Anda di halaman 1dari 102

URGENSI VIRGINITAS BAGI KAUM PRIA

DALAM MEMILIH CALON ISTRI


( Studi Analisis Terhadap Masyarakat Tegal Rotan Kelurahan Sawah Baru
Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Disusun Oleh :

Mahrunnisa

106043101308

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/ 1431 H
FOTO PRE WEDDING MENURUT HUKUM ISLAM

(Analisis Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Fmp3 Se-
Jawa Timur)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana (S. H. I)

Oleh:

Arifal Firdaus

NIM 106043101286

Di Bawah Bimbingan

Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag

NIP.

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Urgensi Virginitas Bagi Kaum Pria Dalam Memilih Calon
Istri ( Studi Analisis Terhadap Masyarakat Tegal Rotan Kelurahan Sawah Baru
Tangerang Selatan)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 September 2010. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (Perbandingan Mazhab Fiqh).

Jakarta, 22 September 2010


Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM


NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA ( )


NIP. 195703121985031003
Sekretaris : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag ( )
NIP. 196511191998031002
Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, M.Ag ( )
NIP. 150326895
Penguji I : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA ( )
NIP. 195703121985031003
Penguji II : Sri Hidayati, M.Ag ( )
NIP. 197102151997032002
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya penulisan skripsi ini bukan hasil karya

asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 September 2010

Mahrunnisa
KATA PENGANTAR

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬

Syukur alhamdulillah, saya persembahkan kepada Rabbul Izzah Allah SWT

yang telah menerangi, menuntun, dan membukakan hati serta pikiran dalam

menyelesaikan setiap tahapan proses penyusunan skripsi ini. Iringan shalawat dan

salam senantiasa mengalir ke pangkuanmu wahai manusia pilihan, Muhammad SAW

beserta keluarga dan segenap sahabat- sahabat setiamu hingga akhir zaman.

Skripsi ini sebagai bentuk nyata dari perjuangan penulis selama menuntut

ilmu di bangku kuliah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Berbagai hambatan dan kesulitan selama proses penulisan skripsi ini dapat penulis

lalui. Semua ini karena do’a dan dukungan orang-orang yang ada di sekitar penulis.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada para pihak yang telah mendukung penulis dalam penulisan skripsi

ini, diantaranya adalah:

1. Ayah tercinta (H. Marbawi) dan ibu tersayang (Siti Nurjannah). Mereka yang

selalu menjadi penyejuk hati, penenang jiwa, penyemangat hidup, yang tak

pernah kenal lelah untuk terus berkorban bagi putera-puterinya. Senyum

kalian adalah penyemangatku dalam menjalani kehidupan ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


 
3. Bapak Dr. Mukri Aji, MA dan Bapak Dr. M. Taufiki selaku Ketua Jurusan

dan Sekretaris Jurusan program studi Perbandingan Mazhab dan Hukum yang

dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menempuh pendidikan

S1 di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Hj. Mesraini M,Ag, selaku dosen pembimbing yang senantiasa

membimbing penulis dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu dosen pengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberi

ilmu, pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis

dapatkan dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi

amal kebaikan bagi Bapak/Ibu dosen.

6. Pimpinan dan segenap staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Bapak Lurah beserta staff kelurahan Sawah Baru yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan riset di kelurahan Sawah Baru serta telah

membantu dalam kelancaran birokrasi.

8. Seluruh masyarakat Tegal Rotan kelurahan Sawah Baru, atas kesediaannya

untuk menjadi objek penelitian dalam skripsi ini.

9. Keluarga tercinta (teh Bibah, teh Iin, kang Baden, teh Emah, k Hasan, Abink,

Anur dan semua kakak ipar dan keponakanku) yang selalu memberikan

semangat dan dukungan kepada penulis.

10. Teman-teman seperjuangan PMF 2006. Selama 4 tahun mengenal dan kuliah

bersama kalian merupakan hal terindah dalam hidup penulis.

ii 
 
11. Khusus untuk teman kosan Vegasus (Dilah, Hepy, Mba Win, Mba Kiki,

Iyunk, Umi, Tia, Icha dan Rival), Thank’s for All. You are the best friend.

Semoga semua pengorbanan dan kebaikan yang diberikan mendapatkan nilai

kebaikan di sisi Allah swt dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Agustus, 2010

Mahrunnisa

iii 
 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................ iv

Daftar Tabel........................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................ 7

D. Metode Penelitian............................................................................ 7

E. Review Studi Terdahulu.................................................................. 11

F. Sistematika Penulisan...................................................................... 15

BAB II TINJAUAN UMUM VIRGINITAS DALAM PERNIKAHAN

A. Kategori Virginitas.

1. Pengertian Virginitas................................................................ 17

2. Macam- macam Virginitas....................................................... 20

3. Jenis- jenis Penyalahgunaan Virginitas................................... 24

4. Faktor- faktor terjadinya Penyalahgunaan Virginitas.............. 26

B. Tinjauan Medis atas Virginitas dalam Sebuah Pernikahan............. 28

C. Tinjauan Fiqh terhadap Virgintas dalam Pernikahan...................... 32

D. Hubungan Virginitas dengan Konsep Kafaah dalam Pernikahan... 40

E. Virginitas Kaitannya dengan Wanita Sholehah Pada Masa Kini.... 42

iv 
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT TEGAL ROTAN

KELURAHAN SAWAH BARU TANGERANG SELATAN.

A. Letak Geografis.............................................................................. 50

B. Keadaan Demografis...................................................................... 51

1. Jumlah penduduk..................................................................... 51

2. Kondisi Pendidikan................................................................. 52

3. Kondisi Keagamaan................................................................. 54

4. Keadaan Ekonomi.................................................................... 55

C. Kondisi Sosiologis......................................................................... 56

BAB IV URGENSI VIRGINITAS BAGI KAUM PRIA DALAM MEMILIH

CALON ISTRI

A. Identitas Responden...................................................................... 58

B. Deskripsi Data............................................................................... 63

C. Pengetahuan dan Pemahaman Masyarakat Tegal Rotan

mengenai Wawasan Seputar Virginitas......................................... 64

D. Tindakan dan Respon masyarakat Tegal Rotan terhadap Urgensi

Virginitas....................................................................................... 72

E. Analisis Penulis.............................................................................. 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................... 90

B. Saran- saran.................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 94

LAMPIRAN- LAMPIRAN.............................................................................

   v 
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Review skripsi terdahulu............................................................... 12

Tabel 3.1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin............................... 51

Tabel 3.2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur............................ 52

Tabel 3.3 Keadaan tingkat pendidikan.......................................................... 52

Tabel 3.4 Sarana atau prasarana pendidikan................................................. 53

Tabel 3.5 Jumlah penduduk berdasarkan agama........................................... 54

Tabel 3.6 Sarana peribadatan........................................................................ 55

Tabel 3.7 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan............................. 56

Tabel 3.8 Data rincian RW 07...................................................................... 57

Tabel 3.9 Data rincian RW 08...................................................................... 57

Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia......................................... 58

Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan pendidikan............................. 59

Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan satatus perkawinan................. 60

Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan profesi.................................... 60

Tabel 4.5 Distribusi responden berdasarkan penghasilan per bulan............ 61

vi 
 
Tabel 4.6 Distribusi responden berdasarkan agama yang di anut............... 62

Tabel 4.7 Distribusi jawaban responden seputar pemahaman keperawanan

dilihat dari segi usia..................................................................... 65

Tabel 4.8 Distribusi jawaban responden seputar pemahaman keperawanan

dilihat dari segi pendidikan.......................................................... 66

Tabel 4.9 Distribusi jawaban responden seputar pemahaman keperawanan

dilihat dari segi status................................................................... 67

Tabel 4.10 Distribusi jawaban responden seputar pemahaman keperawanan

di lihat dari segi pekerjaan........................................................... 68

Tabel 4.11 Distribusi jawaban responden seputar pemahaman keperawanan

dilihat dari segi penghasilan responden per bulan........................ 70

Tabel 4.12 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari segi

Agama............................................................................................ 71

Tabel 4.13 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari

segi pelaksanaan ibadah bagi penganut agama Islam.................... 73

Tabel 4.14 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari

segi usia.......................................................................................... 75

Tabel 4.15 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari

segi pendidikan.............................................................................. 76

vii 
 
Tabel 4.16 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari

segi status....................................................................................... 77

Tabel 4.17 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari segi

pekerjaan....................................................................................... 79

Tabel 4.18 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari segi

penghasilan responden perbulan................................................... 80

Tabel 4.19 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari segi

agama............................................................................................. 82

Tabel 4.20 Distribusi jawaban responden seputar urgensi virginitas dilihat dari segi

pelaksanaan ibadah bagi penganut agama Islam............................ 83

viii 
 
BAB II

TINJAUAN UMUM VIRGINITAS DALAM PERNIKAHAN

A. Pengertian Virginitas

Kata Virgin berasal dari bahasa latin dan yunani yaitu virgo atau

gadis, perawan. Istilah ini juga mempunyai hubungan erat dengan istilah

virga, yang artinya baru, ranting muda. Kata ini dipakai dalam mitologi

Yunani untuk mengelompokkan beberapa dewi seperti dewi Artemis dan dewi

Heista. Perawan adalah label kekuatan dan kebebasan. Menjelaskan kekuatan

para dewi yang kebal dari godaan Dionysus-dewa rayuan dan anggur. Artemis

adalah dewi bulan dan perburuan, ia melindungi wanita yang melahirkan,

anak- anak kecil dan hewan liar. Sedangkan Heista adalah dewi hati, ia tidak

pernah terlibat dalam pertikaian antara manusia dan dewa- dewa. Dengan

demikian, pada zaman dulu, keperawanan merupakan konsep yang

menunjukkan kekuatan seorang gadis dalam melawan godaan. 1

Dalam Kamus Kedokteran virgin atau virgo adalah seorang yang

belum pernah melakukan hubungan seksual, atau virgin-al adalah berkenaan

1
Dono Baswardono, Perawan Tiga Detik, (Yogyakarta; Galang Press,2005), h. 45.

17
18

dengan seorang perawan atau keperawanan, virgin-ity atau virginitas adalah

keadaan masih perawan. 2

Keperawanan adalah keadaan belum pernah berhubungan seksual,

dalam bahasa Inggris disebut sebagai virginity 3 . Kata virgin telah diserap

menjadi bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan

bahwa kata perawan berarti anak yang sudah patut kawin, anak dara atau

gadis, belum pernah bersetubuh dengan laki-laki dan masih murni. 4

Berbicara tentang keperawanan berarti menyangkut dengan selaput

dara (hymen) karena kebanyakan orang menganggap bahwa seseorang

dianggap masih masih perawan ketika pertama bersenggama mengeluarkan

darah atau sobeknya selaput dara.

Selaput dara atau dalam bahasa medisnya dikenal sebagai hymen, 5

adalah membran tipis yang sebenarnya secara biologis tidak berfungsi namun

2
Dorlan, W. A, Newman, Kamus Kedokteran Dorland, (Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG, 2005), h. 2398.

3
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1976), h. 630

4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), h. 855
5
Menurut Frank H. Netter (Ahli Kebidanan), bentuk selaput dara terbagi empat
macam yaitu: a) Annular Hymen adalah selaput melingkari lubang vagina, b) Septate
Hymen adalah selaput yang ditandai dengan beberapa lubang yang terbuka , c) Cibriform
Hymen adalah selaput yang ditandai beberapa lubang yang terbuka, tapi lebih kecil dan
jumlahnya lebih banyak, d) Introitus biasanya terjadi pada permpuan yang sangat
berpengalaman dalam berhubungan seksual, bisa saja lubang selaputnya membesar
namun masih meyisakan jaringan selaput dara. http//: showthread.php.htm.com. diakses
pada tanggal 23-07-2008.
19

mempunyai beban kultural dan psikologis yang sangat berat bagi wanita. Utuh

tidaknya selaput ini akan menentukan langgeng tidaknya ikatan perkawinan

bagi sebagian orang. Ditambah lagi pemahaman banyak orang mengenai

selaput dara yang cenderung berbau mitos ketimbang faktanya.

Tinjauan masalah keperawanan bergantung dari sudut mana

melihatnya. Bisa ditinjau dari kaca mata agama maupun sosial. Batasan

keperawanan masyarakat Indonesia pada umumnya masih sangat relative

yaitu diukur dari ada tidaknya perdarahan pada saat hubungan suami istri pada

kali pertama.

Padahal, pendarahan atau tidaknya pada saat pertama kali

berhubungan sangat bergantung pada dari jenis hymen. Jika hymen tebal,

maka untuk merobeknya diperlukan beberapa kali hubungan suami istri atau

bahkan tidak pernah berdarah sama sekali, sehingga robekan selaput dara

terjadi saat melahirkan. Batasan lainnya, asal sudah melakukan sex

intercourse (memasukan Mr “P” ke dalam Miss “V”), maka wanita sudah

dianggap melakukan hubungan suami istri dan sudah tidak perawan lagi,

terlepas apakah terjadi pendarahan atau tidak. 6 Jadi pada dasarnya

pengeluaran darah pada malam pertama tidaklah dapat dijadikan dasar untuk

menentukan keperawanan seorang wanita.

6
Budi Santoso, Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita, (Jakarta: Skp Books
Distribution, 2007), h. 151-152
20

B. Macam- Macam Virginitas

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya,

maka virginitas dapat dibagi menjadi dua macam:

1. Virginitas secara biologis

Secara biologis, seorang dikatakan perawan jika selaput dara (latin:

hymen) tidak mengalami robek yang berarti, yang secara fisik hymen atau

biasa disebut dengan selaput daranya belum sobek karena belum pernah

dipenetrasi alat kelamin pria, dan hymen dapat robek karena berbagai cara,

bentuknya menyerupai membran tipis yang tentu tidak mudah begitu saja

terkoyak, atau dikoyakkan, diperlukan kekuatan tertentu untuk berhasil

merobeknya, salah satu dengan adanya koitus (coitus) yang berarti hubungan

seksual pervaginam antara laki-laki dan perempuan yang pertama. 7 Selaput

dara sendiri merupakan bagian dari organ reproduksi wanita sebagai alat

genital luar (vulva) yang berupa lapisan tipis yang menutupi sebagian besar

dari liang senggama, bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit,

konsistensi ada yang kaku dan ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung

jari dan ada yang dapat dilalui satu jari. 8 Selaput ini dianggap menjadi penjaga

atas vagina, ini pertanda sang wanita tidak pernah melakukan hubungan badan

7
Lauralle Sherwood, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Jakarta: Buku
Kedokteran EGC, 1996), h. 692

8
Syaifuddin, B. Ac. Anatomi Fisiologi, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC.1997),
h. 114.
21

sebelum malam pertama atau dengan kata lain, itu bertanda sang gadis masih

perawan. 9

Pengertian perawan seperti ini banyak orang mengatakan kurang fair,

karena bisa jadi seorang perempuan hymen-nya robek karena hal-hal di luar

hubungan seks yaitu pertama dikarenakan celaka fisik 10 . Misalnya jika

perempuan tersebut sering melakukan aktifitas fisik yang lumayan berat,

seperti berkuda atau bela diri yang banyak mengandalkan tendangan-

tendangan. Kedua, dikarenakan hymen-nya dari awalnya (dari sejak lahir)

memang sudah tipis.

2. Virginitas secara Konseptual/moral

Virginitas secara konseptual itu lebih dari faktor-faktor non-

biologis. Misalnya perempuan tersebut pernah diperkosa waktu kecil, yang

dalam pemerkosaan tersebut dapat terjadinya kekerasan penetrasi seksual

dengan paksaaan terhadap korban, 11 dimana dia sama sekali tidak sadar

peristiwa itu atau sama sekali tidak mengalami rasa kenikmatan.

Jadi bagi para wanita yang merupakan korban dari sebuah tindakan

pemerkosaan masih dapat dikatakan sebagai seorang perawan dalam

9
Syaikh Adil Fahmi. Rahasia Wanita, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2005), h. 22

10
Wildan Yatim. Kamus Biologi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2003 ),
h. 458.cet ke 2

11
Budi Santosa. Panduan Diagnosa Keperawatan, (Jakarta: Prima Medika,
1998), h.170
22

pengertian spiritual dan emosional, sekalipun tubuhnya secara fisik sudah

dipenetrasi oleh alat kelamin penyerangnya. Mereka belum berhenti menjadi

perawan karena mereka tidak mengorbankan iman kepercayaannya dengan

membagi keperawanannya dengan si pemerkosa.

Secara moral dia bisa dikatakan masih virgin, karena dia tidak

mengetahui apa-apa tentang seks itu, dan bukan atas kehendak dia, hal ini

secara konsepsual perempuan tersebut masih di kategorikan virgin.

Sebaliknya, misalnya dia seumur hidup belum pernah melakukan penetrasi

vaginal, tapi seorang wanita tersebut sudah sering melakukan hubungan

intim melalui anal dan oral seks dapat dikatakan tetap perawan dan

seorang pria yang melakukan hubungan intim lewat anal dan oral seks,

juga dapat dikatakan tetap perjaka. Begitu juga dengan wanita lesbian dan

pria homo seks yang berhubungan seks dengan pasangannya juga dapat

dikatakan masih perawan dan perjaka. Karena pada hakikatnya tindakan

mereka juga tidak mengalami peristiwa penis di dalam vagina dan sobeknya

selaput dara. Memang secara biologis dia masih perawan, tapi secara moral

dapat dikatakan sudah tidak perawan. Definisi ini berlaku, jika memang

keperawanan hanya di ukur dari sobek atau tidaknya selaput dara. Maka,

setiap kejadian munculnya pendarahan dari vagina pada perempuan lajang

yang bukan disebabkan persetubuhan, harus dipikirkan kemungkinan

terjadinya karena adanya pencederaan selaput dara termasuk pada kejadian


23

pemerkosaan tadi. 12 Definisi umum mengenai keperawanan ini dapat

membuat seseorang bisa melakukan berbagai macam aktivitas seksual tanpa

harus kehilangan status keperawanannya atau keperjakaannya.

