Anda di halaman 1dari 94

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI

“NGLANGKAHI” DALAM PERNIKAHAN


Di Ds. Sumber Tlaseh Kec. Dander Kab. Bojonegoro

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:
Siti Nur Aini
NIM : 21111030

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2015
MOTTO

TIDAK SEMUA MASALAH


HARUS DITEMUKAN SOLUSINYA,
TERKADANG
KITA MEMANG HANYA PERLU
BERSABAR DAN BERSERAH DIRI

v
PERSEMBAHAN

SKRIPSI INI AKU PERSEMBAHKAN TERUNTUK


 AYAHANDA, IBUNDA, KAKAK TERCINTA YANG SANGAT AKU SAYANGI
 UNTUK ALMAMATER TERCINTA
 TEMAN-TEMAN SEPERJUANGAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
 UNTUK SAHABAT-SAHABATKU BIK SURTI, RINA, ROSA, MBAK PIPI DAN JUGA MBK
OELYA BUSROEM
 UNTUK ADIK-ADIK KOST VIRGI, DEWI, LULU, APRIL
 DAN BUAT TRI SUSANTO MAKASIH TELAH MEMBERIKANKU MOTIFASI
 FAKULTAS SYARIAH
 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

vi
PERSEMBAHAN

SKRIPSI INI AKU PERSEMBAHKAN TERUNTUK


 AYAHANDA, IBUNDA, KAKAK TERCINTA YANG SANGAT AKU SAYANGI
 UNTUK ALMAMATER TERCINTA
 TEMAN-TEMAN SEPERJUANGAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
 UNTUK SAHABAT-SAHABATKU BIK SURTI, RINA, ROSA, MBAK PIPI DAN JUGA MBK
OELYA BUSROEM
 UNTUK ADIK-ADIK KOST VIRGI, DEWI, LULU, APRIL
 DAN BUAT TRI SUSANTO MAKASIH TELAH MEMBERIKANKU MOTIFASI
 FAKULTAS SYARIAH
 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

vii
ABSTRAK
Siti Nur Aini. 211 11 030. PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI
NGLANGKAHI DALAM PERNIKAHAN DI DESA SUMBER TLASEH
KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO. Skripsi. Fakultas
Syariah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Intitut Agama Islam Negeri. Dosen
Pembimbing. Drs. Badwan M.Ag
Kata Kunci : Hukum Islam Dalam Memandang Tradisi Nglangkahi Manten
Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Apa yang di maksud dengan
tradisi nglangkahi?(2) Bagaimana masyarakat menyakini tradisi nglangkahi? (3)
Bagaimana pandangan hukum Islam tentang tradisi nglangkahi?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metodelogi penelitian kualitatif. Metedo pengumpulan datanya
penyusun menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti
juga menggunakan pendekatan historis untuk memperoleh data yang akurat
(benar dan jelas).
Data yang diperoleh peneliti dari beberapa informan di desa Sumber
Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro ini adalah tradisi “nglangkahi”
tidak wajib dilaksanakan, tetapi dianjurkan untuk melaksanakan tradisi tersebut,
karena untuk menghindarkan kakak yang dilangkahi tesebut dari bahaya susah
atau yang tidak baik untuk kedepannya.
Dalam kaidah fiqh yaitu al-adatul muhakkamah yang artinya adat bisa
dijadikan sebagai salah satu sumber hukum islam. Kaidah ini bisa dijadikan
pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak da dalil dari syari’ tetapi tidak
semua adat bisa dijadikan pijakan hukum. Tradisi nglangkahi di lihat dari sudut
pandang hukum islam tidak mengenal istilah nglangkahi, di dalam islam hanya
memerintahkan kepada mereka yang telah siap atau mampu menikah agar
menyegerakan tanpa melihat dia nglangkahi ataupun tidak.
Tradisi “nglangkahi” ini termasuk Urf shahih yakni urf
yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan dengan syara’. Atau
kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan
dengan nash (ayat Al-Qur’an atau hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan
mereka, dan tidak pula membawa mudharat kepada mereka

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LOGO................................................................................................ i

PENGESAHAN ................................................................................ ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING............................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................ iv

MOTTO............................................................................................... v

PERSEMBAHAN............................................................................... vi

KATA PENGANTAR........................................................................ vii

ABSTRAK............................................................................................ ix

DAFTAR ISI......................................................................................... x

BAB 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian.................................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian............................................................... 6

E. Penegasan Istilah..................................................................... 7

F. Metode Penelitian.................................................................... 7

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian......................................... 7

2. Kehadiran Peneliti............................................................... 8

3. Lokasi Penelitian................................................................. 8

4. Sumber Data..................................................................... 8

ix
5. Prosedur Pengumpulan Data............................................ 9

6. Analisis Data..................................................................... 10

7. Pengecekan Keabsahan Data............................................ 10

G. Sistematika Penulisan............................................................. 11

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian pernikahan.................................................................. 13

B. Macam-macam Urf .................................................................... 15

C. Dasar Hukum Perkawinan............................................................ 17

D. Rukun dan Syarat Perkawinan..................................................... 22

E. Tujuan dan Hikmah Perkawinan.................................................. 32

F. Riview Studi Terdahulu............................................................... 36

BAB III: GAMBARAN DESA

A. Profil desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro.................................................................................. 39

1. Letak Daerah......................................................................... 39

2. Keadaan Tanah...................................................................... 40

3. Demografi Desa..................................................................... 40

B. Penyebab Masyarakat Desa Sumber Tlaseh Meyakini Adanya

Tradisi Nglangkahi dalam Pernikahan......................................... 52

C. Prosesi Upacara Tradisi Nglangkahi dalam Pernikahan.............. 59

BAB IV: ANALISIS HASIL PENEMUAN

A. Analisis terhadap Tradisi Nglangkahi dalam Pernikahan............ 64

B. Analisis Penyebab Masyarakat Meyakini Tradisi Nglangkahi.... 65

x
C. Analisis Tradisi Nglangkahi di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro..................................................... 67

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 71

B. Saran ............................................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hampir semua manusia mengalami suatu tahap kehidupan yang

namanya perkawinan. Perkawinan merupakan sebuah upacara penyatuan dua

jiwa menjadi sebuah keluarga melalui akad perjanjian yang diatur oleh

agama. Oleh karena itu, perkawinan menjadi agung, luhur dan sakral.

Sebagaimana termaktub dalam firman allah SWT :

ً‫ﺣﻔَﺪَة‬
َ ‫وَاﻟﻠﱠﮫُ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ أَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ أَزْوَاﺟًﺎ وَﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ أَزْوَاﺟِﻜُﻢْ َﺑﻨِﯿﻦَ َو‬

(72) َ‫وَرَزَﻗَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ اﻟﻄﱠﯿﱢﺒَﺎتِ أَﻓَﺒِﺎﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﯾُﺆْﻣِﻨُﻮنَ وَﺑِﻨِﻌْﻤَﺔِ اﻟﻠﱠﮫِ ھُﻢْ ﯾَﻜْﻔُﺮُون‬

Artinya:

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah.
An-nahl (16: 72)

Untuk membahas penciptaan manusia, masa hidupnya hingga mati dan

keterangan pembagian rezeki oleh Allah SWT, ayat diatas menyinggung

masalah pembentukan keluarga dan menjelaskan bahwa Allah SWT adalah

Zat yang memberi kamu seorang pasangan, kemudian menganugerahkan

kasih sayang melalui anak dan cucu.

Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah. Menurut hukum Islam

perkawinan adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan

kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan

12
kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih

sayang dengan cara yang diridhoi Allah (Basyir, 1996: 11). Dengan

perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat,

oleh karena itu islam memberikan wadah untuk merealisasikan keinginan

tersebut dalam serangkaian aturan hukum.

Di dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

dengan jelas menyebutkan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir bathin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu perkawinan harus

dipertahankan oleh kedua belah pihak supaya tercapainya tujuan tersebut.

Tidak terlepas dari semuanya, seseorang untuk menjalani kehidupan

berumah tangga tidak kalah pentingnya dengan kemampuan seseorang

menempatkan diri dalam suatu masyarakat yang ditempatinya, yang tentunya

akan terikat dengan ketentuan atau tatanan sosial budaya yang berlaku.

Sistem sosial budaya mempunyai suatu tatanan yang berbeda-beda,

realitas tata tertib adat Perkawinan antara masyarakat adat yang satu dengan

yang lain, antara suku satu dengan yang lain, antara beragama Islam satu

dengan yang lain, begitu juga terdapat perbedaan adat Perkawinan kota dan

desa. Adat istiadat yang sudah menjadi sutau hukum adat akan lebih sulit dan

kuat karena pelanggaran terhadapnya akan menemui suatu sangsi sesuai

peraturan yang diberlakukan dan dipatuhi didalam masyarakat tersebut.

Seperti yang terjadi di dalam masyarakat atau beberapa adat bahwa seorang

13
adik dilarang mendahului kakaknya menikah, meskipun adik telah siap lahir

bathin untuk melakukan pernikahan. Hal ini tidak diperbolehkan, karena jika

hal demikian terjadi menurut kepercayaan yang berlaku dan diyakini akan

timbul bencana terhadap rumah tangga yang akan dibina maupun keluarga

khususnya kakaknya yang dilangkahinya (Hadikusuma, 1990: 12).

Keyakinan itu muncul dan disepakati menjadi sebuah adat dan apabila

perkawinan tersebut masih dilakukan ditempuh dengan beberapa cara

walaupun kenyataanya tetap mengalami suatu kendala atas rumah tangganya.

Agar tidak membawa masalah, lebih jelasnya adiknya yang mendahului

nikah tidak tertimpa sial maka harus ditempuh beberapa jalan diantaranya:

lalu putus lawe: dengan disaksikan oleh adiknya (pengantin perempuan),

sang kakak memotong benang lawe yang masing-masing ujungnya dipegang

oleh para sesepuh. pemotongan dilakukan dengan menggunakan keris (jika

kakaknya laki-laki), gunting (jika kakaknya perempuan) dengan cara ini

melambangkan bahwa dengan ikhlas mengijinkan adiknya mendahului nikah

Sungkeman: sang kakak yang dilangkahi telah siap dikamar pengantin

menggunakan busana jawa, kemudian masuklah sang adik yang akan nikah

dengan diantar para sesepuh. Calon pengantin (adiknya) kemudian

menyebutkan kata-kata seperti berikut : “kang mas, saya akan kawin dahulu,

untuk itu saya minta izin mendahului kang mas, serta mohon doa restu agar

rumah tangga yang saya bangun selamat dan bahagia selamanya. Saya juga

mendoakan agar kang mas dapat segera mendapat jodoh yang diinginkan”.

Jawaban dari kakaknya : “ iya adikku, saya izinkan engkau kawin lebih dulu,

14
semoga rumah tanggamu tentram, bahagia, sejahtera. Terimakasih atas

doamu semoga saya mendapat jodoh juga”.

Sabetan: kakak yang dilangkahi mengambil lidi sebanyak tujuh batang

yang telah diikat dengan lima benang lawe kemudian lidi tersebut disabetkan

ke pundak calon pengantin (adiknya) sebanyak tiga kali sebagai lambang

pemberian maaf kakaknya yang akan di langkahi. Lidi tujuh batang

melambangkan hari-hari biasa dan benang lawe lima helai hari-hari (pasaran)

jawa.

Kemudian adiknya memberikan sesuatu kepada kakaknya sesuai dengan

kemampuan. Biasanya penganggon sapengadeg (busana lengkap) seperti :

baju, sarung, sepatu atau sandal.

Ketaan dan keharusan tersebut ditinjau dari segi tujuan dalam perkawinan

agar tercapai keluarga yang sakinah mawadah warahmah, tidak merasakan

was-was dan keganjalan dan sebagainya.

Hukum Perkawinan adat merupakan hukum masyarakat yang

mengatur tentang Perkawinan yang tidak tertulis di dalam Perundang-

undangan negara. Jika terjadi pelanggaran maka yang akan mengadili ialah

musyawaroh masyarakat adat setempat. Meskipun masyarakat di Desa

Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro mayoritas

beragama islam bahkan tergolong taat, mereka tetep yakin dan percaya

sehingga mereka mengikuti tradisi yang sudah turun temurun, dan juga

merupakan petuah orang-orang tua yang tidak mungkin untuk dilanggar

(Hadikusuma, 1995: 14).

