SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
ANITA YOHANNA
NIM : 21211004
i
ii
iii
iv
MOTTO
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini
kebersamaannya.
vi
ABSTRAK
Anita Yohanna. 2016. Penghambaan Istri Terhadap Suami Antara Doktrin dan
Tradisi (Studi Kasus Pada Perempuan di Cabean RT 05 RW 01 Kelurahan
Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga). Skripsi. Jurusan Syari’ah.
Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing :Dra. Siti Zumrotun, M. Ag.
vii
KATA PENGANTAR
Bagi peneliti, skripsi merupakan salah satu tugas yang berat dan melelahkan.
Tapi, berkat kesabaran, keikhlasan dan ketulusan hati, akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam rangka
memperoleh gelar kesarjanaan dengan judul: PENGHAMBAAN ISTRI
TERHADAP SUAMI ANTARA DOKTRIN DAN TRADISI (Studi Kasus Pada
Perempuan di Cabean RT 05 RW 01 Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti
Kota Salatiga).
Dengan selesainya skripsi ini, peneliti sangat bersyukur kepada Allah yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Disamping itu, dari hati yang paling dalam,
peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
Peneliti selalu berharap dan berdoa, semoga bantuan dari semua pihak yang
telah diberikan kepada peneliti akan menjadi catatan amal baik dan mendapat balasan
yang lebih besar dan berlipat ganda dari Allah SWT. Amin …
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi
ix
BAB II. PENGHAMBAAN ISTRI TERHADAP SUAMI ANTARA DOKTRIN
x
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghambaan Istri
A. Kesimpulan ............................................................................ 75
B. Saran ......................................................................................... 75
C. Penutup .................................................................................... 77
LAMPIRAN – LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
pentingnya institusi keluarga. Oleh karena itu berbagai persoalan keluarga, mulai
dari memilih pasangan hidup, tata cara pernikahan, tata krama hubungan suami
istri, pendidikan anak, hak waris dan lain-lain, secara komprehensif diatur
Hadis dan Sunah Nabi meskipun hanya garis besarnya saja yang kemudian
kekuatan Islam yang karakternya liberatif, progresif dan humanis (Ali, 1990:30).
Tiga prinsip tersebut berlaku pada semua ranah sosial kehidupan, tak terkecuali
Will Durant, ketika menulis jasa Rasulallah s.a.w. dalam meningkatkan dan
1
dan menceraikannya. Peristiwa ini memberikan hak bagi perempuan untuk
1994:127-128). Dalam kasus lain al Qur`an juga menyatakan: “…dan bagi orang
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan
(pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan…” (Q.S. An Nisa`:32). Hal ini
contoh indah yang dipraktekkan Rasulullah s.a.w., ada beberapa konsep yang
menghamba pada suami”. Dalam beberapa sumber, ajaran ini merujuk pada
Masih banyak riwayat hadits yang isinya mirip dengan hadits di atas. Hadis-
hadis tersebut dalam analisis hadis dinilai da`if. Badriyah Fayumi & Alai Nadjib
Telah terbukti bahwa hadis tentang sujud sebagaimana tersebut di atas adalah
hadis da`if. Hadis yang da`if tidak sah menjadi landasan hukum, terlebih
menjadi dasar normatif bagi segala tindakan yang subordinatif terhadap
perempuan. Namun demikian, hadis ini relatif popular di kalangan
masyarakat dan sering menjadi rujukan bagi legalitas teologis kewajiban
ketaatan istri terhadap suami, bahkan dalam buku-buku terbaru akhir-akhir
ini. Hadis ini sering menimbulkan dan menjadi sumber kesalahpahaman
dalam memahami kedudukan perempuan dalam keluarga.
bertentangan dengan ajaran al Qur`an. Hal ini bisa dilihat, misalnya pernyataan
2
Q.S. al Isro` : 17 “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam”.
Bani Adam menyangkut laki-laki dan perempuan, karena itu menurut ayat ini,
al Baqarah 187 juga menyatakan : “Mereka adalah pakaian (libas) bagimu dan
kamu adalah pakaian bagi mereka”. Hal ini mengisyaratkan bahwa keduanya
saling membutuhkan dan yang satu tidak dapat sempurna tanpa kehadiran yang
mutawatir dan ijma`; tidak bertentangan dengan amalan kebiasaan ulama salaf;
tidak bertentang dengan dalil yang sudah pasti; tidak bertentangan dengan hadis
ahad yang kualitas ke-sahih-annya lebih kuat (Syuhudi Ismail, 1995:126). Hadis
tentang keharusan istri untuk sujud menghamba pada suami tidak memenuhi
kreteria diatas, dengan demikian hadis tersebut benar-benar da`if dan tidak dapat
Pola relasi suami-istri sebagaimana di atas sampai saat ini masih terjadi.
Misalnya, seorang istri masih tetap rela hati taat dan setia mengabdi pada suami,
pelanggaran syariat (mabuk, judi zina). Kenyataan demikian, apakah berawal dari
mengakar kuat di masyarakat, atau bersumber dari ketidakpahaman akan hak dan
3
Untuk membahas berbagai persoalan di atas penulis akan membedahnya
dalam sebuah skripsi dengan judul “Penghambaan Istri Terhadap Suami Antara
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut:
Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
4
Pelaksanaan penelitian diharapkan akan memberi manfaat, baik secara
teoritik maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian
1. Manfaat Teoritik.
Manfaat teoritik dari penulisan skripsi ini adalah menambah wawasan dan
pernikahan.
2. Manfaat Praktis
E. Penegasan Istilah
Untuk lebih mudah memahami judul skripsi di atas, maka ada beberapa
1. Penghambaan.
(berumah tangga).
2. Doktrin
5
Doktrin adalah ajaran atau kepercayaan yang bersumber pada nilai
Adapun maksud doktrin dalam skripsi ini adalah ajaran agama tentang
3. Tradisi
Tradisi adalah norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun
menurun (Suharso dan Ana Retnoningsih, 2009: 583). Maksud tradisi dalam
skripsi adalah norma dan adat kebisaan atau budaya Jawa yang masih
F. Kajian Pustaka
berbagai variasinya bukan hal yang baru, sebab sudah banyak yang
membahasnya, baik dalam bentuk skripsi maupun buku, diantaranya dapat dilihat
Analisis Surat An Nisa` Ayat 34) ditulis oleh Mukhlis Fajar Taufiq STAIN
kelamin sosial) peran yang diberikan masyarakat (sitem sosial) kepada laki-laki
6
dari unsur atau jenis yang sama, sehingga hal ini harus berimplikasi pada
pandangan bahwa laki-laki dan perempuan dari asalnya adalah setara, dan yang
dunia ini adalah sebagai wakil Allah di bumi, sehingga diberi kepercayaan untuk
mengelolanya dengan amalan yang sholeh, maka keduanya harus menjalin kerja
Konsep Qowwam dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam rumah
tangga yang terkandung dalam Q.S. An Nisa` : 34. harus dipahami dalam konteks
sosial ayat tersebut diturunkan. Dengan kata lain kepemimpinan dalam rumah
tangga tidak bersifat mutlak atau permanen dengan laki-laki. Siapapun (laki-laki
atau perempuan yang telah dewasa) dapat menjadi pemimpin asalkan mampu
maupun keagamaan..
