Anda di halaman 1dari 162

REPRESENTASI SOSIAL VIRGINITAS PADA MAHASISWA

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Oleh :
Ni Wayan Widayanti Arioka
NIM: 059114089

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
“Cerita, …., selamanya tentang manusia, kehidupannya, bukan kematiannya.
Ya. biarpun yang ditampilkannya itu hewan, raksasa atau dewa atau hantu.
Dan tak ada yang lebih sulit dapat difahami daripada sang manusia…. Jangan
anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar
pengetahuanmu setajam mata elang, pikiranmu setajam pisau cukur,
perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaranmu dapat menangkap
musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan
bakal bisa kemput.”
–Pramoedya Ananta Toer–

iii
Karya kecil ini saya persembahkan untuk

Papa, mama, dan adik-adik saya

iv
ABSTRAK

REPRESENTASI SOSIAL VIRGINITAS


PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA
Ni Wayan Widayanti Arioka
059114089

Penelitian ini mengkaji makna dan sikap yang dimiliki kaum muda
mengenai virginitas, ketika muncul gejala problematika sosial mengenai
virginitas, di mana kaum muda menganggap virginitas tidak lagi penting untuk
dipertahankan, sedangkan generasi tua masih menuntut kaum muda untuk
mempertahankan virginitasnya. Virginitas memiliki kaitan yang erat dengan
hubungan seksual karena hubungan seksual dapat menyebabkan ‘lepasnya’
virginitas seseorang. Hubungan seksual merupakan hal yang sakral sejak dulu,
dan hanya bisa dilakukan ketika pasangan laki-laki dan perempuan yang berniat
untuk mendapatkan keturunan. Pernikahan hanya akan dilakukan apabila
pasangan laki-laki dan perempuan tersebut sudah pasti akan memiliki keturunan,
dimana pihak perempuan sudah mengandung anak dari pihak laki-laki. Pada
perkembangannya, tepatnya ketika agama masuk ke Indonesia, pernikahan
menjadi hal yang sakral sehingga untuk mendapatkan keturunan melalui
hubungan seksual, pasangan laki-laki dan perempuan harus menikah terlebih
dahulu. Agama juga menuntut dipertahankannya virginitas sebelum menikah.
Penelitian ini menggunakan paradigma representasi sosial karena
paradigma ini menempatkan individu dalam ruang sosialnya. Pendekatan ini
memungkinkan untuk melihat bagaimana makna virginitas berkaitan dengan
konteks sosial dan kebudayaan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan asosiasi kata dan wawancara semi terstruktur kepada 26 mahasiswa
dari 6 universitas di Yogyakarta.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kaum muda memaknai
virginitas sebagai sesuatu yang melekat pada perempuan baik secara fisik maupun
substansial. Virginitas merupakan sesuatu yang suci dan penting dijaga oleh
perempuan. Menjaga virginitas merupakan suatu kewajiban bagi perempuan dan
bukan menjadi kewajiban laki-laki karena virginitas perempuan lebih mudah
dibuktikan dengan melihat ciri fisik yang melekat pada diri yaitu keutuhan selaput
dara dan keluarnya darah pada saat berhubungan seksual. Hal ini berbeda dengan
virginitas pada pria yang sulit ditentukan karena tidak ada tanda atau barometer
fisik yang serupa seperti apa yang dimiliki oleh perempuan.

Kata kunci: representasi sosial, seksualitas, virginitas, agama, kesakralan


pernikahan

vi
ABSTRACT

THE SOCIAL REPRESENTATION OF VIRGINITY


BY YOUNG PEOPLE IN YOGYAKARTA
Ni Wayan Widayanti Arioka
059114089

This research examined the meaning of virginity and the attitude of the
young toward it, when young people consider that virginity is no longer important
to be maintained, while on the other hand, the older generation still requires young
people to maintain their virginity. Virginity has a close relation with the sexual
intercourse, for this activity can cause somebody’s being not virgin. Yore, sexual
intercourse was considered sacred thing; could only be done when a man and a
woman intended to obtain an offspring. The marriage will be done when the
woman was pregnant with her couple. But in its development, precisely when the
religion came into Indonesia, marriage becomes a sacred thing, thus the way to get
an offspring through sexual intercourse should be done after a couple had married.
Religion also requires to maintained virginity before marriage.
This study used the paradigm of social representation because this
paradigm puts the people in their society. This approach allows us to see how the
meaning of virginity related to the social and cultural context. Data collecting was
conducted by utilizing word association tehnique and semi-structured interview to
26 students from 6 universities in Yogyakarta.
The results of this research indicate that young people make sense of
virginity as something inherent in women, both physically and substantially.
Virginity is something sacred and important to maintain by women. Keeping
virginity is a duty for women and not the duty of men because women’s virginity
is more easily evidenced by looking at physical characteristics of the hymen and
hemorrhage during sexual intercourse. It is different from the men’s virginity,
which is difficult to determine because there is no physical sign that similar of
what is owned by women.

Keywords: social representation, sexuality, virginity, religion, sanctity of marriage

vii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas segala rahmat, berkat, karunia serta bimbinganNya yang

dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

berjudul “Representasi Sosial Virginitas pada Mahasiswa di Yogyakarta” ini

dengan baik. Kekuatan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu mendampingi

dan menuntun langkah penulis sungguh dirasakan oleh penulis, sehingga penulis

bisa selalu mendapatkan jalan keluar setiap kali menemui kesulitan.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan,

bantuan, saran dan kritik berharga dari orang-orang di sekitar penulis, dan kepada

mereka penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan waktu, dukungan dan perhatian selama proses penyelesaian

skripsi ini, juga untuk diskusi dan semangatnya yang menginspirasi.

2. Ibu M. L. Anantasari, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing saya selama proses menuntut ilmu di Fakultas Psikologi.

Terimakasih untuk segala perhatiannya selama 4 tahun ini.

3. Pak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi dan Ibu Sylvia

C. M. Y. M., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

4. Pak V. Didik Suryo H., M.Si. dan Pak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku dosen

penguji. Terimakasih untuk semua kritik dan masukannya.

ix
5. Segenap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan wawasan ilmunya dan membagikan pengalaman-pengalaman

berharganya kepada penulis.

6. Mas Gandung, Mbak Nanik, dan Pak Gi’, terima kasih untuk kemudahannya

saat mengurus administrasi perkuliahan. Mas Muji dan Mas Doni, terimakasih

untuk bantuannya selama perkuliahan baik dalam mempersiapkan presentasi

maupun praktikum. Saya pasti akan merindukan suasana di ruang baca dan

laboratorium.