15
Di dalam Islam tidak diatur atau tidak dibahas secara jelas karena ini

hanya tradisi suatu daerah. Islam sendiri hanya mengatur tentang hukum

nikah, peminangan, rukun akad nikah, syarat nikah, macam-macam akad

nikah, wanita-wanita yang diharamkan dan pengaruh akad nikah

dilangsungkan dengan walimahan untuk wujud bersyukur.

Adanya fenomena-fenomena yang telah diuraikan diatas telah menarik

penyusun untuk meneliti tentang gambaran tradisi “nglangkahi”, Penyebab

masyarakat meyakini Tradisi “nglangkahi“, pandangan hukum Islam

terhadap Tradisi “nglangkahi“ dalam pernikahan di Desa Sumber Tlaseh

Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.

Penyusun bermaksud meneliti masalah tersebut ke dalam sebuah skripsi

yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi “Nglangkahi Manten”

dalam Pernikahan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penyusun membatasi dan merumuskan

beberapa pokok masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana tradisi “nglangkahi” dalam perkawinan di Desa Sumber

Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro?

2. Apa yang menyebabkan masyarakat meyakini Tradisi “nglangkahi“

dalam perkawinan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro?

16
3. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Tradisi “nglangkahi“

dalam perkawinan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro?

C. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan latar belakang dari permasalahan di atas,

penyusun bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tentang Tradisi nglangkahi.

2. Untuk mengetahui tentang apa saja yang menyebabkan masyarakat

menyakininya.

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam tentang Tradisi

tersebut.

D. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini, sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana baru tentang

masalah Tradisi “nglangkahi” dalam pernikahan dalam tinjauan hukum

Islam dan juga menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

17
2. Secara Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam melestarikan adat budaya yang

ada di masyarakat.

b. Sebagai tambahan pengetahuan untuk umat dalam memperkaya

pengetahuan keagamaan khususnya dalam bidang perkawinan dan

hukum islam.

c. Sebagai bahan kajian penelitian lebih lanjut bagi siapa saja yang

membaca skripsi ini dalam rangka memperkaya hasanah ilmu

pengetahuan hukum islam.

E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan kejelasan judul diatas, penyusun perlu

memberikan penegasan istilah-istilah yang ada. Istilah-istilah tersebut adalah:

1. Tradisi nglangkahi manten : upacara tradisi jawa yang dilakukan oleh

seorang calon pengantin (adiknya) yang mempunyai kakak belum

menikah (calon pengantin yang masih muda memohon izin dan do’a restu

kepada kakaknya untuk menikah lebih dulu) (Hariwijaya, 2005: 132).

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan penyusun adalah pendekatan historis.

Karena dengan pendekatan ini bisa mengetahui asal mula keyakinan

masyarakat tentang tradisi “nglangkahi”. Hal ini bisa terungkap dengan

terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian obyek yang

18
dibahas (Muhktar, 2007: 79), sehingga data diperoleh dengan akurat dan

terpercaya lebih lengkap.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu

penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan

prosedur analisis statistik atau cara kuantitatif lainya (Moleong, 2008: 6).

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, penyusun akan mengumpulkan data-data

sehingga menjadi data yang akurat dan terpercaya, yang digunakan

penyusun adalah alat perekam, alat tulis, serta alat dokumentasi, Peneliti

disini membaur dengan obyek penelitian. Kehadiran penyusun sebagai

peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro. Karena para masyarakat didesa ini

percaya akan tradisi “nglangkahi”. Dan sampai saat ini pun mereka masih

melaksanakan tradisi yang sudah mereka percayai itu.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya

baik melalui wawancara, observasi.

19
b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-

dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek

penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan peraturan

perundang-undangan (Ali, 2009: 106).

5. Prosedur Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi yaitu tekhnik pengumpulan data yang dilakukan

melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan

terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran (Fathoni, 2011: 104),

Penyusun menggunakan observasi langsung ke Desa Sumber Tlaseh

Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Di sini peneliti mengamati

prosesi Tradisi “nglangkahi”.

b. Wawancara

Wawancara yaitu tekhnik pengumpulan data melalui tanya

jawab lisan, dimana pertanyaan datang dari pihak yang mewawancarai

dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara (Fathoni, 2011: 105).

Wawancara ini dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai

pokok masalah yang akan ditanyakan. Sasaran wawancara adalah

tokoh adat untuk mendapat info tentang prosesi adat Tradisi

“nglangkahi”, pelaku yaitu kakak dari adik yang mendahului nikah

dan pengantinya.

20
c. Dokumentasi

Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan

dan data dari pemuka adat. Metode ini digunakan sebagai salah satu

pelengkap dalam memperoleh data.

6. Analisa Data

Setelah seluruh data terkumpul barulah penyusun menentukan

bentuk analisa terhadap data-data tersebut, antara lain dengan metode :

a. Deduktif

Yaitu analisa yang bertitik tolak dari suatu kaidah yang umum

menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus, artinya ketentuan-

ketentuan umum yang ada dalam nash dijadikan sebagai pedoman

untuk menganalisis pandangan hukum islam tentang Tradisi adat

“nglangkahi” dalam perkawinan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro.

b. Kualitatif

Yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati (Moleong, 2008: 4).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data penyusun menggunakan teknik

trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai

21
pembanding terhadap data tersebut, dan teknik trianggulasi yang paling

banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui sumber yang lainya

(Moleong, 2007: 330).

Ada empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan

observasi tidak langsung, observasi tidak langsung ini dimaksudkan dalam

bentuk pengamatan atas beberapa kelakuan dan kejadian yang kemudian

dari hasil pengamatan tersebut diambil kesimpulan yang menghubungkan

di antara keduanya (Moleong, 2007: 330).

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika

pembahasanya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat

dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini. Adapun perincianya

adalah sebagai berikut yaitu :

BAB Pertama mencakup Pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang

masalah, Fokus penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Riview

Studi Terdahulu, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan.

BAB Kedua meliputi Kajian Pustaka yang berisi uraian tentang

Pernikahan, Pernikahan menurut Hukum Islam, Pernikahan menurut Undang-

Undang No. 1 tahun 1974, Pernikahan menurut Hukum Adat, Pengertian

22
Tentang Tradisi “nglangkahi” Menurut Hukum Adat, Dasar Hukum

Pernikahan, Rukun dan Syarat Pernikahan, Tujuan dan Hikmah Pernikahan.

BAB Ketiga Paparan Data dan Temuan Penelitian berisi tentang diskripsi

wilayah pada masyarakat Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro.

BAB Keempat adalah Pembahasan berisi tentang analisis hal-hal

mengenai Tradisi “nglangkahi” dalam Perkawinan, analisis tentang penyebab

masyarakat meyakini Tradisi “nglangkahi“, pandangan hukum islam

terhadap Tradisi “nglangkahi“ di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro.

BAB Kelima Penutup berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil

penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan

pengetahuan tentang hukum-hukum Islam khususnya hukum Tradisi

“nglangkahi” dalam perkawinan adat di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.

23
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pernikahan

Dalam Bahasa Indonesia, Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang

menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis;

melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. (Dep dikbud, 1994: 456).

Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata nikah yang

menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukan, dan

digunakan untuk arti bersetubuh (wathi) (Kahlaniy, 1988: 246). kata

“nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga

untuk arti akad nikah (Al-Zuhaili, 1989: 29).

Menurut Hukum Islam, terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah:

‫ﺣﻞﱠ‬
ِ ‫ع اﻟﺮﱠﺟُﻞِ ﺑﺎﻟْﻤَﺮأَةِ و‬
ِ ‫اﻟﺰﱠوَاجُ ﺷﺮْﻋﺎً ھُﻮَ ﻋَﻘْﺪُ وَﺿَﻌَﮫُ اﻟﺸﱠﺎرِعُ ﻟِﯿُﻔِﯿْﺪَ ﻣِﻠْﻚَ اﺳْﺘِﻤْﺘﺎ‬
.ِ‫اﺳْﺘِﻤْﺘَﺎعِ اﻟْﻤَﺮْأةِ ﺑِﺎﻟﺮﱠﺟُﻞ‬
Artinya:
perkawinan menuut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-snang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.

24
Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefenisikan :

.‫اﻟﻨﱢﻜﺎَحُ ﺷﺮْﻋﺎً ھُﻮَ ﻋَﻘْﺪُ ﯾَﺘَﻀَﻤﱠﻦُ اﺑﺎَﺣَﺔَ وﻃْﺊٍ ﺑِﻠﻔْﻆِ اِﻧْﻜَﺎحٍ اَوْ َﻧﺤْﻮِ ِه‬
Artinya :

Nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan


hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan
kata-kata yang semakna denganya (Al-Anshary, juz 2: 30).
Definisi yang dikutip Zakiah Darajat :

‫ﻋَﻘْﺪُ ﯾَﺘَﻀَﻤﱠﻦُ اﺑﺎَﺣَﺔَ وﻃْﺊٍ ﺑِﻠﻔﻆٍ اﻟِﻨْﻜَﺎحٍ أوِاﻟﺘﱠﺰْوِﯾْﺞِ أَوْﻣَﻌْﻨَﺎ ھُﻤَﺎ‬


Artinya :

Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual


dengan lafadz nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya (Darajat,
1995: 37).

Pengertian-pengertian diatas dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu

kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang

semula dilarang menjadi diperbolehkan (Ghazaly, 2006: 9).

Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang No.1 tahun 1974, bahwa

perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (Rumah Tangga)

yang bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

25
Dalam Kompilasi Hukum Islam bab II dasar-dasar perkawinan pasal 2 pengertian

Perkawinan yaitu:

Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzhan untuk

mentaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah (Ghazaly, 2006:

10).

Pernikahan menurut Hukum Adat ialah salah satu peristiwa yang sangat

penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya

menyangkut kedua mempelai, tetapi juga menyangkut kedua belah pihak orang

tua, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-masing. Dalam hukum

adat perkawinan bukan hanya merupakan peristiwa penting bagi mereka yang

masih hidup saja, tetapi perkawinan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti

serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan diikuti oleh arwah-arwah para

leluhur kedua belah pihak.

Perkawinan menurut Hazairin merupakan rentetan perbuatan-perbuatan

magis, yang bertujuan untuk menjamin ketenangan, kebahagiaan dan kesuburan.

Perkawinan menurut A. Van Gennep adalah sebagai suatu upacara

peralihan status kedua mempelai.

Perkawinan menurut Djojodegoeno adalah merupakan suatu paguyupan

atau somah (keluarga) dan bukan merupakan suatu hubungan perikatan atas dasar

perjanjian. Hubungan suami istri sebegitu eratnya sebagai suatu ketunggalan

(Jaza’iri, A.B.J, 2003: 688).

Tradisi “nglangkahi”: Langkahan ini lazim dilakukan dalam tradisi jawa

apabila calon pengantin mempunyai kakak yang di “langkahi” (adiknya

26
Menikah lebih dulu dari Kakaknya) dalam pernikahan itu (Martha, 2010: 24).

B. Macam-Macam Al-Urf

Dari segi keabsahanya dari pandangan syara’, uruf terbagi dua

yaitu al-urf al-shahih (kebiasaan yang dianggap sah) dan al-urf al fasid

(kebiasaan yang dianggap rusak).

1. Al-urf al-shahih

Kebiasaan yang berlaku di tenggah-tengah masyarakat yang tidak

bertentangan dengan nash (ayat atau hadist), tidak menghilangkan

kemaslahatan mereka dan tidak membawa madlarat bagi mereka.

Misalnya dalam masa pertunangan pihak laki-laki memberikan hadiah

kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai mas awin.