Jumiyati dalam sripsi Hak dan Kewajiban Suami Istri (Studi Komperasi
7
kewajiban suami-istri menurut Islam adalah sesuatu yang dituntut syari’at untuk
dan mencapai tujuan pernikahan. Ketiga; komparasi antara fiqh dan fenomena
kesetaraan gender dalam hak dan kewajiban suami istri, ada kesamaan dan
tangga dan istri sebagai ibu rumah tangga yang harus mengatur rumah tangga
perempuan keluar rumah untuk berkarir dan bekerja sebagian adalah untuk
keluarga adalah kewajiban suami, bila suami tidak ada maka kepemimpinan
menjadi empat macam: kekerasan fisik, kekerasan psikhis, kekerasan seksual dan
8
kekerasan ekonomi. Ketiga; Islam mengecam segala bentuk penindasan,
domestik (keluarga). Pemahaman yang bias terhadap teks al Qur`an dan Hadis
kultural yang melatar belakangi pemikiran masyarakat. Oleh karena itu sebuah
bahwa hubungan suami istri adalah sebagai patner; 5) Prinsip keadilan. Jika salah
satu dari prinsip di atas tidak dijalankan, maka akan terjadi ketimpangan yang
hukum Islam dan UU KDRT memiliki semangat yang sama. Asas yang
hak dan kewajiban suami istri, serta anti kekerasan dan diskriminasi. Sedang
yang selama ini membuat perempuan tidak berdaya); pemulihan (dari perempuan
9
yang dinistakan menjadi individu yang merdeka, terhormat, bermartabat di mata
Tuhan dan Manusia). Sebuah semangat mengarah pada tujuan yang sama, yaitu
perempuan. Hal ini secara tidak langsung merubah citra Islam, dari agama yang
sangat dekat dengan kekerasan menjadi agama yang peduli pada perempuan
sebagai manusia yang sering mendapat kekerasan karena kondisi yang ”terlanjur”
teologis, namun masih dalam sebatas kerangka teoritis. Sedang dalam skripsi
peneliti yang kajian utamanya penghambaan istri terhadap suami, tidak hanya
G. Metode Penelitian
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
2. Kehadiran Peneliti
10
Untuk memperoleh berbagai informasi serta menjaga akurasi data
penelitian yang telah dipilih sebagai sampel yang ada kompetensinya dengan
4. Sumber Data
diperoleh melalui penelitian lapangan yang dalam hal ini diperoleh dari
penelitian, yaitu PNS, karyawan, buruh, dan ibu rumah tangga di lokasi
penelitian.
11
a. Metode Dokumentasi
131). Metode ini digunakan untuk mengetahui data otentik tentang latar
b. Metode wawancara
antara dua orang atau lebih dengan berhadapan secara fisik yang satu dapat
melihat dan yang satu dapat mendengar sendiri (Sutrisno Hadi, 1986 :
c. Studi Pustaka.
6. Analisis Data
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dari
hasil penelitian (Moleong, 2001 : 3). Pendekatan ini penulis gunakan untuk
12
menganalisis berbagai pendapat perempuan dilokasi penelitian mengenai
mengecek kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Bila ternyata belum
obyek penelitian.
8. Tahap-tahap Penelitian
berikut:
e. Tahap akhir penelitian ini adalah penyusunan laporan hasil penelitian dengan
13
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian: bagian awal, bagian
isi, dan bagian akhir. Pada bagian awal skripsi berisi: cover luar, cover dalam,
Pada bagian isi skripsi didalamnya terdiri dari lima bab. Keseluruhannya
dan tradisi, membahas: Pola relasi suami istri prespektif Islam, dengan sub
bahasan: Pernikahan dalam Islam; Hak dan kewajiban suami istri prespektif
Islam; Pola relasi suami istri prespektif Islam. Pola relasi suami istri dalam
budaya Jawa dengan sub bahasan: Pernikahan dalam tradisi Jawa; Hak dan
kewajiban suami istri dalam tradisi Jawa; Pola relasi suami istri dalam tradisi
Jawa. Pengaruh tradisi pada perilaku suami istri masyarakat Muslim Jawa.
Lokasi penelitian, Profil penghambaan istri terhadap suami antara doktrin dan
tradisi.
14
BAB II
perkumpulan kekeluargaan penuh cinta, kasih sayang dan berkah, yang dalam
istilah hukum, kata ini menunjukkan situasi yang diakibatkan dari perjanjian
(aqad) khusus antara pria dan wanita, yang dengan perjanjian ini hubungan
seksual diantara mereka menjadi sah di mata Tuhan dan masyarakat (Murata,
2001: 1). Dengan pernikahan itu pula, laki-laki dan perempuan bisa tinggal
dan hidup bersama sebagai suami istri serta bebas melakukan berbagai
15
e. Membina hubungan kekeluargaan dan mempererat silaturrahmi antar
keluarga (Depag RI, 2004: 1).
dan bukan kewajiban, namun anjuran ini bobotnya bisa berubah-ubah. Bisa
anjuran (sunnah) ini menjadi wajib, bisa menjadi makruh, bisa menjadi hukum
asalnya (sunnah), dan bisa pula menjadi wenang (jaiz), tergantung pada situasi
dan kondisi yang melingkupinya. Dalam Bukhori Juz I (1950: 304) Rasulullah
s.a.w. bersabda:
sahabat Rasulullah s.a.w. diantaranya Usman ibn Mahdun dan Abdullah ibn
karena itu Nabi memerintah segera menikah terhadap anak-anak muda yang
sudah mampu untuk menikah sebagaiman dapat dilihat dalam sebuah hadis
berikut:
16
Wahai kaum muda, jika diantara kamu sudah ada kesiapan untuk menikah,
maka menikahlah. Karena menikah dapat menundukakan pandanganmu
dan menjaga kehormatanmu (Al Bukhari V, 1950: 4778)
Dari hadis tersebut sudah jelas bahwa menikah bagi mereka yang
pernikahan salah satu jalan hidup atau way of life yang dilakukan Rasulullah.
