Skripsi
Oleh:
SITI RACHMAH
NIM: 110044100023
KONSENTRASI PERADILANAGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan
namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dan tidak sedikit
hambatan, cobaan dan kesulitan yang di temui. Banyak hal yang tidak dapat di
skripsi ini.
Untuk itu penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga
1. Dr. Asep Saepudin jahar MA.Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
2. Kamarusdiana, S.Ag, M.H. dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag. Ketua dan Sekretaris Prodi
Hukum Keluarga.
3. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. Sebagai dosen pembimbing yang begitu perduli
dan senantiasa meluangkan waktu serta telah banyak memberikan berbagai saran,
iv
4. Seluruh staf pengajar bapak dan ibu dosen lingkungan Fakultas Syariah dan
Jakarta dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
skripsi ini.
6. KH. Tajudin HM, dan Kepada Penghulu KUA Kecamatan Koja Jakarta Utara
bapak H. Halimi,S.Ag dan bapak Acep Budairi, S.Ag sebagai nara sumber yang
MA Sufiyan Tsauri dan Ibunda Hj. Rosmiyati yang telah memberikan banyak
bantuan terutama dari segi keuangan dan dukungan, terima kasih juga atas do’a
dan pengorbanan kalian yang tak terhingga serta senantiasa memberi semangat
tanpa jemu hngga ananda dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri
skripsi ini Tiada kata yang pantas selain ucapan do’a, sungguh jasamu tiada tara
8. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang juga ikut andil memberikan motivasi
kepada penulis, terima kasih juga kepada Calon Imamku Hamdan Abdillah Nur
v
yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan selalu meluangkan waktunya
angkatan 2010 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu khususnya
Sahabat baikku Nurkhofifah Syarif dan Siti Nurjannah, terima kasih banyak atas
bantuan dan semangat serta inspirasinya, kalian banyak membantu penulis selama
10. Seluruh pihak/instansi terkait yang tidak penulis sebutkan yang ikut andil dalam
SWT sebagai amal untuk bekal di akhirat nanti, Aamiin Ya Rabbal Alamin
Siti Rachmah
vi
ABSTRAK
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
vii
BAB III STATUS HUKUM KAWIN HAMIL DAN PERWALIAN.... 28
HAMIL......................................................................................... 41
E. Analisi Penulis.......................................................................... 55
BAB V PENUTUP.................................................................................... 59
A. Kesimpulan................................................................................ 59
B. Saran .......................................................................................... 60
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
ciptakan oleh Allah bukan tanpa tujuan, tetapi di dalamnya terkandung rahasia yang
ghalizan), ikatan yang suci (transenden), artinya perjanjian yang mengandung makna
magis, suatu ikatan bukan saja hubungan atau kontak keperdataan biasa, tetapi juga
hubungan yang menghalalkan terjadinya hubungan badan antara suami istri sebagai
penyalur libido seksual manusia yang terhormat, oleh karena itu hubungan tersebut
dipandang sebagai ibadah. 2 Di dalam perkawinan ada akad nikah sebagai suatu
perjanjian yang kokoh dan suci. Karena itu, setiap pihak yang terlibat didalamnya di
Islam sebagai agama telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci
keluarga kehidupan masyarakat yang teratur yang diliputi suasana damai. Karena
1
M.Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta:Siraja,2003),cet.
Ke-1,h. 225-226.
2
Yayan Sopyan,Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional), (Tanggerang selatan:UIN Syarif Hidayatullah,2011),cet-1,h. 127.
1
2
telah diadakannya jalan yang mulia untuk meyalurkan keinginan seksual , maka
dilaranglah segala cara yang tidak sah dan dilarang menggerakan nafsu birahi dengan
cara apa saja , agar nantinya tidak menyimpang dari jalan yang sah. Oleh sebab itu ,
dilarang pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat pada
ikatan perkawinan. Sehingga dapat dicegah segala faktor yang dapat melemahkan
benci Allah karena dalam zina terkandung maksud mencari kelezatan semata, dan
membebaskan diri dari segala resiko yang timbul daripadanya. Ini tentu saja
bertentangan dengan rasa cinta dan kewajiban. Selama laki-laki dan wanita
membutuhkan cinta dan kewajiban untuk saling menolong dalam kehidupan dan
tujuan itu.
menodai makna dan tujuan dari perkawinan itu sendiri dengan melakukan zina atau
berhubungan seks di luar nikah yang berakibat pada rusaknya sebuah perkawinan
luar nikah yang terjadi di KUA Kecamatan Koja dari jumlah 100 perkawinan tersebut
permasalahan baru yaitu dengan status anak mereka yang dapat menimbulkan
perselisihan dalam lingkungan masyarakat pada umumnya ataupun para ahli hukum
mengenai status anak tersebut sah atau tidak sahnya perkawinan tersebut
dilaksanakan.
kaidah-kaidah moral, agama, dan etika sehingga tanpa ketelitian terhadap perkawinan
dalam pasal 53 ayat (1) “Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan
dengan pria yang menghamilinya”. Ayat (2) “Perkawinan dengan wanita hamil yang
di sebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran
anaknya”. Ayat (3) “ Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil
tidak di perlukan perkawinan ulang setelah anak yang di kandung lahir”. Selain itu
untuk mengetahui status hukum anak yang lahir sebagai akibat perzinaan, yaitu hanya
diakui oleh hukum Islam mempunyai kekerabatan dengan ibu yang melahirkannya
Perbedaan pendapat ulama mengenai pria yang kawin dengan wanita yang
dihamili oleh orang lain yakni, menurut Imam Abu Yusuf mengatakan, keduanya
tidak boleh dikawinkan sebab bila dikawinkan perkawinannya itu batal (fasid),
perkawinannya itu sah, tetapi haram baginya bercampur selama bayi yang
dikandungnya belum lahir, sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i
berpendapat bahwa perkawinan itu dipandang sah , karena tidak terikat dengan
perkawinan orang lain ( tidak ada masa i‟ddah) wanita itu boleh juga di campuri,
karena tidak mungkin nasab (keturunan) bayi yang dikandung itu ternodai oleh
sperma suaminya, sedangkan bayi tersebut bukan keturuan orang yang mengawini
Kebolehan wanita hamil melakukan perkawinan seperti pasal 53 ayat 1,2 dan
3 dalam kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan wanita hamil maka muncul
masalah penting yakni pada penentuan nasab anak yang dilahirkan. Istilah Nasab
berasal dari Bahasa Arab yang berarti kerabat, sebagian ahli bahasa
hubungan yang ada dalam keluarga. Namun Ibnu abidin menegaskan bahwasannya
sebab anak yang dilahirkan di luar nikah perlu di akui oleh ayah dan ibunya supaya
ada hubungan hukum, karna kalau tidak ada pengakuan maka tidak dapat hubungan
hukum, jadi meskipun seorang anak itu jelas dilakukan oleh seorang ibu ,ibu
5
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Bogor; Kencana, 2003), h. 125-127.