2. Al-urf al-fasid

Kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan kaidah-

kaidah dasar yang ada dalam syara’. Misalnya kebiasaan yang berlaku

di dalam kalangan pedagang dalam menghalalkan riba seperti

peminjam uang antara sesama pedagang. Uang yang dipinjam sebesar

sepuluh juta rupiah dalam tempo satu bulan harus dibayar sebanyak

sebelas juta rupiah apabila jatuh tempo dengan perhitungan unganya

10%. Dilihat dari segi keuntungan yang di raih peminjam penambahan

utang sebesar 10% tidaklah memberatkan karena keuntungan yang

diraih sepuluh juga rupiah tersebut mungkin melebihi bunganya yang

10%. Akan tetapi praktek seperti ini bukanlah kebisaan yang bersifat

tolong menolong dalam pandangan syara’ karena pertukaran barang

27
yang sejenis menurut syara’ tidak boleh saling melebihi. Selain itu

praktik seperti ini adalah praktik peminjaman yang berlaku di zaman

Jahiliyyah yang dikenal dengan sebutan riba al-nasi’ah (riba yang

muncul dari utang piutang). Oleh sebab itu kebiasaan seperti ini

termasuk dalam kategori al-urf al-fasid (Umam dkk, 1998: 163)

C. Dasar Hukum Perkawinan

Dari makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT berpasang-

pasangan inilah Allah SWT menciptakan manusia menjadi berkembang

biak dan berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya, sebagaimana

tercantum dalam surat An-nisa’ ayat 1 :

ّ َ‫ﺧﻠَﻖَ ِﻣﻨْﮭَﺎ َزوْﺟَﮭَﺎ وَﺑ‬


َ‫ﺚ‬ َ ‫ﺣﺪَةٍ وﱠ‬
ِ ‫ﯾَﺄاﯾﱡﮭَﺎاﻟﻨﱠﺎسُ اﻟﺘﱠﻘُﻮْارَﺑُﻜُﻢُ اﻟَﺬِى ﺧَﻠَﻘَﻜُﻢْ ﻣﱢﻦْ ﻧَﻔْﺲٍ وﱠ‬
(‫ا‬:‫) اﻟﻨﺴﺎء‬...ً‫ﻣِﻨْﮭُﻤَﺎ رِﺟَﺎﻻً َﻛﺜِﯿْﺮًا وﱠ ِﻧﺴَﺎء‬
Artinya :

Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Hal inipun disebutkan dalam surat An-Nahl ayat 72 :

َ ‫ﺟﻜُﻢْ َﺑﻨِﯿْﻦَ َو‬


. ً‫ﺣﻔْﺪَة‬ ِ ‫وَااﷲُ ﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣﱢﻦْ أﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ أزْوَاﺟًﺎ وﱠﺟَﻌَﻞَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣّﻦْ أزْوَا‬

Artinya :

Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-
cucu.
Allah mengatur Manusia dalam hidup berjodoh-jodohan itu melalui

jenjang Perkawinan yang ketentuanya dirumuskan dalam wujud aturan-aturan.

Hukum Melakukan Perkawinan, Ibnu Rusyd menjelaskan :

28
Segologan fuqoha’, yakni jumhur ulama berpendapat bahwa nikah itu

hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyyah berpendapat bahwa nikah itu wajib.

Para ulama Malikiyyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk

sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainya dan mubah untuk segolongan yang

lain. Itu menurut mereka ditinjau berdasarkan kekhawatiran (kesusahan) dirinya

(Ghazaly, 2006: 16).

Perbedaan pendapat ini kata Ibnu Rusyd disebabkan adanya penafsiran

apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadist-hadist yang berkenaan

dengan masalah ini, harus diartikan wajib, sunnat, ataukah mungkin mubah.

Seperti ayat An-nisa: 3

‫ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮْا ﻣَﺎ ﻃﺎَبَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ اﻟﻨﱢﺴﺂءِ ﻣَﺜﻨَﻰ وَﺛُﻼَثَ وَرُﺑَﺎع‬


Artinya :

Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga atau


empat.

29
Diantara hadist yang berkenaan dengan nikah adalah:

.ُ‫ﺗَﻨَﺎ ﻛَﺤُﻮْا ﻓَﺎِﻧّﻰٍ ﻣُﻜَﺎﺛِﺮٌ ﺑِﻜُﻢُ اﻷﻣَﻢ‬

Artinya :

Nikahilah kamu, karena sesungguhnya dengan kamu kawin, aku


akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain (Hadist Shohih
Riwayat Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Majah).

Al-Jaziry mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang

melakukan perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara’ yang

lima, adakalanya wajib, haram, makruh, sunnatullah dan adakalanya Mubah (Al-

Jaziry, jilid ke-7: 4).

Ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa hukum asal Nikah adalah Mubah,

di samping ada yang sunnat, wajib, haram dan yang makruh. (Al-Jaziry jilid ke-7:

6).

Di Indonesia umumnya masyarakat memandang bahwa Hukum asal

melakukan Perkawinan ialah Mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat Ulama

Syafi’iyyah.

Terlepas dari pedapat imam-imam mahzab, berdasarkan nash-nash, baik

Al-Qur’an maupun As-Sunnah , Islam sangat menganjurkan kaum Muslimin yang

mampu untuk melangsungkn perkawinan. Namun demikian kalau dilihat dari segi

kondisi orang yang melakukan Perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib,

sunnat, haram, makruh ataupun mubah (Al-Zuhaily, 1989: 31-33).

1. Wajib

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk

kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya

30
tidak kawin maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut

adalah wajib. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap

muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Jika

penjagaan diri itu harus dengan melakukan perkawinan, sedang menjaga

diri itu wajib, maka hukum melakukan perkawinan itupun wajib sesuai

dengan Kaidah :

ٌ‫ﻣَﺎﻻً ﯾَﺘِﻢﱡ اﻟﻮاﺟِﺐُ اﻻﱠ ﺑِﮫِ ﻓَﮭُﻮَ وَاﺟِﺐ‬


Artinya :

Sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali denganya, maka


sesuatu itu hukumnya wajib juga.
Kaidah lain mengatakan :
ِ‫ﻟِﻠﻮَ ﺳَﺎﺋِﻞِ ﺣُﻜْﻢُ اﻟﻤُﻘَﺎﺻِﺪ‬
Artinya :

Sarana itu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.

Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hukum

sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.

2. Sunnat

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk

melangsungkan Perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan

akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang

tersebut adalah Sunnat. Menurut Jumhur Fuqoha kondisi seseorang yang

berada pada posisi seperti ini lebih utama baginya melakukan perkawinan

daripada menunda demi ibadah yang bersifat Sunnat.

3. Haram

Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai

31
kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-

kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan

perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukum melakukan

perkawinan bagi orang tersebut adalah Haram. Al-Qur’an Surat Al-

Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang akan mendatangkan

kerusakan :

‫وَﻻَ ﺗَﻠْﻘُﻮْا ﺑِﺎَﯾْﺪِﯾْﻜُﻢْ اِﻟَﻰ اﻟﺘّﮭْﻠُﻜَﺔ‬

Artinya :

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam


kebinasaan

Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang kawin dengan

maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu

tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain

(Ghazaly, 2006: 20).

32
4. Makruh

Bagi orang yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk

melakukan Perkawinan dan cukup untuk bisa menahan diri sehingga tidak

memungkinkan dirinya terjerumus berbuat zina sekiranya tidak kawin.

Hanya saja orang tersebut tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk

dapat memenuhi kewajiban Suami Istri dengan baik (Ghazaly, 2006: 21).

5. Mubah

Orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukanya, tetapi

apabila tidak melakukanya tidak dikhawatirkan berbuat zina dan apabila

melakukanya juga tidak akan menelantarkan Istri. Perkawinan tersebut

hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan

menjaga kehormatan Agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum

mubah ini ditunjukan bagi orang yang antara pendorong dan

penghambatnya untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan

orang yang akan melakukanya. Seperti mempunyai keinginan tetapi tidak

mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi

belum mempunyai kemauan yang kuat (Ghazaly, 2006: 22).

D. Rukun dan Syarat Pernikahan

1. Pengertian Rukun dan Syarat

Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam

rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ dan

33
takbirotul ikhram untuk shalat (Hakim, 1976: 9) atau adanya calon

pengantin Laki-laki/Perempuan dalam Perkawinan.

Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk

dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat.

Atau menurut Islam, Calon Pengantin Laki-laki/Perempuan itu harus

Beragama Islam (Al-Zuhaily, 1989: 36).

Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan

syarat.

2. Rukun Perkawinan.

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:

a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan

perkawinan.

b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

Akad Nikah akan dianggap sah apabila ada seseorang

wali atau wakilnya yang akan menikahinya, berdasarkan sabda

Nabi SAW.

(‫اﯾُﻤَﺎ اﻣْﺮَأةٍ ﻧِﻜَﺤَﺖْ ﺑِﻐَﯿْﺮِ اِذْنِ وَﻟِﯿّﮭَﺎ ﻓَﻨِﻜَﺎﺣُﮭَﺎ ﺑَﺎﻃِﻞٌ )اﺧﺮﺟﮫ اﻻ رﺑﻌﺔ اﻻ ﻟﻠﻨﺴﺎئ‬

Artinya :

Perempuan mana saja yang menikah tanpa seijin walinya, maka


pernikahanya batal.

Dalam Hadist lain Nabi SAW bersabda :

(‫ )رواه اﺑﻦ ﻣﺎ ﺟﮫ واﻟﺪارﻗﻄﻰ‬.‫ﻻَﺗُﺰَوّجِ اﻟﻤَﺮْأةُ وَﻻَ ﺗُﺰَوﱢجِ اﻟْﻤَﺮْأةُ ﻧَﻔْﺴَﮭَﺎ‬

34
Artinya :

Janganlah seorang Perempuan menikahkan Perempuan lainya,


dan janganlah seorang Perempuan menikahkan dirinya sendiri.

c. Adanya dua orang saksi.

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang

saksi yang menyaksikan akad nikah tersebut, berdasarkan

sabda Nabi SAW:

(‫ )رواه اﺣﻤﺪ‬.ٍ‫ﻻَﻧِﻜَﺎحَ اﻻﱠ ﺑِﻮَﻟﻰﱢ وَﺷَﺎ ھِﺪَىْ ﻋَﺪْل‬

d. Shigat akad nikah, yaitu Ijab kabul yang diucapkan oleh wali

atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon

pengantin laki-laki.

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama beda

Pendapat:

Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada

lima macam yaitu:

a) Wali dari pihak perempuan,

b) Mahar,

c) Calon pengantin laki-laki,

d) Calon pengantin perempuan,

e) Shigat akad nikah.

Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah itu adalah

lima macam yaitu:

a) Calon pengantin laki-laki,

35
b) Calon pengantin perempuan,

c) Wali,

d) Dua orang saksi,

e) Shigat akad nikah (Al-Zuhaily, 1989: 72).

Dan menurut Ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan

Qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan

dan calon Pengantin Laki-laki). Sedangkan menurut segolongan

yang lain rukun nikah itu ada empat macam yaitu:

a) Sighat (ijab qabul),

b) Calon pengantin perempuan,

c) Calon pengantin laki-laki,

d) Wali dari pihak calon pengantin perempuan (Al-Zuhaily,

1989: 36).

Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada

empat, karena calon pengantin laki-laki dan calon pengantin

perempuan digabung menjadi satu rukun, seperti:

Rukun Perkawinan:

a) Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan yakni

mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.

b) Adaya wali

c) Adanya dua rang saksi

d) Dilakukan dengan sighat tertentu (Al-zuhaily, 1989: 38).

3. Syarat Sahnya Perkawinan

36
Syarat-syarat perkawian merupakan dasar bagi sahnya

perkawinan. Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu

sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai

Suami-Istri. Syarat sahnya perkawinan itu ada dua:

a) Calon mempelai perempuanya halal dikawin oleh Laki-laki

yang ingin menjadikanya istri. Jadi perempuanya itu bukan

merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram

dinikahi untuk sementara maupun untuk selama-lamanya.

b) Akad nikahnya dihadiri para saksi

Syarat-syarat pengantin pria:

a) Calon suami beragama Islam

b) Jelas bahwa calon suami itu benar-benar laki-laki

c) Baligh

d) Berakal

e) Jelas orangnya

f) Dapat memberikan persetujuan

g) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam

keadaan ihram dan umrah

Syarat-syarat calon pengantin perempuan:

a) Beragama Islam

b) Perempuan

c) Jelas orangnya

37
d) Halal bagi calon suami

e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah

f) Tidak dipaksa

g) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah (Daradjat, 1989: 41).

Syarat- syarat wali nikah :

a) Baligh

b) Berakal

c) Laki-laki

d) Seorang muslim

e) Tidak sedang ihram

f) Harus Adil (Rafiq, 1998: 71).

Syarat-syarat saksi :

a) Baligh

b) Berakal

c) Merdeka bukan budak

d) Islam

e) Kedua orang saksi itu mendengar

f) Ingatanya baik

g) Bersih dari tuduhan (Sahrani, 2009: 111).

