. Tujuannya adalah untuk mengatur hubungan antar anggota keluarga baik suami,

istri maupun anak.

Dalam dunia Ilmu Fiqh dikenal adanya bidang al- Ahwal al-Syakhsiyah atau Hukum

Keluarga, yaitu fiqh yang mengatur hubungan antara suami-isteri, anak, dan keluaganya.

Pokok kajiannya meliputi : 1). munakahat, 2). mawaris, 3) wasiat, 4). wakaf. Mengenai

wakaf, memang ada kemungkinan masuk ke dalam bidang ibadah apabila dilihat dari

maksud orang mewakafkan hartanya (untuk kemaslahatan umum), namun dapat

dikategorikan dalam bidang al-ahwal al-syakhsiyah apabila wakaf itu waqf dzurri, yakni

wakaf untuk keluarga. 1

Munakahat atau pernikahan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan antara

seorang pria dan seorangwanita serta menetapkan hak-hak dan kewajiban diantara keduanya.

Mawaris atau kewarisan mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli

waris terhadap harta warisan, menentukan siapa saja yang berhak terhadap harta warisan,

bagaimana cara pembagiannya untuk masing-masing ahli waris. Fiqh mawaris disebut juga

1
A A MK, “Hukum Keluarga Islam Dalam Dinamika Sistem Hukum Di Indonesia,” Irtifaq: Jurnal Ilmu-Ilmu
Syari’ah 1 (2014): 1–19,
https://scholar.archive.org/work/xhh2va3gyrhezi6yqnbskpyy54/access/wayback/http://ejournal.unhasy.ac.id
/index.php/irtifaq/article/download/74/74.

3
fara’id, karena mengatur tentang bagian-bagian tertentu yang menjadi hak para ahli waris.

Pembahasan fiqh mawaris mencakup masalah tajhiz/perawatan jenazah, pembayaran hutang

dan wasiat, kemudian tentang pembagian harta warisannya. Di samping itu dibahas pula

mengenai penghalang untuk mendapatkan warisan, juga dibicarakan tentang zawil arham,

hak anak dalam kandungan, hak ahli waris yang hilang, hak anak hasil perzinahan, serta

masalah-masalah khusus.

Wasiat adalah pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang diberikan kepada

orang lain atau lembaga tertentu yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah ia meninggal

dunia. Pembahasannya meliputi orang yang berwasiat dan syaratnya, orang yang diberi

wasiat dan syaratnya, hukum bagi penerima wasiat yang membunuh pemberinya, tentang

harta yang diwasiatkan dan syaratnya, hubungan antara wasiat dengan warisan, tentang lafaz

dan tata cara berwasiat, tentang penarikan wasiat, dan lain-lain.

Wakaf adalah penyisihan sebagian harta benda yang bersifat kekal zatnya dan

mungkin diambil manfaatnya untuk maksud/tujuan kebaikan. Di dalam kitab-kitab fiqh

dikenal adanya istilah wakaf zuri (keluarga) dan wakaf khairi (untuk kepentingan umum).

Pembahasan mengenai wakaf meliputi syarat-syarat bagi orang yang mewakafkan, syarat-

syarat bagi barang yang diwakafkan, syarat-syarat bagi orang yang menerima wakaf,

shighat/ucapan dalam pewakafan, mengenai macam dan siapa yang mengatur barang wakaf

beserta hak dan kewajibannya, tentang penggunaan barang wakaf, dan lain sebagainya. 2

2
Ibid.

4
B. Hukum Nasional

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala

internasional. Hukum nasional di indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum

eropa, hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut baik perdata

maupun pidana, berbasis pada hukum eropa kontinental, khususnya dari belanda karena

aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan hindia

belanda (Nederlandsch-Indie). Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat

dua teori yang cukup dikenal, yaitu monisme dan dualisme. Menurut teori monisme, hukum

internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya, hukum nasional

tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. Menurut teori dualisme Hukum

internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling

mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Keberadaan hukum internasional

menjadi control masyarakat hukum internasional dalam menjalangkan hukum nasional demi

tercapainaya ketertiban dunia.3

a. Pancasila Sebagai Sumber Hukum di Indonesia

Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum sudah mendapatkan legitimasi

secara yuridis melalui TAP MPR Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR

Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang

Republik Indonesia. Setelah reformasi, keberadaan Pancasila tersebut kembali dikukuhkan

dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan Undang-

3
Hasanudin Hassim, “Hasanudin, Hassim, Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Perspektif
Teori Monisme Dan Teori Dualisme,” Institut Agama Islam Negeri Parepare Volume 1, no. 2 (2019).