6
Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arobi, (Beirut : Dar-Shadir,1994), jilid 1, h., 755
7
Ibnu Abidin, Radd Al-Mukhtar ‘ala Al-Daar Al-Mukhtar ; Hasyiyah Ibn ‘Abidin, (Beirut;
Daar Ihya Al-Turats Al_Arabi, 19870, juz II, cet II, h., 623
5
ituharusdengan tegas mengakui anak itu , kalau tidak maka tidak ada hubungan
perkawinan, karena dengan adanya kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah
kesunyian. 9 Dalam Islam sendiri nasab menjadi masalah yang sangat penting dan
kekerabatan antara seseorang anak dengan ayahnya hanya terbentuk dengan tiga cara,
yakni melalui pernikahan yang fasid, dan melalui hubungan badan secara syubhat.
Sedangkan hubungan kekerabatan atau nasab seorang anak dengan ibunya dapat
terbentuk melalui proses persalinan atau kelahiran. Baik kelahiran tersebut bersifat
syar‟i maupun tidak. Maksudnya sekalipun anak itu lahir akibat zina, tetap
Anak luar nikah menerima warisan yang tidak baik dari perbuatan dua insan
yang bersalah itu. Ia menjadi korban karena sesuatu yang ganjil dan tidak biasa, ia
terima secara ganjil dan tidak biasa pula dan masyarakat pun menerimanya secara
ganjil dan tidak biasa juga. Masyarakat mempunyai pandangan tersendiri di dalam
segala hal, baik yang baik apalagi yang buruk. Anak ini sebenarnya tidak bersalah,
tidak berdosa dan tidak bernoda, sebab seluruh kesalahan yang berlaku adalah dari
dua insan yang berlainan jenis yang melakukan kesalahan itu. Dua insan inilah yang
berdosa, ternoda dan bersalah. Merekalah yang bertanggung jawab dan mereka
pulalah yang menerima ganjaran atas perbuatan mereka. Akan tetapi dengan adanya
anak yang lahir diluar perkawinan yang sah sering mendapat tempat yang tidak layak
yang sah, dimana anak tersebut di anggap sebagai anak yang terbuang sehingga hak
Memang status anak ini tidak dapat dikatakan secara hukum Islam mempunyai
ibu, bapak, sebab tidak mempunyai dasar yang sah semenjak mulanya bahkan di
dasarkan kepada sesuatu yang tidak dapat dibenarkan bahkan melanggar peraturan
yang ada sanksi hukumnya. sesuatu yang berdasarkan kepada yang bathil maka
bathil pulalah hukumnya. Anak ini ialah manusia biasa dan normal serta ia memiliki
hak hidupnya yang sama dengan manusia lainnya, hanya saja ia kehilangan hak
lainnya seperti hak perwalian dalam perkawinan , sebab ia tidak mempunyai bapak
yang sah.11 Sedangkan dalam hukum Islam sahnya suatu perkawinan adalah dengan
terpenuhinya rukun dan syarat-syaratnya. Dalam kaitannya dengan rukun nikah wali
11
Fuad Mohd.Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam, (Jakarta pusat; CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1991).
12
Hasanudin Af, Perkawinan dalam Perspektif Al-Quran (Jakarta; Nusantara Damai Press,
2011). h.20
7
Apabila dalam satu kasus yang lahir akibat dari perbuatan zina (diluar
perkawinan) tersebut adalah wanita dan setelah dewasa anak tersebut akan menikah,
maka ayah/bapak alaminya (genetiknya) tidak berhak atau tidak sah menjadi wali
Islam ; „‟ Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus di penuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.” Dan pasal 20 ; “(1)
Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat
hukum Islam yakni, muslim, aqil dan baligh. (2) Wali nikah terdiri dari wali nasab
lebih mengetahui Hukum menikahi wanita hamil dan status anak yang terlahir di luar
perkawinan yang sah karna anak yang diluar perkawinan ini sering mendapat tempat
yang tidak layak di dalam masyarakat sebagaimana anak sah dan masih banyaknya
masyarakat yang beranggapan sebagai anak yang terbuang sehingga hak-hak yang
Jakarta Utara)”
1. Batasan Masalah
8
Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penulis hanya
membatasi pada masalah hukum menikahi wanita hamil dan dampaknya bagi
perwalian anak hasil dari wanita hamil diluar pernikahan yang sah.
2. Perumusan Masalah
Menurut Kompilasi Hukum Islam “Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat
dikawinkan dengan pria yang menghamilinya”, namun pada kenyataannya masih ada
wanita hamil di luar nikah yang di nikahi oleh seorang laki-laki yang bukan
menghamilinya.
Dari rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
2. Bagaimana hukumnya jika yang menikahi wanita itu bukan laki-laki yang
2. Untuk mengetahui hukumnya apabila terjadi yang menikahi wanita hamil itu
3. Untuk mengetahui tentang perwalian dan status hukum anak yang dilahirkan
Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau
pedoman bagi para ahli hukum Islam dan masyarakat luas dalam rangka
penyelesaian dari masalah pernikahan wanita hamil dan status anak yang lahir dari
wanita yang hamil di luar perkawinan, yang mana untuk meletakkan status anak
ataupun kedudukan anak-anak itu pada tempat yang sebenarnya yang tentunya
Siti Sunnatil mahmudah dengan judul skripsi mengenai Nasab Anak Wanita Hamil
Diluar Nikah Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam, yang mana
skripsi ini membahas tentang status kedudukan anak di lihat dari Hukum positif dan
terhadap kawin hamil dan akibatnya terhadap perwalian anak yang lahir di luar nikah.
Lisa Mariyani dengan judul skrispi mengenai Status Hukum Kawin Hamil Dalam
membahas mengenai kawin hamil dari perspektif Hukum Islam dan Hukum positif
serta pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga yang mana banyak mengalami
10
perselisihan yang di sebabkan hamil pra nikah. Sedangkan penulis membahas tentang
Pandangan Hukum Islam terhaap kawin hamil dan akibatnya terhadap perwalian anak
E. Metodelogi penelitian
1.Pendekatan
empiris adalah suatu pendekatan yang di gunakan apabila ada perbedaan antara
hukum positif yang tertulis dengan hukum yang hidup di masyarakat, ini merupakan
fakta sosial. 13 Empiris artinya bersifat nyata. Jadi, yang dimaksudkan dengan
pendekatan empiris adalah usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum
yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Jadi,
2. Jenis Penelitian
13
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010). h. 47-48.
14
Mudjia rahardjo, Penelitian Sosiologis Hukum Islam, artikel ini di akses dari
http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/134-penelitian-sosiologis-hukum-islam.html, pada 22
Oktober 2014.
11
memang pada dasarnya sumber data yang hendak digali terfokus kepada studi
pustaka.15
3. Sumber Data
Karena penelitian ini merupakan gabungan antara studi pustaka dan lapangan,
a) Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari beberapa
15
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010). h. 17-18.
16
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). h.
52.
17
Lexy J. Meleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001). h. 18.
12
b) Data sekunder adalah data yang berasal dari bahan pustaka yang berkaitan
dengan pokok bahasan karya tulis ini yaitu mengenai pandangan hukum Islam
menggunakan alat pengumpulan data atau instrument penelitian yakni alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data, agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis
Adapun instrument atau alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
berupa:
tentang objek penelitian yang diteliti, terutama judul yang akan dibahas
18
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). h.
