DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
Ni Wayan Widayanti Arioka
NIM: 059114089
iii
Karya kecil ini saya persembahkan untuk
iv
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji makna dan sikap yang dimiliki kaum muda
mengenai virginitas, ketika muncul gejala problematika sosial mengenai
virginitas, di mana kaum muda menganggap virginitas tidak lagi penting untuk
dipertahankan, sedangkan generasi tua masih menuntut kaum muda untuk
mempertahankan virginitasnya. Virginitas memiliki kaitan yang erat dengan
hubungan seksual karena hubungan seksual dapat menyebabkan ‘lepasnya’
virginitas seseorang. Hubungan seksual merupakan hal yang sakral sejak dulu,
dan hanya bisa dilakukan ketika pasangan laki-laki dan perempuan yang berniat
untuk mendapatkan keturunan. Pernikahan hanya akan dilakukan apabila
pasangan laki-laki dan perempuan tersebut sudah pasti akan memiliki keturunan,
dimana pihak perempuan sudah mengandung anak dari pihak laki-laki. Pada
perkembangannya, tepatnya ketika agama masuk ke Indonesia, pernikahan
menjadi hal yang sakral sehingga untuk mendapatkan keturunan melalui
hubungan seksual, pasangan laki-laki dan perempuan harus menikah terlebih
dahulu. Agama juga menuntut dipertahankannya virginitas sebelum menikah.
Penelitian ini menggunakan paradigma representasi sosial karena
paradigma ini menempatkan individu dalam ruang sosialnya. Pendekatan ini
memungkinkan untuk melihat bagaimana makna virginitas berkaitan dengan
konteks sosial dan kebudayaan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan asosiasi kata dan wawancara semi terstruktur kepada 26 mahasiswa
dari 6 universitas di Yogyakarta.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kaum muda memaknai
virginitas sebagai sesuatu yang melekat pada perempuan baik secara fisik maupun
substansial. Virginitas merupakan sesuatu yang suci dan penting dijaga oleh
perempuan. Menjaga virginitas merupakan suatu kewajiban bagi perempuan dan
bukan menjadi kewajiban laki-laki karena virginitas perempuan lebih mudah
dibuktikan dengan melihat ciri fisik yang melekat pada diri yaitu keutuhan selaput
dara dan keluarnya darah pada saat berhubungan seksual. Hal ini berbeda dengan
virginitas pada pria yang sulit ditentukan karena tidak ada tanda atau barometer
fisik yang serupa seperti apa yang dimiliki oleh perempuan.
vi
ABSTRACT
This research examined the meaning of virginity and the attitude of the
young toward it, when young people consider that virginity is no longer important
to be maintained, while on the other hand, the older generation still requires young
people to maintain their virginity. Virginity has a close relation with the sexual
intercourse, for this activity can cause somebody’s being not virgin. Yore, sexual
intercourse was considered sacred thing; could only be done when a man and a
woman intended to obtain an offspring. The marriage will be done when the
woman was pregnant with her couple. But in its development, precisely when the
religion came into Indonesia, marriage becomes a sacred thing, thus the way to get
an offspring through sexual intercourse should be done after a couple had married.
Religion also requires to maintained virginity before marriage.
This study used the paradigm of social representation because this
paradigm puts the people in their society. This approach allows us to see how the
meaning of virginity related to the social and cultural context. Data collecting was
conducted by utilizing word association tehnique and semi-structured interview to
26 students from 6 universities in Yogyakarta.
The results of this research indicate that young people make sense of
virginity as something inherent in women, both physically and substantially.
Virginity is something sacred and important to maintain by women. Keeping
virginity is a duty for women and not the duty of men because women’s virginity
is more easily evidenced by looking at physical characteristics of the hymen and
hemorrhage during sexual intercourse. It is different from the men’s virginity,
which is difficult to determine because there is no physical sign that similar of
what is owned by women.
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas segala rahmat, berkat, karunia serta bimbinganNya yang
dengan baik. Kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu mendampingi
dan menuntun langkah penulis sungguh dirasakan oleh penulis, sehingga penulis
bantuan, saran dan kritik berharga dari orang-orang di sekitar penulis, dan kepada
mereka penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku dosen pembimbing skripsi yang
3. Pak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi dan Ibu Sylvia
4. Pak V. Didik Suryo H., M.Si. dan Pak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku dosen
ix
5. Segenap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
6. Mas Gandung, Mbak Nanik, dan Pak Gi’, terima kasih untuk kemudahannya
saat mengurus administrasi perkuliahan. Mas Muji dan Mas Doni, terimakasih
maupun praktikum. Saya pasti akan merindukan suasana di ruang baca dan
laboratorium.
7. KELUARGA ARIOKA.. Mama dan Papa.. yang telah mendukung saya secara
lahir bathin dan financial.. Terima kasih karena selalu percaya pada saya..
semangat di masa kuliah yang selalu kalian tularkan padaku.. Sungguh 4 tahun
yang luar biasa.. Petualangan selanjutnya akan lebih menyenangkan dari yang
9. KELUARGA CEMARA.. Shinta, mbak Bella, Tiwi, Lilo, Arya, Alma, Lucky,
Mbak Nana, Gita, Wira, dan Iin. Kita telah melewati masa-masa akhir kuliah
dunia..hahahay.. Tak lupa juga Mbak Chigie dan Om Troy yang ikut memberi
10. SUANDI PUTRA.. untuk suara digital dan sentuhan nyata maupun maya yang
x
11. Seluruh responden penelitian, terimakasih telah membagikan pemahaman,
12. I Gusti Nyoman Sedana a.k.a Cenk.. untuk menjadi teman diskusi dan curhat
13. Segenap penghuni dan mantan penghuni KOST CANNA eksklusif, untuk
tawa dan canda yang ditawarkan selama tiga tahun terakhir ini.
musik yang indah.. hitam tak selalu gelap, hitam adalah berbagai warna yang
menyenangkan..
18. EXCEL berplat DK 4247 GZ karena telah setia menemani saya. Kita pernah
dipanjer seharian buat ngetik tugas, nonton tv, nonton film, denger lagu, dan
20. Yogyakarta, untuk perpaduan antara hitam dan putihmu yang cantik
xi
Serta kepada semua pihak yang tidak tersebutkan namun turut mendukung dan
memberikan kontribusi baik dalam proses penelitian ini, maupun dalam proses
saya menuntut ilmu di Fakultas Psikologi USD. Senang bisa mengenal kalian dan
beruntung bisa berproses bersama kalian selama 4 tahun. Banyak hal yang saya
dapatkan dari proses belajar kita. Bersama kalian, aku belajar hidup.
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ………………………………………………………………….. vi
xiii
BAB II TINJAUAN TEORITIS ………………………………………… 10
A. Virginitas ……………………………………………………... 10
1. Definisi …………………………………………………… 10
2. Mahasiswa ………………………………………………... 25
xiv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………. 49
A. Kesimpulan …………………………………………………… 98
xv
DAFTAR TABEL
xvi
Tabel 19 Alasan Virginitas Diri Sendiri Penting untuk Dipertahankan ……...80
xvii
DAFTAR SKEMA
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kultur masyarakat secara umum memandang seks sebagai suatu hal yang
sakral, yaitu sebagai wujud cinta kasih dan untuk meneruskan keturunan. Hubungan
seks ’dilegalkan’ bila pasangan laki-laki dan perempuan telah mengikatkan diri dalam
sebuah lembaga perkawinan dan disahkan secara hukum sebagai suami istri (Al-
Fayyadl, 2006; Haryatmoko, 2006). Ini juga berarti bahwa virginitas hanya boleh
Tuntutan untuk menjaga virginitas terlihat dari simbol-simbol yang ada dalam
upacara pernikahan adat di Jawa, yaitu pada prosesi menginjak telur yang
ditempatkan di sebuah cobek. Prosesi ini dikenal dengan nama midag endhog.
Adapun yang menginjak telur adalah mempelai laki-laki (Purwadi, 2005). Telur
dalam upacara pernikahan Jawa ini menyiratkan bahwa virginitas merupakan hal
yang penting untuk dijaga hingga menikah pada tradisi Jawa. Pandangan ini sedikit
banyak dipengaruhi oleh agama-agama yang ada di Indonesia. Kelima agama resmi
di Indonesia melarang seks pranikah, yang berarti bahwa kelima agama ini
1
2
menikah.
generasi tua menganggap virginitas merupakan hal yang penting dan menuntut kaum
generasi muda sudah menganggap virginitas tidak lagi penting untuk dipertahankan.
generasi tua sebagai pencegahan terhadap pergaulan bebas kaum muda, seperti
malam terutama untuk perempuan, bahkan larangan berpacaran bagi kaum muda
setelah jam malam yang telah ditentukan, orang tua beralasan "ora elok" jika
Di sisi lain, kaum muda menganggap virginitas tidak lagi penting untuk
dipertahankan. Ini diperkuat oleh beberapa hasil survei mengenai virginitas yang
dilakukan pada kaum muda. Hasil survei mengenai virginitas tersebut dapat dilihat
Tabel 1
Hasil Survei tentang Virginitas
Tahun Sumber Hasil Survei Wilayah Survei Keterangan
2002 harian 97,05% mahasiswi yang Yogyakarta Survei dilakukan oleh
Kompas, menjadi responden Lembaga Studi Cinta
(“Sulit mengaku telah dan Kemanusiaan
Dikontrol”, kehilangan virginitasnya serta Pusat Bisnis dan
2002) selama melaksanakan Humaniora (LSCK
studi (kuliah) PUSBIH)
3
Hasil survei di atas memperlihatkan fakta bahwa dewasa ini sebagian dari mereka
yang berusia 19-24 tahun terkesan memandang virginitas sebagai sesuatu tidak
penting dan tidak sakral lagi, serta mulai meninggalkan norma yang selama ini
berlaku di masyarakat.
Kaum muda yang sudah tidak lagi menganggap virginitas penting untuk
dipertahankan sebelum menikah sedangkan generasi tua yang masih menuntut kaum
maraknya seks pranikah yang terselubung, namun bisa terlihat dari banyaknya kasus
kehamilan pada remaja, tingkat aborsi yang tinggi di kalangan kaum muda, dan
beredar video-video porno yang diperankan oleh kaum muda. Di tahun 2008, angka
kejadian aborsi di Indonesia berkisar antara 2 sampai 2,6 juta kasus pertahun, dan
30% di antaranya dilakukan remaja berusia 15-24 tahun. Hal tersebut berarti sekitar
600 sampai 780 ribu remaja Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya (“780 Ribu
Remaja Lakukan Aborsi”, 2009). Tingginya angka aborsi yang dilakukan kaum muda
4
ini juga mencerminkan tingginya angka kehamilan di luar nikah pada kaum muda.
Setiawan (2007) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa lebih dari 500
video porno sudah dibuat dan diedarkan di Indonesia, dan sebanyak 90% pembuat
video porno itu berasal dari kalangan kaum muda, mulai dari SMP sampai
mahasiswa.
pemahaman dan pendekatan yang kurang tepat dari orang tua terhadap permasalahan
kaum muda, khususnya terkait dengan seksualitas. Orang tua hanya memberikan
hampir selalu dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan (Komandoko, 2009).
Akibatnya anak cenderung mencari tahu sendiri informasi yang terkait dengan
Oleh karena itu, penting dalam hal ini untuk mengungkap bagaimana persoalan
seksual pranikah kaum muda. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan. Alasan yang
pertama, karena seksualitas merupakan hal yang sensitif dalam budaya timur
akan lebih sulit untuk mengungkap akar dari permasalahan seksual pada kaum muda
5
masyarakat.
Alasan kedua, istilah virginitas sudah cukup lazim digunakan di Indonesia dan
memiliki pengertian yang tidak hanya menunjuk keperawanan, tapi juga keperjakaan.
Istilah virginitas sudah cukup populer di masyarakat Indonesia, yang terlihat dari data
sistem pencarian Google yakni ada sekitar 22.800 halaman dalam bahasa Indonesia
keperjakaan. Istilah virginitas juga dipergunakan dalam artikel koran dan majalah
Greng”, 2008), Majalah Femina (Sarwono, 2009), dan Majalah Cosmopolitan (Citra,
2009). Istilah virginitas juga populer di kalangan kaum muda. Seluruh responden
dalam penelitian ini, ketika ditanya tentang istilah virginitas di awal proses
pengambilan data, menyatakan bahwa istilah virginitas cukup familiar untuk mereka
keadaan dimana seseorang masih ‘virgin’. Virgin adalah seseorang yang belum
pernah melakukan hubungan seksual. Virginity tidak hanya diartikan sebagai keadaan
perempuan saja, tapi juga laki-laki. Hal ini terlihat dari contoh yang diberikan dalam
kamus tersebut sebagai berikut: “He lost his virginity when he was 18”. Contoh
dimiliki perempuan tapi juga laki-laki. Di Indonesia, ada dua istilah untuk
6
laki-laki.
Alasan ketiga, penelitian ini dilakukan untuk memberi kontribusi solusi pada
permasalahan seksualitas pada kaum muda seperti yang telah dipaparkan di atas
dengan melihat bagaimana pemahaman kaum muda tentang seksualitas, ditinjau dari
masih memiliki ikatan tradisi Jawa yang kuat sehingga diasumsikan nilai dan budaya
Jawa akan menentukan kehidupan kaum muda yang tinggal di kota Yogyakarta,
termasuk dalam memandang makna virginitas. Di sisi lain, belakangan ini bisnis
Agustus 2009 ternyata 90% dari pondokan yang ada di Yogyakarta tidak memiliki
ijin. (“90% Pondokan di Yogya”, 2009). Hal ini terbukti dari hasil operasi yang
Yogya”, 2009). Padahal, untuk mengatur bisnis pondokan telah diterbitkan Perda
kota Yogyakarta no. 4 tahun 2003 yang isinya antara lain, penyelenggara pondokan
terpisah dari kamar pondokan, dan memberi bimbingan dan pengarahan kepada
Selain itu, terdapat pula larangan untuk menyelenggarakan pondokan yang dihuni
pemondok yang berbeda jenis kelamin. Kemudian, di Yogyakarta juga mulai marak
berkembang tempat hiburan, seperti klub malam, café dan warung kopi yang buka di
malam hari hingga menjelang pagi. Tempat hiburan tersebut menawarkan hingar
Fasilitas ini memungkinkan kaum muda, baik laki-laki maupun perempuan, untuk
berbincang-bincang dan melakukan aktivitas di luar rumah pada malam hari, bahkan
hingga pagi.
yang didapatkan melalui interaksi sosial. Makna yang ditafsirkan individu dapat
berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan konteks situasi (Blumer,
dalam Mulyana, 2002). Hal ini juga berlaku untuk makna virginitas. Perspektif
representasi sosial akan membantu untuk mengungkap makna virginitas sebagai suatu
konsep yang selalu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Representasi sosial
merupakan perspektif yang terdiri dari sistem nilai, ide, dan praktek-praktek yang
membangun sebuah pemaknaan sosial (Moscovici, 2001). Dalam konteks ini, sistem
nilai, ide, dan praktek-praktek di masyarakat yang terkait dengan virginitas akan
membangun sebuah pemaknaan sosial mengenai virginitas pada kaum muda. Jadi,
secara khusus penelitian ini hendak mengkaji representasi sosial tentang makna
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
gambaran makna virginitas yang dipahami oleh kaum muda dan dari mana mereka
mendapatkan pemahaman mengenai virginitas, serta sikap apa yang dimiliki kaum
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis:
dengan memberikan kajian atas makna dan sikap terhadap virginitas yang
b. Bagi peneliti yang tertarik pada bidang psikologi perkembangan dan sosial,
2. Manfaat praktis:
kaum muda tentang virginitas, sehingga orang tua dan masyarakat luas dapat
memahami pedoman apa yang sebenarnya kaum muda pegang saat ini, terkait
dengan seksualitas.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
pokok bahasan dalam penelitian ini, mulai dari pengertiannya hingga bagaimana
pandangan agama dan budaya Indonesia, terutama budaya Jawa, terhadap virginitas
teori perkembangan masa dewasa awal juga dipaparkan sebagai konteks yang diteliti
dalam penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan tentang paradigma representasi sosial
sebagai perspektif yang membantu mengungkap makna dan sikap virginitas pada
mahasiswa.
