Anda di halaman 1dari 133

STERILISASI DALAM KELUARGA BERENCANA

(Analisis Komparatif antara Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU Tahun 1989)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh:

SITI MASITOH
NIM: 111104320004

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H/2016M
ABSTRAK

SITI MASITOH. NIM 1111043200004. “Sterilisasi Dalam Keluarga


Berencana (Analisis Komparatif Antara Fatwa MUI Tahun 2012 Dan NU
Tahun 1989)” Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi
Perbandingan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437H/2016 M.
Skripsi ini adalah hasil penelitian yang berjudul Sterilisasi Dalam
Keluarga Berencana (Analisis Komparatif Antara Fatwa MUI Tahun 2012
Dan NU Tahun 1989) Dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan bagaimana keputusan fatwa MUI dan NU dalam penerapan
program KB dengan metode sterilisasi.
Penulisan penelitian ini merupakan suatu penelitian kualitatif dengan
teknik analisis berupa kajian kepustakaan (library research) dari sumber buku
yaitu hasil putusan fatwa MUI tahun 2012 dan putusan NU tahun 1989. Kemudian
sumber tersebut disusun dengan deskriptis analisis untuk menemukan hasil sebuah
analisis baru dari penjelasan sumber yang ada.
Dalam kasus ini penulis memahami adanya perbedaan pendapat antara
fatwa MUI dengan NU mengenai program KB dengan metode sterilisasi.
sterilisasi adalah program KB yang dapat mengakibatkan kemandulan tetap atau
sama dengan memutus keturunan. tahun 2012 MUI mengeluarkan fatwa tentang
diperbolehkannya metode sterilisasi dengan bersyarat, kemudian putusan MUI
tersebut bertolak belakang dengan putusan NU tahun 1989 bahwasanya program
KB dengan cara sterilisasi diharamkan.
Hasil dari penelitian ini adalah fatwa diperbolehkannya metode sterilisasi
menurut MUI bahwasanya hukum terjadi sesuai dengan perkembangan zaman
dimana alat tekhnologi yang semakin canggih. Dan di haramkannya sterilisasi
menurut putusan NU karena perlu kita pahami bahwa mengatur kelangkaan
jumlah kelahiran melalui cara apapun tidak dapat diperkenankan, kalau mencapai
batas mematikan fungsi berketurunan secara mutlak. Karenanya sterilisasi yang
dapat diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat dipulihkan kembali
kemampuan berketurunan dan tidak sampai merusak atau menghilangkan bagian
tubuh yang berfungsi.

Kata Kunci : Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU 1989 Terhadap KB dengan
Metode Sterilisasi
Pembimbing : 1. Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag. dan
2. H. Qosim Arsyadani, S.Ag, M.Ag.

Daftar Pustaka : 1965 s.d 2012


KATA PENGANTAR

‫بسم هلال الرحمن الرحيم‬


Segala puji dan syukur hanya kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya tiada henti.
Sesungguhnya hanya dengan pertolongan-nya lah akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada junjungan kita Nabi akhir zaman, yaitu Nabi Muhammad
SAW, serta keluarga, sahabat dan ummatnya. Amiin.
Dalam penyusun skripsi ini, penulis sadari masih banyak kendala yang menghambat langkah penulis da
Allah SWT yang telah memeberikan kesehatan, serta kemudahan untuk penulis bisa menyelesaikan skr
Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hid
Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi M.Si Ketua Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum yang telah mem
Ibu Siti Hanna, MA Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum yang sudah membantu membe

dari awal hingga akhir.


5. Ustadz Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dan Ustadz H. Qosim Arsyadani,
S.Ag, M.Ag, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
mencurahkan fikirannya, memberikan koreksi, meluangkan waktunya
selama bimbingan, memberikian motivasi serta memberikan
pengarahan untuk penulis menyelesaikan skripsi ini menjadi lebih
baik dan sempurna.

vi
6. Dr. H. Yayan Sopyan SH, MA, MH dan Dr. H. Ahmad Bisry Abd
shomad, MA selaku dosen penguji sidang skripsi, yang telah
memberikan koreksian serta memberikan masukan-masukan untuk
menjadikan skripsi ini lebih baik juga telah memberikan penilaian
terhadap penulis.
7. Ibu Ummi Kultsum, selaku Penasehat Akademik (PA) penulis, selama
menuntut ilmu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan

mengajarkan Ilmu dan Ahlaq yang tidak ternilai harganya. Sehingga


penulis dapat menyelesaikan studi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Orang tua tercinta dan tersayang umi Siti Mariyam dan Bapak Sidik,
serta orang tua wali Aby Cherully dan Umi Siti Rohani yang telah
memberikan Doa dan motivasi, dorongan moril dan materil sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Saudra/i penulis; Malasari selaku adek tercinta, Auliyani, Hafidz,
Dinda, Fazri, Fachir, Fachri, Fikri, Azka, Arif, kang Nasrudin, kang
Anda, kang Rohim, Ceuceu Aet, Teh Dede, Teh Yanah, Teh Neneng,
yang turut memotivasi demi kelancaran penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
12. Aa Zainal Abidin yang telah memberikan motivasi dan selalu suport
serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini (thank you
so’much, you make my life colorfull).
13. Sahabat-sahabat BBF (Bojong Best Friends) Ibnu, Itha, Unay, Noer,
Helmy, engkib, Acong, Fitri, Lia, Iim, Adnan, Adri, Nenih, Milah,
Aab, Yogi, Mila, Cece,
14. My Best Friend yang selalu hadir di saat suka maupun duka Farrah
Jarkasih, Susi Purnamasari, Ka Gerardin, Bang Eko, Risky Hakim

vii
Hasibuan, Ka Annisa, Melani, Nitha, dan Adek-adek kelasku Nia,
Uyun, Dedeh, Winda, Wina,
15. Teman-teman seperjuanganku satu Jurusan Perbandingan Hukum
angkatan 2010-2011 fakultas Syariah Dan Hukum, Siti Nuraviva, Ratu
Sholihat, Titi Nurindah Sari, Lia Herawati, Afrita Rizky Nurul Afthi,
Sri Ulvah Handayani dan lain-lain.
16. Teman-teman MAN 2 Bekasi walapun dari jauh tapi doa dan suport
kalian merupakan hal yang berarti demi kelancaran dalam
menyelesaikan skripsi ini, sopy, bahiyah, lina, jenong, nela, luby, ojak,
ajul, yeni, mitha, itha, iyam,
Rekan-rekan mahasiswa di kelompok KKN ADHESI: Rizky, Tya, Lisa, Iyan, Nurul, Putri,
Dan semua pihak yang telah membantu memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skrip
disisi-Nya. Amiiiin. Dan semoga bermanfaat bagi semuanya, Amiiin.

Jakarta, 25 September 2016

SITI MASITOH

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................ii


LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN...............................................iii
LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................iv
ABSTRAK.........................................................................................................v
KATA PENGANTAR......................................................................................vi

DAFTAR ISIix

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah1
Identifikasi Masalah7
Pembatasan dan Perumusan Masalah8
Tujuan dan Manfaat Penelitian9
Tinjauan ( review ) Kajian Terdahulu10
Metode Penelitian14
Sistematika Penulisan17

BAB II PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK

A. Solusi Populasi Penduduk yang Tinggi20

B. Tinjauan Umum tentang Pengertian Sterilisasi..........................22

1. Pengertian Sterilisasi...............................................................22

2. Cara-cara Sterilisasi.................................................................24

3. Syarat-syarat Sterilisasi..........................................................29

4. Akibat dari Sterilisasi.............................................................30

C. Sterilisasi Dalam Hukum Islam..................................................32

ix
BAB III KOMISI FATWA MUI DAN BAHTSUL MASAIL NU

A. Sejarah Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul Masail

NU.............................................................................................39

1. Sejarah Komisi Fatwa MUI...................................................39

2. Sejarah Berdirinya Lembaga Bahtsul Masail Nahdalatul

Ulama (NU)..............................................................................44
2. Tugas dan Fungsi Lembaga Bahtsul Masail NU..................55
B. Kedudukan Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul

MasailFATWA
BAB IV ANALISIS NU.................................................................................45
MUI TAHUN 2012 DAN NU

1. Kedudukan
TAHUN Komisi Fatwa
1989 TENTANG MUI............................................45
STERILISASI DALAM

2. Kedudukan
KELUARGA Lembaga Bahtsul Masail NU.............................46
BERENCANA

C. Fatwa
A. Dasar-dasar Hukum2012
MUI Tahun Komisi
danFatwa MUI 1989
NU Tahun dan Lembaga
Tentang

Bahtsul Masail
Sterilisas NU....................................................................48
dalam Keluarga Berencana.......................................58

1. Dasar-dasar Hukum Komisi


x Fatwa MUI.............................48

2. Dasar-dasar Hukum Lembaga Bahtsul Masail NU...............50

D. Tugas dan Fungsi Komisi Fatwa MUI dan Lembaga

Bahtsul Masail NU....................................................................52

1. Tugas dan Fungsi Komisi Fatwa MUI.................................52


1. Fatwa MUI Tahun 2012 Tentang Sterilisasi dalam

Keluarga Berencana..............................................................58

2. Bahtsul Masail NU Tahun 1989 Tentang Sterilisasi

dalam Keluarga Berencana..................................................59

B. Faktor yang Melatarbelakangi Lahirnya Fatwa MUI Tahun

2012 dan NU Tahun 1989 Tentang Sterilisasi dalam

Keluarga Berencana..................................................................64

1. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI Tahun 2012..............64


BAB V PENUTUP
2. Latar Belakang Lahirnya Bathsul Masasil NU
A. Kesimpulan.................................................................................79
Tahun 1989............................................................................71
B. Saran...........................................................................................80
C. Metode Istinbhat Hukum Fatwa MUI dan Fatwa Bahtsul
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................82
Masail NU..................................................................................72
LAMPIRAN – LAMPIRAN.............................................................................86
1. Metode Istinbat Hukum Fatwa MUI....................................72

2. Metode Keputusan Bahtsul


xi Masail NU................................74

D. Analisis Komparatif...................................................................76

1. Persamaan Pendapat Tentang Program KB Dengan Cara

Sterilisasi Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU tahun 1989.

76

2. Perbedaan Pendapat Tentang Program KB Dengan Cara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam mewajibkan kepada kepala keluarga untuk memberikan nafkah,

sehingga Islam bukan hanya memotivasi umatnya agar mempunyai banyak

keturunan, tetapi juga menekankan agar keturunan tersebut dapat hidup secara

berkualitas, namun ada beberapa orang yang khawatir jika memiliki banyak

keturunan akan membawa kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya,

dengan alasan karena pendapatannya pas-pasan. Padahal sesungguhnya

setiap anak yang dilahirkan pasti telah ditentukan rizkinya oleh Allah Ta’ala.

Kita harus ingat firmanNya dalam QS. Al-Isra’{17}:31

ِ‫ب ُك ْم إ‬Wَّ‫ ُه ْم َوإِي‬Wُ‫ىا أَ ْو ََل َد ُك ْم َخ ْشَيَت إِ ْم ََل ٍق َن ْح ُن َن ْر ُزق‬Wُ‫ل‬Wُ‫َو ََل َت ْقت‬


.‫ب َكبِي ًرا‬W‫َّن قَ ْتلَ ُه ْم َكب َن ِخ ْط ًئ‬
1
17) /71:‫(سىرة اإلسراء‬

Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut


kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar”.(QS. Al Isra’{17}:31).

orang lain karena hanya karena alasan takut miskin, akan tetapi pada saat ini

program KB secara nyata sudah berhasil memberikan sumbangan dan manfaat

yang luarbiasa pada pemenuhan hak-hak reproduksi dan kesejahteraan

keluarga. Tapi di balik manfaat yang ada terdapat salah satu program KB yang

bertentangan dengan ajaran Islam yaitu sterilisasi dimana sterilisasi ini

1
Suryadharma Ali, Al-Qur’anulqarim, (Jakarta : Cv.Aneka Ilmu, 2013), h. 258.

1
2

merupakan jenis KB yang mengakibatkan kemandulan tetap atau lebih

jelasnya sterilisasi merupakan cara/alat kontrasepsi KB (Vasektomi dan

Tubektomi) biasanya jika dilakukan oleh laki-laki disebut vasektomi dan jika

dilakukan oleh perempuan disebut tubektomi,2 sterilisasi merupakan oprasi

ringan yang di lakukan oleh dokter ahli agar tidak mendapatkan keturunan. 3

Cara tersebut tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, sterilisasi pada

laki-laki yaitu dengan memotong saluran mani kemudian mengikat kedua

ujungnya, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis, kemudian

di lakukannya sterilisasi pada laki-laki tidak menganggu kehidupan seksual.

Sedangkan sterilisasi pada wanita disebut tubektomi. Tubektomi adalah

usaha mengikat (memotong) saluran ovum sehingga sel telur wanita tidak

dapat dibuahi, caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur dan

menutup kedua-duanya, sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma

tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi

kehamilan.4

Dari berbagai cara yang dilakukan oleh dokter ahli dalam upaya sterilisasi,

baik yang dianggapnya aman, maupun yang penuh resiko, kesemuanya


dilarang menurut ajaran Islam; karena mengakibatkan seseorang tidak dapat

mempunyai anak lagi. Sedangkan Pemandulan yang dibolehkan dalam Islam

2
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta : Ditjen
BIPH Departemen Agama RI, 2010), h. 299.
3
Masjfuk Juhdi, Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Cet.IV, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1982), h. 40.

Masjfuk Juhdi, Masail Fiqhiyyah : Kapita Selekta Hukum Islam, Cet.X, ( Jakarta: PT.
4

Toko Gunung Agung, 1997), h. 68.


3

adalah pemandulan yang sifatnya sementara atau sewaktu-waktu saja bukan

untuk selama-lamanya, seperti alat kontrasepsi yang biasa dipakai oleh

pasangan suami istri dalam melakukan KB, yang sewaktu-waktu dapat

dilepaskan atau ditinggalkan apabila ada keinginan untuk mempunyai anak

lagi, oleh karena itu sterilisasi termasuk memutus keturunan, atau

pemandulan tetap.

Sterilisasi menimbulkan kemandulan abadi yang sulit diperbaiki lagi,

padahal fitrah manusia yang telah menikah adalah mendambakan kehdiran

anak (putra atau putri) yang shaleh yang dapat memperkokoh ikatan rumah

tangga,5 karena meskipun pada saat itu mereka telah memperoleh jumlah

anak yang dicita-citakan tetapi akan dipastikan mereka akan menderita

siksaan batin yang berkepanjangan manakala salah satu atau seluruh

anaknya ditakdirka allah menemui ajalnya, atau cacat atau memiliki sifat-

sifat yang betrentangan dengan apa yang di idam-idamkan. dalam keadaan

seperti itu mereka sebenarnya sangat mendambakan lagi kelahiran anak,

tetapi karena terlanjur melakukan sterilisasi maka mereka tidak mampu

lagi melahirkan
dipengaruhi iblis untuk melakukan perbuatan zina,6 karena selain menambah

gairah nafsu seks pria dan wanita, pemandulan (vasektomi/tubektomi) juga

dapat menimbulkan rasa aman dari kehamilan sehingga mereka bebas dan

5
Kustono, Rahasia di Balik keluarga Harmonis, Cet. I, (Tangerang : Shuhuf Media Insani,
2011), h. 51.
6
Yusup Qhardawi, al-Halal wal-Haram fil-Islam, Cet. I, (Jakarta : Robbani Press, 2000),
h. 166.
4

aman untuk melakukan hubungan seks dengan pria atau dengan wanita lain,

dengan demikian program KB dengan cara sterilisasi merupakan perbuatan

yang membahayakan manusia maka hukumnya haram.

Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh bahwa

fatwa haram dikeluarkan karena dalam kajian ulama Vasektomi dan

Tubektomi adalah "pemandulan tetap." "Fatwa haram terhadap Vasektomi dan

Tubektomi sudah dikeluarkan tahun 1979 dengan dua alasan bahwa; (1).

Vasektomi merupakan bentuk usaha pemandulan yang disengaja, sedangkan

dalam Islam sendiri melarang keras seseorang melakukan usaha untuk

memutus keturunan (pemandulan). (2). Di Indonesia sendiri belum dapat

dibuktikan bahwa sterilisasi (Vasektomi dan Tubektomi) bisa disambung

kembali.7 Kemudian tahun 1983 MUI kembali menegaskan bahwa sterilisasi

masih belum diperbolehkan atau haram. Dan untuk yang ketiga kalinya pada

tahun 2009 MUI juga kembali mengeluarkan fatwa tentang larangan

sterilisasi dengan alasan8 bahwa walaupun sudah ada alat untuk upaya

pemulihan kembali seseorang yang telah melakukan sterlisasi tetapi saluran

sperma yang
bersangkutan, sehingga sterilisasi tetap tergolong kategori haram.9

7
Asroru Niam sholeh, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975, (Jakarta :
Erlangga, 2010), H.898.
8
Majelis Ulam Indonesia, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III, (Jakarta
: MUI, 2009), h.61
9
Ardne, Alasan MUI Tetapkan Vasektomi Haram Tapi Dengan Perkecualian, artikel ini
diakses dari http://dakwatuna.com/2012/07/06/21504/alasan-mui-tetapkan-vasektomi-haram-tapi-
dengan-perkecualian
5

Namun dengan berjalannya waktu, pada tahun 2012 telah terjadi

peninjauan ulang mengenai fatwa MUI tentang sterilisasi, bahwa sterilisasi

diperbolehkan dengan bersyarat, itu artinya pada tahun 2012 sterilisasi tidak

lagi merupakan pemandulan tetap sehingga dapat dipulihkan kembali seperti

sebelum melakukan sterilisasi, namun fatwa MUI tersebut tidak lantas bisa

dilaksanakan begitu saja, ada lima syarat yang harus di penuhi agar sterilisasi

bisa dihukumi halal yaitu ; untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat, tidak

menimbulkan kemandulan permanen, ada jaminan dapat dilakukan

rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula,

tidak menimbulkan bahaya bagi yang bersangkutan, tidak dimasukan

kedalam program dan metode kontrasepsi mantap.

Kemudian terjadi perbedaan pendapat antara komisi fatwa MUI dengan

ulama NU tentang sterilisasi dimana pada akhirnya fatwa MUI memutuskan

diperbolehkannya program KB dengan cara sterilisasi sedangkan ulama NU

dalam keputusan muktamarnya, memutuskan terkait haramnya sterilisasi

dikarenakan program KB dengan cara sterilisasi menjadi persoalan

hukum
penggunaan alat kontrasepsi tersebut ialah ; sterilisasi merupakan alat

kontrasepsi yang mengakibatkan kemandulan permanen, cara pemasangannya

berkaitan dengan hukum larangan melihat aurat orang lain, implikasi alat

kontrasepsi terhadap kesehatan penggunaanya, lalu masalah bahan yang

10
Sahal Mahfudh, Keputusan Muktamar Nahdatul Ulama ke-28 yang diselenggarakan di
pondok pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta pada tanggal 26-29 Rabiul Akhir 1410 H atau
26-28 November 1989 M
6

digunakan untuk melakukan/membuat alat kontrasepsi tersebut,11 karena alat

kontrasepsi yang dibenarkan menurut Islam adalah yang cara kerjanya

mencegah kehamilan yang bersifat sementara dan tidak permanen serta dapat

dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh orang lain yang tidak

haram memandang auratnya, selain itu bahan yang digunakan harus berasal

dari bahan yang halal serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan

bagi kesehatan.12

Selain itu ulama NU berpendapat bahwa penjarangan kelahiran melalui

cara apapun tidak dapat diperkenankan, jika mencapai batas mematikan

fungsi berketurunan secara mutlak, termasuk jenis KB dengan metode

sterilisasi. Dalam fatwa MUI tentang di perbolehkannya sterilisasi justru

ulama NU meresponnya dengan kurang setuju terhadap fatwa tersebut

karena bukti keberhasilan rekanalisasi di anggapnya belum meyakinkan

(muhaqqaqah),13 dari perbedaan fatwa antara MUI dan NU ini membuktikan

bahwa masalah sterilisasi merupakan masalah ijtihadiyyah yang melahirkan

perbedaan pendapat.

Terkait dengan fatwa MUI yang memutuskan diperbolehkannya sterilisasi


dengan bersyarat yang kemudian bertentangn dengan putusan NU bahwasanya

sterilisasi tidak diperbolehkan artinya diharamkan, maka terlihat sangat jelas

11
Penjelasan Erna Sulistiyowati, kepala bidang KB-KR Kementrian Kesehatan, tanggal 21
Maret 2013.

Aminudi Yakub, KB Dalam Polemik Melacak Pesan Substantive Isalam, ( Jakarta :


12

PBBN UIN, 2003), h. 19

13
Badrun Alena, NU Kritisme dan Pergeseran makna, Cet. I, (Yogyakarta : PT.Tiara
Wacana,2000), h. 8.
7

perbedaan antara fatwa MUI dengan fatwa NU. Dengan demikian, penulis

tertarik untuk meneliti masalah dan menulisnya dalam sebuah karya ilmiah

yang berbentuk skripsi dengan judul “STERILISASI DALAM KELUARGA

BERENCANA (ANALISIS KOMPARATIF ANTARA FATWA MUI

TAHUN 2012 DAN NU TAHUN 1989)”.