Oleh karena itu Syekh Yusuf Qordlowi (1990: 233) ketika membahas
: 32:
yang belum nikah atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar
mereka dapat menikah. Ini juga bermakna bahwa pernikahan bukan hanya
tanggung jawab pribadi pelaku atau orang tua saja, namun juga menjadi
kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami istri. Kewajiban suami terhadap
istri adalah hak bagi istri, begitu juga sebaliknya, kewajiban istri terhadap
suami adalah hak bagi suami. Syarifuddin (2001: 160) mendiskripsikan hak
dan kewajiban sumai istri sebagai berikut: Kewajiban suami terhadap istri,
yang merupakan hak istri dari suami; Kewajiban istri terhadap suami, yang
merupakan hak suami dari istri; Hak bersama bagi suami istri; Kewajiban
18
mempelai laki-laki kepada pengantin perempuan berupa barang atau
sembilan bahan pokok, pakaian, dan papan atau yang dalam bahasa
juga bersabda:
istri adalah ”menggauli istri secara baik dan patut; menjaga dari
menegaskan:
20
Hak bersama suami istri adalah hak bersama secara timbal balik
dari pasangan suami istri terhadap yang lain. Adapun hak bersama itu
adalah:
warahmah
Dalam konteks Indonesia, Hak dan Kewajiban suami istri diatur secara
tentang Perkawinan yang materinya secara esensial sejalan dengan apa yang
tersebut diantaranya menegaskan sebagai berikut: Pasal 31: (1) Hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.; (2) Masing-
masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum; (3) Suami adalah kepala
21
Pada pasal 33 menegaskan: “Suami istri wajib saling cinta mencintai,
hormat menghormati, setia, dan memberikan bantuan lahir batin yang satu pada
yang lain”. Pada pasal 34 juga ditesaskan: (1) Suami wajib melindungi istri
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
Berbagai aturan idealistik, baik yang bersumber pada kitab suci, sabda
hakekat pernikahan bagi suami istri secara substansial adalah lebih penting.
merupakan bagian dari doktrin Islam dalam pola relasi antara laki-laki dan
perempuan yang banyak disebutkan dalam al Qur`an. Oleh karena itu maka
dalam posisi seimbang (equal), baik dalam urusan rumah tangga maupun dalam
22
(ketenteraman, cinta dan kasih sayang) (Q.S. ar-Rum: 21), keseimbangan hak
perkawinan dan relasi suami-istri berjalan dalam pola interaksi yang harmonis,
suasana hati yang damai, serta keseimbangan hak dan kewajiban. Dengan kata
yang harus dijadikan acuan dalam semua hal yang menyangkut hubungan
suami istri.
adalah pakaian bagi kamu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka” . Terhadap
23
Mengomentari ayat di atas, Abdullah Yusuf Ali seorang mufassir modern
sebagai berikut:
Rasulullah dan berkata: ”Istri-istri kami merasa di atas kami kalau mendengar
hal ini”. Dia juga mengklaim bahwa suku Quraisy (suku Rasulullah) selalu
laki-laki yang memukul istri mereka adalah tidak baik. Tidaklah dijalanku
orang yang mengajarkan seorang perempuan untuk berada di jalan yang sesat”
24
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Zam’ah, bahwa
Nabi s.a.w. juga bersabda: “Sesungguhnya aku tidak senang (benci) terhadap
lelaki yang memukul istrinya ketika dia marah, padahal bisa saja setelah itu
menggaulinya pada hari yang sama” (Ibn ‘Arabi, Juz I: 420). Imam Ali bin Abi
Thalib ra. juga menyatakan: “Hanya laki-laki mulia yang akan memuliakan
tanpa basa-basi oleh Rasulullah s.aw. Dalam sebuah hadis, Aswad meminta
(istrinya), yakni membantu pekerjaan istrinya, sampai ketika tiba waktu shalat
menjahit baju dan sandal, memerah susu kambing, melayani dirinya sendiri,
serta melakukan pekerjaan rumah yang umumnya dilakukan pria. Riwayat ini
rumah tangga.
25
Rasulullah juga memberi kriteria bahwa suami ideal adalah yang
bersikap paling baik kepada istri dan keluarganya, seperti tertera dalam hadis
berikut ini:
Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istrinya, dan aku
(nabi) adalah orang yang paling baik terhadap istri (H.R. Turmudzi).
dan ilustrasi tentang pola hubungan suami istri yang telah dipraktekkan
Rasulullah. Dengan setting budaya Arab yang sangat patriarkhis, apa yang
dilakukan dan disarankan Rasulullah adalah suatu yang revolosioner dan cukup
aneh saat itu, sehingga banyak mendapat perlawanan dan penolakan. Dengan
telah membuktikan bahwa hanya dengan hubungan yang baik dan cara pandang
citakan. Ini berarti bahwa semua bentuk kekerasan, baik fisik, psikhis, seksual
tidak hanya terbatas pada yang nampak saja, tetapi ia akan masuk lebih
mendalam pada dataran essensi atau hakekat sehingga terkesan rumit, tak
26
terkecuali dalam hal pernikahan. Bagi masyarakat Jawa, sebagaimana
iradat Tuhan menyangkut tiga tahapan kehidupan manusia yaitu metu, manten,
dan mati. Metu berarti lahir di mana dalam kelahiran ini dipandang sebagai
takdir. Manten berarti menikah yang menandakan bahwa seorang laki-laki dan
budaya yang harus diperhatikan terutama laki-laki ketika hendak memilih istri
Bobot artinya bahwa wanita harus diketahui asal-usul orang tuanya. Bebet,
maksudnya apakah orang tua calon pengantin perempuan berharta dan
masih banyak memiliki keberuntungan. Sedang Bibit, dilihat dari
perempuan itu sendiri, yang bersangkutan adalah perempuan cantik,
memiliki kepandaian, dan berketurunan Bobot, bibit, bebet, juga menjadi
rujukan ketika seorang perempuan hendak menerima laki-laki sebagai
suaminya (Sukri dan Ridin Sofyan, 2001:51-52)
27
Untuk menghindari kekecewaan, kebudayaan Jawa juga memberikan
Gegarane wong akrami dudu bandha dudu rupo, amung ati pawitane, luput
pisan kena pisan, yen angel, angel kelangkung tan kena tinumbas arta:
Rambu rambu pernikahan bukan soal harta dan wajah, hanyalah hati yang
menjadi modal pertimbangannya, benar-salah hanya sekali, jika telanjur
sulit, maka sulitnya luar biasa, tak bisa dibeli dengan harta.
Hati dalam rambu-rambu di atas bukanlah hati fisik, tetapi mengarah
pada penggalih atau manah, yaitu pemikiran dan perenungan mendalam
atas dasar eneng (tenang dalam berpikir tanpa adanya campur tangan
perasaan dan nafsu); ening (bening dan jernih tanpa prasangka buruk dan
dugaan), awas (teliti dan waspada dan melihat, mengetahui dan
menimbang); dan eling (bahwa semua akan terwujud atau terjadi atas
kehendak Illahi).
Dengan didasari nilai bobot, bibit, bebet, disertai laku batin yang eneng,
ening, awas dan, eling, diikuti serangkaian panjang ritual pernikahan, mulai
ijab kobul, temu penganten dan serangkaian ritual lainnya, bagi masyarakat
Jawa adalah bagian dari ikhtiar agar pernikahan diberkahi dan abadi.
28
didiskripsikan Endraswati (2003:69) adalah angayani, angomahi, angayomi,
ini menjadi tanggung jawab suami karena suami dalam tradisi Jawa
rumah atau bale wismo untuk tempat tinggal keluarga. Karena dalam
tempat dan wilayah dimana rumah itu dibangun, semuanya menjadi hak
menjaga kondisi keluarga menjadi aman tentram dan bebas dari ganguan.