A. VIRGINITAS
A. 1. Definisi
keperawanan bagi perempuan dan keperjakaan bagi laki-laki. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001), perawan diartikan sebagai anak perempuan yang belum
perawan, kegadisan, atau kesucian seorang gadis. Berdasarkan definisi ini maka dapat
mengalami hubungan seksual bagi perempuan. Virginitas pada laki-laki lebih umum
disebut sebagai keperjakaan, namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001)
10
11
istilah perjaka hanya dijelaskan sebagai lelaki yang belum berumah tangga.
Masyarakat beranggapan bahwa seorang lelaki sudah tidak perjaka lagi bila pernah
melakukan hubungan seks dalam arti penetrasi penis ke dalam vagina, sekalipun laki-
keadaan dimana seseorang masih ‘virgin’. Virgin adalah seseorang yang belum
pernah melakukan hubungan seksual. Virginity tidak hanya diartikan sebagai keadaan
perempuan saja, tapi juga laki-laki. Kemudian, Wijaya (2004) dalam bukunya yang
virginity itu lebih merupakan masalah purity yaitu sejauh mana seseorang menjaga
kemurnian dirinya dan memandang aktivitas seksual sebagai aktivitas yang sakral
kesucian yang dimiliki, baik laki-laki maupun perempuan, ketika mereka belum
seksual sudah menjadi hal yang sakral pada budaya Indonesia bahkan sebelum agama
simbol kesuburan bagi bumi dan jimat ampuh bagi keberhasilan sebuah panen dan
kesejahteraan rakyat (Anoegrajekti, 2006). Seks lebih merupakan hal yang spiritual
dan adiluhung, tidak hanya berorientasi pada hubungan biologis semata. Maksudnya,
seks dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui asal usul kemanusiaan dan tujuan
merupakan sesuatu yang luhur, sakral, dan memiliki fungsi untuk menjaga
agama belum masuk ke Indonesia, hubungan seksual antara mereka yang tidak terikat
dalam pernikahan dianggap sebagai hal yang wajar asal hubungan seksual dilakukan
melakukan hubungan seksual dan baru menikah ketika si perempuan terbukti hamil
pernikahan bukanlah merupakan hal yang kudus, namun hanya dilakukan untuk
memperoleh keturunan (Tohari, 2007). Seorang perempuan baru akan dinikahi oleh
merupakan hal yang haram apabila seorang perempuan hamil tanpa ada seorang pria
yang mau mengakui janinnya dan memiliki bayi di luar pernikahan (Tohari, 2007).
Menurut Michel Foucault (dalam Sudiarja, 2006), seks adalah bagian dari
kehidupan yang wajar karena merupakan ciri manusia sebagai makhluk yang
13
merupakan hal yang sakral sejak dulu, dan hanya bisa dilakukan ketika pasangan
hanya akan dilakukan apabila pasangan laki-laki dan perempuan tersebut sudah pasti
akan memiliki keturunan, dimana pihak perempuan sudah mengandung anak dari
pernikahan menjadi hal yang sakral sehingga untuk mendapatkan keturunan melalui
hubungan seksual, pasangan laki-laki dan perempuan harus menikah terlebih dahulu.
Hal ini terlihat dari praktek-praktek keagamaan yang berlaku di masyarakat sebagai
berikut:
Tabel 2
Pandangan Agama mengenai Virginitas
Hindu • Merupakan sebuah dosa apabila seseorang memberikan
(Angganingrum,2009) virginitasnya sebelum ia memasuki tahap Grahasta (tahap
berkeluarga) dalam tahapan Catur Asrama (4 tahap
kehidupan).
• Pernikahan merupakan prosesi yang ditujukan pada
leluhur dan Tuhan untuk seorang perjaka dan perawan,
dan merupakan awal memasuki tahapan Grahasta
Buddha • Berpedoman pada sila ketiga pada pancasila Buddha, yaitu
“Kami bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan
asusila/hubungan yang salah”, penganut agama Buddha,
kecuali para petapa diperbolehkan melakukan hubungan
seksual jika sudah berumah tangga. Melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang tidak sah adalah hubungan
seksual yang salah (Vajhiradhammo, 2008)
Lanjut ke halaman berikutnya
14
Kelima agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan
Buddha, menyatakan bahwa pernikahan adalah hal yang sakral, bukan hanya untuk
membentuk sebuah keluarga tapi juga merupakan situasi yang menjadi pertanda
norma yang melarang seks pranikah. Seks dianggap sebagai suatu hal yang sakral,
yaitu sebagai wujud cinta kasih dan untuk meneruskan keturunan. Hidup berkeluarga
dan lembaga perkawinan adalah hal yang penting, sehingga hubungan seksual hanya
boleh dilakukan sepasang laki-laki dan perempuan bila disahkan oleh hukum, yaitu
jika telah mengikatkan diri dalam sebuah lembaga perkawinan (Al-Fayyadl, 2006).
15
Ini berarti bahwa agama menganggap virginitas merupakan hal yang penting untuk
nilai yang ada pada agama juga melembaga dalam kultur masyarakat, termasuk nilai-
nilai kesakralan perkawinan dan virginitas. Virginitas menjadi hal yang sakral dalam
budaya Indonesia setelah mendapat pengaruh agama. Di Indonesia, terdapat dua jenis
pemaknaan mengenai virginitas yang beredar di masyarakat. Hal ini tercermin dari
berbagai novel yang memiliki konteks budaya Indonesia. Novel sebagai salah satu
bentuk karya sastra dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang dialami
dengan lingkungan sehingga dalam novel sastra terdapat makna tertentu tentang
kehidupan.
Pada novel sastra trilogi Rara Mendut (2008) yang mengambil setting jaman
Kerajaan Mataram yang berbasis Agama Islam, Ni Semangka yang merupakan abdi
puri Kerajaan Mataram, menjawab pertanyaan Genduk Duku, seorang dayang cilik,
“‘Perawan dan tidak perawan terletak pada tekad batin, pada galih di
dalammu.’ Banyak gadis di dalam peperangan diperkosa, kata ibuku, Nduk,
tetapi bila itu melawan kemauan, mereka masih perawan. Dewi Sinta, Nduk
Duku, seandainya pun dia sudah ditiduri Rahwana. Dewi Sinta yang melawan,
tetaplah perawan. Bahkan ibuku berkata, dan biar ibuku hanya perempuan
desa tetapi saya percaya ibuku benar, ‘Seseorang ibu yang sudah melahirkan
anak tujuh pun, bila dia suci dalam pengabdiannya selaku istri setia dan ibu,
dia pun perawan dalam arti yang sejati.’” (h. 22).
16
suaminya, serta tetap mengabdi sebagai seorang istri dan ibu yang setia, maka
perempuan tersebut akan tetap dianggap perawan, sekalipun ia pernah diperkosa atau
Di masyarakat, keperawanan juga dimaknai sebagai hal fisik dan hanya terkait
dengan selaput dara, dimana seseorang dikatakan sudah tidak perawan lagi ketika
selaput daranya robek. Hal ini tercermin dari pernyataan Hanggalana, pemuda yang
bekerja di kandang kuda kerajaan, kepada Genduk Duku. Pada novel sastra trilogi
Rara Mendut (2008) Hanggalana menyatakan bahwa terlalu sering naik kuda akan
menyebabkan seorang perempuan tidak perawan lagi. Aktivitas berat seperti berkuda
kesehariannya diisi dengan latihan berkuda agar ia mampu mengendarai kuda yang
merupakan alat transportasi utama pada masa itu (Mangunwijaya, 2008). Kecemasan
pada novel sastra Centhini. Novel sastra Centhini yang juga mengambil setting jaman
Kerajaan Mataram yang berbasis Agama Islam menceritakan bahwa alas tidur
17
pengantin baru harus berwarna putih polos. Hal ini dilakukan agar noda perawan
dapat terlihat setelah malam pertama. Noda perawan yang dimaksud adalah darah
yang keluar dari vagina akibat robeknya selaput dara ketika seorang perempuan
menyatakan bahwa perempuan yang masih perawan atau tidak dapat dilihat dengan
mudah melalui kondisi fisiknya. Salah satunya tertulis dalam novel sastra yang
Paruk (Tohari, 2007). Novel ini menceritakan sebuah desa bernama Dukuh Paruk
yang belum terkena pengaruh agama padahal pada masa tersebut agama sudah mulai
terdapat sebuah pernyataan ketika ronggeng dari Dukuh Paruk berkunjung ke desa
“Lihatlah kedua pangkal alis ronggeng itu yang mulai turun masuk ke
cekungan rongga mata. Bagi orang-orang yang sangat berpengalaman hal itu
adalah tanda bahwa perempuan, betapa muda usianya, sudah memasuki
keaktifan kehidupan berahi” (h. 124)
Dewasa ini mitos-mitos tentang virginitas semakin banyak beredar di
tentang virginitas, yaitu kalau malam pertama harus berdarah, anak gadis tidak boleh
olahraga keras (nanti selaput daranya robek), dan bentuk payudara dan pantat wanita
18
justru tidak menjadi masalah bagi masyarakat. Virginitas yang hanya dimaknai
lebih mudah dibuktikan dengan melihat ciri fisik yang melekat pada diri perempuan
yaitu keutuhan selaput dara dan keluarnya darah pada saat melakukan hubungan
seksual untuk pertama kalinya. Hal ini tidak berlaku pada laki-laki karena pada
keperjakaan tidak ada tanda fisik yang seperti apa yang dimiliki perempuan (“Bangga
A. 3. a. Definisi Gender
Secara biologis, individu dibedakan dari karakteristik fisik, yaitu laki-laki dan
perempuan yang disebut seks. Secara sosial budaya, individu dibedakan dari sifat-
sifat yang melekat pada laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminim) berdasarkan
nilai-nilai budaya yang disebut gender. Hilary M. Lips dalam buku Sex and Gender:
berbeda dengan jenis kelamin (seks). Jenis kelamin (seks) merupakan pembagian dua
jenis kelamin (penyifatan) manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat
pada jenis kelamin tertentu, sedangkan gender sendiri merupakan konstruksi sosial
Oakley (dalam Kasiyan, 2008) membedakan istilah antara gender dan seks.
Secara prinsip dijelaskan bahwa gender merujuk pada kategori sosial dan seks adalah
kategori biologis. Hal ini juga ditegaskan oleh Mosses (dalam Kasiyan, 2008), bahwa
secara mendasar gender berbeda dengan jenis kelamin biologis. Jenis kelamin
biologis merupakan pemberian (given), yakni kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki
dan perempuan. Akan tetapi untuk menjadi ‘feminim’ atau ‘maskulin’ bukan hanya
merupakan perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan (Oakley, dalam
perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan
Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural
(Nugroho, 2008)
Sekalipun tampak jelas perbedaan antara jenis kelamin dan gender, sampai
saat ini masih terlihat bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan perbedaan
kondisi tersebut juga dimiliki oleh laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya pemahaman
bahwa virginitas dapat dibuktikan secara fisik. Virginitas yang dinilai sebatas kondisi
fisik saja, yaitu menyangkut keutuhan selaput dara yang hanya dimiliki perempuan.
Tidak adanya penanda fisik pada keperjakaan laki-laki seperti halnya selaput dara
seolah lebih mudah dibuktikan dengan melihat ciri fisik yang melekat pada diri yaitu
keutuhan selaput dara dan pendarahan pada saat terjadi persenggamaan. Selain
sebagai hal fisik yang lebih terlihat pada perempuan, budaya ini juga memperlihatkan
perjaka bagi laki-laki hampir tidak ada (Oetomo, 2001). Selain itu, eksplorasi seksual
2008). Virginitas memiliki peran sosial yang penting khususnya bagi perempuan.
Berbeda dengan yang dirasakan oleh perempuan terkait dengan keperawanan, secara
malam pertama pengantin (Wirodono, 2009; Utami, 2008). Oleh karena itu,
seorang perempuan tidak perawan lagi, suaminya dan keluarga suaminya akan
tersebut tidak berlaku pada pria. Keperjakaan pada pria sulit ditentukan karena tidak
ada tanda atau barometer fisik yang serupa seperti apa yang dimiliki oleh perempuan.
kondisi fisik seseorang, perempuan juga akan menanggung beban yang lebih berat
saja untuk menghasilkan keturunan (Durrant & Ellis, 2002). Apabila sepasang kaum
keturunan, pihak laki-laki bisa saja tidak mengakui benih tersebut sebagai anaknya
dan lari dari tanggung jawabnya. Sedangkan pada perempuan ketika hubungan
menyusui dan mengasuh anak juga merupakan beban bagi perempuan apabila
hubungan seksual menghasilkan seorang anak (Durrant & Ellis, 2002). Masa-masa
mengandung, melahirkan, hingga menyusui dan mengasuh anak akan lebih berat bagi
perempuan ketika anak tersebut merupakan hasil hubungan seksual pranikah, karena
pihak perempuan akan lebih menanggung malu daripada pihak laki-laki. Hal ini akan
semakin buruk apabila pihak laki-laki tidak mau mengakui anak hasil hubungan
seksual pranikah tersebut sebagai anaknya. Beban yang akan dihadapi perempuan
Keperawanan ternyata sudah dihargai tinggi bahkan oleh budaya yang belum
tertentu, misalnya menjadi ronggeng, akan dihargai sangat tinggi. Hal ini
digambarkan oleh Ahmad Tohari dalam novel sastranya yang berjudul Ronggeng
Dukuh Paruk (2007). Pada novelnya Ahmad Tohari mengangkat prosesi bukak
klambu yang merupakan syarat terakhir untuk menjadi penari ronggeng di Dukuh
Paruk, desa yang belum mengenal agama. Bukak klambu adalah semacam sayembara,
ronggeng. Laki-laki yang dapat menyerahkan sejumlah uang yang ditentukan oleh
dukun ronggeng, berhak menikmati virginitas itu. Diceritakan bahwa uang yang
23
wajib diserahkan oleh laki-laki yang menginginkan virginitas calon ronggeng sangat
sangat berharga, sedangkan pada laki-laki tuntutan akan keperjakaan hampir tidak
ada (Oetomo, 2001). Ini mencerminkan adanya ketidakadilan gender pada viginitas di
Yogyakarta
Kraton dan berkembang di Yogyakarta dan Solo. Hal ini menyebabkan Daerah
tradisi yang kuat dan seakan-akan hal tersebut menjadi norma untuk menilai
kehidupan yang ada di Yogyakarta. Adapun nilai budaya Jawa yang saat ini dipegang
oleh masyarakat jawa adalah perpaduan antara budaya Jawa dan pengaruh nilai-nilai
Agama. Salah satunya yang terkait dengan virginitas adalah penundaan pelepasan
virginitas sebelum menikah. Nilai sakralnya virginitas ini tidak hanya ada pada
24
budaya Jawa namun merupakan budaya yang dibawa oleh Agama sehingga juga
melarang seks pranikah, karena hubungan seksual dan pernikahan merupakan hal
yang sakral. Ini berarti bahwa agama juga menganggap virginitas adalah hal yang
perubahan-perubahan yang ada (Subanar, 2008). Terkait dengan hal tersebut, ketika
terjadilah gejolak yang lebih besar dari kota-kota lain yang tidak menyandang atribut
seberat Yogyakarta. Misalnya, ketika hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga
Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) di
beberapa koran lokal di D.I. Yogyakarta. Ada yang menggugat hasil penelitian
tersebut, baik dari segi validitas, objektivitas, tujuan dan manfaat penelitian serta
Penelitian ini dianggap mencemarkan nama baik Yogyakarta. Di sisi lain, ada juga
dan mawas diri bagi semua pihak, dan atas dasar itu perlu diambil langkah-langkah
Jawa. Masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan
lelucon mengenai seks (Roqib, 2007). Orang tua dan guru di sekolah menempatkan
masalah seks sebagai hal yang tabu untuk ditanyakan dan didiskusikan (Komandoko,
hal mengenai seksualitas yang dimiliki orang tua menyebabkan orang tua cenderung
enggan untuk membicarakan masalah seksualitas pada anak, sehingga nilai-nilai yang
terkait dengan seksualitas pun kurang terbentuk pada anak. Ketertutupan lingkungan
akhirnya mencari informasi dari sumber yang lebih terbuka dengan masalah
B. 2. Mahasiswa
sebagai golongan pemuda (umur 18-30 tahun), yang secara resmi terdaftar pada salah
satu perguruan tinggi dan aktif pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Jika dilihat
dari segi usia, yaitu antara 18-30 tahun, Mahasiswa adalah golongan yang baru saja
Subyek pada penelitian ini adalah mahasiswa yang berada pada masa dewasa
awal, yaitu yang berusia 21-26 tahun. Masa dewasa awal dimulai sejak usia 20 tahun
dan berlangsung hingga usia 30 tahun (dalam Santrock, 2007). Sedangkan menurut
Haditomo (dalam Monks et al, 2002) masa dewasa awal dimulai dari usia 21 tahun
Di Indonesia, usia 21 tahun dianggap sebagai batas kedewasaan. Pada usia ini
tuanya (Monks et al, 2002). Hal ini terlihat dari Undang-undang yang diterapkan di
Indonesia. Mereka yang telah berusia 21 tahun dalam UU No. 1/1974 tentang
Perkawinan diperbolehkan menikah tanpa izin dari orang tua. Pada usia tersebut
Salah satu ciri orang yang berada di masa dewasa awal adalah
secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta tentang gaya hidup
yang telah berusia 21 tahun dianggap telah mampu membuat keputusan untuk dirinya
percintaannya.