6. Apa yang membedakan fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989?
B. Identifikasi Masalah
7. Mengapa ada perbedaan antara fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
1989?
identifikasi masalahnya sebagai berikut:
8. Apa yang menjadi persamaan fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989?
1. Bagaimana penerapan program KB dengan cara sterilitasi menurut

fatwa MUI 2012 dan NU 1989?

2. Faktor apa yang melatarbelakangi lahirnya fatwa MUI tahun 2012 dan

NU 1989 tentang program KB dengan cara sterilisasi?

3. Bagaimana cara melakukan program KB dengan cara sterilisasi?

4. Apa syarat-syarat untuk bisa menerapkan program KB dengan

cara sterilisasi yang sesuai dengan fatwa MUI tahun 2012?

5. Apa akibat dari melakukan program KB dengan cara sterilisasi?


8

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah/lebih spesifik,

serta tidak menjauh dari apa yang akan di bahas penulis menganggap perlu

adanya pembatasan masalah, karena begitu luasnya cakupan yang

terkandung dalam perkara sterilisasi, dan berdasarkan Identifikasi Masalah

yang penulis kemukakan diatas, maka penulis membatasinya hanya

sekedar mengenai KB dengan cara sterilisasi yang menjadi perbedaan

pendapat antara fatwa MUI dengan NU.

Dalam syariat dalil ulama yang harus digunakan dalam

menyimpulkan adanya hukum atau tidak adanya hukum adalah Al-Quran

al-Qarim dan al-Hadits. Al-Quran al-Qarim adalah mutlak hukumnya

yang turun dari Allah SWT, sedangkan al-Hadits adalah sabda Nabi

Sallallahu Alaihi Wassalam yang ma’sum. Oleh sebab itu penulis akan

melihat secara khusus tentang penerapan KB dengan cara sterilisasi

menurut fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989 serta

memaparkan hukum KB dengan


Islam ataukah merupakan program KB yang sewajarnya yang biasa

dilakukan oleh masyarakat umat Islam.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah di atas dan dalam rangka

mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, penulis

menyusun suatu rumusan masalah sebagai berikut:


9

1. Bagaimana penerapan program KB dengan cara strerilisasi menurut

fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989.

2. Faktor apa yang melatar belakangi lahirnya fatwa MUI tahun 2012

dan NU tahun 1989 tentang program KB.

3. Apa yang menjadi perbedaan dan persamaan antara fatwa MU 2012

dan NU tahun 1989 tentang sterilisasi.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak

dicapai penulis antara lain sebagi berikut :

1. Untuk mengetahui status hukum terkait KB dengan cara sterilisasi.

2. Untuk mengetahui ketentuan penerapan program KB dengan cara

sterilisasi menurut fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya

fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989 tentang program KB

dengan cara sterilisasi.

4. Untuk mengetahui bagaimana cara, syarat, dan akibat dalam melakukan

program KB dengan cara sterilisasi.

5. Untuk mengetahui persamaan dan berbedaan mengenai penerapan

sterilisasi dalam KB menurut fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun

1989.

6. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas terutama umat

muslim di Indonesia mengenai steriliasi KB menurut MUI dan NU


1

sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pasangan

yang ber-KB.

Adapun Manfaat atau kegunaan penelitian ini

1. Dalam rangka mengembangkan dan memperluas wawasan pengetahuan

mengenai status hukum dalam penerapan program KB dengan cara

sterilisasi.

Memberikan kontribusi pemikiran dalam menujang perkembangan ilmu hukum islam khusus
Dapat memberikan informasi Kepada pembaca terkait hukum KB dengan sterilisasi yang ses
Menambah pengetahuan dan wawasan dibidang hukum keluarga terkait
KB tentang cara sterilisasi yang dikeluarkan oleh fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989

E. Tinjauan ( Review ) Kajian Terdahulu

Berdasarkan telaah yang sudah penulis lakukan terhadap beberapa sumber

kepustakaan, penulis menyimpulkan bahwa apa yang menjadi masalah pokok

penelitian ini tampaknya sangat penting. Adapun kajian pustaka dalam

penelitian ini dengan melihat beberapa sumber antra lain :

Penelitian yang di lakukan oleh Drs. Safiudin shidik MA. dalam bukunya

yang berjudul “Hukum Islam tentang berbagai persoalan kontemporer”


1

penerbit : PT. Intimedia Cipta Nusantara,2004. Dalam hal ini Drs. Saifudin

menjelaskan bahwa Sterilisasi merupakan proses pemandulan laki-laki atau

perempuan dengan jalan oprasi agar tidak menghasilkan keturunan. Mandul

bentuk (Sterilisasi) inilah yang menyangkut persoalan hukum karena di

lakukan secara sengaja.14 Sterilisasi ini tentu berbeda dengan alat kontrasepsi

lainya yang pada umumnya hanya bertujuan menghindari kehamilan untuk

sementara waktu saja. sterilisasi bagi laki-laki di sebut dengan Vasektomi.

Caranya ialah dengan memotong saluran mani kemudian kedua ujungnya

diikat,15 sehingga sel sperma tidak bisa mengalir keluar penis. Sedangkan

bagi perempuan di sebut dengan tubektomi caranya ialah dengan memotong

kedua saluran sel telur dan menutup kedua-duanya hingga sel telur tidak

dapat keluar dan sel telur sperma tidak dapat masuk bertemu dengan sel

telur sehingga tidak terjadi kehamilan.16

Sterilisasi pada umumnya secara teori masih bisa di pulihkan kembali

tapi diakui oleh para Dokter harapan tipis untuk bisa kembali sterilisasi

dapat menutup jalan seseorang untuk mempunyai anak. Jika dalam Islam

keadaan
sterilisasi, maka secara otomatis melihat aurat yang dpat disebut mediumnya

sudah pasti dibolehkan. Jadi, melihat aurat di perbolehkan jika sudah sampai

14
Umar Shibab, Kajian Tematik atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-quran (Jakarta :
PT.Penamdani, 2005), h. 467.
15
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana , Informasi Pelayanan Kategori Mantap
Pria (Vasektomi), (Jakarta : BKKBN, 2011), h. 11.
16
Saifuddin Shiddiq, Hukum Islam tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, (Jakarta: PT.
Intimedia Cipta Nusantara,2004, Cet.I), h. 54.
1

keadaan darurat, seperti untuk kepentingan pemeriksaan, kesehatan,

pengobatan, oprasi dan sterilisasi, dan dapat di pahami di perbolehkannya

sterilisasi dalam islam karena semata-mata alesan medis. Selain alesan medis

seperti kekhawatiran banyak anak atau kemiskinan tidaklah dapat di jadikan

alasan untuk melakukan sterilisasi.

Selanjutnya yang di bahas oleh Dr. Madkur dalam kitabnya “Nazharat al-
dalam hadist nabi di terangkan bahwa: “Rasulullah melarang untuk
Islam ila Tanzim al-Nasl” yang mengutip pendapat Imam Syafii dan
membujang dan melakukan tindakan pengkebiran, karena salah satu tujuan
Albijurmi yang mengatakan bahwa di larang menggunakn cara apapun yang
perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan sehingga tindakan
menyebabkan hilangnya kapasitas alami untuk berkembang biak termasuk
pengkebiran tidak sesuai dengan tujuan pernikahan itu sendiri’’.
perbuatan sterilisasi.17

Dalam skripsinya Ahmad Mubarok yang berjudul “Tinjauan Hukum


17
Madhkur, Nazrat AL-Islam Ila Tanzim Al-Nasl, (Kairo: Dar An-Nahdan Al-Arrabiyah,
1965), h. 94.
Islam terhadap sterilisasi bagi suami istri pengidap HIV/AIDS” Program

Studi Al- ahwal Asy-Syakhsiyyah Fakultas Syariah Universitas Islam Negri

Sunan Kalijaga Yogyakarta 2009, menerangkan bahwa sterilisasi adalah

suatu metode kontrasepsi permanen yaitu memandulkan laki-laki atau

wanita dengan jalan oprasi (pada umumnya)agar tidak dapat menghasilkan

keturunan,
1

Dan yang terakhir dalam skripsinya Said Ahmad Sarhan Lubis yang

berjudul “Alasan KB dengan Sterilisasi oleh Masyarakat Kecamatan Medan

Tembung kota Medan”. Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negri Sumatra

Utara Medan 2012.18 Menjelaskan bahwa sterilisasi merupakan suatu metode

kontrasepsi permanen yaitu memandulkan laki-laki atau wanita dengan jalan

oprasi yang mempunyai satu tujuan memberhentikan keturunan, atau

vasektomi sendiri bagi laki-laki suatu prosedur klinik untuk menghentikan

kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan okulasi vas deferens

sehingga alur transportasi sperma terhambat dan protes pertilasi (penyatuan

dengan ovum)tidak terjadi.19 Adapun menggunakan alat kontrasepsi atau

sarana lain yang mengakibatkan alat reproduksi tidak berfungsi dan

mengakibatkan tidak dapat menghasilkan keturunan baik pria ataupun

wanita dengan persetujuan ataupun tidak maka hukumnya haram, dan ulama

sepakat mengharamkannya, contoh yang di haramkan yaitu program KB

dengan cara vasektomi(pemutus saluran sperma) dan tubektomi(pemutus

saluran telur), dalam kasus kedokteran Dorland, vasektomi (vasektomi)

artinya pengangkatan
prostaktektomi, atau untuk menimbulkan infertilitas.20

18
Said Ahmad Sarhan Lubis, Alasan KB dengan Sterilisasi oleh Masyarakat Kecamatan
Medan Tembung kota Medan, (Medan, t.p, 2009), h.13.

Dyah Novita Setia Arum dan Sujiyatini, Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini
19

(Yogyakarta: Mitra Cendikia, 2009), h. 439.


20
Tim Penerjemah EGC, Kanus Kedokteran Dorland (Dorland Ilustrated Medical
Dictionary), Cet.26, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994), h. 2022.
1

Pembahasan dalam beberapa karya ilmiah yang telah penulis kemukakan

di atas hanya membahas KB dengan cara sterilisasi secara khusus, sedangkan

pembahasan tentang KB dengan cara sterilisasi menurut MUI dan NU secara

khusus dan membandingkan kesimpulan fatwa dari dua lembaga tersebut tidak

disebutkan, dengan demikian pembahasan dalam skripsi yang penulis angkat

jauh berbeda dari beberapa karya tulis ilmiah di atas.

F. Metode Penelitian

Untuk mencapai tujuan dari pembahasan skripsi ini, maka penulis

menggunakan beberapa metode dalam pembahasannya, adapun metode-

metode tersebut adalah :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan riset pustaka (library research) pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif.

Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. 21

Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai

apa yang
sebagai kaidah atau norma merupakan patokan berprilaku manusia yang

dianggap pantas. Kaitannya dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan

hukum yaitu hukum Islam(fikih) yang bersumber dari Al-Quran dan Al-

Hadits yang kemudian di interpretasikan oleh para ulama sehingga muncul

21
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. IV, (Jakarta :
PT.Grapindo Persada, 1995), h. 23.
1

beberapa pendapat dengan berbagai persamaan dan perbedaan. Yang

menjadi objek penelitian pustaka ini adalah sterilisasi dalam Keluarga

Berencana (analisis komparatif antara fatwa MUI tahun 2012 dan NU

tahun 1989)”. serta melihat dalil-dalil yang digunakan dalam

mengeluarkan fatwa dalam menyikapi permasalahan ini.

2. Sumber Data Penelitian


6. Panduan Lengkap Pelayanan KB terkini karya Dyah Novita
a. Sumber data primer yaitu semua sumber yang berhubungan
7. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi karya Abdul Basri.
langsung dengan objek penelitian yang menjelaskan terkait KB
b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang dapat menjelaskan data-
dengan cara sterilisasi dalam perespektif fatwa MUI tahun 2012 dan
data primer dalam hal ini adalah:
NU 1989 yang kemudian di himpun dalam buku-buku seperti:
1. Al-wajiz fi idah Qowaid al-Fiqh al-Kulliyah karya M. Sidqi bin
1. Fatwa MUI dan NU dari sumber wawancara.
Ahmad al-burnu.
2. Wajah tolelansi NU karya Dr. Phil Gustiana Isya Marjani.

3. Pendidikan kependudukan dan keluarga berencana karya

Indah Entjang.

4. Antologi NU karya Muhmmad Subhan.

5. Informasi Pelayanan Kategori Mantap Pria (Vasektomi) oleh

BKKBN
1

2. Bulugul maram karya Ibnu hajar al-atskolani.

3. Nihayah al-muhtaj ila syarah al-minhaj karya Muhammad bin

Syihabuddin.

4. Nazarat al-Islam ila tanzim al-nasal karya madhukur.

5. Kiadah-kaidah ushuliyah dan fiqhiyah karya Muchlis Usman.

6. Qawaid Fiqhiyah karya Ahmad Sudirman Abbas.

7. Pergulatan pemikiran Fiqih tradisi pola madhab karya

Ahmad Arifi.

8. Analisis fatwa keagamaan dalam Islam karya Rohadi Abd Fatah.

c. Sumber data tersier, meliputi kamus-kamus dan ensiklopedia Islam.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik pengumpulan data yang dilakukan
bahan-bahan yang telah tersusun baik berupa buku maupun jurnal yang

memiliki kaitan dengan pembahasan judul.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu

menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi yang

memiliki kaitan dengan pembahasan judul. Serta analis yang bersifat

kompehensif yaitu menggambarkan tentang sterilisasi dalam keluarga


1

berencana analisis komperatif antara fatwa MUI tahun 2012 dan NU

TAHUN 1989.

5. Tehnis Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada “ Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta tahun 201222.

G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun dalam lima bab dimana tiap bab terdiri dari beberapa sub bab sistematika mer

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasa

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK

Dalam bab ini akan menjelaskan solusi populasi penduduk

yang tinggi, pengertian sterilisasi, macam-macam sterilisasi

(vasektomi dan tubektomi ), cara-cara melakukan sterilisasi,

22
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta : Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM), 2012
1

syarat-syarat melakukan sterilisasi, akibat dari sterilisasi,

dan sterilisasi dalam hukum Islam.

BAB III KOMISI FATWA MUI & BAHTSUL MASAIL NU

Pada bab ketiga ini akan membahas mengenai Sejarah

Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul Masail NU,

Kedudukan Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul

Masail NU, Dasar-dasar Hukum Komisi Fatwa MUI dan


Lembaga Bahtsul Masail NU, Tugas dan Fungsi Komisi Fatwa MUI dan

BAB IV ANALISIS FATWA MUI TAHUN 2012 DAN NU TAHUN 1989 TENTA
Pada bab keempat penulis ingin menganalisis mengenai Fatwa MUI Tahun 2
Melatarbelakangi Lahirnya Fatwa MUI Tahun 2012 dan

NU Tahun 1989 Tentang Sterilisasi dalam Keluarga

Berencana, Metode Istinbhat Hukum Fatwa MUI dan Fatwa

Bahtsul Masail NU, Analisis Komparatif.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini merupakan akhir dari pembahasan yang

berisikan kesimpulan yang di peroleh dari hasil penelitian.

di lengkapi dengan saran-saran yang dapat membantu dan


1

memberikan masukan terhadap penulis mengenai sterilisasi

dalam Keluarga Berencana (analisis komparatif antara

fatwa MUI tahun 2012 dan NU tahun 1989).


BAB II

PENGENDALIAN PERTUMBUHAN PENDUDUK

A. Solusi Populasi Penduduk yang Tinggi

Didalam pembangunan sebuah negara, penduduk merupakan salah satu

sumber daya yang sangat dibutuhkan dan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan. sebagai sumber daya maka penduduk perlu dikembangkan agar potensi-potensi yang dimili
Untuk mengetahui laju pertumbuhan penduduk, maka diperlukan ilmu yang dapat memperlajarinya. Dik
bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian,

migrasi, serta penuaan.2

Menurut Marxist (Pandangan Karl Marx, yakni filsuf komunis modern)

mengenai teori pertumbuhan penduduk menyatakan bahwa, semakin banyak

jumlah manusia, semakin tinggi juga produksi yang dihasilkan. Akan tetapi,

1
Kementrian Lingkungan Hidup, Tekanan Penduduk dan Dampak Terhadap
Lingkungan, Jakarta : 2002.
2
Pengertian Demografi dari Wikipedia.com

20
2

menurut Robert Thimas Malthus yakni seorang pelopor ilmu kependudukan

yang teori kependudukanya dikenal dengan The Prinsiple of Population,

menyatakan bahwa penduduk apabila tidak ada pembatasan akan berkembang

biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat bagian dari permukaan bumi,

dan manusia pun tentunya memerlukan bahan makanan, maka laju

pertumbuhan yang terus meningkat dan apabila tidak ada pembatasan terhadap

pertumbuhan penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan

bahan makanan sehingga inilah yang menjadi sumber kemelaratan dan

kemiskinan manusia.3

Untuk menghindari hal tersebut, maka diperlukan pengendalian

pertumbuhan penduduk. Pengendalian tersebut dilakukan oleh pemerintah

Indonesia dengan melakukan program keluarga berencana. Seiring dengan

perkembangan teknologi, program steriliasi dalam keluarga berencana pun

dilakukan. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

memperlihatkan bahwa pencapaian peserta KB mantap/sterilisasi yang

terdiri dari sterilisasi pria (vasektomi) dan sterilisasi wanita (tubektomi)

hingga saat
yang pertama hingga SDKI tahun 2007, peserta KB sterilisasi pria (vasektomi)

tercatat masih kurang dari 1 persen, bahkan data SDKI 2007 menunjukkan

terjadi penurunan bila dibandingkan dengan SDKI tahun 2002/2003 yaitu dari

3
Lubis, Pertumbuhan Penduduk dan Kesempatan Kerja, Universitas Sumatera, 2011,
h.63.
2

0,4 persen menjadi 0,2 persen.4 Berdasarkan hal tersebut, upaya Vasektomi

dan Tubektomi terus digalakkan oleh pemerintah Indonesia agar dapat

dilakukan masyarakat sebagai solusi dari tingginya pertumbuhan penduduk

Indonesia yang signifikan.

B. Tinjauan Umum Tentang Steriliasi


(gudang sperma), sehingga sperma tidak dapat mengalir keluar penis
1. Pengertian Sterilisasi
(uretra).Vasektomi pun dikatakan sebagai tindakan pemotongan vas
Sterilisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
deferens (ductus deferens) dengan maksud memutuskan kontiniuitas
dalam istilah kimia, perlakuan untuk menjadikan suatu bahan atau benda
transportasi sperma dari testis atau merupakan Metode Operasi Pria
bebas dari mikroorganisme dengan cara pemanasan, penyinaran, atau
4
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Informasi Pelayanan Kategori Mantap
dengandan
Pria (Vasektomi) zattubektomi.
kimia untuk
Jakarta:mematikan mikroorganisme
Badan Kependudukan dan Keluargahidup, sedangkan
Berencana, 2011:h.1
5
Tim
dalamPenyusun Kamus Pusat
istilah Bahasa,adalah
biologi Kamus Besar Bahasa Indonesia,
perlakuan untuk Cet.III,
meniadakan
(Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 1259.

kesanggupan berkembang biak pada hewan atau manusia dengan

menghilangkan alat kelamin atau menghambat fungsinya.5

Sterilisasi jika dilakukan oleh laki-laki disebut vasektomi atau vas

ligation, yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran atau

pembuluh
2

(MOP) dengan melakukan operasi kecil dengan cara pemotongan dan

pengikatan saluran vas deferens kanan dan kiri yang dilakukan hanya

dalam waktu kurang lebih dari 15 menit saja.6

Istilah vasektomi dalam ilmu bedah terbentuk dari dua kata yaitu vas

dan ektomi, vas atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih yaitu

saluran yang menyalurkan sel benih jantan (spermatozoa) keluar dari buah

zakar (testis) yaitu tempat sel benih itu diproduksi menuju kantung mani

(vesikulaseminalis) sebagai tempat penampungan sel benih jantan

sebelum dipancarkan keluar pada saat ejakulasi, sedangkan Ektomi atau

ektomia adalah pemotongan sebagian, Jadi vasektomi artinya adalah

pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat

jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih

bagian sisi lainnya yang masih tersisa, kemudian masing-masing kedua

ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga

saluran menjadi buntu/tersumbat.7 Dikutip dari Ensiklopedi Internasional

oleh Edward R Brace yang diterjemahkan oleh Soelarko

Soemohatmoko, ia menyebutkan
jalan pembedahan biasanya dilakukan pada ductus seminalis (saluran

mani) dari kedua testicel, sebagai tindakan sterilisasi.8

6
Djoko Rahardjo, Panduan Pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau (Jakarta: Perkumpulan
Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), 1996), h. 1.
7
Suzanne Everret, Hand Book of Contraception and Reproductive Sexual Health, (Buku
Saku Kontrasepsi dan Kesehatan seksual Reproduktif), terj. Nike Budhi Subekti (Jakarta: Buku
Kesehatan EGC, 2008), h. 70.