29
4) Angatmajani (mampu menurunkan bibit unggul)
suami, karena keturunan menjadi hal istimewa bagi keluarga sebab akan
serta angatmajani, adalah karakteristik suami baik, dan menjadi idaman bagi
kesempurnaan suami, adalah tugas istri, sebab istri dalam tradisi Jawa
Membahas hak dan kewajiban istri dalam tradisi Jawa tidak dapat
1) Wadon. Kata wadon berasal dari bahasa Kawi yakni wadu yang secara
harfiah bermakna kawula atau abdi. Istilah ini sering diartikan bahwa
2) Wanito. Kata wanito tersusun dari dua kata, yaitu wani (berani) dan ditata
(diatur), artinya adalah sosok yang berani ditata dan diatur. Dalam
30
kehidupan praktis masyarakat Jawa, wanita adalah sosok yang selalu
mengusahakan keadaan tertata, untuk itu pula dia harus menjadi sosok
3) Estri. Kata estri berasal dari bahasa Kawi yakni estren yang berarti
hangestreni yang berarti mendorong. Dari sini dapat kita ketahui bahwa
4) Putri, berarti anak perempuan. Dalam tradisi Jawa, kata ini sering
dirinci A.P Murniati dalam Budi Santoso (2000:24) sebagai berikut: Setia pada
Dalam Serat Centini, sebagaimana dikutip Bina Swadaya (No.7 th. iv,
Dalam budaya Jawa perempuan ideal digambarkan dengan lima jari tangan.
Ibarat jempol, mereka harus pol, sepenuhnya mengabdi pada suami. Ibarat
telunjuk, mereka harus patuh pada petunjuk dan perintah suami. Ibarat
panunggul (jari tengah), mereka harus mengunggulkan suami, menghargai
hasil kerjanya, betapapun sedikit dan tak berarti. Ibarat jari manis, mereka
harus selalu bersikap manis terhadap suami, apapun rasa dihati. Ibarat
jentik (kelingking), mereka harus othak-athik, hati-hati dan teliti, serta rajin
dan terampil dalam melayani dan menjalankan tugas dari suami
31
Sedangkan sikap perempuan setelah menjadi istri dalam hubungan
dengan suami dan keluarga tercermin dalam sikap diantaranya sebagai berikut:
a. Gemi (hemat), maksudnya seorang istri harus menjaga harta suami dengan
b. Gemati (kasih), maksudnya seorang istri harus menjaga terhadap apa yang
disenangi suami, baik yang ada pada diri istri maupun aksesoris dalam
rumah tangga. Penuh kasih sayang sepanjang waktu, baik terhadap suami
c. Wedi (takut), yakni seorang istri harus pasrah menyerah dan jangan suka
Dalam masyarakat Jawa ada istilah lain untuk istri, yaitu konco
M, idiom lain dari aktifitas perempuan sebagai istri populer dengan Lima ah,
Hak dan kewajiban istri di atas, adalah sebagian kecil dari gambaran
peran perempuan Jawa sebagaimana ditulis para pujangga keraton dalam karya-
32
karya sastra mereka, misal Serat Centhini dan Serat Condrorini. Hal ini
hakekatnya hanya yang kuasa dan perkasalah yang sanggup memberi dorongan
dan dukungan.
didasarkan atas jenis kelamin, yaitu laki-laki bertugas sebagai pencari nafkah
(Siti Partini, 2001: 33). Pola pembagian kerja demikian terjadi pada masyarakat
bersifat patriarkhis.
berpijak dari konsep superioritas laki-laki dewasa atas perempuan dan anak-
33
Dalam imajinasi orang Jawa, lelaki ideal adalah yang memiliki benggol
(uang) dan bonggol (kejantanan seksual). Lalu, dimana posisi perempuan ?
Ia adalah milik laki-laki, sejajar dengan bondo (harta), griyo (istana,
rumah), turonggo (kendaraan), kukilo (burung, binatang piaraan, bunyi-
bunyian), dan pusoko (senjata, kesaktian)...., Presiden I RI , Soekarno,
adalah sosok lelaki ideal dalam imajinasi orang jawa: lelananging jagad
yang sakti, tampan, dan banyak istri, seperti Arjuna, tokoh Pandawa dalam
cerita pewayangan, yang selalu menang dalam medan perang, dan selalu
memenangkan hati setiap dewi.
Beberapa nilai yang menggiring perempuan pada situasi inferior, dalam
analisis Sri Suhanjati Sukri dan Ridin Sofyan dalam Perempuan dan
Seksualitas Dalam Tradisi Jawa (2001: 89-94) bertitik tolak dari anggapan dan
dilihat dari dua sisi, fisik dan psikis. Perbedaan itu membias pada relasi gender.
tergantung pula pada suami. Ungkapan Jawa mengatakan swargo nunut neroko
34
katut. Swarga adalah lambang dari kehidupan dunia maupun akhirat yang
Sebaliknya, neraka adalah lambang dari kehidupan dunia maupun akhirat yang
pilihan hasil usaha sendiri. Karena itu, perempuan harus menunjukkan sikap
bekti dan hormat; dalam arti menaati, menghargai, serta melayani segala
kebutuhan suami.
tersebut berasal dari kisah penciptaan perempuan yang pertama yakni Hawa
atas segala tindakan istrinya. Laki-laki menjadi tolok ukur segala sesuatu,
makhluk nomor dua. Kisah itu akhirnya diterima begitu saja oleh perempuan
35
seksual sehingga tidak mengherankan kalau raja Jawa masa lalu memiliki
banyak selir. Namun anehnya bagi perempuan itu sendiri, seolah-olah menjadi
merupakan kebanggaan jika diperistri dan dimadu oleh pangeran atau raja.
dengan merasa tidak aman jika tidak didampingi laki-laki. Mereka seakan-akan
perempuan yang cantik, bertubuh molek, lemah gemulai, sumeh, dan prasojo.
pandai memasak, pintar berhias dan mahir melayani suami. Bagian tubuh
sebagai sesuatu yang ideal. Dalam Serat Panitisastra misalnya, bahwa untuk
menjadi ideal, perempuan harus tan kyan gemuhing kang payudara kalih /
ingema neng papreman: perempuan hanya berarti jika memiliki payudara sintal
mempunyai banyak keturunan. Ini tercermin dalam banyak anak banyak rejeki.
36
Akibatnya, perempuan selalu disibukkan dengan kegiatan mengasuh,
urusan kerumahtanggaan, atau urusan dapur. Oleh karena itu tidak perlu
berpendidikan tinggi. Didepan umum istri tidak boleh lebih menonjol dari
suami. Sampai sekarang masih tetap terdengar ungkapan perempuan harus bisa
macak, manak, masak, yang merupakan tugas domestik perempuan yang sudah
Dalam Mistik dan Kosmologi Serat Centhini (Purwadi dan Rahmat Fajri,
Apabila orang menurutkan pikiran wanita, tak urang papa akan didapat, ..,.