7. KELUARGA ARIOKA.. Mama dan Papa.. yang telah mendukung saya secara

lahir bathin dan financial.. Terima kasih karena selalu percaya pada saya..

Adek, Oming, Caca.. luv ya all, brotha..

8. MJ a.k.a. GEROMBOLAN SI BERAT.. Anne, Agatha, Henny, Jessi.. Ini

bukan akhir petualangan kita kawan.. Terimakasih untuk kegembiraan dan

semangat di masa kuliah yang selalu kalian tularkan padaku.. Sungguh 4 tahun

yang luar biasa.. Petualangan selanjutnya akan lebih menyenangkan dari yang

sebelumnya.. let’s go...

9. KELUARGA CEMARA.. Shinta, mbak Bella, Tiwi, Lilo, Arya, Alma, Lucky,

Mbak Nana, Gita, Wira, dan Iin. Kita telah melewati masa-masa akhir kuliah

yang menggemparkan.. mari kita lanjutkan perjalanan kita menggemparkan

dunia..hahahay.. Tak lupa juga Mbak Chigie dan Om Troy yang ikut memberi

warna dalam proses pengerjaan skripsi di Cemara.

10. SUANDI PUTRA.. untuk suara digital dan sentuhan nyata maupun maya yang

selalu bisa menguatkanku. Perjuangan masih panjang, komandan!

x
11. Seluruh responden penelitian, terimakasih telah membagikan pemahaman,

sikap, dan pengalaman menarik kalian. Saya belajar banyak, teman..

12. I Gusti Nyoman Sedana a.k.a Cenk.. untuk menjadi teman diskusi dan curhat

paling awet.. Ayo buruan nyusul.. ditunggu di Bali..

13. Segenap penghuni dan mantan penghuni KOST CANNA eksklusif, untuk

tawa dan canda yang ditawarkan selama tiga tahun terakhir ini.

14. SEXENERS.. yang telah memperlihatkan hitamnya Yogyakarta lewat alunan

musik yang indah.. hitam tak selalu gelap, hitam adalah berbagai warna yang

berpadu menjadi satu..

15. PONDOKERS.. terimakasih untuk beberapa perjalanan alam yang

menyenangkan..

16. Facebook.. terimakasih karena telah membantu saya menjalin komunikasi

yang sempat terputus dengan kawan-kawan lama saya.. semoga layananmu

bisa lebih berarti di masa-masa selanjutnya.

17. Teman-teman BEMF 2005-2006, BPMF 2006-2007, KMHD Swastika

Taruna.. senang bisa bekerjasama dengan kalian semua..

18. EXCEL berplat DK 4247 GZ karena telah setia menemani saya. Kita pernah

jatuh bangun bersama, brotha..

19. Vanila-Latte dan Blackykomputerhebat-ku tercinta, untuk kerelaannya

dipanjer seharian buat ngetik tugas, nonton tv, nonton film, denger lagu, dan

tentunya untuk menyelesaikan skripsi.

20. Yogyakarta, untuk perpaduan antara hitam dan putihmu yang cantik

xi
Serta kepada semua pihak yang tidak tersebutkan namun turut mendukung dan

memberikan kontribusi baik dalam proses penelitian ini, maupun dalam proses

saya menuntut ilmu di Fakultas Psikologi USD. Senang bisa mengenal kalian dan

beruntung bisa berproses bersama kalian selama 4 tahun. Banyak hal yang saya

dapatkan dari proses belajar kita. Bersama kalian, aku belajar hidup.

Penulis

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………ii

HALAMAN MOTTO ……………………………………………………… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………… v

ABSTRAK ………………………………………………………………….. vi

ABSTRACT ………………………………………………………………… vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………... viii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ix

DAFTAR ISI ………………………………………………………………...xiii

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xvi

DAFTAR SKEMA …………………………………………………………. xviii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xix

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….1

B. Rumusan Permasalahan ………………………………………. 8

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 8

D. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 8

xiii
BAB II TINJAUAN TEORITIS ………………………………………… 10

A. Virginitas ……………………………………………………... 10

1. Definisi …………………………………………………… 10

2. Pandangan Budaya dan Agama terhadap Virginitas ……... 11

3. Konstruksi Gender tentang Virginitas Berdasarkan


Agama dan Budaya ………………………………………..18

B. Konteks Penelitian : Mahasiswa di Yogyakarta ……………… 23

1. Kontribusi Kultural dalam Makna Virginitas


pada Mahasiswa di Yogyakarta …………………………... 23

2. Mahasiswa ………………………………………………... 25

3. Masa Dewasa Awal ………………………………………. 26

C. Representasi Sosial Tentang Makna Virginitas


pada Kaum Muda di Yogyakarta ……………………………...30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. 36

A. Jenis Penelitian ……………………………………………….. 36

B. Batasan Istilah ………………………………………………... 37

C. Responden Penelitian ………………………………………… 38

D. Metode Pengumpulan Data …………………………………... 39

1. Metode Asosiasi Kata dengan Menggunakan


Kuesioner Terbuka ………………………………………… 39

2. Metode Wawancara ………………………………………... 43

E. Analisis Data …………………………………………………..45

F. Keabsahan Data ………………………………………………. 47

xiv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………. 49

A. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………….. 49

1. Tahap Penentuan Responden …………………………….. 49

2. Tahap Pengambilan Data ………………………………….50

B. Hasil Penelitian ………………………………………………..51

1. Analisis Data Metode Asosiasi Kata Menggunakan


Kuesioner Terbuka ……………………………………….. 53

2. Analisis Data Hasil Wawancara ………………………….. 63

3. Analisis Data Berdasarkan Demografi Responden ………. 77

C. Pembahasan Penelitian ……………………………………….. 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. 98

A. Kesimpulan …………………………………………………… 98

B. Saran ………………………………………………………….. 100

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 101

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………… 106

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Survei tentang Virginitas ……………………………………. 2