Edward R Brace, Ensiklopedi Kedokteran. Penerjemah Soelarko


8
Soemohatmoko,
Bandung: Angkasa, 1983, h. 35.
2

Sedangkan sterilisasi pada perempuan disebut tubektomi atau

tubaligation. Menurut Trisna Pangestuning dalam karya ilmiah tesisnya di

Universitas Hasanuddin, tubektomi adalah tindakan oklusi atau

pengambilan sebagian saluran telur wanita untuk mencegah proses

fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut akan terhenti

secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi pasca

persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena posisi

tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi.9

Sterilisasi bagi pria (vasektomi) maupun wanita (tubektomi)

merupakan salah satu cara Keluarga Berencana (KB) modern yang

paling efektif. Keefektifan metode sterilisasi tidak perlu diragukan lagi

(98,85 persen) asal dilakukan seusai dengan SOP (standar, operasional,

prosedur) yang telah ditetapkan.10

2. Cara-cara Sterilisasi

Berikut adalah cara-cara dalam melakukan oprasi dengan sterilisasi

pada laki-laki (vasektomi):

1. Klien dianjurkan untuk mandi atau membersihkan daerah skrotum dan


inguinal/lipat paha sebelum masuk ke ruang operasi.

2. Klien dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga

skortum.

9
Trisna Pangestuning, Analisis Perbandingan Tingkat Kepuasan Seksual Wanita Dengan
Tubektomi dan Tidak Dengan Tubektomi di Makassar 2015, (Tesis S2 Universitas Hasanuddin
2015), h. 38.
10
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Sterilisasi Kurang
Mendongkrak Penurunan Fertilisasi, (t.t,Angkasa Baru, 2011), hal. 1.
2

3. Rambut pubis cukup dicukur bila menutup daerah operasi. Waktu yang

paling baik mencukur adalah sesaat sebelum tindakan dilakukan agar

resiko infeksi ditekan serendah mungkin.

4. Cuci/bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air kemudian ulangi

sekali lagi dengan larutan antiseptic atau langsung diberi antiseptic

(povidon lodin).

5. Bila dipergunakan larutan povidon lodin seperti betadine, tunggu 1 atau

2 menit hingga yodium bebas yang terlepas dapat membunuh

mikroorganisme.

6. Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang.

7. Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal

paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang

seperti larutan lodofoor (betadine) 0,75% atau larutan klrheksidin

(hibiscrub) 4%.

8. Ditutupinya daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril

berlubang pada tempat skortum ditonjolkan keluar.

9. Tepat di linea mediana di atas vas deferens11 kulit skrotum diberi


anestesi lokal (prokain atau novokain atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu

jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas

deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml.

11
Pembuluh atau saluran mani yang mengangkut sel mani dari kanal lipat paha ke saluran
ejakulasi, oleh Desy Anwar dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet. I, (Surabaya : Amelia
Surabaya, 2003), h. 586.
2

10. Kulit skortum diiiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat di atas vas

deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.

11. Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan klem, disiangi

sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, pendarahan

dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anestesi kedalam

fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal

sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau

cukup tajam) hingga memudahkan penjahitan kembali. Setelah fasia

vas deferens dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih

mengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya

dibebaskan dengan gunting halus berujung runcing.

12. Vas deferens dijepit dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1- 2

cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan

dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas

deferens tersebut untuk melihat kalau ada pendarahan yang

tersembunyi. Jepitan hanya pada titik pendarahan, jangan terlalu

banyak, karena dapat menjepit


berakibat kematian testis itu sendiri.12

13. Dipotongnya antara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm menggunakan

benang sutra No. 00, 0, atau 1 untuk mengikat vas tersebut. Ikatan tidak

boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras dapat memotong

vas deferens.

12
Kamus Kedokteran Dorland (Dorland‟s Ilustrated Medical Dictionary), terj. Tim
Penerjemah EGC, Cet.26, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994), h. 1785.
2

14. Setelah selesai, kulit ditutup dengan 1-2 jahitan plain catgut kemudian

rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan

di plaster.13Istirahat 1-2 jam di klinik lalu hindari pekerjaan berat slam 2-

3 hari kemudian Kompres dingin/es pada scrotum, memakai penunjang

skrotum (skrotal-support) selam 7-8 hari , luka operasi jangan kena air

selama 24 jam.

Sedangkan cara yang dilakukan untuk melakukan tubektomi atau

sterilisasi pada sel telur, sebagaimana yang dikutip dari Trisna

Pangsetuning yakni dengan beberapa cara, yaitu dengan memotong

saluran telur (tubektomi).14

Adapun cara memotong saluran telor dalam proses ini memiliki

beragam metode atau cara yang dapat dipilih klien, antara lain :

a. Cara Pomeroy

Tindakan sterilisasi ini dapat dilakukan saat tindakan Sectio

Caesaria pada ibu yang ingin langsung tubektomi.Sedangkan jika

persalinan berlangsung normal, maka tindakan dapat dilakukan 1-2

hari setelah melahirkan.Karena pada saat tersebut rahim masih


sehingga tidak sulit untuk menemukan saluran tuba. Tehnik Pomeroy

adalah dengan membuat ikatan pada tuba yang tidak terdapat

pembuluh darah, meminimalisasi rusaknya jaringan, memotong

13
Abdul Bari Saifuddin dkk.,Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Cet.3,
(Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006), h. 83-84.
14
Trisna Pangestuning, Analisis Perbandingan Tingkat Kepuasan Seksual Wanita Dengan
Tubektomi dan Tidak Dengan Tubektomi di Makassar 2015, (Tesis S2 Universitas Hasanuddin
2015), h. 44.
2

sebagian tuba dan menggunakan benang yang dapat diserap (chromic

atau plain catgut).

b. Cara Madlener

Dinding tuba dirusak dengan klem dan diikat dengan jahitan yang

tidak bisa diserap tetapi tidak dipotong.

c. Cara Irving
saluran tuba falopiyang menghubungkan ovarium dan rahim (uterus)
Metode ini dengan memotong tuba pada pertengahan panjangnya
tersebut dipotong dan ujung-ujungnya ditutup dengan cincin atau
setelah kedua ujung potongan diikat dengan cutgut. Ujung potongan
dibakar (kauter).15 Metode lain yang tidak melakukan pemotongan
proksimal ditanamkan di dalam miometriu dinding depan uterus.
adalah dengan mengikat atau menjepit saluran tuba falopi (tubal
Ujung potongannya distal di tanaman di dalam ligamentum latum.
15
Tuba Falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang menghubungkan ovarium
d. Cara Uchida
dengan uterus.Pada saat ovulasi, sel telur dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus.
Bila ada sperma di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian melekat
di uterus. 1. Dengan membakar saluran telur dengan menggunakan aliran

listrik.

2. Dengan melipat saluran telur

3. Dengan menyumbat dan menutup saluran telur Menggunakan

bahan kimiawi seperti perak nitrat,seng, klorida, dan sebagainya.

Dalam oprasi atau pembedahan yang disebut tubektomi, kedua


2

ring/tubal clip). Hal ini menyebabkan sel telur tidak dapat terjangkau

sperma.Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum

atau lokal (spinal/epidural). Dokter dapat menggunakan alat bantu

berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa

kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan

kecil di perut untuk menentukan lokasi tuba falopi.Sebuah sayatan

lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba

falopi Anda.Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup

dengan jepitan.

3. Syarat-syarat Sterilisasi

Syarat-syarat yang harus di penuhi ketika ingin melakukan

strerilisasi, yaitu:

1.) Sukarela

Setiap calon peserta kontap harus secara sukarela menerima

pelayanan kontap; artinya secara sadar dan dengan kemauan sendiri

memilih kontap, dan diberikan waktu berpikir kembali setelah

melakukan konseling mengenai jenis-jenis kontrasepsi, efek


lain.

2.) Bahagia

kebahagiaan yang dimaksudkan adalah dalam berkeluarga, calon

peserta tersebut dalam perkawinan yang sah.16

Lilik Triyawati, Pengaruh Usia Terhadap Kejadian Plasenta Previa Pada Ibu Hamil di
16

RSUD Dokter Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto 2007, (Tesis S2 Universitas Airlangga,2007), h.
20.
3

3.) Kesehatan

Setiap calon peserta kontap harus memenuhi persyaratan kesehatan

artinya tidak ditemukan adanya hambatan/ kontraindikasi untuk

menjalani kontap, dan melakukan pemeriksaan laboratorium.

4.) Setiap calon peserta kontap harus mengikuti konseling (bimbingan

tatap muka).

5.) Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik (informed

consent).

4. Akibat dari Sterilisasi

Sebelum membahas kepada akibat dari melakukan sterilisasi, sedikit

penulis akanpaparkan apa saja yang menjadi keunggulan dalam

melakukan sterilisasi.17

1.) Mudah, karena memerlukan satu kali tindakan.

2.) Efektif, karena tingkat kegagalannya sangat kecil dan merupakan cara

kontrasepsi yang permanen.

3.) Sederhana, karena tindakannya hanya memerlukan waktu kurang lebih

dari 15-30 menit.


4.) Ringan Biaya, karena hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan

saja.

5.) Aman, karena keluhan lebih sedikit bila dibandingkan dengan cara

kontrasepsi lain.

17
Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), Buku Saku Kontrasepsi
Mantap untuk Petugas Lini Lapangan (Jakarta: t.pn.1995), h. 29-30.
3

6.) Secara kultural, pada laki-laki vasektomi sangat dianjurkan di negara-

negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria

atau kurang tersedia dokter dan para medis wanita.18

7.) Pada wanita, tidak mengganggu proses menyusui anak (jika memiliki

anak dalam keadaan masih menyusui).19

Selain keunggulan yang dimiliki proses sterilisasi, proses ini pun

memiliki kekurangan, dikutip dari Trisna Pangestuning, dalam tubektomi

18 sangat efektif tetapi kemungkinan terjadinya kehamilan tetap ada, baik


Suparyanto, “Kontasepsi MOP (Metode Operasi Pria) Selayang Pandang”, artikel ini
diakses pada 11 Juli 2016 dari http://dr-suparyanto.blogspot.com/2013/03/kontrasepsi-mop-
dalam rahim maupun di luar rahim (ektopik) sehingga petugas klinik
metode-operasi-pria.html?m=1.
19
Lilik Triyawati, pengaruh usia terhadap kejadian plasenta previa pada ibu hamil di
terdekat
RSUD Dokter harus
Wahidin mengetahui
Sudiro gejala-gejala
Husodo Mojokerto kehamilan
2007, (Tesis tersebut,
S2 Universitas baik yang dih.
Airlangga,2007),
19.
20 dalam maupun yang di luar rahim. Selanjutnya membawa klien tersebut
Trisna Pangestuning, Analisis Perbandingan Tingkat Kepuasan Seksual Wanita Dengan
Tubektomi dan Tidak Dengan Tubektomi di Makassar 2015, (Tesis S2 Universitas Hasanuddin
2015), h. 5.
ke klinik atau dokter untuk membuat diagnosis pasti.Bila ternyata terjadi

kehamilan ektopik, harus dilakukan tindakan segera untuk

mengatasinya.20 Adapun kekurangan lain dari sterilisasi kehamilan

adalah sebagai berikut :

1.) Pendarahan, apabila pendarahan sedikit cukup diobservasi saja. Tetapi

apabila pendarahan agak banyak maka harus segara ditangani dengan


3

2.) Mengalami Hematona pada lelaki, yakni apabila daerah skrotum diberi

beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, dan naik

kendaraan dijalan yang rusak.

3.) Infeksi pada kulit dapat terjadi, yakni epididimis atau orkitis.

4.) Granuloma sperma, dapat terjadi 1-2 minggu setelah operasi.

Menyebabkan adanya benjolan kenyal dan agak nyeri yang terjadi pada

ujung proksimal vas deferen atau pada epididimis.21


5.) Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual mungkin bertambah parah set

C. Sterilisasi Dalam Hukum Islam

Dalam al-Qur‟an terdapat ayat yang berkaitan dengan sterilisasi, akan tetapi tidak dibahas secara eks
kelahiran atau disebut dengan KB jika motivasinya logis dan ada situasi

rasional yang mengharuskannya.


              
     

21
Suparyanto, “Kontrasepsi MOP (Metode Operasi Pria) Selayang Pandang”, artikel ini
diakses pada 11 Juli 2016 dari http://dr-suparyanto.blogspot.com/2013/03/kontrasepsi-mop-
metode-operasi-pria.html?m=1.
22
Saroha Pinem, Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi, (Jakarta: Trans Info Media,
2009) h. 297.
3

05) : W‫(سسة ان ٕشسي‬


ٕ
Artinya : “ Atau dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan
perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa”(QS. Asy Syuura
{42}:50)

             
   
  

             

  


Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) n
kerusakan”. (QS Al-Qashahsh {28}:77)

      g        


         

Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan Perkataan yang benar”. (QS. An- Nisa{4}:9)
Ayat-ayat al-quran diatas menunjukan bahwa Islam mendukung

adanya KB karena QS. An-Nisa ayat 9 dinyatakan bahwa “hendaklah takut

kepada allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang

mereka anak-anak yang lemah” anak-anak lemah yang dimaksud adalah


3

generasi penerus yang lemah agama, Ilmu pengetahuan sehingga KB

menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah.

Pandangan Hukum Islam tentang KB secara prinsipal dapat

diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga

sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunana yang tangguh sangat

sejalan dengan tujuan syariat Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi

umatnya, selain itu KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat

mencegah timbulnya kemudharatan. Para ulama yang membolehkan KB

sepakat bahwa KB yang di bolehkan Syariat adalah suatu usaha

pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan

sementara atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi

tertentu untuk kepentingan maslahat keluarga, demikian arti disini KB

mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan)

bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan

(taqim).23 Walaupun secara teoritis sudah banyak Fatwa ulama yang

membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl tetapi kita harus tetap

memperhatikan jenis dan cara


Tanzim al-nasl (pengaturan keturunan)/ Pengaturan kelahiran

sudah ada sejak zaman Rasulullah saw yaitu disebut dengan azl‟24

sebagaimana Rasulullah saw bersabda :

23
Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, (Jakarta: Grafindo Persada
1999), h.192.
24
t.n, Cara mencegah Kehamilan Denggan Senggama Terputus, artikel ini diakses pada 19
oktober 2016 dari http://sehatkita.com/senggama-terputus-cegah-kehamilan-wanita.htm.
3

‫ حضشت سسٕل هلال صهى هلال‬:‫عب قبنث‬ ُٓ ‫ض هلال‬


ً ‫ع جزاية بُث ْٔب س‬ ٍ ٔ
‫ٌأ‬
‫ع انغٍهة فُظشت ًف أنشؤفبسس فإرا ْى ٌغٍه‬ ٍ ‫ "نقذ ًْث َٓأى‬:‫ٌقٕل‬W ْٕٔ‫عهٍّ ٔسهى ًف أَبس‬
‫ع انعزل‬ ٍ ‫ٔأال ْدى فال ٌضش رنك ٔأالدْى شئب ثى سإِٔن‬
)‫(سا ِ يسهى‬
ٔ ."ً‫ رنك إنأد انخف‬: ‫فقبل سسٕل هلال صهى هلال عٍّهٔسهى‬
Artinya : “Dari Judzamah Binti Wahab r.a, berkata: “Aku ikut mendengar
bersama beberapa orang ketika Rasulullah saw. Bersabda
“sesungguhnya aku ingin sekali melarang perbuatan menggauli
istri yang masih menyusui tetapi aku melihat orang-orang
romawi dan orang-orang Persia biasa melakukan hal itu, dan
ternyata hal itu tidak membahayakan anak-anak mereka
sedikitpun, ketika para sahabat bertanya tentang masalah azl
(menumpahkan sperma diluar rahim, coitus intruptus)25,
Rasulullah saw, bersabda, “itu sama saja pembunuhan yang
terselubung” (HR Muslim).

‫ ٌب سسٕل هلال صهً ٌإ‬:‫ع ٌأ سجال قبل‬


ُّ ‫ض هلال‬ً ‫ٔ عٍ أًب سٍعذ انحذسي س‬
‫ًن جبٌسة َٔأب أعزل‬
‫ع‬
‫ل ٔإ‬W‫ش ٌأ جًحم ٔأَب ٌأسذ يب ٌٌشذ انشجب‬ ِ ‫ٓب ٔأَب أك‬
‫ٌأ‬
‫ انعزل‬:‫إٍٓند جح ّذخ‬
‫ان‬
‫ "كزبث‬:‫ٕٔءدة انصغشي قبل‬
‫اٍن‬
‫ٕد ٕن أساد هلال أ‬
ٔ ‫ (ٔساِ أًحذٔإٔب‬."‫ٌخه ّق يب اسحطعث ٌأ جصش ّف‬
)‫داد‬
Artinya : “Dari Abu Said Al-Khudry r.a bahwa ada seseorang berkata:
Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang budak perempuan,
aku melakukan 'azl padanya karena aku tidak suka ia hamil,
namun aku menginginkan sebagaimana yang diinginkan orang
kebanyakan. Tapi orang Yahudi mengatakan bahwa perbuatan
'azl adalah pembunuhan kecil. Beliau bersabda: "Orang Yahudi
ituberdusta. Seandainya Allah menghendaki menciptakan anak
(dari spermamu), kamu tidak akan kuasa menghalanginya”
(HR. Ahmad dan Abu Daud, Lafazh hadits ini oleh Abu Daud.
Hadis ini juga di riwayatkan oleh an-Nasai dan ath-Thahawi.
Para perawi adalah orang-orang yang dapat dipercaya).
3

25
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulugul Maram, (Bairut :Darul Fikr, 1994), h. 212
3

(‫سهى‬WW‫اِ ي‬W ‫) ٔس‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan


kepada kami Yahya bin Said dan Ibnu Juraij dari Ata dari Jabir
ia berkata; “pada masa Nabi shallallahu „alaihi wasallam,
kami pernah melakukan „azl (mencabut penis saat ejakulasi)‟‟
telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah
menceritakan kepada kami Sufyan telah berkata Amru telah
mengabarkan kepadaku Ata ia mendengan Jabir radiallhu
„anhu berkata : kami melakukan „azl sedangkan al-Quran juga
turun, dan dari Amru dari Ata dari Jabir ia berkata : kami
melakukan „azl di masa Nabi shallallahu „alaihi wasallam
dan al-Quran juga turu.”.(HR,Muslim).

Seiring dengan perkembangan zaman untuk menghalangi kehamilan atau

melakukan pengaturan kelahiran atau biasa di sebut dengan KB pun ikut

berkembang, sehingga banyak macam cara yang dilakukan yang kemudian

ditemukanya metode kontrasepsi dengan cara sterilisasi atau lebih

dikenal dengan vasektomi dan tubektomi.

Dikutip dari Masyfuk Zuhdi, terdapat 4 rumusan yang menyinggung

tentang Keluarga Berencana (KB) yakni26 :

1. Menurut Imam Al-Ghazali, KB adalah pengaturan penjarangan untuk

kesejahteraan dan bukan berartipencegahan kehamilan untuk membatasi

keluarga yaitu dengan :

Masyfuk Zuhdi,(Masail Fiqhiyah )Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta : CV. Haji
26

Mas Agung, 1990), h.55.


3

a. „Azl, yakni mengeluarkan sperma diluar lubang rahim, tentunyaini

dengan kesepakatan suami-istri.

b. Dapat mengatur waktu, maksudnya kapan waktu subur bagi wanita

untuk melakukan persetubuhan.

2. KB tidak boleh dilakukan dengan pengguguran kandungan, juga tidak

boleh merusakkan atau menghilangkan bagian tubuh.

KB merupakan masalah perseorangan (suka rela) ada persetujuan suami-istri yangbersangkutan


Perencanaan keluarga harus ditujukan dan diarahkan kepada pembentukan kebahagiaan suami-
Hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam (qaidah

fiqhiyah) yang menyatakan :

72‫ْ اَالَّ َ ص ُم فِى االَ ْشيَا ِء َوا ْلَ ْف َعال ا ْل ِْ بِاحة ُ َحث َّى يَ ُد َّل انَ َّد نِ ْي ُم َعهَى تَ ْح ِر ْي ِم َه‬

Artinya: "Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, kecuali/sehingga ada dalil yang me

Selain itu beberapa ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi yang memberikan

indikasi bahwa pada dasarnya Islam membolehkan orang Islam ber-KB.

KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi sunnah, wajib makruh

atauharam. Karena Hukum bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi

individu Muslim yang bersangkutan, selain juga memperhatikan


27
M. Sidqi bin Ahmad al-Burnu,al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, ( Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), h. 109.
3

perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan

kaidah hukum Islam yang berbunyi:

28
‫تَغ ر ا َ و ُ ر ا زمن وا م وا حوال‬
َ‫ال ة ْالَ َكَنة ْال‬
َ ْ ّ َ‫ْالَ كا ِبت‬
‫ي‬ ‫ح‬ ‫ّي‬

‫غ‬
Artinya : "Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan
zaman, tempat dan keadaan."