Dengan diketahuinya berbagai bentuk selaput dara seperti di atas,

maka hilangnya keperawanan di malam pertama yang tidak didahului

dengan keluarnya bercak darah menjadi semakin jelas. Walaupun perdarahan

di malam pertama bisa menjadi bukti bahwa wanita tersebut

masih perawan (virgin), tapi tidak tertutup kemungkinan beberapa wanita

yang lihai dan sangat berpengalaman dalam berhubungan seksual, masih

tetap mengeluarkan bercak darah karena sisa selaput dara yang terluka,

sehingga ia terkesan masih virgin.

Pendek kata, keperawanan adalah masalah kepercayaan. Seorang

wanita yang selaput daranya robek karena olah raga dan tidak

mengeluarkan darah di malam pertama, apakah bisa dicap sudah tidak

gadis lagi? Sedangkan di sisi lain, ada wanita yang “lebih beruntung”,

walaupun sudah berhubungan seksual berulang kali namun di malam

pertama masih keluar darah karena adanya sisa selaput dara yang terluka.

Apakah adil pelabelan perawan dan tidak perawan. Sekali lagi,

keperawanan adalah masalah kepercayaan. Bila kehidupan rumah tangga

sudah sedemikian bahagianya, apalagi dengan hadirnya sang buah hati, maka

12
Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan, (Jakarta: Kompas,
2008), h. 30.
24

tidak pantas rasanya jika masih memusingkan darah yang tidak

“tertumpah” di malam pertama. 13

Semuanya dikembalikan pada definisi pembaca. Di sini penulis

ingin menegaskan bahwa tidak ada kata-kata yang tepat untuk

pengalaman-pengalaman emosional seperti itu, kalau keperawanan atau

keperjakaan hanya ditentukan berdasarkan pada saat pertama kali seseorang

mengalami hubungan seks-penis di dalam vagina.

C. Jenis-Jenis Penyalahgunaan Virginitas

Berikut ini adalah jenis-jenis penyalahgunaan virginitas,

diantaranya:

1. Meraba- raba Tubuh Pasangannya.

Meraba-raba tubuh di sini adalah meraba-raba bagian tubuh yang sangat

sensitif terhadap rangsangan seperti payudara dan alat kelamin. Aktivitas

seperti ini juga dapat membuat seseorang mengalami orgasme (puncak

kenikmatan atau kepuasan dalam hubungan seks) 14 .

2. Masturbasi

Merangsang alat kelamin sendiri atau saling merangsang alat kelamin

pasangannya dengan menggunakan tangan sampai terjadi ejakulasi pada pria

dan orgasme pada wanita. Biasanya dilakukan pada periode tertentu dalam

13
http//: showthread.php.htm.com. diakses pada tanggal 23-07-2008

14
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al- Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:
Arkola, 2001), h. 547.
25

kehidupan. Umumnya terjadi pada fase pertumbuhan remaja ke fase

kecintaan orang dewasa. 15 Maksud utama masturbasi disini adalah mencapai

kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak

bersenggama. 16

3. Oral Seks

Oral seks adalah melakukan rangsangan dengan mulut pada organ seks

pasangannya. Aktvitas oral seks biasanya di awali dengan bentuk ciuman

mesra. Kemudian dilanjutkan dengan ciuman dan jilatan pada seluruh bagian

tubuh dan diakhiri di bagian kelamin pasangan. 17

4. Anal Seks

Anal seks adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan cara

memasukkan penis ke dalam anus. Hubungan seks ini secara klinis sangat

berbahaya mengingat banyaknya bakteri yang terdapat di dalam anus, dan

kulit disekitar anus jauh lebih mudah sobek dan luka. 18

15
Ulfah Masfufah, M. Kes. Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Calon
Pengantin, (Fatayat Nahdatul Ulama, 2006.), h. 84.

16
Abdul Muqsit Ghozali, Badriyah Fayumi, dkk, Tubuh, Seksualitas, dan
Kedaulatan Perempuan, (Jakarta:Rahima, 2002), h. 3.

17
Asmu’i, Oral Sex dalam Pandangan Islam dan Medis, (Jakarta: Abla
Publisher, 2004), h.12.

18
Sandy Niemann, Bila Perempuan Tidak Ada Dokter, (Jakarta: Insist Press,
1999), h. 247.
26

5. Menggunakan Mainan Seks, mainan seks ini digunakan untuk mencapai

orgasme. Mainan seks ini berupa dildo (penis buatan), vibrator (alat yang

dapat bergetar yang ditempelkan pada kelamin) dan sebagainya.

D. Faktor- faktor terjadinya Penyalahgunaan Virginitas

Adapun yang menjadi faktor-faktor penyalahgunaan virginitas adalah

sebagai berikut:

1. Meningkatnya Libido Seksualitas Seks

Hal tersebut merupakan bagian dari kehidupan manusia yang ada dan tidak

bisa ditolak. Sesuatu yang muncul dan bisa menimbulkan berbagai masalah

apabila tidak dikendalikan, diatur, dan diredam secara baik. Seiring dengan

perkembangan biologis pada umumnya, libido atau dorongan seks di

timbulkan karena kematangan proses reproduksi. Ada remaja yang kadang-

kadang bingung karena ada sesuatu yang lain pada dirinya. Semakin lama

mereka semakin tumbuh dewasa, dorongan seks semakin mendesak. 19

Seorang anak akan mencapai kematangan organ-organ seks (haid pada

remaja putri dan mimpi basah pada remaja putra). Kematangan organ-organ

seks secara bio-fisiologis ini diikuti dengan kemampuan untuk melakukan

hubungan seks. Dorongan atau hasrat ini (libido) mempunyai ciri

kenikmatan bilamana dilakukan dan karena itu dorongan tersebut

19
Abdurrahman Wahid, Biran Affandi, dkk,. Seksualitas, Kesehatan Reproduksi
dan Ketimpangan Gender, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 300.
27

berkecenderungan untuk dilakukan. Dorongan atau hasrat untuk melakukan

hubungan seks, selalu muncul jauh lebih awal daripada kesempatan untuk

melakukannya secara resmi. Seks sering dikorbankan oleh perasaan tergila-

gila, rindu dan keintiman emosional yang tinggi. 20 Inilah yang sering terjadi

pada remaja dengan gejolak hasrat seksnya yang besar padahal ia belum

cukup dewasa untuk menikah.

2. Kesepian

Hal ini bisa diakibatkan salah satunya hubungan dan bimbingan orang tua

terhadap anak. Berbagai kajian menyatakan, bahwa para remaja yang hidup

dalam rumah tangga yang retak, mereka lebih berpotensi mengalami banyak

problematika yang bersifat emosional, moral, medis dan sosial dibanding

dengan para remaja yang hidup dalam rumah tangga normal. 21

3. Tidak adanya Pendidikan Seks dari Orang Tua terhadap Anak

Anggapan sebagian orang tua bahwa membicarakan masalah seks adalah

sesuatu hal yang tabu sebaiknya dihilangkan. Angggapan seperti ini yang

menghambat penyampaian pengetahuan seks yang seharusnya sudah mulai

dari segala usai. Di samping tabu, orang tua merasa khawatir jika

mengetahui lebih banyak masalah seksualitas, si anak akan semakin

meningkatkan rasa penasaran dan keberanian untuk mempraktikkan seks


20
Patrick Killingstone dan Margareth Cornellis, Sex and Love Guide to
Teenagers101 % untuk Remaja. (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2008), h. 36.

21
M. Jamaluddin Mahfudzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. (Jakata:
Pustaka Al- Kautsar, 2007), h.82
28

tersebut. Mencegah pengaruh dari luar untuk memenuhi rasa ingin tahunya si

anak mungkin tidak perlu dilakukan. Pasalnya, anak yang sehat pasti ingin

sekali mengetahui perkembangan dan perbedaaan anggota tubuhnya dengan

orang lain. Pendidikan seks di sini adalah dapat membantu para remaja laki-

laki dan perempuan untuk mengetahui resiko dari sikap seksual mereka dan

mengajarkan pengambilan keputusan seksualnya secara dewasa, sehingga

tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orang

tuanya. 22

E. Tinjauan Medis atas Virginitas dalam Sebuah Pernikahan

Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat sakral dalam kehidupan

masyarakat Indonesia yang masih tetap menjunjung tinggi nilai adat dan

agama yang beraneka ragam. Situasi demikian makin membangun keluarga

yang aman, damai, sejahtera, bahagia, sehingga pertumbuhan dan

perkembangan generasi penerus yang berkualitas sumber daya manusia yang

andal, untuk mampu berkompetisi di antara bangsa di dunia. 23

Isu keperawanan menjadi salah satu isu yang cukup intens dibicarakan

di era global ini. Terutama karena nilai tentang keperawanan selama ini telah

dilekatkan pada nilai kesucian seorang perempuan dan menjadi standar

22
Ajen Dianawati, Pendidikan Seks untuk Remaja. (Jakarta: PT. Kawan
Pustaka, 2003), h. 7

23
Ida Bagus Gde Manuaba, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita,
(Jakarta: Arcan. 1999), h.48
29

moralitas perempuan. 24 Utuhnya selaput dara atau hymen dijadikan pertanda

belum pernah terjadi kegiatan senggama pada seorang perempuan. 25

Secara selintas definisi tradisional mengenai perawan kelihatannya

sudah jelas, sobek atau tidaknya selaput dara seorang wanita baik karena

berhubungan seks maupun karena sesuatu hal mungkin akibat kecelakaan,

jatuh terduduk, kegiatan melompat, atau berkuda. Meskipun definisi ini

kelihatannya biasa-biasa saja, ternyata juga masih sangat menekankan pada

aspek fisik atau medis. Seorang yang selaput daranya masih utuh dianggap

masih perawan. Padahal sebenarnya masih ada banyak hal penting yang

tercakup dalam virginitas daripada sekedar sobeknya selaput dara, baik secara

kerohanian, fisik, emosional maupun intelektual.

Melihat hal di atas, tentu saja barometer keperawanan ini hanya

berlaku untuk perempuan. Laki-laki jadi punya standar sendiri. Sepertinya

keperawanan dianggap sangat penting dan serius bagi wanita, sedangkan

keperjakaan laki-laki dianggap biasa saja. Kata virgin/perawan yang berarti

kemurnian dan kesucian harusnya tidak mengenal perbedaan gender (jenis

kelamin), tetapi nyatanya dianggap lebih dan menjadi persoalan bagi wanita

daripada pria. Hal ini memang terlihat ganjil. Karena itu kita perlu terus

mengkaji mengapa kondisi selaput dara wanita dianggap sangat vital,


24
Ratna Batara Munti, Demokrasi Keintiman Seksualitas di Era Globalisasi,
(Yogyakarta: 2005), h. 95.

25
Handrawan Nadesul, Cara Sehat Menjadi Perempuan, (Jakarta: Kompas,
2008), h. 29.
30

dianggap sebagai alat bukti untuk menunjukkan apakah ia pernah

berhubungan seks dengan pria. Seorang wanita yang selaput daranya sobek

atau rusak dipandang barang yang kurang berharga.

Begitu juga dengan Dr. Boyke Dian Nugraha menyatakan bahwa

keperawanan wanita ditentukan oleh utuhnya selaput dara miliknya. Selaput

dara yang letaknya sekitar 2-3 cm dari depan vagina, hanya akan robek jika

ada benda yang masuk dan merobeknya. Salah satu dan yang paling sering

ialah hubungan seks, bisa juga karena olah raga atau onani dengan

memasukkan jari. Jadi, untuk menentukan utuh tidaknya selaput dara adalah

dengan pemeriksaan dokter kandungan, secara khusus dan cermat. 26

Para seksolog menyebut ciuman dan percumbuan sebagai pemanasan.

Ciuman, sentuhan, dan pelukan merupakan persiapan sebelum terjadinya

hubungan intim. Ketiganya tidak bisa dipindahkan dari keseluruhan proses

hubungan seksual. Akhirnya, berdasarkan hal-hal yang penulis sudah

paparkan di atas, maka definisi virginitas yang lebih baik untuk seorang

perawan adalah seseorang yang belum pernah melakukan hubungan seks,

seorang yang belum pernah melakukan anal ataupun oral seks, dan seseorang

yang belum pernah melakukan perangsangan yang dapat menimbulkan

orgasme atau bertujuan mencapai orgasme (ejakulasi) bagi dirinya sendiri

maupun bagi orang lain.

26
Boyke Dian Nugraha, Problema Seks dan Cinta Remaja, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005), h.77.
31

Dengan kata lain, keperawanan bukanlah sesuatu yang dapat hilang

karena dapat diambil tetapi sesuatu yang dapat hilang karena dibagi dengan

orang lain dan juga mereka tidak mengalami perasaan-perasaan nikmat yang

menyertai pembagian tubuhnya dengan orang lain. Dalam definisi ini, setiap

tindakan seks berupa perangsangan dengan tujuan orgasme atau ejakulasi bagi

dirinya sendiri atau bagi orang lain dapat dihitung sebagai hubungan seks.

Tidak peduli apakah tindakan di atas bersifat heteroseksual atau homoseksual,

bila seseorang berbagi tubuh dengan orang lain, atau jika seseorang

memberikan kenikmatan kepada orang lain atau dirinya sendiri yang dapat

menimbulkan orgasme (ejakulasi) atau bertujuan untuk mencapai orgasme

(ejakulasi), maka orang itu telah melakukan hubungan seks.

Bagi wanita, seksualitas lebih ditujukan untuk merasakan keintiman

dan kedekatan hubungan. Pada umumnya wanita membuka diri untuk

hubungan seks jika merasa dicintai, disayangi, dan ada kedekatan hubungan.

Hal itu sering disalahgunakan oleh pria dengan menuntut hubungan seks

sebagai bukti cinta atau mengancam akan meninggalkan jika ia menolak.

Sering kali wanita menyerah karena takut kehilangan hubungan. Kendati

dirinya sesungguhnya tidak terangsang melakukannya. 27

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai penyalahgunaan virginitas,

maka dapat disimpulkan bahwa tindakan melakukan hubungan seks atau

27
Paulus Subiyanto, Smart Sex Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pra
Nikah, (Jakarta: Gramedia, 2005), h,.15
32

perangsangan yang dapat menimbulkan orgasme atau bertujuan mencapai

orgasme bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Tidak peduli apakah

tindakan di atas dilakukan seorang diri atau dengan pasangan dan bersifat

heteroseksual atau homoseksual. Bila seseorang berbagi tubuh dengan orang

lain, atau jika seseorang memberikan kenikmatan kepada orang lain dan

dirinya sendiri yang dapat menimbulkan orgasme atau bertujuan untuk

mencapai orgasme, maka orang tersebut telah kehilangan

keperawanan/keperjakaannya.

Sekiranya semasa lajang pernah mengalami pendarahan yang keluar

dari vagina, ada baiknya memeriksakan diri ke dokter. Jika benar sudah terjadi

pencederaan pada selaput dara, ada perlunya meminta Visum et Repertum

ihwal kondisi selaput dara supaya tidak muncul masalah menjelang

perkawinan nantinya, 28 atau pemeriksaan tersebut dilakukan untuk

membuktikan bahwa adanya cedera pada selaput dara akibat kecelakaan

bukan persetubuhan, yaitu yang diakibatkan karena adanya hubungan kelamin

dalam perkosaan yang sering dikaitkan dengan masuknya penis ke vagina


29
(dengan pelukaan selaput dara). Maka dengan adanya bukti itu tidak bisa

28
Lembaga Kriminologi UI dengan Kodak Metro Jaya, Lokakarya Tata Laksana
Visum et Repertum di DKI jakarta, (Jakarta:LKUI, 1980), h.59.

29
Handrawan Nadesul, Seputar seks. Menjawab 140 mitos. (Yogyakarta:
Gradien Books, 2007), h. 96.
33

menuduh, wanita tersebut sudah tidak perawan, sekalipun pada malam

pertama sudah tidak lagi berdarah.

F. Tinjauan Fiqh Terhadap Virginitas dalam Pernikahan

Keperawanan berasal dari kata ‫ ﺑﻜﺮ‬-‫ أﺑﻜﺎر‬atau ‫ اﻟﻌﺬراء‬yang berarti adalah

perawan atau gadis. 30 Keperawanan yang biasanya ditandai dengan adanya

selaput dara pada diri seorang wanita. Dalam Islam adalah farji (vagina), yang

secara syara belum pernah di masuki oleh sesuatu atau di dukhul. Dalam kata

lain kemaluan seorang wanita yang belum pernah bersetubuh, sehingga

kemaluannya masih utuh (steril) dari penjamahan apapun termasuk kecelakaan

secara fisik. 31

Keperawanan wanita sangat urgent dengan berbagai sebab sebagai

berikut:

1. Simbol perbedaaan status janda dan status gadis dalam ikatan

perkawinan.