Ciri lain yang dinyatakan dalam Mappiare (1997) adalah bahwa usia dewasa
awal adalah usia banyak masalah. Pada masa dewasa ini banyak persoalan baru yang
muncul, namun beberapa ada juga yang merupakan kelanjutan atau pengembangan
dari persoalan yang dialami dalam masa remaja akhir. Persoalan-persoalan baru yang
mungkin muncul, antara lain: persoalan mengenai pekerjaan dan jabatan, pemilihan
teman hidup, dan keuangan. Persoalan yang berhubungan dengan pemilihan teman
hidup merupakan satu diantara persoalan sangat penting dalam masa dewasa awal ini.
Pada proses pemilihan teman hidup sebelum memasuki jenjang perkawinan, telah
istri/suami maupun terhadap orang-orang lain yang terkait dengan calon suami/istri,
persoalan yang dialami orang yang memasuki masa dewasa awal, maka muncul
usia 27 tahun kekhawatiran yang muncul berhubungan dengan nilai-nilai moral dalam
kontak-kontak yang berkisar hubungan antara dua jenis kelamin, misalnya kencan
dan romans.
Ciri khas anak muda adalah bahwa dia dapat mewujudkan dirinya sendiri dan
berusaha membebaskan dirinya dari lindungan orang tua. Ini tidak hanya berarti ia
dalam usahanya untuk mencoba membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang
tuanya, baik dari segi afektif maupun dalam segi ekonomi. Secara mental, anak muda
juga tidak suka lagi menurut pada orang tuanya. Kewibawaan wakil-wakil generasi
tua seperti orang tua, guru, pemimpin-pemimpin agama dan sebagainya tidak lagi
begitu saja diterima. Meskipun kecenderungan akan perkembangan sikap ini terdapat
pada semua remaja atau anak muda pada masa ini, tetapi manisfestasinya banyak
dari generasi tua ini mungkin masih disertai oleh sikap hormat dan menjaga jarak
antara kaum muda dan orang tua sesuai dengan norma-norma yang dipercaya. Tetapi
bagaimanapun juga keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri
ini merupakan kecenderungan yang ada pada setiap kaum muda (Monks et al, 2002)
Tugas perkembangan yang khusus bagi orang Indonesia belum ada, maka
relasi yang akrab dan intim dengan seseorang. Erikson menggambarkan keintiman
sebagai penemuan diri sendiri pada orang lain, namun tidak kehilangan diri sendiri.
Saat mereka yang berada pada masa dewasa awal menemukan relasi yang intim
dengan orang lain, keintiman akan dicapai. Namun jika tidak, isolasi yang terjadi.
Keintiman diperlihatkan oleh mereka yang berada pada masa dewasa awal
melalui hubungan berpacaran dengan cinta yang romantis. Cinta yang romantis
sangat penting khususnya bagi mahasiswa perguruan tinggi. Pada suatu penelitian,
menyebutkan kekasih romantis daripada menyebut orang tua, saudara kandung, atau
teman (dalam Santrock, 2002). Cinta yang romantis, yang juga disebut sebagai cinta
& Hendrick, dalam Santrock, 2007). Ellen Berscheid (dalam Santrock, 2007),
seorang peneliti cinta, menyatakan bahwa dorongan seksual adalah unsur yang
Dengan demikian, responden pada penelitian ini adalah kaum muda yang
memiliki ikatan tradisi Jawa yang kuat, namun di sisi lain Yogyakarta telah
hiburan, mulai dari yang sifatnya hiburan keluarga hingga yang menawarkan hingar
YOGYAKARTA
Istilah representasi sosial mengacu pada produk dan proses yang menandai
merupakan perspektif yang terdiri dari sistem nilai, ide, dan praktek-praktek yang
representasi sosial, pemaknaan terhadap virginitas dapat dilihat melalui sistem nilai,
ide, dan praktek-praktek yang berlaku di masyarakat tentang virginitas. Nilai yang
hubungan seksual sebelum menikah. Ini berarti bahwa virginitas adalah hal yang
Makna adalah hasil interaksi sosial yang dinegosiasi melalui bahasa (Blumer,
dalam Mulyana, 2002). Makna merupakan suatu produksi sosial yang muncul dalam
proses interaksi antar manusia. Ini memperlihatkan bahwa makna tidak hanya berada
pada level individu saja, tetapi terdapat makna yang berada pada level masyarakat
yang dinamakan makna sosial atau representasi sosial (Blumer, dalam Sunarto,
2000). Makna yang ditafsirkan individu dapat berubah dari waktu ke waktu sejalan
dengan perubahan konteks situasi (Blumer, dalam Mulyana, 2002). Hal ini juga
berlaku untuk makna virginitas. Dalam hal ini perspektif representasi sosial juga akan
membantu mengungkap makna virginitas sebagai suatu konsep yang selalu tumbuh
sebagai makhluk berpikir yang mampu bertanya, mencari jawaban, dan pada
Representasi sosial terdiri atas tiga dimensi, yaitu informasi, sikap, dan ranah
mengenai suatu obyek (Jodelet, 2006). Inti dari representasi sosial adalah keyakinan
yang menyatakan bahwa kondisi psikologis seseorang merupakan produk sosial yang
akan menjadi pedoman tindakan bagi individu-individu yang ada dalam lingkungan
melalui replika dari data persepsi” tetapi dilihat sebagai bagian dari realitas sosial.
Oleh karena itu, representasi sosial dilihat sebagai bagian dari realitas sosial.
atau pengaitan (to anchor) dari suatu obyek tertentu dalam pikiran individu, dalam
hal ini mengenai virginitas. Pada proses anchoring, informasi baru diintegrasikan ke
dalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek yang
tidak familiar, dalam penelitian ini adalah virginitas, diterjemahkan dalam kategori
dan penggambaran yang lebih sederhana dalam konteks yang familiar bagi individu.
Proses membuat yang tidak familiar menjadi familiar disebut dengan proses
objectification.
sosial adalah untuk membuat yang tidak familiar menjadi familiar. Pada penelitian
ini, proses objectivication mengacu pada penerjemahan ide tentang virginitas yang
cenderung abstrak ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit. Hasil proses
objectification nantinya akan terkait dengan empat fungsi representasi sosial (dalam
Walmsley, 2004), yaitu: (a) fungsi pengetahuan, (b) fungsi identitas, (c) fungsi
realita untuk dipahami dan dijelaskan. Fungsi identitas meletakkan individu dan
identitas sosial selaras dengan norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Fungsi
33
pembenaran atas perbedaan sosial antar kelompok, khususnya saat stereotypes dan
lebih menitik beratkan pada fungsi pengetahuan dan fungsi orientasi. Representasi
sosial yang berfungsi sebagai pengetahuan akan mengungkap realitas yang dipahami
kaum muda tentang virginitas, sedangkan fungsi orientasi akan mengarah pada sikap
Sikap dalam representasi sosial adalah sikap sosial, yakni suatu hasil
konstruksi dan evaluasi terhadap suatu objek pikiran. Sikap sosial terbentuk dari
adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi sosial mengandung lebih dari
pada kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.
Sikap sosial individu mengenai virginitas akan mengacu pada kumpulan pengetahuan
yang diperolehnya dalam lingkungan sosialnya, baik itu berupa informasi mengenai
virginitas yang ia miliki sendiri dan ia bagikan pada anggota kelompok yang lain,
mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap virginitas (lihat Wagner et al, 1999).
Masa dewasa awal dalam budaya Indonesia dimulai sejak usia 21 tahun dan
berakhir pada usia 30 tahun. Sebelum usia 27 tahun kaum muda mengalami
kontak yang berkisar hubungan antara dua jenis kelamin, misalnya kencan dan
34
romans. Hal ini terkait dengan anggapan bahwa mereka yang berada pada masa
dewasa awal sudah mampu mengambil keputusan tentang nilai-nilai yang ia pegang
dan dalam memilih pasangan. Nilai-nilai moral yang terkait dengan hubungan jenis
kelamin pada budaya Jawa khususnya adalah penundaan pelepasan virginitas, yang
berarti juga penundaan hubungan seksual sebelum menikah. Hal ini juga berarti
bahwa kaum muda harus mengontrol dorongan seksualnya, padahal masa dewasa
awal yang juga merupakan masa menjalin hubungan intim dengan lawan jenis dan
oleh karenanya pada masa ini seseorang juga memiliki dorongan seksual yang tinggi.
Kaum muda tidak begitu saja menerima nilai-nilai tentang virginitas yang
diturunkan oleh wakil-wakil generasi tua seperti orang tua, guru, dan pemimpin-
pemimpin agama. Orang tua dan guru di sekolah yang menempatkan masalah seks
sebagai hal yang tabu untuk ditanyakan dan didiskusikan menyebabkan orang tua
muda cenderung mencari informasi dari sumber yang lebih terbuka dengan masalah
yang mereka dapatkan dari generasi tua dengan informasi-informasi yang mereka
Agama
Keluarga
• Hubungan
Hubungan seks masih Institusi Sikap
Makna Makna
seks merupakan pendidikan terhadap
virginitas virginitas
Budaya merupakan hal yang virginitas
menurut pada kaum
hal yang sakral pada kaum
masyarakat muda
sakral, namun • Pernikahan muda
pernikahan menjadi Pergaulan
belum dinilai sakral
sebagai hal • Tuntutan
yang sakral menjaga
virginitas
sebelum Media
menikah
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
memberikan uraian deskriptif yang kaya atau “padat” tentang fenomena yang
naturalistik dan analisis yang dilakukan bersifat tertulis (Smith, 2009). Penelitian ini
mencoba menggali data dan menganalisis data secara kualitatif. Namun untuk
mempermudah membaca data dan menemukan representasi sosial yang muncul maka
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang
ada dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2008). Pada penelitian
deskriptif jenis data yang dikumpulkan adalah data yang sifatnya deskriptif seperti
transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan sebagainya
lingkungan alamiahnya.
36
37
mengungkapkan apa yang ada dalam masyarakat terkait dengan permasalahan sosial
dan ide-ide psikologis dalam dunia sosial, dalam rangka mempelajari fenomena
meletakkan individu dalam ruang sosialnya sehingga pemahaman dan sikap sosial
individu terhadap virginitas dapat diketahui, sesuai dengan nilai dan norma yang
Moscovici ini memiliki beberapa tujuan, yakni mempelajari hubungan yang terjadi
antara pikiran awal atau pengetahuan yang bersifat opini umum dan pengetahuan
B. BATASAN ISTILAH
yang melekat pada laki-laki atau perempuan ketika mereka belum pernah
2. Sikap sosial terhadap virginitas adalah segala sikap yang ada pada
tiga aspek, yakni aspek penilaian (kognitif), aspek perasaan (afektif), dan
38
penelitian ini mencakup sikap terhadap virginitas diri sendiri, pasangan, dan
orang lain..
3. Sumber informasi mengenai virginitas adalah segala hal yang menjadi sumber
C. RESPONDEN PENELITIAN
Pada penelitian ini, batasan pemilihan responden adalah kaum muda berusia
21-26 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa. Pemilihan responden yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik pemilihan responden berdasarkan pada
tujuan tertentu. Peneliti memilih responden kaum muda yang berstatus sebagai
Pada umumnya individu di usia ini sedang menjalin hubungan atau mencari
Isu mengenai virginitas akan lebih relevan ketika ditanyakan pada seseorang
Kriteria laki-laki dan perempuan yang dimaksud adalah ciri-ciri yang dimiliki
baru dan hanya berupa pengulangan dari respon yang telah diperoleh sebelumnya,
Pengumpulan data dilaksanakan selama 4 bulan yaitu pada bulan Maret-Juni 2009
penelitian ini adalah metode asosiasi kata. Metode asosiasi kata merupakan salah
40
satu teknik proyektif yang memungkinkan variasi yang hampir tidak terbatas dari
representasi dari virginitas dalam lingkungan kaum muda. Metode asosiasi kata
mencatat jawaban yang diberikan (Sulistyo, 2006). Kuesioner terdiri atas dua
bentuk yaitu kuesioner tertutup dan terbuka. Kuesioner terbuka adalah kuesioner
memberi tanda pada jawaban yang dipilih (Arikunto, 2006). Metode asosiasi kata
Instruksi pengisian kuesioner disampaikan secara lisan dan dituliskan juga dalam
dalam memilih pasangan. Hasil dari kuesioner terbuka ini akan terkait dengan
41
hidup.
b. Urutkan 5 hal yang telah anda tuliskan di bagian ‘a’ dari yang paling
menjadi prioritas
c. Tuliskan juga alasan memilih hal-hal tersebut sebagai prioritas anda dalam
memilih pasangan.
kuesioner terbuka yang kedua ini, responden diminta untuk menuliskan minimal
lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata virginitas.
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang spontan tentang pemahaman
makna dan maksud asosiasi kata yang telah mereka tuliskan dalam kuesioner,
masyarakat mengenai obyek tertentu, dalam hal ini adalah makna virginitas.
42
a. Tuliskan minimal 5 kata yang terlintas di benak anda ketika membaca kata
‘virginitas’
b. Urutkan 5 kata yang telah anda tuliskan di bagian ‘a’ dari yang paling
c. Tuliskan juga arti dari kata-kata yang telah anda tuliskan di bagian ‘b’
Penelitian ini menggunakan istilah virginitas karena istilah ini sudah cukup lazim
dianggap tabu dalam budaya Indonesia. Oleh karena itu, teknik asosiasi kata dapat
asosiasi kata ini dilakukan untuk tidak membatasi pendapat subyek dan agar
D. 2. Metode wawancara
berkenaan dengan topik yang sedang diteliti. Wawancara bersifat terbuka, dimana
responden tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud
dan tujuan wawancara (Moleong, 2005). Selain itu, wawancara terbuka juga
Bungin, 2008)
yaitu wawancara dengan pedoman umum yang mencantumkan isu-isu yang harus
dengan melakukan probing terhadap asosiasi kata mengenai virginitas yang telah
wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.