Dapat disimpulkan bahwa saksi adalah orang yang memberikan keterangan dan

mempertanggung jawabkan atas apa adanya, seperti firman Allah Surat An-Nisa’

ayat 135

‫ﻦ‬
ِ ْ‫ﯾَﺄﯾﱡﮭَﺎاﻟّﺬِﯾْﻦَءاَﻣَﻨُﻮْا ﻛُﻮْﻧُﻮْاﻗَﻮﱠﻣِﯿْﻦَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺴْﻂِ ﺷُﮭَﺪَاءَﷲِ وَﻟَﻮْﻋَﻠَﻰ اﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ اَوِاﻟﻮَاﻟِ َﺪﯾ‬

38
ْ‫ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺘﱠﺒِﻌُﻮْا اﻟﮭﻮَى َان‬,‫ﺎ اَوْ ﻓَﻘِﯿْﺮًا ﻓَﺎ ﷲ اَوْﻟَﻰ ﺑِﮭِﻤَﺎ‬‫ انْ ﯾَﻜُﻦْ ﻏَﻨِﯿ‬,َ‫واﻻَﻗْﺮَﺑِﯿْﻦ‬

(135:‫ )اﻟﻨﺴﺎء‬.‫ وَانْ ﺗَﻠْﻮُااَوْﺗُﻌْﺮِﺿُﻮْا ﻓَﺎِنﱠ ﷲ ﻛَﺎنَ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮْنَ ﺧَﺒِﯿْﺮَا‬,‫ﺗَﻌْﺪِﻟُﻮْا‬

Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang benar-benar


penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
ataupun bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah
lebih tahu kemaslahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (Kata-kata)
atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui
segala apa yang kamu kerjakan” (Qs. An-Nisa’:135)

Dalam undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 ayat 1

dinyatakan : “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut Hukum Masing-msing

agamanya dan kepercayaan itu”

Dalam pasal lain Undang-undang perkawinan menetapkan beberapa syarat

sebagai berikut :

39
Dalam pasal 6

a) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon

mempelai

b) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua

c) Dalam hal salah seorang dari kedua orang telah meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka

izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua

yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan

kehendaknya

d) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam hal

tidak mampu untuk menyatakan dari kehendak maka izin diperoleh

dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai

hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka

masih hidup dalam keadaan dapat menyatakan kehendak

e) Dalam hal ini ada beberapa perbedaan antara orang-orang yang

disebut dalam pasal (2), (3), (4) pasal ini, atau salah seorang atau

lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka

pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan

melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat

memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang

tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.

Selanjutnya dalam pasal 7 disebutkan : Perkawinan hanya diizinkan jika

40
pihak pria berumur 19 thun dan pihak wanita berusia 16 tahun .

Berhubungan dengan syarat dan rukun perkawinan perlu diperhatikan

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dala Kompilasi Hukum Islam.

(Departemen Agama, 1992: 18).

Bagian kesatu dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 14 tentang rukun

Pernikahan, yang mana melaksanakan harus ada :

a) Calon Suami

b) Calon Istri

c) Wali Nikah

d) Dua orang saksi

e) Ijab dan Qabul

Selanjutnya dalam KHI BAB II pasal 5 dan pasal 6 yang berisikan tentang

Dasar-dasar perkawinan adalah sebagai berikut :

Pasal 5

a) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap

perkawinan harus dicatat

b) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat 1 dilakukan oleh

Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-

undang No. 22 tahun 1946 dan Undang-undang No. 32 tahun 1954

41
Pasal 6

a) Untuk memenuhi dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsugkan

dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah

b) Perkawinan yang dilakukan diluar Pegawai Pencatat Nikah tidak

mempunyai kekuatan hukum

Bagian kedua dalam pasal 15 tentang calon mempelai

a) Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga pernikahan hanya boleh

dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah

ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 16 tahun

b) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus

mendapat izin sebagaimana dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5)

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Bagian ketiga dalam pasal 19 tentang wali nikah

Wali nikah dalam pernikahan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi

calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya. Dalam pasal 20

dikatakan:

1. Yang bertindak sebagai wali nikah adalah seorang laki-laki yang

memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, akil dan baligh

2. Wali Nikah terdiri dari:

42
a) Wali Nasab

Wali nasab adalah wali nikah yang ada hubungan nasab

dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan, tentang

wali nasab terdapat perbedaan diantara ulama fiqh (Al-Zuhaily,

1989: 21).

b) Wali Hakim

Wali hakim adalah seorang yang ditunjuk sebagai wali

Hakim dengan persetujuan dari kedua belah pihak, bisa di Kantor

Urusan Agama atau wali yang diangkat oleh calon suami dan

calon istri selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak

(Gazali, 2003: 50).

c) Wali Mujbir

Wali mujbir adalah ayah kakak dan seterusnya menurut

patrilineal dari perempuan yang dinikahkan itu, adapun wali

majbur adalah yang dapat memaksa anaknya untuk menikah

(Rafiq, 1998: 71).

E. Tujuan dan Hikmah Pernikahan

1. Tujuan Pernikahan

Tujuan Perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi

petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,

sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban

anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan bathin

disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinya, sehingga

43
timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga

(Gazali, 2003: 50).

Tujuan perkawinan dapat dikembangkan menjadi 5 yaitu :

a) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan

b) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya

c) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan

d) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima

hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh

harta kekayaan yang halal

e) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Dalam Kompilasi Hukum Islam tujuan Pernikahan yaitu untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan

warahmah. Sedangkan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 bahwa

tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan ketentuan Yang Maha Esa.

2. Hikmah Perkawinan

Menurut ali ahmad al-jurjawi hikmah-hikmah perkawinan itu

banyak antara lain :

a) Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan

itu banyak maka proses kemakmuran bumi berjalan dengan mudah

44
karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan Bersama-sama akan

sulit jika dilakukan secara individual. Dengan demikian

keberlangsunga keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan

sampai benar-benar makmur (Ghazaly, 2006: 65).

b) Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan

rumah tangga teratur. kehidupanya tidak akan tenang kecuali

dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak

mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur

rumah tangga itu. Dengan alasan itulah maka Nikah disyariatkan,

sehingga keadaan kaum Laki-laki menjadi tenteram dan dunia

semakin makmur (Ghazaly, 2006: 65).

c) Laki-laki dan Perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi

memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat

dengan berbagai macam pekerjaan (Ghazaly, 2006: 66).

d) Sesuai dengan tabiatnya Manusia itu cenderung mengasihi Orang

yang dikasihi. Adanya istri akan bisa menghilangkan kesedihan dan

ketakutan. Istri berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong

dalam mengatur kehidupan. Istri berfungsi untuk mengatur Rumah

Tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteraanya

(Ghazaly, 2006: 66).

Allah berfirman :

‫وَﺟَﻌَﻞَ ﻣِﻨْﮭَﺎ زَوْﺟَﮭَﺎ ﻟِﯿَﺴْﻜُﻦَ اِﻟَﯿْﮭَﺎ‬

45
Artinya :

Dia (Allah) yang menciptakan istrinya, agar dia merasa tenang


kepadanya. (Al-A’raf : 189)

e) Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirah atau kecemburuan

untuk menjaga kehormatan dan kemuliaanya. Pernikahan akan

menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak

dihalalkan untuknya. Apabila keutamaan dilanggar, maka akan

datang bahaya dari dua sisi yaitu melakukan kehinaan dan

timbulnya permusuhan dikalangan pelakunya dengan melakukan

perzinaan dan kefasikan. Adanya tindakan seperti itu, tanpa

diragukan lagi, akan merusak peraturan alam. Rasalullah SAW

bersabda :

ِ‫ﻣَﻦْ ﺗَﺰَوٌجَ ﻓَﻘَﺪْ اَﺣْﺮَزَ ﺷَﻄْﺮَ دِﯾْﻨِﮫِ ﻓَﻠْﯿَﺘﱠﻖِ اﷲَ ﻓِﻰ اﻟﺸﱠﻄّﺮاﻷﺧَﺮ‬
Artinya :

Barang siapa Menikah berarti telah menjaga separuh


Agamanya, maka hendaklah dia takut kepada Allah akan
sebagian yang lain.

f) Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya. di

dalamnya terdapat faedah yang banyak antara lain memelihara hak-

hak dalam warisan. Seseorang laki-laki yang tidak mempunyai istri

tidak mungkin mendapatkan anak, tidak pula mengetahui pokok-

pokok serta cabangnya diantara sesama manusia. hal semacam ini

tidak dikehendaki oleh agama dan manusia (Ghazaly, 2006: 67).

46
g) Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit.

pernikahan pada umumnya akan menghasilkan keturunan yang

banyak (Ghazaly, 2006: 68).

Dalam hal kaitan ini Nabi SAW bersabda :

‫ﺗَﻨَﺎﻛَﺤُﻮا ﺗَﻨَﺎﺳَﻠُﻮا ﺗَﻜَﺘْﺮُواﻓَﺄِﻧّﻰِ ﻣُﺒَﺎهٍ ﺑِﻜُﻢُ اﻷَﻣَﻢَ ﯾَﻮْمَ اﻟْﻘِﯿَﺎﻣَﺔ‬

Artinya :

Menikahlah, niscaya kamu sekalian akan beranak pinak dan


berbanyak-banyaklah kamu sekalian, maka sesungguhnya aku
membanggakan dengan kalian akan adanya umat yang banyak
pada Hari Kiamat

h) Manusia itu jika sudah mati terputuslah seluruh amal perbuatanya

yang mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila

masih meninggalkan anak dan istri mereka akan mendo’akanya

dengan kebaikan hingga amalnya tidak terputus dan pahalanya pun

tidak ditolak. Anak yang shaleh merupakan amalnya yang tetap

yang masih tertinggal meskipun dia telah mati (Ghazaly, 2006: 69)

Sabda Nabi SAW :

‫اِذَا ﻣَﺎتَ اﺑْﻦُ اَدَم اﻧْﻘَﻄَﻊَ ﻋَﻤَﻠُﮫُ أﻻّ ﻣِﻦْ ﺛَﻼَثٍ ﺻَﺪَﻗَﺔٍ ﺟَﺎرِﯾَ ٍﺔ‬
‫أوْﻋِﻠْﻢٍ ﯾَﻨْﺘَﻔَﻊُ ﺑِﮫِ اَوْ وَﻟَﺪَ ﺻَﺎﻟِﺢِ ﯾَﺪْﻋُﻮْﻟَﮫُ )رواه ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ اﺑﻰ‬
(‫ھﺮﯾﺮه‬
Artinya :

Apabila manusia telah meninggal dunia, putuslah semu


amalnya, kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah atau ilmu
yang dimanfaatkan atau anak yang shaleh yang mendo’akanya.

F. Studi Riview Terdahulu

47
Kajian tentang adat kebiasaan dalam budaya Indonesia mengenai

adat-adat dalam perkawinan telah banyak tertuang dalam tulisan-tulisan

dan buku-buku yang mewarnai kepustakaan.

Skripsi yang ada kaitanya dengan adat nglangkahi dalam

pernikahan, diantaranya ialah TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG

UANG PELANGKAH DALAM PERKAWINAN ADAT BETAWI,

(studi kasus di Kelurahan Duri Kepa Kecamatan Kebun Jeruk) oleh :

Muhammad Fahmi (2010).

Skripsi ini membahas tentang upacara perkawinan adat Betawi

yang berada di daerah Kelurahan Duri Dupa Kecamatan Kebun Jeruk di

daerah ini cukup patut untuk dilestarikan untuk menunjang Kebudayaan

Nasional. Karena terdapat berbagai acara diantaranya uang pelangkah,

acara pemberianya dilaksanakan sebelum acara pernikahanya berlangsung.

Acara pemberian dilakukan karena sebagai tanda hormat terhadap

kakak kandung yang dilangkahi.

Skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG

LARANGAN PERNIKAHAN ADU POJOK, (di dusun kebongsungu

Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul) oleh : Ahmad Masruri (2011). Di

dalam skripsi tersebut Muhammad Masruri mencermati tentang adat

perkawinan yang dilarang pernikahan adu pojok, adu pojok yaitu tempat

tinggal calon pegantin wanita dan pria dalam suatu pedusunan berada di

dua arah yang berlawanan.

48
Skripsi yang berjudul RESPON MASYARAKAT KELURAHAN

PASIR PUTIH KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK

TERHADAP NIKAH MELANGKAHI KAKAK KANDUNG, Oleh:

Ahmad Fauji (2010).

Skripsi Ahmad Fauji membahas tentang respon masyarakat

Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok tentang

pernikahan melangkahi kakak kandung. Menurut mereka pernikahan

tersebut dilarang karena kakak yang akan dilangkahi dikhawatirkan akan

tidak baik dala kehidupan kedepannya.