Karena pada zaman Nabi alat kontrasepsi kelurga berencana berupa

Sterilisasi belum ada atau belum dikenal, yang ada hanyalah „azl. Dari

hukum asalnya yaitu „azl menuju kepada hukum Sterilisasi tentunya

sudah mengalami banyak perubahan, berubahnya suatu hukum ijtihad itu

berdasarkan kaidah-kaidah hukum Islam yang telah disepakati oleh


28
M. Sidqi bin Ahmad al-Burnu,al-Wajiz fi Idah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, ( Beirut:
seluruh fuqoha‟ (ahli hukum fiqh) dan usuliyah (ahli usul fiqh) yang
Muassasah al-Risalah, 1983), h. 182.
29
H.A. Djazuli, Fiqh Siyasah, Cet. 3,(Jakarta: Kencana, 2003), h. 36.
diantaranya adalah sebagai berikut:

‫ ِة ُٔ ُج‬Wَّ‫ ْن ُح ْك ُى ٌَ ُذْٔ ُس َي َع ا ْن ِعه‬Wَ‫أ‬


29
‫ْٕ ًدا َٔ َع َذ ًيب‬
Artinya: “Hukum itu berputar (bergantung) pada ada atau tidak adanya
illat.”
BAB III

KOMISI FATWA MUI DAN BAHTSUL MASAIL NU

A. Sejarah Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul Masail NU

1. Sejarah Komisi Fatwa MUI

Dikutip dari situs online resmi milik MUI, Majelis Ulama Indonesia

(MUI) adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama,


Indonesia. Negara tidak mencampuri masalah-masalah intern keagamaan
Zu’ama, dan Cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
tetapi dalam hubungan umat Islam dengan pemerintah maupun hubungan
membina dan mengayomi kaum muslimin di Indonesia. Majelis Ulama
antar umat beragama dibutuhkan wadah yang menghimpun para ulama dan
Indonesia berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan
berperan sebagai mediator, fasilitator dan komunikator umat Islam ditanah
tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.1
1
Majelis Ulama Indonesia, Sekilas MUI, artikel ini diakses dari http://mui.or.id/sekilas-mui
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia
pada 18 Juli 2016.

tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka,

39
di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik

kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani

umat, meski banyak organisasi islam dan sebagian besar telah eksis sejak

sebelum kemerdekaan, namun kehadiran MUI dipandang perlu

sebagai suatu
4

air tidak terpecah belah tetapi belum bersatu, disamping itu kehadiran MUI

sejalan dengan kebutuhan masyarakat terhadap lembaga yang memiliki

otoritas mengeluarkan fatwa syariah tentang berbagai persoalan

keagamaan dan kemsayarakatan diluar lembaga fatwa pada masing-masing

organisasi islam.

Dikutip dari situs resmi MUI, Berdirinya MUI adalah sebagai hasil
MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang
dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama
kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.2
yang datang dari berbagai daerah ditanah air, yakni meliputi dua puluh
Hingga saat ini, Majelis Ulama Indonesia telah mengalami beberapa kali
enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia. 10 orang
musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua
ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat,
Umum, yaitu Prof. Dr. KH. Abdul Malik Karim Amrullah dari tahun 1975-
yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah,
2
Majelis Ulama Anwar,
Math’laul Indonesia,GUPPI,
Sekilas MUI, artikel
PTDI, DMIini diakses
dan dari
Al http://mui.or.id/sekilas-mui
Ittihadiyyah, 4 orang
pada 18 Juli 2016.

ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara,

Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang

merupakan tokoh perorangan. Hasil dari musyawarah itu adalah sebuah

kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para

ulama, zuama, dan


4

1981, KH. Syukri Ghozali 1981-1983, KH. Hasan Basri 1983-199, Prof.

KH. Ali Yafie 1990-2000, dan KH. M. Sahal Mahfudz 2000 – 2014, Prof.

Dr. K.H. Din Syamsyudin 2014-2015, dan K.H. Ma’ruf Amin 2015-

Sekarang.3

Ketentuan umum MUI adalah:

1. Majelis Ulama Indonesia MUI adalah MUI pusat yang berkedudukan


Indonesia daerah. Majelis Ulama Indonesia Pusat berwenang
di ibukota Negara Republik Indonesia.
mengeluarkan fatwa mengenai permasalahan keagamaan yang bersifat
2. Majelis Ulama Indonesia daerah (MUI daerah) adalah MUI propinsi
umum dan menyangkut permasalah umat Islam Indonesia secara meluas
yang berkedudukan di ibukota propinsi atau MUI kabupaten/kota
(nasional). sedangkan MUI daerah hanya membahas dan mengeluarkan
yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
fatwa tentang masalah keagamaan yang ada di daerahnya.
3. Dewan pimpinan adalah :
3
Daftar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, artikel ini diakses dari
http://id.m.wikipedia.org/wiki/daftar-ketua-umum-majelis-ulama-indonesia
a. Ketua umum dan sekretaris umum ulama Indonesia.

b. Ketua umum dan sekertaris umum majelis ulama Indonesia daerah.

4. Komisi adalah komisi fatwa majelis ulama Indonesia atau komisi

fatwa majelis ulama Indonesia daerah.

Majelis Ulama Indonesia secara hierarkis ada dua, yaitu Majelis Ulama

Indonesia Pusat yang berkedudukan di Jakarta dan Majelis Ulama


4

Fatwa MUI pusat maupun fatwa MUI daerah yang berdasarkan pada

pedoman yang telah ditetapkan dalam surat keputusan MUI 1975

mempunyai kedudukan sederajat dan tidak saling membatalkan ketika ada

perbedaan putusan antara putusan MUI pusat dan MUI daerah, kecuali jika

MUI daerah memutuskan fatwa yang bersifat nasioanalis, maka perlu

diadakan pertemuan antara kedua dewan pimpinan untuk mencari

penyelesaian yang paling baik agar putusan tersebut tidak

membingungkan umat Islam.4 Karena pada dasarnya putusan MUI

daerah hanya memfatwakan suatau permaslahan yang terdapat di daerah

tertentu atau yang bersifat khusus tanpa mensifati MUI pusat yaitu

bersifat umum (nasional). Jadi seharusnya sebelum mengeluarkan fatwa

MUI daerah harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan MUI Pusat,

untuk klasifikasi masalah yang dilakukan oleh tim khusus agar tidak

terjadi kesalahan ketika sudah diputuskannya fatwa MUI daerah

tersebut.

Karena Mengenai kewenangan menetapkan fatwa, MUI pusat

memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa dalam hal


Islam Indonesia secara nasional atau masalah keagamaan yang muncul di

suatu daerah yang berpotensi menyebar ke daerah lain. Hal yang sudah

difatwakan oleh MUI Pusat, MUI Daerah tidak perlu menetapkan fatwa

4
H.M. Atho Mudzhar, “Membaca Gelombang Ijtihad ; Antara Tradisi dan Liberasi”,
(Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1998), hal. 134. (Dinukil dan diolah dari buku Kumpulan Fatwa
MUI Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 1975-2012 dengan penyusun KH. A. Syarifuddin
Abdul Gani, MA dan Dr. H. Fuad Thohari, MA).
4

baru tentang hal yang bersifat umum, tetapi hanya berhak untuk

melaksanakannya saja. Bila fatwa tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka

MUI Daerah bisa menetapkan fatwa baru yang berbeda setelah

berkonsultasi dengan MUI Pusat.

Contoh kasus; Tentang fatwa sesat yang dikeluarkan oleh MUI Jawa
Timur terhadap Muslim Syiah, padahal MUI Pusat tidak pernah
mengeluarkan fatwa sesat terkait Muslim Syiah. Terkait perbedaan fatwa
antara MUI Jawa Timur dan MUI Pusat tentang fatwa sesat terhadap
Muslim Syiah, MUI pusat menerangkan bahwa hal ini menyalahi aturan
pembuatan fatwa di MUI. Karena perihal Muslim Syiah termasuk isu
nasional walaupun terjadi di daerah. Maka prosedur pembuatan fatwanya
seharusnya adalah keputusan MUI Pusat, bukan keputusan MUI Daerah.
Maka dari itu MUI Pusat memberi peringatan terhadap MUI Jawa Timur,
karena mereka telah melanggar aturan yang telah dibuat oleh MUI Pusat,
Sebagai organisasi keulamaan, sudah sewajarnya MUI memberikan contoh
dan tauladan terbaik bagi umat Islam Indonesia. Regulasi pembuatan fatwa
yang diambil melalui proses cukup ketat di MUI harusnya tidak terciderai
apabila MUI Daerah paham akan tugas dan wewenangnya dan tidak
offside, sementara MUI Pusat juga tegas untuk menertibkan MUI Daerah
yang melakukan offside.

Kemudian demi terjalinnya silaturahmi dan hubungan baik antara pusat

dan daerah. telah diadakannya kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar bisa

diterima dalam masyarakat dan memelihara hubungan baik dengan

pemerintah seperti kunjungan ke kantor-kantor pusat atau pimpinan pusat

organisasi tertentu diundang ke kantor MUI daerah untuk diadakanya

pertemuan, seminar tentang berbagai hal yang dihadiri oleh para ulama

yang melibatkan banyak ulama dalam tingkat nasional.

Adapun fatwa terakhir MUI yakni ditahun 2016 ini adalah fatwa

mengenai Imuniasai yang dikeluarkan dengan nomor fatwa 04 tahun 2016

pada bulan Maret dengan isi fatwa bahwa hal itu mubah sebagai bentuk
4

ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh manusia,5 dan fatwa haram

mencuri listrik dengan nomor fatwa 17 tahun 2016 tentang pencurian energi

listrik, yakni menetapkan status haram akan hal tersebut.6

2. Sejarah Berdirinya Lembaga Bahtsul Masail Nahdalatul Ulama (NU)

Nahdalatul Ulama adalah organisai Islam yang berdiri pada tanggal 31

Januari 1926 dan bergerak dibidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Organisasi ini dianggap sebagai organisasi kebangkitan ulama atau

kebangkitan cendikiawan Islam. Berdirinya organisasi ini tak luput dari

apa yang dialami oleh bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat

kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran untuk memperjuangkan

martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan

yang muncul pada 1908 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”.

Pada saat itulah banyak bermunculan organisasi pendidikan dan

pembebasan, termasuk organisasi Nahdalatul Ulama.7

Terdapat tiga orang tokoh ulama yang memiliki peran sangat penting

dalam proses pendirian Nahdalatul Ulama, yakni kiai Wahab

Chasbullah

(Bangkalan). Adapun paham yang NU anut adalah paham Ahlussunah

t.n, Fatwa MUI Tentang Imunisasi, artikel ini diakses dari http://halalmui.org/mui14/
5

index.php/main/detil-page/8/23242

Fachri Fachrudin, MUI Resmi keluarkan Fatwa Haram Pencurian Listrik, artikel ini
6

diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2016/05/31/13020131/mui.resmi.keluarkan.fatwa.


haram.pencurian.listrik.

t.n, “Pembahasan Lengkap Mengenai Nahdalatul Ulama (NU), Pengertian NU, sejarah
7

Berdirinya”. Artikel diakses dari http://ww.masuk-islam.com/pembahasan-lengkap-mengenai-


nahdalatul-ulama-pengertian-nu-sejarah-berdirinya-dll.html.
4

waljama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstem

aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skriptualis). Karena itu

sumber pemikiran NU tidak hanya al-Qur’an dan Sunnah, tetapi juga

menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik.

Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemirian terdahulu seperti Abu

Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi.

Dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab Imam Syafii dengan mengakui maz
4 dibawah. Sementara dibidang tasawwuf mengembangkan metode Al- Ghazali dan Junaid
dengan syariat.8

B. Kedudukan Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul Masail NU

1. Kedudukan Komisi Fatwa MUI


Kedudukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam ketatanegaraan Indonesia yakni berada dalam

MUI adalah organisasi alim ulama umat Islam yang mempunyai tugas dan

fungsi untuk memperdayakan masyarakat/umat Islam atau sebagai wadah

penghidmatan ulama kepada umat Islam di Indonesia. Dikutip dari Dody

Nur Andriyan, MUI merupakan organisasi yang ada di masyarakat dan

8
NN, “Pembahasan Lengkap Mengenai Nahdalatul Ulama (NU), Pengertian NU, sejarah
Berdirinya”. Artikel diakses dari http://ww.masuk-islam.com/pembahasan-lengkap-mengenai-
nahdalatul-ulama-pengertian-nu-sejarah-berdirinya-dll.html
4

bukan merupakan institusi milik negara. Dengan demikian, fatwa MUI

bukanlah hukum negara yang mempunyai kedaulatan, yang bisa

dipaksakan dan memiliki sanksi pelaksanaanya bagi seluruh rakyat.

Sebagai kekuatan sosial politik yang ada dalam infra struktur

ketatanegaraan, fatwa MUI hanya mengikat dan ditaati oleh komunitas

umat Islam yang merasa mempunyai ikatan terhadap MUI itu sendiri.9

Fatwa MUI sangat dibutuhkan oleh umat Islam yang tidak mempunyai

kemampuan untuk menggali hukum langsung dari sumber sumbernya,

karena fatwa memuat penjelasan tentang kewajiban-kewajiban agama,

batasan-batasan, serta menyatakan tentang haram atau halalnya sesuatu.10

Bahkan ulama merupakan pewaris para Nabi.

Dengan demikian betapa penting peran ulama dalam memberikan

fatwa pada umat, selain mengajak masyarakat untuk melakukan

perbuatan yang baik dan meninggalankan perbuatan yang tidak baik

ulama juga merupakan pewaris dimana meneruskan tugas yang dulu

dilakukan oleh para nabi.

2. Kedudukan Lembaga Bahtsul Masail NU


Nahdlatul Ulama’ sebagai jam‟iyyah sekaligus gerakan dakwah diniyyah

dan ijtima‟iyyah adalah wadah bagi ulama dan pengikut-pengikutnya

bertujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan

9
Dody Nur Andiyan, Kedudukan Majlesi Ulama Indonesia Dalam Ketatanegaraan
Indonesia, artikel ini diakses dari http://dodynurardiyan.blogspot.co.id/2008/08/kedudukan-
majelis-ulama-indoneisa-dalam.html?m=1 pada 18 Juli 2016.
10
Rohadi abd, fatah, Analisis Fatwa Keagamaan dalam Islam, ( Jakarta : PT.Paragonatama
Jaya, 1991), h. 7.
4

mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jama‟ah dan

menganut salah satu dari empat mazhab. Masing-masing itu adalah Imam

Abu Khanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad Idris

Asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal sebagai pegangan dalam berfiqih

serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya

dalam melakukan kegiatan-kegiatannya yang bertujuan untuk menciptakan

kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan mengangkat harkat dan

martabat manusia. Nahdlatul Ulama juga merupakan organisasi sosial dan

keagamaan, juga menjadi politik keagamaan. komitmen terhadap negara

diletakan diatas segala-galanya karena NU menyadari, eksistensi negara

adalah hal utama bagi kehidupan agama dan manusia. 11 Sebagai organisasi

Islam yang mempunyai tradisi keilmuan yang akrab dengan khasanah lama

atau klasik (al-Kutub al-Mu’tabarah), secara fungsional salah satu tugas

yang dipikulnya adalah penunjuk pelaksanaan ajaran Islam dalam segala

aspek kehidupan, dengan jalan menghimpun, membahas dan memecahkan

masalah-masalah waqi‟yyah (aktual) yang terjadi ditengah masyarakat.

11
Yusuf Ridwan, Pemikiran Politik Nahdlatul Ulama, artikel ini diakses dari http://yusuf-
ridwan94.blogspot.co.id/2014/05/pemikiran-politik-dan-paham.html?m=1 pada 18 Juli 2016.
4

C. Dasar-dasar Hukum Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul Masail

NU

1. Dasar-dasar Hukum Komisi Fatwa MUI

Dikutip dari Majelis Ulama Indonesia Jakarta (MUI DKI), dasar-dasar

dan prosedur penetapan fatwa yang dilakukan oleh Majelis Ulama

Indonesia (MUI) yakni dirumuskan dalam Pedoman Penetapan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia Nomor: U-596/MUI/X/1997 yang ditetapkan

pada tanggal 2 Oktober 1997. Dasar-dasar penetapan fatwa dituangkan

pada bagian kedua pasal 2 yang berbunyi:

a. Setiap Keputusan Fatwa harus mempunyai dasar atas Kitabullah


dan Sunnah Rasul yang mu‟tabarah, serta tidak bertentangan
dengan kemaslahatan umat.
b. Jika tidak terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul
sebagaimana ditentukan pada pasal 2 ayat 1, Keputusan Fatwa
hendaklah tidak bertentangan dengan ijma‟, qiyas yang
mu‟tabar, dan dalil-dalil hukum yang lain, seperti ihtisan,
maslahah mursalah, dan saddu al-dzari‟ah.
c. Sebelum pengambilan Keputusan Fatwa, hendaklah ditinjau
pendapat-pendapat para Imam Madzhab terdahulu, baik yang
berhubungan dengan dalil-dalil hukum maupun yang
berhubungan dengan dalil-dalil yang dipergunakan oleh pihak
yang berbeda pendapat.
d. Pandangan tenaga ahli dalam bidang masalah yang akan diambil
Keputusan Fatwanya, dipertimbangkan.12
Dalam menetapkan suatu fatwa, MUI harus mengikuti prosedur

penetapan fatwa yang telah digariskan, sebagaimana yang tercantum pada

bagian ketiga pasal 3 sampai dengan pasal 5 dalam Pedoman Penetapan

Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang berbunyi :

12
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan penyelenggaraan Haji Depag RI,
“Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia”, (Jakarta : Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag RI, 2003), h. 4.
4

Pasal 3 :

1. Setiap masalah yang disampaikan kepada Komisi hendaklah


terlebih dahulu dipelajari dengan seksama oleh para anggota
Komisi atau tim khusus sekurang-kurangnya seminggu sebelum
disidangkan.
2. Mengenai masalah yang telah jelas hukumnya (qath’iy) hendaklah
komisi menyampaikan sebagaimana adanya, dan fatwa menjadi
gugur setelah diketahui nashnya dan Al-Qur’an dan Sunnah.
3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan madzhab,
maka yang difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan
fiqih muqaran (perbandingan) dengan menggunakan kaidah-
kaidah ushul fiqh muqaran yang berhubungan dengan pentarjihan.

Pasal 4 :

Setelah melakukan pembahasan secara mendalam komprehensif, serta


memperhatikan pendapat dan pandangan yang berkembang dalam sidang,
Komisi menetapkan fatwa.

Pasal 5 :

1. Setiap Keputusan Fatwa harus di-tanfidz-kan setelah


ditandatangani oleh Dewan Pimpinan dalam bentuk Surat
Keputusan Fatwa (SKF).
2. SKF harus dirumuskan dalam bahasa yang dapat dipahami
dengan mudah oleh masyarakat luas.
3. Dalam SKF harus dicantumkan dasar-dasarnya disertai uraian dan
analisis secara ringkas, serta sumber pengambilannya.
4. Setiap SKF sedapat mungkin disertai dengan rumusan tindak
lanjut dan rekomendasi dan/atau jalan keluar yang diperlukan
sebagai konsekuensi dari SKF tersebut.

Pasal 6 :

1. Sidang komisi harus dihadiri oleh para anggota komisi yang


jumlahnya dianggap cukup memadai oleh Ketua Komisi dengan
kemungkinan mengundang tenaga ahli yang berhubungan dengan
masalah yang akan dibahas jika dipandang perlu.
2. Sidang komisi diadakan jika ada:
a. Permintaan atau pertanyaan dari masyarakat yang oleh Dewan
Pimpinan MUI dianggap perlu untuk dibahas dan diberikan
fatwanya.
5

b. Permintaan atau pertanyaan dari pemerintah, lembaga sosial


kemasyarakatan, atau MUI sendiri.
3. Sidang komisi dipimpin oleh ketua komisi atau wakilnya atas
persetujuan ketua komisi.

2. Dasar-dasar Hukum Lembaga Bahtsul Masail NU

NU dalam struktur organisasinya memiliki suatu Lembaga Bahtsul Masail

(LBM), sesuai dengan namanya yang berarti pengkajian terhadap masalah-

masalah agama, LBM berfungsi sebagai forum pengkajian hukum yang

membahas berbagai masalah keagamaan.13

Dalam anggaran dasar NU, yakni pada pasal 4 dan 5 bab II tentang

aqidah/ asas, menyatakan bahwa NU sebagai Jam’iyah Diniyah Islamiyah

beraqidah/berasas Islam menurut paham Ahli Sunnah wal Jamaah dan

menganut salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan

Hambali). Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara NU berpedoman

kepada Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan, dasar-dasar hukum NU

berpedoman kepada Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-ijma dan Al-Qiyas.14

Ada 3 prosedur baku dalam metode penetapan sebuah hukum di Lajnah

Bahthul Masail NU yaitu15:


1. Qauly yang berarti pendapat, yaitu sebuah cara penetapan hukum dengan

cara merujuk pada kutub mu‟tabarah dari para Imam Madzhab (Hanafi,

Maliki, Syafii, dan Hambali).