2. Simbol perbedaan gadis yang baik-baik atau gadis sholehah dengan

gadis- gadis binal yang statusnya gadis tetapi keperawanannya sudah

diumbar kemana-mana.

30
Ahmad Warson Munawwir, Al- Munawwir, Kamus Arab- Indonesia,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 2002) cet kelima, h.102

31
Syekh Ibnu Hazm, Al- Raudhatun- Nisa, (Mesir: Isa Al- Baabiy), h.18.
34

Keperawanan itu juga bisa dijadikan tolak ukur untuk wanita itu

sendiri dalam menilai diri sendiri. Keperawanan bisa berarti kejujuran,

kesucian dan keutuhan moral seorang wanita. 32

Pernikahan adalah ikatan lahir batin yang dilandasi atas nama

Allah Swt. Masing-masing pihak (suami-istri) harus saling menghalalkan

semata-mata karena Allah, bukan dilandasi nafsu belaka atau hanya karena

suka sama suka. Dengan kata lain, sebuah pernikahan adalah suatu ikatan

rohani dan jasmani yang merupakan bagian dari sumber daya manusia,

yang menuju dan mencari kerelaan Illahi. 33 Memasuki lembaran baru

hidup berkeluarga, biasanya dipandang sebagai pintu kebahagiaan. Segala

macam harapan kebahagiaan ditumpahkan pada lembaga keluarga.

Membangun keluarga sakinah harus diartikan juga membangun pribadi-

pribadi muslim, karena keluarga sakinah hanya terbentuk jika anggota

keluarganya juga memiliki kepribadian muslim. 34

Mengingat fungsi rumah tangga begitu besar pengaruhnya terhadap

kehidupan, maka tidak layak melangkah ke dalam dunia pernikahan

sebelum mengkaji dan memahami tata cara memilih calon pasangan, oleh

32
Abu Al- Ghifari, Kesucian Wanita, (Bandung: Mujahid,2002) cet ke 1, h.11.

33
Mohammad Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan (Yogyakarta:
Darussalam, 2004), h.147.

34
Said Agil Husin Al- Munawwar dan M. Quraish Shihab,dkk. Agenda
Generasi Intelektual, (Jakarta: Penamadani, 2003), h. 70
35

karena itu mereka harus membuat persiapan pernikahan. Memilih calon

istri merupakan langkah awal untuk memulai kehidupan berumah tangga,

karena perkawinan adalah menjalin ikatan yang kuat dan suci antara dua

manusia yang berlainan jenis. Dalam menentukan pilihan

pasangan,bukanlah hal yang mudah, butuh waktu yang tidak singkat, masing-

masing pihak harus berpegang teguh pada kriteria- kriteria yang telah

ditentukan oleh syari’at atau yang sesuai dengan anjuran agama. 35

Dalam memilih pasangan yang tepat, calon suami/istri pertama-

tama harus saling bertanya satu sama lain mengenai keyakinan dan

menentukan tingkat penyucian diri, juga berbagai karakteristik pribadi

serta fisik, sebab kesemuanya itu akan berpengaruh langsung pada keturunan

mereka. 36

Dalam hal memilih calon istri bagi kaum laki-laki harus memiliki

kriteria tertentu. Membina suatu rumah tangga bukanlah sekedar untuk

pelampiasan nafsu syahwat belaka, bukan untuk permainan belaka (kawin

cerai) dan juga bukan untuk sementara waktu, tetapi berumah tangga

adalah suatu kegiatan yang mengandung nilai-nilai ibadah yang sakral

yang telah di atur tata caranya sedemikian rupa baik oleh agama maupun

negara. Untuk itu, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan perlu
35
Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al- musnad Khalid bin Ali Al- Anbari,
Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar. 1993), h. 31.

36
Husain ‘Ali Turkamani. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1998), h. 50.
36

memperhatikan kriteria-kriteria calon istri, sehingga pemilihan calon istri

tersebut merupakan hasil penyelesaian pemikiran yang matang, bukan

sekedar asal-asalan. Hal ini ditujukan untuk memperoleh kebahagian

dalam rumah tangga.

Pada hakikatnya dalam memilih calon istri, Islam telah

memberikan beberapa petunjuk dan tuntutan, antara lain:

1. Hendaklah calon istri itu yang memiliki dasar pendidikan dan mengerti

agama (berakhlak baik). Karena wanita yang mengerti agama akan

mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri.

‫ﻷرْ َﺑ ٍﻊ‬
َ ‫ﺢ اْﻟ َﻤﺮَْأ َة‬
ُ ‫ َﺗﻨْ ِﻜ‬:‫ﺳَﻠ َﻢ ﻗﺎل‬
َ ‫ﻋَﻠﻴْ ِﻪ َو‬
َ ‫ﷲ‬
ُ ‫ﻰا‬
َ ‫ﺻَﻠ‬
َ ‫ﻲ‬
َ ‫ن اﻟﱠﻨ ِﺒ‬
‫ﷲ ﻋَﻨ ُﻪ َا ﱠ‬
ُ ‫ﻲا‬
َ‫ﺿ‬ِ ‫ﻦ َهﺮَﻳ َﺮ َة َر‬
ِ ‫ﻋَﻦ ا’ﺑ‬
37
(‫ك )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ‬
َ ‫ﻦ ﺗَﺮ َﺑﺖْ َﻳﺪَا‬
ِ ْ‫ت اّﻟ ِﺪﻳ‬
ِ ‫ﻇ َﻔﺮْ ِﺑﺬَا‬
َ ْ‫ﺠ َﻤﺎِﻟﻬَﺎ َوِﻟ ِﺪﻳْ ِﻨﻬَﺎ َﻓﺎ‬
َ ‫ﺴ ِﺒﻬَﺎ َوِﻟ‬
َ‫ﺤ‬
َ ‫ِﻟﻤَﺎ َِﻟﻬَﺎ َوِﻟ‬

Artinya: “Dari Abi Hurairah R.A. sesungguhnya Nabi Muhammad SAW


bersabda: nikahilah olehmu dari seorang wanita karena empat hal:
karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, karena
agamamya. Maka pilihlah yang kuat agamanya, karena ia akan
menolongmu.”

Pemilihan atas dasar agama yang dimaksudkan di sini adalah

pemahaman yang benar tentang Islam dan penerapan amaliyahnya terhadap

semua ketaatan dan adabnya yang tinggi. 38

37
Shahih Bukhari, Bab Al- akfa Fi ddini wa Qauluhu, Juz ke-8, (Mesir : Al-
majlisu al-‘ala Litsuni al-islamiyah, 1990), h. 137.

38
Haya Binti Mubarok al- barik, Ensiklopedin Wanita Muslimah, (Jakarta: Darul
Falah,1999), h. 103.
37

2. Hendaklah memilih calon istri yang masih gadis, karena Nabi

Muhammad SAW pernah bersabda:

: ‫ﺖ ﺑِﻜْﺮًا أم ﺛَ ﱢﻴﺒًﺎ ؟ ﻗﺎل‬


َ ْ‫ ﻳﺎ ﺟﺎ ﺑﺮ َﺗ َﺰ ﱠوﺟ‬: ‫ ﻗﺎ ل ﻟﻪ‬: ‫ﻋﻦ ﺟﺎ ﺑﺮ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
39
(‫ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ‬.‫ﻚ‬
َ ‫ﻋ ُﺒ‬
ِ ‫ﻼ‬
َ ‫ﻼ ﻋِ ُﺒﻬَﺎ َو ُﺗ‬
َ ‫ﺖ ِﺑﻜْﺮًا َا ُﺗ‬
َ ْ‫ﻼ َﺗ َﺰ ﱠوﺟ‬
‫ َﻓ َﻬ ﱠ‬: ‫ ﻓﻘﺎل‬.‫َﺛ ِّﻴﺒًﺎ‬

Artinya: dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda


kepadanya: hai Jabir dengan siapakah kau menikah? Perawankah atau
janda? Jawab Jabir: saya menikah dengan janda, Rasul pun bersabda:
alangkah baiknya jika engkau menikah dengan perawan, engkau dapat
menjadi hiburannya dan dia pun akan menjadi hiburan bagimu. (H.R.
Bukhari dan Muslim).

Adapun sababul wurud hadist ini adalah sebagaimana diterangkan

didalam hadist Shahih Muslim, bahwa ketika Jabir bin Abdullah berada

dalam perjalanan bersama Rasulullah saw, Jabir di tanya, apakah dia

beristri apa belum? dijawabnya, bahwa dia sudah menikah. Rasulullah

SAW menanyakan pula apakah dengan janda atau perawan? dijawabnya

dengan janda. Kemudian Rasulullah SAW pun bersabda dengan

diturunkannya hadist di atas. 40

Dalam pandangan Islam, keperawanan seorang perempuan adalah

masalah sakral. Keperawanan merupakan barometer baik dan buruknya

perempuan tersebut, baik dari segi agama, akhlak, kepribadian dan

39
Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail al- bukhari, Shahih Bukhari, juz ke- 3,
(Beirut: Al- Maktabah al- Sahriyyah, 1997), h.1639.

40
Ibnu Hamzah Al- Husaini Al- Hanafi al-Damsyiqi, Asbabul Wurud Latar
Belakang Historis Timbulnya Hadist-hadist Rasul. Penerjemah: Suwarta Wijaya dan
Zafrullah Salim, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) Jilid ke III cet. I. h. 53.
38



Artinya: laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang- orang yang
mukmin. (Q.S. An- Nur (24): 3)

Dalam menentukan pasangan hidup, Islam memberikan panduan

agar ada prinsip kesepadanan, yang dalam istilah Fiqh Munakahat adalah

Kafa’ah. Secara etimologi Kafa’ah adalah sepadan, seimbang, serupa,

sedangkan secara terminologi adalah kesepadanan, keseimbangan, keserasian,

antara calon istri dan suami, baik dalam fisik, kedudukan status

sosial,akhlak maupun kekayaan, sehingga masing-masing calon merasa

nyaman, dan cocok serta tidak merasa terbebani untuk melangsungkan

perkawinan dan mewujudkan tujuan pernikahan. Semakin banyak titik

persamaan, semakin mudah pula untuk meneguhkan kebersamaan dan

persatuan antara keduanya, demikian juga sebaliknya. 41

41
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa- Fatwa Masalah Pernikahan dan Kelurga.
(Jakarta : Elsas, 2008), h. 12.
39

Dalam hal kedudukannya, kafa’ah dalam perkawinan terdapat beda

pendapat dikalangan jumhur ulama. Perbedaan pendapat tersebut antara

lain adalah :

a. Menurut ulama mazdhab Hanafiyah, dasar-dasar Kafa’ah :

1. Nasab : keturunan

2. Islam : silsilah kerabatnya banyak yang beragama Islam,

3. Hirfah : status sosial dan profesi dalam kehidupan

4. Huriyah : kemerdekaan diri

5. Diyanah : tingkat kualitas keberagamaan

6. Kekayaan

b. Menurut ulama Malikiyah, dasar-dasar Kafa’ah adalah: hanya Diyanah

dan tidak memiliki kekurangan/ cacat fisik.

c. Menurut ulama Syafi’iah, dasar-dasar Kafa’ah adalah: Nasab, Diyanah,

Huriyah, Hirfah.

d. Menurut ulama Hanabilah, dasar-dasar Kafa’ah adalah : diyanah, profesi,

kekayaan, huriyah dan nasab. 42

Ulama sepakat menetapkan diyanah yang berarti tingkat ketaatan

beragama sebagai kriteria, bahkan menurut ulama Malikiyah hanya nilai itu

yang dapat di jadikan kriteria.

42
Abdul- Rahman Ibn Muhammad ‘Audh al- Jaziry, al- Fiqh ‘ala al- Mazahib al-
‘ar Ba’ah, (Kairo: Dar Ibn al- Haitsimy), Jilid I, juz 1-5, h. 842-846.
40

Berdasarkan hal di atas, dalam memilih calon istri, harus memilih

wanita karena agama dan akhlaknya, karena ajaran agama harus dijadikan

patokan utama, karena agamalah yang mampu membimbing jiwa, sehingga

ia menjadi kuat dan tabah menghadapi segala persoalan dalam kehidupan

ini. 43 Sebab keduanya ini merupakan tiang bagi keberhasilan rumah tangga.

Sesuai dengan yang di anjurkan oleh Nabi Muhammad Saw:

‫ﻦ َﻓ َﻌﺴَﻰ‬
‫ﻷﻣْﻮَاِﻟ ِﻬ ﱠ‬
َ ‫ﺟﻮْ ُهﻦﱠ‬
ُ ‫ﻻ َﺗ َﺰوﱠ‬
َ ‫ﻦ َو‬
‫ﺣﺴْ َﻨ ُﺘ ُﻬﻦﱠ َأنْ ُﻳﺮْ ِد َﻳ ُﻬ ﱠ‬ ‫ﺟﻮْااﻟﻨِﺴﺎ َء ِﻟﺤُﺴ َﻨ ِﺘ ِﻬ ﱠ‬
ُ ‫ﻦ َﻓ َﻌﺴَﻰ‬ ُ ‫ﻻ َﺗ َﺰ ﱠو‬
َ

‫ﻞ‬
ُ‫ﻀ‬َ ْ‫ت ِدﻳْﻦ أﻓ‬
ُ ‫ﺳﻮْدَا ُء ذَا‬
َ ‫ﺧﺮْﻣَﺎ ُء‬
َ ٌ‫ﻷﻣَﺔ‬
َ ‫ﻦ َو‬
ِ ْ‫ﻋﻠَﻰ اﻟ ِﺪﻳ‬
َ ‫ﻦ َوَﻟ ِﻜﻦْ َﺗ َﺰ ﱠوﺟُﻮ ُهﻦﱠ‬
‫ﻦ أنْ ُﺗﻄْ ِﻐ َﻴ ُﻬ ﱠ‬
‫َأﻣْﻮَاِﻟ ِﻬ ﱠ‬
44
(‫)رواﻩ اﺑﻦ ﻣﺎ ﺟﻪ واﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ واﻟﺒﻴْﻬﻘﻲ‬

Artinya: “Janganlah kalian nikahi wanita karena alasan kecantikan


mereka, sebab bisa jadi kecantikan mereka justru akan menjerumuskan
mereka dalam kebinasaan. Jangan nikahi juga mereka karena kekayaan
mereka, sebab bisa jadi kekayaan mereka menyeret mereka pada
kemaksiatan. Akan tetapi nikahilah mereka atas dasar pertimbangan
agama. Sungguh budak hitam kharma’ yang memiliki komitmen agama
jauh lebih baik.” (H.R. Ibnu Majah, Ath- Thabrani, dan Al- Baihaqi).

Seorang pria harus yakin bahwa wanita yang dipilihnya untuk

dinikahi memiliki akhlak Islam yang baik, sebab sang istrilah yang akan

mengemban tanggung jawab membesarkan anak-anaknya.

43
Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Keluarga yang Sakinah,
(Jakarta: CV, Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet.1, h.7.

44
Abdurrahman Ismail Kinani. Zawaidul Ibnu Majah ‘ala kutub al Khamsah,
(Beirut: Dar Kutub al- ihwal,1993), h. 265.
41

G. Hubungan Virginitas dengan Konsep Kafaah dalam Pernikahan.

Dari pemaran di atas dapat disimpulkan bahwa Agama Islam sangat

memandang rendah terhadap perempuan yang tidak bisa menjaga kevirginan

mereka, dalam arti yang hilang akibat diberikan kepada orang yang bukan

suami mereka, dan berarti keimanan mereka telah tergoyahkan.

Maka mengenai Diyanah (tingkat kualitas keberagamaan) yang

menjadi kriteria dalam Kafa’ah, dapat disinggung pula Islam juga

menentukan bagaimana kita dalam memilih pasangan, agar perjalanan

pernikahan tersebut selamat dan tujuan besar itu bisa tercapai. Ikatan

pernikahan harus kokoh dan tiang-tiang keluarga sebagaimana tercantum

dalam firman Allah Swt dalam berikut ini :

(ΘΥ: ΘΣ /‫)اﻟﻨﻮر‬
Artinya: wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan
wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang
dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). (Q.S. An- Nur
(24): 26)
42

Ayat ini ada disebabkan karena jiwa manusia selalu cenderung

mencari temannya, dan tidak senang bersama lawannya. Namun redaksinya

bersifat umum, kita juga dapat berkata bahwa ayat ini menegaskan salah

satu hakikat ilmiah menyangkut hubungan kedekatan antara dua insan,

pria wanita, jalinan hubungan antara keduanya harus bermula dari adanya

kesamaan antara keduanya, tanpa kesamaan itu maka hubungan mereka tidak

akan langgeng.

Ada beberapa fase, agar jalinan hubungan rumah tangga bisa

langgeng, diantaranya:

1. Fase pertama, merasakan ada atau tidaknya kedekatan. Biasanya

kedekatan ini lahir karena kesamaan perangai, pandangan hidup, latar

belakang sosial dan budaya. Dan ini pada gilirannya akan mendorong

kedua pasangan untuk saling memperkenalkan diri secara terbuka.

2. Fase kedua, pengungkapan diri dimana masing-masing merasakan

ketenangan dan rasa aman, berbicara tentang diri lebih dalam lagi,

tentang harapan, keinginan dan cita-citanya.

3. Fase ketiga, saling ketergantungan, masing-masing merasa dari dalam

lubuk hatinya yang terdalam bahwa ia memerlukan pasangannya

dalam kegembiraan dan kesedihannya.