44
Tabel 3
Pedoman Wawancara
No. Pertanyaan Hal yang ingin diungkap
1 Menurut anda, apa yang dimaksud dengan Makna virginitas
virginitas?
Data wawancara ini berbentuk transkip wawancara yang berasal dari perekaman
E. ANALISIS DATA
Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah gabungan antara analisis
kualitatif dan kuantitatif. Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam
dua tahap, yakni melalui analisis kualitatif dan kemudian dengan analisis kuantitatif.
terbuka dan untuk melakukan koding. Kemudian, analisis kuantitatif digunakan untuk
dengan melihat data berdasarkan jumlah respon dan responden. Penggunaan dua
tahap ini akan membantu peneliti melihat representasi dari pengetahuan sehari-hari
atau pengetahuan apa yang paling dominan ada pada masyarakat, karena untuk
melihat representasi tidak cukup hanya dengan melakukan analisis data kualitatif saja.
Metode yang digunakan untuk analisis data asosiasi kata dan verbatim hasil
wawancara dalam penelitian ini adalah analisis isi atau content analysis, karena
Suryabrata (2002) mengatakan bahwa data deskriptif dianalisis menurut isinya, dan
karena itu analisis semacam ini disebut analisis isi. Analisis isi digunakan untuk
menganalisis data asosiasi kata dan verbatim hasil wawancara terbuka untuk
respon (frekuensi kata atau pernyataan yang sama disebutkan oleh responden), dan
46
intensitas pengetahuan tersebut pada para responden atau dengan kata lain semakin
tinggi frekuensi kata tertentu disebutkan maka semakin intens (mendalam) kata
dengan kata lain semakin banyak responden yang mengungkapkan kata yang sama
maka semakin tinggi tingkat penyebaran kata tersebut. Tahap analisis kuantitatif ini
akan membantu peneliti untuk melihat representasi dari pengetahuan sehari-hari yang
ada di masyarakat, karena untuk melihat representasi dengan analisis data kualitatif
saja tidak cukup. Analisis kuantitatif dilakukan agar peneliti dapat menemukan
Adapun langkah-langkah analisis isi untuk menganalisa data asosiasi kata dan
1. Organisasi Data
menganalisis kata yang dituliskan oleh responden pada kuesioner terbuka. Begitu
data hasil verbatim, yang dilanjutkan dengan menganalisis kata dan kalimat yang
kata pada asosiasi kata atau pernyataan-pernyataan pada wawancara yang serupa
47
2. Koding
sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari dan
3. Kategorisasi Data
sehingga gambaran dan makna tentang topik yang diteliti semakin jelas. Data
diolah lebih lanjut untuk melihat frekuensi pada masing-masing kategori besar.
dengan teori yang bersangkutan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari data
tersebut.
F. KEABSAHAN DATA
2006). Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria derajat
proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Pada penelitian kualitatif,
dan upaya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling sesuai
luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu
metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi
dengan metode, yaitu metode asosiasi kata dengan menggunakan kuesioner terbuka
HASIL PENELITIAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
juga menjelaskan objek dari penelitian ini, yaitu tentang virginitas, serta memberitahu
teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti. Hal ini dilakukan untuk
peneliti untuk mengumpulkan data, yaitu dengan menggunakan kuisioner terbuka dan
49
50
kesediaannya, maka peneliti dan calon responden kemudian membuat janji tatap
muka.
memunculkan variasi respon baru dan hanya berupa pengulangan dari respon yang
ini, langkah asosiasi kata dan wawancara dihentikan setelah responden ke-26 karena
variasi respon sudah tidak lagi ditemukan pada responden ke-26. Oleh karena itu,
dekat dengan peneliti dan nantinya dapat menyampaikan apa yang ia alami dan
ringan seperti kegiatan yang diikuti responden dan hal-hal lain yang terkait dengan
demografi responden. Pada tahap rapport peneliti juga mengecek apakah responden
kertas kepada responden. Lembar pertama adalah kuesioner terbuka mengenai kriteria
menggunakan teknik asosiasi kata mengenai virginitas. Kemudian, lembar ketiga diisi
wawancara terkait dengan jawaban responden pada kuisioner terbuka. Peneliti juga
durasi sekitar 15-30 menit. Hasil dari pengambilan data penelitian tidak dikonfirmasi
secara spontan dan apa adanya, melainkan menjawab sesuai dengan hal yang
dipandang ideal.
B. HASIL PENELITIAN
Hasil dari tahap pengambilan data yang telah dilakukan peneliti akan
diuraikan berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
responden (jenis kelamin) dan sikap responden terhadap virginitas (diri sendiri). Data
pernyataan, maka semakin mendalam kata atau pernyataan tersebut diingat oleh
responden yang mengungkapkan kata atau pernyataan yang sama maka semakin
yaitu jenis kelamin, yang secara tidak langsung mengekspresikan konteks sosial dan
budaya responden.
berikut:
Tabel 4
Data Demografi Responden
KUESIONER TERBUKA
Setiap responden diminta untuk menuliskan minimal lima kata yang terlintas
di benak mereka ketika mereka membaca kata virginitas. Kemudian, setelah kata-kata
tersebut dituliskan, responden diminta untuk memilih lima kata yang dianggap paling
mewakili kata virginitas dan menyusunnya berdasarkan prioritas (dari yang dianggap
paling mewakili kata virginitas hingga kata yang tidak terlalu mewakili kata
virginitas). Selanjutnya, responden diminta untuk menuliskan makna dari setiap kata
Tabel 5
Kata yang Populer Mengenai Virginitas pada Responden
Selain menuliskan minimal lima kata yang terlintas di benak mereka ketika
membaca kata virginitas, responden juga diminta untuk menjelaskan makna atau
maksud kata-kata yang telah mereka tuliskan dalam kuesioner tersebut. Makna kata-
Tabel 6
Kata yang Populer Mengenai Virginitas pada Responden Beserta Maknanya
Kata Makna dari Responden
A Perempuan 1 Lawan jenis laki-laki
2 Virginitas identik dengan perempuan
3 Makhluk terindah ciptaan Tuhan
4 Perempuan lebih terlihat virginitasnya
hubungan antar kata berdasarkan makna setiap kata yang dominan dituliskan
berdasarkan makna setiap kata bisa ditampilkan dalam bentuk skema seperti yang
Skema 2
Hubungan antar kata yang paling populer berdasarkan maknanya
Berharga
Suci
Perawan
Dijaga Perempuan
Remaja
Pernikahan Berhubungan
seksual
Berdasarkan tabel 5 dan makna kata yang terdapat pada tabel 6, dapat
diketahui bahwa secara umum responden memahami virginitas sebagai hal yang
diidentikan dengan perempuan karena virginitas pada perempuan lebih mudah dilihat
dan dibuktikan. Virginitas adalah milik perempuan yang berharga tinggi, merupakan
harga diri dan lambang kesucian bagi perempuan, serta menjadi tanggung jawab
perempuan sehingga wajib dijaga oleh perempuan. Virginitas juga terkait dengan
hubungan seksual, yaitu hubungan intim perempuan dan laki-laki yang dapat
merupakan saat dimana virginitas boleh dilepaskan. Hal ini juga berarti bahwa
hilang di usia remaja, karena saat remaja seseorang mulai tertarik untuk mengenal
terkait dengan relasi (relasi dengan pasangan dan relasi sosial), pandangan negatif,
dan alasan seseorang menginginkan perawan. Adapun kata-kata yang masuk dalam
Tabel 7
Kategori Hasil Asosiasi Kata Beserta Maknanya
Kategori Sub kategori Kata Makna
1 Fisik A Perempuan Perempuan, a. Lawan jenis laki-laki
wanita, gadis, b. Virginitas identik dengan
cewek, gelas, sex, perempuan
simbol c. Makhluk terindah ciptaan Tuhan
d. Perempuan lebih terlihat
virginitasnya
Jika semua kata pada setiap kategori dilihat frekuensi kemunculannya, maka dapat
Tabel 8
Frekuensi Hasil Asosiasi Kata Berdasarkan Kategori
Total Responden yang Frekuensi Kemunculan
Kategori Menjawab Respon
Jumlah % Jumlah %
Fisik 20 76.92 54 41,54
Substansial 18 69.23 42 32.31
Relasi 12 46.15 17 13.08
Pandangan negatif 10 38.46 14 10.77
Alasan menginginkan 2 7.69 3 2.31
perjaka/perawan
jumlah responden : 26 jumlah respon : 130
dengan hal-hal yang bersifat fisik (41,54%). Kata-kata yang terdapat pada kategori
fisik diungkapkan oleh 76,92% responden, yang berarti bahwa pemahaman virginitas
sebagai hal fisik menyebar secara dominan pada responden. Namun, 69,23%
responden juga tetap memahami virginitas sebagai hal yang bersifat substansial
(32,31%). Ini menggambarkan bahwa virginitas juga dipahami secara substansial oleh
lebih dari sebagian responden. Virginitas juga berkaitan dengan relasi (13,08%) yang
terdapat pada 38,46% responden, dan alasan menginginkan perawan (2,31%) yang
berdasarkan maknanya memiliki makna yang berkaitan dengan salah satu sub
kategori yang lainnya. Misalnya, kata-kata pada sub kategori nilai agama memiliki
61
makna yang juga terkait dengan sub kategori perempuan (lihat tabel 7). Hubungan
antar kategori ini dapat dilihat secara lebih ringkas pada skema 3.
Skema 3
Hubungan antar Kategori berdasarkan Makna Kata
Remaja
Nilai
masyarakat
Organ
seksual Relasi dengan
pasangan
Kondisi fisik
Substansial
Alasan Pandangan Relasi
menginginkan negatif
perawan Pandangan negatif
Alasan
menginginkan perawan
responden lebih memahami virginitas sebagai hal fisik, yaitu melekat pada
perempuan. Virginitas juga dimaknai sebagai hal yang bersifat substansial. Namun
pemahaman virginitas sebagai hal yang substansial menurut responden hanya melekat
Selain itu, pemahaman responden terhadap virginitas terkait dengan relasi (baik
dengan pasangan maupun sosial), pandangan negatif terhadap virginitas, dan alasan
62
menginginkan perawan. Namun ketiga kategori tersebut juga memiliki makna yang
menuju pada kategori fisik, yaitu perempuan. Kepentingan untuk menjaga virginitas
terkait dengan relasi dengan pasangan dan relasi sosial, dimana seorang perempuan
akan lebih dihargai oleh suaminya kelak serta lebih terhormat di lingkungannya
apabila ia masih perawan. Nilai virginitas pada perempuan semakin tinggi karena
adanya pandangan bahwa saat ini orang yang masih perawan sangat jarang
ditemukan.
Prioritas
merepresentasikan virginitas. Hasil analisis untuk setiap prioritas dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 9
Frekuensi Hasil Asosiasi Kata Berdasarkan Kategori padaTiap Prioritas
Ternyata jika data dilihat berdasarkan prioritas, kategori kondisi fisik dan makna
oleh kaum muda secara merata lebih dimaknai sebagai kondisi fisik dan hal-hal
substansial.
Dari hasil metode asosiasi kata dapat diketahui bahwa secara umum
responden dalam penelitian ini memahami virginitas sebagai hal yang bersifat fisik,
seperti lekat dengan perempuan, hubungan seksual, perawan, dan remaja. Selain itu,
virginitas juga dipahami secara substansial bahwa virginitas merupakan hal yang suci
dan berharga sehingga penting untuk dijaga. Namun, makna virginitas sebagai hal
yang bersifat substansial dipahami hanya terdapat pada virginitas perempuan atau
keperawanan. Hal ini terlihat dari makna asosiasi kata yang diberikan responden,
dimana virginitas dipahami sebagai kesucian dan hal yang berharga bagi perempuan
sehingga penting untuk dijaga oleh perempuan. Virginitas juga terkait dengan relasi
dengan pasangan yaitu pernikahan dan suami. Ketika membaca kata virginitas,
kuesioner terbuka, peneliti juga melakukan wawancara untuk mengetahui lebih lanjut
64
pemaknaan responden mengenai virginitas dan sikap subyek terhadap virginitas, serta
Tabel 10
Persentase Respon dan Responden Data Wawancara Berdasarkan Kategori
fisik, substansial, terkait dengan relasi dengan pasangan, relasi sosial, kesan dan
sebagai hal fisik (56,30%). Hal ini mengekspresikan bahwa makna virginitas sebagai
hal fisik menyebar secara menyeluruh pada responden. Virginitas dimaknai terkait
melalui keutuhan selaput dara dan rapatnya vagina, sehingga akan terasa berbeda saat
penis masuk ke vagina, serta menyebabkan keluarnya darah dari vagina pada saat
melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya akibat pecahnya selaput dara.
Virginitas yang dimaknai secara substansial oleh lebih dari separuh responden
Virginitas dipahami sebagai harga diri seorang perempuan sehingga sangat bernilai.
dijaga oleh perempuan. Hal ini memperlihatkan bahwa makna substansial mengenai
virginitas hanya terdapat pada keperawanan dan tidak terdapat pada keperjakaan.
Virginitas juga dianggap masih merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan pada
Virginitas dipandang sebagai hal yang kuno dan responden juga merasa bahwa
melepaskan virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah saat ini.
Virginitas juga terkait dengan relasi dengan pasangan (6,67%) yang tersebar
pada 30,77% responden, dan relasi sosial (6,67%) yang dinyatakan oleh 26,92%
perempuan karena virginitas merupakan hadiah yang dipersiapkan untuk suami kelak.
Seseorang yang masih perawan akan mengesankan bahwa ia adalah perempuan baik-
baik. Sebaliknya, apabila seorang perempuan sudah tidak lagi perawan maka ia akan
dipersentasekan untuk melihat bagaimana sikap sosial kaum muda terhadap virginitas
pada dirinya sendiri. Sikap kaum muda terhadap virginitas dirinya sendiri dapat
Tabel 11
Sikap terhadap Virginitas pada Diri Sendiri
penting untuk dijaga, alasan yang paling dominan disebutkan adalah alasan yang
terkait dengan pernikahan dan suami. Virginitas disikapi sebagai hal yang penting
untuk dipertahankan hingga menikah untuk menjaga kesakralan pernikahan dan agar
seorang perempuan lebih berharga di mata suaminya. Hal ini seperti yang
ada bedanya. Istilahnya tuh jadinya pernikahan itu akan hanya menjadi
sebuah status sosial, ni loh aku udah nikah. Kayak gitu doang. Tapi
kalau kita bisa nggak untuk melakukan hubungan suami istri itu
sebelum waktunya, itu akan menjadi nantinya itu berharga” (R. 22,
perempuan)
B. 2. b. Virginitas Pasangan
dirinya sendiri, peneliti juga menggali bagaimana sikap kaum muda mengenai
mengungkap hal ini melalui kuesioner terbuka tentang kriteria pemilihan pasangan
hidup. Dari data kuesioner terbuka tersebut diperoleh hanya satu responden yang
menuliskan kriteria perawan dan kriteria tersebut diletakan pada prioritas memilih
pasangan yang kelima. Untuk dapat lebih menggali mengenai sikap kaum muda
wawancara. Pertanyaan yang peneliti ajukan adalah “apa yang akan anda lakukan
seandainya ternyata pasangan anda sudah tidak perjaka/perawan lagi?”. Peneliti juga
Tabel 12
Sikap terhadap Virginitas Pasangan
Hasil yang berbeda dengan sikap terhadap virginitas pada diri sendiri ditemukan
mereka sudah tidak perawan/perjaka lagi. Secara umum responden menyatakan tidak
Responden secara umum menganggap bahwa masih ada hal-hal yang lebih penting
daripada virginitas pasangan dalam relasi dengan pasangan. Salah satunya adalah rasa
sayang dan kecocokan dengan pasangan. Ini seperti yang diungkapkan oleh seorang
“Ya biasa aja. Selama aku bisa tahu kalau dia emang sayang sama aku,
setia sama aku, bisa terima aku apa adanya, dan aku bisa lihat setidaknya
kan kita bisa ngerasain lah kalau misalnya dia benaran serius sama kita
atau enggak kan bisa kelihatan. Kalau ya dia emang serius, ngapain lihat
yang lalu-lalu gitu loh. Kenapa nggak lihat yang sekarang aja” (R. 07,
laki-laki).