13
Zaky Mubarok, “Metode Instimbat Hukum Islam Terhadap Keputusan Muktamar
Nahdlatul Ulama tentang Alat Kontrasepsi”, (Skripsi S1 Universeitas Islam Negeri Sunan Ampel,
Surabaya,2015), h. 37.

Samsul Hadi, AD/ART NU,


14
artikel ini diakses dari http://samsulhadi73.
wordpress.com/adart-nu/ pada 28 Juli 2016.

15
Soeleiman Fadeli dan Moh. Subhan, “Antologi NU”, (Surabaya: Khalista, 2008), h.153.
5

2. Ilhaqi yang berarti analogi, apabila metode qauly tidak dapat dilaksanakan,

karena tidak ditemukan jawaban tekstual dari kitab mu‟tabar16 maka yang

dilakukan adalah Ilhaqi yaitu proses analogi hukum sesuatu yang belum

ada ketetapannya dengan sesuatu yang sudah ada kepastian hukumnya

berdasarkan pendapat para Imam Madzhab.

3. Manhaji yang berarti metodologis, adalah menetapkan hukum dengan

mengambil illah berupa terwujudnya sebuah kemaslahatan pada hukum

tersebut. Metode manhaji adalah suatu cara menyelesaikan masalah

keagamaan yang ditempuh dalam Bahthul Masail dengan mengikuti

jalan pikiran dan kaidah-kaidah penetapan hukum yang telah disusun


16
Jika melihat
imam keputusan Muktamar
madzhab. Jawaban NU, kitab yang
tentang dianggap mu‟tabar
permasalahan yangadalah
dikaji kitab yang
dalam
di dalam kaitannya tetap dalam koridor madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan
hambali) untuk selain
Bahthul itu tidakyang
Masail dikatakan
tidakMu‟tabar.
mencantumkan dalil-dalil suatu kitab ataupun

memberikan suatu argumentasi detail, setelah tidak dapat dirujukan

kepada teks suatu kitab mu‟tabar maka, dilakukan metode manhaji

dengan mendasarkan jawaban mula-mula pada Al-quran dan Hadith,

sampai jawaban dari kaidah fiqh.


5

D. Tugas dan Fungsi Komisi Fatwa MUI dan Lembaga Bahtsul Masail NU

1. Tugas dan Fungsi Komisi Fatwa MUI

Dalam khitah pengabdian Majelis Ulama Indonesia telah dirumuskan

lima fungsi dan peran utama MUI, yaitu : Pertama, sebagai pewaris tugas-

tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Kedua, sebagai pemberi fatwa (Mufti).

Ketiga, sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa khadim al

ummah). Keempat, sebagai gerakkan Islah wa al Tajdid. Dan kelima, sebagai penegak amar
Berdasarkan pada Firman Allah SWT dalam QS.Ali-Imran’{3}:104

(104 /3‫ن‬W‫آل عمرا‬: )

Artinya: “Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan m
Keberadaan komisi fatwa MUI dipandang sangat penting. Karena komisi ini diharapkan dapa

Indonesia. Tugas yang diemban komisi fatwa yakni memberikan fatwa (ifta)

yang bukan pekerjaan mudah karena mengandung resiko yang berat yang

akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT dan tujuan membri fatwa

adalah menjelaskan hukum Allah kepada masyarakat yang akan menjadi

17
Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI, artikel ini diakses dari : http://mui.or.id/tentang-
mui/profil-mui.html.
5

pedoman dan mengamalkannya, orang atau lembaga yang memberikan

fatwa harus mngetahui hukum Islam secara mendalam berikut dalil-dalinya,

tidak dibenarkan berfatwa hanya keinginan dan kepntingan tertentu atau

dugaan-dugaan yang tidak ada dasarnya pada dalil, karena fatwa yang

dikeluarkan secara sembarangan akan melahirkan tindakan perbuatan

membuat-buat hukum (ahakkum) dan membuat-buat syriat baru (tasyarru).

Sebagaiman Firman Allah SWT yang terdapat dalam QS.al-Nahl {16}:116

)661: 61/‫نحل‬WW‫(ال‬

Artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut- sebut oleh lidahmu se

Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan
1. memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia

dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang

diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala;

2. memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan

kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan

kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-

umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan

bangsa serta;
5

3. menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan

penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna

mensukseskan pembangunan nasional.

4. meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga

Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan

dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan

mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Kemudian untuk menjalankan tugas demi tercapainya tujuan

bersama, MUI memiliki 4 lembaga dengan peran dan fungsinya maing-

masing, diantaranya18 :

1.) Dewan Syariah Nasional MUI

Dewan Syariah ini wilayah kerjanya adalah memberikan saran

atau menampung berbagai masalah yang berkaitan dengan keuangan

syariah.

2.) LP-POM MUI

Lembaga ini mengkaji seputar pangan, obat-obatan, dan kosmetik

atau lebih dikenal sebagai LP POM MUI. Lembaga ini


untuk memberikan keterangan kepada msyarakat mengenai kehalalan

produk yang beredar di masyarat.

3.) Basyarnas (Badan Arbitase Syariah Nasional) MUI

18
Anne Ahira. Lembaga MUI dan Peranya di Indonesia. Artikel ini diakses dari :
http://www.anneahira.com/mui.html pada 20 juli 2016.
5

Tujuanya adalah menyelesaikan kemungkinan adanya masalah

muamalat yang muncul di dalam hubungan perdagangan, industry

keuangan, jasa dan lain sebagainya dikalangan umat Muslim.

4.) LPLH dan SDA MUI

Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam

Majelis Ulama Indonesia, Lembaga ini bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran umat Islam bahwa pelestarian lingkungan

hidup serta memamfaatkan sumber daya alam yang baik sangatlah

penting.

2. Tugas dan Fungsi Lembaga Bahtsul Masail NU

Untuk mencapai tujuan organisasi, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki

tugas dan fungsi masing-masing dari setiap lembaga yang telah

ditentukan, adapun lembaga dalam NU yang berkaitan dengan suatu

bidang tertentu ialah:

a. Lembaga dakwah NU

Bertugas melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan syiar

Islam, kajian Islam, dan melestarikan tradisi NU.


b. Lembaga pendidikan Ma’arif NU

Membina lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non

formal yang berlandaskan ahlusunnah waljama’ah.

c. Lembaga pelayanan kesehatan NU

Menyalurkan bantuan kesehatan kepada umat.


5

d. Lembaga perekonomian NU

Bertugas melaksanakan kegiatan pengembangan/ pemberdayaan

ekonomi warga NU. Diantaranya mengadakan usaha kerja mandiri

bekerjasama dengan bidang industry dll.

e. Lembaga pengembangan pertanian NU

Menjalankan program pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi.


j. Lembaga badan halal NU
f. Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU
Menentukan kehalalan suatu hal, layaknya LPPOM MUI dan
Mewujudkan kebijakan dibidang pengembangan pondok pesantren.
berada dibawah naungan ormas keagamaan Islam yakni MUI.
g. Lembaga kemaslahatan keluarga NU
k. Lembaga penyuluhan dan banduan hukum NU
Melaksanakan kebijakan dibidang kesejahteraan keluarga,
Menyalurkan bantuan hukum untuk umat.
sosial dan kependudukan.

h. Lembaga Takmir Masjid NU

Melaksanakan kebijakan dibidang pengembangan

dan pemberdayaan masjid.

i. Lembaga kajian dan pengembangan sumberdaya manusia NU

Melaksanakan kebijakan NU dibidang pemberdayaan

kemampuan
5

Adapun lembaga yang menangani program khusus dalam Nahdlatul

Ulama, yaitu :

a. Lajnah Bahtsul Masail NU

Membahas dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu’iyah

(masuk) dan waqi’yah (aktual) untuk masyarakat yang memerlukan

kepastian hukum.

b. Lajnah Falakiyah NU

Bertugas mengurus masalah hisab dan rukyah, serta

perkembangan ilmu falak.

c. Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU

Bertugas mengembangan penulisan, penerjemahan dan

penerbitan kitab/buku, serta media informasi menurut faham

ahlusunnah wal jama‟ah.

d. Lajnah Auqaf NU

Bertugas untuk mengkaji perwakafan, pengembangan kualitas

pengelolaan harta wakaf warga NU.

h. Lajnah zakat, infaq, dan shadaqah.


Mengumpulkan, mengelolam dan menyalurkan zakat, infaq, dan

shadaqah.
BAB IV

ANALISIS FATWA MUI TAHUN 2012 DAN NU TAHUN 1989

TENTANG STERILISASI DALAM KELUARGA BERENCANA

A. Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU Tahun 1989 Tentang Sterilisasi dalam

Keluarga Berencana

1. Fatwa MUI Tahun 2012 Tentang Sterilisasi dalam

Keluarga Berencana

Setelah mengalami 3 kali perubahan tentang sterilisasi yang di

hukumi haram namun dengan perkembangan zaman atau dengan alat

tekhnologi yang semakin canggih pada akhirnya tahun 2012 MUI

mengeluarkan fatwa yang ke-4 kalinya mengenai vasektomi atau

tubektomi bahwa di perbolekan melakukan sterilisasi dengan bersyarat

atau dengan pengecualian.

Dalam fatwa MUI tersebut haram melakukan sterilisasi, kecuali:

1. Untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat

2. Tidak menimbulkan kemandulan permanen


3. Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat

mengembalikan fungsi produksi seperti semula

4. Tidak menimbulakn bahaya (mudharat) bagi yang bersangkutan,

dan/atau

5. Tidak dimasukan kedalam program dan metode kontrasepsi

mantap.

58
5

Fatwa MUI tahun 2012 dihukumi haram dengan pengecualian, ini

artinya bahwa hukum vasektomi dan tubektomi terjadi tarik ulur antara

tidak haram dan tidak halal, jadi hukum vasektomi dan tubektomi adalah

mubah jika memenuhi kelima syarat diatas, dan hal tersebut dapat

diartikan bahwa MUI telah membolehkan metode kontrasepsi dengan

vasektomi dan tubektomi namun harus memenuhi kelima syarat diatas.

Fatwa MUI tentang kebolehan metode sterilisasi ini disambut baik oleh

Badan Koordinasi Keluarga Nasional (BKKBN) karena kurang lebih

dari 32 tahun metode tersebut dihukumi haram.

Perubahan fatwa dari haram menjadi halal tidak terlepas dari

permasalahan penyambungan kembali (rekanalisasi), pada fatwa tahun

1979, 1983 dan 2009 MUI mengharamkan secara mutlak, dengan alasan

belum terbukti upaya rekanalisasi.

Pokok permasalahan pengharaman sterilisasi terletak pada upaya

penyambungan kembali (rekanalisasi), padahal di tahun 1990 upaya

tersebut sudah bisa berhasil namun MUI tetap bersihkukuh

mengharamkan
2. Bahtsul Masail NU Tahun 1989 Tentang Sterilisasi dalam Keluarga

Berencana

Bahtsul Masail NU tentang sterilisasi dalam keluarga berencana

ditetapkan ketika pelaksanaan Muktamar NU yang ke-28, yakni pada 25-

28 November 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak


6

Yogyakarta, muktamar ini terdiri atas 23 keputusan dengan nomor

keputusan 372 sampai 394. Adapun keputusan tersebut adalah1 :

1. Tayamum di pesawat dengan menggunakan kursi sebagai alatnya.


2. Usaha untuk menangguhkankan haid supaya bisa menyelesaikan
ibadahnya.
3. Arisan haji yang jumlah setorannya berubah-ubah.
4. Haji dengan cara mengambil kredit tabungan haji pegawai negeri.
5. Nikah antara dua orang berlainan agama di Indonesia.
6. Akad nikah dengan mahar muqaddam sebelum akad.
7. Kedudukan talak di pengadilan agama.
8. Sebelum berakhir masa idahnya, ternyata rahim tidak berisi janin.
9. Memberi nama anak dengn lafal abdun yang mudhaf selain Allah.
10.Vasektomi dan tubektomi.
11.Menggunakan spiral/IUD.
12.Wasiat mengenai organ tubuh mayit.
13.Tindakan medis terhadap pasien yang sulit diharapkan hidupnya.
14.Menjual barang dengan dua macam harga
15.Air bersih hasil proses pengolahan.
16.Mu‟amalah dalam bursa efek.
17.Bursa valuta dan kaitannya dengan zakat.
18.Kedudukan hak cipta dalam hukum waris.
19.Nama akad program tebu rakyat intensifikasis.
20.Hasil dari kerja pada pabrik bir dan tempat hiburan maksiat.
21.Menghimpun dana kesejahteraan siswa.
22. Mengembangkan macam-macam mal zarkawi.
23. Mendayagunakan harta zakat dalam bentuk usaha ekonomi.

Dalam bab ini, penulis akan menguraikan tentang keputusan NU

mengenai vasektomi dan tubektomi. Dikutip dari NU Online, dalam

keputusan muktamar ke 28 tersebut dinyatakan bahwa : “penjarangan

kehamilan melalui cara apapun tidak dapat diperkenankan kalau mencapai

batas mematikan fungsi keturunan secara mutlak. Karena sterilisasi yang

1
Martin van Bruinessen, Traditionalist Muslims in A Modernizing World: The Nahdlatul
Ulama and Indonesia‟s New Order Politics, factional Conflict and The Search for A New
Discourse, Penerj. Farid Wajidi. “NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru”,
(Yogyakarta: Lkis, 1999), h.181.
6

diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat dipulihkan kembali

kemampuan berketurunan dan tidak dapat merusak atau menghilangkan

bagian tubuh yang berfungsi.”2

Adapun rujukan yang digunakan NU dalam muktamar tersebut

mengenai vasektomi dan tubektomi ini, Nahdlatul Ulama berpijak pada

kitab yang diambil dari kitab Hasyiyah al-Bajuri „ala Fath al-Qarib

karangan Syaikh Ibrahim al-Bajuri:

َ ‫ ْو ٌَ ْق‬Wَ‫ ُء ا ْن َح ْب َم أ‬W‫ ِطى‬W‫ّ ِذي ٌ ُب‬Wَ‫ ِة ان َّش ًْ َء ان‬Wَ‫َو َكذِن َك ا ْستِ ْع َمال ا ْن َم ْرأ‬
‫ط‬
Wُ‫ ْك َره‬Wٍَُ‫ ْصِه ِه ف‬Wَ‫ ِم ْن أ‬Wُ‫ُعه‬
3
ً‫ّاِن‬Wَ‫ث‬W‫ ْح َر ُو ِفً ان‬Wٌُ‫ِفً األوَنى َو‬

Artinya: “Begitu pula menggunakan obat yang menunda atau memutus


kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka
dimakruhkan dalam kasus pertama dan diharamkan dalam
kasus kedua”.

Sedangkan, rujukan yang kedua NU yang kedua Kitab Nihayah al-

Muhtaj ila Syarh al-Minhaj karangan Muhammad bin Syihabuddin

al- Ramli:

‫ِع ا ْى َحَب ِو َفَق ْد ُسِئ َو َع َْٖب اى‬ ْ َ ‫ ِة َد َٗا ًء ِى‬Wَ‫ ٍَّب ا ْسِت ْع َب ُه اى َّس ُج ِو َٗا ْى َ ْسأ‬Wَ‫أ‬
‫ب َه ََل‬W‫د ِ َف َق‬ِّٝ ‫ْ ُخ ِع ُّص اى‬ٞ ‫َّش‬
‫ْ ض ة‬ٞ ‫ ى َ ْ ٔ بَ ْع ا ح‬ٛ ٗ W‫٘جش اى َت‬ ‫ َتس ا ح و و‬ٚ‫اىص ْٗجب ُ ح ساُ عَي‬
ِ
‫َل‬ W
َ ْ ‫ْى ب‬
‫أجب‬ ُ
‫َد طٖ ى‬ ‫ِع‬ ‫َدا‬ ‫ا ْى‬
‫س‬ ‫ك‬

ُِ‫سو ٗ إ‬ ‫ ُّد ة‬َٙ٘ ‫س‬ ٗ ‫ ا ْى‬ٚ‫عَي‬ ٝ‫ َ٘ َ ص‬Wُٕ ‫ٗ قَ ْد ه‬


‫س‬ ‫ َ ٘جش ا ٕـ‬ٝ
‫ًب‬Wَّْ‫ظ‬ Wَ‫َبب اْى‬ ٞٔ‫ِف‬ ْٞ ‫َعصه َى‬ ‫ل ُد‬ ‫ َقب‬ُٝ
‫س‬

Mahbub Ma‟afi, Hukum Sterilisasi Kandungan, artikel ini


2
diakses dari
http://nu.or.id/post/read/ 52769/hukum-sterilisasi-kandungan pada 19 Juli 2016.
6
3
Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri „ala Fath al-Qarib, (Bairut, tt), juz, 2, h. 59.
6

ِ ٗ ِّ ‫ِب‬W ‫ ا ْىَق ْ٘ ه ب‬ٚ‫ْ ئً ٗ عَي‬ٞ ‫ٍ ا‬


Wَٞ‫ ْى ني‬َٝ ‫ع َفَي ْ٘ ق ب ٍب‬ ِ ٜ‫ ِْْغ‬Wُٝ ‫ َل‬Wَِّ‫اىظ‬
‫ْ ٍب‬ٞ ‫ب‬ ‫ْىحق ب‬
َ ‫ع ِت‬ ِْٞ ‫س‬Wُ‫ف‬ ْ َ ‫ْى‬
‫ِبب‬ ‫ش‬

ٜ Wِ‫ ْي َبى‬W‫ٔ ِى‬ٞ‫ّ ِْب‬W‫ٗ ف شسح اى َت‬


‫س‬ ‫ه ى ٍت ج‬ ‫ُ٘ن مب ْى‬ ‫ َ ع ف ٗ ت ُٗد ٗ ت‬ٝ
‫ب‬ ‫َنُب‬ ‫َعص‬ ‫ف‬
‫ْق‬ ‫ْق‬

4
.
‫ح َٕ َرا ا ٕـ م َل صزم‬ َ
٘ ّ
‫ًُ اى ش‬

Artinya: “Adapun penggunaan obat seorang pria dan wanita untuk


mencegah kehamilan, maka Syaikh Izzuddin telah ditanyakan hal
itu. Lalu ia jawab: “Bagi wanita hal itu tidak boleh.” Makna
lahiriyah jawaban itu adalah mengharamkan. Al-Imad bin Yunus
berfatwa dengan hukum haram. Kemudian Syaikh Izzuddin
ditanya bila kedua suami istri yang merdeka saling menyetujui
untuk menghindari hamil, “Apakah boleh mengkonsumsi obat
untuk mencegahnya setelah suci dari haid?” beliau jawab:
“Tidak boleh.” Sampai disini ungkapan beliau. Dan terkadang
bisa disanggah: “Cara tersebut tidak melebih „azl, dan dalam
cara itu hanya menutup adanya keturunan secara zhan
(prasangka). Sedangkan zhan sama sekali tidak selevel dengan
kenyataan.” Berdasarkan pendapat yang mencegah, bila antara
obat yang mencegah kehamilan secara total dan obat yang
mencegahnya sementara waktu dibedakan hukumnya, maka
pembedaan itu cukup kuat, dalam Syarh al-Tanbih karya al-
Balisi terdapat pertimbangan semacam ini”

Ketentuan dari dalam kitab Hasyiyah al-Bajuri „ala Fath al-Qarib,

kitab Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj karangan Muhammad bin

Syihabuddin al-Ramli makruh hukumnya melakukan „azal meskipun

dengan izin pasangan baik pasangan istri atau pun hamba sahayanya.

Karenayang demikian termasuk dalam bagian mencegah keturunan. Syaikh

„Izzuddinbin Abdussalam, pernah menjawab sebuah pertanyaan mengenai

4
Muhammad bin Syihabuddin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-
6

fikr, t.th.), Juz VIII, h. 443.


6

hukum penggunaan obat untuk mencegah kehamilan, yaitu tidak boleh dan

haram hukumnya.

Persoalanya vasektomi dan tubektomi tidak sampai disini saja. NU

mempertimbangkan, bagaimana jika dalam keadaan darurat? Misalnya, jika

tidak dilakukan sterilisasi maka akan mengancam jiwanya. Maka, dalam

kondisi seperti ini sterilisasi diperbolehkan. Dalam keadaan seperti ini

berlaku kaidah fiqih5:

6
‫َورا ِت‬W‫ْرَورُة ُت ْبِي ُح اْل َم ْح ُ ْض‬W‫اَل َّ ُض‬

Artinya: “Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”

Rujukan diatas tentu saja tidak lepas dari bagaimana para ulama

Nahdlatul Ulama melakukan istinbat. Istinbat hukum dalam perspektif

fikih Nahdlatul Ulama dapat dilihat pada proses Bahtsul Masail yang

dilakukan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama ketika

membahas masalah-masalah aktual (Al-masai‟il Al-fiqhiyyah

Alwaqi‟iyyah), maupun dalam membahas masalah- masalah hukum yang

bersifat tematik (Al- masa‟il Al-fiqhiyyah Al- maudlu‟iyyah).7

5
Mahbub Ma‟afi, Hukum Sterilisasi Kandungan, artikel ini diakses dari
http://nu.or.id/post/ read/52769/ hukum-sterilisasi-kandungan pada 19 Juli 2016.
6
M. Sidqi bin Ahmad al-Burnu, al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, ( Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), h. 143.
7
Ahmad Arifi, Pergulatan Pemikiran Fikih “Tradisi” Pola Mazhab, (Yogyakarta: Elsaq
Press, 2010), h.193.
6

Hanya dalam keadaan darurat NU membolehkan melakukan program

sterilisasi dan diluar dari pada itu NU tetap menganggap haram karena

merupakan program KB yang mematikan fungsi keturunan secara mutlak.