43

4. Fase keempat, pemenuhan kebutuhan pribadi, itu yang diberikan oleh

pasangannya dengan tulus. 45

Demikianlah aturan-aturan yang telah ditetapkan Islam, agar ikatan

pernikahan tetap kokoh dan tercipta keharmonisan keluarga.

H. Virginitas dan kaitannya dengan Wanita Sholehah Pada Masa Kini

Untuk masyarakat timur keperawanan masih di utamakan, tidak virgin

lagi berarti malapetaka hari depan seorang perempuan. Tantangan yang

dihadapi perempuan sekarang, pola pergaulan sudah semakin modern dan

kehidupan seks pra nikah kian permisif. Itu beresiko rentan tidak perawan

lagi, padahal tuntutan moral mengenai kehormatan dan kesucian wanita

sangat penting dan mendasar bagi setiap masyarakat. 46

Keperawanan seorang perempuan dalam pandangan masyarakat

dipahami sebagai mahkota yang harus dipertahankan sampai jenjang

pernikahan. Bagi masyarakat, mahkota ini merupakan patokan atau lambang

kesucian diri perempuan yang bersangkutan. Dalam arti belum di jamah oleh

laki-laki yang bukan suaminya. Konsekuensinya kalau seorang perempuan

gagal mempertahankan mahkotanya sebelum dia kawin, maka masyarakat

akan mengecap dia telah kehilangan kehormatannya, dan mereka akan

45
M. Quraish Shihab. Tafsir Al- Misbah.( Jakarta: Lentera Hati, 2007). h. 315

46
Murtada Muthahhari, Etika Seksual dalam Islam, (Jakarta: Lentera,1982),
h.23.
44

ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan perempuan yang

masih perawan dengan cara memberikan mereka status sosial yang baru.

Istilah bagi mereka yang kehilangan mahkota itu ialah “perempuan yang

nakal”, “perempuan tidak baik”, “perempuan berdosa”, “perempuan yang

sudah rusak”. Dan mereka sekaligus diperlakukan sesuai dengan status sosial

yang baru itu. 47

Virginitas adalah sebuah konsep yang sangat kompleks dan multi

disipliner yang tidak hanya bersifat biologis, yakni sebagai suatu kondisi

dimana seseorang belum pernah melakukan hubungan seksual, ditandai masih

utuhnya selaput dara, namun robeknya selaput dara dapat pula disebabkan

oleh suatu kecelakaan dan bawaan sejak lahir. Secara religius, virginitas

sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan atau tunduk patuhnya seseorang

kepada pencipta-Nya, Allah SWT. Secara kultural, virginitas sebagai sesuatu

yang sangat sakral yakni sebagai wujud cinta dan kasih sayang yang

mendalam demi memperoleh keturunan, bukan hanya karena ingin

memperoleh kesenangan belaka, dan hanya dapat dilepas ketika sudah

menikah.

Islam sangat tegas mengatur pergaulan dalam kehidupan di dunia.

Salah satunya kehidupan seksual antara lain dengan mangharuskan menutup

aurat tuntutan bagi perempuan dilarang memamerkan bagian-bagian tubuh

47
Adrina, Kristi Purwandari, dkk, Hak- hak Reproduki Perempuan yang
Terpasung, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), h. 16.
45

yang mampu membangkitkan nafsu seksual. Memamerkan di sini diartikan

dengan memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang menimbulkan Sex Appael

(rangsangan seksual) baik dalam gambar dan rekaman video.

Al-Qur’an menekankan pentingnya perkawinan antara pria dan wanita.

Dalam hal ini, Al-Qur’an memandang hubungan seksual sebagai suatu hal

yang wajar sesuai dengan ketentuan alami. 48 Nabi Muhammad SAW

menegaskan bahwa seks adalah salah satu amal sholeh dalam Islam, bahkan

beliau menganjurkan agar umatnya memenuhi kebutuhn seksualitasnya di

samping kebutuhan ibadahnya.

Seks merupakan daya kehidupan yang sangat penting yang diberikan

Allah Swt kepada hambanya demi kelanjutan hidup kemanusiaan. Tatkala Al-

Qur’an memberikan pengakuan terhadap syahwat (libido), maka ia menjadi

pemenuhan dorongan seksual sebagai prioritas perhatiannya yang umum

dalam mengatur urusan manusia karena Allah Swt tahu kekuatan dorongan ini

dalam kehidupan manusia. 49 Di dalam Islam pemenuhan kebutuhan tersebut

disebut dengan perkawinan. Para ulama sepakat menghalalkan hubungan seks

jika sesuai dengan tuntutan syara’ dengan tali pernikahan, mengharamkan

perilaku seks bebas.

48
Ibnu Mustafa, Wanita Islam Menjelang Tahun 2000, (Bandung: Al- Bayan,
1995), h.135.

49
Yusuf Madan. Sex education 4 Teens, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2004),
h.10.
46

Islam mengakui keberadaan hasrat, memudahkan jalan baginya untuk

memuaskan keinginanya dengan halal, dan melarang pembuangan atau

menghindari wanita, sebagaimana Islam juga sangat mengharamkan

perzinahan beserta unsur-unsurnya penunjangnya. Inilah sikap yang adil dan

moderat. Seandainya pernikahan tidak disyari’atkan, tentu hasrat tidak akan

bisa memainkan peranannya dalam melangsungkan kelestarian mencari

pasangan manusia, seandainya perzinahan tidak diharamkan dan tidak ada

ketentuan pria hanya boleh mencari pasangan wanita, niscaya keluarga yang

menjadi sumber terciptanya masyarakat yang penuh kasih sayang, rasa cinta,

dan belas kasih itu tidak akan terwujud. Apabila ada keluarga, tentu tidak

akan ada masyarakat dan tidak akan tercipta jalan menuju kemajuan dan

kesempurnaan. 50

Syahwat itu mempunyai hikmah lain, yaitu bahwa di dalam

menyalurkan terdapat kelezatan yang tiada bandingnya, dan ia mengingatkan

pada kelezatan-kelezatan yang dijanjikan di surga, karena menginginkan

kelezatan yang tidak ada rasanya itu tidak ada artinya. Salah satu faedah

kelezatan dunia itu menimbulkan keinginan akan kekekalannya di surga nanti,

agar dapat mendorongnya untuk beribadah kepada Allah. Maka pernikahan

yang dapat menyalurkan gejolak syahwat itu menjadi penting artinya di dalam

agama, karena apabila syahwat itu bergejolak dan tidak terkendalikan dengan

50
Yusuf Qardhawi, Ensiklopedi Muslimah Modern, (Depok: Pustaka Iman,
2009), h.112
47

kekuatan takwa, maka ia akan menyeret yang bersangkutan untuk melakukan

perbuatan yang keji. 51

Virginitas atau keperawanan bagi remaja putri yang belum menikah

adalah sebuah nilai kesucian yang harus dijaga sampai dia memasuki

kehidupan rumah tangga dan memberikan pertama kali kepada suaminya.

Begitu juga remaja putra yang belum menikah harus menjaga keperjakaannya.

Sebagai sebuah mahkota nilai kesucian yang melekat pada remaja putri yang

belum menikah maka hal itu merupakan sebuah martabat harga dirinya. 52

Sungguh memalukan dan bermoralitas rendah jika remaja putri yang belum

menikah telah hilang keperawanannya akibat free sex ataupun rayuan

pacarnya. Derajat wanita yang masih gadis akan turun dan dipandang jelek di

hadapan Tuhan dan masyarakat moralis religius jika keperawanan/virginitas

sudah hilang dan diobral begitu saja kepada pacarnya.

Menjaga kesucian diri hanya dapat dilakukan dengan ketakwaan dan

sikap wara’ (berhati- hati terhadap sesuatu yang diharamkan). Menjaga

kesucian atau menunda pemenuhan dorongan seks sangat erat kaitannya

dengan konsep yang sangat penting dalam membangun kesehatan jiwa yaitu

konsep Al-ta’widh berarti keyakinan terhadap adanya pemberian pahala dari

Allah Swt sebagai ganti dari usahanya menjaga kesucian diri dari dorongan

51
Abdul Halim Abu Syuqqah. Kebebasan Wanita, ( Jakarta: Gema Insani,
1998), h. 31.

52
www//http. Keperawanan atau Virginitas. Com.tanggal di akses 30 juni 2010.
48

seks. Seseorang mungkin bersedia menunda pemenuhan dorongan seksnya,

karena keadaan darurat yang tidak terelakkan lagi dan demi menjaga kesucian

dirinya, maka Allah Swt akan memberinya pahala yang sepadan dengan

pengorbanannya sebagai pengganti dari kelezatan yang rela ia tangguhkan. 53

Sebaliknya, jika seseorang tidak mampu mensyukuri dan menjaga

virginitasnya, maka Allah SWT menempatkannya ke dalam golongan para

pendosa besar dan masyarakat mengecapnya sebagai perempuan murahan dan

terhina.

Tujuan Allah mensyariatkan hukum atau yang dikenal oleh kalangan

Ushuliyyin dengan istilah Maqashid al- Syari’ah adalah untuk memelihara

kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadat (kerusakan),

baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui taklif,

yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber utama hukum,

yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Berdasarkan penelitian Imam al-Syatibi dalam

karya monumentalnya, al-Muwafaqat fi ushul al- Syari’ah, ada lima unsur

pokok yang harus dipelihara dan diaktualisasikan di dalam kehidupan, yaitu

hifzh al-din (memelihara agama), hifzh al-nafs (memelihara jiwa), hifzh al-

nasl (memelihara keturunan), dan hifzh al-mal (memelihara harta). 54 Kelima

pokok tersebut merupakan hasil interpretasi Al-Qur’an dan Hadist, dengan


53
Haidar Abdullah, Kebebasan Seksual dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Zahra,
2003), h. 35.

54
Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos. Wacana Ilmu,
1999), Cet III, h. 125.
49

tujuan untuk mendatangkan maslahat dan menghilangkan mudharat. Dalam

hal menjaga kevirginitasan bagi perempuan termasuk ke dalam hifzh a-l nafs

(menjaga jiwa), keperawanan adalah merupakan sesuatu yang penting bagi

perempuan karena seseorang yang dapat menjaga kehormatannya berarti ia

adalah termasuk seorang yang bisa menjaga dirinya.

Namun perlu diingat pula, bahwa bukan berarti seorang yang telah

kehilangan keperawananya karena zina dikategorikan wanita binal, karena

ketika ia bertaubat, maka ia bisa menjadi lebih baik. Karena Allah selalu

membuka jalan bagi orang- orang yang benar- benar ingin bertaubat dan niat

tidak akan mengulanginya lagi. Dan hal ini pun sudah diperintahkan oleh

Allah SWT seperti tercantum pada Q.S Al- Tahrim (66): 8) sebagai berikut:



(Ω:ΥΥ/‫)اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ‬. ⌦

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah


dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-
50

mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan


memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang
mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan
dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb
Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami;
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.". (Q.S. al-
Tahrim (66): 8).

Namun, ayat ini bukan membuka peluang untuk menjadikan diri

sebagai wanita yang tidak benar, tapi ayat ini di perlakukan bagi mereka

yang sudah terlanjur hilang keperawanannya akibat perbuatan zina, maka

Allah swt senantiasa membukakan pintu maaf baginya, jika dia

bersungguh- sungguh untuk bertaubat.


BAB III

PROFIL DESA TEGAL ROTAN KELURAHAN SAWAH BARU

KECAMATAN CIPUTAT TANGERANG SELATAN

A. Kondisi Geografis

Kelurahan Sawah Baru merupakan salah satu kelurahan yang berada di

kecamatan Ciputat Tangerang Selatan dengan luas wilayah 298,153 Ha/Km2,

dengan batasan wilayah sebagai berikut:

a) Sebelah utara berbatasan dengan: Pondok Pucung dan Pondok Aren

b) Sebelah selatan berbatasan dengan: Serua Indah

c) Sebelah barat berbatasan dengan: Jombang

d) Sebelah timur berbatasan dengan: Sawah

Sedangkan orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan kelurahan) terhadap

pusat-pusat fasilitas kota adalah sebagai berikut:

a) Jarak ke Kecamatan : 6 Km

b) Jarak ke Kabupaten/ Kotamadya : 8,3 Km

c) Jarak ke Ibu Kota Provinsi : 70 Km

d) Jarak ke Ibu Kota Negara/ Jakarta : 19 Km 1

Saat ini Kelurahan Sawah Baru terdiri dari 9 RW (Rukun Warga) dan

53 RT (Rukun Tetangga).

                                                            
1
Laporan tahunan kelurahan Sawah Baru Ciputat Tangerang Selatan tahun 2009.

50 
 
51 
 

B. Kondisi Demografi.

Komposisi penduduk kelurahan Sawah Baru didominasi oleh usia

muda yang bisa dikategorikan sebagai usia yang produktif, sedangkan jumlah

penduduk perempuan dan laki-laki di kelurahan Sawah Baru cukup berimbang

dengan proporsi hampir mendekati perbandingan 1:1.

a) Jumlah Penduduk

Kelurahan Sawah Baru memiliki jumlah penduduk per tahun 2009

mencapai 19.409 jiwa, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Penduduk
No. Nama Kelurahan/ Desa Jumlah
Laki- laki Perempuan

Kelurahan Sawah Baru 9787 9622 19.409

Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009

Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
No. Kelompok Umur Jumlah %
1. 0 - 40 Tahun 1704 8,78
2. 05 - 09 Tahun 1587 8,18
3. 10 - 14 Tahun 223 1,15
4. 15 - 19 Tahun 1696 8,74
5. 20 - 24 Tahun 2365 12,19
6. 25 - 29 Tahun 1788 9,22
52 
 

7. 30 - 34 Tahun 1967 10,14


8. 35 - 39 Tahun 1742 8,98
9. 40 - 44 Tahun 1941 10,1
10. 45 - 49 Tahun 1238 6,38
11. 50 - 54 Tahun 540 2,78
12. 55 - 59 Tahun 410 2,11
13. 60 Tahun keatas 191 0,99
Jumlah 19409 100

Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009

b) Pendidikan

Ditinjau dari bidang pendidikan, masyarakat kelurahan

Sawah Baru mayoritas lulusan SLTA/sederajat. Berikut ini adalah

tabel mengenai tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Sawah Baru:

Tabel 3.3
Keadaan Tingkat Pendidikan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) %

1 Tidak/belum sekolah 2704 13,9

2. Belum Tamat SD/ Sederajat 2847 14,7

3. Tamat SD/ Sederajat 3230 16,7

4. SLTP/ Sederajat 3760 19,4

5. SLTA/ Sederajat 4643 23,9

6. Diploma III/ Sederajat 876 4,5


53 
 

7. Diploma IV/ Strata I 1215 6,3

8. Strata II 115 0,59

9. Strata III 19 0,1

Jumlah 19409 100

Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009

Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan

mendukung pendidikan formal, pemerintah setempat membangun berbagai

sarana pendidikan, dari taman bermain (play group) sampai dengan tingkat

menengah atas, dari sekolah negeri sampai dengan sekolah swasta. Di

antaranya sebagai berikut:

Tabel 3.4

Sarana/ Prasarana Pendidikan

No. Jenis Sarana Jumlah Keterangan


1. Kelompok Bermain 2
2. Taman Kanak- kanak 7
3. Sekolah Dasar/ Sederajat 5
4. SLTP/ Sederajat 3
5. SLTA/ Sederajat 2
6. Perguruan Tinggi -
7. Pondok Pesantren 3
Jumlah 22
Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009
54 
 

c) Keagamaan

Kerukunan dan keberagaman masyarakat kelurahan Sawah

Baru ini terjalin dengan sangat baik. Hal ini terbukti dengan adanya

rasa saling menghormati, toleransi dan solidaritas yang tinggi dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data penduduk di kantor kelurahan

Sawah Baru tercatat secara rinci sebagai berikut:

Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah %


1. Islam 17. 738 91,40
2. Kristen 808 4,17
3. Katholik 745 3,83
4. Hindu 62 0,32
5. Budha 56 0,28
6. Konghucu -
Jumlah 19409 100
Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009
55 
 

Tabel 3.6

Sarana Peribadatan

No. Jenis Sarana Jumlah Keterangan


1. Masjid 7
2. Mushalla 25
3. Gereja -
4. Pura -
5. Wihara -
6. Klenteng -
Jumlah 32
Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009

d) Ekonomi

Kelurahan Sawah Baru termasuk daerah yang padat penduduk.

Oleh sebab itu, wajar jika kemudian terdapat persaingan yang sangat

ketat dalam memperoleh status sosial. Hal tersebut dapat dijumpai dari

banyaknya pekerja produktif yang cukup dominan memainkan peranan

ekonomi setempat. Menurut data yang diperoleh, ada sekitar 2000

lebih pekerja produktif yang bekerja pada berbagai sektor kehidupan.