Meski sering juga wanita itu layak mempunyai pikiran arif, tetapi jika
tercetus dari pikiran wanita, jangan lekas-lekas dikerjakan, pikirkan
dahulu, ubahlah penurutannya,.. Bila ada gagak berwarna putih dan bunga
tanjung tumbuh di batu cadas, disitulah baru ada wanita lurus hati, dengan
hati budiman....Wanita hanyalah seperdelapan dibanding pria, dalam hal
kepandaian dan kekuatan, dalam hal kebijaksanaan....
Kontruksi budaya Jawa, disengaja ataupun tidak, memang menerbangkan
kaum laki-laki sebagai hero dan superior, dan disengaja ataupun tidak, telah
37
Jawa sebagai suami yang pada pembahasan sebelumnya sudah memposisikan
kepala dihadapan suami, tidak suka protes, perempuan yang nrimo, tanpa
peduli apakah yang dilakukan suaminya benar atau tidak, rela membiarkan
karena berkeyakinan bahwa sikap yang demikian kelak akan mendapat balasan
yang lebih baik. Sebaliknya, istri yang suka protes dianggap sebagai perempuan
pada situasi menerima lebel konco wingking yang wedi (takut, menyerah,
pasrah pada suami) dan membatasi diri pada wilayah dapur (memasak), sumur
raja yang perintahnya harus diikuti; laki-laki adalah guru yang nasehatnya
harus dipatuhi; laki-laki adalah Arjuna yang kemesraannya harus dilayani; dan
kesetaraan antara suami istri adalah wilayah yang tak jelas dan remang-remang.
merekontruksinya.
terbingkai dalam budaya patriarkhi, sebenarnya tidak hanya menjadi bagian dari
tradisi Jawa. Budaya ini telah menjadi fenomena universal sejarah peradaban
38
manusia. Hal ini sebagaimana penjelasan Zuhayatin (2002: 11) bahwa “kontruk
tidak lagi dipandang sebagai ketimpangan, ia telah menjadi `fakta ilmiah`. Telah
berabad-abad pula perempuan dan para budak harus menerima nasib bahwa
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam Islam ada teks-teks yang
(baca: Uqudullijain) yang ditulis Muhammad Nawawi bin Umar, ulama kelahiran
Hijaz, dia dikenal dengan Nawawi al Jawi, di Indonesia populer dengan Imam
Nawawi.
Dalam bab dua (2) tentang hak suami, misalnya, Imam Nawawi surat An
39
dan qisos, wali dalm pernikahan, dan lain-lain, semuanya hanya
diperkenankan bagi dan dari kaum laki-laki. Bahkan dia menambahkan
bahwa hubungan darah juga dinisbatkan kepada kaum laki-laki (An Nawawi,
Afif Bustomi, pent., 2000: 46-47).
harus dibedakan faktor-faktor yang disebut kodrat dan yang disebut gender.
Faktor yang disebut pertama menunjuk pada perbedaan jenis kelamin yang
ini melekat pada jenis kelamin tertentu. Pada laki-laki misalnya, terdapat penis
seperti rahim, vagina, dan ada payudara (alat menyusui). Oleh karena itu
biologis inilah yang disebut kodrat, ketentuan, dan ciptaan Tuhan yang tak bisa
konstruksi sosial dan kultural. Misalnya, laki-laki dianggap lebih kuat, memiliki
akal lebih rasional, dan perkasa. Sementara perempuan lembut dan emosional.
Hal-hal sperti itu sebenarnya bukan pembawaan atau ciptaan Tuhan, tetapi
tidak semua laki-laki cerdas, atau lebih pintar ketimbang perempuan. Sebaliknya
ada pula laki-laki yang emosional dan lemah lembut. Melalui cara pandang
Nawawi, bukanlah bersifat kodrat, melainkan konstruksi budaya. Oleh karena itu
40
Pada kenyataannya banyak ahli ilmu, sebutan lain untuk ulama dari
kalangan perempuan, istri-istri Rasulullah adalah ahli ilmu, ribuan riwayat hadits
meluncut dari Aisyah binti Abu Bakar, ia pernah memimpin perang. Rabi'ah al
Adawiyah, ahli hikmah dan sufi besar, ia juga seorang perempuan. Al Qur`an
negeri Saba`. Cleopatra dan Sajarat al Dur dari Mesir. Di zaman modern ini, juga
yang menduduki jabatan menteri dan jabatan lainnya. Sebelumnya kita juga
penjajahan, Cut Nya` Dien, Cut Mutia, di Aceh, Nyi Ageng Serang, memimpin
Nawawi ”hanya laki-laki yang bisa jadi ulama dan pemimpin” tidak selamanya
bisa dibenarkan.
Dalam Uqud al Lijain Imam Nawawi mengutip hampir 100 hadits salah
Diantara haknya adalah andaikan hidung suami mengalir darah atau nanah
lalu istrinya menjilatinya dengan lidahnya, ia belum memenuhi hak
suaminya. Kalau manusaia boleh bersujud pada manusia, niscaya akan
juperinyahkan wanita itu untuk bersujud kepada suaminya (An Nawawi,
2000; 82-83).
41
Para pemerhati perempuan muslim Indonesia meneliti terhadap 100 hadis
yang dinukil Imam Nawawi. Terhadap hadis di atas, ditemukan bahwa hadis
tentang sujud sebagaimana tersebut di atas adalah hadis da`if yang tidak sah
menjadi landasan hukum. Namun demikian, hadits ini relatif populer di kalangan
masyarakat dan sering menjadi rujukan bagi legalitas secara teologis kewajiban
ketaatan istri terhadap suami, bahkan dalam buku-buku terbaru akhir-akhir ini.
mutawatir dan ijma`; tidak bertentangan dengan amalan kebiasaan ulama salaf;
tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti; tidak bertentangan dengan
hadis ahad yang kualitasa ke-sahih-annya lebih kuat (Syuhudi Ismail, 1995: 126).
Hadis tentang keharusan istri untuk sujud menghamba pada suami tidak
memenuhi kreteria diatas, dengan demikian hadis tersebut benar-benar da`if dan
dari segala bentuk penindasan, baik atas dasar etnik, ras, agama, maupun gender.
tuntas kentalnya budaya patriarkhi. Sebab, setelah para Nabi wafat, berangsur-
42
Ketika budaya patriarkhis masih kuat menguasai relasi suami istri pada
maka sesungguhnya tidak berangkat dari Islam, sebab pola relasi yang
sesuai dengan esensi dan kekuatan Islam yang terletak pada wataknya yang
termasuk wilayah seksual. Oleh karena itu maka relasi suami istri yang dibangun
43
BAB III
Luas wilayah Cabean kurang lebih 17 (tujuh belas) Ha, terdiri dari:
(sembilan) Ha. Secara administratif, dusun Cabean terbagi menjadi dua (2)
Rukun Warga (RW), yaitu RW 1 terdiri dari lima (5) RT dan RW 14 terdiri
dari enam (6) RT. Adapun yang menjadi konsentrasi penelitian hanya pada
(seratus sembilan puluh delapan) orang, terdiri dari 81 (delapan puluh satu)
44
laki-laki dan 117 (seratus tujuh belas) perempuan. Penduduk beragama Islam
berjumlah 171 (seratus tujuh puluh satu) orang dan non Islam 27 (dua puluh
Tabel 1
KOMPOSISI JUMLAH PENDUDUK ISLAM
WILAYAH CABEAN RT 05 RW 01
171
tujuh) keluarga Islam atau 47 (empat puluh tujuh) istri yang bisa dijadikan
TABEL II
1 Masjid 1
2 Mushola 1
3 Gereja -
4 Kuil -
5 Wihara -
Jumlah 2
e. Kegiatan TPQ sore hari yang diikuti oleh anak-anak setiap Senin, Rabu,
dan Sabtu.