70
terhadap virginitas orang lain. Jawaban responden dari pertanyaan tersebut dapat
Tabel 13
Sikap terhadap Virginitas Orang Lain
merupakan urusan pribadi masing-masing orang. Oleh karena itu apabila ada yang
melepaskan virginitas sebelum menikah, hal tersebut merupakan urusan pribadi yang
tidak akan dicampuri oleh responden selama hal tersebut tidak menganggu responden.
“Kalau aku nggak terlalu peduli. Selama dia tidak merugikan aku, aku
nggak peduli. Jadi kita, aku berteman apapun kehidupan dia, selama dia
tidak merugikan kita, aku nggak peduli. Nggak masalah buat aku mereka
gimana” (R. 23, perempuan)
71
Ketika membicarakan makna dan sikap terhadap virginitas pada kaum muda,
perlu juga untuk melihat darimana dan sejak kapan kaum muda mulai mendapatkan
informasi mengenai virginitas. Hal ini penting karena makna dan sikap seseorang
mendapatkan informasi mengenai virginitas, apa saja yang diberikan oleh sumber
virginitas yang saat ini dimiliki oleh orang tersebut. Hasil wawancara menemukan
Tabel 14
Usia Responden Mendapatkan Informasi Tentang Virginitas
dapat dilihat bahwa secara umum kaum muda memperoleh informasi mengenai
Tabel 15
Sumber Informasi tentang Virginitas
Sumber Responden Respon Keterangan
T % T %
Media 15 27,78 25 36,76 a. Televisi (program berita yang
memuat kasus terkait dengan
pelepasan virginitas sebelum
menikah oleh kaum muda, talkshow
mengenai seksualitas)
b. Majalah perempuan (rubrik curhat,
artikel cara anak supaya tidak
melepaskan virginitas)
c. Majalah cerita-cerita seru
(kumpulan cerita yang terkait
dengan hubungan seks)
d. Koran (berita kasus yang memuat
kasus terkait dengan pelepasan
virginitas sebelum menikah oleh
kaum muda)
e. Internet (mencari sendiri artikel-
artikel terkait melalui google atau
situs-situs porno)
f. Film (film holywood terkadang
menampilkan adegan berhubungan
seksual)
g. Novel (yang menceritakan gadis
SMP yang kehilangan
virginitasnya)
Pergaulan 17 31,48 17 25 a. Kehidupan malam
b. Obrolan dengan teman-teman
tentang pengalaman-pengalaman
berhubungan seksual
Institusi 11 20,37 13 19,12 a. Seminar pendidikan seks di sekolah
Pendidikan b. Pelajaran biologi (anatomi tubuh
laki-laki dan perempuan)
c. Buku pelajaran anatomi
d. Pelajaran agama (penjelasan
mengenai alat-alat reproduksi dan
anatomi tubuh laki-laki dan
perempuan)
Lanjut ke halaman selanjutnya
73
kaum muda. 27,78% responden mendapatkan informasi dari media, dan 31,48%
yang diberikan oleh media dan pergaulan lebih berupa kasus-kasus yang terkait
dengan pelepasan virginitas sebelum menikah pada kaum muda. Institusi pendidikan
pelajaran biologi, agama, seminar seksualitas, dan salah satu mata kuliah mengenai
anatomi pada program studi farmasi. Informasi terkait dengan virginitas yang
diberikan institusi pendidikan hanya berupa hal fisik saja, yaitu mengenai anatomi
tubuh laki-laki dan perempuan serta sistem reproduksi. Keluarga (17,65%) yang
virginitas kepada kaum muda. Hanya 18,52% responden yang mendapatkan informasi
mengenai virginitas dari keluarganya. Hal yang juga menarik adalah adanya
pengakuan dari salah satu responden (1,85%) yang menyatakan bahwa dirinya
Tabel 16
Orang-orang yang Dianggap Berperan Terkait dengan Virginitas
Pergaulan 8 30,77
Pasangan 4 15,38
Pemuka agama 1 3,85
Institusi pendidikan 1 3,85
Tuhan 1 3,85
Jumlah responden : 26
pernikahan. Keluarga adalah harapan utama kaum muda untuk membekali kaum
muda dengan informasi dan nilai-nilai virginitas agar mereka nantinya mampu
peran dari diri sendiri (38,46%) pun diharapkan oleh kaum muda sendiri. Kaum muda
sekitarnya. Kaum muda juga diharapkan mampu memilih lingkungan pergaulan yang
positif agar terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang biasanya ditawarkan oleh
sebagai hal fisik, substansial, terkait dengan relasi dengan pasangan, relasi sosial,
kategori respon yang paling dominan muncul dengan persebaran pemahaman yang
menyeluruh pada responden. Virginitas dipahami sebagai hal fisik yaitu melekat pada
perempuan. Virginitas juga dimaknai secara substansial, namun hal tersebut hanya
76
berlaku pada virginitas perempuan atau keperawanan. Hasil wawancara ini senada
untuk dijaga karena terkait dengan pernikahan dan suami. Ini sesuai dengan hasil
secara umum merasa setelah menikah merupakan saat yang tepat untuk melepaskan
virginitas. Virginitas disikapi sebagai hal yang penting untuk dipertahankan hingga
menikah untuk menjaga kesakralan pernikahan dan agar seorang perempuan lebih
secara umum responden menyatakan tidak masalah apabila ternyata pasangan sudah
tidak perawan/perjaka lagi karena menurut responden masih ada hal-hal yang lebih
penting daripada virginitas pasangan dalam relasi dengan pasangan. Salah satunya
virginitas orang lain, responden menganggap bahwa setiap orang memiliki haknya
orang. Oleh karena itu apabila ada yang melepaskan virginitas sebelum menikah, hal
tersebut merupakan urusan pribadi yang tidak akan dicampuri oleh responden selama
media dan pergaulan. Informasi yang diberikan oleh media dan pergaulan lebih
berupa kasus-kasus yang terkait dengan pelepasan virginitas sebelum menikah pada
77
virginitas melalui pelajaran biologi, agama, seminar seksualitas, dan salah satu mata
kuliah mengenai anatomi pada program studi farmasi. Informasi terkait dengan
virginitas yang diberikan institusi pendidikan hanya berupa hal fisik saja, yaitu
mengenai anatomi tubuh laki-laki dan perempuan serta sistem reproduksi. Keluarga
yang merupakan sumber yang paling rendah dalam memberikan informasi mengenai
virginitas kepada kaum muda, justru merupakan lembaga yang menanamkan nilai-
nilai virginitas pada kaum muda. Ironisnya, keluarga merupakan harapan utama kaum
muda untuk membekali kaum muda dengan informasi dan nilai-nilai virginitas agar
virginitas hanya melekat pada perempuan. Hal ini memungkinkan adanya perbedaan
antara laki-laki dalam memaknai virginitas itu sendiri atau bersikap terhadap
virginitas dirinya sendiri maupun orang lain. Pada bagian ini peneliti mencoba untuk
melihat perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan terkait dengan masalah
virginitas. Selain itu, peneliti juga menemukan perbedaan antara responden yang
bersikap penting dan tidak penting terhadap virginitas diri sendiri berdasarkan sumber
Makna virginitas menurut responden pada penelitian ini digali dengan dua
metode yaitu metode asosiasi kata dengan menggunakan kuesioner terbuka dan
dan perempuan dalam memaknai virginitas, maka peneliti akan menganalisisnya pada
data dari kedua metode yang digunakan, yaitu asosiasi kata dan wawancara. Adapun
analisis makna virginitas berdasarkan jenis kelamin ini dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17
Perbedaan Makna Virginitas pada Perempuan dan Laki-laki
Berdasarkan hasil yang diperlihatkan tabel di atas dapat diketahui tidak ada
sama mengenai virginitas, peneliti melihat adanya perbedaan pada sikap antara
Tabel 18
Perbedaan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri pada Perempuan dan Laki-laki
Sikap Laki-laki Perempuan
Total Respon/ % Total Respon/ %
Responden Responden
Penting dijaga 5 38,46 11 84,62
Tidak penting 6 46,15 1 7,69
Antara penting dan tidak penting 1 7,69 1 7,69
Tidak menjawab 1 7,69 0 0
Jumlah responden Perempuan: 13 Laki-laki: 13
(38,46%).
80
Tabel 19
Alasan virginitas diri sendiri penting untuk dipertahankan
bukan lagi sesuatu yang penting untuk dijaga hingga menikah. Ini
memperlihatkan ada pergeseran sikap terhadap virginitas diri sendiri pada laki-
81
laki, dari yang menganggap virginitas ada hal yang masih penting dijaga menjadi
sikap yang menganggap virginitas tidak lagi penting untuk dijaga. Semua
responden laki-laki yang bersikap bahwa virginitas tidak penting untuk dijaga
sebelum menikah (100%) merasa bahwa pada laki-laki tidak terdapat tanda fisik
yang dapat membuktikan keperjakaan seseorang, jadi masih perjaka atau tidaknya
seorang laki-laki tidak akan berpengaruh untuk masa depannya, termasuk dalam
mendapatkan pasangan.
responden sikap responden mengenai virginitas pasangannya. Hal ini dapat dilihat
Tabel 20
Perbedaan sikap terhadap virginitas pasangan pada perempuan dan laki-laki
Tabel 21
Alasan Tidak Mempermasalahkan Virginitas Pasangan
Alasan yang serupa ternyata juga dilontarkan oleh responden yang masih
mendapatkan pasangan yang sudah tidak perawan lagi. Alasan sikap yang hanya
diberikan oleh responden laki-laki ini dapat dilihat pada tabel 22.
Tabel 22
Alasan Laki-laki Menganggap Virginitas Pasangan Penting tapi Tidak Harus
Alasan Laki-laki
T %
Rasa sayang dan kecocokan dalam berhubungan lebih penting 3 50
daripada virginitas pasangan
keperawanan hanya sebuah simbol fisik. Tidak hanya bisa hilang 2 33,33
karena berhubungan seksual tapi juga karena kecelakaan atau
diperkosa
jaman sekarang keperawanan tidak lagi penting untuk 1 16,67
dipertahankan
TOTAL 6 100
Keterangan: T = Total Respon/Responden
Berbeda halnya dengan sikap terhadap virginitas diri sendiri dan virginitas
pasangan, responden laki-laki dan perempuan ternyata memiliki sikap yang sama
mengenai virginitas milik orang lain. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 23
Perbedaan Sikap antara laki-laki dan perempuan terhadap Virginitas Orang Lain
virginitas orang lain, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak untuk melepaskan
virginitas mereka sebelum waktunya. Adapun alasan yang diberikan kaum muda
yang menganggap virginitas merupakan hak setiap orang adalah sebagai berikut:
Tabel 24
Alasan Menganggap Virginitas Merupakan Hak Setiap Orang
setiap orang, dapat diketahui bahwa baik responden laki-laki dan perempuan
bisa bertanggung jawab. Bedanya, pada laki-laki juga muncul pendapat bahwa di
jaman sekarang berhubungan seksual sebelum menikah adalah hal yang biasa
85
sehingga virginitas tidak penting lagi untuk dipertahankan. Pendapat ini tidak
dibandingkan responden laki-laki. Ini seperti yang diperlihatkan pada tabel 25.
Tabel 25
Usia Responden Mendapatkan Informasi tentang Virginitas
kelas 6 (15,38%) dan awal SMP atau ketika mereka mendapat menstruasi untuk
pertama kalinya (61,54%). Sedangkan pada responden laki-laki, dominan dari mereka
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya terlihat dari usia
responden mendapatkan informasi mengenai virginitas, namun juga dari sumber yang
memberikan informasi mengenai virginitas. Hal ini dapat dilihat pada tabel 26.
86
Tabel 26
Sumber Informasi tentang Virginitas Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari tabel 26 dapat dilihat bahwa responden perempuan (total frekuensi respon = 42)
media merupakan sumber informasi yang paling dominan diingat oleh kaum muda,
Hasil yang juga menarik dari data wawancara adalah ternyata ada perbedaan
pada sumber informasi mengenai virginitas pada kelompok yang bersikap bahwa
87
virginitas penting untuk dijaga dan yang menganggap virginitas tidak penting dijaga.
Tabel 27
Perbedaan Sumber Informasi Berdasarkan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri
informasi mengenai virginitas (total frekuensi respon = 45) dibandingkan kaum muda
respon = 18). Hal menarik yang juga dapat dilihat dari tabel 26 adalah bahwa
keluarga maupun institusi pendidikan ternyata secara dominan memiliki sikap positif
menikah. Hal ini memperlihatkan bahwa keluarga dan institusi pendidikan masih
berperan dalam membentuk nilai-nilai budaya, terutama dalam hal ini nilai kesakralan
pernikahan dan virginitas, yang akhirnya akan menumbuhkan sikap positif terhadap
virginitas.
C. PEMBAHASAN PENELITIAN
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kaum muda yang saat ini berstatus
sebagai mahasiswa di Yogyakarta memahami virginitas lebih sebagai hal fisik yang
cenderung melekat pada perempuan dan tidak pada pria. Virginitas juga dimaknai
secara substansial, namun hanya dituju pada perempuan, karena virginitas dipahami
melekat pada perempuan. Hal ini memberi implikasi pada perbedaan sikap antara
penting untuk .dijaga sebelum menikah. Sementara laki-laki dalam data penelitian ini
lebih banyak yang menganggap virginitas dirinya tidak lagi penting untuk
Virginitas dipandang sebagai hal yang kuno karena kaum muda merasa
bahwa melepaskan virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah
89
saat ini. Hal ini dikarenakan media dan pergaulan yang merupakan sumber yang
paling banyak memberikan informasi tentang virginitas kepada kaum muda lebih
memperlihatkan fakta-fakta bahwa dewasa ini virginitas sudah tidak lagi penting
membekali kaum muda dengan informasi dan nilai-nilai virginitas, justru menjadi
virginitas sebelum menikah. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan dibahas lebih
Kaum muda lebih memahami virginitas sebagai hal fisik, yaitu bahwa
virginitas yang cenderung melekat pada perempuan dan tidak pada pria. Hal ini
dikarenakan adanya anggapan bahwa keperawanan lebih dapat dibuktikan secara fisik
keutuhan selaput dara dan rapatnya vagina, serta keluarnya darah dari vagina pada
saat melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya akibat pecahnya selaput
mengalami kecelakaan yang menyebabkan robeknya selaput dara, misalnya jatuh dari
sepeda. Adanya selaput dara pada perempuan yang menyebabkan keperawanan lebih
Virginitas yang dipahami sebagai sesuatu yang melekat pada perempuan juga
Yogyakarta hanya terkait dengan virginitas pada perempuan atau keperawanan dan
tidak terdapat pada keperjakaan. Virginitas dipahami sebagai harga diri seorang
perempuan sehingga penting untuk dijaga oleh perempuan. Terkait dengan relasi
dengan pasangan, virginitas lekat dengan seseorang yang belum menikah. Ini
keluarga baik-baik atau tidak. Seseorang yang masih perawan akan mengesankan
tidak lagi perawan maka ia akan dianggap sebagai perempuan nakal. Perempuan
setelah menikah, dan apabila seorang perempuan tidak perawan lagi, suaminya dan
(Machali, 2005). Hal tersebut tidak berlaku pada pria. Kaum muda menganggap
91
masalah bagi kaum muda, karena tidak ada tanda atau barometer fisik untuk
menentukan keperjakaan, seperti selaput dara yang dimiliki oleh perempuan untuk
mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam ide yang
lebih konkrit. Hal ini berarti bahwa virginitas sebagai sesuatu yang abstrak bagi kaum
muda diterjemahkan ke dalam ide yang lebih konkrit yaitu sesuatu yang melekat pada
memiliki peran sosial yang penting khususnya bagi perempuan. Berbeda dengan yang
Kaum muda memiliki sikap yang berbeda ketika ditanya mengenai sikap
terhadap diri sendiri dan sikap terhadap orang di luar diri (baik sikap terhadap
pasangan maupun sikap terhadap orang lain). Secara umum, kaum muda menyatakan
virginitas dirinya sendiri merupakan hal yang penting untuk dipertahankan sebelum
virginitas pasangannya dan menganggap bahwa setiap orang memiliki hak untuk
tetap mempertahankan virginitasnya atau tidak. Hal ini terkait dengan konsep “I” dan
bagaimana diri kaum muda melihat dirinya sendiri. Pada saat seseorang melihat
dirinya sendiri, ia akan mempertimbangkan sikap-sikap orang lain mengenai hal yang
ingin dilihat dari dirinya sendiri. Kaum muda, ketika menentukan sikap mengenai
masyarakat pada umumnya. Menurut George Herbet Mead (1956), keadaan ini
yang bersifat konvensional yaitu berhubungan dekat dan kuat dengan sikap
masyarakat pada umumnya (social self). Ini memperlihatkan bahwa sikap kaum muda
menikah merupakan sikap yang dekat denga sikap masyarakat pada umumnya.