Mereka satu sama lain berusaha dan bersaing untuk meningkatkan

taraf hidupnya. Berikut ini adalah data penduduk kelurahan Sawah

Baru berdasarkan jenis pekerjaan:


56 
 

Tabel 3.7

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan


No. Jenis Pekerjaan Jumlah %
1. Belum/ Tidak Bekerja 4010 20,6
2. Ibu Rumah Tangga 3115 16,05
3. Pelajar/Mahasiswa 5103 26,3
4. Pensiunan 88 0,5
5. PNS 284 1,5
6. TNI 10 0,05
7. POLRI 15 0,01
8. Pedagang 614 3,2
9. Petani 17 0,87
10. Peternak 2 0,01
11. Karyawan BUMN/BUMD/Swasta 1780 9,2
12. Buruh 2470 12,8
13. Guru 314 1,7
14. Dosen 21 0,1
15. Dokter 8 0,05
16. Perawat 18 0,1
17. Bidan 7 0,36
18. Lainnya 1533 0,79
Jumlah 19409 100
Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009

C. Kondisi Sosiologis

Kelurahan Sawah Baru terdiri dari beberapa perkampungan, salah

satunya adalah kampung Tegal Rotan. Nama Tegal Rotan cukup dikenal di
57 
 

tengah masyarakat dan sangat tidak asing lagi di telinga kita. Jumlah

penduduk di daerah ini mencapai 3192 jiwa dengan jumlah sekitar 778 KK.

Tegal Rotan sendiri terletak di RW 07 dan RW 08 Kelurahan Sawah Baru

Tangerang Selatan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.8

Data Rincian RW 07

No Nama RW Nama RT Jenis kelamin Jumlah Jumlah KK


L P
07 01 226 222 448 104
02 170 161 331 70
03 189 191 380 83
04 196 152 348 82
Jumlah 781 726 1507 339
Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009
Tabel 3.9

Data Rincian RW 08

No Nama RW Nama RT Jenis Kelamin Jumlah Jumlah KK


L P
08 01 246 225 471 119
02 233 239 472 138
03 184 169 353 82
04 204 185 389 100
Jumlah 867 818 1685 439
Sumber Laporan: Kelurahan Sawah Baru 2009
58 
 

Secara demografis Tegal Rotan merupakan bagian dari Tangerang

Selatan. Namun, yang kini masyarakat lebih mengenal Tegal Rotan dengan

sebutan Tegal Rotan Bintaro, hal ini dikarenakan letaknya yang bersebelahan

dengan daerah Bintaro. Awal mulanya Tegal Rotan hanya sebagai sebuah

stasiun tempat persinggahan. Namun sayangnya, keadaan tersebut kini telah

berubah. Tegal Rotan bukan hanya sebagai sebuah stasiun melainkan

disalahgunakan sebagai tempat perdagangan prostitusi. Hal ini berawal dari

didirikannya sebuah Cafe di daerah tersebut. Seiring berjalannya waktu, cafe

tersebut dijadikan sebagai sebuah tempat dimana orang bisa memuaskan diri

mereka dengan jalan yang tidak benar, bisa dikategorikan sebagai tempat

pelacuran. 2

Melihat kejadian seperti itu, masyarakat sekitar tidak bisa tinggal diam,

masyarakat begitu risih dengan keberadaan mereka, akhirnya masyarakat pun

bertindak dengan bekerjasama bersama aparat sekitar, dihancurkanlah cafe

tersebut. Ironisnya tak berselang waktu lama, masyarakat diresahkan kembali

dengan adanya toko-toko kecil yang menjualkan dagangan mereka, akan tetapi

setelah diusung lebih lanjut ternyata oleh oknum yang tidak bertanggung jawab

disalahgunakan dan dijadikan sebagai tempat pelacuran kembali. Toko-toko

tersebut hanya sebagai kedok untuk dijadikan tempat menjajakan diri (untuk

sebagian kalangan hal ini biasa disebut “mangkal”) bagi wanita-wanita tersebut.

Sehingga tempat tersebut menjadi strategis dan mudah dalam melakukan


                                                            
2
. Wawancara pribadi dengan Sekretaris Lurah pada tanggal 8 juni 2010.
59 
 

transaksi dalam melakukan penjajakan seks sehingga seiring berjalannya waktu,

tempat tersebut mempunyai banyak peminat dan menjadi ramai. Keadaan ini

pun masih tetap bertahan sampai sekarang.


 
 

BAB IV

ANALISIS: URGENSI VIRGINITAS BAGI KAUM PRIA

DALAM MEMILIH CALON ISTRI

A. Identitas Responden

Dalam penelitian ini penulis mengambil responden yang semuanya

berjenis kelamin laki-laki karena penelitian ini lebih ditekankan pada

pentingnya virginitas sebagai salah satu syarat untuk memilih calon istri

dalam sudut pandang laki-laki.

Pada bagian pertama, terlebih dahulu penulis kemukakan mengenai

identitas responden yang terdiri dari usia, pendidikan, status responden,

profesi responden, penghasilan responden dan agama responden. Dengan

mengetahui identitas responden akan memudahkan penulis untuk

menganalisis permasalahan yang ada, misalnya: usia dan pendidikan sangat

mempengaruhi tingkat pemahaman responden mengenai virginitas. Begitu

pula dengan status, profesi, penghasilan dan agama responden.

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No Usia F %
1 15-20 tahun 66 44
2 21-40 tahun 75 50
3 41-65 tahun 9 6

58 
 
59 
 

4 Di atas 66 tahun - -
Jumlah 150 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa usia responden beragam mulai dari usia

remaja, dewasa, dan manula dengan hasil: sebanyak 75 orang atau 50 %

berusia antara 21-40 tahun, sebanyak 66 orang atau 44 % berusia 15-20 tahun,

sisanya 9 orang atau 6 % berusia antara 41-65 tahun.

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan F %
1 Tidak sekolah 3 2
2 SD-SMP 42 28
3 SMA atau sederajat 85 57
4 Sarjana 20 13
Jumlah 150 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas, mayoritas responden pernah mengenyam bangku

sekolah, hanya 3 responden atau 2 % yang tidak mengenyam bangku

pendidikan, sebanyak 42 responden atau 28 % pernah mengenyam pendidikan

SD-SMP, sebanyak 85 responden atau 57 % pernah mengenyam pendidikan,

SMA atau sederajat, sebanyak 20 responden atau 13 % pernah mengenyam

pendidikan sarjana.

     
 
 
60 
 

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan

No Status F %
1 Belum menikah 111 74
2 Menikah 35 23,3
3 Duda 4 2,7
Jumlah 150 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Mengenai status perkawinan, mayoritas responden berstatus belum menikah

yaitu sebanyak 111 responden atau 74 % dan yang statusnya sudah menikah

adalah sebanyak 35 responden atau 23,3 % dan yang berstatus duda sebanyak

4 responden atau 2,7 %.

Tabel 4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Profesi

No Profesi F %
1 Pegawai 45 30
2 Wiraswasta/ pedagang 50 33,3
3 Lain- lain% 39 26
4 Pengangguran 16 10,7
Jumlah 150 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa profesi responden sangat beragam yaitu

sebanyak 45 orang atau 30 % berprofesi sebagai pegawai, sebanyak 50 orang

atau 33,3 % bekerja di bidang wiraswasta/ perdagangan, sedangkan sebanyak

     
 
 
61 
 

39 orang atau 26 % berprofesi di bidang usaha lain seperti satpam perumahan,

sopir angkot, tukang parkir, buruh bangunan dan lain-lain, dan sebanyak 16

orang atau 10,7% adalah pengangguran, hal ini dikarenakan susah

mendapatkan lapangan pekerjaan yang sesuai.

Tabel 4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan responden per Bulan

No Penghasilan F %
1 Di bawah Rp 500.000,00 69 46
2 Rp 1.000.000 ,00 – Rp 4.500.000,00 57 38
3 Rp 4.500.000,00 – Rp 6.000.000,00 3 2
4 Di atas Rp 6.000.000,00 5 3,3
5 Abstain 16 10,7
Jumlah 150 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa masyarakat Tegal Rotan dapat

digolongkan pada masyarakat tingkat menengah ke bawah berdasarkan sektor

ekonomi dengan pendapatan mereka per bulannya adalah sebagai berikut:

sebanyak 69 orang atau 46 % berpenghasilan di bawah Rp 500.000,-/bulan,

sebanyak 57 orang atau 38 % berpenghasilan antara 1.000.000,00 – Rp

4.500.000,00/bulan, sebanyak 3 orang atau 2 % berpenghasilan antara Rp

4.500.000,00 – Rp 6.000.000,00/ bulan, dan hanya 5 orang atau 3,3 % yang

mempunyai penghasilan di atas 6 juta/ bulan. Sisanya sebanyak 16 orang atau

     
 
 
62 
 

10,7 % abstain (tidak menyebutkan penghasilannya), hal ini dikarenakan

responden adalah pengangguran, sehingga tidak mempunyai penghasilan.

Tabel 4.6

Distribusi Responden Berdasarkan Agama yang di Anut

No. Agama F %

1 Islam 142 94,7

2 Kristen 3 2

3 Katholik 4 2,6

4 Budha 1 0,7

Jumlah 150 100

Sumber: Di olah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas masyarakat Tegal Rotan

beragama Islam yaitu sebanyak 142 responden atau 94,7%, beragama Kristen

sebanyak 3 responden atau 2%, beragama Katholik 4 responden atau 2,6%

dan yang paling sedikit adalah beragama Budha hanya 1 responden atau 0,7%.

B. Deskripsi Data

Sebagaimana telah penulils kemukakan pada pembahasan sebelumnya,

bahwa salah satu tekhnik pengumpulan data yang dilakukan dalam

penyusunan skripsi ini adalah dengan angket. Angket ini terdiri dari dua

     
 
 
63 
 

komponen pertanyaan, yang masing- masing komponen terdiri dari 10 item

pertanyaan.

Seluruh pertanyaan angket yang dijawab oleh responden akan

ditabulasikan berdasarkan skoring dengan cara setiap jawaban akan dirubah

menjadi angka:

1. Nilai untuk jawaban Ya = 1

2. Nilai untuk jawaban Tidak = 0

Karena data yang diperoleh secara bersifat kualitatif, maka untuk

menganalisisnya dengan cara menjumlahkan semua skor angket mengenai

pengetahuan, pemahaman serta tindakan dan respon yang berdampak pada

urgensi virginitas itu sendiri, dimana setiap jawaban item, masing- masing

dibobot nilai dari setiap responden.

Interpretasi kriteria angket berdasarkan tingkat pengetahuan dan

pemahaman

No. Interval koefisien Kriteria

1 1-3 Tidak Paham

2 4-7 Paham

3 8-10 Sangat Paham

     
 
 
64 
 

Interpretasi kriteria angket berdasarkan tingkat urgensi virginitas

No. Interval Koefisien Kriteria

1 1-3 Tidak penting

2 4-7 Penting

3 8-10 Sangat penting

C. Pengetahuan dan Pemahaman Masyarakat Tegal Rotan Mengenai

Wawasan Seputar Kevirginan.

Bagian ketiga ini, penulis kemukakan distribusi jawaban responden

tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat Tegal Rotan terhadap

wawasan seputar kevirginan. Dari penelitian yang di lakukan penulis melalui

penyebaran angket yang di bagikan kepada responden, maka diperoleh hasil

sebagaimana yang penulis jabarkan dalam bentuk tabel frekuensi dan

prosentase sebagai berikut:

     
 
 
65 
 

Tabel 4.7

Distribusi Jawaban Responden Seputar Pemahaman Keperawanan dilihat dari


Segi Usia

Jumlah
Alternatif jawaban Responden
No. Usia
TP P SP
F % F % f % f %
1 15-20 7 4,7 51 34 8 5,3 66 44
2 21-41 7 4,7 19 12,6 49 32,7 75 50
3 41-66 2 1,3 7 4,7 - - 9 6
4 di atas 66 - - - - - - - -
16 77 57 150
Jumlah
10,7 51,3 38 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Keterangan:

TP : Tidak Paham

P : Paham

SP : Sangat Paham

F : Frekuensi

Dari tabel di atas menjelaskan bahwa dari banyaknya responden (150

jiwa) memiliki kategori yang berbeda-beda mengenai pemahaman

keperawanan. Yaitu dari 66 orang atau 44% (yang berusia 15-20 tahun)

mayoritas paham dan mengerti mengenai keperawanan yaitu sebanyak 51

orang atau 34%, dan 8 orang atau 5,3% sangat memahami mengenai

keperawanan, bahkan dari 7 orang atau 4,7% ada juga yang tidak paham

     
 
 
66 
 

mengenai keperawanan. Dan dari 75 orang atau 50% yang berusia 21-41

tahun, mayoritas sangat memahami tentang keperawanan yaitu sebanyak 49

orang atau 32,7%, 19 orang atau 12,6% paham tentang keperawanan, dan

hanya 7 orang saja yang tidak paham mengenai keperawanan. Sedangkan dari

responden yang berusia 41-66 tahun (9 orang atau 6%), hanya 2 orang atau

1,3% yang tidak paham mengenai keperawanan, dan selebihnya yang paham

mengenai keperawanan sebanyak 7 orang atau 4,7%.

Tabel 4.8

Distribusi Jawaban Responden Seputar Pemahaman Keperawanan

dilihat dari Segi Pendidikan

Jumlah
Alternatif Jawaban
Responden
No. Pendidikan
TP P SP
f % f % f % f %
1 Tidak sekolah 2 1,3 1 0,7 - - 3 2
2 SD-SMP 7 4,7 31 20,7 4 2,7 42 28
3 SMU atau sederajat 7 4,7 58 38,7 20 13,3 85 56,7
4 Sarjana 2 1,3 15 10 3 2 20 13,3
18 105 27 150
Jumlah 12 70 18 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas dapat terlihat jelas bahwa mayoritas responden terlihat

dari tingkat pendidikan SMU atau sederajat sudah memahami seputar

keperawanan yaitu sebanyak 58 orang atau 38,7%, sedangkan sebanyak 20

orang atau 13,3% sangat memahami tentang keperawanan, dan hanya 7 orang

     
 
 
67 
 

atau 4,7% yang tidak memahami mengenai keperawanan. Jika dilihat dari

tingkat pendidikan SD- SMP yang memahami keperawanan sebanyak 31

orang atau 20,7%, sebanyak 7 orang atau 4,7% tidak memahami

keperawanan, dan hanya 4 orang atau 2,7% yang sangat memahami akan

keperawanan. Bila diamati tingkat pendidikan yang lebih tinggi yakni Sarjana,

maka 15 orang atau 10 % hanya sebatas paham mengenai keperawanan,

sebanyak 3 orang atau 2 % sangat memahami keperawanan, sebanyak 2 orang

atau 1,3 % tidak mengetahui tentang keperawanan, dari yang tidak

mengenyam bangku sekolah sama sekali, hanya 1 orang atau 0,7% yang

mengetahui tentang keperawanan, selebihnya ada 2 orang atau 1,3% yang

tidak mengetahui keperawanan, hal ini disebabkan karena rendahnya kualitas

pendidikan mereka.

Tabel 4.9

Distribusi jawaban responden Seputar Pemahaman Keperawanan dilihat

dari Segi Status

Jumlah
Alternatif Jawaban Responden
No. Status
TP P SP
f %
f % f % f %
1 Belum Menikah 12 8 82 54,7 17 11,3 111 74
2 Menikah 2 1,3 23 15,4 10 6,7 35 23,3
3 Duda 2 1,3 2 1,3 - - 4 2,7
16 107 27 150
Jumlah 10,6 71,4 18 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

     
 
 
68 
 

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas responden didominasi

oleh yang berstatus belum menikah yaitu dari 111 orang atau 74%, yang

memahami tentang keperawanan sebanyak 82 orang atau 54,7%, sedangkan

sebanyak 17 orang atau 11,3% sangat memahami pengertian keperawanan,

dan hanya sebanyak 12 orang atau 8 % tidak memahami tentang

keperawanan. Adapun responden yang menikah yaitu sebanyak 35 orang atau

23,3 %, yang hanya sebatas paham mengenai pengertian keperawanan

sebanyak 23 orang atau 15,4 % dan sebanyak 10 orang atau 6,7 % sangat

memahami tentang keperawanan, dan hanya 2 orang atau 1,3% yang tidak

memahami tentang keperawanan. Adapun responden yang duda yaitu

sebanyak 4 orang atau 2,7%. Dari rincian tersebut sebanyak 2 orang atau 1,3%

hanya sebatas memahami tentang keperawanan, dan selebihnya hanya 2 orang

pula atau 1,3% yang tidak paham tentang keperawanan.

Tabel 4.10

Distribusi Jawaban Responden Seputar Pemahaman Keperawanan

dilihat dari Pekerjaan

Jumlah
Alternatif Jawaban
Responden
No. Pekerjaan
TP P SP
F % f % f % F %
1 Pegawai 5 3,3 30 20 10 6,7 45 30
2 Wiraswasta/Pedagang 10 6,7 25 16,7 15 10 50 33,3
3 Lain- lain 4 2,7 29 19,2 6 4 39 26
4 Pengangguran 4 2,7 10 6,7 2 1,3 16 10,7

     
 
 
69 
 

23 94 33 150
Jumlah 15,4 62,6 22 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas responden bekerja

sebagai wiraswasta atau pedagang yaitu dari 50 orang atau 33,3%, yang

memahami tentang keperawanan sebanyak 25 orang atau 16,7 %, sedangkan

sebanyak 15 orang atau 10 % sangat memahami pengertian keperawanan, dan

hanya sebanyak 10 orang atau 6,7 % tidak memahami tentang keperawanan.

Adapun responden yang bekerja sebagai pegawai yaitu sebanyak 45 orang

atau 30 %, yang hanya sebatas paham mengenai pengertian keperawanan

sebanyak 30 orang atau 20 % dan sebanyak 10 orang atau 6,7 % sangat

memahami tentang keperawanan, dan hanya 5 orang atau 3,3% yang tidak

memahami tentang keperawanan. Adapun responden yang berprofesi lain-

lain yaitu sebanyak 39 orang atau 26 %. Dari rincian tersebut sebanyak 29

orang atau 19,2% hanya sebatas memahami tentang keperawanan, sebanyak 6

orang atau 4% yang sangat memahami keperawanan dan dan selebihnya

hanya 4 orang pula atau 2,7 % yang tidak paham tentang keperawanan.