Tahun baru Islam (Asura), Maulud Nabi, Isro` Mi`roj, Nuzulul Qur`an.
g. Pawai ta`aruf dalam rangka Tahun Baru Islam, Takbir Keliling dalam
46
adalah hasil swadaya masyarakat. Adapun lembaga pendidikan yang ada di
TABEL III
1 PAUD 1
2 Taman Kanak – Kanak 1
3 SD / Madrasah Ibtidaiyah -
4 SMP / MTs 2
5 Pesantren 1
6 TPQ 1
Jumlah 6
pada suami antara doktrin dan tradisi, penulis mengadakan wawancara langsung
dengan 4 (empat) orang yang telah dipilih menjadi sampel, yaitu: Inayati (Ina),
Sutinah (Sth), Hikmi Yusnita (Hik), Siti Juwariyah (Stj). Profil selengkapnya
47
Tabel IV
DATA RESPONDEN
PENGHAMBAAN ISTRI TERHADAP SUAMI
ANTARA DOKTRIN DAN TRADISI
membantu ?
dalam keluarga ?
48
7. Dalam kondisi capek dan kelelahan, sedang suami berkeinginan untuk
8. Dalam tradisi Jawa, ada ungkapan bahwa istri adalah konco wingking yang
batas wilayahnya: masak, macak dan manak. Bila ibu setuju, apa alasannya ?,
9. Dalam tradisi Jawa, ada juga ungkapan swargo nunut neroko katut,
10. Ketika suami melanggar syari`at, misal: mabuk, judi, tidak setia pada istri,
ada kewajiban bagi istri untuk tetap taat dan patuh pada suami ?
11. Menurut pendapat ibu, bagaimana idealnya pola hubungan suami-istri itu
dibangun ?
12. Dalam masyarakat, ajaran kataatan terhadap suami ada yang bersumber pada
doktrin (agama) ada pula yang dari tradisi. Nilai atau ajaran manakah yang
mau digunakan ?
13. Dalam ajaran Islam ada dan dikenal istilah penghambaan istri kepada suami.
Setujukah anda ?
Tabel V
DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN RESPONDEN
TENTANG PENGHAMBAAN ISTRI PADA SUAMI
ANTARA DOKTRIN DAN TRADISI
1 Apakah ibu biasa Ina: Ya. Hal itu saya kerjakan hampir
mengerjakan pekerjaan setiap hari. Mengabaikannya adalah
49
rumah tangga, seperti: dosa.
menyiapkan makanan, Sth: Biasa mengerjakan pekerjaan tersebut
mencuci pakaian, bersih- setiap hari. Dosa bila
bersih rumah, mengasuh mengabaikannya.
anak ? Bagaimana kalau Hik: Kadang-kadang, karena saya bekerja
seorang istri mengabaikan dan lokasi kerjanya jauh. Jadi pagi
pekerjaan tersebut ? sudah berangkat, sehingga sebagian
pekerjaan rumah dikerjakan orang
tua, karena saya masih tinggal
bersama. Tidak boleh diabaikan
Stj: Kalau kondisi sehat, semua dilakukan
sendiri. Kalau kurang sehat dibantu
suami dan orang lain. Dosa besar bila
istri mengabaikannya.
50
banyak diasuh oleh bapak dan ibu
saya. Ketika sudah pulang kerja saya
juga mengasuhnya. Karena suami di
luar kota, maka kurang banyak
mengasuh. Tapi ketika suami pulang,
ikut sedikit membantu.
Stj : Diasuh bersama-sama.
7 Dalam kondisi capek dan Ina: biasanya saya menolak, dan suami
kelelahan, sedang suami memaklumi dan bisa
berkeinginan untuk menerima.hukumnya dosa, maka
berhubungan badan, perlu minta maaf.
bagaiamana sebaiknya istri Sth: Menolak dengan mengatakan
bersikap? Bagaimana bila keadaan yang sesungguhnya, misal,
istri menolak ? capek. Tapi kalau pas enak badan
tidak menolak. Merasa bersalah dan
minta maaf.
Hik: Menolak dengan mengatakan mau
tidur dulu. Kalau rasa capek sudah
hilang, kegiatan itu bisa dilaksanakan.
Hakekatnya berdosa.
Stj: Menolak langsung tidak pernah,
biasanya saya bilang capek. Tetapi
suami biasanya sudah bisa membaca
gerak tubuh saya antara capek dan
51
tidak, dan suami bisa memaklumi itu.
Pada pagi harinya saya mohon maaf,
karena tidak bisa melayani. Berdosa,
dan dilaknat Tuhan.
8 Dalam tradisi Jawa, ada Ina: Setuju, karena terkadang wanita harus
ungkapan bahwa istri seperti itu. Tidak setuju, sebab tidak
adalah konco wingking semua wanita harus seperti ituJadi
yang batas wilayahnya: bisa dedepan juga bisa di belakang.
masak, macak dan manak. Sth: Tidak setuju, buktinya saya punya
Bila ibu setuju, apa anak dua (2), dandan juga kalau pas
alasannya ?, bila menolak pergi, kalau masak setiap hari.
apa alasannya ? Hik: Setuju, karena itu kodrat wanita.
Menolak, karena istripun ingin
mengembangkan ilmu dan kreatifitas
serta bekerja agar mendapat wawasan
baru dan mendapat teman baru.
Stj: Kodrat perempuan memang begitu.
Tetapi tidak mesti seperti itu.
52
untuk gugat cerai di pengadilan.