B. Faktor yang Melatarbelakangi Lahirnya Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU

Tahun 1989 Tentang Sterilisasi dalam Keluarga Berencana.

1. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI Tahun 2012

Pada tahun 1979, pertama kalinya Majlis Ulama Indonesia

mengeluarkan fatwa tentang vasektomi dan tubektomi berdasarkan

kertas kerja yang disusun oleh K.H. M Syakir dan K.H. M. Syafi‟i

Hadzami,8 yang memfatwakan bahwa pemandulan dilarang oleh agama.

Vasektomi dan Tubektomi adalah salah satu bentuk pemandulan dan di

Indonesia belum dapat dibuktikan bahwa vasektomi/tubektomi dapat

disambung kembali seperti sedia kala.9

Kemudian, untuk kedua kalinya, yakni Pada tanggal 17-30 Oktober

1983 MUI kembali menegaskan keharaman Vasektomi dan

Tubektomi
pembangunan. Dalam keputusannya, hanya karena alasan darurat

vasektomi dan tubektomi bisa dibolehkan seperti terancamnya jiwa si

janin apabila sang Ibu mengandung atau melahirkan.

8
Majelis Ulama Indonesia, “Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia”, (Jakarta:
Ditjen BIPH Departemen Agama RI, 2010), h. 299.

9
Majelis Ulama Indonesia, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III tahun
2009, (Jakarta: MUI, 2009, Cet.I ), h. 60.
6

Dalam keadaan seperti ini berlaku kaidah fiqih10:

11
‫َورا ِت‬W‫اَل َّض رورة تبِي ح ُ ْض‬
ُ ْ ُ ُ َ ْ Wُ
‫اْل َم ْح‬

Artinya: “Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang”

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, vasektomi dan

tubektomi dapat dipulihkan kembali pada situasi semula. Dikutip dari

Muhammad Hidayat, menyambung saluran spermatozoa (vas deferen)

dapat dilakukan oleh ahli urologi dengan menggunakan operasi

mikroskop atau disebut dengan rekanalisasi.

Adapun keberhasilan penyambungan kembali saluran sperma setelah

Vasektomi dan penyambungan kembali saluran telur setelah Tubektomi,

inilah data-data penelitian Drs Cholil Uman12 :

1. Dokter Doddy M. Soebadi, anggota tim dokter RSUD dr. Soetomo

sejak tahun 1984 telah melakukan banyak vasovasostomi dengan

cara mikroskopik. Dan tiga bulan setelah vasovasostomi, semuanya

menunjukkan adanya sperma dalam jumlah ejakulasi yang

cukup.
lagi.

10
Mahbub Ma‟afi, Hukum Sterilisasi Kandungan, artikel ini diakses dari
http://nu.or.id/post/read/52769/ hukum-sterilisasi-kandungan pada 19 Juli 2016.
11
M. Sidqi bin Ahmad al-Burnu, al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, ( Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983), h. 143.

12
Muhammad Hidayat, Perubahan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Tentang Hukum
Vasektomi dan Tubektomi, (Skripsi SI Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Sultas
Syarif Kasim, 2011), h. 62.
6

2. Dokter Syamsul Hadi, ahli kebidanan dan penyakit kandungan RSUD

dr soetomo telah melakukan banyak reanastomosis di RSUD dr.

Soetomo dengan angka keberhasilan lebih dari 98 %, sedangkan yang

bias hamil lagi mencapai sekitar 60-70 %.

Dari uraian di atas tentang dapat dipulihkan kembali sterilisasi melalui

rekanalisasi maka dapat dihubungkan dengan Fatwa Majlis Ulama

Indonesia tahun1979 tentang keharamannya, yakni poin ke tiga “Di

Indonesia belum dapat dibuktikan bahwa Vasektomi dan Tubektomi

dapat disambung kembali”. Dengan adanya metode medis untuk

dipulihkan kembali saluran sperma dan sel telur, maka hukumnya pun

dapat berubah, sebagaimana dalam kaidah fiqh perubahan fatwa

semacam itu sangat mungkin terjadi jika alasan /illat hukum berubah

karena adanya perubahan zaman, waktu, situasi dan kondisi. fiqh

perubahan fatwa semacam itu sangat mungkin terjadi jika alasan /illat

hukum berubah karena adanya perubahan zaman, waktu, situasi dan

kondisi. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan:

‫غ ِس األَ ْش ٍَِْ ِت َٗا ْألَ ٍْ َِْن ِت َٗا ْ َأل ْح َ٘ا‬َِّٞ َ‫غّ ُس األَ ْح َنبً ِبت‬َِٞ ‫ ْ َن ُس َت‬Wُٝ ‫ََل‬
Artinya: “Tidak diingkari adanya perubahan hukum sesuai dengan
adanya perubahan zaman, tempat, keadaan dan kebiasaan”.
Atas dasar itulah, pada tanggal 17-19 Februari 1990 di Jakarta, MUI

mengadakan seminar nasional dan peningkatan peran ulama. Hasil seminar

ini memperhatikan keberhasilan rekanalisasi.14

13
Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah, Cet. II, (Ciputat:Adelina Bersaudara,
2008), h. 51.
6

Namun, fakta dilapangan dalam perkembangan penerapan vasektomi

dan tubektomi dalam keluarga berencana banyak juga ditemui bahwa

upaya rekanalisasi (penyembuhan kembali) saluran sperma yang telah

dipotong tidak menjamin pulihnya tingkat kesuburan kembali, karena

vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi

reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria

dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga,

disamping itu ada kondisi yang memerlukan perhatian khusus bagi

tindakan Vasektomi seperti Infeksi kulit pada daerah operasi, infeksi

sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien, hidrokel atau

varikokel yang besar, hernia inguinalis, filariasis, undesensus testikularis

dan beberapa kemungkinan lain yang terjadi hingga menimbulkan

bahaya bagi pelaku operasi.15

Dikutip dari Muhammad Hidayat, metode kontrasepsi baik yang

dibolehkan ataupun secara bersyarat oleh Hukum Islam dapat dilakukan

dengan ketentuan tidak membahayakan namun jika dapat

membahyakan

14
Calie Priboemi, Pandangan Islam Terhdap Vasektomi dan Tubektomi, artikel ini
diakses dari http:// zangpriboemi.blogspot.co.id/2012/10/ pandangan-islam-terhadap-vasektomi-
dan-html?m=1. Pada 18 Juli 2016.
15
Departemen Kesehatan RI, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, (Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo d.a Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Bagian Obstetri dan Ginekologi, 2003), h. 84.
7

karenanya setiap kemadaratan harus dihilangkan sebagaimana kaidah

fiqhiyah:16

Artinya : ” menolak kerusakan dan menarik kemaslahatan”

Itu berarti jika dilakukan sterilisasi justru lebih membahayakan maka

tindakan tersebut tidak diperbolehkan oleh Islam atau haram hukumnya.


Ni‟am Sholeh dalam paparannya dihadapan sidang pleno Ijtima Ulama
Disebabkan banyaknya fakta-fakta baru, untuk ketiga kalinya, pada
Komisi Fatwa MUI se-Indonesia III menjelaskan vasektomi dilakukan
bulan Januari 2009, sebagaimana yang penulis kutip dari Muhyidin,
dengan memotong saluran sperma menyebabkan kemandulan tetap juga
dilaksanakan nya forum ijtimā„ ulama komisi fatwa MUI di Padang
16
M. Sidqi bin Ahmad al-Burnu, al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, ( Beirut:
MuassasahPanjang
al-Risalah,Sumatera
1983), h. 85. Barat. Menjelang pelaksanaan forum tersebut,

Muhyidin, Fatwa
Pemerintah
17
MUI tentangKesehatan
Departemen Vasektomi, Jurnal
RI dan Ahkam Vol.24berusaha
BKKBN No.1 Aprilmemohon
2014, h.71.

agar MUI merevisi hukum vasektomi dari haram menjadi mubah atau

tidak haram. Tetapi permohonan tersebut dianggap tidak cukup kuat

karena kurang atau tidak adanya bukti, sehingga ulama tetap memandang

vasektomi dan tubektomi sebagai usaha pemandulan.17

Kemudian tanggal 29 Februari 2009 di Jakarta, Melalui pimpinan

pleno yang diketuai KH.Ma‟ruf Amin, dan sekretaris komisi B-2, Asrorun
7

memutuskan tentang status hukum metode Keluarga Berencana melalui

Vasektomi dan Tubektomi, dengan ketentuan hukum18:

1. Vasektomi sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana sekarang ini

dilakukan dengan memotong saluran sperma. Hal itu berakibat

terjadinya kemandulan tetap.

2. Upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) tidak menjamin pulihnya


bukti penguat yang diajukan:
tingkat kesuburan kembali yang bersangkutan.
1.) Pemerintah (BKKBN Provinsi Jawa Tengah) dengan menggandeng MUI
3. Oleh sebab itu, Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia
Provinsi Jawa Tengah dan MUI Kabupaten Situbondo (Jawa Timur)
memutuskan praktek Vasektomi dan Tubektomi hukumnya haram.
menemukan bukti nyata bahwa rekanalisasi benar-benar berhasil, yaitu
Jadi pada putusan yang ketiga kalinya tahun 2009 dalam fatwanya MUI
pernyataan dan testimoni Mbah Poleng (Njoto Djatmiko), asal Surabaya
tetap mengharamkan program KB dengan metode sterilisasi tersebut.

Dikutip dari Jurnal


MUI, Keputusan
18
AhkamKomisi
Ijtima‟ Ulama yangFatwa
ditulis oleh Muhyidin
Se-Indonesia III, (Jakarta:menuliskan
MUI, 2009),
h. 61.
bahwa, menjelang diselenggarakannya forum ijtimā„ ulama keempat tahun

2012 di Cipasung Tasikmalaya, Pemerintah kembali mengajukan dan

menguatkan argumentasi berkaitan dengan bukti keberhasilan rekanalisasi

(Surat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, No.

TU.05.02/V/1016/ 2012,
7

dengan istri keduanya melahirkan dua orang anak perempuan dan laki-

laki, setelah lebih kurang satu tahun direkanalisasi. Sebelumnya dia telah

melakukan vasektomi beberapa tahun dengan istri pertama yang kemudian

meninggal (melaksanakan vasektomi September 1988, melakukan

rekanalisasi 13 Juli 1999 sekitar 11 tahun, dan anak pertama perempuan

lahir 17 Juni 2000, anak kedua laki-laki lahir 8 Desember 2006). Bukti

berupa pernyataan dan testimoni yang bersangkutan terlampir.

2.) Dikuatkan dengan bukti pernyataan Perhimpunan Dokter Spesialis

Urologi Indonesia (IAUI), tanggal 9 Juni 2012, dilaksanakan di Hotel

Aston Bogor, bahwa rekanalisasi secara medis professional bisa

berhasil.19

Melalui kajian bukti baru tersebut yang dianggap sebagai illat hukum

„maka ijtima ulama menetapkan bahwa untuk yang keempat kalinya

MUI memutuskan diperbolehkannya melakukan metode kontrasepsi

dengan cara sterilisasi dengan pengecualian.20 adapun bunyi fatwa MUI

tersebut adalah sterilisasi hukumnya haram, kecuali:

a. Untuk tujuan yang tidak menyalahi syari‟at


c. Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat

mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula.

d. Tidak menimbulkan bahaya (mudlarat) bagi yang bersangkutan,

dan/atau

19
Muhyidin, Fatwa MUI tentang Vasektomi, Jurnal Ahkam Vol.24 No.1 April 2014, h.72
20
Muhyidin, Fatwa MUI tentang Vasektomi, Jurnal Ahkam Vol.24 No.1 April 2014,
h.72.
7

e. Tidak dimasukkan ke dalam program dan metode kontrasepsi

mantap.21

Itu artinya tahun 2012 fatwa MUI membolehkan program sterilisasi

dengan bersyarat.

2. Latar Belakang Lahirnya Bathsul Masasil NU Tahun 1989

Dikutip dari media Nahdlatul Ulama, masalah vasektomi merupakan


diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat dipulihkan kembali
sebuah tujuan dari sebuah keputusan keluarga antara suami dan isteri
kemampuan berketurunan dan tidak sampai merusak atau
yakni penjarangan kelahiran. Bila dicermati dari kebijakan pemerintah
menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi.
(BKKBN) Nomor 145/HK.010/B5/2009 dan Instruksi Menteri
Arifin, Fatwa MUI Tentang Kebolehan Vasektomi, (Skripsi S1 Fakultas Syariah
21
Kesehatan/Kepala
Hukum, Universitas Islam Negeri BKKBN No.
Sunan Ampel, 316/Menkes/Inst/VIII/1980
2014), h.66. tentang

acuan
22 untuk “Metode
Zaky Mubarok, vasektomi tidak
Instimbat diperkenankan
Hukum karena Muktamar
Islam Terhadap Keputusan banyak sisi
Nahdlatul Ulama tentang Alat Kontrasepsi” (Skripsi S1 Universeitas Islam Negeri Sunan Ampel
negatifnya
Surabaya,2015), h. 67. daripada positifnya. Dua poin penting yang perlu dipahami

secara mendalam dalam Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-28 di

Yogyakarta adalah sebagai berikut22 :

a. Penjarangan kelahiran melalui cara apapun tidak dapat

diperkenankan, kalau mencapai batas mematikan

fungsi
7

b. Pembedaan obat seperti obat yang mencegah secara total dan obat

yang mencegah sementara waktu, haram apabila obat yang

mencegah secara total tidak akan kembali hamil, mubah sama

dengan „azl (apabila mengeluarkan sperma diluar vagina).

Dimakruhkan penggunaan obat yang mencegah kehamilan sebelum

mani keluar saat persetubuhan, dan haram penggunaan obat yang

menunda atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak

hamil selamanya). Apabila dalam kondisi darurat maka berlaku

kaidah fiqhiyah, jika dua mafsadah bertentangan maka

diperhatikan yang paling berbahaya dengan melakukan yang kecil

resikonya.

Dari alasan diatas, maka Muktamar Nahdlatul Ulama tidak serta

merta membolehkan vasektomi sebagai langkah penurunan kepadatan

penduduk suatu bangsa. Hal ini disebabkan karena Nahdlatul Ulama

masih memegang konsep-konsep fikih klasik yang tidak terpengaruh

dengan adanya perundang-undangan yang ada di Indonesia khususnya

mengenai alat kontrasepsi.


1. Metode Istinbat Hukum Fatwa MUI

Metode istinbat hukum yang digunakan oleh MUI mengenai hukum

vasektomi dan tubektomi dalam KB, bahwa dalam metode istinbat

fatwanya, MUI bersumber kepada al-Qur‟an, Sunnah, ijma‟, dan kias,

yang oleh abdul Wahhab Khalaf keempatnya itu disebut sebagai al-

dalailal-syar‟iyyah al-ijmaiyah. Selain dari empat sumber yang disepakati


7

itu, berarti termasuk ke dalam sumber-sumber yang diperselisihkan di

mana sebagian ulama dapat menerimanya sebagai sumber hukum

sedangkan sebagian yang lain mengingkarinya sebagai sumber hukum.

Termasuk ke dalam kategori yang terakhir ini adalah istihsan, mashlahah

mursalah, istishhab, „urf, mazhab sahabat, dan syar‟man qablana.23

Dalam surat keputusan MUI Nomor U-596/MUI/X/1997 tentang


b. Masalah yang jelas hukumnya hendaklah disampaikan
pedoman fatwa MUI, Terdapat prosedur penetapan fatwa, adapun dasar-
sebagaimana adanya.
dasar umum penetapan fatwa MUI terdapat pada pasal 2 ayat 1 dan 2;
23
Muhammad bahwa
dikatakan Hidayat,setiap
Perubahan
fatwaFatwa Majlis Ulama
didasarkan Indonesia
pada adillat Tentang Hukum
al-ahkam yang
Vasektomi dan Tubektomi, (Skripsi SI Fakultas Ilmu Hukum, niversitas Islam Negeri Sultas Syarif
Kasim, 2011), h. 25.
paling kuat dan membawa kemashlahatan bagi umat, serta menetapkan
24
Nurrun Jamaludin, Metode Istinbath Hukum MUI, artikel ini diakses24 dari
dasar-dasar .wordpress.com/2015/01/25/metode-istinbath-hukum-mui/
http://nurrunjamaludin fatwa yakni alqur‟an, hadis, ijma, qiyas, dan dalil lainya.
pada 27 Juli
2016.
25
Secaradanoprasional,
Pedoman dalam pedoman
prosedur penetapan penetapan
fatwa MUI dalam fatwa
himpunan MUI
fatwa disebutkan
MUI, (Jakarta :
secretariat MUI, 2010), h. 5.
ada beberapa hal yang menjadi dasar dan metode penetapan fatwa MUI,

yaitu dalam Bab II disebutkan tentang metode penetapan fatwa, sebagai

berikut:25

a. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat

para imam madzhab dan ulama yang mu‟tabar tentang masalahnya.


7

c. Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu

diantara pendapat ulama-ulama madzhab metode al-jam‟u wa al-

taufiq,Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan

penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode

muqaranah dengan menggunakan kitab-kitab Ushul Fiqh

Muqaranah.

d. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya

dikalangan madzhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil

ijtihad jama‟i (kolektif).

e. Penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemslahatan

umum (al-maslahah al-mursalah) dan maqasid al-syariah.

2. Metode Keputusan Bahtsul Masail NU

Metode istinbat hukum yang digunakan oleh Nahdlatul Ulama dalam

muktamar mengenai hukum vasektomi dan tubektomi dalam KB, yang

dikutip dari Rumadi Ahmad dalam artikelnya, mengatakan bahwa NU

mengakui al-Qur‟an dan Sunnas merupakan sumber utama hukum

Islam,
dipahami sebagai “mengambil hukum secara langsung dari kedua sumber

primer diatas, tetapi dengan pengambilan hukum dengan men-tathbiq-kan

(menerapkan) nash al-fuqaha‟ – terutama dilingkungan para mazhab

terutama mazhab Syafi‟I secara dinamis, dalam konteks permasalahan

hukumnya.” Dengan pengertian Istimbath ini, maka wajar bila keputusan-

keputusan hukum NU tidak merujuk langsung pada kedua al-Qur‟an dan


7

Sunnah, tapi merujuk pada kitab al-fiqh al-mu‟tabarah (kitab fiqih yang

diakui NU). Sedangkan ushul fiqh dan qawaid al-fiqhiyyah diposisikan

sebagai penguat keputusan hukum yang diambil.26

Nahdlatul Ulama dalam menetapkan suatu hukum ini merujuk kepada

kitab-kitab mazhab karena ini sudah menjadi ciri khas dan juga sebagai

cara pandang Nahdlatul Ulama. Hal ini tidak terlepas karena adanya suatu

prosedur paten yang telah menjadi aturan baku di lingkungan Nahdlatul

Ulama.27

Oleh karena itu, prosedur menjawab masalah disusun dalam urutan

sebagai berikut 28:

1. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh „ibarat kitab dan

disana hanya terdapat satu qaul/wajh (satu jenis pendapat), maka

qaul/wajh yang dipakai seperti yang diterangkan dalam ibarat

tersebut.

2. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan

didalamnya terdapat lebih dari satu qaul/wajh, maka dilakukan taqrir

jama‟I (ketetapan bersama) untuk memilih salah satu qaul/wajh

Rumadi Ahmad, Metode Istimbath Muhammadiyah, NU, dan MUI, artikel ini diakses
26

dari http://wahidininstitute.org/v1/programs/detail/?id=285/hl=id/metode_istimbath_muham
madiyah_NU_dan_MUI pada 27 Jili 2016.
27
Zaky Mubarok, “Metode Instimbat Hukum Islam Terhadap Keputusan Muktamar
Nahdlatul Ulama tentang Alat Kontrasepsi” (Skripsi S1 Universeitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya,2015), h.53.
28
Rumadi Ahmad, Metode Istimbath Muhammadiyah, NU, dan MUI, artikel ini diakses
dari http://wahidininstitute.org/v1/programs/detail/?id=285/hl=id/metode_istimbath_muham
madiyah_NU_dan_MUI pada 27 Jili 2016.
7

3. Dalam kasus tidak ada qaul/wajh sama sekali yang member

penjelasan, maka dilakukan prosedur ilhaq al-masail bi nadhairiha

(analogi dari kitab fiqih) oleh para ahli.

4. Dalam kasus yang tidak ada qaul/wajh sama sekali dan tidak mungkin

dilakukan ilhaq, maka dilakukan istinbath jama‟I (penggalian hukum

secara kolektif) dengan prosedur bermadzhab.