86.
19
Ibid. h. 94.
13
1. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif
menggunakan kualitas objek, artinya bahwa objek yang akan menjadi sumber
tokoh kunci dalam penelitian ini adalah para pelaku kawin hamil.
6. Tehnik penulisan
20
Wachid Setya, Metode wawancara dalam penelitian,artikel di akses dari
http://wachidsetya.blogspot.com/, pada 22 Oktober 2014.
24
Macam-Macam Metode Penelitian, artikel ini di akses dari
http://koffieenco.blogspot.com/2013/08/macam-macam-metode-penelitian.html, pada 22 oktober 2014
14
F. Sistematika penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas terperinci tentang isi skripsi ini,
maka penulisan ini di susun dengan membagi uraian dalam 5 bab dengan sistematika
sebagai berikut;
BAB PERTAMA berisi pendahuluan yang meliputi tentang latar belakang masalah,
BAB KEDUA berisi mengenai perkawinan secara umum meliputi pengertian dan
BAB KETIGA berisi tentang status hukum kawin hamil dan perwalian yang meliputi
pengertian kawin hami, pengertian wali dalam perkawinan, status anak di luar nikah ,
BAB KEEMPAT berisi pemaparan hasil penelitian penulis. Bab ini merupakan bab
yang paling utama dalam penulisan skripsi, membahas dan melakukan analisa
BAB KELIMA berisi penutup, kesimpulan atau ringkasan dari hasil penelitian.
BAB II
A. Pengertian Perkawinan
Kamus Umum Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan (1) perjodohan laki-laki dan
perempuan menjadi suami istri: nikah (2) (sudah) beristri atau berbini (3) dalam
bahasa pergaulan artinya bersetubuh. 22 Selain itu dalam Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, kawin diartikan dengan “menjalin kehidupan baru dengan bersuami atau
“pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan,
saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wath’i). 24 kata “nikah”
sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad
nikah.25
Al-Qur‟an dan Hadits, perkawinan disebut dengan an-nikh dan az-ziwaj atau
az-zawj dan az-zijah. Secara harfiyah an-nikh berarti al-wath’u, adh-dhammu, dan al-
22
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1985 (Jakarta;Balai Pustaka),
h.435.
23
Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (t.t), ( Jakaarta: Citra Media Press), h.
344
24
Abd.Rahman.Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana,2003), h.7
25
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid VII (Beirut: Dar al-Fikr 1989),
Cet. Ke-3, h.29.
15
16
menjumlahkan. Juga bersikap lunak dan ramah.27 Sedangkan al-jam‟u yang berasal
Sebutan lain buat perkawinan (pernikahan) ialah az-zawaj atau az-ziwaj dan
az-zijah. Terambil dari akar kata zaja-yazuju-zaujan yang secara harfiyah berarti
dimaksud dengan az-zawaj atau az-ziwaj disini ialah at-tazwij yang terambil dari kata
26
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Qamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir,1984), h.1671-1672.
27
Ahmad Warson Munawwir, h.887.
28
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Qamus Arab-Indonesia, h.225
29
Ahmad Warson Al-Munawwir, h. 630.
17
“ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Yang Maha Esa. Sampai di sini tegas di nyatakan bahwa perkawinan mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan
Nikah menurut bahasa: al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Makna
nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa
diartikan (wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri definisi yang hampir sama
dengan di atas juga di kemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari
bahasa arab “nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi‟il
Indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah sering juga di pergunakan sebab telah
30
Amir Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
(Jakarta:Kencana ,2004) h.42
31
A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, ( Bandung; Al-Bayan, 1994), cet. Ke-
1, h.118
18
Adapun menurut syara‟, nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan
perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk
membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang
sejahtera. Para ahli fiqh berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara
keseluruhan di dalamnya mengandung kata; inkah atau tazwij. Hal ini sesuai dengan
ungkapan yang ditulis oleh Zakiyah Darajat dan kawan-kawan memberikan definisi
hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau tazwij atau yang semakna keduanya”
Menurut hukum Islam perkawinan yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati
perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
Akad nikah yang dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi kedua
belah pihak (suami istri), dimana status kepemilikan akibat akad tersebut bagi si
lelaki (suami) berhak memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkaitdengan
itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikutioleh lainnya yang dalam fiqh disebut
“Milku al-intifa’’, yaitu hak memiliki penggunaan atau pemakaian terhadap suatu
32
Ibid h.118
33
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Intermasa, 1987), cet.ke-21, h.23
34
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: Pt. Prima heza Lestari, 2005),
Cet-1, h.1
19
35
Abdurrahman,Kompilasi Hukum Islam, h. 114
36
Ibnu Rusyd, Bidayatul al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-fiqr, t.th) jilid
II., h. 2
37
Abdurahman al-jaziry, kitab al-fiqh ‘ala al-madzahib al-arba’ah, (mesir;Dar al-irsyad, t.th)
jilid VII, h. 4
38
Abdurahman al-jaziry, kitab al-fiqh ‘ala al-madzahib, h. 6
20
Terlepas dari pendapat Para Imam mazhab, berdasarkan nash-nash baik Al-
Qur‟an maupun Sunnah (Al-Hadits) Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang
mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun kalau di lihat dari segi kondisi
perkawinan itu dapat di kenakan hukum wajib, sunnah, haram, makru ataupun
mubah.
Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa.
Nikah juga wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan
menyelamatkannya dari perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana
sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal seperti ini maka
nikah lebih baik daripada membujang karena membujang tidak diajarkan oleh Islam.
dan istrinya.
tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga
Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbiratul ihram untuk shalat. Atau
sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
membasuh muka untuk wudu dan takbiratul ihram untuk sholat. Atau adanya
1) Mempelai laki-laki
2) Mempelai perempuan
39
Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana 2003) h. 16
40
Tihami, Fiqih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, h.12
22
3) Wali
1) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak
3) Jelas orangnya
41
Ibid h.12
42
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta: Kencana 2003) h.47
43
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta: Kencana 2003) h..47
23
1) Laki-laki
2) Baligh
3) Waras akalnya
4) Tidak dipaksa
5) Adil, dan
1) Laki-laki
2) Baligh
3) Waras akalnya
4) Adil
yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan duniawi dan ukhrowi. Dengan
pengamatan sepintas lalu pada batang tubuh ajaran fiqh, dapat dilihat dari empat garis
44
Ibid h.47
24
penataan itu yakni ; a) Rub’ al-ibadat, yang menata hubungan manusia selaku
dengan lalu lintas pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya
yang sah, keabsahan anak keturunan yang di akui oleh dirinya sendiri,
untuk itu. Anak merupakan buah hati dabn belahan jiwa. Banyak orang yang
sayangnya
berhubungan antara pria dan wanita, sebagaimana firman Allah SWT pada
45
Tihami, Fiqih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, h.15
25
menyalurkan cinta dan kasih sayang di kalangan pria dan wanita secara
harmonis dan tanggung jawab. Namun, penyaluran cinta dan kasih sayang
awab yang layak, karena di dasarkan atas kebebasan yang tidak terikat oleh
satu norma.46
kerusakan diri sendiri ataupun orang lain bahkan masyarakat, karena manusia
46
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,h. 15
26
halal
agama. 47
E. Hikmah Dalam Perkawinan
bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah
pernikahan adalah;
a. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan
dan memuaskan naluri seks, dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi
tenang , mata terpelihara dari yang melihat yang haram dan perasaan
47
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap,h.15
27
48
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Lengkap, h.19-20
28
BAB III
Kawin hamil ialah kawin dengan seseorang wanita yang hamil di luar nikah,
baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki bukan yang
menghamilinya 49 . Oleh karena itu, masalah kawin dengan perempuan yang hamil
diperlukan ketelitian dan perhatian yang bijaksana terutama oleh pegawai pencatat
nikah. Hal itu, dimaksudkan adanya fenomena sosial mengenai kurangnya kesadaran
(1) Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan
Selain itu, hukum kawin dengan wanita yang hamil diluar nikah, para ulama
49
Abdur Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, ( Bogor; Kencana, 2003) h.124
50
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika,2007), h.45
28
29
suami istri, dengan ketentuan bila si pria itu yang menghamilinya dan
dan boleh pula bercampur dengan ketentuan bila telah bertaubat dan
perbuatan mereka yang memahami “larangan menikahi pezina” yang terdapat dalam
Maksud ayat ini ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang
lihat dari KHI, penyelesainnya jelas dan sederhana cukup dengan satu pasal dan tiga
ayat. yang menikahi wanita hamil adalah pria yang menghamilinya, hal ini termasuk
51
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995),
cet, ke-1, h.96-99
30
pembolehan pernikahan wanita hamil ini di maksud kan untuk memberi perlindungan
kepastian hukum kepada anak yang ada dalam kandungan, dan logikanya untuk
Selanjutnya , mengenai pria yang kawin dengan wanita yang di hamili oleh
1. Imam Abu Yusuf mengatakan, keduanya tidak boleh dikawinkan. Sebab bila
itu sah, tetapi haram baginya bercampur selama bayi yang dikandungnya
belum lahir.
3. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i berpendapat bahwa perkawinan itu
dipandang sah, karena tidak terikat dengan perkawinan orang lain ( tidak ada
masa i‟ddah). Wanita itu boleh juga di campuri, karena tidak ada nasab
Sedangkan bayi tersebut bukan keturunan orang yang mengawini ibunya itu
Dengan demikian status anak itu adalah sebagai anak zina, bila pria yang
mengawini ibunya itu bukan pria yang menghamilinya. Namun, bila pria yang
mengawini ibunya itu pria yang menghamilinya, maka teradi perbedaan pendapat,
yakni:
52
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana,2003), h. 125-127
31
1. Bayi itu termasuk anak zina, bila ibunya di kawini setelah usia kandungannya
berumur 4 bulan ke atas. Bila kurang dari 4 bulan, maka bayi tersebut adalah
2. Bayi itu termasuk anak zina, karena anak itu adalah anak diluar nikah,
walaupun dilihat dari segi bahasa, bahwa anak itu adalah anaknya, karena
untuk bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Karena orang lain itu memiliki
kekurangan pada dirinya yang tidak memungkinkan bertindak sendiri secara hukum.
Wali dalam pernikahan adalah orang yang berhak menikahkan seorang perempuan
adalah wali yang bersangkutan, apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak
sebagai wali. Namun adakalanya wali tidak bisa hadir atau karena sesuatu sebab ia
tidak dapat bertindak sebagai wali, maka hak kewaliannya berpindah kepada orang
lain. 54
Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari orang yang
paling berhak, yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat hubungan darahnya.
Jumhur ulama, seperti Imam Maliki, Imam Syafi‟I, mengatakan bahwa wali itu
53
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amanah, 2012),Ed.1
Cet.1,h.152
54
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT
RAJAGRINDO PERSADA, 2009), h.90
32
adalah ahli waris dan di ambil dari garis ayah bukan garis ibu.55 Jumhur ulama fikih
1. Ayah
8. Hakim56
Anak di luar nikah adalah Anak yang lahir dari hasil hubungan tanpa
pernikahan, biasa di sebut dengan anak tidak sah karna dilahirkan diluar perkawainan
yang sah atau di sebut dengan anak haram, karena perbuatan Zina yang di lakukan
oleh orang yang menyebabkan kelahirannya adalah perbuatan keji yang di haramkan
oleh syara.57
status anak diluar nikah, bahwa anak diluar nikah adalah anak yang dilahirkan dari
55
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat:kajian Fikih Nikah Lengkap, h.90
56
Ibid h.90
57
Humaizah Tahido Yanggo. Masail fiqhiyah kajian Hukum Islam Kontemporer. (Bandung;
Angkasa, 2005) h.178
33
perkawinan yang tidak sah dan ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu
menjelaskan tentang status anak diluar nikah Senada dengan yang tersebut dalam
pasal tentang kedudukan anak diluar nikah. Dalam pasal 100 disebutkan bahwa
anak yang lahir di luar nikah hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya.
hubungan nasab anak dengan ayah, sehingga anak zina tidak boleh di hubungkan
dengan nasab ayahnya, meskipun secara biologis berasal dari benih laki-laki yang
menzinai ibunya.58Implikasi dari tidak adanya hubungan nasab antara anak dengan
ayah akan sangat kelihatan dalam beberapa aspek yuridis, dimana lelaki yang secara
biologis adalah ayah kandungnya itu berkedudukan sebagai orang lain, sehingga tidak
wajib menafkahi, tidak ada hubungan waris-mewarisi bahkan seandainya anak zina
laki-laki pezina itu tidak menjadi wali dalam pernikahan anak perempuan zinanya,
sebab antara keduanya tidak ada hubungan sama sekali dalam syariat Islam.59
Karena ayah biologisnya tidak bisa bertindak sebagai wali yang akan
menikahkannya, maka wali dalam akad nikahnya adalah wali hakim. Dalam hal
58
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta; Amanah, 2012), Ed. 1,
Cet. 1, h. 114
59
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta; Amanah, 2012), Ed. 1,
Cet. 1, h.115
34
waris, Imam Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi‟i, dan Ahmad berpendapat bahwa anak
zina itu tidak mewarisi, dan tidak pula mewariskan dari/kepada “ayah” atau kerabat
ayahnya itu. Ia hanya mewarisi dan mewariskam diri atau kepada pihak ibu dan
kerabat ibunya, hal senada juga di sampaikan oleh Ibnu Al-Qayyim, menurutnya anak
zina tidak mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ayahnya, dan tidak bisa
Berkaitan dengan status anak zina sebagaimana uraian di atas Ibnu Hazm
berpendapat bahwa anak zina tidak bisa di nasabkan dengan ayahnya melainkan ia
mempunyai garis nasab dengan ibuya, alasannya adalah tindakan Rasulullah yang
menghubungkan nasab anak dengan ibunya yang telah di li‟an oleh suaminya, bukan
kepada ayahnya, sebab kelahiran yang di alami oleh wanita baik halal maupun haram
1. Kedudukan Wali
Para ulama fikih berbeda pendapat dalam masalah wali, apakah ia menjadi
syarat sahnya pernikahan atau tidak. Menurut Imam Malik bahwa tidak sah
pernikahan tanpa wali, pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Syafi‟i. Menurut
Imam Abu Hanifah, Zufar, Al-Sya‟bi, dan Al-Zuhri berpendapat bahwa apabila
60
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta; Amanah, 2012), Ed. 1,
Cet. 1, h.116
61
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta; Amanah, 2012), h.116
35
seorang perempuan melakukan akad nikah tanpa wali , sedang calon suaminya
sebanding (kufu’), maka pernikahannya boleh. Abu Dawud memisahkan antara gadis
dan janda dengan syarat adanya wali pada gadis dan tidak mensyaratkan kepada
janda.62
2. Macam-Macam Wali
1) Wali Nasab
Wali Nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan wanita
perbedaan pendapat diantara para ulama fikih. Imam Malik mengatakan bahwa
perwalian itu didasarkan atas ashabah, kecuali anak laki-laki dan keluarga terdekat
lebih berhak untuk menjadi wali.63 Selanjutnya, ia mengatakan anak laki-laki sampai
ke bawah lebih utama, kemudian ayah sampai keatas, kemudian saudara-saudara laki-
laki seayah seibu, kemudian saudara laki-laki seayah saja, kemudian anak laki-laki
dari saudara- saudara laki-laki seayah saja. Kemudian anak laki-laki dari saudara laki-
laki seayah saja lalu kakek dari pihak ayah sampai atas.