53
BAB IV
tanggung jawab perempuan sebagai istri, oleh karena itu mereka berusaha
Semua pekerjaan rumah tangga menjadi ringan karena dibantu suami, anak
yang sudah besar dan keluarga dekat. Semua istri juga berpendapat bahwa
rela, pekerjaan rumah tangga diambil alih kedua orang tuanya karena ia
bekerja di luar daerah (Magelang) yang jaraknya cukup jauh. Sedang suami
pekerjaan rumah tangga hanya pada hari libur, begitu pula suaminya. Namun
54
pada prinsipnya ia tetap setuju bahwa pekerjaan rumah tangga adalah kodrat
Anak adalah amanah Allah untuk kedua orang tuanya maka mengasuh
dalam penelitian ini mendapat jawaban diasuh bersama. Namun bila diteliti
ketika kedua anaknya masih balita, antara jam enam (6) pagi sampai jam tiga
(3) sore ia titipkan pada saudara dekatnya karena ia dan suaminya bekerja di
perusahaan. Pada sore hari baru ada kebersamaan antara suami, istri dan
anak. Mulai sore hari itulah ada kebersamaan untuk mengasuh anak hingga
esok hari. Demikian pula dengan ibu Hikmi, PNS bekerja di luar daerah,
karena masih tinggal bersama orang tua, maka anaknya yang masih balita
diasuh oleh kedua orang tunya. Pada sore hari, sepulang kerja baru bisa
dua minggu sekali, terkadang juga satu bulan sekali, karena suami bekerja di
Ibu Inayati memiliki dua (2) anak bekerja sebagai pembantu rumah
tangga yang jaraknya kurang lebih seratus meter dari rumahnya. Ketika
55
sedang suaminya bertani di wilayah setempat, waktunya kerjanya bisa diatur
sedemikian rupa dan tidak kaku, maka keduanya memiliki waktu cukup untuk
ibu Siti Juwariyah, karena ia dan suaminya bekerja mengajar dan mengasuh
santri di lokasi yang sama. Mengenai kedekatan anak dengan orang tua,
seksual suami dengan baik, karena secara syar`i merupakan kewajiban bagi
seorang istri, dan penolakan terhadap keinginan suami adalah perbuatan dosa.
badan, kelelahan karena kerja, sakit; para istri menolak melayani kebutuhan
sesungguhnya, misal, capek, sakit, tidak enak badan, atau dengan bahasa
Realitas ini bisa dilihat, misalnya pada ibu Siti Juwariyah, ia menolak
pada pagi harinya minta maaf karena tidak bisa melayani keinginan suami,
dan suami bisa menerimanya. Sedang ibu Hikmi, bila dalam kondisi capek
menolak keinginan suami dengan mengatakan “ingin tidur dulu” dan bila
56
penelitian ini, para istri yang melakukan penolakan, selalu mengikutinya
dengan permintaan maaf, dan para suami bisa menerima dan memakluminya.
adalah bentuk penebusan dosa pada suami. Dengan demikian penolakan yang
perbuatan dosa. Dengan kata lain, melayani kebutuhan seksual adalah bagian
Dalam Islam salah satu tanggung jawab suami adalah memberi nafkah
kepada istri. Tanggung jawab itu timbul sebagai konsekuensi dari adanya
tanggung jawab suami dikenal dengan Angayani (memberi nafkah lahir dan
57
bekerja karena penghasilan suaminya tidak cukup untuk menopang
kebutuhan keluarga.
kompensasi finansial. Hal ini juga berlaku pada ibu Hikmi yang bekerja
Jawa bahwa istri adalah konco wingking yang batas wilayahnya: masak,
macak dan manak, sebab realitasnya para istri bisa tampil ke depan bekerja di
suami adalah swargo nunut neroko katut. Terhadap tradisi tersebut sebagian istri
tidak setuju, sebab nilai ibadah tanggungjawab pribadi. Apa yang dilakukan istri
menurut ibu Inayati, ungkapan tersebut ada benarnya, maka suami harus
berperilaku baik dan menarik sehingga bisa diikuti istri dan anggota keluarga.
Begitu pula ketika suami melanggar syari`at, misal: mabuk, judi, tidak
setia pada istri, maka istri wajib mengingatkannya. Bila tidak ada perubahan,
maka ibu Hikmi, dan Juwariyah sepakat untuk tidak mentaatinya. Sedang ibu
Inayati, ibu Sutinah, akan tetap taat dan patuh sambil terus berikhtiar
mengingatkan. Sedang pola hubungan suami-istri yang baik menurut para istri
dalam penelitian adalah ada rasa kasih sayang dan saling mengingatkan;
58
mengusahakan selalu ada komunikasi, saling percaya, dan terbuka. Bila berbeda
pendapat harus berfikir sehat, tidak boleh egois, harus ada yang mengalah demi
para istri, tidak setuju. Ketaatan adalah istilah yang lebih pas dan manusiawi
dalam praktek relasi suami istri. Penghambaan hanya pantas dilakukan oleh
manusia terhadap Tuhan Sang Maha Pencipta. Adapun tata nilai dalam ketaatan
terhadap suami, ibu Hikmi, dan ibu Juwariah memilih agama sebagai sumber
rujukan, sebab menurut mereka dalam ajaran agama, semuanya sudah jelas,
disamping itu dalam agama juga ada fleksibilitas. Sedang ibu Inayati dan ibu
Sutinah memilih memilih memadukan antara doktrin dan tradisi sebagai sumber
rujukan, sebab dalam agama dan tradisi sama-sama mengajarkan nilai kebajikan.
diakibatkan oleh latar belakang pendidikan para istri atau mungkin latar belakang
Beberapa masalah yang mendapat tanggapan sama dari para istri adalah
sebagai berikut :
kodrat, kewajiban dan tanggungjawab istri. Realitas ini bisa diterima oleh
59
suami, anak serta orang tua yang tinggal dalam satu rumah. Karena bagian
2. Dalam kondisi capek, lelah karena kerja, tidak enak badan, semua istri
Mereka menyadari bahwa perbuatan ini adalah dosa dan tidak terpuji, oleh
karena itu penolakan yang dilakukan istri selalu diikuti permintaan maaf
terhadap suami.
3. Para istri juga berpendapat sama dalam hal istri berpartisipasi mencari
bahwa ia bekerja sebagai bentuk darma bakti dan ekplorasi atas kemampuan
4. Tradisi Jawa yang menggiring istri menjadi konco wingking juga mendapat
respon yang sama, yakni ditolak, sebab pada kenyataan para istri juga bisa
Beberapa hal yang mendapat tanggapan berbeda dari para istri dapat
istilah ketaatan. Sedang ibu Inayati, ibu Sutinah, dan ibu Juwariyah, bisa
menerima istilah penghambaan istri terhadap suami, karena tugas istri adalah
60
menghamba terhadap suami. Istri juga harus mengikuti yang menjadi
Mengenai nilai rujukan ketaatan pada suami ibu Hikmi dan ibu Juwariyah,
memilih norma agama sebagai rujukan ketaatan terhadap suami. Sedang ibu
Inayati dan ibu Sutinah memilih norma agama dan tradisi sebagai rujukan
Menanggapi masalah suami melanggar syariat, para istri yang terdiri dari ibu
Hikmi, dan ibu Juwariyah, menolak taat pada suami. Sedang ibu Sutinah, ibu
tetap taat meskipun suami melakukan pelanggaran syariat. Sikap tetap taat
Menanggapi ungkapan tradisi Jawa tersebut para istri yang terdiri ibu Hikmi
menolak ungkapan tersebut. Menurut mereka urusan surga dan neraka dan
suami dan beberapa nilai yang melingkupinya baik yang diterima maupun ditolak
61
serta mengemukakan beberapa persamaan dan perbedaannya, dalam analisis
1. Faktor pendidikan.
terdiri dari lulusan SD, SLTP, SLTA, dan S.1. Perbedaan latar belakang
kebutuhan seksual suami. Ibu Inayati yang berpendidikan SD, ibu Sutinah
62
berbeda-beda, tetapi substansinya sama, yaitu bahwa melakukan pekerjaan
perbedaan jenis kelamin pemberian Tuhan yang tak bisa diubah, dan
terdapat penis dan memproduksi sperma. Pada perempuan ada rahim, vagina,
dan payudara. Oleh karena itu perempuan bisa mengandung, melahirkan dan
memiliki akal lebih rasional, dan perkasa. Sementara perempuan lembut dan
Tuhan, tetapi dibentuk dan diciptakan oleh suatu budaya masyarakat. Dalam
perempuan. Sebaliknya ada pula laki-laki yang emosional dan lemah lembut.