Sedangkan responden yang pengangguran sebanyak 10 orang atau 6,7 % yang

paham mengenai keperawanan, sedangkan yang sangat memahami

keperawanan hanya 2 orang atau 1,3 % dan yang tidak memahami tentang

keperawanan sebanyak 4 orang atau 2,7 %.

     
 
 
70 
 

Tabel 4.11

Distribusi Jawaban Responden Seputar Pemahaman Keperawanan dilihat dari segi


Penghasilan per bulan

Jumlah
Alternatif jawaban
Penghasilan Responden
No. TP P SP
F %
f % f % f %
1 Dibawah Rp. 500.000,00 10 6,7 40 26,6 19 12,7 69 46
2 Rp.1.000.000,00- Rp 4.500.000,00 7 4,7 35 23,3 15 10 57 38
3 Rp.4.500.000,00- Rp 6.000.000,00 - - 2 1,3 1 0,7 3 2
4 Di atas Rp 6.000.000,00 1 0,7 2 1,3 2 1,3 5 3,3
5 Abstain 4 2,7 10 6,7 2 1,3 16 10,7
22 88 40 150
Jumlah
14,8 59,2 26 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas penghasilan responden

per bulan adalah dibawah Rp. 500.000,00 yaitu dari 69 orang atau 46 %, yang

memahami tentang keperawanan sebanyak 40 orang atau 26,6 %, sedangkan

sebanyak 19 orang atau 12,7 % sangat memahami pengertian keperawanan,

dan hanya sebanyak 10 orang atau 6,7 % tidak memahami tentang

keperawanan. Adapun responden yang berpenghasilan Rp.1.000.000,00- Rp

4.500.000,00 yaitu sebanyak 57 orang atau 38 %, yang hanya sebatas paham

mengenai pengertian keperawanan sebanyak 35 orang atau 23,3 % dan

sebanyak 15 orang atau 10 % sangat memahami tentang keperawanan, dan

hanya 7 orang atau 4,7 % yang tidak memahami tentang keperawanan.

Adapun responden yang berpenghasilan Rp 4.500.000,00- Rp 6.000.000,00

     
 
 
71 
 

yaitu hanya 3 orang atau 2 %. Dari rincian tersebut sebanyak 2 orang atau 1,3

% hanya sebatas memahami tentang keperawanan, selebihnya 1 orang atau

0,7 % yang sangat memahami tentang keperawanan. Sedangkan responden

yang berpenghasilan diatas Rp 6.000.000,00 sebanyak 5 orang atau 3,3 %

yang paham mengenai keperawanan hanya 2 orang atau 1,3 %, yang sebatas

memahami keperawanan, yang sangat memahami keperawanan ada 2 orang

atau 1,3 %, sedangkan yang tidak memahami keperawanan hanya 1 orang

atau 0,7 % . Dari responden yang tidak mempunyai penghasilan yaitu

sebanyak 16 orang atau 10,7 %, yang hanya sebatas memahami tentang

keperawanan sebanyak 10 orang atau 6,7 %, sedangkan yang sangat

memahami keperawanan 2 orang atau 1,3 % dan yang tidak memahami

keperawanan hanya 4 orang atau 2,7 % .

Tabel 4.12

Distribusi Jawaban Responden Seputar Pemahaman Keperawanan dilihat dari


Segi Agama

Jumlah
Alternatif Jawaban
Responden
No. Agama
TP P SP
f %
f % F % f %
1 Islam 16 10,7 103 68,7 23 15,3 142 94,7
2 Kristen - - 1 0,7 2 1,3 3 2
3 Katolik - - 1 0,7 3 2 4 2,6
4 Budha 1 0,7 - - - - 1 0,7
17 105 28 150
Jumlah
11,4 70 18,6 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

     
 
 
72 
 

Dari tabel di atas mayoritas responden adalah penganut agama Islam

yakni sebanyak 142 orang atau 94,7 dan hampir semua responden hanya

sebatas memahami mengenai seputar keperawanan yaitu sebanyak 103 orang

atau 68,7%, sedangkan sebanyak 23 orang atau 15,3% sangat memahami

tentang keperawanan, dan selebihnya sebanyak 16 orang atau 10,7% tidak

memahami tentang keperawanan. Terlepas dari agama Islam, dari agama

Budha ada sebagian kecil yang tidak memahami keperawanan yaitu hanya 1

orang atau 0,7%, dan agama Kristen sebanyak 3 orang atau 2%, sebagian dari

mereka hanya 1 orang atau 0,7% yang mengetahui keperawanan,dan yang

sangat memahami mengenai keperawanan hanya 2 orang atau 1,3%, sama

halnya dengan agama Kristen, agama Katholik sebanyak 4 orang atau 2,6%,

hanya 1 orang atau 0,7% yang mengetahui keperawanan dan sebanyak 3

orang atau 2% sangat memahami keperawanan tersebut.

Tabel 4.13

Distribusi Jawaban Responden Seputar Pemahaman Keperawanan dilihat dari segi

Pelaksanaan Ibadah bagi Penganut Agama Islam

Jumlah
Alternatif jawaban
Responden
No. Implikasi TP P SP
F %
F % f % f %
Tidak pernah melakukan shalat sama
1 - - 2 1,4 - - 2
sekali 1,4
Melakukan shalat hanya hari jum'at
2 1 0,7 2 1,4 - - 3
dan hari raya 2,2

     
 
 
73 
 

Rajin shalat tapi masih sering


3 11 7,7 35 24,7 8 5,7 54
meninggalkannya 38
Selalu melaksanakan shalat fardhu,
4 3 2,2 29 20,4 10 7 42
tapi jarang berjama'ah 29,6
Selalu melaksanakan shalat fardhu
5 1 0,7 31 21,8 9 6,3 41
dan selalu berjama'ah 28,8
16 99 27 142
Jumlah
11,3 69,7 19 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel diatas bahwa dari mayoritas masyarakatnya yang beragama

Islam, dalam pelaksanaan ibadah pun beraneka ragam. Sebanyak 99 orang

atau 69,7% hanya sebatas memahami tentang keperawanan, yaitu dari yang

tidak pernah shalat sama sekali hanya 2 orang atau 1,3%, yang melakukan

shalat hanya hari Jum’at dan hari raya sebanyak 2 orang atau 1,3%, yang rajin

shalat tapi masih sering meninggalkannya sebanyak 35 orang atau 24,7%,

yang selalu melaksanakan shalat fardhu, tapi jarang berjamaah sebanyak 29

orang atau 20,4% dan sebanyak 31 orang atau 21,8 % terungkap dari yang

selalu melaksanakan shalat fardhu dan selalu berjamaah.

Dari tabel di atas sebanyak 27 orang atau 19% sangat memahami

seputar keperawanan, yaitu dari yang rajin shalat tapi masih sering

meninggalkannya sebanyak 8 orang atau 5,7%, yang selalu melaksanakan

shalat fardhu, tapi jarang berjamaah sebanyak 10 orang atau 7% dan sebanyak

9 orang atau 6,3% terungkap dari yang selalu melaksanakan shalat fardhu dan

selalu berjamaah.

     
 
 
74 
 

Dari tabel di atas hanya sebanyak 16 orang atau 11,3% yang tidak

memahami tentang keperawanan, yaitu yang melakukan shalat hanya hari

Jum’at dan hari hanya 1 orang atau 0,7%, yang rajin shalat tapi masih sering

meninggalkannya sebanyak 11 orang atau 7,7%, yang selalu melaksanakan

shalat fardhu, tapi jarang berjamaah sebanyak 3 orang atau 2,2% dan

selebihnya sebanyak 1 atau 0,7% terdiri dari yang selalu melaksanakan shalat

fardhu dan selalu berjamaah.

D. Tindakan dan Respon Masyarakat Tegal Rotan Mengenai Urgensi

Virginitas.

Bagian ini berisi tentang tindakan respon masyarakat mengenai urgensi

virginitas yang penulis uraikan dalam dua pertanyaan, yang masing- masing

pertanyaan bernilai 1 dan 0, sehingga kriteria jawaban responden menjadi 3

pilihan jawaban. 3 pilihan jawaban tersebut yaitu Tidak Penting (TP), Penting

(P), Sangat Penting (SP). Berikut ini adalah distribusi jawaban responden

mengenai urgensi virginitas, maka diperoleh hasil sebagaimana yang penulis

jabarkan dalam bentuk tabel frekuensi dan prosentase sebagai berikut:

     
 
 
75 
 

Tabel 4.14

Distribusi Jawaban Responden Seputar Urgensi Virginitas

dilihat dari Segi Usia

Jumlah
Alternatif jawaban Responden
No. Usia
TP P SP
F % F % f % F %
1 15-20 6 4 43 28,7 17 11,3 66 44
2 21-41 4 2,7 51 34 20 13,3 75 50
3 41-66 2 1,3 1 0,7 6 4 9 6
4 di atas 66 - - - - - - - -
12 95 43 150
Jumlah
8 63,4 28,6 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas menjelaskan bahwa dari banyaknya responden (150

jiwa) memiliki kategori yang berbeda-beda mengenai tindakan dan respon

keperawanan. Yaitu dari 66 orang atau 44% (yang berusia 15-20 tahun)

mayoritas menganggap penting terhadap keperawanan yaitu sebanyak 43

orang atau 28,7%, dan 17 orang atau 11,3% menganggap sangat penting

mengenai keperawanan, tapi hanya sebanyak 6 orang atau 4 % yang

menganggap keperawanan itu tidak penting. Dan dari 75 orang atau 50% yang

berusia 21-41 tahun, mayoritas beranggapan bahwa keperawanan itu adalah

penting sebanyak 51 orang atau 34%, sebanyak 20 orang atau 13,3%

menganggap bahwa keperawanan itu sangat penting, sedangkan yang

beranggapan bahwa keperawana itu tidak penting hanya 4 orang atau 2,7%.

     
 
 
76 
 

Sedangkan dari responden yang berusia 41-66 tahun (9 orang atau 6%),

sebanyak 6 orang atau 4% yang menganggap sangat penting pada

keperawanan,sedangkan yang beranggapan penting hanya 1 orang atau 0,7%

dan selebihnya hanya 2 orang atau 1,3% yang menganggap bahwa

keperawanan itu tidak penting.

Tabel 4.15

Distribusi Jawaban Responden Seputar Urgensi Virginitas

dilihat dari Segi Pendidikan

Jumlah
Alternatif Jawaban
Responden
No. Pendidikan
TP P SP
F % f % f % f %
1 Tidak sekolah 1 0,7 1 0,7 1 0,7 3 2
2 SD-SMP 3 2 26 17,3 13 8,7 42 28
3 SMU atau sederajat 6 4 57 38 22 14,7 85 56,7
4 Sarjana 2 1,3 12 8 6 4 20 13,3
12 96 42 150
Jumlah 8 64 28 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas dapat terlihat jelas bahwa mayoritas responden dari

tingkat pendidikan SMU atau sederajat yaitu sebanyak 57 orang atau 38%,

beranggapan bahwa keperawanan adalah penting, sedangkan sebanyak 22

orang atau 14,7% menganggap sangat penting pada keperawanan, dan hanya 6

orang atau 4% yang tidak menganggap penting terhadap keperawanan. Jika

dilihat dari tingkat pendidikan SD- SMP yang menganggap penting pada

     
 
 
77 
 

keperawanan sebanyak 26 orang atau 17,3%, sebanyak 6 orang atau 4%

menganggap tidak penting keperawanan. Bila diamati dari tingkat pendidikan

yang lebih tinggi yakni Sarjana, maka 12 orang atau 8 % yang beranggapan

tentang pentingnya keperawanan, sebanyak 6 orang atau 4 % memandang

sangat penting pada keperawanan, dan hanya 2 orang atau 1,3 % tidak

menganggap penting tentang keperawanan. Dan dari yang tidak mengenyam

bangku sekolah sama sekali, masing- masing dari mereka hanya 1 orang atau

0,7% yang beranggapan penting pada keperawanan, 1 orang yang

menganggap sangat penting pada keperawanan dan begitupun dengan yang

beranggapan tidak penting pada keperawanan hanya 1 orang atau 0,7%, hal ini

diakibatkan karena rendahnya kualitas pendidikan mereka.

Tabel 4.16

Distribusi jawaban responden Seputar Urgensi Virginitas dilihat dari


Segi Status

Jumlah
Alternatif Jawaban Responden
No. Status
TP P SP
F %
f % f % f %
1 Belum Menikah 8 5,3 74 49,3 29 19,4 111 74
2 Menikah 3 2 20 49,3 12 8 35 23,3
3 Duda 1 2 1 13,3 2 1,3 4 2,7
12 95 43 150
Jumlah 8 63,3 28,7 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas responden didominasi

oleh yang berstatus belum menikah yaitu dari 111 orang atau 74%, yang

     
 
 
78 
 

merespon bahwa keperawanan itu penting, sebanyak 74 orang atau 49,3%,

sedangkan sebanyak 29 orang atau 19,4% beranggapan bahwa keperawanan

itu sangat penting, dan hanya sebanyak 8 orang atau 5,3 % yang tidak

menganggap penting pada keperawanan. Adapun responden yang menikah

yaitu sebanyak 35 orang atau 23,3 %, yang beranggapan akan pentingnya

keperawanan sebanyak 20 orang atau 13,3%, sebanyak 12 orang atau 8%

beranggapan sangat penting pada keperawanan, dan hanya 3 orang atau 2%

dari mereka yang menganggap tidak penting terhadap keperawanan. Adapun

responden yang duda yaitu 4 orang atau 2,7% Dari rincian tersebut sebanyak

2 orang atau 1,3% yang menganggap betapa sangat pentingnya sebuah

keperawanan, dan 1 orang atau 0,7% yang menganggap penting, selebihnya

hanya 1 orang atau 0,7% yang menganggap tidak penting akan keperawanan.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak sekali orang yang menilai akan

pentingnya keperawanan, terlebih bagi mereka yang belum menikah,

walaupun ada pula yang beranggapan tidak penting akan keperawanan, tapi

itu hanya sebagian kecil yang beranggapan seperti itu.

     
 
 
79 
 

Tabel 4.17

Distribusi Jawaban Responden Seputar Urgensi Virginitas

dilihat dari Pekerjaan

Jumlah
Alternatif Jawaban
Responden
No. Pekerjaan
TP P SP
f % f % f % f %
1 Pegawai 10 6,7 25 16,7 10 6,7 45 30
2 Wiraswasta/Pedagang 15 10 32 21,3 3 2 50 33,3
3 Lain- lain 5 3,3 25 16,7 9 6 39 26
4 Pengangguran 3 2 11 7,3 2 1,3 16 10,7
33 93 24 150
Jumlah 22 62 16 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas responden bekerja

sebagai wiraswasta atau pedagang yaitu dari 50 orang atau 33,3%, yang

menganggap penting tentang keperawanan sebanyak 32 orang atau 21,3 %,

sedangkan sebanyak 15 orang atau 10 % menganggap bahwa keperawanan itu

tidak penting , dan hanya 3 orang atau 2 % yang beranggapan keperawana itu

sangatla penting. Adapun responden yang bekerja sebagai pegawai yaitu

sebanyak 45 orang atau 30 %, yang menganggap akan pentingnya

keperawanan sebanyak 25 orang atau 16,7 % dan sebanyak 10 orang atau 6,7

% yang beranggapan sangat penting tentang keperawanan, dan sebanyak 10

orang pula atau 6,7 % yang tidak menganggap penting tentang keperawanan.

Adapun responden yang berprofesi lain- lain yaitu sebanyak 39 orang atau

     
 
 
80 
 

26 %. Dari rincian tersebut sebanyak 25 orang atau 16,7% hanya sebatas

menganggap penting akan keperawanan, sebanyak 9 orang atau 6% yang

beranggapan sangat pentingnya keperawanan dan dan selebihnya hanya 5

orang pula atau 3,3 % yang tidak menganggap pentingnya keperawanan.

Sedangkan responden yang pengangguran sebanyak 11 orang atau 7,3 % yang

beranggapan pentingnya keperawanan, sedangkan yang menganggap sangat

pentingnya keperawanan hanya 2 orang atau 1,3 % dan yang beranggapan

akan tidak pentingnya keperawanan sebanyak 3 orang atau 2 %.