Dalam Al-mugni terdapat keterangan bahwa kakek lebih utama dari saudara
laki-laki dan anaknya saudara laki-laki, karena kakek adalah asal, kemudian paman-
paman dari pihak ayah berdasarkan urutan saudara-saudara laki-laki sampai kebawah,
kemudian bekas tuan (Almaula). Imam Syafi‟I berpegangan pada ashabah, yakni
62
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Nikah Lengkap, h. 91
63
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat:kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta:PT
RAJAGRAFINDO PERSADA.2009), h.95
36
bahwa anak laki-laki termasuk ashabah seorang wanita. Sedangkan Imam Malik
Wali nasab dibagi menjadi dua, yaitu wali aqrab (dekat) dan wali ab‟ad
(jauh). Dalam urutan diatas yang termasuk wali aqrab adalah wali nomor urut 1,
sedangkan nomor urut 2 menjadi wali ab‟ad. Jika nomor 1 tidak ada, maka nomor 2
menjadi wali aqrab dan nomor 3 menjadi wali ab‟ad, dan seterusnya.
Adapun perpindahan wali aqrab kepada wali ab‟ad adalah sebagai berikut:
2) Wali Hakim
(pemimpin), penguasa , atau qadi nikah yang di beri wewenang dari kepala Negara
untuk menikahkan wanita yang berwali hakim., maka wali hakim dapat diangkat oleh
orang-orang, Apabila tidak ada orang-orang diatas yang terkemuka dari daerah
tersebut atau orang-orang yang alim. Wali hakim di benarkan menjadi wali dari
64
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat:kajian Fikih Nikah Lengkap, h.95
65
Ibid h.95
66
Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: kajian fikih lengkap, (Jakarta:PT
RAJAGRAFINDO PERSADA,2009), h 97
37
c. Wali aqrab gaib atau pergi dalam perjalan sejauh kurang lebih 92,5 km
i. Wanita akan dinikahkan gila, tetapi sudah dewasa dan wali mujbir tidak
ada
3) Wali Tahkim
Wali tahkim adalah wali yang diangkat oleh calon suami dan atau calon istri.
tahkim kepada seseorang dengan kalimat “ saya angkat bapak/ saudara untuk
menikahkan saya dengan si … (calon istri) dengan mahar… dan putusan bapak/
saudara saya terima dengan senang”. Setelah itu, calon istri juga mengucapkan hal
yang sama, kemudian calon hakim itu menjawab “saya terima tahkim ini”
67
Ibid h.97
38
b. Wali nasab gaib, atau bepergian sejauh dua hari dalam perjalanan, serta
c. Tidak ada qadi atau pegawai pencatat nikah, talak dan rujuk (NTR)68
4) Wali Maula
“nikahkanlah aku dengan lelaki yang engkau sukai, lalu ia nikahkan dengan dirinya,
atau lelaki lain di pilih oleh perempuan yang bersangkutan , maka sah lah nikahnya
walaupun calon suaminya itu tidak dikenal sebelumnya” pendapat senada juga
walinya yang lain, baik setingkat dengan dia atau lebih jauh. Sebab , wali termasuk
68
Tihami, Sohari Sahrani, Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 98
69
Ibid h.98
70
Tihami, Sohari Sahrani, Kajian Fikih Lengkap, h .99
71
Ibid h.99
39
Ibnu Hazm tidak sependapat dengan Imam Syafi‟I dan Abu Dawud, ia
mengatakan bahwa kalau masalah ini diqiaskan dengan seorang penjual yang tidak
boleh membeli barangnya sendiri adalah suatu pendapat yang tidak benar. Sebab,
jika seseorang dikuasakan untuk menjual suatu barang lalu membelinya sendiri, asal
ia tidak melalaikan, maka hukumnya boleh. Ia berhujjah dengan sebuah hadis yang
Sofiyah lalu dijadikan istri dan pembebasannya dari perbudakan menjadi maharnya
5) .Wali Mujbir
Wali Mujbir adalah seorang wali yang berhak menikahkan perempuan yang
dahulu, dan berlaku juga bagi orang yang diwalikan tanpa melihat ridho atau tidaknya
pihak yang berada di bawah perwaliannya. Agama mengakui wali mujbir itu karena
Adapun yang dimaksud denhgan Ijbar (mujbir) adalah hak seseorang (Ayah
72
Tihami,Sohari Sahrani,FIkih Munakahat: kajian fikih lengkap h.99
73
Tihami,Sohari Sahrani,FIkih Munakahat: kajian fikih lengkap (jakarta PT
RAJAGRAFINDO PERSADA,2009), h. 101
40
1. Tidak ada rasa permusuhan antara wali dengan perempuan yang ia sendiri
3. Calon suami sanggup membayar mahar pada saat dilangsungkan akad nikah.
ijbar bukan harus di artikan paksaan, tetapi lebih cocok bila di artikan
pengarahan.74
3. Bila calon pengantin wanitanya janda, izinnya harus jelas baik secara lisan
atau tulisan.