Dari beberapa riview diatas sudah jelas ada perbedaanya dengan

skripsi yang penulis tulis, didalam skripsi yang penulis teliti adalah

mengenai pandangan hukum Islam tentang adat tradisi “nglangkahi”

dalam pernikahan. Yang menarik di skripsi ini ialah tentang tradisi “medot

bulah” yang tidak di bahas di skripsi terdahulu. Yang membedakan

dengan skripsi terdahulu yaitu Skripsi terdahulu hanya membahas tentang

uang pelangkah, beda tempat yang jauh dan hanya membahas tentang

respon masyarakat tentang tradisi nglangkahi.

49
BAB III

GAMBARAN DESA

A. Profil Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro

Daerah penelitian yang dijadikan penulis sebagai obyek untuk

penulisan skripsi ini adalah kabupaten Bojonegoro. Yaitu, desa

Sumbertlaseh kecamatan Dander yang berada pada 11,5 km sebelah

selatan kabupaten Bojonegoro propinsi Jawa Timur.

Sedangkan secara rinci propinsi daerah ini adalah sebagai berikut :

1. Letak Daerah

Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander merupakan salah satu daerah

di Bojonegoro bagian selatan yang memiliki luas daerah 433.120 Ha,

mempunyai ketinggian 4 meter diatas permukaan laut. Secara geografis

Desa Sumber Tlaseh dibatasi oleh desa-desa di sekitarnya yaitu:

a. Sebelah timur : Desa Ngumpak Dalem

b. Sebelah selatan : Desa Panggang

c. Sebelah barat daya : Desa Balung Sumber

d. Sebelah barat : Desa Ngulanan

e. Sebelah utara : Desa Pacul

50
2. Keadaan Tanah

Menurut data yang diperoleh dari kantor desa keadaan tanahnya subur

dan produktif untuk pertanian. Yang mana tanah didesa ini terbagi dalam

dua kategori yaitu :

a. Tanah sawah sederhana 135.040 Ha

b. Tanah kering, pekarangan, bangunan dan lain-lain 308.080 Ha.

3. Demografi Desa

Jumlah penduduk Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro ini adalah berjumlah 6.336 Jiwa yang terdiri dari 3.187 laki-

laki dan 3.149 perempuan. Secara struktural wilayah Desa Sumber Tlaseh

Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro dibagi menjadi 6 (enam) dusun

8 (delapan) rukun warga (RW) dan 29(dua puluh sembilan) rukun tetangga

(RT).

TABEL I

JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN UMUR

NO UMUR LAKI- PEREMPUAN JUMLAH

LAKI

51
1 0–4 360 351 711

2 5–9 376 325 701

3 10 – 14 301 330 631

4 15 – 19 322 326 648

5 20 – 24 328 370 698

6 25 – 29 266 274 540

7 30 – 39 282 282 564

8 40 – 49 298 283 581

9 50 – 59 328 270 598

10 60 Keatas 326 338 664

JUMLAH 3.187 3.149 6.336

Sumber : Kantor Desa Sumber Tlaseh.

Di lihat dari jumlah penduduk di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro berdasarkan angka yang paling tinggi yaitu

berusia 0-4 tahun dan 5-9 tahun, pada umumnya di Desa Sumber Tlaseh

Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro usia perkawinannya sekitar 15-

18 tahun.

Untuk mengetahui jumlah penduduk di pandang dari tingkat

pendidikan yang dimiliki oleh warga, dirasa penulis juga perlu menyajikan

tabel warga berdasar tingkat pendidikan, seperti berikut :

TABEL II

TABEL PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK PENDIDIKAN

52
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Wanita Jumlah

1 Belum sekolah - - -

2 SD/MI 651 484 1.155

3 SLTP 1.981 1.131 3.112

4 SLTA 1.236 843 2.079

5 Tidak Sekolah - - -

Jumlah 3.868 2.468 6.336

Sumber : Dokumen Desa Sumber Tlaseh

Di lihat dari tabel penduduk di desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro warga disini kebanyakan masih berpendidikan SLTP dan

pada warga sini tidak ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi kebanyakan

warga sini tamat SLTA langsung kerja ada juga yang menikah.

53
TABEL III

JUMLAH SARANA PENDIDIKAN

Sarana pendidikan yang ada didesa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro sebagaimana yang terlihat pada tabel dibawah ini :

NO JENIS SARANA JUMLAH

1 Taman kanak-kanak 2 buah


2 Sekolah Dasar Negeri 3 buah
3 Madrasah Ibtidaiyah 1 buah
4 Madrasah Aliyah 1 buah
5 Perg. Tinggi/Akademi _
6 Pondok Pesantren 3 buah
7 TK Al-Qur’an 4 buah

JUMLAH 14 Buah
Sumber : Dokumen Desa Sumber Tlaseh

Untuk mengetahui sarana di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro yang mempunyai angka tertinggi yaitu sarana TK Al-

Qur’an.

Sedang untuk mengetahui jumlah penduduk atau warga desa Sumber

Tlaseh berdasar kelompok pekerjaan diatas usia 15 tahun, penulis juga perlu untuk

menyajikanya seperti yang tersebut dalam tabel dibawah ini :

54
TABEL IV

JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN PEKERJAAN

NO JENIS PEKERJAAN JUMLAH


1 Petani 570
2 Buruh Tani 305
3 Nelayan 18
4 Pengusaha Industri 135
5 Buruh Industri 675
6 Buruh Bangunan 345
7 Pedagang 120
8 Pengangkutan 225
9 Pegawai Negeri/ABRI 45
10 Pensiunan 26
11 Lain-lain 851

JUMLAH 3.315
SUMBER : Desa Sumber Tlaseh

Dilihat dari segi pendidikan di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro nilai yang tertinggi yaitu lain-lain yang mempunyai arti

selain yang tertera di dalam tabel di atas sekitar 851 orang.

Untuk mengetahui jumlah penduduk desa Sumber Tlaseh berdasakan

pemeluk agama penulis sajikan seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

55
TABEL V

JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN PEMELUK AGAMA

NO AGAMA JUMLAH
1 Islam 6. 332
2 Kristen 4
3 Katholik _
4 Hindu _
5 Budha _
JUMLAH 6. 336
Sumber : dokumen desa Sumber Tlaseh

Dilihat dari penduduk Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro hampir semuanya beragama Islam hanya sedikit yang beragama non

Islam sekitar 4 orang.

Sedangkan untuk mengetahui banyak jumlah tempat peribadatan yang ada

di desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

TABEL VI

JUMLAH SARANA PERIBADATAN

NO JENIS SARANA JUMLAH


1 Masjid 26 Buah
2 Musholla 4 Buah
3 Gereja _
4 Pura _
5 Kuil _

56
JUMLAH 30 Buah
Sumber : Desa Sumber Tlaseh

Dilihat dari sarana beribadatan karena daerah sini hampir semuanya

beragama Islam maka peribadatan agama islamlah yang lebih besar nilai

angkanya.

Struktur jabatan yang ada di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Kabupaten

Bojonegoro, termasuk golongan struktur yang “sehat”. karena nama-nama

perangkat desa tidak hanya sekedar nama, namun mereka memahami dengan

sebenarnya akan arti tanggung jawab dari sebuah jabatan.

Dalam mengemban amanat warga para perangkat biasanya dalam

melaksanakan tugas selalu saling “gandeng” (bekerjasama) antara jabatan yang

terkait. Dan yag lebih diutamakan dalam melaksanakan tugas tidak lupa selalu

saling menghormati antara posisi jabatan yang berada diatas dengan posisi

bawahanya.

57
STRUKTUR ORGANISASI DESA SUMBER TLASEH

KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO

Kepala Desa

LMD

KU. Pemerintahan KU. KU. Keung KU. Umum KU. Kesr


PEMB KEUNG

KP. Kaur I KP. Kaur II

Kadus I Kadus II

Kepala Dusun

Keterangan :

LMD : Lembaga Musyawaroh Daerah

KU. Pemert : Kepala Urusan Pemerintahan

KU. Pemb : Kepala Urusan Pembangunan

KU. Keung : Kepala Urusan Keuangan

58
KU. Mum : Kepala Urusan Umum

KU. Kesr : Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat

KP : Kepala

KAUR : Kepala Urusan

KADUS : Kepala Dusun

Nama-nama pengurus organisasi pemerintah desa dengan kedudukan jabatanya

masnig-masing :

1. Kepala Desa : Moch Ihsan

2. Sekretaris Desa : H. Moh. Amien Mustofa

3. Kaur Pemerintah : A. Zainuri

4. Kaur Keuangan : Imam Syathori

5. Kaur Pembangunan : Hariyanto

6. Kaur Umum : Abdul Salim

7. Kaur Kesra : H. Abdul Ghofur

8. Kepala Kaur I : Ahmad Basuni

9. Kepala Kaur II : Mukayat

10. Kepala Dusun I : Romadlon

11. Kepala Dusun II : H. Masduki

12. Kepala Dusun : Moh. Dahlan

59
Biodata penganten yang sudah menikah menggunakan tradisi “nglangkahi”

Di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro sebagai

berikut :

Nama : Moch Andrian

Alamat : Bojonegoro, 10 Februari 1994

Umur : 21 Tahun

Pekerjaan : Wirausaha

Agama : Islam

Biodata kakak penganten yang dilangkahi Di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro.

Nama : Moch Jauharul Ma’arif

Alamat : Bojonegoro, 10 Januari 1992

Umur : 23 Tahun

Pekerjaan : Wirausaha

Agama : Islam

60
A. Penyebab Masyarakat Desa Sumber Tlaseh Meyakini adanya tradisi

nglangkahi dalam Perkawinan

Tradisi nglangkahi dalam pernikahan adalah suatu sistem adat

pernikahan yang masih diterapkan di daerah Jawa Timur tepatnya di Desa

Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.

Perkawinan dengan cara nglangkahi ini dilakukan untuk

menghindarkan diri dari berbagai macam kemaksiatan dan hal yang tidak

di inginkan meskipun dengan resiko nglangkahi kakak kandung.

Dalam sub bab ini peneliti hanya akan mendeskripsikan hasil dari

wawancara peneliti pada tanggal 23-24 Agustus 2015 di Desa Sumber

Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.

1. Bapak Abdul Salim

Bapak Abdul Salim adalah asli masyarakat Desa Sumber Tlaseh

sekaligus sebagai Staff Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro yang beragama Islam.

Menurut bapak abdul salim nglangkahi kakak kandung ialah

pernikahan yang sebenarnya lebih tua dahulu baru yang muda menyusul

akan tetapi nglangkahi yaitu yang lebih muda terdahulu baru yang lebih

tua karna sudah lebih siap dan dapat jodoh yang muda.

Bapak Abdul Salim mengungkapkan bahwa pernikahan nglangkahi

kakak kandung tersebut sebenarnya dilarang karena kita harus

menghormati yang tua menikah terlebih dahulu, namun jika sang adik

lebih dahulu menemukan jodohnya dan sudah siap lahir bathin untuk

61
menikah terlebih dahulu sang adik harus pamit atau meminta izin menikah

lebih dahulu kepada kakaknya dan pandangan masyarakat di desa sumber

talseh baik-baik saja tidak ada masalah karena jodoh itu pemberian dari

yang Maha Kuasa tidak ada satupun orang yang bisa merubahnya.

Masyarakat dalam hal ini tidak mempermasalahkan selama masih dalam

norma-norma agama dan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah

dijelaskan dalam agama. Tidak ada salahnya jika sang adik mendahului

menikah namun harus ada kesepakatan keluarga. Masyarakat juga

meyakini pernikahan tersebut dikarenakan memang dahulunya itu

tinggalan dari nenek moyang kita dan dijadikan sebagai kebiasaan di

dalam masyarakat dan akhirnya menjadi suatu adat. Faktor yang

menyebabkan adik mendahului menikah yaitu karna memang sudah

adanya jodoh yang cocok dan dari pihak keluarga juga sudah setuju mau

nunggu apalagi kalau tidak langsung dinikahkan takutnya akan terjadinya

sesuatu yang tidak diinginkan, disebabkan karena situasi dan kondisi suatu

masyarakat atau memang biasanya adat didalam desa sini kecil-kecil

sudah di nikahkan. Tidak ada sangsi apapun bagi adik yang melangkahi

kakaknya karena melangkahi dalam pernikahan bukan suatu kesalahan

yang harus dikenakan sangsi.

Bapak Abdul Salim mengungkapkan tentang pemberian sesuatu atau

barang kepada kakak yang akan di langkahi pada wawancara tanggal 23

Agustus 2015

“Menurut saya itu wajar, wajar dalam bentuk terimakasih atau ungkapan
lain dari adik yang mau melangkahi mendapat izin dari kakaknya selama

62
tidak memberatkan bagi si adik. Akan tetapi kembali lagi kepada
keluarganya haruskah ada pemberian atau cuman tradisi dalam masyarakat
saja dan tidak ada patokan pemberian tersebut.”