Tabel 2 Pandangan Agama mengenai Virginitas …………………………... 13

Tabel 3 Pedoman Wawancara ……………………………………………… 44

Tabel 4 Data demografi Responden ………………………………………... 53

Tabel 5 Kata yang Populer Mengenai Virginitas


pada Responden …………………………………………………... 54

Tabel 6 Kata yang Populer Mengenai Virginitas


pada Responden Beserta Maknanya ……………………………… 54

Tabel 7 Kategori Hasil Asosiasi Kata Beserta Maknanya …………………. 57

Tabel 8 Frekuensi Hasil Asosiasi Kata Berdasarkan Kategori …………….. 60

Tabel 9 Frekuensi Hasil Asosiasi Kata Berdasarkan Kategori


pada Tiap Prioritas ………………………………………………… 62

Tabel 10 Persentase Respon dan Responden Data Wawancara


Berdasarkan Kategori ………………………………………………64

Tabel 11 Sikap terhadap Virginitas pada Diri Sendiri ………………………. 67

Tabel 12 Sikap terhadap Virginitas Pasangan ………………………………..69

Tabel 13 Sikap terhadap Virginitas Orang Lain …………………………….. 70

Tabel 14 Usia Responden Mendapatkan Informasi tentang Virginitas ……... 71

Tabel 15 Sumber Informasi tentang Virginitas ……………………………… 72

Tabel 16 Orang-orang yang Dianggap Berperan Terkait dengan Virginitas ... 74

Tabel 17 Perbedaan Makna Virginitas pada Perempuan dan Laki-laki ……... 78

Tabel 18 Perbedaan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri pada


Perempuan dan Laki-laki ………………………………………….. 79

xvi
Tabel 19 Alasan Virginitas Diri Sendiri Penting untuk Dipertahankan ……...80

Tabel 20 Perbedaan Sikap terhadap Virginitas Pasangan pada


Perempuan dan Laki-laki ………………………………………….. 81

Tabel 21 Alasan Tidak Mempermasalahkan Virginitas Pasangan …………...82

Tabel 22 Alasan Laki-laki Menganggap Virginitas Pasangan Penting


tapi Tidak Harus ……………………………………………………83

Tabel 23 Perbedaan Sikap antara Laki-laki dan Perempuan terhadap


Virginitas pada Orang Lain ………………………………………...83

Tabel 24 Alasan Menganggap Virginitas Merupakan Hak Setiap Orang ……84

Tabel 25 Perbedaan antara Responden Laki-laki dan Perempuan tentang


Sumber Informasi mengenai Virginitas …………………………… 85

Tabel 26 Sumber Informasi tentang Virginitas Berdasarkan Jenis Kelamin ... 86

Tabel 27 Perbedaan Sumber Informasi Berdasarkan Sikap terhadap


Virginitas Diri Sendiri ……………………………………………...87

xvii
DAFTAR SKEMA

Skema 1 Tinjauan Teoritis …………………………………………………... 35

Skema 2 Hubungan Antar Kata yang Populer

Berdasarkan Maknanya …………………………………………….56

Skema 3 Hubungan Antar Kategori Berdasarkan Makna Kata ……………... 61

Skema 4 Skema Pembahasan ………………………………………………...97

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Terbuka …………………………………………….. 106

Lampiran 2 Data Demografi Responden …………………………………… 109

Lampiran 3 Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas ……………. 110

Lampiran 4 Frekuensi Kata yang Muncul dari Hasil Asosiasi Kata


Virginitas ……………………………………………………….115

Lampiran 5 Koding Data Asosiasi Kata Virginitas Berdasarkan


Kategori ………………………………………………………...117

Lampiran 6 Frekuensi Respon dan Total Responden Hasil Asosiasi


Kata ……………………………………………………………. 118

Lampiran 7 Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas …………………....120

Lampiran 8 Persebaran Data Makna Virginitas Berdasarkan Wawancara ….125

Lampiran 9 Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri ……….128

Lampiran 10 Alasan Sikap terhadap Diri Sendiri …………………………….129

Lampiran 11 Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Pasangan ………….131

Lampiran 12 Alasan Sikap terhadap Virginitas Pasangan ……………………132

Lampiran 13 Persebaran dan Sikap terhadap Virginitas Orang Lain ………....134

Lampiran 14 Alasan Sikap terhadap Virginitas Orang Lain ………………….135

Lampiran 15 Persebaran Data Usia Responden Mendapatkan Informasi


Mengenai Virginitas ……………………………………………137

Lampiran 16 Persebaran Data Sumber Informasi Mengenai Virginitas ……...138

Lampiran 17 Frekuensi Kemunculan Respon dan Total Responden yang


Menjawab Sumber Informasi tentang Virginitas ……………….139

Lampiran 18 Persebaran Data Orang-orang yang Dianggap Berperan


Terkait dengan Virginitas ……………………………………….141

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kultur masyarakat secara umum memandang seks sebagai suatu hal yang

sakral, yaitu sebagai wujud cinta kasih dan untuk meneruskan keturunan. Hubungan

seks ’dilegalkan’ bila pasangan laki-laki dan perempuan telah mengikatkan diri dalam

sebuah lembaga perkawinan dan disahkan secara hukum sebagai suami istri (Al-

Fayyadl, 2006; Haryatmoko, 2006). Ini juga berarti bahwa virginitas hanya boleh

’dilepas’ ketika sudah menikah.

Tuntutan untuk menjaga virginitas terlihat dari simbol-simbol yang ada dalam

upacara pernikahan adat di Jawa, yaitu pada prosesi menginjak telur yang

ditempatkan di sebuah cobek. Prosesi ini dikenal dengan nama midag endhog.

Adapun yang menginjak telur adalah mempelai laki-laki (Purwadi, 2005). Telur

melambangkan keperawanan mempelai perempuan yang masih utuh saat menikah.

Midak endhog bermakna bahwa mempelai wanita merelakan pamor dan

keperawanannya direngkuh oleh mempelai laki-laki (Listyorini, tanpa tahun). Simbol

dalam upacara pernikahan Jawa ini menyiratkan bahwa virginitas merupakan hal

yang penting untuk dijaga hingga menikah pada tradisi Jawa. Pandangan ini sedikit

banyak dipengaruhi oleh agama-agama yang ada di Indonesia. Kelima agama resmi

di Indonesia melarang seks pranikah, yang berarti bahwa kelima agama ini

1
2

menganggap virginitas sebagai sesuatu yang penting untuk dipertahankan sebelum

menikah.

Dewasa ini, muncul gejala problematika sosial mengenai virginitas, dimana

generasi tua menganggap virginitas merupakan hal yang penting dan menuntut kaum

muda untuk tetap mempertahankan virginitasnya sebelum menikah, sedangkan

generasi muda sudah menganggap virginitas tidak lagi penting untuk dipertahankan.