Apabila wali itu tidak mau menikahkan wanita yang sudah baligh yang akan
menikah dengan seorang pria yang kufu’, maka dinamakan wali Adlal. Apabila
terjadi seperti itu, maka perwaliannya langsung pindah kepada wali hakim.75
74
Tihami, Sohari Sahrani, Kajian Fikih Lengkap,h. 101
75
Tihami, Sohari Sahrani, Kajian Fikih Lengkap, h. 102
41
BAB IV
Kantor Urusan Agama Kecamatan Koja berdiri pada tahun 1970 sampai tahun
1978 berlokasi di jalan Anggrek Kelurahan Koja Selatan, kemudian pindah ke jalan
Mundu No.1 Kelurahan Lagoa, pertama kali nya menempati gedung permanent yang
di sediakan oleh Pemda satu komplek dengan Camat Koja, tahun 1984 direlokasi
menempati gedung yang baru pada lingkungan yang sama sampai saat ini,
Kecamatan Koja.76
Adapun Visi dan Misi Kantor Urusan Agama Kecamatan Koja antara lain,
yakni Visi KUA Kecamatan Koja adalah profesional dalam pelaksaan tugas dalam
wilayah Kecamatn Koja. 77 Misi Kantor Urusan Agama Kecamatan Koja adalah
kualitas Administrasi, Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelayanan masyarakat yang
76
Data dari KUA Kecamatan Koja
77
Data dari KUA Kecamatan Koja
41
42
Tabel 4.1
1. Koja 327.50
2. Lagoa 157.99
Jumlah 1.224.62
Dari data di atas luas wilayah Kecamatan Koja 1.313 Ha yang terdiri dari 6
Kelurahan
Tabel 4.2
78
Data dari KUA Kecamatan Koja
43
Dari data di atas Wilayah kecamatan koja yang semula merupakan daerah
pesisir pantai laut jawa, yang dahulu dikenal dengan pantai sampur, pelabuhan
nelayan kali baru sampai dengan pantai rekreasi cilincing dengan sebagian besar
daratan berupa rawa-rawa dan empang kini berkembang menjadi pantai pelabuhan
container. Melalui penataan wilayah yang telah berjalan cukup lama, maka saat ini
Tabel 4.3
Dari data di atas saluran yang ada di Kecamatan Koja panjangnya lebih dari 2
kali lipat panjang jalan, saluran air di Kecamatan Koja hampir seluruhnya bermuara
Tabel 4.4
2. WNA 4 4 8
KK : 104.315 KK
Rt : 905 KK
Rw ; 82 KK
Dari data diatas Jumlah Penduduk Kecamata Koja Sampai Akhir Desember
2013 adalah 317.377 dengan Kepadatan Penduduk pada tahun 2013 adalah 192.200
jiwa/Km2.
Tabel 4.5
Islam, dan sisanya ( 9% ) terbagi dalam empat agama lainnya. Namun demikian
perbedaan agama selama ini tidak menjadi masalah di Kecamatan Koja. Terbukti
selama ini tidak ada kasus yang bersifat SARA, khususnya konflik antar umat
beragama. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya Forum Komunikasi Umat
Tabel 4.6
Koja, maka ketersediaan sarana peribadatan pun sesuai dengan kemajemukan itu
pun masih banyak dari umat Islam, sementara yang lainnya belum terdaftar.
Tabel 4.7
5. Tugu Utara 15 29 10 6 1 47
6. Tugu Selatan 3 5 5 2 0 18
Jumlah 48 96 42 27 1 214
Sumber : Arsip dari KUA Kecamatan Koja
Penduduk Kecamatan Koja yang cukup padat perlu di imbangi oleh
ketersediaan sarana pendidikan yang memadai. Hingga akhir tahun 2013 tidak kurang
dari 214 sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi.
Tabel 4.8
No Nama Tahun
1. H. Syari‟I Toha 1970 s/d 1973
2. M. Baharuddin 1973 s/d 1975
3. A. Rahim Mansyur 1975 s/d 1978
4. Awab Bajeri 1978 s/d 1981
5. Ahmad Mubakir. BcHK 1981 s/d 1983
6. H. Jahdie Ar Rujdie. BA 1983 s/d 1989
7. Drs.H. Soeyoethi 1989 s/d 1993
8. Drs.H.M Syafei 1993 s/d 1996
9. Drs.H.M. Hatta Alimi 1996 s/d 2000
10. Drs.H.Ahmad Fakaubun 2000 s/d 2004
11. H. Warisman 2004 s/d 2007
12. Drs. Busnawi Ahmad 2007 s/d 2009
13. Drs.H. Abdullah, MM 2009 s/d 2010
14. Drs. Sahabuddin, S.Ag 2010 s/d 2012
15. H.Ah Sobari, S.Ag.MH 2012 s/d sekarang
Sumber: Arsip dari KUA Kecamatan Koja
48
Kepala KUA Kecamatan Koja dari tahun 2012 s/d sekarang adalah H.Ah.
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Dari data diatas data Nikah di Kecamatan Koja lebih banyak di tahun 2011
Tabel 4.11
Dari data di atas jumlah perkawinan yang di lakukan di dalam kantor KUA
Kecamatan Koja lebih sedikit dibanding dengan jumlah perkawinan di luar kantor
akhir ini bahkan seolah-olah kawin hamil telah menjadi bagian dari budaya yang
pencatat nikah mencatat pasangan yang kawin hamil, pasti akan di peroleh data yang
dominasi oleh kawin hamil. Namun yang menjadi persoalan adalah banyak orang di
sekitar kita yang belum tahu tentang hukum kawin hamil itu sendiri sehingga hal
sosial. Upaya pencegahannya perlu di lakukan secara multi dan interdisiplin dengan
tidak kecil dalam hal khayalan remaja . adanya kecenderungan pada daya tarik fisik
dan seksual dalam berbagai media periklanan, membuat remaja makin sulit untuk
menghadapi arus globalisasi dengan cara memperkuat ajaran agama, nilai dan norma
di dalam keluarga merupakan alternatif utama, dalam hal ini target sasaran pertama
adalah peran orang tua, dengan di berikannya informasi dan pengertian akan
pentingnya dan sekaligus bahaya yang mengancam kehidupan pada pasangan yang
79
Wawancara dengan penghulu KUA Kecamatan Koja
80
Wawancara dengan penghulu KUA Kecamatan Koja
51
belum menikah, sehingga mereka turut berpartisipasi sebagai agen perubahan. Dan
target sasaran kedua adalah pasangan muda yang belum menikah dalam peranannya
sebagai anggota keluarga. Selain itu, pihak pemerintah diharapkan ikut berpartisipasi
untuk mengurangi volume kasus kawin hamil dengan cara mengadakan kegiatan yang
berwawasan nasional, misalnya memperketat sensor arus informasi dan budaya asing,
Lagoa, problematika seks di luar nikah pada kalangan remaja dapat terjadi karena
1. Gaya pacaran yang tidak terkontrol oleh orang tua : ada semacam budaya di
malam minggu, mereka jadikan ajang jalan berdua ( apel atau ngelancong)
2. Adanya rasa sayang yang sangat terhadap pacar, sehingga seorang wanita rela
remaja, adanya istilah yang kesannya lebih mengarah kepada hal negatif atau
salah gaul.