5
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan. Pancasila sebagai

sumber segala sumber hukum memberi makna bahwa sistem hukum nasional wajib

berlandaskan Pancasila. Akan tetapi, keberadaan Pancasila tersebut semakin tergerus dalam

sistem hukum nasional. Hal demikian dilatarbelakangi oleh tiga alasan yaitu: pertama,

adanya sikap resistensi terhadap Orde Baru yang memanfaatkan Pancasila demi

kelanggengan kekuasaan yang bersifat otoriter. Kedua, menguatnya pluralisme hukum yang

mengakibatkan terjadinya kontradiksi-kontradiksi atau disharmonisasi hukum. Ketiga, status

Pancasila tersebut hanya dijadikan simbol dalam hukum. 4

Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menerapkan Pancasila sebagai sumber

segala sumber hukum dalam sistem hukum nasional yaitu: pertama, menjadikan Pancasila

sebagai suatu aliran hukum agar tidak terjadi lagi disharmonisasi hukum akibat

diterapkannya pluralisme hukum. Kedua, mendudukkan Pancasila sebagai puncak peraturan

perundang-undangan agar Pancasila memiliki daya mengikat terhadap segala jenis peraturan

perundang-undangan sehingga tidak melanggar asas lex superiori derogat legi inferiori. 5

b. UUD Sebagai Dasar hukum di Indonesia

Adapun kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 pada sistem hukum di Indonesia,

yaitu sebagai hukum dasar tertulis paling tinggi dan norma hukum tertinggi. Undang-

Undang Dasar 1945 bersifat tertulis, artinya merupakan suatu hukum yang mengikat

pemerintah dan setiap warga negara. Fungsi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum

dasar tertulis, yaitu untuk mengatur jalannya pemerintahan negara. Sebagai hukum dasar,

4
Anik Kunantiyorini, “Pancasila Sebagai Sumber Hukum Dalam Sistem Hukum Nasional Pancasila as the
Source of Law in the National Legal System,” Jurnal Konstitusi 15, no. 1 (2018): 27–49.
5
Ibid.

6
UUD Negara Republik Indonesia menduduki posisi tertinggi yang melandasi peraturan

perundang-undangan lainnya.

Selain itu, UUD 1945 juga merupakan norma hukum tertinggi dalam sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia. Fungsinya sebagai norma hukum tertinggi adalah untuk

dijadikan dasar penyusunan peraturan perundang-undangan. Norma adalah aturan atau

ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat untuk dijadikan panduan

tingkah laku yang sesuai dan berterima. Artinya, UUD 1945 juga menjadi panduan dan

aturan yang mengatur hukum di Indonesia.

7
C. Kedudukan Hukum Keluarga Islam Dalam Sistem Hukum Nasional

Pembentukan hukum keluarga di Indonesia, dalam arti pembangunan hukum

Nasional sesungguhnya telah berlangsung sejak tahun 1970-an dan sampai saat ini belum

dilakukan evaluasi secara mendasar dan komprehensif terhadap kinerja model hukum

sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Selama ini ukuran keberhasilan pembangunan

hukum selalu dilihat dari segi jumlah produk hukum yang telah dihasilkan oleh lembaga

yang berhak mengesahkan Undang-undang.

Di Indonesia proses pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasinonal ditandai

dengan masuknya beberapa aspek Islam ke dalam Undang-undang, baik yang langsung

menyebutkan dengan istilah hukum Islam, maupun yang tidak menyebutkan langsung.

Pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasional memang menimbulkan masalah baru,

artinya harus ada unifikasi hukum meskipun memiliki sisi positif dalam hal memenuhi

kebutuhan hukum bagi umat Islam. Untuk itu, dibutuhkan unifikasi dan ini tidak bisa terjadi

dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan kekuatan politik. 6

Secara historis, hukum keluarga Islam mencuat kepermukaan bermula dari diakuinya

peradilan agama secara resmi sebagai salah satu pelaksana “judicial power” dalam negara

hukum melalui Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana yang dirubah dengan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 1999 terakhir dirubah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009. Lebih lanjut, kedudukan, kewenangan atau yurisdiksi dan organisatorisnya telah diatur

6
Wati Rahmi Ria, “Hukum Keluarga Islam” (2017): 2–173, http://repository.lppm.unila.ac.id/9159/1/3. BUKU
HUKUM KELUARGA ISLAM.pdf.

8
dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang mempunyai kewenangan

mengadili perkara tertentu: (1) perkawinan, (2) waris, (3) wasiat, (4) hibah, (5) wakaf, (6)

infaq, (7) shadaqah, (8) zakat dan (9) ekonomi syari‟ah, bagi penduduk yang beragama

Islam. 7

Pembaruan Hukum Keluarga dalam Kompilasi Hukum Islam

Terbentuknya hukum Islam (hukum keluarga) yang tertulis, sebenarnya sudah lama

menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat muslim. Sejak diundangkan Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang mempunyai kewenangan untuk

menyelesaikan masalah-masalah hukum keluarga, rasanya sangat diperlukan adanya hukum

keluarga Islam di Indonesia tertulis. Sehingga munculah gagasan penyusunan Kompilasi