Tuntutan menjaga virginitas tersebut terlihat dari tindakan-tindakan yang dilakukan

generasi tua sebagai pencegahan terhadap pergaulan bebas kaum muda, seperti

penolakkan terhadap ATM kondom di Indonesia (Salman, 2009), pembatasan jam

malam terutama untuk perempuan, bahkan larangan berpacaran bagi kaum muda

(Sarwono, 2008). Ketika anak perempuan bertanya mengapa ia dilarang keluar

setelah jam malam yang telah ditentukan, orang tua beralasan "ora elok" jika

perempuan berkeliaran di jalan tengah malam (“Ruas Malam Jogja”, 2009).

Di sisi lain, kaum muda menganggap virginitas tidak lagi penting untuk

dipertahankan. Ini diperkuat oleh beberapa hasil survei mengenai virginitas yang

dilakukan pada kaum muda. Hasil survei mengenai virginitas tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 1
Hasil Survei tentang Virginitas
Tahun Sumber Hasil Survei Wilayah Survei Keterangan
2002 harian 97,05% mahasiswi yang Yogyakarta Survei dilakukan oleh
Kompas, menjadi responden Lembaga Studi Cinta
(“Sulit mengaku telah dan Kemanusiaan
Dikontrol”, kehilangan virginitasnya serta Pusat Bisnis dan
2002) selama melaksanakan Humaniora (LSCK
studi (kuliah) PUSBIH)
3

2002 Kompas.com, 40% mahasiswa pria Surabaya Dikemukakan dalam


(“Bila Seks”, dari 180 mahasiswa Kongres Nasional I
2002) perguruan tinggi negeri Asosiasi Seksologi
di Surabaya telah Indonesia (Konas I
melakukan hubungan ASI) di Denpasar Juli
seks pranikah 2002
2005- Jawa Pos 47,54% remaja Jabodetabek, Disampaikan oleh
2006 (“Remaja mengaku sudah Medan, Jakarta, Direktur Remaja dan
Cicipi Seks”, mengalami hubungan Bandung, Perlindungan Hak-
2008) seks sebelum nikah Surabaya, dan Hak Reproduksi
Makassar Badan Koordinasi
2008 Jawa Pos 63% remaja mengaku 33 provinsi di Keluarga Berencana
(“Remaja sudah mengalami Indonesia Nasional (BKKBN)
Cicipi Seks”, hubungan seks sebelum Pusat
2008) nikah

Hasil survei di atas memperlihatkan fakta bahwa dewasa ini sebagian dari mereka

yang berusia 19-24 tahun terkesan memandang virginitas sebagai sesuatu tidak

penting dan tidak sakral lagi, serta mulai meninggalkan norma yang selama ini

berlaku di masyarakat.

Kaum muda yang sudah tidak lagi menganggap virginitas penting untuk

dipertahankan sebelum menikah sedangkan generasi tua yang masih menuntut kaum

muda untuk mempertahankan virginitasnya sebelum menikah akhirnya memunculkan

maraknya seks pranikah yang terselubung, namun bisa terlihat dari banyaknya kasus

kehamilan pada remaja, tingkat aborsi yang tinggi di kalangan kaum muda, dan

beredar video-video porno yang diperankan oleh kaum muda. Di tahun 2008, angka

kejadian aborsi di Indonesia berkisar antara 2 sampai 2,6 juta kasus pertahun, dan

30% di antaranya dilakukan remaja berusia 15-24 tahun. Hal tersebut berarti sekitar

600 sampai 780 ribu remaja Indonesia melakukan aborsi setiap tahunnya (“780 Ribu

Remaja Lakukan Aborsi”, 2009). Tingginya angka aborsi yang dilakukan kaum muda
4

ini juga mencerminkan tingginya angka kehamilan di luar nikah pada kaum muda.

Setiawan (2007) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa lebih dari 500

video porno sudah dibuat dan diedarkan di Indonesia, dan sebanyak 90% pembuat

video porno itu berasal dari kalangan kaum muda, mulai dari SMP sampai

mahasiswa.

Permasalahan tersebut diatas salah satu kemungkinannya disebabkan oleh

pemahaman dan pendekatan yang kurang tepat dari orang tua terhadap permasalahan

kaum muda, khususnya terkait dengan seksualitas. Orang tua hanya memberikan

larangan-larangan pada anaknya dan kurang memberikan pembelajaran yang konkrit

mengenai persoalan yang terkait dengan seksualitas. Bagi masyarakat, seksualitas

hampir selalu dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan (Komandoko, 2009).

Akibatnya anak cenderung mencari tahu sendiri informasi yang terkait dengan

seksualitas, termasuk virginitas, misalnya melalui media maupun pergaulannya (lihat,

Sarwono, 2008). Banyaknya sumber informasi mengenai seksualitas memungkinkan

pemaknaan mengenai hal-hal yang terkait dengan seksualitas yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, penting dalam hal ini untuk mengungkap bagaimana persoalan

seksualitas terutama makna virginitas dalam perspektif kaum muda.

Penelitian ini mengungkap masalah virginitas dan tidak mengenai perilaku

seksual pranikah kaum muda. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan. Alasan yang

pertama, karena seksualitas merupakan hal yang sensitif dalam budaya timur

(Indonesia) sehingga apabila langsung menggunakan istilah perilaku seksual pranikah

akan lebih sulit untuk mengungkap akar dari permasalahan seksual pada kaum muda
5

karena kemungkinan jawaban yang terungkap adalah norma-norma yang ada di

masyarakat.

Alasan kedua, istilah virginitas sudah cukup lazim digunakan di Indonesia dan

memiliki pengertian yang tidak hanya menunjuk keperawanan, tapi juga keperjakaan.

Istilah virginitas sudah cukup populer di masyarakat Indonesia, yang terlihat dari data

sistem pencarian Google yakni ada sekitar 22.800 halaman dalam bahasa Indonesia

yang menggunakan istilah virginitas untuk membicarakan keperawanan maupun

keperjakaan. Istilah virginitas juga dipergunakan dalam artikel koran dan majalah

yang membahas mengenai seksualitas, misalnya pada harian Kompas (“Makin

Greng”, 2008), Majalah Femina (Sarwono, 2009), dan Majalah Cosmopolitan (Citra,

2009). Istilah virginitas juga populer di kalangan kaum muda. Seluruh responden

dalam penelitian ini, ketika ditanya tentang istilah virginitas di awal proses

pengambilan data, menyatakan bahwa istilah virginitas cukup familiar untuk mereka

dan sering mereka dengar dalam kehidupan sehari-hari.

Istilah virginitas merupakan serapan dari bahasa Inggris yaitu virginity.

Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2005), virginity diartikan sebagai

keadaan dimana seseorang masih ‘virgin’. Virgin adalah seseorang yang belum

pernah melakukan hubungan seksual. Virginity tidak hanya diartikan sebagai keadaan

perempuan saja, tapi juga laki-laki. Hal ini terlihat dari contoh yang diberikan dalam

kamus tersebut sebagai berikut: “He lost his virginity when he was 18”. Contoh

tersebut memperlihatkan bahwa virginity tidak hanya merupakan keadaan yang

dimiliki perempuan tapi juga laki-laki. Di Indonesia, ada dua istilah untuk
6

membicarakan virginitas yaitu keperawanan bagi perempuan dan keperjakaan bagi

laki-laki.

Alasan ketiga, penelitian ini dilakukan untuk memberi kontribusi solusi pada

permasalahan seksualitas pada kaum muda seperti yang telah dipaparkan di atas

dengan melihat bagaimana pemahaman kaum muda tentang seksualitas, ditinjau dari

pemaknaan dan sikap mereka terhadap virginitas, serta darimana mereka

mendapatkan pemahaman tersebut. Setelah mengetahui pemaknaan dan sikap kaum

muda terhadap virginitas, maka diharapkan penelitian ini bisa mengidentifikasi

mengapa ada kecenderungan banyaknya kaum muda yang melepaskan virginitas

sebelum menikah belakangan ini.

Yogyakarta dipilih sebagai tempat dilakukannya penelitian karena Yogyakarta

masih memiliki ikatan tradisi Jawa yang kuat sehingga diasumsikan nilai dan budaya

Jawa akan menentukan kehidupan kaum muda yang tinggal di kota Yogyakarta,

termasuk dalam memandang makna virginitas. Di sisi lain, belakangan ini bisnis

pondokan atau kost-kostan di Yogyakarta semakin menjamur. Sayangnya, hingga

Agustus 2009 ternyata 90% dari pondokan yang ada di Yogyakarta tidak memiliki

ijin. (“90% Pondokan di Yogya”, 2009). Hal ini terbukti dari hasil operasi yang

dilakukan oleh Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta di empat kecamatan yaitu

Mantrijeron, Umbulharjo, Tegalrejo, dan Gondokusuman (“90% Pondokan di

Yogya”, 2009). Padahal, untuk mengatur bisnis pondokan telah diterbitkan Perda

kota Yogyakarta no. 4 tahun 2003 yang isinya antara lain, penyelenggara pondokan

wajib memiliki izin penyelenggaraan pondokan, menyediakan ruang tamu yang


7

terpisah dari kamar pondokan, dan memberi bimbingan dan pengarahan kepada

pemondok untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat setempat.

Selain itu, terdapat pula larangan untuk menyelenggarakan pondokan yang dihuni

pemondok yang berbeda jenis kelamin. Kemudian, di Yogyakarta juga mulai marak

berkembang tempat hiburan, seperti klub malam, café dan warung kopi yang buka di

malam hari hingga menjelang pagi. Tempat hiburan tersebut menawarkan hingar

bingar kehidupan Yogyakarta di malam hari (“Unggulkan Kenyamanan”, 2006).

Fasilitas ini memungkinkan kaum muda, baik laki-laki maupun perempuan, untuk

berbincang-bincang dan melakukan aktivitas di luar rumah pada malam hari, bahkan

hingga pagi.

Makna virginitas adalah segala sesuatu yang dipahami mengenai virginitas

yang didapatkan melalui interaksi sosial. Makna yang ditafsirkan individu dapat

berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan konteks situasi (Blumer,

dalam Mulyana, 2002). Hal ini juga berlaku untuk makna virginitas. Perspektif

representasi sosial akan membantu untuk mengungkap makna virginitas sebagai suatu

konsep yang selalu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Representasi sosial

merupakan perspektif yang terdiri dari sistem nilai, ide, dan praktek-praktek yang

membangun sebuah pemaknaan sosial (Moscovici, 2001). Dalam konteks ini, sistem

nilai, ide, dan praktek-praktek di masyarakat yang terkait dengan virginitas akan

membangun sebuah pemaknaan sosial mengenai virginitas pada kaum muda. Jadi,

secara khusus penelitian ini hendak mengkaji representasi sosial tentang makna

virginitas pada kaum muda di Yogyakarta.


8

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kaum muda memaknai virginitas?

2. Sikap apa yang dipegang oleh kaum muda tentang virginitas?

3. Darimana mereka mendapat pengetahuan tentang virginitas?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi faktual mengenai

gambaran makna virginitas yang dipahami oleh kaum muda dan dari mana mereka

mendapatkan pemahaman mengenai virginitas, serta sikap apa yang dimiliki kaum

muda mengenai virginitas.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis:

a. Menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam

bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan Masa Dewasa Awal

dengan memberikan kajian atas makna dan sikap terhadap virginitas yang

dimiliki oleh kaum muda.

b. Bagi peneliti yang tertarik pada bidang psikologi perkembangan dan sosial,

penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk perbandingan penelitian

selanjutnya, khususnya penelitian tentang gaya hidup kaum muda.


9

2. Manfaat praktis:

Bagi orangtua dan masyarakat luas.

Penelitian ini dapat memberikan gambaran kontekstual mengenai pemahaman

kaum muda tentang virginitas, sehingga orang tua dan masyarakat luas dapat

memahami pedoman apa yang sebenarnya kaum muda pegang saat ini, terkait

dengan seksualitas.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Pada landasan teori, peneliti menguraikan tentang virginitas, yang merupakan

pokok bahasan dalam penelitian ini, mulai dari pengertiannya hingga bagaimana

pandangan agama dan budaya Indonesia, terutama budaya Jawa, terhadap virginitas

yang akhirnya membentuk konstruksi gender terkait dengan virginitas. Kemudian,

teori perkembangan masa dewasa awal juga dipaparkan sebagai konteks yang diteliti

dalam penelitian ini. Peneliti juga menjelaskan tentang paradigma representasi sosial

sebagai perspektif yang membantu mengungkap makna dan sikap virginitas pada

mahasiswa.

A. VIRGINITAS

A. 1. Definisi

Di Indonesia, ada dua istilah untuk membicarakan virginitas yaitu

keperawanan bagi perempuan dan keperjakaan bagi laki-laki. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2001), perawan diartikan sebagai anak perempuan yang belum

pernah berhubungan seksual dengan laki-laki, sedangkan keperawanan adalah perihal

perawan, kegadisan, atau kesucian seorang gadis. Berdasarkan definisi ini maka dapat

disimpulkan bahwa keperawanan adalah kesucian yang dikarenakan belum pernah

mengalami hubungan seksual bagi perempuan. Virginitas pada laki-laki lebih umum

disebut sebagai keperjakaan, namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001)

10
11

istilah perjaka hanya dijelaskan sebagai lelaki yang belum berumah tangga.