81
Wawancara dengan penghulu KUA Kecamatan Koja
82
Wawancara dengan pelaku kawin hamil
52
4. Pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja saat ini sudah sangat lumrah
lakukan sehingga masalah seks dan hamil di luar nikah bukanlah hal yang
lingkungan keluarga.
faktor utama ( dominan ) dari penyebab perkawinan wanita hamil di luar nikah
adalah bebasnya pergaulan yang di lakukan oleh para pemuda dan pemudi sehingga
menimbulkan masalah terjadi nya hamil di luar nikah dan kurang nya pengontrolan
serta perhatian khusus orang tua terhadap anak-anak nya dalam memberikan
1. Pandangan Masyarakat
83
Wawancara dengan Anna (Nama samaran) pelaku kawin hamil di luar nikah pada hari rabu,
tanggal 10 desember 2014 di rumahnya kelurahan Lagoa
53
4. Dua orang pelaku wanita hamil di luar nikah yang telah di wawancarai
Dari data yang penulis dapat bahwa jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan Kecamatan Koja sebanyak 317.377 jiwa yang terdiri dari 162.995 jiwa
penduduk laki-laki dan 154.382 jiwa penduduk perempuan. Selain itu, jumlah
perkawinan yang ada di KUA Koja wanita yang mengalami kawin hamil diluar nikah
menurut para informan dari sekitar 100 pernikahan bisa 1/3 yang menikah karna
yang terkait dan memiliki pemahaman yang baik tentang kawin hamil yang terjadi di
Halimi,S.Ag selaku penghulu KUA Kecamatan Koja dan Bpk KH. Tajudin HM
selaku tokoh masyarakat, antara lain mengenai perkawinan wanita hamil di luar nikah
pernikahan nya sah akan tetapi yang menjadi permasalahannya dalam perwalian dan
pewarisan. Dan didalam kitab Bugiyah halaman 201 bolehnya pernikahan yang hamil
di sebabkan zina baik yang di zinahi oleh yang menghamilinya atau bukan yang
perhatikan apabila usia kandungan wanita tersebut kurang dari 4 bulan maka anak
yang di dalam kandungan adalah anak dari ayah yang menikahi ibunya, akan tetapi
84
Data yang di peroleh dari KUA Kecamatan Koja
54
apabila usia kandungannya 4 bulan keatas bukan anak dari ayah yang menikahi
ibunya.85
Penerapan hukum yang terjadi mengenai masalah wanita hamil diluar nikah.
yakni adanya masukan untuk melakukan pernikahan ulang yang terjadi pada
pernikahan wanita hamil. Dalam hal tersebut di serahkan kepada pihak yang
bersangkutan, apakah tetap pada pernikahan awal atau melakukan pernikahan ulang
2. Pandangan Ulama
Mengenai hukum perkawinan wanita hamil ini telah di bicarakan pada bab
sebelumnya yang mana hukum dari nikah hamil adalah sah, para ulama telah sepakat
tentang kebolehan menikahi wanita hamil di luar nikah bagi orang yang
wanita hamil itu di anggap sah, karena tidak terikat dengan perkawinan orang lain,
tidak ada kewajiban iddah bagi wanita pezina ( artinya wanita yang telah berzina
Menurut jumhur Ulama perwalian yang di jelaskan dalam al-Qur‟an surat Al-
baqarah ayat 221 merupakan larangan Allah SWT yang di tujukan kepada para wali,
85
Wawancara dengan tokoh masyarakat
86
Wawancara dengan penghulu KUA Kecamatan Koja
87
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Addilatuhu, hal 148, Cet.2, Jilid VII
55
musyrik. Karena itu, bagi jumhur Ulama ayat tersebut juga merupakan salah satu dalil
tentang tidak sahnya nikah tanpa wali.88 Di tegaskan pula dalam Kompilasi Hukum
Islam pasal 19 bahwa wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus di
penuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya dan dalam
pasal 20 ayat (1) yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang
memenuhi syarat hukum Islam yakni, Muslim, Aqil dan Baligh (2) wali nikah terdiri
rukun yang harus di penuhi dalam pernikahan dan perwalian anak di luar nikah hanya
dapat dilakukan oleh wali hakim di karenakan anak yang terlahir akibat hamil diluar
E. Analisis Penulis
ulama, ada yang membolehkan dan ada juga yang tidak membolehkan perkawinan
itu terjadi oleh laki-laki yang menghamilinya atau laki-laki yang bukan
menghamilinya, yang menjadi masalah dari perkawinan wanita hamil tersebut adalah
status anak yang dilahirkan diluar nikah tersebut menurut usia kandungan yang
mengenai Anak sah adalah Anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
88
Hasanudin Af,MA, Perkawinan dalam Perspektif Al-Qur’an ( Jakarta: Nusantara Damai
Press) cet. 2011 h. 20
56
perkawinan yang sah. Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 99 yang
menyatakan: “anak sah adalah: (a) anak yang lahir dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah. (b) Hasil pembuahan suami istri yang sah diluar rahim dan di
Adapun yang di maksud dengan anak diluar nikah adalah anak yang di buahi
dan di lahirkan diluar pernikahan yang sah sebagaimana yang di sebutkan dalam
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak yang lahir
keluarga ibunya.
Dengan demikian, maka anak yang lahir diluar pernikahan tidak di nyatakan
sebagai anak yang sah menurut hukum, bila di cermati dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku tentang hukum perkawinan, menyatakan bahwa status nasab
anak diluar nikah mempunyai hubungan keperdataan hanya kepada ibunya dan
keluarga ibunya. Sedangkan dalam hal perwalian anak tersebut hanya mempunyai
Oleh sebab itu penulis cenderung mengikuti pendapat Imam Malik dan Syafi‟i
yang mana dalam hukum Islam anak diluar nikah tetap tidak di anggap sebagai anak
bahwa “anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab
Hal demikian secara hukum anak tersebut sama sekali tidak dapat di
ibunya dan keluarga ibunya saja, sebagaimana yang di tegaskan pada pasal
186 Kompilasi Hukum Islam; “ anak yang lahir di luar perkawinan hanya
nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus di penuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak untuk menikahinya.” Dan pasal 20 ayat (1) “
yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi
58
syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh (2) wali nikah terdiri dari
jumlahnya sekitar 30% dari perkawinan yang di catat di KUA Perkawinan ini
sudah hamil di luar nikah. Dan kasus ini pihak KUA menganjurkan untuk
melakukan nikah ulang apabila sudah melahirkan. Data tersebut penulis dapat
dari hasil wawancara dengan salah satu penghulu di KUA Kecamatan Koja,
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
jawaban yang berhubungan dengan rumusan masalah dan tujuan peneliti skrispi.