Tabel 4.18

Distribusi Jawaban Responden Seputar Urgensi Virginitas dilihat dari segi


Penghasilan per bulan

Jumlah
Alternatif jawaban
Penghasilan Responden
No. TP P SP
f %
F % f % f %
1 Dibawah Rp. 500.000,00 9 6 32 21,4 28 18,7 69 46
2 Rp.1.000.000,00-Rp 4.500.000,00 12 8 25 16,7 20 13,3 57 38
3 Rp. 4.500.000,00-Rp.6.000.000,00 - - 1 0,7 2 1,3 3 2
4 Di atas Rp.6.000.000,00 - - 2 1,3 3 2 5 3,3
5 Abstain 5 3,3 5 3,3 6 4 16 10,7
26 65 59 150
Jumlah
17,3 43,4 39,3 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa mayoritas penghasilan responden

per bulan adalah dibawah Rp. 500.000,00 yaitu dari 69 orang atau 46 %, yang

     
 
 
81 
 

menganggap penting akan keperawanan sebanyak 32 orang atau 21,4 %,

sedangkan sebanyak 28 orang atau 18,7 % beranggapan bahwa keperawanan

sangatlah penting, namun sebanyak 9 orang atau 6 % menganggap bahwa

keperawanan tidak penting. Adapun responden yang berpenghasilan

Rp.1.000.000,00- Rp 4.500.000,00 yaitu sebanyak 57 orang atau 38 %, yang

hanya sebatas menganggap penting mengenai keperawanan sebanyak 25

orang atau 16,7 % dan sebanyak 20 orang atau 13,3 % menganggap sangat

penting akan keperawanan, dan hanya 12 orang atau 8 % yang tidak

menganggap akan pentingnya keperawanan. Adapun responden yang

berpenghasilan Rp 4.500.000,00- Rp 6.000.000,00 yaitu hanya 3 orang atau

2 %. Dari rincian tersebut hanya 1 orang atau 0,7 % hanya sebatas

menganggap akan pentingnya keperawanan, selebihnya 2 orang atau 1,3 %

beranggapan akan sangat pentingnya keperawanan. Sedangkan responden

yang berpenghasilan diatas Rp 6.000.000,00 sebanyak 5 orang atau 3,3 %

yang bahwa keperawanan itu penting hanya 2 orang atau 1,3 %, yang

menganggap sangat pentinya keperawanan sebanyak 3 orang atau 2 %, dari

responden yang tidak mempunyai penghasilan (pengangguran), yaitu

sebanyak 16 orang atau 10,7 %, yang hanya sebatas menganggap akan

pentinya keperawanan sebanyak 5 orang atau 3,3 %, sedangkan yang

beranggapan akan sangat pentingnya keperawanan sebanyak 6 orang atau

4 % dan yang menganggap bahwa keperawanan tidak penting hanya 5 orang

atau 3,3 % .
     
 
 
82 
 

Tabel 4.19

Distribusi Jawaban Responden Seputar Urgensi Virginitas

dilihat dari Segi Agama

Jumlah
Alternatif Jawaban
Responden
No. Agama
TP P SP
f %
f % F % f %
1 Islam 11 7,3 93 62 38 25,3 142 94,7
2 Kristen 1 0,7 2 1,3 3 2
3 Katolik 1 0,7 3 2 4 2,6
4 Budha 1 0,7 1 0,7
12 95 43 150
Jumlah
8 63,4 28,6 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel di atas mayoritas responden adalah penganut agama Islam

yakni sebanyak 142 orang atau 94,7 dan hampir semua responden

menganggap akan pentingnya keperawanan yaitu sebanyak 93 orang atau

62%, sedangkan yang beranggapan sangat penting akan keperawanan

sebanyak 38 orang atau 25,3%, dan hanya sebagian kecil yang menganggap

bahwa keperawanan itu tidak penting yaitu sebanyak 11 orang atau 7,3%.

Terlepas dari agama Islam, dari agama Budha pun ada sebagian kecil yang

beranggapan pentingnya keperawanan yaitu hanya 1 orang atau 0,7%, dan

dari agama Kristen hanya 1 orang atau 0,7% yang menganggap akan tidak

pentingnya keperawanan, hanya 2 orang atau 1,3%, yang beranggapan bahwa

     
 
 
83 
 

keperawanan itu sangatlah penting. Sedangkan dari agama Katholik hanya 1

orang atau 0,7% yang menganggap akan pentingnya keperawanan dan

sebanyak 3 orang atau 2% yang menilai sangat penting akan keperawanan

tersebut. Hal ini menunjukkan, bahwa semua agama sebenarnya menganggap

penting akan keperawanan, terlebih bagi penganut agama Islam.

Tabel 4.20

Distribusi Jawaban Responden Seputar Urgensi Virginitas dilihat dari segi

Pelaksanaan Ibadah bagi Penganut Agama Islam

Jumlah
Alternatif jawaban
Responden
No. Implikasi TP P SP
f %
F % f % f %
Tidak pernah melakukan shalat sama
1 - - 1 0,7 1 0,7 2
sekali 1,4
Melakukan shalat hanya hari jum'at
2 1 0,7 - - 1 0,7 2
dan hari raya 1,4
Rajin shalat tapi masih sering
3 5 3,6 41 28,9 10 7,1 56
meninggalkannya 39,5
Selalu melaksanakan shalat fardhu,
4 1 0,7 28 19,9 14 9,9 43
tapi jarang berjama'ah 30,2
Selalu melaksanakan shalat fardhu
5 4 2,9 23 16,3 12 8,6 39
dan selalu berjama'ah 27,5
11 93 38 142
Jumlah
7,9 65,1 27 100
Sumber: Diolah dari data lapangan tahun 2010

Dari tabel diatas bahwa dari mayoritas masyarakatnya yang beragama

Islam, dalam pelaksanaan ibadah pun beraneka ragam. Sebanyak 93 orang

atau 65,1% menganggap penting akan nilai keperawanan, yaitu dari yang

tidak pernah shalat sama sekali hanya 1 orang atau 0,7%, yang rajin shalat tapi

     
 
 
84 
 

masih sering meninggalkannya sebanyak 41 orang atau 28,9%, yang selalu

melaksanakan shalat fardhu, tapi jarang berjamaah sebanyak 28 orang atau

19,9% dan sebanyak 23 orang atau 16,3 terungkap dari yang selalu

melaksanakan shalat fardhu dan selalu berjamaah.

Dari tabel di atas sebanyak 38 orang atau 27% beranggapan bahwa

keperawanan merupakan hal yang sangat penting, yaitu yang tidak pernah

shalat sama sekali hanya 1 orang atau 0,7%, yang melakukan shalat hanya

hari Jum’at dan hari raya pun hanya 1 orang atau 0,7%, yang rajin shalat tapi

masih sering meninggalkannya sebanyak 10 orang atau 7,1%, yang selalu

melaksanakan shalat fardhu, tapi jarang berjamaah sebanyak 14 orang atau

9,9% dan sebanyak 12 orang atau 8,6% terungkap dari yang selalu

melaksanakan shalat fardhu dan selalu berjamaah.

Dari tabel di atas hanya sebanyak 11 orang atau 7,9% yang tidak

mensganggap penting akan keperawanan, yaitu yang melakukan shalat hanya

hari Jum’at dan hari hanya 1 orang atau 0,7%, yang rajin shalat tapi masih

sering meninggalkannya sebanyak 5 orang atau 3,6%, yang selalu

melaksanakan shalat fardhu, tapi jarang berjamaah sebanyak 1 orang atau

0,7% dan selebihnya sebanyak 4 orang atau 2,9% terdiri dari yang selalu

melaksanakan shalat fardhu dan selalu berjamaah. Hal ini diakibatkan karena

adanya sebagian dari mereka, yang dapat dikategorikan kurangnya

implementasi ibadah yang bisa mempengaruhi kualitas keimanan mereka.

     
 
 
85 
 

E. Analisis Penulis

Setelah penulis selesai melakukan penelitian di daerah Tegal Rotan

kelurahan Sawah Baru Tangerang Selatan dengan menyebarkan angket

mengenai tema dalam skripsi ini kepada 150 responden yang terpilih dan

melakukan wawancara dengan beberapa staff kelurahan Sawah Baru,

sebagaimana hasil dari jawaban angket responden telah penulis uraikan dalam

sub judul sebelumnya.

Dari 150 responden yang mengisi angket semuanya merupakan

masyarakat asli Tegal Rotan kelurahan Sawah Baru. Semua responden terdiri

dari beragam usia mulai dari usia 15 tahun sampai di atas 65 tahun,

pendidikan mereka pun bervariatif tapi lebih banyak hanya lulusan SMA atau

sederajat. Dalam bidang ekonomi mayoritas responden tergolong pada

masyarakat kelas menengah ke bawah dengan pendapatan per bulan di bawah

Rp 1.000.000,00 dan umumnya responden hanya berprofesi sebagai

wiraswasta atau pedagang yang mengandalkan pendapatan mereka hanya dari

warung- warung kecil yang mereka sewa.

Istilah virginitas sudah tidak asing lagi bagi mayoritas responden,

semua kalangan di daerah Tegal Rotan menyatakan hal yang sama,

bahwasannya mereka hanya sebatas paham mengenai makna keperawanan,

hal ini disebabkan salah satunya oleh faktor usia responden yang berkisar

antara umur 15- 41 tahun, wacana mengenai virginitas mereka ketahui


     
 
 
86 
 

selayang pandang saja dan juga pemahaman mereka tentang viriginitas bisa

dilihat dari pendidikan responden yang mayoritas adalah lulusan SMA atau

sederajat yang pengetahuan mengenai virginitas sedikit banyak sudah mereka

dapatkan ketika mereka mengenyam bangku sekolah. Pengetahuan mengenai

virginitas yang dilihat dari profesi dan hasil pendapatan responden per bulan

didominasi oleh kalangan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, hal ini

dikarenakan karena kondisi pekerjaan mereka yang banyak menyita waktu,

sehingga mereka tidak pernah mencari tahu lebih dalam tentang viriginitas,

bagi mereka pengertiaan virginitas hanyalah sekedar paham saja. Begitu pula,

jika dilihat dari status mereka yang mayoritas adalah belum menikah, dari

data lapangan yang penulis peroleh, bahwa mereka menyatakan hal yang sama

dengan kalangan masyarakat di atas. Sama halnya jika dilihat dari agama yang

mayoritas responden adalah beragama Islam serta dari penerapan ibadah

mereka, bahwasannya mereka pun hanyalah sekedar paham tentang virginitas

dan dari agama yang lain pun (Budha, Kristen dan Katholik) tidak jauh

berbeda dengan pernyataan yang diatas.

Akan tetapi dari kalangan masyarakat pun ada sebagian kecil yang

sudah sering mereka dengar, hal ini disebabkan ilmu pengetahuan dan

teknologi sudah bertambah luas, sehingga membuka peluang mudahnya

kehidupan manusia, kultur kehidupan di masa sekarang juga telah diliputi

suasana keterbukaan informasi mengenai seksualitas, sehingga mereka dapat

sangat memahami mengenai virginitas.


     
 
 
87 
 

Namun ada sebagian responden yang tidak memahami dengan benar

mengenai makna dari virginitas bagi seorang perempuan, salah satunya adalah

mereka masih menganggap bahwa virginitas semata-mata adalah diukur dari

sobek atau tidaknya selaput darah atau keluar darah atau tidaknya seorang

perempuan pada saat hubungan suami istri yang pertama, hal ini disebabkan

karena kurangnya informasi yang dicari oleh responden dan minimnya

pengetahuan responden, dikarenakan ada sebagian responden tidak pernah

mengeyam bangku sekolah sama sekali.

Dari hasil wawancara penulis dengan staff kelurahan Sawah Baru,

serta penulis melakukan beberapa kali observasi, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa memang benar adanya daerah Tegal Rotan merupakan

daerah yang biasa dijadikan tempat pelacuran. Hal ini bisa dibuktikan dengan

banyaknya orang- orang yang berkeliaran di tengah malam, yang biasa orang

katakan dengan sebutan “mangkal”.

Begitu pula mengenai urgensi virginitas, ternyata di tengah-tengah

lingkungan masyarakat yang sudah terbiasa hidup dengan seks bebas, yang

menempatkan kesenangan sebagai nilai tertinggi, sehingga kalangan banyak

orang sudah mengenal daerah tersebut sebagai tempat pelacuran, hampir

semua kalangan dari responden menyatakan bahwa keperawanan adalah hal

penting yang mesti di junjung tinggi keberadaanya, hal ini terbukti dari data

lapangan yang penulis peroleh yang dilihat dari semua faktor, baik faktor usia

yang berkisar dari usia 15-65 tahun, anggapan mereka hampir serentak,
     
 
 
88 
 

bahwasanya keperawanan merupakan hal penting bagi seorang perempuan,

sama halnya dari faktor pendidikan mereka, yang merupakan masyarakat yang

terdidik, akan tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi serta

derasnya arus informasi memungkinkan dampak globalisasi yang membuka

peluang gencarnya ekspose seks di media masa, sehingga remaja modern kian

permisif terhadap seks seperti yang terjadi di daerah Tegal Rotan tetap saja

keperawanan merupakan hal penting.

Begitu pula bagi mereka yang belum menikah, dan bagi mereka yang

dilihat dari pekerjaan serta penghasilan per bulan, dengan bertambah luasnya

lapangan penghidupan, bertambah meningkat pula penghasilan masyarakat,

sehingga semakin bertambah banyak pula anggota masyarakat yang mampu

memenuhi alat- alat kebutuhan hidupnya yang layak dalam kehidupan

modern, media transportasi, media komunikasi dan media informasi,

anggapan mereka keperawanan adalah hal penting. Sama halnya jika

dipandang dari agama yang mayoritas responden adalah beragama Islam serta

dari penerapan ibadah mereka, serta dari agama yang lain pun (Budha, Kristen

dan Katholik) tidak jauh berbeda dengan pernyataan yang menyatakan

keperawanan adalah pemberian Tuhan yang hanya boleh dilepaskan  oleh

suami, seorang wanita dianggap menjatuhkan kehormatan keluarga kalau ia

berhubungan seks diluar nikah, sehingga mereka pun beranggaan bahwa

keperawanan merupakan hal yang sangat penting.

     
 
 
89 
 

Namun dari mayoritas responden, ada sebagian kecil yang menyatakan

bahwa keperawanan bukan hal yang penting, hal ini disebabkan melihat

responden rendah dalam pendidikan serta rendah dalam kualitasnya

keimanannya serta status mereka yang sudah duda. Maka, tak heran jika

memang keperawanan tidak begitu penting bagi mereka.

     
 
 
BAB V

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dalam skripsi ini, maka penulis dapat mengambil

beberapa kesimpulan, diantaranya yaitu:

1. Menurut medis, bahwasannya keperawanan seorang perempuan

bisa di lihat berdasarkan selaput dara (hymen). Dalam bahasa

medis, selaput dara (hymen) merupakan membran tipis yang

sebenarnya secara biologis tidak berfungsi namun mempunyai

beban kultural dan psikologis yang sangat berat bagi wanita. Utuh

tidaknya selaput ini akan menentukan langgeng tidaknya ikatan

perkawinan bagi sebagian orang. Ditambah lagi pemahaman

banyak orang mengenai selaput dara yang cenderung berbau mitos

daripada faktanya. Sebab-sebab hilangnya keperawanan jika diukur

dari sobeknya atau tidaknya selaput dara disebabkan oleh 3 hal:

Pertama: hilang karena sesuatu yang tidak dikategorikan maksiat

seperti, perkosaan, naik sepeda, kedua: hilang dikarenakan maksiat

(berzina), ketiga: hilang dikarenakan pernikahan.

2. Sedangkan menurut Agama Islam, bahwasannya Islam sangat

menganjurkan agar para wanita menjaga kehormatan mereka serta

menjunjung tinggi bagi perempuan yang bisa menjaga

kehormatannya hingga ia menikah nanti, dan agama sangat

memandang rendah pada perempuan yang sudah tidak perawan,

dalam arti yang hilang akibat hubungan seks dilluar pernikahan,

      90 
91 
 

tetapi walaupun begitu, Allah masih membuka jalan bagi mereka

yang benar- benar ingin bertaubat dan berniat untuk tidak

mengulanginya kembali.

3. Pada umumnya masyarakat Tegal Rotan Kelurahan Sawah Baru

Tangerang Selatan hanya mengetahui tentang makna virginitas

(keperawanan), dan mayoritas dari mereka belum memahami betul

hakikat dari keperawanan itu sendiri. Salah satunya adalah

sebagian besar berpendapat bahwa keperawanan seorang wanita

hanya di ukur dari robek atau tidaknya selaput dara, atau jika

perempuan yang tidak keluar darah pada malam petamanya, maka

mereka serentak mengecap perempuan tersebut sudah tidak

perawan. Sebenarnya argumen tersebut salah total, karena tidak

hanya selaput dara yang bisa mengukur kadar keperawanan

seorang perempuan dan tidak selamanya perempuan yang tidak

mengeluarkan darah pada malam pertama dapat dikatakan sudah

tidak perawan.

4. Masyarakat Tegal Rotan memahami akan penting virgnitas,

terlebih bagi mereka yang belum menikah, mayoritas mereka

menganggap penting dengan keperawanan tersebut termasuk dalam

memilih calon istri, walaupun ada sebagian dari mereka yang

berpendapat tidak penting, tapi pada hakikatnya mereka menyadari

bahwa keperawanan merupakan mahkota bagi seorang perempuan.

menyadari betul bahwa pada zaman yang serba permisif seperti


92 
 

sekarang ini, sangat sulit mencari perempuan yang masih perawan,

baik secara biologis maupun moral. Karena keperawanan bagi

seorang pria memang teramat penting, karena wanita yang tidak

perawan lagi biasanya dinilai sebelumnya ada yang “mendahului”

dan hal ini akan menjadi obsesi berkepanjangan serta akan menjadi

pondasi keretakan rumah tangga.

B. Saran- saran

Dalam menyikapi permasalahan yang berkaitan, tanpa bermaksud untuk

menggurui, penulis mempunyai beberapa pandangan atau saran- saran yang

bertujuan membantu pihak- pihak yang bersangkutan. Beberapa saran dalam

penulisan ini, seperti berikut:

1. Peran pengawasan dan bimbingan orang tua lebih ditingkatkan,

terutama masalah pergaulan bebas remaja seperti free sex saat ini yang

merupakan faktor penyebab hilangnya kehormatan wanita. Dampak

dari pergaulan bebas ini akan merusak generasi muda sekarang dan

yang akan datang.