Masyarakat beranggapan bahwa seorang lelaki sudah tidak perjaka lagi bila pernah

melakukan hubungan seks dalam arti penetrasi penis ke dalam vagina, sekalipun laki-

laki tersebut belum menikah (Oetomo, 2001).

Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2005), mengartikan virginity sebagai

keadaan dimana seseorang masih ‘virgin’. Virgin adalah seseorang yang belum

pernah melakukan hubungan seksual. Virginity tidak hanya diartikan sebagai keadaan

perempuan saja, tapi juga laki-laki. Kemudian, Wijaya (2004) dalam bukunya yang

berjudul Seksplorasi 53 Masalah Seksual mengatakan bahwa: “Sesungguhnya

virginity itu lebih merupakan masalah purity yaitu sejauh mana seseorang menjaga

kemurnian dirinya dan memandang aktivitas seksual sebagai aktivitas yang sakral

yang hanya boleh dilakukan dalam ikatan pernikahan”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa virginitas adalah

kesucian yang dimiliki, baik laki-laki maupun perempuan, ketika mereka belum

pernah melakukan aktivitas seksual, yaitu berhubungan seksual.

A. 2. Pandangan Budaya dan Agama terhadap Virginitas

Virginitas memiliki kaitan yang erat dengan hubungan seksual karena

hubungan seksual dapat menyebabkan ‘lepasnya’ virginitas seseorang. Hubungan

seksual sudah menjadi hal yang sakral pada budaya Indonesia bahkan sebelum agama

masuk ke Indonesia. Hubungan seksual merupakan sebuah ritual yang menjadi


12

simbol kesuburan bagi bumi dan jimat ampuh bagi keberhasilan sebuah panen dan

kesejahteraan rakyat (Anoegrajekti, 2006). Seks lebih merupakan hal yang spiritual

dan adiluhung, tidak hanya berorientasi pada hubungan biologis semata. Maksudnya,

seks dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui asal usul kemanusiaan dan tujuan

kesempurnaan hidup (Endraswara, 2002). Hubungan seksual dalam pandangan Jawa

merupakan sesuatu yang luhur, sakral, dan memiliki fungsi untuk menjaga

keharmonisan dan kelangsungan hidup manusia (Roqib, 2007).

Pada saat masyarakat Indonesia masih menganut sistem kepercayaan dan

agama belum masuk ke Indonesia, hubungan seksual antara mereka yang tidak terikat

dalam pernikahan dianggap sebagai hal yang wajar asal hubungan seksual dilakukan

untuk meneruskan keturunan demi menjaga kelangsungan hidup manusia. Di

Terunyan (Bali), misalnya, merupakan suatu kewajaran bila sepasang kekasih

melakukan hubungan seksual dan baru menikah ketika si perempuan terbukti hamil

(Danandjaja, 1985). Sebelum mengenal ajaran agama, masyarakat menganggap

pernikahan bukanlah merupakan hal yang kudus, namun hanya dilakukan untuk

memperoleh keturunan (Tohari, 2007). Seorang perempuan baru akan dinikahi oleh

pasangannya apabila ia sudah terbukti dapat memberikan keturunan. Akan tetapi,

merupakan hal yang haram apabila seorang perempuan hamil tanpa ada seorang pria

yang mau mengakui janinnya dan memiliki bayi di luar pernikahan (Tohari, 2007).

Menurut Michel Foucault (dalam Sudiarja, 2006), seks adalah bagian dari

kehidupan yang wajar karena merupakan ciri manusia sebagai makhluk yang
13

berhasrat. Namun, Agama yang di Indonesia berkembang menjadi lembaga resmi,

dalam menjalankan fungsi sosialnya mencoba mengendalikan hasrat seks umatnya

dengan norma-norma maupun upacara-upacara (Sudiarja, 2006). Hubungan seksual

merupakan hal yang sakral sejak dulu, dan hanya bisa dilakukan ketika pasangan

laki-laki dan perempuan yang berniat untuk mendapatkan keturunan. Pernikahan

hanya akan dilakukan apabila pasangan laki-laki dan perempuan tersebut sudah pasti

akan memiliki keturunan, dimana pihak perempuan sudah mengandung anak dari

pihak laki-laki. Pada perkembangannya, tepatnya ketika agama masuk ke Indonesia,

pernikahan menjadi hal yang sakral sehingga untuk mendapatkan keturunan melalui

hubungan seksual, pasangan laki-laki dan perempuan harus menikah terlebih dahulu.

Hal ini terlihat dari praktek-praktek keagamaan yang berlaku di masyarakat sebagai

berikut:

Tabel 2
Pandangan Agama mengenai Virginitas
Hindu • Merupakan sebuah dosa apabila seseorang memberikan
(Angganingrum,2009) virginitasnya sebelum ia memasuki tahap Grahasta (tahap
berkeluarga) dalam tahapan Catur Asrama (4 tahap
kehidupan).
• Pernikahan merupakan prosesi yang ditujukan pada
leluhur dan Tuhan untuk seorang perjaka dan perawan,
dan merupakan awal memasuki tahapan Grahasta
Buddha • Berpedoman pada sila ketiga pada pancasila Buddha, yaitu
“Kami bertekad akan melatih diri menghindari perbuatan
asusila/hubungan yang salah”, penganut agama Buddha,
kecuali para petapa diperbolehkan melakukan hubungan
seksual jika sudah berumah tangga. Melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang tidak sah adalah hubungan
seksual yang salah (Vajhiradhammo, 2008)
Lanjut ke halaman berikutnya
14

Islam • Menikah adalah ibadah (Anoegrajekti, 2006)


• Seks adalah masalah suci serta sakral, karena hanya bisa
diraih dan dinikmati melalui proses ijab-qabul atau akad
pernikahan (Anoegrajekti, 2006). Penikahan merupakan
satu-satunya cara yang sah untuk memenuhi kebutuhan
seksual dan emosi (Halstead, 2006)
• Hubungan seksual sebelum waktunya mengundang rasa
malu dan hukuman sosial (Rathus, 2008)
Katolik • Menjaga virginitas adalah salah satu bentuk memujaan
(Rathus, 2008) pada Tuhan (adanya konsep selibat)
• Hubungan seksual hanya boleh dilakukan untuk
meneruskan keturunan
• Tuntutan virginitas pada pengantin perempuan