Menurut Abdul Salim tentang diwajibkanya atau tidak memakai tradisi

tersebut dalam hal perkawinan. Menurut beliau bahwa Masyarakat di Desa

Sumber Tlaseh masih kental adat jawanya jadi masih memakai tradisi

tersebut. Akan Tetapi semuanya juga tergantung keluarga yang akan

melangsungkan pernikahan tersebut.

2. Kang dar

Kang dar adalah bapak dari seseorang yang melangsungkan perkawinan

tradisi nglangkahi, di dalam keluarganya masih berpegang teguh dengan

tradisi adat masalah pernikahan.

Menurut kang dar tradisi nglangkahi manten tersebut seorang kakak

kandung memberi izin kepada adiknya untuk menikah lebih dahulu

dikarenakan sudah mempunyai jodoh terlebih dahulu dibanding sang

kakak yang dilangkahi. Beliau mengungkapkan faktor terjadinya tradisi

langkahan dikarenakan adiknya yang mau nglangkahi sudah ada jodohnya

dan sudah siap untuk menikah, diselenggarakanlah pernikahan meskipun

resikonya harus melangkahi sang kakak.

Kang dar berpendapat bahwa Memang di dalam adat jawa ada semacam

pemberian sesuatu entah itu barang atau uang untuk sang kakak tetapi di

dalam musyawarah keluarga kang dar cukup dengan tradisi medot bulah

pada saat manten dipertemukan saja.

Kang Dar menjelaskan tentang tradisi medot bulat pada wawancara pada

63
tanggal 23 Agustus 2015 sebagai berikut :

“Tradisi medot bulah ialah kakak kandung memegang gunting atau alat
pemotong yang lain lalu benang dipegang oleh sang adik kemudian sang
kakak memotong benang tersebut”

Dengan tradisi tersebut biar sang kakak tidak susah mendapatkan

jodohnya. Pandangan hukum islam terhadap tradisi tersebut menurut Kang

Dar ialah belum ada hukumnya karena tradisi di sini cuman berupa

tinggalan nenek moyang yang dibiasakan dan akhirnya menjadi sebuat

adat dalam daerah. di dalam daerah tersebut diwajbkan karena memang

sudah menjadi adat daerahnya tetapi masih dalam permusyawaratan

keluarga. Tergantung juga mengikuti adat kental jawa apa mengikuti adat

dalam musyawarah keluarga.

3. Muhammad Jauharul Ma’arif

Muhammad Jauharul Maarif ialah seorang kakak yang dilangkahi adiknya

menikah terlebih dahulu. Pernikahan nglangkahi yaitu pernikahan yang

menurut kepercayaan banyak orang kurang baik atau bisa jadi dilarang

akan tetapi kata “nikah” itu harus disegerakan kalau sudah ketemu

dengan jodohnya dan cocok (siap lahir bathin), tidak boleh menghalangi

rencana baik karena pernikahan itu sunnah rosul.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya tradisi nglangkahi menurut

Muhammad Jauharul Ma’arif yaitu pacaran sudah lama dan suka sama

suka untuk lebih memantapkan ke dalam hubungan serius, kalau tidak

diselenggarakan takut terjadinya banyak kemaksiatan walaupun resikonya

melangkahi kakak kandung.

64
Di dalam adat jawa kental jika ingin melangkahi kakak kandung

memang ada tradisi memberi entah itu uang ataupun barang untuk bentuk

rasa terimakasih telah memberikan izin menikah terlebih dahulu. Jika

sang adik menikah tanpa memberikan sesuatu kepada sang kakak, apakah

sang kakak berhak membatalkan pernikahanya? Dan apabila sang adik

menikah tanpa memberikan sesuatu, bagaimana menurut sang kakak

sebagai kakak kandung.

Muhamad Jauharul Ma’arif menjawab dari pertanyaan diatas yaitu

“ bahwa Saya rasa tidak, menghalangi pernikahan adalah dosa. Niat ittiba’
rosul tidak boleh atau kurang baik kalau dihalangi, saya rasa pemberian
hadiah atau apa dari adik itu bukan suatu masalah dan Itu sudah menjadi
hak adik saya, memang kebanyakan orang bahkan dalam adat jawa
disebutkan jika ingin melangkahi kakak kandung dalam masalah
pernikahan ada pemberian sesuatu entah itu barang ataupun apa sebagai
bentuk terimakasih sudah merestui adik untuk menikah lebih dulu, akan
tetapi juga ada sebagian masyarakat termasuk didesa saya menggunakan
tradisi “medot bulah” (memutus benang).”

Tradisi “medot bulah” yaitu kakak kandung memegang gunting atau alat

pemotong yang lain lalu benang dipegang oleh sang adik kemudian sang

kakak memotong benang tersebut dan waktunya ketika kedua mempelai

mulai memasuki janur kuning. Tradisi tersebut menurut Muhammad

Jauharul Ma’arif boleh-boleh saja, karna sudah tradisi dari nenek moyang

seperti terdapat didalam kitab qowaidul fiqhiyyah yaitu al-adatul

mukhakkamah, tradisi (kebiasaan) itu dapat ditetapkan. Pandangan

masyarakat terhadap keluarganya yang menyelenggarakan tradisi

nglangkahi positif dalam artian tidak ada masalah, masyarakat

memandang yang lebih siap tidak ada masalah mendahului.

65
4. bapak Jannatun Na’im

Jannatun Na’im ialah asli masyarakat desa Sumber Tlaseh kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro yang menjadi Rukun Tetangga di Desa

tersebut. Di daerah Sumber Tlaseh masih berpegang teguh pada ajaran

atau adat jawa tetapi juga ada sebagian yang menggunakan tradisi sesuai

kesepakatan. Pada dasarnya memang mendahului kakak kandung dalam

menikah memang tidak diperbolehkan dan jika masih terjadi pernikahan

itu harus menggunakan tradisi. Dan tradisi tersebut tidak ada masalah

selama tidak melanggar aturan-aturan agama. Menurut Bapak Jannatun

Na’im bahwa faktor adik tidak mendahului kakaknya di karenakan

Doktrin yang kuat dari lingkungan, faktor usia sang adik dan juga ada

pendapat bahwa kakak lebih tua dan tidak hormat jika adik lebih dulu

menikah. Jika terjadi pernikahan adik mendahului kakaknya dalam

pernikahan disebabkan karena keadaan yang mendesak sehingga sang adik

harus menikah terlebih dahulu dan sudah siap lahir batin daripada sang

kakak. Menurut bapak Jannatun Na’im tentang hukum Islamnya yaitu

hukum Islam tidak menjelaskan boleh atau tidak boleh tentang tradisi

tersebut jadi sah-sah saja dilakukan jika sang adik sudah siap untuk

menikah terlebih dahulu dan baligh.

66
5. Umar Faruq

Umar Faruq adalah salah satu tokoh di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan

Dander Kabupaten Bojonegoro. Menurut Bapak Umar Faruq tradisi

nglangkahi manten dalam pernikahan yaitu pada intinya mendahului

menikah yang lebih tua dan sebenarnya itu di larang. Faktor yang melatar

belakangi terjadinya tradisi nglangkahi manten dalam pernikahan ialah

sebenarnya pada etika minta izin yang lebih tua untuk menikah lebih dulu.

Menurut bapak umar faruq Di dalam pengajian-pengajian atau

musyawarah masyarakat Sering di ajarkan materi fiqh terutama pada hal

fiqh munakahat. Masyarakat di sini masih memakai adat istiadat tetapi

juga sebagian masyarakat sudah tidak memakainya karna latar belakang

keluarga dan kultur budaya yang masuk dikutip dari bapak KH. Said Aqil

Siroj

“Islam nusantara bukan agama baru, bukan juga aliran baru, islam
nusantara adalah pemikiran yang berlandaskan sejarah islam masuk ke
indonesia tidak melalui peperangan, tapi kompromi terhadap budaya.
Islam nusantara tetap tidak membenarkan adanya sebuah tradisi yang
bertentangan dengan syariat islam. Misalkan ada tradisi yang melegalkan
seks bebas itu tidak dibenarkan tidak diterima dan tidak dicarikan
komprominya. Yang positif masyarakat indonesia kuno mengenal dengan
sesaji, ketika islam masuk di idi dengan pengajian, memebaca surat-surat
al-quran dibarengi sedekah, itulah tradisi islam nusantara. Tradisi islam
nusantara tidak mungkin menjadikan islam radikal, tidak mengajarkan
membenci, membakar atau bahkan membunuh”

pandangan hukum islam terhadap pernikahan nglangkahi Sebetulnya tidak

ada dalam hukum islam dan juga islam tidak mengatur. Apabila si adik

boleh nglangkahi nikah dengan alasan

a. Adik sudah tidak sekolah lagi

67
b. Jodoh diatur oleh Allah SWT

c. Dikhawatirkan terjadinya sesuatu yang tidak di inginkan oleh

keluarga

Menurut Bapak Umar Faruq tidak ada dalam hukum islam upacara tradisi

nglangkahi namun di dalam adat-adat tertentu ada contohnya di dalam adat

jawa ada langkahan, di desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro ada nama upacara Medot bulah.

B. Prosesi Upacara Tradisi nglangkahi dalam pernikahan

1. Nama upacara : Langkahan atau nglangkahi mengandung pengertian

yaitu mendahlui.

Upacara ini dilaksanakan apabila calon mempelai wanita atau pria masih

memiliki kakak laki-laki atau perempuan yang masih bujang (belum

mendapatkan jodoh)

2. Waktu pelaksanaan : upacara adat langkahan ini dilaksanakan di

ruangan dalam atau dapat juga dilaksanakan di ruang atau kamar

penganten

68
3. Peraga upacara :

a. Ayah calon mempelai wanita atau pria

b. Ibu calon mempelai wanita atau pria

c. Kakak calon mempelai (yang di dahului menikah)

d. Calon mempelai yang mau melangkahi menikah

e. Perias

4. Sarana upacara

a. Tumpeng nasi putih

Tumpeng nasi putih dilengkapi lauk pauk, tumpeng ini di namakan :

tumpeng sindura pengasih. Sindura berarti : menthuk (jawa)

menjemput (indonesia) pengasih berarti : sesuatu yang mampu

membuat kita dikasihi sesame termasuk oleh suami

b. Ayam panggang

Ayam panggang itu antara : kepala, sayap, kaki menyatu, ini

merupakan harapan, mudah-mudahan mempelai nanti andaikan

menjadi pemimpin yang merakyat/menyatu dengan rakyat yang di

pimpin.

c. Teken (tongkat) tebu wulung

Teken (tongkat) tebu wulung juga di sebut teken sido dadi. Hal ini

merupakan simbol doa semoga apa yang di cita-citakan oleh mempelai

terlaksana.

69
d. Bunga setaman

Bunga setaman ini juga merupakan simbol doa semoga

kehidupan mempelai nantinya selalu di penuhi bunga-bunga

kehidupan yang indah dan harum.

e. Pelangkah

Pelangkah sesuatu yang sampaikan oleh calon mempelai kepada

kakaknya sebagai ucapan terima kasih atas ijin dan kerelaanya untuk di

dahului menikah, biasanya sesuatu yang di sampaikan tersebut berupa

pakaian satu setel (ageman sapangadeg/jawa)

5. Pelaksanaan upacara

Sebelum melaksanakan upacara langkahan calon penganten lebih dulu

sungkem kepada orang tua (bapak dan ibu) mohon doa restunya,

kemudian dilanjutkan sungkem kepada kakaknya sambil mengucapkan

kata-kata

Adik : “kangmas, kulo sadermi hanetepi saha hanglampahi,

garising kodrat, pikanthuk jodo rumiyen, ngrumiyini

panjenengan, pramila kulo nyuwun palilah serta lila

legawaning penggalih, tuwin nyuwun tambahing pangestu, mugi

tansah leres lan kaleresan anggen kulo gesang bebrayan”.

Kakak : “ iya, iya adiku kang tak tresnani, linambaran lila

legawaning ati dak lilani panyuwunmu, muga-muga gusti

paring karahayon tumrap sliramu sakloran ya yayi”.

Adik : “matur sembah nuwun kang mas, kulo tansah nyenyuwun ing

70
ngatsaning gusti ingkang maha kuwaos mugi-mugi panjenengan

enggal sumusul

Sesudah itu calon pengantin menyerahkan pelangkah kepada

kakaknya. Kemudian perias pengantin mengambilkan tongkat tebu wulung

yang telah di siapkan, kemudian diberikan kepada kakak calon penganten.