1. Bahwa terjadinya perkawinan wanita hamil diluar nikah itu di dukung dari
orang tua dapat menunjang terjadinya hal tersebut. Dari hasil penelitian yang
penulis lakukan bahwa faktor dominan penyebab terjadinya hamil di luar nikah
di kalangan remaja adalah faktor pergaulan yang kurang terkontrol, yang mana
usia wanita hamil diluar nikah itu terjadinya pada masa sekolah Lanjutan
2. Mengenai pernikahan wanita hamil yang dinikahi oleh laki-laki yang bukan
Koja, Alasannya karena mereka sama-sama suka dan adanya rasa kasihan
dengan aib yang ada pada wanita tersebut sehingga lelaki tersebut bersedia
menutupi aib wanita tersebut. Hukum dari menikahi wanita hamil tersebut tidak
3. kedudukan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah yang berkaitan dengan
perwalian, apabila dalam satu kasus bahwa anak yang lahir akibat dari
perbuatan zina ( diluar perkawinan) tersebut ternyata wanita, dan setelah
59
60
B. Saran-Saran
Ada beberapa saran yang dapat penulis berikan untuk mengurangi masalah hamil
diluar nikah diantaranya:
1. Untuk lembaga-lembaga pemerintah atau aparatur pemerintahan yanag
berkaitan dengan masalah ini, diharapkan untuk membincangkan hal ini
dengan serius, melalui penyuluhan atatu sosialisasi tentang pernikahan, seks,
dan pergaulan bebas
2. Bagi masyarakat, khususnya bagi para tokoh agama hendaknya lebih
meningkatkan volume sensitifitas dalam menyikapi kasus kawin hamil di luar
nikah, sehingga kasus ini tidak di pandang seolah-olah legal di mata
masyarakat awam, baik dengan cara pendekatan sosial, khususnya bagi para
kalangan remaja.
3. Untuk para pembaca semampu mungkin hindari dan jauhi kesempatan-
kesempatan yang dapat mendorong terjadinya seks bebas dengan cara
mengikuti kegiatan keagamaan
61
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: Pt. Prima heza
Lestari,2005), Cet-1
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010)
Fuad Moch Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam ( Jakarta Pusat, CV
Pedoman Ilmu Jaya, 1991)
http://jumaidi-eljumeid.blogspot.com/2009/11/perkawinan-wanita-hamil-dan-status-
anak.html
Ibnu Abidin, Radd Al-Mukhtar „ala Al-Daar Al-Mukhtar ; Hasyiyah Ibn „Abidin,
(Beirut; Daar Ihya Al-Turats Al_Arabi, 19870, juz II, cet II
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995), cet, ke-1
M.ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: siraja, 2003)
cet ke-1
M.idris Ramulyo. Tinjauan Beberapa pasal undang-undang no 1 tahun 1974 dari Segi
Hukum Perkawinan Islam, Ind-Hill-Co;jakarta, 1990
Mudjia rahardjo, Penelitian Sosiologis Hukum Islam, artikel ini di akses dari
http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/134-penelitian-sosiologis-
hukum islam.html, pada 22 Oktober 2014.
Said Agil Husin Al-munawar, Hukum islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta;
PENAMADANI, 2004
63
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam. Bandung : Nuansa Aulia,
2011.
Wahbah al-Zuhaili, al-fiqh al-Islami wa Addilatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr 1989) cet.
Ke-3, jilid VII
PEDOMAN WAWANCARA
Hukum Islam) tentang perkawinan wanita hamil menurut bapak madzhab mana
3. Apakah bapak sebagai penghulu KUA Kecamatan Koja menikahkan wanita yang
6. Dilihat dari jumlahnya, berapakah jumlah korban wanita hamil yang bapak
ketahui?
7. Sepengetahuan bapak pada usia berapa biasanya kawin hamil itu sering terjadi?
9. Mengenai perwalian anak yang lahir dari pernikahan tersebut, menurut pandangan
10. Bagaimana peranan orang tua atau tokoh masyarakat dalam men gantisipasi
PEDOMAN WAWANCARA
Jawab: bukan hanya di lihat dari segi hukum Islam tetapi harus memenuhi
Hukum Islam) tentang perkawinan wanita hamil menurut bapak madzhab mana
Jawab: KUA melepas atribut madzhab dalam arti tunduk dan patuh dengan
3. Apakah bapak sebagai penghulu KUA Kecamatan Koja menikahkan wanita yang
Jawab: Pernikahannya sah akan tetapi yang menjadi permasalahannya dalam hal
6. Dilihat dari jumlahnya, berapakah jumlah korban wanita hamil yang bapak
ketahui?
Jawab: dari sekitar 100 pernikahan bisa 1/3 yang hamil di luar nikah
7. Sepengetahuan bapak pada usia berapa biasanya kawin hamil itu sering terjadi?
Jawab: usia antara laki-laki 17-20 tahun dan perempuan 15-19 tahun
Jawab: sangat prihatin melihat kondisi seperti ini karna bagaimanapun ini peran
orang tua yang sangat mendorong terutama untuk meminimalisir anak yang
menikah dalam keadaan hamil dan apabila sudah terjadi pernikahan akibat hamil
9. Mengenai perwalian anak yang lahir dari pernikahan tersebut, menurut pandangan
Jawab: mengenai perwalian anak di luar nikah yaitu wali hakim karna tidak
10. Bagaimana peranan orang tua atau tokoh masyarakat dalam mengantisipasi
PEDOMAN WAWANCARA
2. Apakah tradisi atau adat masyarakat Lagoa lebih dominan daripada hukum Islam,
menurut anda?
6. Sepengetahuan anda, pada usia berapa biasanya kawin hamil itu sering terjadi?
9. Lalu, setelah tahu bahwa anda hamil, apakah pacar anda segera menikahi anda?
10. Kalau saja pacar anda tidak mau menikahi anda, langkah apa yang anda lakukan?
12. Dengan kebebasan anda, apakah anda pernah mengikuti kegiatan keagamaan di
13. Baik, kalau di lihat dari jumlahnya, berapakah jumlah korban kawin hamil yang
anda ketahui?
68
14. Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi atau penyebab terjadinya
PEDOMAN WAWANCARA
2. Apakah tradisi atau adat masyarakat Lagoa lebih dominan daripada hukum Islam,
menurut anda?
pasangan
6. Sepengetahuan anda, pada usia berapa biasanya kawin hamil itu sering terjadi?
Jawab; 18 tahun
9. Lalu, setelah tahu bahwa anda hamil, apakah pacar anda segera menikahi anda?
Jawab; Ya menikahi
10. Kalau saja pacar anda tidak mau menikahi anda, langkah apa yang anda lakukan?
12. Dengan kebebasan anda, apakah anda pernah mengikuti kegiatan keagamaan di
Jawab; Pernah
13. Baik, kalau di lihat dari jumlahnya, berapakah jumlah korban kawin hamil yang
anda ketahui?
14. Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi atau penyebab terjadinya
Jawab; menjaga diri dari pergaulan bebas, membekali anak dengan agama,
10 Desember 2014
PEDOMAN WAWANCARA
2. Apakah tradisi atau adat masyarakat Lagoa lebih dominan daripada hukum Islam,
menurut anda?
6. Sepengetahuan anda, pada usia berapa biasanya kawin hamil itu sering terjadi?
9. Lalu, setelah tahu bahwa anda hamil, apakah pacar anda segera menikahi anda?
Jawab; Ya menikahi
10. Kalau saja pacar anda tidak mau menikahi anda, langkah apa yang anda lakukan?
12. Dengan kebebasan anda, apakah anda pernah mengikuti kegiatan keagamaan di
13. Baik, kalau di lihat dari jumlahnya, berapakah jumlah korban kawin hamil yang
anda ketahui?
14. Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi atau penyebab terjadinya
14 des 2014