Berbeda dengan “Me”, “I” merupakan reaksi yang berasal dari diri sendiri
terhadap situasi sosial yang ada, dalam hal ini adalah virginitas (lihat, Mead, 1956).
“I” bersifat lebih “bebas” daripada “Me” yang masih mempertimbangkan sikap-
sikap orang lain. Sebaliknya, “I” merupakan jawaban baru dari individu terhadap
sikap masyarakat pada umumnya. Terkait dengan sikap kaum muda, sikap terhadap
virginitas pasangan dan orang lain merupakan sikap yang merupakan reaksi dari
situasi sosial saat ini. Sikap kaum muda yang tidak mempermasalahkan virginitas
virginitasnya atau tidak merupakan reaksi dari masalah virginitas yang selama ini
telah mereka lihat baik di lingkungan keluarga, pergaulannya maupun media. Sikap
3. Virginitas penting dijaga oleh perempuan, namun tidak ada tuntutan untuk menjaga
virginitas dirinya sendiri penting untuk .dijaga sebelum menikah. Virginitas disikapi
perempuan sebagai hal yang penting untuk dipertahankan hingga menikah untuk
menjaga kesakralan pernikahan dan agar seorang perempuan lebih berharga di mata
suaminya. Sementara laki-laki dalam data penelitian ini lebih banyak yang
menganggap virginitas dirinya tidak lagi penting untuk dipertahankan. Tidak adanya
ciri fisik yang dapat membuktikan keperjakaan laki-laki menyebabkan laki-laki tidak
tidak penting untuk dipertahankan, banyak dari mereka masih tetap mengharapkan
pasangan yang masih perawan, sekalipun pada akhirnya mereka tidak masalah
apabila mendapatkan pasangan yang ternyata sudah tidak perawan lagi. Menurut laki-
laki, sekalipun akan merasa kecewa jika mendapatkan pasangan yang sudah tidak
perawan, rasa sayang dan kecocokan dalam berhubungan lebih penting daripada
94
virginitas pada kaum muda adalah bahwa menjaga virginitas merupakan suatu
tuntutan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Perempuan diharapkan lebih
bagi laki-laki hampir tidak ada. Selain itu, ketidakmampuan laki-laki dalam
4. Melepaskan virginitas sebelum menikah adalah hal yang lumrah saat ini.
dimana virginitas dianggap sebagai hal yang kuno karena kaum muda merasa bahwa
melepaskan virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah saat ini.
Hal ini membuat kaum muda bersikap permisif terhadap pelepasan virginitas sebelum
95
menikah. Kaum muda menganggap bahwa setiap orang memiliki hak untuk tetap
muda, virginitas merupakan urusan pribadi masing-masing orang dan tabu untuk
kepada kaum muda lebih memperlihatkan fakta-fakta bahwa dewasa ini virginitas
sudah tidak lagi penting untuk dipertahankan. Selain itu, pergaulan dan institusi
pendidikan lebih banyak menginformasikan virginitas hanya sebagai hal fisik saja.
Sementara, keluarga yang merupakan harapan utama untuk membekali kaum muda
dengan informasi dan nilai-nilai virginitas, justru menjadi sumber yang paling
keluarga.
diketahui bahwa ternyata keluarga justru menjadi sumber yang paling terbatas
seksual sebelum menikah, yang turun dari generasi tua kepada generasi muda.
Padahal menurut hasil penelitian kaum muda yang mendapatkan informasi mengenai
96
virginitas dari keluarga dan institusi pendidikan secara umum menganggap virginitas
penting untuk dipertahankan. Laki-laki dalam data penelitian ini lebih banyak yang
menganggap virginitas dirinya tidak lagi penting untuk dipertahankan karena mereka
dan institusi masih menjadi lembaga yang efektif untuk mentransformasikan nilai-
Terbatasnya informasi mengenai virginitas yang diberikan orang tua dan institusi
pendidikan kepada kaum muda dikarenakan orang tua dan guru menempatkan
masalah seks sebagai hal yang tabu untuk ditanyakan dan didiskusikan (Komandoko,
2009)
media dan pergaulan dibandingkan informasi dari keluarga dan institusi pendidikan.
Padahal, informasi dari media dan pergaulan mengenai virginitas yang lebih banyak
berupa kasus-kasus yang terkait dengan pelepasan virginitas sebelum menikah pada
kaum muda. Hal ini mengakibatkan kaum muda lebih banyak mendapatkan
suatu hal yang sakral karena saat ini berhubungan seksual dan melepaskan virginitas
sebelum menikah merupakan hal yang wajar, karena banyaknya kasus pelepasan
Fisik
Menjaga virginitas
Agama merupakan suatu Ketidakadilan
Virginitas melekat kewajiban bagi
dan gender mengenai
pada perempuan perempuan dan
Budaya virginitas
bukan menjadi
kewajiban laki-laki
Substansial
97
BAB V
A. KESIMPULAN
melalui utuhnya selaput dara dan keluarnya darah dari vagina akibat
yang abstrak dari suatu obyek ke dalam ide yang lebih konkrit. Hal ini
berarti bahwa virginitas sebagai sesuatu yang abstrak bagi kaum muda
perempuan.
98
99
dirinya sendiri tidak penting untuk dijaga hingga menikah, namun laki-
virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah saat ini.
100
B. SARAN
melekat pada perempuan, baik secara fisik maupun substansial. Selain itu,
penelitian juga menemukan bahwa justru media dan pergaulan yang lebih
kaum muda. Ada baiknya bila penelitian dilakukan juga pada generasi tua
untuk melihat representasi sosial makna virginitas pada generasi tua. Hal
DAFTAR PUSTAKA
Bangga Jadi Perjaka. (2009, Oktober 13). Hai online. Dipungut 15 Oktober, 2009,
dari http://www.hai-online.com/Hai2/Psikologi/About-You/Bangga-Jadi-
Perjaka.
Halstead, J. M. & Michael R, (2006). Pendidikan Seks bagi Remaja: dari Prinsip
ke Praktek. Alih bahasa: Kuni Khairun Nisak. Yogyakarta: Alenia Press.
Lips, H. M. (2005). Sex and Gender: an Introduction, 5th edition. New York: Mc
Graw Hill.
Makin Greng dengan Spa Vagina. (2008, Mei 13). Kompas.com. Dipungut 21
Oktober, 2009, dari http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/13/154
50814/.
Oetomo, D. (2001). Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Galang Press.
Oxford University Press. (2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary (7th ed.).
UK: Oxford University Press.
Poerwandari, K. (2009, Februari 1). Cinta, Tubuh, Seks, dan Ilusi. Harian
Kompas. h. 26.
Remaja Cicipi Seks Capai 63 Persen. (2008, Desember 21). Jawa Pos. Dipungut
10 Juli, 2009, dari http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=
detail&nid=42107.
Roqib, M. (2007). Seks Bebas dalam Cermin Budaya Jawa: Pandangan Kearifan
Lokal terhadap Perilaku Free Sex. Ibda’: Jurnal Studi Islam dan Budaya,
5, 1-15.
Ruas Malam Jogja. (2009, April 22). Angkringan Jogja. Dipungut 13 Agustus,
2009, dari http://angkringan.or.id/page.php?id=1079.
Salman. (2009, Februari 02). BKKBN Sumut Menyerah, Program ATM Kondom
Dihentikan. Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA Biro Sumatra
Utara. Dipungut 13 Agustus, 2009, dari http://www.antarasumut.com/
berita-sumut/berita-terkini/bkkbn-sumut-menyerah-program-atm-kondom-
dihentikan/.
Sulit Dikontrol Perilaku Seks Masyarakat. (2002, Agustus 10). Harian Kompas,
h.10.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.
ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.
Vajhiradhammo. (2008, Juli 3). Seks dan Buddha Dhamma. Forum Religi
Buddha. Dipungut 13 Januari, 2010, dari
http://www.indoforum.org/archive/index.php
Wagner, W., Duveen, G., Rose, D., et al. (1999). Theory and Method of Social
Representations. Asian Journal of Social Psychology, 2, 95-125.
Wijaya, A. (2004). 55 Masalah Seksual yang Ingin Anda Ketahui tapi "Tabu”
untuk Ditanyakan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
780 Ribu Remaja Lakukan Aborsi. (2009, Agustus 10). Radar Banten Online.
Dipungut 13 Agustus, 2009, dari http://www.radarbanten.com/
mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=45279.
Lampiran 1
Kuesioner Terbuka
Berikut ini adalah rangkaian kuisioner yang saya harapkan anda isi berdasarkan
pemahaman Anda sendiri. Seluruh jawaban Anda adalah benar dan tidak ada
yang salah selama anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai
dengan apa yang Anda yakini dan Anda alami.
B. Urutkan 5 hal yang telah anda tuliskan di bagian A dari yang paling
menjadi prioritas
1. ______________________________________________________
2. ______________________________________________________
3. ______________________________________________________
4. ______________________________________________________
5. ______________________________________________________
F. Tuliskan juga arti dari kata-kata yang telah anda tuliskan di bagian E.
1. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
2. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
3. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
4. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
5. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
108
• Jenis Kelamin : L / P
• Usia : ________ tahun
• Suku bangsa : ________________________
• Agama : ________________________
• Status : lajang / berpacaran ( selama ____________ )
• Tinggal di Jogja sejak tahun : _________
Lampiran 2
Data Demografi Responden
'L-RJMD
-HQLV $VDO 6XNX 6HMDN
1R .HODPLQ 8QLYHUVLWDV 8VLD %DQJVD $JDPD 6WDWXV%HUSDFDUDQ 7DKXQ
/ 8,, %HQJNXOX ,VODP /DMDQJ
/ 831 %DOL +LQGX /DMDQJ
/ 86' -DZD .DWROLN %HUSDFDUDQWDKXQ
/ 86' -DZD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ
/ 86' %DWDN .ULVWHQ %HUSDFDUDQWDKXQ
-DZD
/ 8.': &KLQHVH .ULVWHQ /DMDQJ
/ 8.': &KLQHVH .DWROLN /DMDQJ
/ 8$-< -DZD .DWROLN /DMDQJ
/ 8$-< -DZD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ
/ 8$-< -DZD .DWROLN /DMDQJ
/ 8$-< -DZD ,VODP /DMDQJ
/ 8*0 -DZD ,VODP %HUSDFDUDQEXODQ
/ 8*0 6XQGD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ
3 8,, %DQMDU ,VODP /DMDQJ
3 8,, -DZD ,VODP /DMDQJ
3 8*0 -DZD ,VODP /DMDQJ
3 8*0 -DZD .ULVWHQ /DMDQJ
S 8*0 -DZD ,VODP /DMDQJ
3 8$-< -DZD .DWROLN /DMDQJ
3 8$-< -DZD .DWROLN %HUSDFDUDQEXODQ
3 86' 3DGDQJ .DWROLN %HUSDFDUDQEXODQ
3 86' -DZD NDWROLN EHUSDFDUDQWDKXQ
3 8.': %DOL +LQGX %HUSDFDUDQWDKXQ
3 8.': 'D\DN .ULVWHQ %HUSDFDUDQEXODQ
3 831 MDZD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ
3 831 -DZD ,VODP %HSDFDUDQWDKXQ
110
Lampiran 3
Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
Responden
No. Kata
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
Perempuan (wanita,
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0
gadis, cewek)
Berhubungan seksual
2 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0
(making love, seks)
3 Dijaga (harus dijaga) 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1
4 Suci (sakral) 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1
Perawan
5 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0
(keperawanan)
Remaja (belia, SMA,
6 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0
anak muda, 17 tahun)
Berharga tinggi
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
(berharga)
8 Pernikahan (menikah) 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Pergaulan 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
10 Kehormatan 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0
11 Tidak penting 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
12 Penting 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Seks bebas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Organ kewanitaan
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(vagina)
15 Pasangan / hubungan 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Himen (selaput dara) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Tempat tinggal 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 AIDS / HIV 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Tabu 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Prinsip 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Kesan 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Sex 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Simbol 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Tidak harus 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sensitif 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Mutlak 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Pribadi 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