Pengambilan qaul (pendapat imam mazhab) ataupun wajh (pendapat

pengikut mazhab), yang kemudian disebut metode qauly, adalah metode

utama yang digunakan dalam menyelesaikan masalah keagamaan,

terutama yang menyangkut hukum fikih, dengan merujuk langsung pada

teks kitab-kitab imam mazhab ataupun kitab-kitab yang disusun para

pengikut mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hanbali),

walaupun dalam prakteknya lebih banyak dari kitab-kitab Syafi‟iyyah.29

D. Analisis Komparatif

1. Persamaan Pendapat Tentang Program KB Dengan Cara Sterilisasi

Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU tahun 1989

Dalam pengambilan keputusan mengenai vasektomi dan tubektomi,


MUI dan NU memiliki beberapa persamaan, yaitu :

1.) MUI dan NU dalam keputusanya sama-sama berpedoman kepada Al-

Qur‟an dan Hadis sebagai sumber hukum tertinggi, yang membedakan

hanya cara pandangnya saja.

29
Zaky Mubarok, “Metode Instimbat Hukum Islam Terhadap Keputusan Muktamar
Nahdlatul Ulama tentang Alat Kontrasepsi”, (Skripsi S1 Universeitas Islam Negeri Sunan Ampel,
Surabaya,2015), h. 68.
7

2.) Dalam proses pengambilan hukumnya, MUI dan NU dilaksanakan

dengan cara bermusyawarah dan menghadirkan para ahli disetiap

permasalahan.

3.) Pada keputusan vasektomi dan tubektomi, MUI dan NU sama-sama

mengharamkan hal tersebut, keduanya mengharamkan tetapi

memberikan pengecualian. Yang membedakan kedua putusan itu

hanyalah pengecualian itu sendiri.

2. Perbedaan Pendapat Tentang Program KB Dengan Cara Sterilisasi

Fatwa MUI Tahun 2012 dan NU tahun 1989

Di dalam proses penerapan keputusan MUI dan NU terdapat

perbedaan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan metode istinbath

hukum yang digunakan oleh MUI dan NU sehingga keputusanya pun

berbeda. Berikut adalah perbedaan ketetapan hukum oleh kedua

lembagai tersebut : 1.) Metode penerapan hukum MUI dan NU berbeda,

MUI lebih cenderung

langsung beristinbath melalu sumber hukum utama yakni Nash,

sedangkan NU tidak secara langsung beristinbath kepada Nash,


2.) Dalam perjalanan nya, fatwa tentang vasektomi dan tubektomi

dilakukan beberapa kali dibahas oleh MUI, dimulai dari tahun 1979-

2012 hingga keputusanya menjadi haram tetapi boleh dilakukan

dengan beberapa syarat. Sedanagkan NU, dalam bathsul masailnya

pada tahun 1989 menyatakan bahwa vasektomi dan tubektomi adalah


8

haram kecuali dengan keadaan darurat. Keputusan NU ini masih tetap

berlaku dan belum diganti ataupun revisi hingga saat ini.

3.) Adapun latar belakang lahirnya keputusan hukum vasektomi dan

tubektomi MUI tahun 2012 yaitu didasari adanya illat yang ditemukan

seiring dengan perkembangan teknologi. Hal ini dibuktikan dengan

bergantinya fatwa MUI, dari haram menjadi diperbolehkan. Sedangkan

untuk bahtsul masail NU, keputusan hukum haram tetapi dibolehkan

jika darurat (seperti jika tidak dilakukan vasektomi ataupun

tubektomi maka seseorang akan terancam jiwanya) maka hal itu

diperbolehkan.

4.) Dalam penetapan keputusan, hal-hal yang diperhatikan oleh MUI

lebih kepada seberapa besar vasektomi dan tubektomi dapat

dipulihkan, sehingga KB ini bukanlah KB permanen. Sedangkan

NU, lebih melihat kepada perbuatanya, yakni melakukan vasektomi

dan tubektomi itu sendiri, bukan bisa atau tidaknya proses

rekanalisasi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis paparkan tentang sterilisasi dalam keluarga

berencana, yang memfokuskan kepada analisis keputusan fatwa MUI tahun

2012 dan bathsul masail NU tahun 1989, maka banyak hal yang dapat ditarik

kesimpulan. Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi

pembahasan skripsi penulis.

1. Pada tahun 2012, MUI mengeluarkan fatwa tentang kebolehan penerapan

Vasektomi dan Tubektomi dengan bersyarat, fatwa tentang kebolehan

vasektomi dan tubektomi dengan syarat untuk tujuan yang tidak

menyalahi syari’at, tidak menimbulkan kemandulan permanen, ada

jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi

reproduksi seperti semula, tidak menimbulkan bahaya (mudharat) bagi

yang bersangkutan, dan/atau tidak dimasukkan ke dalam program dan

metode kontrasepsi mantap. Sedangkan, pada tahun 1989 dalam

Muktaramnya
apapun tidak dapat diperkenankan kalau mencapai batas mematikan fungsi

keturunan secara mutlak kecuali dalam keadaan darurat yang

mengakibatkan terancamnya nyawa seseorang.

2. Adapun latar belakang lahirnya keputusan hukum vasektomi dan

tubektomi MUI tahun 2012 yaitu didasari adanya illat, bahwa hukum

berputar sesuai perubahan zaman. setelah beberapa kali MUI

79
8

mengeluarkan fatwa haramnya metode sterilisasi, namun dengan

perkembangan zaman dan tekhnologi yang semakin canggih sehingga

sterilisasi tidak lagi mengakibatkan kemandulan tetap pada akhirnya MUI

kembali mengeluarkan fatwa tahun 2012 tentang diperbolehkannya

metode sterilisasi. Kemudian yang menjadi latar belakang mengapa NU

mengharamkan metode sterilisasi ialah Karena sterilisasi yang

diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat dipulihkan kembali

kemampuan berketurunan dan tidak dapat merusak atau menghilangkan

bagian tubuh yang berfungsi.

3. MUI dan NU dalam keputusanya sama-sama berpedoman kepada Al-

Qur’an dan Hadis sebagai sumber hukum tertinggi, namun kedua

lembaga tersebut mempunyai cara yang berbeda dalam metode

pengambilan hukumnya, MUI lebih cenderung langsung beristinbath

melalui sumber hukum utamanya yakni Nash, sedangkan NU tidak

secara langsung beristinbath kepada Nash, mereka lebih cenderung

mengikuti ulama klasik,

B. Saran
Setelah penulis menyelesaikan karya tulisan ini, terdapat beberapa hal

yang ingin penulis sampaika terkait pendapat para ulama mengenai sterilisasi

di Indonesia, yang semoga dapat menjadi pertimbangan ataupun menjadi

sumbangsih penelitian hukum di masa depan. Adapun saran penulis adalah :

1. Sterilisasi sebagai keluarga berencana hendaknya lebih mengedepankan

kepentingan jiwa dan kesehatan klien yang hendak melakukanya, karena


8

meskipun kegagalan sangat jarang terjadi, tetapi kewaspadaan para praktisi

serta klien itu sendiri haruslah diperhatikan. Oleh sebab itu, tujuan KB

untuk menurunkan tingkat kelahiran di Indonesia diharapkan dapat melihat

sisi kepentingan dan keselamatan klien itu sendiri.

2. Hendaknya, fatwa MUI dan NU mengenai vasektomi dan tubektomi

menjadi pertimbangan pemerintah untuk dibentuknya suatu Undang-

undang perlindungan kesehatan, sehingga jika terjadi kesalahan atau

kegagalan dalam proses sterilisasi, klien atau masyarakat yang

melakukanya mendapat perlindungan baik tunjangan kesehatan maupun

perlindungan hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku

Al-Quran al-Karim dan Terjemahan.


Arum, Dyah Novita Setia dan Sujiyatini, Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.
Yogyakarta: Mitra Cendikia, 2009

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulugul Maram, (Bairut :Darul Fikr, 1994).


Abbas, Ahmad Sudirman. Qawa’id Fiqhiyyah, Cet. II. Jakarta: Adelina Bersaudara, 2008
Arifi, Ahmad. Pergulatan Pemikiran Fikih “Tradisi” Pola Mazhab. Yogyakarta: Elsaq
Press, 2010

Brace, Edward R. Penuntun Populer Bahasa Kedokteran. Bandung: Angkasa, 1983


Entjang, Indah. Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Bandung, t.p, 1982
Everret, Suzanne. Hand Book of Contraception and Reproductive Sexual Health, (Buku
Saku Kontrasepsi dan Kesehatan seksual Reproduktif), terj. Nike Budhi Subekti.
Jakarta: Buku Kesehatan EGC, 200
Ebrahim, Abdul Fadl Mohsin. Aborsi Kobtrasepsi dan Mengatasi Kemandulan (Isu-Isu
Biomedis dalam Prespektif Hukum Islam). Bandung : Mizan, 1997

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta : Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu
(PPJM), 2012.
Fadeli, Soeleiman, dan Moh. Subhan, “Antologi NU”. Surabaya: Khalista, 2008
Fatah, Rohadi abd. Analisis Fatwa Keagamaan dalam Islam.Jakarta : PT.Paragonatama
Jaya, 1997.
Lubis, Said Ahmad Sarhan. Alasan KB dengan Sterilisasi oleh Masyarakat Kecamatan
Medan Tembung kota Medan. Medan, t.p, 2009
M. Sidqi bin Ahmad al-Burnu, al-Wajiz fi Idah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah. Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1983
Madhkur, Nazrat AL-Islam Ila Tanzim Al-Nasl. Kairo: Dar An-Nahdan Al-Arrabiyah, 1965
Muhyidin, Fatwa MUI tentang Vasektomi, Jurnal Ahkam Vol.24 No.1 April 2014

Muhammad bin Syihabuddin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj. Beirut:
Dar al-fikr, t.th.: Juz VIII

82
8

Pinem, Saroha. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi: Jakarta: Trans Info Media. 2009

Rahardjo, Djoko. Panduan Pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau. Jakarta: Perkumpulan


Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), 1996
Shiddiq, Saifuddin. Hukum Islam tentang Berbagai Persoalan Kontemporer. Jakarta: PT.
Intimedia Cipta Nusantara,2004, Cet.I
Saifuddin, Abdul Bari dkk., Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Cet.3. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006: h. 83-84.
Usman, Muchlis. Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah. Jakarta: Grafindo Persada 1999
Yakub, Aminudi. KB Dalam Polemik, Melacak Pesan Substantive Isalam. Jakarta : PBBN
UIN, 2003

Zuhdi, Masjfuk. Islam dan Keluarga Berencana di Indonesia, Cet.IV. Surabaya: Bina
Ilmu,1982

Daftar Jurnal dan Skripsi

Arifin. “Fatwa MUI Tentang Kebolehan Vasektomi” Skripsi S1 Fakultas Syariah Hukum,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2014
Bagian Obstetric dan Ginekologi Fak. Kedokteran UNPAD, Teknik Keluarga Berencana
(Perawatan Kesuburan ). Bandung, t.p, 1980: h. 14-15.

Bruinessen, Martin van. Traditionalist Muslims in A Modernizing World: The Nahdlatul


Ulama and Indonesia’s New Order Politics, factional Conflict and The Search for
A New Discourse, Penerj. Farid Wajidi. “NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa
Pencarian Wacana Baru”. Yogyakarta: Lkis, 1999

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Sterilisasi Kurang Mendongkrak


Penurunan Fertilisasi. t.t, Angkasa Baru, 2011
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana, Informasi Pelayanan Kategori Mantap
Pria (Vasektomi) dan tubektomi. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana, 2011
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan penyelenggaraan Haji Depag RI,
“Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia”. Jakarta : Direktorat Jendral
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag RI, 2003
Departemen Kesehatan RI, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo d.a Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Bagian Obstetri dan Ginekologi, 2003
8

Hidayat, Muhammad. Perubahan Fatwa Majlis Ulama Indonesia Tentang Hukum


Vasektomi dan Tubektomi. Skripsi SI Fakultas Ilmu Hukum, niversitas Islam
Negeri Sultas Syarif Kasim, 2011
Kamus Kedokteran Dorland (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary), terj. Tim
Penerjemah EGC, Cet.26. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994
Lembaga Bathsul Masail NU, Keputusan Muktamar Nahdatul Ulama Ke-28.
Yogyakarta:Lembaga Bathsul Masail NU, 1989
Majelis Ulama Indonesia, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se Indonesia III tahun
2009. Jakarta: MUI, 2009, Cet.I
Majelis Ulama Indonesia, Sekilas MUI, artikel ini diakses dari http://mui.or.id/sekilas-mui
pada 18 Juli 2016.
Majelis Ulama Indonesia, “Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia”. akarta: Ditjen
BIPH Departemen Agama RI, 2010

Mubarok,, Zaky .“Metode Instimbat Hukum Islam Terhadap Keputusan Muktamar


Nahdlatul Ulama tentang Alat Kontrasepsi”. Skripsi S1 Universeitas Islam
Negeri Sunan Ampel, Surabaya,2015

NN, “Pembahasan Lengkap Mengenai Nahdalatul Ulama (NU), Pengertian NU, sejarah
Berdirinya”. Artikel diakses dari http://ww.masuk-islam.com/pembahasan-
lengkap-mengenai-nahdalatul-ulama-pengertian-nu-sejarah-berdirinya-dll.html.

Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), Buku Saku Kontrasepsi Mantap


untuk Petugas Lini Lapangan. Jakarta: t.pn.1995

Pedoman dan prosedur penetapan fatwa MUI dalam himpunan fatwa MUI. Jakarta :
sekretariat MUI, 2010

Pangestuning, Trisna. Analisis Perbandingan Tingkat Kepuasan Seksual Wanita Dengan


Tubektomi dan Tidak Dengan Tubektomi di Makassar 2015. Tesis S2
Universitas Hasanuddin 2015

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.III. Jakarta:
Balai Pustaka, 2001
Tim Penerjemah EGC, Kanus Kedokteran Dorland (Dorland Ilustrated Medical
Dictionary), Cet.26. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994

Triyawati, Lilik. Pengaruh Usia Terhadap Kejadian Plasenta Previa Pada Ibu Hamil di
RSUD Dokter Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto 2007. Tesis S2 Universitas
Airlangga, 2007
8

Daftar website

Andiyan, Dody Nur, Kedudukan Majlesi Ulama Indonesia Dalam Ketatanegaraan


Indonesia, artikel ini diakses dari
http://dodynurardiyan.blogspot.co.id/2008/08/kedudukan-majelis-ulama-
indoneisa-dalam.html?m=1 pada 18 Juli 2016.
Ahmad, Rumadi. Metode Istimbath Muhammadiyah, NU, dan MUI, artikel ini diakses dari
http://wahidininstitute.org/v1/programs/detail/?id=285/hl=id/metode_istimbath_m
uhammadiyah_NU_dan_MUI pada 27 Jili 2016.

Ahira, Anne. Lembaga MUI dan Perannya di Indonesia. Artikel ini diakses dari :
http://www.anneahira.com/mui.html pada 20 juli 2016.

Calie Priboemi, Pandangan Islam Terhdap Vasektomi dan Tubektomi, artikel ini diakses
dari http:// zangpriboemi.blogspot.co.id/2012/10/ pandangan-islam-terhadap-
vasektomi-dan-html?m=1. Pada 18 Juli 2016.
Hadi, Samsul. AD/ART NU, artikel ini diakses dari http://samsulhadi73.
wordpress.com/adart-nu/ pada 28 Juli 2016.
Jamaludin, Nurrun. Metode Istinbath Hukum MUI, artikel ini diakses dari
http://nurrunjamaludin .wordpress.com/2015/01/25/metode-istinbath-hukum-
mui/ pada 27 Juli 2016.
Ma’afi, Mahbub. Hukum Sterilisasi Kandungan, artikel ini diakses dari
http://nu.or.id/post/read/52769/ hukum-sterilisasi-kandungan pada 19 Juli 2016.
Majelis Ulama Indonesia, Profil MUI, artikel ini diakses dari : http://mui.or.id/tentang-
mui/profil-mui.html.

Ridwan, Yusuf. Pemikiran Politik Nahdlatul Ulama, artikel ini diakses dari http://yusuf-
ridwan94.blogspot.co.id/2014/05/pemikiran-politik-dan-paham.html?m=1 pada
18 Juli 2016.
Suparyanto, “Kontasepsi MOP (Metode Operasi Pria) Selayang Pandang”, artikel ini
diakses pada 11 Juli 2016 dari http://dr-
suparyanto.blogspot.com/2013/03/kontrasepsi-mop-metode-oprasi- pria.html?
m=1
Wikipedia, Nadhlatul Ulama, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/nahdlatul_%27
ulama. Pada 18 Juli 2016,
8

LAMPIRAN-LAMPIRAN
KEPUTUSAN MUKTAMAR
NAHDLATUL ULAMA KE-
28
Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak
Yogyakarta Pada Tanggal 26 - 29 Rabiul Akhir 1410
H.
/ 25 - 28 Nopember 1989 M.

381. Vasektomi dan Tubektomi


382. Menggunakan Spiral/IUD

KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL


ULAMA Nomor: 03/MNU-28/1989
Tentang
ITTIFAQ HUKUM MENGENAI BEBERAPA MASALAH DINIYAH
‫ال ح ْي ِم‬ ‫ِبس ِم هلالِ ال‬

‫ّ ر ْ ح َم ّ ر‬
‫ن‬
MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA XXVIII

Yang berlangsung pada tanggal 26 - 29 Rabiul Akhir 1410 H/25 - 28


Nopember 1989 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta
Memperhatikan: a. Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
b. Penjelasan tentang Pedoman Bahtsul Masail Diniyyah yang
disampaikan oleh Katib PBNU;
c. Bahan Muktamar Nahdlatul Ulama XXVIII, khususnya
bagian Bahtsul Masail Diniyyah;
Mendengar : a. Laporan Komisi 1 (Masail Diniyyah) Muktamar Nahdlatul
Ulama XXVIII tentang pembahasan: illat, adillah syari’iyyah
dan ittifaq atas beberapa masalah diniyyah, yang dilakukan
dalam permusyawaratan tanggal 27 - 28 Rabiul Akhir 1410
H/26 - 27 Nopember 1989
b. Ittifaq peserta Muktamar Nahdlatul Ulama XXVIII dalam
sidang pleno tanggal 28 Nopember 1989 atas laporan
Komisi 1 (Masail Diniyyah), maka dengan berdoa:

‫عص رَنا‬ َ Wَ‫د ْينَنَا ال‬ ‫اَلل َّ ِ ح‬


‫ أَ ْم‬Wُ‫ِذي و َمة‬ ‫م أ ل لَنَا‬
‫ه‬
‫ه‬ ‫ص‬
MENSAHKAN : ITTIFAQ DENGAN ADILLAH SYAR’IYYAH ATAS
HUKUM DARI BEBERAPA MASALAH DINIYYAH
DENGAN RUMUSAN SEBAGAIMANA TERLAMPIR.
Ditetapkan di Krapyak, Yogyakarta
Krapyak: 29 Rabiul Akhir 1418
H 28 Nopember 1989
M
MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA XXVIII
PIMPINAN SIDANG PLENO

ttd ttd
KH M.A. SAHAL MAHFUDH H. AHMAD BAGDJA

Ketua Sekretaris
424 Ahkamul Fuqaha
KEPUTUSAN MUKTAMAR
NAHDLATUL ULAMA KE-
28
Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak
Yogyakarta Pada Tanggal 26-29 Rabiul Akhir 1410 H.
/ 25-28 Nopember 1989 M.

TIM PERUMUS KOMISI I MASAIL DINIYAH


Sub Komisi I/A
Dr. H. Agil Munawwar MA. (Ketua)
Dr. H. Abdul Muhith Fattah MA. (Wakil
Ketua) KH. Munzir Tamam MA. (Anggota)
KH. A. Aziz Masyhuri (Anggota)
KH. Drs. Shidqi Mudhar
(Anggota) KH. Maimun Zubair
(Anggota) KH. Fauzi (Anggota)
KH. Abdullah Mukhtar
(Anggota) KH. Sirazi (Anggota)
KH. Zainal Abidin (Anggota)
KH. Asyhari Marzuki
(Anggota) Sub Komisi I/B
KH. Masyhuri Syahid MA. (Ketua)
KH. M. Cholil Bisri (Wakil
Ketua) Drs. K. A. Masduqi
(Sekretaris) KH. Zainal Abidin
(Anggota) KH. Drs. Nadjib
Hasan (Anggota) KH. M.
Subadar (Anggota)
KH. Yazid Romli (Anggota)
Ustadz A. Yasin (Anggota)
KH. Amin Mubarok
(Anggota) KH. Drs. Adzro’i
(Anggota)

Solusi Problematika Aktual Hukum Islam 425


381. Vasektomi dan Tubektomi

S. Apabila vasektomi dan tubektomi dapat direhabilitasi, bagaimana


hukumnya?