Protestan • Pernikahan adalah suatu proses dua orang dewasa, pria


dan wanita, dan hanya satu-satunya tempat yang sah untuk
bersetubuh (Halstead, 2006)
• Hubungan seksual sebelum menikah dianggap sebagai hal
yang amoral dan penuh dosa (Rathus, 2008)

Kelima agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan

Buddha, menyatakan bahwa pernikahan adalah hal yang sakral, bukan hanya untuk

membentuk sebuah keluarga tapi juga merupakan situasi yang menjadi pertanda

utama diperbolehkannya hubungan seksual pada orang dewasa. Agama menanamkan

norma yang melarang seks pranikah. Seks dianggap sebagai suatu hal yang sakral,

yaitu sebagai wujud cinta kasih dan untuk meneruskan keturunan. Hidup berkeluarga

dan lembaga perkawinan adalah hal yang penting, sehingga hubungan seksual hanya

boleh dilakukan sepasang laki-laki dan perempuan bila disahkan oleh hukum, yaitu

jika telah mengikatkan diri dalam sebuah lembaga perkawinan (Al-Fayyadl, 2006).
15

Ini berarti bahwa agama menganggap virginitas merupakan hal yang penting untuk

dipertahankan sebelum menikah.

Besarnya pengaruh agama dalam masyarakat Indonesia, menyebabkan nilai-

nilai yang ada pada agama juga melembaga dalam kultur masyarakat, termasuk nilai-

nilai kesakralan perkawinan dan virginitas. Virginitas menjadi hal yang sakral dalam

budaya Indonesia setelah mendapat pengaruh agama. Di Indonesia, terdapat dua jenis

pemaknaan mengenai virginitas yang beredar di masyarakat. Hal ini tercermin dari

berbagai novel yang memiliki konteks budaya Indonesia. Novel sebagai salah satu

bentuk karya sastra dapat dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang dialami

oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma-norma dalam interaksinya

dengan lingkungan sehingga dalam novel sastra terdapat makna tertentu tentang

kehidupan.

Pada novel sastra trilogi Rara Mendut (2008) yang mengambil setting jaman

Kerajaan Mataram yang berbasis Agama Islam, Ni Semangka yang merupakan abdi

puri Kerajaan Mataram, menjawab pertanyaan Genduk Duku, seorang dayang cilik,

mengenai keperawanan, sebagai berikut:

“‘Perawan dan tidak perawan terletak pada tekad batin, pada galih di
dalammu.’ Banyak gadis di dalam peperangan diperkosa, kata ibuku, Nduk,
tetapi bila itu melawan kemauan, mereka masih perawan. Dewi Sinta, Nduk
Duku, seandainya pun dia sudah ditiduri Rahwana. Dewi Sinta yang melawan,
tetaplah perawan. Bahkan ibuku berkata, dan biar ibuku hanya perempuan
desa tetapi saya percaya ibuku benar, ‘Seseorang ibu yang sudah melahirkan
anak tujuh pun, bila dia suci dalam pengabdiannya selaku istri setia dan ibu,
dia pun perawan dalam arti yang sejati.’” (h. 22).

16

Pernyataan ini mengesankan bahwa adanya pemaknaan terhadap keperawanan secara

substansial, yaitu keperawanan merupakan kesucian bagi perempuan. Selama

perempuan tersebut tidak memiliki niat untuk mengkhianati pasangannya atau

suaminya, serta tetap mengabdi sebagai seorang istri dan ibu yang setia, maka

perempuan tersebut akan tetap dianggap perawan, sekalipun ia pernah diperkosa atau

telah memiliki banyak anak.

Di masyarakat, keperawanan juga dimaknai sebagai hal fisik dan hanya terkait

dengan selaput dara, dimana seseorang dikatakan sudah tidak perawan lagi ketika

selaput daranya robek. Hal ini tercermin dari pernyataan Hanggalana, pemuda yang

bekerja di kandang kuda kerajaan, kepada Genduk Duku. Pada novel sastra trilogi

Rara Mendut (2008) Hanggalana menyatakan bahwa terlalu sering naik kuda akan

menyebabkan seorang perempuan tidak perawan lagi. Aktivitas berat seperti berkuda

dianggap dapat menghilangkan keperawanan karena aktivitas ini dapat menyebabkan

robeknya selaput dara. Pernyataan Hanggalana membuat cemas Genduk yang

kesehariannya diisi dengan latihan berkuda agar ia mampu mengendarai kuda yang

merupakan alat transportasi utama pada masa itu (Mangunwijaya, 2008). Kecemasan

Genduk dikarenakan ia takut selaput daranya robek dan kehilangan keperawannya

apabila terlalu sering berkuda.

Virginitas yang dimaknai sebagai robeknya selaput dara juga digambarkan

pada novel sastra Centhini. Novel sastra Centhini yang juga mengambil setting jaman

Kerajaan Mataram yang berbasis Agama Islam menceritakan bahwa alas tidur
17

pengantin baru harus berwarna putih polos. Hal ini dilakukan agar noda perawan

dapat terlihat setelah malam pertama. Noda perawan yang dimaksud adalah darah

yang keluar dari vagina akibat robeknya selaput dara ketika seorang perempuan

melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya (Wirodono, 2009).

Di Masyarakat juga bermunculan mitos-mitos tentang virginitas yang

menyatakan bahwa perempuan yang masih perawan atau tidak dapat dilihat dengan

mudah melalui kondisi fisiknya. Salah satunya tertulis dalam novel sastra yang

menceritakan kehidupan masyarakat Indonesia di tahun 1960an, Ronggeng Dukuh

Paruk (Tohari, 2007). Novel ini menceritakan sebuah desa bernama Dukuh Paruk

yang belum terkena pengaruh agama padahal pada masa tersebut agama sudah mulai

berkembang di desa-desa tetangga Dukuh Paruk tersebut. Pada novel tersebut

terdapat sebuah pernyataan ketika ronggeng dari Dukuh Paruk berkunjung ke desa

Dawuan yang merupakan desa tetangga Dukuh Paruk, sebagai berikut :

“Lihatlah kedua pangkal alis ronggeng itu yang mulai turun masuk ke
cekungan rongga mata. Bagi orang-orang yang sangat berpengalaman hal itu
adalah tanda bahwa perempuan, betapa muda usianya, sudah memasuki
keaktifan kehidupan berahi” (h. 124)

Dewasa ini mitos-mitos tentang virginitas semakin banyak beredar di

masyarakat. Sarwono (2006), dalam buku Psikologi Prasangka Orang Indonesia:

Kumpulan Studi Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang

Indonesia, juga menggungkapkan beberapa mitos yang berkembang di masyarakat

tentang virginitas, yaitu kalau malam pertama harus berdarah, anak gadis tidak boleh

olahraga keras (nanti selaput daranya robek), dan bentuk payudara dan pantat wanita
18

melambangkan keperawanan. Banyaknya mitos di masyarakat saat ini tentang

virginitas yang dihubungkan dengan tampilan fisik memperlihatkan bahwa virginitas

hanya dimaknai sebagai hal fisik oleh masyarakat.