2. Kepada seluruh elemen masyarakat Tegal Rotan agar berperan untuk

mempersempit peluang- peluang terjadinya perzinahan, dengan terus

melakukan razia dilokasi biasa terjadinya penjajakan seks tersebut,

sehingga Tegal Rotan tidak selalu dipandang sebelah mata sebagai

tempat yang beridentitas negatif.

3. Penulis menghimbau kepada muda- mudi agar berhati- hati dalam

pergaulan terhadap lawan jenis karena dorongan nafsu, khususnya


93 
 

bagi kaum wanita agar tidak mudah tergoda dengan rayuan para lelaki

yang menuntut hubungan seks sebagai bukti cinta, sehingga berujung

hilangnya keperawanan wanita tersebut, karena perawan sebuah kata

yang berkonotasi positif dan secara umum berarti suci, sehingga

seorang wanita yang bisa menjaga keperawanan acapkali disebut

sebagai wanita yang bisa menjaga kesuciannya. Karena itu tidaklah

heran jika seorang pria menginginkan calon istrinya adalah wanita

yang masih perawan. Hal itu terbukti, kendati zaman semakin maju

dan pergaulan serta pengetahuan semakin luas, tapi para pria

khususnya di Indonesia, masih tetap mengagungkan keperawanan

untuk calon istrinya. Ironisnya, sekalipun si pria itu belum tentu

perjaka tulen, tapi ia tetap menginginkan calon istrinya perawan.


DAFTAR PUSTAKA

A Partanto, Pius dan Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:


Arkola, 2001.

Abdillah Muhammad, Abu Ibn Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut: Al-
Maktabah al- Sahriyyah, 1997.

Abdul Aziz, Syaikh bin Abdurrahman Al-Musnad Khalid bin Ali Al-Anbari,
Perkawinan dan Masalahnya, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993.

Abdullah, Haidar, Kebebasan Seksual dalam Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2003.

Abdul Malik, Muhammad, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP,
Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2003.

Abu Syuqqah, Abdul Halim, Kebebasan Wanita, Jakarta: Gema Insani, 1998.

Adil Fahmi, Syaikh, Rahasia Wanita, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar,2005.

Agil Husin Al-Munawwar, Said dan Shihab, M. Quraish dkk, Agenda Generasi
Intelektual,Jakarta: Penamadani, 2003.

Ali Turkamani, Husain, Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, Jakarta: Pustaka
Hidayah, 1998.

Al- Ghifari, Abu, Kesucian Wanita, Bandung: Mujahid, 2002.

Al-Husaini Al-Hanafi al-Damsyiqi, Ibnu Hamzah, Asbabul Wurud Latar Belakang


Historis Timbulnya Hadist-hadist Rasul, Penerjemah: Suwarta Wijaya dan
Zafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.


Rineka Cipta, 2006.

Asmawi, Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta: Darussalam, 2004.

Asmu’i, Oral Sex dalam Pandangan Islam dan Medis, Jakarta: Abla Publisher, 2004.

Badriyah Fayumi, Abdul Muqsit Ghozali, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan


Perempuan, Jakarta: Rahima, 2002.

94
95

Bagus, Gde Manuaba Ida, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: Arcan,
1999.

Baswardono, Dono, Perawan Tiga Detik, Yogyakarta: Galang Press, 2005.

Batara Munti, Ratna, Demokrasi Keintiman Seksualitas di Era Globalisasi,


Yogyakarta: 2005.

Biran Affandi,Abdurrahman Wahid, dkk, Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan


Ketimpangan Gender, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2004.

Darajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan


Penyelenggaraan Penerjemah Al- Qur’an, 1993.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka, 2007.

Dianawati,Ajen, Pendidikan Seks untuk Remaja, Jakarta: PT. Kawan Pustaka, 2003.

Dian Nugraha, Boyke, Problema Seks dan Cinta Remaja, Jakarta: Bumi Aksara,
2005.

Furchan, Arief, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional,


1992.

Haikal, Abduttawab, Rahasia Perkawinan Rasulullah Saw, Jakarta: CV. Pedoman


Ilmu Jaya, 1993.

Hawari, Dadang, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa,1996.

http//: showthread.php.htm.com. Diakses pada tanggal 23-07-2008

http//: Keperawanan atau Virginitas. Com. Di akses pada tanggal 30-06- 2010.

Ibnu Hazm, Syekh, Al- Raudhatun- Nisa, Mesir: Isa Al- Baabiy.
96

Indra, Hasbi dan Ahza, Iskandar dkk, Potret Wanita Sholehah, Jakarta: Penamadani,
2004.

Ismail Kinani, Abdurrahman, Zawaidul Ibnu Majah ‘ala kutub al Khamsah, Beirut:
Dar Kutub al- ihwal, 1993.

Jamaluddin Mahfudzh, Muhammad, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakata:


Pustaka Al- Kautsar, 2007.

Jamil,Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos. Wacana Ilmu, 1999.

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris- Indonesia, Jakarta: Gramedia,
1996

Killingstone,Patrick dan Cornellis,Margareth, Sex and Love Guide to Teenagers 101


% untuk Remaja, Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2008.

Kriminologi UI, Lembaga dengan Metro Jaya, Kodak, Lokakarya Tata Laksana
Visum et Repertum di DKI Jakarta, Jakarta: LKUI, 1980.

Kristi Purwandari, Adrina, dkk, Hak- hak Reproduki Perempuan yang Terpasung,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.

Madan,Yusuf, Sex education 4 Teens, Jakarta: PT Mizan Publika, 2004.

Masfufah,Ulfah, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Bagi Calon Pengantin, Fatayat


Nahdatul Ulama, 2006.

Mubarok al- barik, Haya Binti, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Jakarta: Darul
Falah,1999

Muhammad, Abdul- Rahman Ibn ‘Audh al- Jaziry, al- Fiqh ‘ala al- Mazahib al-
‘ar Ba’ah, Kairo: Dar Ibn al- Haitsimy.

Muthahhari, Murtada, Etika Seksual dalam Islam, Jakarta: Lentera,1982.

Mustafa,Ibnu, Wanita Islam Menjelang Tahun 2000, Bandung: Al- Bayan, 1995.

Nadesul,Handrawan, Cara Sehat Menjadi Perempuan, Jakarta: Kompas, 2008.

Nadesul, Handrawan, Seputar seks, Menjawab 140 mitos, Yogyakarta: Gradien


Books, 2007.
97

Nazar Bakri, Sidi, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Keluarga yang Sakinah,
Jakarta: CV, Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Newman, Dorlan, W. A. Kamus Kedokteran Dorland, Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran ECG, 2005.

Niemann, Sandy, Bila Perempuan Tidak Ada Dokter, Jakarta: Insist Press, 1999.

Qardhawi, Yusuf, Ensiklopedi Muslimah Modern, Depok: Pustaka Iman, 2009.

Santosa, Budi, Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Prima Medika, 1998.

Santoso,Budi, Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita, Jakarta: Skp Books


Distribution, 2007.

Shahih Bukhari, Bab Al- akfa Fi ddini wa Qauluhu, Juz ke-8, Mesir : Al- majlisu al-
‘ala Litsuni al-islamiyah, 1990.

Sherwood, Lauralle, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, 1996.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al- Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Sholeh, Asrorunni’am, Fatwa- Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta:


Elsas, 2008

Subiyanto,Paulus, Smart Sex Panduan Praktis untuk Memaknai Seksualitas Pra


Nikah, Jakarta: Gramedia, 2005.

Sudijono,Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2005.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT, Bumi Aksara,2003.

Syaifuddin, Anatomi Fisiologi, Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1997.

Warson Munawwir, Ahmad, Al- Munawwir, Kamus Arab- Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progressif, 2002.

Wirawan Sarwono, Sarlito, Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum Remaja:


Sebuah Penelitian Terhadap Remaja, Jakarta: Rajawali, 1981.

Yatim, Wildan, Kamus Biologi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.


Angket.
1. Angket ini di buat untuk ditujukan pada masyarakat Tegal Rotan
Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Tanggerang Selatan.
2. Angket ini di buat untuk kepentingan penelitian dalam rangka
penyelesaian tugas akhir (skripsi) yang berjudul URGENSI VIRGINITAS
BAGI KAUM PRIA DALAM MEMILIH CALON ISTRI.
3. Angket ini bersifat tertutup yaitu yang sudah disediakan jawabannya
4. Identitas diri Bapak/ Saudara dapat dijamin kerahasiaannya.
5. Sebelum menjawab pertanyaan, terlebih dahulu bacalah dengan baik dan
teliti
6. Kesediaan Bapak/ Saudara dalam menjawab pertanyaan dalam angket ini
merupakan sumbangan yang tidak ternilai harganya bagi saya dan saya
ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
7. Berilah tanda (X) pada jawaban yang anda pilih sesuai dengan pendapat
anda.

Bagian I
Data Pribadi
1. Usia anda
(a.) 15-20
(b.) 21-40
(c.) 41-65
(d.) 66 ke atas.
2. Pendidikan anda
(a.) Tidak sekolah sama sekali
(b.) SD- SMP
(c.) SMU atau Sederajat
(d.) Sarjana
3. Status anda
(a.) Sedang menikah
(b.) Belum menikah
(c.) Duda
4. Pekerjaan
(a.) Pegawai
(b.) Wiraswasta/ pedagang
(c.) Pengangguran
(d.) Lain- lain
5. Penghasilan.
(a.) dibawah 500.000
(b.) 500.000 s/d 999.000
(c.) 1.000.000 s/d 1.499.000
(d.) 1.500.000 s/d 2.000.000
(e.) di atas 2.000.000
6. Agama Anda:
(a.) Islam.
(b.) Protestan.
(c.) Katolik.
(d.) Hindu.
(e.) Budha.
7. Jika anda muslim, bagaimana pelaksanaan shalat Fardhu anda?
(a.) Tidak pernah melakukan shalat sama sekali
(b.) Melakukan shalat hanya hari Jum’at dan hari raya
(c.) Rajin shalat tapi masih sering meninggalkannya
(d.) Selalu melakukan shalat fardhu, tapi tidak berjamaah
(e.) Selalu melakukan shalat fardhu dan selalu berjama’ah

Bagian II
Pengetahuan dan Pemahaman tentang Keperawanan.
1. Apakah anda tahu tentang perawan?
A.YA B.TIDAK
2. Apakah anda tahu bagaimana membedakan perempuan yang masih
perawan atau yang sudah tidak perawan?
A. YA B. TIDAK
3. Apakah anda tahu tentang selaput dara?
A. YA B. TIDAK
4. Apakah tidak hanya selaput dara yang bisa menentukan keperawanan
seorang wanita?
A. YA B. TIDAK
5. Apakah selaput dara wanita yang sudah robek dikatakan masih perawan?
A. YA B. TIDAK
6. Apakah seorang wanita yang tidak mengeluarkan darah pada malam
pertama, bisa dikatakan masih perawan?
A. YA B. TIDAK
7. Apakah seorang wanita yang mengalami perkosaan dapat dikatakan hilang
keperawanannya?
A. YA B. TIDAK
8. Apakah seorang wanita yang mengalami kecelakaan (jatuh) dan
mengakibatkan robeknya selaput dara dapat dikatakan masih perawan?
A. YA B. TIDAK
9. Apakah seorang perempuan yang telah melakukan seks oral dikatakan
sudah tidak perawan?
A. YA B. TIDAK
10. Apakah seorang wanita yang melakukan ciuman, pelukan tanpa adanya
hubungan intim dianggap sudah tidak perawan?
A. YA B. TIDAK
Bagian III
Tindakan dan Respon mengenai Keperawanan
1. Apakah anda akan mencela kepada perempuan yang tidak bisa
mempertahankan kehormatannya (tidak perawan tanpa pernikahan)?
A. YA B. TIDAK
2. Jika anda mengetahui calon istri anda sudah tidak perawan lagi, apakah
anda membatalkan pernikahan tersebut?
A. YA B. TIDAK
3. Seandainya Anda sudah pernah melakukan hubungan intim di luar
pernikahan, apakah anda akan menolak calon istri anda yang sudah tidak
perawan juga?
A. YA B.TIDAK.
4. Apakah anda akan sangat malu, apabila mengetahui anak perempuan anda
sudah tidak perawan (tanpa pernikahan)?
A. YA B. TIDAK
5. Apakah anda akan memberi sanksi apabila mengetahui anak anda
melakukan hubungan seks di luar pernikahan?
A. YA B. TIDAK
6. Seandainya anak laki- laki anda menghamili kekasihnya, apakah anda
akan tetap menyuruh anak anda untuk menikahi kekasihnya itu?
A. YA B. TIDAK
7. Seandainya diketahui calon menantu (perempuan) anda, sudah tidak
perawan apakah anda akan membatalkan pernikahan anak anda dengan
perempuan tersebut?
A. YA B. TIDAK
8. Seandainya anak perempuan anda sudah tidak perawan(tanpa pernikahan),
lalu ada seorang laki- laki yang ingin menikahinya, apakah anda akan jujur
dengan keadaan anak anda yang sudah tidak perawan tersebut?
A. YA B. TIDAK
9. Apakah anda akan sangat malu, apabila mengetahui saudara perempuan
anda sudah tidak perawan (tanpa pernikahan)?
A. YA B. TIDAK
10. Apakah anda tidak akan mendukung (meremehkan), apabila ada teman
anda yang ingin menikahi seorang perempuan yang sudah tidak perawan?
A. YA B. TIDAK
HASIL WAWANCARA

Responden : Bapak Muslim, S.E

Jabatan : Sekretaris Kelurahan Sawah Baru Tangerang Selatan

Hari/Tanggal : Selasa, 08 Juni 2010

Waktu : 11.00 - 12.00

1. Tanya: Dimanakah letak geografis daerah Tegal Rotan?

Jawab: Tegal Rotan termasuk salah satu kampung yang berada di kelurahan

Sawah Baru Tangerang Selatan. Tegal Rotan sendiri terletak di RW 07 dan

RW 08 Kelurahan Sawah Baru Tangerang Selatan.

2. Tanya: Bagaimana sejarah daerah Tegal Rotan kelurahan Sawah Baru

Tangerang Selatan?

Jawab: Awal mulanya Tegal Rotan dikenal sebagai sebuah stasiun yang

berada tepat di bawah jembatan Jurang Mangu.

3. Tanya: Mengapa daerah Tegal Rotan bisa terkenal menjadi tempat prostitusi?

Jawab: Bermula dari didirikannya sebuah Cafe yang tidak jauh dari sebuah

stasiun tersebut, tepatnya tak jauh dari jembatan. Awalnya pemilik

menginginkan agar cafe tersebut selalu ramai dikunjungi orang, pada akhirnya

mereka menempuh jalan dengan menyewa gadis- gadis cantik yang dominan

berasal dari luar daerah, dengan alasan hanya sebagai pemanis cafe tersebut.

Seiring berjalannya waktu, cafe tersebut dijadikan sebagai sebuah tempat


dimana orang bisa memuaskan diri mereka dengan jalan yang tidak benar, bisa

dikategorikan sebagai tempat perdagangan prostitusi. 1

4. Tanya: Bagaimanakah peran serta seluruh elemen masyarakat dalam

menyikapi keadaan tersebut?

Jawab: Melihat kejadian seperti itu, masyarakat sekitar tidak bisa tinggal

diam, masyarakat begitu risih dengan keberadaan mereka, akhirnya

masyarakat pun bertindak dengan bekerjasama dengan aparat sekitar, dengan

melakuakn razia dan akhirnya dihancurkanlah cafe tersebut.

5. Tanya: Apakah keadaan tersebut masih bertahan sampai sekarang? Apakah

yang menyebabkan hal itu masih bisa terjadi?

Jawab: Ya, keadaan ini masih bertahan sampai sekarang, dan mungkin sulit

untuk dibubarkan secara keseluruhan. Keadaan yang sangat ironis, tak

berselang waktu lama, masyarakat diresahkan kembali dengan adanya toko-

toko kecil yang menjualkan dagangan mereka, akan tetapi setelah diusung

lebih lanjut ternyata oleh oknum yang tidak bertanggung jawab

disalahgunakan dan dijadikan sebagai tempat pelacuran kembali. Toko-toko

tersebut hanya sebagai kedok untuk dijadikan tempat menjajakan diri (untuk

sebagian kalangan hal ini biasa disebut “mangkal”) bagi wanita-wanita

tersebut. Sehingga tempat tersebut menjadi strategis dan mudah dalam

melakukan transaksi dalam melakukan penjajakan seks sehingga seiring

berjalannya waktu, tempat tersebut mempunyai banyak peminat dan menjadi

                                                            
1
. Wawancara pribadi dengan Sekretaris Lurah Sawah Baru Tangerang Selatan, pada
tanggal 8 juni 2010.
ramai. 2 Hal yang membuat keadaan ini bisa bertahan sampai sekarang,

dikarenakan kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa hal ini merupakan

ladang rezeki yang sangat menjanjikan, mudah dicari sehingga dapat meraup

keuntungan yang sangat besar bagi mereka dan mereka mendapatkan

kesenangan sendiri dalam melakukannya.

                                                            
2
     Wawancara pribadi dengan Sekretaris Lurah Sawah Baru Tangerang Selatan, pada
tanggal 8 juni 2010. 

Anda mungkin juga menyukai