J. Penjarangan kelahiran melalui cara apapun tidak dapat diperkenankan,


kalau mencapai batas mematikan fungsi berketurunan secara mutlak.
Karenanya sterilisasi yang diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat
dipulihkan kembali kemampuan berketurunan dan tidak sampai
merusak atau menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi.
Keterangan, dari kitab:

1. Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib1


َٝWٌُٚ‫ ا ْْل‬ٟ‫ ِف‬Wُ‫ ْى َٖش‬١ُ‫ص ِٗ َف‬
ٍِ ْ َ‫ ِ ْٓ أ‬Wُ‫ ْمطَ ُ ٗؼ‬٠َ ْٚ َ‫ط ُء ا ٌْ َذ ْب ًَ أ‬
ٝ ِ ‫ ْب‬٠ُ ‫ز‬ِٞ ّWٌَ‫ْ َء ا‬ٟ ‫ َوٌِز َه ا ْسِخ ْؼ َّب ُي ا ٌْ َّ ْشأَ ِة اٌ َّش‬َٚ
٠َُٚ ‫ َُ َش ْذ‬ٟ‫ ِف‬ٟ‫ِّٔب‬Wَ‫اٌث‬
Begitu pula menggunakan obat yang menunda atau memutus kehamilan
sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka dimakruhkan dalam
kasus pertama dan diharamkan dalam kasus kedua.
2. Nihayah al-Muhtaj2

٠َ ‫ ِٓ فَمَب َي ََل‬٠ ‫ ُخ ِػ ُّض ٌا ِّذ‬١ ْ ‫ْٕب ٌا َّش‬َٙ ‫ ًَ َػ‬Wِ‫ ْذ ُسئ‬Wَ‫ ًِ فَم‬Wَ‫َا ًء ٌِ َّ ْٕ ِغ ا ٌْ َذب‬ٚ ‫َا ٌْ َّ ْشَأ ِة َد‬ٚ ًِ ‫أَ َِّب ا ْسِخ ْؼ َّب ُي ٌا َّش ُج‬
‫ َه‬Wِ‫ ِة ٌَر‬Wَ‫ج ُص ٌِ ٍْ َّ ْشأ‬
ٛ ُ
‫ حَ ْش ِن‬ٝW‫ػ‬ ٍَ َ ِْ ‫ َجب ِْ ٌْا ُذ َّشا‬ْٚ ‫ظ ٌا َّض‬
ٝ َ ‫ َشا‬Wَ‫ ًَ َػ َّّب إ َرا ح‬W‫ َس َف ُس ِئ‬٠ُُُٛٔٓ ‫ ا ٌْ ِؼ َّب ُد ْب‬ٝWَ‫ ِٗ َأ ْفخ‬W‫ ِب‬َٚ ُ ٠ ‫خ ْذ ِش‬Wَّ ‫ ٌا‬W‫ َظب ِ٘ ُ ُٖش‬َٚ
ًْ Wَ٘ ًِ Wَ‫ا ٌْ َذب‬
‫َل ْذ‬َٚ ‫ ُص ا ٘ـ‬ٛ‫ ُج‬٠َ ‫ َجب َة ََل‬Wَ‫ِط أ‬ ١ْ‫ْ ِش ا ٌْ َذ‬ٙ ‫غ‬ ُ ‫ ٌِ َّ ْٕ ِؼ ِٗ َب ْؼ َذ‬ِٚٞ ‫ّ َذا‬Wَ‫ ُص ٌاخ‬ٛ‫ ُج‬٠َ

‫ّب‬Wً‫ظ‬
ٕ َ ًِ ‫ّ ْس‬Wَ‫ب ِة ٌٕا‬Wَ‫َ َس ُّذ ب‬ٜٛ ‫ِس‬ ِٗ ١ ‫ َس ِف‬١ ْ ٌََٚ ‫ ا ٌْ َؼ ْض ِي‬Wَٝ‫ػ‬ ٍ َ ‫ ُذ‬٠ ‫ ِض‬٠َ ‫َ ََل‬ٛ Wُ٘ ‫مَب ُي‬٠ُ
َٓ ١ ْ َ‫َب‬ٚ ‫ ِت‬١َِّّ‫ َّْٕ ُغ ِبب ٌْ ٍُى‬٠َ ‫ َٓ َِب‬١ ْ ‫ ِّش َق َب‬W‫ْ ُف‬ٛ َWٍ‫ْ ِي بِب ٌْ َّ ْٕ ِغ ف‬ٛ Wَ‫ ا ٌْم‬Wَٝ‫ػ‬
ٍ َ َٚ ‫ب‬Wً‫ئ‬١ ْ ‫ ِ ْٓ ا ٌْ َذ ِّك َش‬ٟ‫ ِْٕغ‬٠ُ ‫ّ َّٓ ََل‬Wَ‫ َّْ ٌاظ‬Wِ‫َإ‬ٚ
kehamilan, maka Syaikh Izzuddin telah ditanyakan tentang hal itu.
Lalu ia jawab: “Bagi wanita hal itu tidak boleh.” Makna lahiriah
jawaban itu adalah mengharamkan. Al-Imad bin Yunus berfatwa
dengan hokum

1 Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, (Beirut: Dar al-fikr, t. th.),
Jilid II, h. 95.
2 Muhammad bin Syihabuddin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, (Beirut:

Dar al-fikr, t. th.), Juz VIII, h. 443.


426 Ahkamul Fuqaha
haram. Kemudian Syaikh Izzuddin ditanya bila kedua suami istri yang
merdeka saling menyetujui untuk menghindari hamil, “Apakah boleh
mengkonsumsi obat untuk mencegahnya setelah suci dari haid?”
Beliau jawab: “Tidak boleh.” Sampai disini ungkapan beliau. Dan
terkadang bisa disanggah: “Cara tersebut tidak melebihi ‘azl, dan
dalam cara itu hanya menutup adanya keturunan secara zhan
(prasangka). Sedangkan zhan sama sekali tidak selevel dengan
kenyataan.” Berdasar pendapat yang mencegah, bila antara obat yang
mencegah kehamilan secara total dan obat yang mencegahnya
sementara waktu dibedakan hukumnya, maka pembedaan itu cukup
kuat. Dalam Syarh al-Tanbih karya al-Balisi terdapat pertimbangan
4. Ghayah Talkhish al-Murad min Fatawa Ibn Ziyad3
Dan‫ط‬ ٍ ِ ‫َ ا ٌْ ِم َّب ِغ َِب َدب‬ٜٚ ‫ِ فَخَب‬ٟ‫ ف‬menggunakan boleh adalah a
ٚ ِ ١ْ ‫َا ِء ٌِ َّ ْٕ ِغ ا ٌْ َذ‬ٚ ‫َا ُص ا ْس ِخ ْؼ َّب ِي ٌا َّذ‬ٛ ‫صُٗ َج‬
obat-obatan untuk mencegah haid.
2. Pendapat Muktamar
ٚ‫َا ْ ُػخبِ َش‬ٚ ‫َّ ِي‬ٚ َ‫ ُِ ْال‬٠ْ ‫َلب َي بِخَ ْذ ِش‬ٚ َ ،‫ؼُ ُِ َ ًَّؤلخب‬ ٗ ُ َٕ ّْ َ٠ ‫ َٓ َِب‬١ْ ‫َ َب‬ٚ ‫َّ ِت‬١‫ى‬
ٍِّ ُ ٌْ ‫ُغ ا ٌْ َذ ّْ ًَ ِبب‬
‫َ َّْٕ ُغ ا ٌْ َذ ّْ ًَ لَ ْب‬٠ ‫خ ْؼ َّب َي َِب‬ ِ ‫ِّ ِبأ َ َّْ ا ْس‬ٟ ‫ُّ َٔ َْملً َػ ِٓ ٌا َّض ْس َو ِش‬ٟ ٍِْ ‫ َص َش َح ٌا َّش‬َٚ .‫ت‬
ُٗ‫ ْم َط ُؼ‬٠ َ َٚ ًَ ‫ُ ْب ِط ُئ ا ٌْ َذ ْب‬٠ ْٞ ‫ْ َء ٌاَّ ِز‬ٟ ‫خ ْؼ َّب ُي ا ٌْ َّ ْش َأ ِة ٌا َّش‬ِ ‫َ َو َزا اِ ْس‬ٚ .ُْٕٗ ِ ‫َغ‬

‫ إِ َرا‬.‫َّ ِت‬١ِٙ ‫َ ا ٌْ َمب ِػ َذ ِة ا ٌْفِ ْم‬ٍٝ‫ْ ِدفٌَا َؼ‬ٛ‫جة‬


ِ‫س‬ُ َُٚ ْٚ ‫شذ‬
َ ْٕ ‫ػ‬
ُ ‫َ ِع‬ٚ .‫ّ ا٘ـ‬ٟ ِٔ‫ْ ٌاثَّب‬ٟ ِ‫ ْذ ُش َُ ف‬٠َ َٚ ‫َّ ِي‬ٚ ‫ل‬
َ ‫ِ ْْا‬ٟ‫شُ ف‬
ٖ َ ‫ُ ْى‬١َ‫صِ ِٗ ف‬
ٍ َّ ْٓ َ‫ْ أ‬
ِ
‫ِ َّب َِ ْف َس َذةً ٘اـ‬ٙ ‫ح َىب ِة َأ َخ ِّف‬
ِ ‫َظ َش ًسا ِبب ْس‬ ‫ُّ َّب‬ٙ ‫َ أَ ْػ َظ‬ٟ ‫ْ ِػ‬ٚ ‫َض ا ٌْ َّ ْف َس َ َذحب ِْ ُس‬ ‫حَ َؼب َس‬. mencegah

semacam ini.”

Ramli secara jelas mengutip dari al-Zarkasyi, bahwa penggunaan obat


yang mencegah kehamilan sebelum mani keluar saat persetubuhan
umpamanya, itu maka tidak tercegah. Begitu pula menggunakan obat
yang menunda atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak

3 Abdurrahman bin Muhammad Ba’ alawi, Ghayah al-Talkhish fi Fatawa Ibn Ziyad pada
Bughyah al-Mustarsyidin, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.), h. 247.
Solusi Problematika Aktual Hukum Islam 427
hamil selamanya), maka dimakruhkan dalam kasus pertama dan diharamkan
dalam kasus kedua. Dan ketika terdapat kondisi darurat, maka berlaku
kaidah fiqhiyah, “Jika dua mafsadah bertentangan, maka yang
diperhatikan adalah yang paling berbahaya dengan melakukan yang
kecil resikonya.”
3. Referensi Lain
a. Hasyiyah Syibramallisi, Juz VIII, h. 416.

382. Menggunakan Spiral/IUD

S. Bagaimana hukumnya menggunakan spiral (IUD) dalam KB

mengingat caranya dengan melihat aurat?


J. Pada dasarnya menggunakan spiral (IUD) itu hukumnya boleh,
sama dengan ‘azl, atau alat-alat kontrasepsi yang lain, tetapi karena
cara memasangnya harus melihat aurat mughallazhah, maka hukumnya
haram. Oleh karena itu harus diusahakan dengan cara yang
dibenarkan oleh syara’, seperti dipasang oleh suaminya sendiri.
Masalah ini telah dibahas dalam buku PBNU “Membina
Kemaslahatan Keluarga” (hlm. 92-95).
Keterangan, dari kitab:
1. Sulam al-Taufiq4
َُ ‫ ْذ ُش‬١َ‫ْ َسا ِث ف‬ٛ ‫ ْظ ُش ا ٌْ َؼ‬َٚٔ ُْ ِٙ ١ ْ ٌَW‫ َّٓ ِإ‬Wُ‫ ْظ ُ٘ش‬Wَٔ‫ َو َزا‬َٚ ‫ب ِث‬١َّ‫ل َْٕجِب‬
َ ‫ ٌِٕاّ َسب ِء ْْا‬ٌَٝW‫ّ ْظ ُش ِإ‬Wَ‫ ِٓ ٌٕا‬١ ْ ‫ص ا ٌْ َؼ‬
ٟ ِ ‫ ِ ْٓ َِ َؼب‬َٚ
ًِ ‫ْظ ُش ٌا َّش ُج‬
‫ َذ‬W‫ب ِب‬َِٙٔ‫ْ ٍء ِ ْٓ َب َذ‬ٟ ‫ب َو ْش ُف َش‬١َْٙ ‫ػ‬
ٍَ َ َُ ‫ ْذ ُش‬٠ََٚ ‫ ِت‬١ٍَْ ‫ذ‬ ٍِ َ ٌْ ‫ ِش ا‬١ ْ ‫ ِت َغ‬١َّ‫ َذ ِْ ا ٌْ َّ ْشَأ ِة ْْالَ َْٕجِب‬Wَ‫ْ ٍء ِ ْٓ ب‬ٟ ‫ َش‬ٝWٌَ‫ِإ‬
َُ ‫ ْذ ُش‬٠َ ْٓ َِ ‫ْع َش ِة‬
‫ٍِّ ٍغ‬W‫ط‬
mahram,
َ ُِ ‫ ٌا ُّش ْوَب ِت ِب َذ ْع َش ِة‬َٚ ‫ َٓ ٌا ُّس َّش ِة‬١ْ‫ْ ٍء ِ َّّب َب‬ٟ ‫ب َو ْش ُف َش‬١َْٙ ‫ػ‬
begitu pula perempuan melihat laki-laki non ٍَ َ mahram, ٍَ َ َُ ‫ ُش‬dan
َٚ ِٗ ١ ْ ‫ػ‬ ‫ ْذ‬٠َٚ ‫ب‬١َْٙ ٌَ‫ ِإ‬Wُ‫ٔ ْ ظ ُٖش‬
َ

melihat aurat. Oleh sebab itu, laki-laki haram melihat bagian tubuh
perempuan non mahram selain istrinya. Bagi perempuan haram
membuka bagian tubuhnya di depan orang yang haram melihatnya. Bagi

4 Abdullah Ba’lawi, Sulam Taufiq pada Mirqah Su’ud al-Tashdiq, (Indonesia: CV. Karya
Insan, t. th.), h. 66.
428 Ahkamul Fuqaha
laki-laki dan perempuan haram membuka bagian tubuh antara pusar
dan lutut di depan orang yang bisa melihatnya, meski sejenis dan
semahram selain istri.
2. Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin5
ُْٕٗ ِ ٌ
‫ا‬ ‫ َأ ْب‬Wَُّٗ‫ْل‬
ٔ ‫ د ُش َ ُ د ُش َ س‬ٝ‫ ََِخ‬ٚ
‫ُغ‬ َّ ٌْ ‫ٌَٕا ش ا‬
ّ
‫ظ‬
ٟ ‫ّز ِة‬
Dan bila haram melihat, maka haram menyentuh, karena menyentuh
lebih kuat nikmatnya dari pada melihat.
3. Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj6
( َٚ) ‫ََأ َِّب ِػ ْٕ َذ ا ٌْ َذب َج ِت فَبٌَّٕ ْظ ُش‬ٚ ‫ِ َّب‬ٙ ١ْ ٌَ ِ‫ ُث ََل َدب َجتَ إ‬١ْ ‫َ َد‬ٛ ُ٘ ‫َا ٌْ َّ ِّس‬ٚ ‫ػ ُْ أَ َّْ َِب حَ َم َّذ َ ِ ْٓ ُد ْش َِ ِت ٌٕاَّ ْظ ِش‬
ٍَ ْ ‫ا‬
‫ِ ا ِْ َشَأ ٍة ِمَ ٍت‬ٚ ‫ْ ٍج َأ‬ٚ ‫ْ َص‬ٚ َ‫ ُى ْٓ ٌَرِ َه بِ َذ ْع َش ِة َِ ْذ َش ٍَ أ‬١
َ ٌْ َٚ ُ‫س‬
ٗ ُ ‫َ َػ ْى‬ٚ ‫َاةُ ا ٌْ َّ ْش َأ ِة‬ٚ ‫ َٕئِ ٍز َد َش ًجب فَ ٍِ َّش ُج ًِ ُِ َذا‬١ْ ‫ ُِ د‬٠ْ ‫ش‬
Dan ‫َ ٌا َّشا ِج ُخ‬ٛ َُٚ٘ ِٓ ١ْ ‫ح‬ َٕ ْ َ‫ََة أ‬ٛ ٍْ ‫ خ‬dan melihat keharaman tentang penjelasan bahwa ketahuila
َ ‫ٍّ ِبب ِْ َشَأ‬ٟ ِ‫جب‬
menyentuh itu sekiranya tidak ada keperluan. Sedangkan ketika dalam keadaan perlu, maka melih
4. Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib7

‫ثا ِج ُخ‬
‫ٌا ُ َّش‬١َٛ َُْٚ٘ ‫ ِٓد‬١ْ ‫ح‬ ٔ َْ َّٛ ‫ْ ا ِْ َشأَ ٍَ ة إِ ْج‬ٚ ‫َْأ َأ‬ٞ ‫ْ ٍذٍ أَج‬ٚ ١
َ ‫َةَ َس ُج ًٍ ِبب ِْ َشَأ‬ٛ ٍْ ‫صَب خ‬ ِّ ‫ص‬
‫َْ َس‬ٚ َ‫ُ ِب َذ ْع َش ِة َِ ْذ َش ٍَ أ‬ٌٛٗ ْ َ‫ْ ل‬ٚ َ
ٟ ‫ُِْٕ َّب َح ْسخَ ْ ِذ‬ٙ ًَّ ‫ ِٓ ِْلَ َّْ ُول‬١ْ ‫خ‬
‫َب‬ٙ ٍِ ‫ َأ ْ حَ ْف َؼ ًَ ا ٌَْفب ِد َشتَ بِ َذ ْع َش ِة ِ ْث‬١ َ ‫خب َِم‬
َ ‫ؤَب‬

-Kebolehan dokter laki-laki melihat tubuh perempuan dalam rangka


pengobatan, itu bila- di depan mahram, suami, atau pemilik budak.

5 Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin pada Hasyiyata


Qulyubi wa ‘Umairah, (Surabaya: Dar Nasyr al-Mishriyah, t. th.), Juz III, h. 211.
6 Muhammad al-Khatib al-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifah Alfazh al-Minhaj,

(Mesir: al-Tijariyah al-Kubra, t. th.), Juz III, h. 133.


7 Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, (Beirut: Dar al-fikr, t. th.), Jilid II, h.

102.
Solusi Problematika Aktual Hukum Islam 429
Maksudnya atau di depan seorang perempuan bila kita
memperbolehkanseorang laki-laki menyendiri dengan dua wanita. Itu
adalah pendapat yan rajih (unggul) selama kedua wanita itu
merupakan orang yang terpercaya. Sebab, masing-masing dari
keduanya akan merasa malu melakukan perbuatan mesum di
sesamanya.
5. Kasyifah al-Saja8
‫ْ َسِح ِٗ ا ِْخ‬ٛ ‫ػ‬
‫َغ‬ ٌَٝ‫ِ ِ َٓ ٌٕاَ ظش ِإ‬ ُْ ‫ ج و َؼ َؼ‬ٟ ‫جب‬ ْٚ ‫ص‬ ‫ػَ ُْ أَ َّْ ظ َش ا ٌْ َّ ْش‬
ٍ ْ ‫ِا‬
‫ؼب‬َٙ َ ْ ‫ِإ‬ ‫ ِغ َب َذِٔ ِٗ ْى ِس‬١ ْ ِّ ‫ِئ‬ ‫ب‬َٙ ‫ِج‬ ٌَٝ‫َأ ِة ِإ‬
ِٗ ‫ٌض‬
‫ُ ٖشُ إ‬ ِ ‫ه ٌاَخّ َّ ُّخ‬ ْ ‫ ئِ ً ٔ ْ ه ٌاَخّ َُّّخ َغ ِب‬W ‫جب‬ ‫س‬ ٌْ ‫ف ا‬ ‫َب ٌَٕا ُش‬ٙ ١ ْ ‫ػ‬
ٍَ
ْٓ ‫َغ بِ ِٗ ى‬ ٍِ ّ ‫َب‬ٙ ‫ٌض ل ؼ‬ WَٔW‫َف ِئ‬ ‫َؼ ْ ى‬ ‫ِب ِ خ‬
‫ب‬
‫ط‬
ً‫َب ُ و َش٘ َات‬ٙ ِٕ‫ٌَإ َبب غ‬ٝ ٚ ‫ دبُ ِ ْى ُش وب َْ ِب دب‬ْٚ ‫ل َأ‬
ً َ‫جب لُب‬َِٙ ‫َف ْش‬
ِ
‫أ ّذ‬ ‫ش َج‬١ ْ ‫ِإ َرا َغ‬ ‫ًشا‬
‫ش‬ ‫ٍت‬
Ketahuilah, bahwa wanita itu boleh melihat seluruh anggota tubuh
suaminya, sebagaimana sebaliknya. Memang begitu, namun bila
suami melarang istri melihat auratnya, maka istri tidak boleh
melihatnya, tidak sebaliknya. Maka suami secara pasti boleh melihat
aurat istri, sebab ia memiliki hak menikmati tubuh istri, sedangkan
istri tidak memiliki hak menikmati tubuh suami. Namun suami
makruh melihat kemaluan istrinya, baik qubul atau duburnya, bila
tidak terdapat hajat. Dan melihat bagian dalam kemaluan istri
hukumnya lebih makruh.

8 Muhamad Nawawi bin Umar al-Jawi, Kasyifah al-Saja, (Semarang: Toha Putra,
t. th.), h. 50.
430 Ahkamul Fuqaha

Anda mungkin juga menyukai