111
Responden
No. Kata
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
27 Pribadi 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Cinta 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Komitmen 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Hot pants 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Dia virgin nggak ya? 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
32 Munafik 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Cewek nakal atau
33 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
beres
34 Fanatik suatu agama 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
35 Gadis desa 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
36 Siapa ? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
37 Enak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
38 Darah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
39 Pengen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
40 Perisai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
41 Primitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
42 Perjaka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
43 Polos 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
44 Utuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
45 Susah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
46 Istimewa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
47 Bisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
48 Konvensional 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Kolot 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 Konsekuensi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
51 Nafsu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
52 Kesehatan reproduksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 Keimanan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
54 Tradisi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
55 Belum terjamah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
56 Pilihan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
57 Indah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
58 Unik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
59 Kuat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
112
Responden
No. Kata
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
60 Keren 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
61 Gadis baik-baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
62 Film “pretty woman” 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
63 Menghargai diri sendiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
64 Gelas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
65 Pecah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
66 Dibuang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
67 Belum pernah tersentuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
68 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
69 Kaca 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Responden
No. Kata
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Perempuan (wanita,
1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0
gadis, cewek)
Berhubungan seksual
2 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
(making love, seks)
3 Dijaga (harus dijaga) 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1
4 Suci (sakral) 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
5 Perawan (keperawanan) 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0
Remaja (belia, SMA,
6 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
anak muda, 17 tahun)
Berharga tinggi
7 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
(berharga)
8 Pernikahan (menikah) 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0
9 Pergaulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
10 Kehormatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Tidak penting 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Penting 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Seks bebas 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Organ kewanitaan
14 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
(vagina)
15 Pasangan / hubungan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
16 Himen (selaput dara) 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Tempat tinggal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 AIDS / HIV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Tabu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Prinsip 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Kesan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Sex 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Simbol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Tidak harus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sensitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Mutlak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Pribadi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Cinta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Komitmen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Hot pants 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Dia virgin nggak ya? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Munafik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Cewek nakal atau beres 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
114
Responden
No. Kata
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
34 Fanatik suatu agama 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 Gadis desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 Siapa ? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37 Enak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 Darah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 Pengen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 Perisai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
41 Primitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
42 Perjaka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 Polos 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
44 Utuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 Susah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46 Istimewa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
47 Bisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 Konvensional 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Kolot 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 Konsekuensi 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
51 Nafsu 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
52 Kesehatan reproduksi 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 Keimanan 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
54 Tradisi 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
55 Belum terjamah 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
56 Pilihan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
57 Indah 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
58 Unik 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
59 Kuat 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
60 Keren 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
61 Gadis baik-baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
62 Film “pretty woman” 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
63 Menghargai diri sendiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
64 Gelas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
65 Pecah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
66 Dibuang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
67 Belum pernah tersentuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
68 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
69 Kaca 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
115
Lampiran 4
Frekuensi Kata yang Muncul dari Hasil Asosiasi Kata Virginitas
No. Kata Τ
56 Pilihan 1
57 Indah 1
58 Unik 1
59 Kuat 1
60 Keren 1
61 Gadis baik-baik 1
62 Film “pretty woman” 1
Menghargai diri
63 1
sendiri
64 Gelas 1
65 Pecah 1
66 Dibuang 1
Belum pernah
67 1
tersentuh
68 Baru 1
69 Kaca 1
Jumlah 130
Lampiran 4: Frekuensi Kata yang Muncul dari Hasil Asosiasi Kata Virginitas
117
Lampiran 5
Koding Data Asosiasi Kata Virginitas Berdasarkan Kategori
3ULRULWDV
, ,, ,,, ,9 9 Keterangan:
5HVSRQGHQ Kategori Sub kategori
1A 3B 3B 1D 3A 1 Fisik A Perempuan
2B 3A 2B 2B 3A B Usia Remaja
1A 1A 1A 4A 4A C Kesan Fisik
2A 2B 2B 2B 2B D Organ seksual
2A 1A 3A 3A 1E E Kesehatan reproduksi
F Hubungan Seksual
1A 1E 2B 4A 4A
4A Pandangan Negatif
1E 1E 2A 1E 1E
2A 2B 2B 2B 2B
1A 5A 1B 1E 1D
1A 1E 1C 1C 1E
1A 1E 1E 1C 2A
1A 2B 3A 1E 4A
1E 1E 3A 4A 2A
2A 2B 2B 1A 3A
2B 3A 2B 2B 2B
1A 1E 3A 1B 3B
1E 2B 2B 1E 1E
1A 2B 3A 1E 2B
1E 1E 2B 2B 1E
118
Lampiran 6
Frekuensi Respon dan Total Responden Hasil Asosiasi Kata
Lampiran 7
Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas
3(5(038$1
D /DZDQMHQLVODNLODNL
E 9LUJLQLWDVLGHQWLNGHQJDQSHUHPSXDQ
F 0DNKOXNWHULQGDKFLSWDDQ7XKDQ
G 3HUHPSXDQOHELKWHUOLKDWYLUJLQLWDVQ\D
%(5+8%81*$16(.68$/
D +XEXQJDQLQWLPSHUHPSXDQGDQODNLODNL
E 'DSDWPHQJDNLEDWNDQKLODQJQ\DYLUJLQLWDV
F 3HUQDKDWDXWLGDNQ\DVHRUDQJSHUHPSXDQEHUKXEXQJDQVHNVXDO
',-$*$
D PHUXSDNDQWDQJJXQJMDZDE\DQJGLEHULNDQNHSDGDSHUHPSXDQ
6HVXDWX\DQJGLPLOLNLSHUHPSXDQ\DQJSDWXWGLEDQJJDNDQNHSDGDFDORQ
E
VXDPLNHODN
68&,
D +DUJDGLULGDQODPEDQJNHVXFLDQEDJLSHUHPSXDQ
E %HOXPWHUMDPDKODZDQMHQLV
3(51,.$+$1
D 9LUJLQLWDVKDQ\DEROHKGLOHSDVNDQNHSDGDVXDPLMLNDVXGDKPHQLNDK
3(5$:$1
D 3HUHPSXDQ\DQJEHOXPSHUQDKEHUKXEXQJDQVHNVXDO
5(0$-$
0DVDPDVDPHQJHQDOWHQWDQJKXEXQJDQVHNVGDQPDVDUHQWDQEDJL
D
YLUJLQLWDVSDGDSHUHPSXDQ
%(5+$5*$
D 0LOLNSHUHPSXDQ\DQJEHUKDUJDWLQJJL
121
3(5*$8/$1
D /LQJNXQJDQGDQRUDQJRUDQJGDODPSHUJDXODQGDSDWPHPSHQJDUXKLYLUJLQLWDV
VHRUDQJSHUHPSXDQ
.(+250$7$1
D 9LUJLQLWDVPHUXSDNDQDVSHNSDOLQJEHUKDUJDGDQVHEXDKNHKRUPDWDQXQWXN
ZDQLWD
E 6HVXDWX\DQJGLPLOLNLVHRUDQJSHUHPSXDQ\DQJSDWXWGLEDQJJDNDQ
7,'$.3(17,1*
D 7LGDNSHQWLQJGDODPPHPLOLKSDVDQJDQSHUDZDQDWDXWLGDNSHUDZDQWLGDN
PDVDODK
E 9LUJLQLWDVSDGDVDDWLQLVHSHUWLQ\DWLGDNODJLSHQWLQJDWDXGLVDNUDONDQ
3(17,1*
D 0HQXQMXNNDQKDUNDWGDQNXDOLWDVNHWHJXKDQKDWLSDUDZDQLWD
E 3HQWLQJGDODPKXEXQJDQVXDPLLVWUL
6(.6%(%$6
D 'DSDWPHQJDNLEDWNDQKLODQJQ\DYLUJLQLWDV
E %HUJDQWLJDQWLSDVDQJDQ
25*$1.(:$1,7$$1
D 2UJDQLQWLPSHUHPSXDQ
3$6$1*$1+8%81*$1
D .HSHUDZDQDQSDFDUDWDXLVWULSHQWLQJ
6(/$387'$5$
D %DJLDQGDULYDJLQD
+DUXVPHPLOLNLSULQVLSEDKZDYLUJLQLWDVEXNDQXQWXN
20 3ULQVLS
VHPEDUDQJRUDQJ&XPDEROHKGHQJDQVXDPL
:DQLWD\DQJPDPSXPHQMDJDYLUJLQLWDVPHPLOLNLNHVDQ
21 .HVDQ EDKZDZDQLWDLWXWHUKRUPDW
6H[MHQLV +DQ\DZDQLWD
22
NHODPLQ
23 6LPERO 6LPEROGDULZDQLWD
0HPLOLKSDVDQJDQWLGDNKDUXVPDVLKSHUDZDQDWDX
24 7LGDNKDUXV
WLGDN
25 6HQVLWLI 6DQJDWSULEDGLVHNDOL
9LUJLQLWDVLWXEHUVLIDWPXWODNGDQKDUXVZDODXSXQ
26 0XWODN VHNDUDQJLQLVXGDKPXODLWHUJHUXVGHQJDQPRGHUQLVDVL
9LUJLQLWDVWLGDNSHUOXGLRPRQJLQDWDXGLSXEOLNDVLNDQNH
27 3ULEDGL RUDQJODLQNDUHQDLQLVDQJDWSULEDGLVHNDOL
28 &LQWD 3HUDVDDQPHQJDVLKLWHUKDGDSRUDQJ\DQJGLNDVLKL
29 .RPLWPHQ 3ULQVLSWHUKDGDSGLULPDXSXQRUDQJODLQ
&HODQDSHQGHN\DQJPHPDNDLFHODQDSHQGHNNHPDQD
PDQDEHOXPWHQWXVXGDKWLGDNYLUJLQNDODXEHUMLOEDE
30 +RWSDQWV
WDSLVXGDKSHUQDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVLWXEDUX
WLGDNYLUJLQODJL
'LDYLUJLQQJJDN <DNDUHQDDGD\DQJELODQJMDGLNHSLNLUDQJLWXGHK
31 -DPDQVHNDUDQJNDQVXGDKMDUDQJ\DQJPDVLKYLUJLQ
\D"
2UDQJIDQDWLNMXJDQJJDNYLUJLQYLUJLQPDODKEDQ\DNNDQ
32 0XQDILN PHUHND\DQJQJJDNYLUJLQ
&HZHNQDNDO .DODXFHZHNQDNDOSHUJDXODQQ\DWLGDNEHQDUELDVD
33
DWDXEDLN VXGDKQJJDNYLUJLQ
&RZRNELDVDQHELODQJEODEODEODFDULFHZHNPHVWL
)DQDWLNVXDWX \DQJYLUJLQELDUQDPDQ\DHQWDUWHWDSEDLNSDGDKDOFDUL
34 FHZHNNDQPHVWLQ\D\DQJFRFRNEXNDQPDVDODKYLUJLQ
DJDPD
QJJDNYLUJLQWDSLDNKLU\DQJSHQWLQJ
6HUWDELDVDQ\DWLQJJDOGLGHVD.DQJDGLVGHVDPDVLK