Setelah menerima tongkat tebu wulung kakak calon penganten menuntun

adiknya berjalan mengitari nasi tumpeng, panggang ayam, kembang

setaman yang sudah di siapkan sebanyak tiga kali. Dalam perjalanan

menuntun adiknya kakak calon penganten mengucapkan kata-kata

“adik ayo dak tuntun munggah gunung sindura pangasih, dhimen

anggonmu netepi garising kodrat raharja mulya nir ing sambekala,

lelantaran teken sidodadi, muga apa kang sira gayuh bakal dadi

kanyataan”.

Kemudian sesudah itu perias sambil memegang pundak calon mempelai

beserta kakaknya mengucapkan do’a :

“tulak tanggal mubeng, wetan, kidul, kulon, lor, ura nulak sri

sadana nulak penggawe ala, tuju, teluh tarangnyana lara wigena

kang susah temah waluya, waluya enggal nusula.

Setelah itu pada waktu pengantin dipertemukan ditengah tarup ada upacara

medot bulah yaitu kakak kandung memegang gunting atau alat pemotong

yang lain lalu benang dipegang oleh sang adik dan kakak kemudian

memotong benang tersebut dilakukan agar sang kakak cepat mendapatkan

jodoh dengan makna supaya sang kakak yang dilangkahi tidak susah

71
mendapat jodoh dan juga sebagai simbol mendapat izin dari kakaknya

yang akan dilangkahi.

72
BAB IV

ANALISIS HASIL PENEMUAN

A. Analisis terhadap tradisi nglangkahi dalam pernikahan

Nglangkahi bahasa jawa dari kata melangkahi yang artinya mendahului atau

melewati. Ada dua pengertian yang pertama kata nglangkahi artinya mendahului

nikah, kedua pelangkah ialah barang atau sesuatu yang di berikan kepada orang

yang akan di dahului menikah. hubunganya dengan skripsi di sini penulis

mengambil pengertian yang pertama yaitu nglangkahi asli dari bahasa jawa yang

artinya mendahului nikah.

Nglangkahi yaitu pernikahan yang sebenarnya lebih tua dahulu baru yang

muda menyusul akan tetapi kata nglangkahi tersebut yang muda melewati atau

mendahului yang lebih tua, untuk menghindarkan kakaknya dari bahaya susah

atau yang tidak baik untuk kedepanya.

Prosesi upacara tradisi “nglangkahi” dilakukan sebelum tradisi Medot Bulah,

calon penganten sungkem kepada orang tua mohon doa restunya, kemudian

dilanjutkan sungkem kepada kakaknya yang akan dilangkahinya tersebut dengan

maksud meminta restu atas pernikahanya karena sudah menikah terlebih dahulu

dengan ucapakan :

“kangmas, kulo sadermi hanetepi saha hanglampahi, garising kodrat,

pikanthuk jodo rumiyen, ngrumiyini panjenengan, pramila kulo nyuwun

palilah serta lila legawaning penggalih, tuwin nyuwun tambahing

73
pangestu, mugi tansah leres lan kaleresan anggen kulo gesang bebrayan”.

Kemudian kakaknya yang dilangkahi tersebut menjawab :

iya, iya adiku kang tak tresnani, linambaran lila legawaning ati dak lilani

panyuwunmu, muga-muga gusti paring karahayon tumrap sliramu

sakloran ya yayi”.

Dan dengan perkataan tersebut atau atas izin dari kakaknya untuk menikah

terlebih dahulu maka adiknya berterimakasih atas izin yang diberikan oleh

kakaknya dan berkata :

“matur sembah nuwun kang mas, kulo tansah nyenyuwun ing ngatsaning

gusti ingkang maha kuwaos mugi-mugi panjenengan enggal sumusul.

Adiknya juga mendoakan agar kakaknya cepat medapat jodoh, dilanjutkan

dengan tradisi medot bolah yaitu tradisi yang dilaksanakan pada saat pengantin

dipertemukan dibawah terop penganten.

Di dalam hadist juga dijelaskan :

.ُ‫ﺗَﻨَﺎ ﻛَﺤُﻮْا ﻓَﺎِﻧّﻰٍ ﻣُﻜَﺎﺛِﺮٌ ﺑِﻜُﻢُ اﻷﻣَﻢ‬

Artinya :

Nikahilah kamu, karena sesungguhnya dengan kamu kawin, aku akan

berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain (Hadist Shohih Riwayat

Ibnu Hibban, Hakim, Ibnu Majah).

B. Analisis penyebab masyarakat meyakini tradisi nglangkahi

Masyarakat meyakini pernikahan dengan tradisi nglangkahi dikarenakan

74
memang dahulunya tinggalan dari nenek moyang yang dijadikan sebagai

kebiasaan (menjadi suatu adat) di dalam masyarakat.

Kebiasaan/urf shahih adlah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia

dan tidak bertentangan dengan dalil syara’. Seperti tradisi nglangkahi ini sebuah

kebiasaan yang sudah terbiasa dikenal bahkan dilakukan oleh masyarakat jawa

yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama.

Berdasarkan pemaparan kepala desa, pelaku, orang tua pelaku, rukun tetangga

(RT) dan tokoh agama Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten

Bojonegoro tentang faktor yang menyebabkan tradisi nglangkahi terjadi karena

berbagai macam faktor, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Adanya jodoh

Sudah adanya jodoh yang cocok (pacaran sudah lama dan suka sama suka untuk

lebih memantapkan ke dalam hubungan serius) dan dari pihak keluarga juga

sudah bersepakat setuju, kalau tidak langsung dinikahkan takutnya akan terjadinya

sesuatu yang tidak diinginkan.

2. Faktor budaya atau tradisi daerah

Faktor budaya ini sering disebut juga dengan faktor adat. Doktrin yang kuat dari

lingkungan dan situasi kondisi suatu masyarakat biasanya adat didalam desa sini

kecil-kecil sudah di nikahkan.

3. faktor pendidikan

pendidikan yang terdapat di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander kabupaten

Bojonegoro salah satu faktor yang mendukung lestarinya adat ini, dibuktikan

dengan data mayoritas penduduk hanya lulus SLTA dengan rendahnya pendidikan

75
mempengaruhi pola fikir masyarakat.

4. Kesiapan atau etika

sebenarnya pada etika yang lebih tua menikah terlebih dahulu akan tetapi

yang lebih muda lebih siap bahkan mendapat jodoh lebih dulu daripada yang tua

dan juga disebabkan keadaan yang mendesak sehingga sang adik harus menikah

terlebih dahulu meskipun harus beresiko nglangkahi yang lebih tua.

C. Analisis Tradisi Nglangkahi di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten Bojonegoro menurut perspektif Hukum Islam

Berdasarkan paparan dalam bab sebelumnya mengenai prosesi tradisi

nglangkahi di lihat dari sudut pandang hukum islam tidak mengenal istilah

nglangkahi, di dalam islam hanya memerintahkan kepada mereka yang telah siap

atau mampu menikah agar menyegerakan tanpa melihat dia nglangkahi ataupun

tidak

Di dalam desa Sumber Tlaseh khususnya, orang tua tidak menolak atau

melarang jika ada yang melamar anaknya entah itu adiknya atau kakaknya karena

jodoh itu dari Allah SWT. Di samping itu juga tidak ada dalil-dalil dan syariat

islam yang mengatur orang tua mengatur masalah pernikahan anak-anaknya harus

secara urut atau tertib yang tua lebih dahulu baru yang muda.

Pernikahan nglangkahi kakak kandung tersebut sebagai kebiasaan di dalam

masyarakat dan akhirnya menjadi suatu adat. Walaupun berasal dari adat, hal

tersebut tidak bisa dijadikan patokan bahwa pernikahan tersebut dilarang menurut

agama islam, meskipun di dalam kitab qawaidul fiqhiyyah suatu kaidah fiqh yaitu

al-adatul muhakkamah yang artinya adat bisa dijadikan sebagai salah satu

76
sumber hukum islam. Dengan maksud, kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat

bisa dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak da dalil dari syari’

tetapi tidak semua adat bisa dijadikan pijakan hukum.

Adat hanya berlaku dalam kemasyarakatan dalam hal ibadah orang tidak

boleh menambah atau mengurangi yang telah ditetapkan di dalam al-Quran dan

sunnah Rosulnya.

Dengan dasar yang seperti itu adat yag berlaku dimasyarakat tidak dapat

dijadikan suatu pertimbangan sebagai sumber pengambilan hukum karena tidak

sedikit masalah-masalah fiqhiyyah yang bersumber dari adat kebiasaan.

Dilihat dari pandangan hukum adat bahwa tradisi nglangkahi yaitu suatu

perkawinan yang tidak diizinkan untuk dilaksanakan apabila pengantin yang akan

menikah melangkahi kakak kandungnya yang belum menikah (Halim, 1989:4)

Pada masyarakat di Desa Sumber Tlaseh, pernikahan semacam ini hanya

hukum adat terdahulu tinggalan nenek moyang yang masih diberlakukan, oleh

karena itu masyarakat desa Sumber Tlaseh masih berpegang teguh atau menyakini

tradisi tersebut, akan tetapi sebagian kelompok sudah tidak menggunakanya.

Pada masyarakat yang masih berpegang teguh pada adat, apabila ada

seorang kakak yang dilangkahi adiknya menikah terlebih dahulu ada yang

berpendapat niscaya kehidupan kakak yang dilangkahi tidak akan bagus untuk ke

depanya dan susah dalam mendapat jodoh. Begitupun keluarga mendapatkan

dampak yang tidak baik. Tetapi dari sebagian kelompok yang sudah tidak

menggunakan tradisi tersebut apabila dalam keluarga sang adik ingin menikah,

maka orang tua ataupun sang kakak akan sangat gembira dan senang hati

77
menerima kabar tersebut, menurut mereka menunda ataupun melarang adik

menikah terlebih dahulu tidak baik buat dengan contoh sang adik yang ingin

melangsungkan pernikahanya namun dilarang, maka dalam keluarga timbul

kekhawatiran dampak yang terjadi pada keluarga yaitu sang adik melakukan

perbuatan zina atau kawin lari, oleh karena itu mereka dengan senang hati

mengizinkan menikah walaupun harus nglangkahi kakaknya

Perkembangan saat ini, tradisi nglangkahi sudah mulai ditinggalkan oleh

masyarakat di Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro

sini tetapi juga masih ada sebagian yang berpegang dengan adat dari tinggalan

nenek moyang. Tergantung kepada latar belakang keluarga jika terjadi pernikahan

dengan tradisi nglangkahi. (wawancara dengan Umar Faruq pada tanggal 24 juli

2015)

Pandangan masyarakat yang menyetujui pernikahan dengan tradisi

nglangkahi, tidak ada masalah atau bukan jadi masalah yang harus diperdebatkan

jika masih siap lahir bathin daripada kakaknya maka dipersilahkan menikah

terlebih dahulu disamping itu juga jodoh sudah ada yang mengatur seperti yang

terkandung di dalam ayat Al-Quran Ar-Ruum:21

‫ﻞ ﺑَﯿْﻨَﻜُﻢْ ﻣﱠﻮَدﱠةً وَ َرﺣْﻤَ ًﺔ اِنﱠ‬


َ َ‫وَﻣِﻦْ اﯾﺘِﮫ اَنْ ﺧَﻠَﻖَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ اَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ اَزْوَاﺟًﺎﻟِّﺘَﺴْﻜُﻨُﻮااِﻟَﯿْﮭَﺎوَﺟَﻌ‬

َ‫ﻓِﻲ ذَﻟِﻚَ ﻻﯾَﺖٍ ﻟّﻘَﻮْمٍ ﯾَﺘَﻔَﻜﱠﺮُوْن‬

Artinya :

Dan diantara tanda-tanda kekuasaanya ialah menciptakan untukmu istri-istri dari


jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikirir (Qs.
Ar-Ruum : 21)

78
Dan juga selama masih dalam norma-norma agama tidak ada salahnya jika

sang adik mendahului menikah tetapi harus dengan kesepakatan keluarga. Di

dalam hukum islam juga tidak ada larangan yang menyebutkan bahwa pernikahan

nglangkahi kakak kandung itu sebuah kesalahan. Seperti hadist Nabi :

‫ﻦ اﺳﺘَﻄَﺎع‬
ِ ‫ﯾَﺎﻣَﻌْﺸَﺮَ اﻟﺸَﺒﺎب َﻣ‬: ‫ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲُ ص‬: َ‫ﻋَﻦْ اﺑْﻦُ ﻣَﺴْﻌُﻮْدٍ ﻗَﺎل‬

ْ‫ﻣِﻨْﻜُﻢْ اﻟﺒَﺎءةَ ﻓَﻠْﯿَﺘَﺰوّجْ ﻓَﺎﻧَّﮫُ اَﻏَﺾﱡ ﻟﻠﺒَﺼَﺮِوَاَﺣْﺼَﻦُ ﻟﻠﻔَﺮْجِ وَ َﻣﻦ‬

ٌ‫ﻟَﻢْ ﯾَﺴﺘَﻄِﻊْ ﻓَﻌَﻠَﯿْﮫِ ﺑِﺎاﻟﺼﱠﻮْمِ ﻓَﺎﻧﱠﮫُ ﻟَﮫُ وِﺟﺎَء‬

Artinya: “dari ibnu mas’ud, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:


“hai golongan pemuda bila diantara kamu ada yang
mampu kawin hendaklah ia kawin, karena nanti matanya
akan lebih terjaga dan kemaluanya akan lebih terpelihara
dan bilamana dia tidak mampu kawin, hendaklah ia
berpuasa karena puasa itu ibarat mengebirit”.