berstatus sebagai tenaga pengajar dan pegawai negeri sipil. Realitas ini
63
pola pergaulan dan pembagian kerja diskriminatif antara laki-laki dengan
lebih luas. Dalam konteks ini, untuk yang berpendidikan S.1. semestinya,
dalam penelitian ini, diantaranya: ia akan taat pada suami meskipun suami
neroko katut. Fenomena ini juga nampak pada ibu Juwariyah yang pernah
istri terhadap suami, serta menerima ungkapan tradisi Jawa swargo nunut
64
neroko katut. Ia menerima dua tradisi tersebut, karena keduanya diajarkan
2. Faktor Lingkungan.
karena dalam keluarga itulah tempat pertama kali seseorang berinteraksi dan
nunut neroko katut, menolak taat pada suami yang melanggar syariat, serta
ungkapan tradisi Jawa swargo nunut neroko katut, tetap taat pada suami yang
melanggar syariat, dan mengambil nilai tradisi dan agama sebagai dasar
65
cermin kelemahan dan minimya pemahaman sebagai akibat dari pendidikan
maksiat, menerima ungkapan tradisi Jawa swargo nunut neroko katut. Ia juga
sosiologis dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi keluarga adalah fungsi
66
pembahasan fiqih ibadah, pahala dan dosa, syurga dan neraka, serta kurang
Sesekali juga ada pengajian umum dalam rangka memperingati hari besar
perempuan dengan segala dinamikanya atau pola relasi suami istri dalam
maka pembahasanya tidak tuntas, oleh karena itu kurang dirasa ada
pengaruhnya
nilai-nilai kebaikan, baik yang bersumber dari agama maupun tradisi, sebab
modernitas dalam berumah tangga, serta jauh dari nilai penghambaan. Nilai
anak, melayani suami. Nilai doktrin menjadi nampak lebih kuat sebagian istri
67
menolak taat ketika suami melanggar syariat, atau mengingatkan suami agar
tidak melanggar syariat. Nilai tradisi ditunjukkan para istri dengan menerima
masak, macak, manak sebagai kodrat bagi perempuan. Sedang nilai kemoderenan
serta menolak keinginan suami berhubungan badan karena capek yang dalam
sebagian istri terhadap tradisi swargo nunut neroko katut serta penolakan peran
serta wacana gender yang selalu dipompakan oleh berbagai media (misalnya:
kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam segala bidang. Perilaku demikian telah
ditunjukkan para istri disamping berperan sebagai ibu rumah tangga juga
mengasuh anak, tidak hanya dikerjakan oleh istri, tapi dikerjakan bersama suami-
istri. Begitu pula dengan kesanggupan istri bekerja, baik di rumah maupun di luar
dalam pergaulan, pekerjaan, dan rumah tangga, serta menafikan tradisi bahwa
wilayah perempuan adalah di dalam rumah dan wilayah laki-laki di luar rumah.
dan keseimbangan”. Prinsip ini sesuai dengan esensi dan kekuatan Islam yang
68
terletak pada wataknya yang ”liberatif, progresif dan humanis” yakni persamaan
dalam semua wilayah, termasuk wilayah seksual. Oleh karena itu maka dasar
relasi suami istri yang dibangun Islam adalah mu`asyarah bi al-ma`ruf dan
Kajian lebih mendalam tentang kodrat dan gender, sikap terbuka dan
rasional, diikuti pemahaman terhadap firman dan nilai teologi kontekstual, akan
terhadap manusia, meskipun itu adalah istri terhadap suami. Meskipun demikian,
dipahami maupun tidak, apa yang telah dilakukan para perempuan dalam
penelitian ini, pola relasi suami istri yang dibangun, sudah sedikit menyentuh
dan humanis, jauh dari nilai-nilai dan perilaku penghambaan dan sangat pantas
mendapat apresiasi.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dari Bab I sampai Bab IV maka
doktrin, dan tradisi. Para istri yang melakukan penghambaan terhadap suami
atas dasar doktrin berjumlah 1 (satu) orang (ibu Hikmi Yusnita). Sedang para
berjumlah 3 (tiga) orang (ibu Inayati, ibu Sutinah, ibu Siti Juwariyah).
B. Saran
70
1. Kaum perempuan disamping menjadi warga masyarakat, ia adalah seorang
dan keluarganya jauh dari nilai dan tindakan yang menjurus pada
adalah guru utama dan pertama bagi anak-anaknya, maka ia tidak boleh
perspektif hukum agama maupun hukum negara sangat rendah. Hal ini
dalam rumah tangga baik fisik maupun psikhis. Oleh karena itu, maka para
penting karena tatanan masyarakat yang baik hanya akan terwujud dari
dan gender. Kesalahan mengakibatkan carut marut dan silang sengketa yang
berdampak kurang baik terhadap suami istri ketika hendak berperan dalam
71
nilai-nilai kesetaraan, kebebasan, dan keseimbangan, dalam bingkai nilai
sosial keagamaan yang benar melalui forum Dasa Wisma, PKK, Pengajian,
C. Penutup
Untuk menambah lebih baik dan bobot tulisan ini, maka peneliti berharap saran,
masukan, dari para pembaca. Peneliti berbangga hati, karena tema tersebut sangat
Peneliti juga berbagga hati dan berterima kasih apabila pembahasan ini
dibaca orang banyak, karena peneliti yakin pembaca juga akan mendapat
keterlambatan tugas akhir ini, dan semoga bermanfaat bagi peneliti, teman-
72
DAFTAR PUSTAKA Studi dan Pengembangan
Perempuan dan Anak (LSPPA),
Wawancara dengan Ibu Hikmi Wawancara dengan Ibu Siti Juariyah, S.Ag.
warga RT 05 RW 01 Cabean Pengasuh Pondok Pesantren Yasinta
Lampiran 3.
Anita Yohanna
Lampiran 4
KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI`AH
Jl. Nakula Sadewa V No. 9 Telp. (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50712
Website : www.iainsalatiga.ac.id Email : administrasi@iainsalatiga ac.id
Lembar
Konsultasi Skripsi