Hukum Islam dalam rangka mencari pola fiqh yang bersifat khas Indonesia atau fiqh yang

bersifat kontekstual. Kemunculan KHI di Indonesia dapat dicatat sebagai sebuah prestasi

besar yang dicapai umat Islam. Setidaknya dengan adanya KHI itu, maka saat ini di

Indonesia tidak akan ditemukan lagi pluralisme putusan hakim pengadilan agama, karena

kitab yang dijadikan rujukan hakim adalah sama. Selain itu fiqh yang selama ini tidak

positif, telah ditransformasikan menjadi hukum positif yang berlaku dan mengikat seluruh

umat Islam Indinesia. Lebih penting dari itu, KHI diharapkan akan lebih mudah diterima

oleh masyarakat Islam Indonesia karena digali dari tradisi-tradisi bangsa Indonesia. KHI

telah menjadi buku hukum atau pedoman hukum, bersifat mandiri dan hasil ijtihad pakar

fiqh Indonesia. Menurut Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam merupakan upaya

7
Wakil Ketua et al., “Pembaruan Hukum Keluarga Di Indonesia Melalui Kompilasi Hukum Islam” (1991): 1–21.

9
akomodatif dari mazhabmazhab fiqh klasik. Kendatipun demikian, tidak dapat dipungkiri

bahwa materi hukum dalam KHI masih didominasi oleh mazhab Syafi’i.

Dalam rangka pemberlakuan KHI maka keluarlah Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun

1991 kepada Menteri Agama RI untuk menyebarluaskan KHI yang terdiri dari tiga buku,

yaitu Buku I tentang perkawinan, terdiri dari 9 bab dan 170 pasal (pasal 1 s/d pasal 170),

Buku II tentang kewarisan, terdiri dari 6 bab dan 43 pasal (pasal 171 s/d pasal 214) dan

Buku III tentang perwakafan, terdiri dari 5 bab dan 12 pasal (pasal 215 s/d pasal 228).

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hukum keluarga menempati posisi sangat penting dalam hukum Islam, berkaitan

dengan kontribusinya yang amat signifikan dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat

yang tertib dan harmonis. Itulah sebabnya di banyak negara Islam atau yang mayoritas

warganya beragama Islam utamanya Indonesia, bidang hukum keluarga senantiasa

mendapatkan apresiasi tinggi yang dimanifestasikan dalam bentuk upaya berkelanjutan

untuk legislasi hukum Islam menjadi hukum positif ke dalam produk perundang-udangan.

Pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia, adalah suatu keniscayaan. Hal ini

dikarenakan adanya tuntutan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, pengaruh

globalisasi ekonomi, pengaruh reformasi dalam berbagai bidang hukum, dan juga pengaruh

pembaruan pemikiran Islam yang mengharuskan pintu ijtihad senantiasa terbuka untuk

menemukan hukum baru terhadap persoalan baru dalam hukum keluarga.

Tujuan pembaruan hukum keluarga Islam yang dipraktikan di Indonesia merupakan

untuk menjawab tantangan modernitas dalam bidang hukum keluarga, karena pemahaman

konvensional yang mapan tentang berbagai ayat al Quran, hadis dan kitab-kitab fiqh

dianggap tidak mampu menjawab tantangan problem hukum keluarga yang muncul pada era

modern.

B. SARAN

Sebagai manusia yang tidak luput dari salah dan khilaf. Kami menyadari bahwa

makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan

saran dari para pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hassim, Hasanudin. “Hasanudin, Hassim, Hubungan Hukum Internasional Dan Hukum

Nasional Perspektif Teori Monisme Dan Teori Dualisme.” Institut Agama Islam Negeri

Parepare Volume 1, no. 2 (2019).

Ketua, Wakil, Pengadilan Agama, Tulang Bawang, Mahasiswa Pps, Hukum Keluarga,

Universitas Islam, Negeri Raden, and Intan Lampung. “Pembaruan Hukum Keluarga

Di Indonesia Melalui Kompilasi Hukum Islam” (1991): 1–21.

Kunantiyorini, Anik. “Pancasila Sebagai Sumber Hukum Dalam Sistem Hukum Nasional

Pancasila as the Source of Law in the National Legal System.” Jurnal Konstitusi 15,

no. 1 (2018): 27–49.

MK, A A. “Hukum Keluarga Islam Dalam Dinamika Sistem Hukum Di Indonesia.” Irtifaq:

Jurnal Ilmu-Ilmu Syari’ah 1 (2014): 1–19.

https://scholar.archive.org/work/xhh2va3gyrhezi6yqnbskpyy54/access/wayback/http://e

journal.unhasy.ac.id/index.php/irtifaq/article/download/74/74.

Ria, Wati Rahmi. “Hukum Keluarga Islam” (2017): 2–173.

http://repository.lppm.unila.ac.id/9159/1/3. BUKU HUKUM KELUARGA

ISLAM.pdf.

12

Anda mungkin juga menyukai