79
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan seluruh pembahasan yang telah di kemukakan pada bab

sebelumnya, pada akhirnya dapat di simpulkan akhir tentang tradisi

nglangkahi :

1. Masyarakat di Desa Sumber Tlaseh menggunakan tradisi nglangkahi,

yakni adat kebiasaan melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu

barang atau uang kepada kakak calon mempelai. hal ini karena calon

mempelai mendahului menikah untuk menghindarkan kakaknya dari

bahaya susah atau yang tidak baik untuk kedepanya.

Sebelum melaksanakan upacara langkahan calon penganten lebih

dulu sungkem kepada orang tua (bapak dan ibu) mohon doa restunya,

kemudian dilanjutkan sungkem kepada kakaknya yang akan

dilangkahinya.

Setelah itu menggunakan tradisi medot bolah yaitu tradisi yang

dilaksanakan pada saat pengantin dipertemukan di bawah terop

penganten.

2. Adat istiadat masyarakat desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander

Kabupaten bojonegoro masih menggunakan adat istiadat Jawa kental,

namun dengan berjalanya waktu dan berkembangnya zaman sedikit

demi sedikit sebagian keluarga sudah tidak lagi menggunakan adat

80
istiadat jawa akan tetapi lebih banyaknya menggunakan kesepakatan

keluarga untuk menggunakan tradisi tersebut. Bagi sebagian yang

masih kental menggunakan adat jawa mereka percaya jika ada adik

yang mau menikah nglangkahi kakaknya kehidupan kedepanya nanti

tidak akan berjalan dengan baik terutama masalah jodoh. Sedangkan

untuk sebagian lagi masyarakat yang sudah tidak menggunakan adat

tradisi nglangkahi menurut mereka ada efek buruk yang akan timbul

pada kejiwaan si adik, sang adik tertunda atau gagal untuk menikah

karena mengikuti adat istiadat tersebut, dan pada akhirnya sang adik

dikhawatirkan nekat dengan cara kawin lari atau melakukan perbuatan

zina.

Dalam pemaparan sebelumnya, faktor yang menyebabkan sang

adik menikah terlebih dahulu dibandingkan dengan kakaknya yaitu

sudah adanya jodoh, Sang adik lebih siap lahir batin daripada sang

kakak, keadaan yang mendesak sehingga sang adik harus menikah

terlebih dahulu, adik sudah tidak sekolah lagi, keluarga yang sudah

memberikan izin untuk menikah, takut jika berpacaran lama-lama sang

adik melanggar norma-norma agama

3. Di dalam al-qur’an tidak ada penjelasan tentang larangan bagi

kaumnya untuk menikah, justru Allah SWT sangat menganjurkan

untuk adanya pernikahan. Sebenarnya pernikahan ngalngkahi hanyalah

sebuah adat istiadat yang sudah biasa dan sudah dikenal oleh

masyarakat karna sudah dikenal lama dan sudah turun temurun

81
masyarakat menjadikanya sebuah adat yang digunakan di daerah

mereka. Karena dasar seperti itu walaupun berasal dari hukum adat

tetapi tidak bisa dijadikan patokan bahwa pernikahan nglangkahi

dilarang menurut hukum islam meskipun juga ada kaidah al-adatul

mukhakkamah. Dengan maksud kaidah ini bahwa di suatu keadaan,

adat bisa dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak da

dalil dari syari’ tetapi tidak semua adat bisa dijadikan pijakan hukum.

Dengan dasar yang seperti itu adat yag berlaku dimasyarakat tidak

dapat dijadikan suatu pertimbangan sebagai sumber pengambilan

hukum.

B. SARAN-SARAN

1. Untuk orang tua, tugasnya merestui serta membimbing anaknya menikah

karena menikah adalah hak dari seorang anak. Untuk masalah jodoh sang

kakak yang telah dilangkahi adiknya, sebagai orang tua harus yakin bahwa

jodoh, rizki sudah ada yang mengatur tidak ada kekeliruan dalam mengatur,

tidak akan mungkin sang kakak jauh dari jodohnya karna manusia diciptakan

berpasang-pasangan dan tidak ada yang bisa merubah ketentuanya hanya

mungkin sang adiklah yang terlebih dahulu ditentukanya jodoh oleh Allah

SWT.

2. Untuk sang kakak yang mempunyai adik, hendaklah jangan melarang sang

adik untuk menikah terlebih dahulu juga jangan berkecil hati turut

mendoakanlah untuk kebahagiaan rumah tangga sang adik, merasa berat

82
memang wajar tapi jangan sampai memberatkan si adik dengan meminta

barang atau sesuatu apapun berlebih-lebihan.

83
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya

Al- Aqsalani, Al- Hafidz Ibnu Hajar. 1989. Bulughul Maram terj. H. Moh Rifai Al

Quasasy misbah. Semarang: wicaksono.

Asymuni, A. Rahman. 1976. Qaidah-qaidah fiqh. Jakarta: Bulan Bintang

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Azzam, Dr. Abdul Aziz Muhammad Dan Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.

2009. Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah.

Basyir, Ahmad Azhar. 1996. Hukum Perkawinan Islam, yogyakarta: Penerbit

Perpustakaan Fak. Hukum UII Yogyakarta.

Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan

Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ghazaly, Dr. H. Abd. Rahman. 2006. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.

Hadikusuma, Hilman. 1990, Hukum Perkawinan Adat, cet ke-4,. Bandung: Aditya

Bakti.

Hadipura, RT. Marsudi. 2010. Upacara Perkawinan Adat Jawa, Yogyakarta:

Hanggar Kreator

Halim, Ahmad Ridwan. 1989. Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Hariwijaya, M. 2004. Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa,

Yogyakarta: Hanggar Kreator.

Moleong, lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda

Karya.
Mukhtar, Erna Widodo. 2007. Kontruksi Ke Arah Penelitian Deskriptif,

Yogyakarta: Avyrouz.

Umam Dkk, Drs. Chairul. 1998. Ushul fiqih 1, Bandung: Pustaka Setia.
Wawancara dengan Bapak Abdul Salim

Staff Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro

pada tanggal 23 juli 2015

1. Mayoritas apa yang di anut oleh warga kelurahan sumber tlaseh?.

2. Apa yang dimaksud pernikahan melangkahi kakak kandung menurut

bapak?

3. Bagaimana pendapat bapak tentang masalah pernikahan nglangkahi kakak

kandung tersebut?

4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap pernikahan tersebut?

5. Bagaimana masyarakat meyakini tentang pernikahan tersebut?

6. Faktor apa yang menyebabkan sang adik nglangkahi kakaknya dalam

masalah perkawinan?

7. Adakah persoalan lain tentang terjadinya pernikahan terebut?

8. Adakah sangsi jika menikah melangkahi kakak kandung?

9. Bagaimana pendapat bapak tentang pemberian sesuatu kepada kakak

kandung tersebut?

10. Adakah patokan terhadap pemberian kepada sang kakak yang mau

dilangkahi tersebut ?

11. Menurut bapak apakah diharuskan atau diwajibkan memakai adat tersebut

di dalam masalah perkawinan?


Wawancara dengan bapak kang dar

Bapak dari yang melangsungkan pernikahan nglangkahi manten

Pada tanggal 23 juli 2015

1. Apakah keluarga anda masih berpegang teguh kepada tradisi adat dalam

hal pernikahan?

2. Bagaimana pandangan anda tentang tradisi nglangkahi manten dalam

pernikahan?

3. Faktor apa yang menjadikanya sang adik melangkahi kakak kandung?

4. Apakah sang kakak meminta sesuatu kepada adik yang akan

melangkahinya?

5. Tradisi apa yang di gunakan ?

6. Seperti apakah tradisi medot bulah tersebut ?

7. Adakah makna dari tradisi medot bulah ?

8. Apa makna tradisi tersebut menurut anda ?

9. Bagaimana hukum islamnya tentang tradisi tersebut ?

10. Adakah keharusan atau kewajiban memakai adat tersebut di dalam

pernikahan nglangkahi manten ?


Wawancara dengan M. Jauharul Ma’arif

kakak kandung yang dilangkahi menikah oleh adiknya

pada tanggal 23 juli 2015

1. Bagaimana pandangan anda tentang pernikahan nglangkahi kakak

kandung?

2. Faktor apa yang melatarbelakangi adanya tradisi tersebut?

3. Jika adik anda menikah tanpa memberikan sesuatu kepada anda, apakah

anda berhak membatalkan pernikahan adik anda?

4. Apabila adik anda menikah tanpa memberikan sesuatu, bagaimana

menurut anda sebagai kakak kandung?

5. Seperti apakah tradisi medot bulah?

6. Adakah ketentuan waktu dalam tradisi “medot bulah”?

7. Bagaimana pendapat anda tentang tradisi tersebut?

8. Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang anda dan keluarga

anda?
Wawancara dengan bapak Jannatun Na’im

Rukun tetangga (RT)

Desa Sumber Tlaseh Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro

tanggal 24 juli 2015

1. Apakah di daerah anda masih berpegang teguh kepada tradisi adat dalam

hal pernikahan ?

2. Bagaimana pandangan anda tentang tradisi nglangkahi manten dalam

pernikahan ?

3. Faktor apa yang menyebabkan adik tidak boleh menikah mendahului

kakaknya ?

4. Jika terjadi pernikahan adik mendahului kakaknya dalam pernikahan, apa

alasanya ?

5. Bagaimana sikap masyarakat terhadap keluarga yang melangsungkan

pernikahan “tradisi nglangkahi manten” dalam perkawinan ?

6. Menurut pandangan bapak bagaimana hukum islamnya tentang tradisi

tersebut ?
Wawancara dengan bapak Umar Faruq

Tokoh masyarakat desa Sumber Tlaseh

Pada tanggal 24 juli 2015

1. Menurut bapak apa tradisi nglangkahi manten dalam pernikahan ?

2. Menurut bapak faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya tradisi

nglangkahi manten dalam pernikahan ?

3. Di dalam pengajian-pengajian atau musyawarah masyarakat apakah materi

tentang fiqh munakahat sering diajarkan ?

4. Apakah masyarakat sini masih menggunakan adat istiadat terutama dalam

hal pernikahan ?

5. Bagaimana pandangan hukum islam terhadap pernikahan tersebut ?

6. Jika si adik boleh nglangkahi nikah, apa alasanya ?

7. Adakah upacara atau kewajiban tertentu jika adik ingin menikah

nglangkahi kakaknya ?
Daftar Gambar

Akad penganten ijab Qabul penganten

Tanda Tangan Buku Nikah


Tradisi Medot Bulah

Sungkeman
CURRICULUM VITAE

Nama : Siti Nur Aini

Tempat/Tgl. Lahir : Bojonegoro, 28 Agustus 1994

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ds. Tanjung Harjo Kec. Kapas Kab. Bojonegoro.

Orang Tua

Nama Bapak : Syuhadak


Nama Ibu : Siti Lu’luatul Fuidah

Alamat : Ds. Tanjung Harjo Kec. Kapas Kab. Bojonegoro

Pendidikan : 1. SDN Tanjung Harjo 1 Bojonegoro (1999-2005)

2. MTS Abu Darrin Bojonegoro (2005-2008)

3. MA Abu Darrin Bojonegoro (2008-2011)

Anda mungkin juga menyukai