35 *DGLVGHVD OXJXOXJXSHUJDXODQQ\DPDVLKVHNLWDUVLWXVDMD
6LDSD\DQJPDVLKYLUJLQ"=DPDQVHNDUDQJVLDSD\DQJ
36 6LDSD"
PDVLKYLUJLQ
3HUDZDQLWXEHUKDUJDMDGLHQDNND\DNQ\DNDODXELVD
37 (QDN
GDSHW\DQJSHUDZDQ
38 'DUDK 3HUDZDQSDVWLEHUGDUDK
39 3HQJHQ 3HQJHQPHUDVDNDQ\DQJPDVLKSHUDZDQ
$ODVDQEHUDQLPHQRODNXQWXNWLGDNPHODNXNDQ
40 3HULVDL
KXEXQJDQGLOXDUQLNDKIUHHVH[
$ODVDQQ\DNHQDSDPXQJNLQMDPDQVHNDUDQJDWDX
41 3ULPLWLI NHKLGXSDQHUDPRGHUQYLUJLQLWDVVHVXDWXNHWHUWLQJJDODQ
42 3HUMDND %HOXPSHUQDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVXQWXNFRZRN
43 3RORV %HOXPPHQJHUWLWHQWDQJVHNV
1JJDNKLODQJDSDDSDEHOXPSHUQDKGLMDPDKMDGL
44 8WXK
QJJDNKLODQJDSDDSD
.DUHQDFXNXSVXOLWPHQGDSDWNDQSDVDQJDQ\DQJPDVLK
45 6XVDK
YLUJLQWDSLVD\D\DNLQSDVDQJDQVD\DPDVLKYLUJLQ
6XVDKXQWXNMDPDQVHNDUDQJDSDODJLGLNRWDNRWD
EHVDUVHSHUWLMDNDUWD-DGLNDODXELVDWHWDS
46 ,VWLPHZD
PHPSHUWDKDQNDQYLUJLQLWDVRUDQJLWXDNDQPHQMDGL
LVWLPHZD.DUHQDYLUJLQLWDVLWXLVWLPHZD
6D\D\DNLQELVDPHQMDJDNHVXFLDQDWDXYLUJLQLWDV
47 %LVD SDVDQJDQVD\D
48 .RQYHQVLRQDO 0LULSGHQJDQNRORW
49 .RORW 2OGIDVKLRQ
-LNDYLUJLQLWDVWLGDNGLMDJDNLWDKDUXVPDXPHQHULPD
50 .RQVHNXHQVL NRQVHNXHQVL\DQJDNDQGLGDSDWNDQ
.HLQJLQDQ\DQJWLGDNWHUMDJDXQWXNPHUDVDNDQ
51 1DIVX
KXEXQJDQVHNVXDOGDQNHSHUDZDQDQSHUHPSXDQ
6RDOYLUJLQLWDVNHVHKDWDQUHSURGXNVLELVDPHQMDGL
.HVHKDWDQ
52 GDPSDNLNXWDQMLNDWLGDNGLSHUKDWLNDQVDDWPHODNXNDQ
UHSURGXNVL
DNWLYLWDVVHNVXDO
53 .HLPDQDQ .DGDUNHSHUFD\DDQVHVHRUDQJWHUKDGDS7XKDQ
$GDRUDQJ\DQJEHUSLNLUEDKZDYLUJLQLWDVVDQJDWSHUOX
54 7UDGLVL GLMDJDQDPXQDGDMXJD\DQJPHQJDEDLNDQQ\D
55 %HOXPWHUMDPDK %HOXPPDNLQJORYH
56 3LOLKDQ 3LOLKDQEXDWFHZHNXQWXNMDJDYLUJLQLWDVQ\DDWDXQJJDN
,QGDKNDUHQDELVDMDGLVHEXDKµNDGR¶LVWLPHZDEXDW
57 ,QGDK FDORQVXDPL
8QLNNDUHQDEHGDPDFHZHNFHZHN\DQJKLGXSGHQJDQ
58 8QLN SRODSLNLUMDPDQVHNDUDQJ
.XDWNDUHQDVDQJDWEHUKDUJDGDQXQWXNWLGDNWHUEDZD
59 .XDW DUXVSHUJDXODQDGDODKVHEXDKKDO\DQJVXOLW
60 .HUHQ .HUHQNDUHQDODLQGDULSDGD\DQJODLQLVWLPHZD
<DJLWXGHK.HVDQQ\DNDODXPDVLKSHUDZDQLWXEHUDUWL
61 *DGLVEDLNEDLN JDGLVEDLNEDLN
)LOP´SUHWW\ 1JJDNWDKXWHUSLQWDVDMD'LSUHWW\ZRPDQFHULWDQ\D
62 WHQWDQJSHODFXUWHUXVDGDDNWLYLWDVVHNVXDOQ\D
ZRPDQµ
&XNXSMHODV.DODXEHOXPQLNDKXGDKPDNLQJORYHNDQ
0HQJKDUJDLGLUL EHUDUWLQJJDNPHQJKDUJDLGLULVHQGLUL1JJDN
63
VHQGLUL PHQJKDUJDLVXDPLMXJDQDQWLQ\D
64 *HODV :DQLWDLEDUDWJHODV
65 3HFDK $SDELODJHODVLWXUHWDNVHGLNLW
66 'LEXDQJ $NDQGLEXDQJGDQGLFDPSDNNDQODNLODNL
%HOXPSHUQDK %HQDUEHQDUEHUVLKGDULQRGDEHOXPSHUQDK
67 EHUKXEXQJDQLQWLPGHQJDQODNLODNL
WHUVHQWXK
68 %DUX %HOXPSHUQDKWHUMDPDKDWDXEDUXNHOXDUGDULSURGXNVL
69 .DFD %HQLQJGLUDZDWGLMDJD
Lampiran 8
Persebaran Data Makna Virginitas Berdasarkan Wawancara
5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
)LVLN %HOXPSHUQDK
EHUKXEXQJDQ
VHNVXDO
9LUJLQLWDVDGDODK
NHSHUDZDQDQGDQ
OHNDWGHQJDQ
SHUHPSXDQ
.HSHUDZDQDQ
GDSDWGLEXNWLNDQ
VHFDUDILVLN
VHGDQJNDQ
NHSHUMDNDDQWLGDN
.HSHUDZDQDQELVD
KLODQJNDUHQD
NHFHODNDDQDWDX
EHURODKUDJDNHUDV
.HSHUDZDQDQ
WHUNDLWGHQJDQ
NHXWXKDQVHODSXW
GDUDGDQUDSDW\D
YDJLQD
NHSHUMDNDDQGDSDW
KLODQJGHQJDQ
PHODNXNDQRQDQL
DWDXVHNVRUDO
6XEVWDQVLDO 0HUXSDNDQKDUJD
GLULGDQVDQJDW
EHUQLODLSHUHPSXDQ
7DEXXQWXN
GLELFDUDNDQ
.HVXFLDQEDJL
SHUHPSXDQ
3HQWLQJGLMDJD
SHUHPSXDQ
.HKRUPDWDQEDJL
SHUHPSXDQ
126
5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
5HODVL /HNDWGHQJDQ
3DVDQJDQ EHOXPPHQLNDK
.HSHUDZDQDQ
PHUXSDNDQKDGLDK
XQWXNVXDPL
5HODVLVRVLDO 7HUNDLWGHQJDQ
SDQGDQJDQ
WHUKDGDS
NHOXDUJDQ\D
%HUSHQJDUXKSDGD
LPDJHSHUHPSXDQ
3DQGDQJDQ
QHJDWLI .XQR
0HUXSDNDQKDO
\DQJZDMDUVDDWLQL
XQWXNPHOHSDVNDQ
YLUJLQLWDVVHEHOXP
PHQLNDK
5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
ϭ )LVLN %HOXPSHUQDK
EHUKXEXQJDQ
VHNVXDO
9LUJLQLWDVDGDODK
NHSHUDZDQDQGDQ
OHNDWGHQJDQ
SHUHPSXDQ
.HSHUDZDQDQ
GDSDWGLEXNWLNDQ
VHFDUDILVLN
VHGDQJNDQ
NHSHUMDNDDQWLGDN
.HSHUDZDQDQELVD
KLODQJNDUHQD
NHFHODNDDQDWDX
EHURODKUDJDNHUDV
.HSHUDZDQDQ
WHUNDLWGHQJDQ
NHXWXKDQVHODSXW
GDUDGDQUDSDW\D
YDJLQD
NHSHUMDNDDQGDSDW
KLODQJGHQJDQ
PHODNXNDQRQDQL
DWDXVHNVRUDO
5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
6XEVWDQVLDO 0HUXSDNDQKDUJD
GLULGDQVDQJDW
EHUQLODLSHUHPSXDQ
7DEXXQWXN
GLELFDUDNDQ
.HVXFLDQEDJL
SHUHPSXDQ
3HQWLQJGLMDJD
SHUHPSXDQ
.HKRUPDWDQEDJL
SHUHPSXDQ
5HODVL 9LUJLQLWDVOHNDW
3DVDQJDQ GHQJDQEHOXP
PHQLNDK
.HSHUDZDQDQ
PHUXSDNDQKDGLDK
XQWXNVXDPL
5HODVLVRVLDO 7HUNDLWGHQJDQ
SDQGDQJDQ
WHUKDGDS
NHOXDUJDQ\D
%HUSHQJDUXKSDGD
LPDJHSHUHPSXDQ
3DQGDQJDQ .XQR
QHJDWLI
+DO\DQJZDMDUVDDW
LQLDSDODJLGLNRWD
128
Lampiran 10
Alasan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri
5HVSRQGHQ/DNLODNL
6LNDS $ODVDQ
8QWXNPHQMDJDNHVDNUDODQSHUQLNDKDQGDQDJDU
VHRUDQJSHUHPSXDQOHELKEHUKDUJDGLPDWD
VXDPLQ\D
0HPSHUOLKDWNDQNRPLWPHQGDQNHPDPSXDQ
3HQWLQJGLMDJD
PHQJKDGDSLJRGDDQEHUKXEXQJDQVHNVXDO
VHNDOLSXQNHSHUMDNDDQWLGDNELVDGLEXNWLNDQVHFDUD
ILVLN
7HUNDLWGHQJDQQRUPDPDV\DUDNDWGDQDJDPD
7LGDNDGDWDQGDILVLN\DQJGDSDWPHPEXNWLNDQODNL
ODNLPDVLKSHUMDNDDWDXWLGDN
7LGDNSHQWLQJGLMDJD -DPDQVHNDUDQJVXGDKPHUXSDNDQKDO\DQJ
OXPUDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVXDOVDDWPDVLK
EHUSDFDUDQ
.HSHUMDNDDQSHQWLQJXQWXNGLMDJDVHSHUWL
NHSHUDZDQDQWDSLNHSHUMDNDDQNHOLKDWDQVHKLQJJD
$QWDUD3HQWLQJGDQ7LGDN WLGDNGDSDWGLEXNWLNDQ
3HQWLQJ 3HQWLQJGLMDJDNDUHQDLWXDUWLQ\DSHUHPSXDQSHGXOL
GHQJDQGLULQ\D7DSLWLGDNPDVDODKNDODXVXGDK
GLOHSDVNDQWLGDNXVDKWHUODOXGLSLNLUNDQ
.HELQJXQJDQGHQJDQEDWDVDQSHQJHUWLDQ
7LGDNPHQMDZDE
NHSHUMDNDDQ
129
5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS $ODVDQ
8QWXNPHQMDJDNHVDNUDODQSHUQLNDKDQGDQDJDU
VHRUDQJSHUHPSXDQOHELKEHUKDUJDGLPDWD
VXDPLQ\D
0HPSHUOLKDWNDQNRPLWPHQGDQNHPDPSXDQ
3HQWLQJ'LMDJD
PHQJKDGDSLJRGDDQEHUKXEXQJDQVHNVXDO
VHNDOLSXQNHSHUMDNDDQWLGDNELVDGLEXNWLNDQVHFDUD
ILVLN
7HUNDLWGHQJDQQRUPDPDV\DUDNDWGDQDJDPD
7LGDNDGDWDQGDILVLN\DQJGDSDWPHPEXNWLNDQODNL
ODNLPDVLKSHUMDNDDWDXWLGDN
7LGDNSHQWLQJGLMDJD -DPDQVHNDUDQJVXGDKPHUXSDNDQKDO\DQJ
OXPUDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVXDOVDDWPDVLK
EHUSDFDUDQ
.HSHUMDNDDQSHQWLQJXQWXNGLMDJDVHSHUWL
NHSHUDZDQDQWDSLNHSHUMDNDDQNHOLKDWDQVHKLQJJD
$QWDUD3HQWLQJGDQ7LGDN WLGDNGDSDWGLEXNWLNDQ
3HQWLQJ 3HQWLQJGLMDJDNDUHQDLWXDUWLQ\DSHUHPSXDQSHGXOL
GHQJDQGLULQ\D7DSLWLGDNPDVDODKNDODXVXGDK
GLOHSDVNDQWLGDNXVDKWHUODOXGLSLNLUNDQ
.HELQJXQJDQGHQJDQEDWDVDQSHQJHUWLDQ
7LGDNPHQMDZDE
NHSHUMDNDDQ
130
Lampiran 11
Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Pasangan
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS
7LGDN PDVDODK DSDELOD SDVDQJDQ
VXGDKWLGDNSHUDZDQSHUMDND
0HQJKDUDSNDQSDVDQJDQ\DQJPDVLK
SHUDZDQSHUMDNDQDPXQWLGDN
PDVDODKMLNDDNKLUQ\DPHQGDSDWNDQ
SDVDQJDQ\DQJVXGDKWLGDNSHUDZDQ
SHUMDND
NHPXQJNLQDQPHQHULPDSDVDQJDQ
\DQJWLGDNSHUDZDQSHUMDNDKDQ\D
131
Lampiran 12
Alasan Sikap terhadap Virginitas Pasangan
5HVSRQGHQ/DNLODNL
6LNDS $ODVDQ
7LGDNPDVDODKVHODPDSDVDQJDQWLGDNWHUMDQJNLW
SHQ\DNLWNHODPLQ
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQ
7LGDNPDVDODKDSDELOD 5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
SDVDQJDQVXGDKWLGDN OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
SHUDZDQSHUMDND 0DVLKPHPSHUWLPEDQJNDQNHSULEDGLDQSDVDQJDQ
GDQPHQFREDPHQGHQJDUNDQPDVDODOXSDVDQJDQ
VHUWDDODVDQSDVDQJDQPHOHSDVNDQYLUJLQLWDVQ\D
VHEHOXPPHQLNDK
9LUJLQLWDVVHVHRUDQJKDQ\DRUDQJLWXVDMD\DQJ
WDKX
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
3DVDQJDQGLKDUDSNDQ
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO
SHUDZDQQDPXQWLGDN
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQDWDXGLSHUNRVD
PDVDODKMLNDDNKLUQ\D
5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
PHQGDSDWNDQSDVDQJDQ
OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
\DQJVXGDKWLGDN
-DPDQVHNDUDQJNHSHUDZDQDQWLGDNODJLSHQWLQJ
SHUDZDQ
XQWXNGLSHUWDKDQNDQ
.HPXQJNLQDQPHQHULPD
SDVDQJDQ\DQJWLGDN 'DULVLWXELVDGLOLKDWODNLODNLLWXEDLNDWDXWLGDN
SHUMDNDKDQ\D
132
5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS $ODVDQ
7LGDNPDVDODKVHODPDSDVDQJDQWLGDNWHUMDQJNLW
SHQ\DNLWNHODPLQ
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQ
7LGDNPDVDODKDSDELOD 5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
SDVDQJDQVXGDKWLGDN OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
SHUDZDQSHUMDND 0DVLKPHPSHUWLPEDQJNDQNHSULEDGLDQSDVDQJDQ
GDQPHQFREDPHQGHQJDUNDQPDVDODOXSDVDQJDQ
VHUWDDODVDQSDVDQJDQPHOHSDVNDQYLUJLQLWDVQ\D
VHEHOXPPHQLNDK
9LUJLQLWDVVHVHRUDQJKDQ\DRUDQJLWXVDMD\DQJ
WDKX
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
3DVDQJDQGLKDUDSNDQ
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO
SHUDZDQQDPXQWLGDN
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQDWDXGLSHUNRVD
PDVDODKMLNDDNKLUQ\D
5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
PHQGDSDWNDQSDVDQJDQ
OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
\DQJVXGDKWLGDN
-DPDQVHNDUDQJNHSHUDZDQDQWLGDNODJLSHQWLQJ
SHUDZDQ
XQWXNGLSHUWDKDQNDQ
.HPXQJNLQDQPHQHULPD
SDVDQJDQ\DQJWLGDN 'DULVLWXELVDGLOLKDWODNLODNLLWXEDLNDWDXWLGDN
SHUMDNDKDQ\D
133
Lampiran 13
Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Orang Lain
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS
0HUHNDSXQ\DKDN
XQWXNPHOHSDVNDQ
YLUJLQLWDVPHUHND
VHEHOXPZDNWXQ\D
6D\DQJVHNDOL
0HUHNDPHODNXNDQ
VHVXDWX\DQJWLGDN
EDLN
134
Lampiran 14
Alasan Sikap terhadap Virginitas Orang Lain
5HVSRQGHQ/DNLODNL
6LNDS $ODVDQ
-DPDQVHNDUDQJEHUKXEXQJDQVHNVXDOVHEHOXP
PHQLNDKVXGDKELDVDGDQYLUJLQLWDVWLGDNODJL
SHQWLQJXQWXNGLSHUWDKDQNDQVHEHOXPPHQLNDK
0HUHNDSXQ\DKDNXQWXN 7LGDNPDVDODKVHODPDPHUHNDWDKX
PHOHSDVNDQYLUJLQLWDV NRQVHNXHQVLGDULSHUEXDWDQQ\DGDQELVD
PHUHNDVHEHOXP EHUWDQJJXQJMDZDE
ZDNWXQ\D
9LUJLQLWDVPHUXSDNDQXUXVDQSULEDGLPDVLQJ
PDVLQJVHKLQJJDDSDELODDGD\DQJPHOHSDVNDQ
YLUJLQLWDVVHEHOXPPHQLNDKLWXDGDODKXUXVDQ
SULEDGLPHUHND
SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
6D\DQJVHNDOL -DPDQVHNDUDQJYLUJLQLWDVVDQJDWEHUQLODL
NDUHQDRUDQJ\DQJPDVLKSHUMDNDSHUDZDQ
VHPDNLQMDUDQJGLWHPXNDQ
SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
0HUHNDPHODNXNDQ
VHVXDWX\DQJWLGDNEDLN NHOXDUJDWLGDNPHQJDMDUNDQDQDNQ\DGHQJDQ
EDLNOLQJNXQJDQPHPEHULSHQJDUXK\DQJEXUXN
GDQDJDPD\DQJWLGDNNXDW
135
5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS $ODVDQ
-DPDQVHNDUDQJEHUKXEXQJDQVHNVXDOVHEHOXP
PHQLNDKVXGDKELDVDGDQYLUJLQLWDVWLGDNODJL
SHQWLQJXQWXNGLSHUWDKDQNDQVHEHOXPPHQLNDK
0HUHNDSXQ\DKDNXQWXN 7LGDNPDVDODKVHODPDPHUHNDWDKX
PHOHSDVNDQYLUJLQLWDV NRQVHNXHQVLGDULSHUEXDWDQQ\DGDQELVD
PHUHNDVHEHOXP EHUWDQJJXQJMDZDE
ZDNWXQ\D
9LUJLQLWDVPHUXSDNDQXUXVDQSULEDGLPDVLQJ
PDVLQJVHKLQJJDDSDELODDGD\DQJPHOHSDVNDQ
YLUJLQLWDVVHEHOXPPHQLNDKLWXDGDODKXUXVDQ
SULEDGLPHUHND
SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
6D\DQJVHNDOL -DPDQVHNDUDQJYLUJLQLWDVVDQJDWEHUQLODL
NDUHQDRUDQJ\DQJPDVLKSHUMDNDSHUDZDQ
VHPDNLQMDUDQJGLWHPXNDQ
SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
0HUHNDPHODNXNDQ
VHVXDWX\DQJWLGDNEDLN NHOXDUJDWLGDNPHQJDMDUNDQDQDNQ\DGHQJDQ
EDLNOLQJNXQJDQPHPEHULSHQJDUXK\DQJEXUXN
GDQDJDPD\DQJWLGDNNXDW
136
Lampiran 15
Persebaran Data Usia Responden Mendapatkan Informasi Mengenai Virginitas
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
8VLD
6'
603PHQVWUXDVL
SHUWDPD
60$UHPDMD
.XOLDK
137
Lampiran 16
Persebaran Data Sumber Informasi Mengenai Virginitas
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6XPEHU
7HOHYLVL
0DMDODK
.RUDQ
0HGLD
%XNXQRYHO
)LOP
,QWHUQHW
2UDQJWXD
.HOXDUJD 6HODLQRUDQJWXD
/LQJNXQJDQ
SHUJDXODQ
3HUJDXODQ
7HPDQWHPDQ
3HODMDUDQELRORJL
,QVWLWXVL 3HODMDUDQDJDPD
SHQGLGLNDQ 6HPLQDUVHNVXDOLWDV
$QDWRPLIDUPDVL
'LULVHQGLUL 3HQJDODPDQSULEDGL
138
Lampiran 17
Frekuensi Kemunculan Respon dan Total Responden yang Menjawab Sumber Informasi tentang Virginitas
139
Frekuensi Kemunculan Respon Berdasarkan Kategori (2)
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ
6XPEHU )UHNXHQVL5HVSRQ )UHNXHQVL5HVSRQ )UHNXHQVL5HVSRQ
0HGLD
.HOXDUJD
3HUJDXODQ
,QVWLWXVL3HQGLGLNDQ
'LULVHQGLUL
Lampiran 17: Frekuensi Kemunculan Respon dan Total Responden yang Menjawab Sumber Informasi tentang Virginitas
140
Lampiran 18
Persebaran Data Orang-orang yang Dianggap Berperan Terkait dengan Virginitas
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
+DUDSDQ
3DVDQJDQ
3HPXND$JDPD
.HOXDUJD
3HUJDXODQ
,QVWLWXVL
3HQGLGLNDQ
'LUL6HQGLUL
7XKDQ
141