Berbeda halnya dengan virginitas pada perempuan atau keperawanan yang

banyak dipermasalahkan pada novel-novel sastra dan dalam masyarakat, keperjakaan

justru tidak menjadi masalah bagi masyarakat. Virginitas yang hanya dimaknai

sebagai kondisi fisik seseorang menyebabkan virginitas semakin melekat pada

perempuan dan keperjakaan semakin tidak dipermasalahkan. Keperawanan seolah

lebih mudah dibuktikan dengan melihat ciri fisik yang melekat pada diri perempuan

yaitu keutuhan selaput dara dan keluarnya darah pada saat melakukan hubungan

seksual untuk pertama kalinya. Hal ini tidak berlaku pada laki-laki karena pada

keperjakaan tidak ada tanda fisik yang seperti apa yang dimiliki perempuan (“Bangga

Jadi Perjaka”, 2009).

A. 3. Konstruksi Gender tentang Virginitas Berdasarkan Agama dan Budaya

A. 3. a. Definisi Gender

Secara biologis, individu dibedakan dari karakteristik fisik, yaitu laki-laki dan

perempuan yang disebut seks. Secara sosial budaya, individu dibedakan dari sifat-

sifat yang melekat pada laki-laki (maskulin) dan perempuan (feminim) berdasarkan

nilai-nilai budaya yang disebut gender. Hilary M. Lips dalam buku Sex and Gender:

an Introduction (2005) menyatakan bahwa gender sesungguhnya adalah hal yang


19

berbeda dengan jenis kelamin (seks). Jenis kelamin (seks) merupakan pembagian dua

jenis kelamin (penyifatan) manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat

pada jenis kelamin tertentu, sedangkan gender sendiri merupakan konstruksi sosial

psikologis pada jenis kelamin (Handayani & Novianto, 2004).

Oakley (dalam Kasiyan, 2008) membedakan istilah antara gender dan seks.

Secara prinsip dijelaskan bahwa gender merujuk pada kategori sosial dan seks adalah

kategori biologis. Hal ini juga ditegaskan oleh Mosses (dalam Kasiyan, 2008), bahwa

secara mendasar gender berbeda dengan jenis kelamin biologis. Jenis kelamin

biologis merupakan pemberian (given), yakni kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki

dan perempuan. Akan tetapi untuk menjadi ‘feminim’ atau ‘maskulin’ bukan hanya

pemberian namun juga kultural berdasarkan kondisi biologis seseorang. Gender

merupakan perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan (Oakley, dalam

Nugroho, 2008). Gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan

perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan

Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural

(Nugroho, 2008)

Sekalipun tampak jelas perbedaan antara jenis kelamin dan gender, sampai

saat ini masih terlihat bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan perbedaan

gender. Perbedaan gender (gender differences) tersebut, sesungguhnya tidaklah

menjadi masalah, sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender (Kasiyan,

2008; Nugroho, 2008).


20

A. 3. b. Ketidakadilan Gender pada Virginitas

Pada budaya Indonesia, virginitas diidentikan dengan perempuan meskipun

kondisi tersebut juga dimiliki oleh laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya pemahaman

bahwa virginitas dapat dibuktikan secara fisik. Virginitas yang dinilai sebatas kondisi

fisik saja, yaitu menyangkut keutuhan selaput dara yang hanya dimiliki perempuan.

Tidak adanya penanda fisik pada keperjakaan laki-laki seperti halnya selaput dara

yang dianggap penanda fisik keperawanan perempuan diperlihatkan dalam novel

sastra Saman (Utami, 2008), sebagai berikut:

“Sebab menurutku yang curang lagi-lagi Tuhan: dia menciptakan selaput


dara, tapi tidak membikin selaput penis” (h. 152)

Pernyataan dalam novel ini memperlihatkan pandangan masyarakat bahwa

keutuhan selaput dara mengindikasikan virginitas. Keperawanan pada perempuan

seolah lebih mudah dibuktikan dengan melihat ciri fisik yang melekat pada diri yaitu

keutuhan selaput dara dan pendarahan pada saat terjadi persenggamaan. Selain

memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan anggapan bahwa virginitas dimaknai

sebagai hal fisik yang lebih terlihat pada perempuan, budaya ini juga memperlihatkan

adanya tuntutan bagi perempuan untuk menjaga virginitasnya hingga menikah.

Isu virginitas seringkali dikaitkan dengan perempuan dan seakan-akan yang

bertanggung jawab menjaga virginitasnya adalah perempuan. Tuntutan untuk masih

perjaka bagi laki-laki hampir tidak ada (Oetomo, 2001). Selain itu, eksplorasi seksual

yang menyebabkan laki-laki kehilangan keperjakaan lebih dapat ditoleransi dan

dimaklumi oleh masyarakat daripada eksplorasi seksual pada perempuan (Torsina,


21

2008). Virginitas memiliki peran sosial yang penting khususnya bagi perempuan.

Berbeda dengan yang dirasakan oleh perempuan terkait dengan keperawanan, secara

sosial budaya masyarakat tidak terlalu memperhatikan keperjakaan, sehingga laki-

laki tidak merasakan adanya beban sosial (Oetomo, 2001).

Keperawanan merupakan persembahan wajib perempuan kepada suaminya di

malam pertama pengantin (Wirodono, 2009; Utami, 2008). Oleh karena itu,

perempuan hanya boleh menyerahkan virginitasnya setelah menikah, dan apabila

seorang perempuan tidak perawan lagi, suaminya dan keluarga suaminya akan

menjadikannya sebagai alasan untuk mengakhiri pernikahan (Machali, 2005). Hal

tersebut tidak berlaku pada pria. Keperjakaan pada pria sulit ditentukan karena tidak

ada tanda atau barometer fisik yang serupa seperti apa yang dimiliki oleh perempuan.

Selain dikarenakan adanya pemahaman bahwa virginitas terkait dengan

kondisi fisik seseorang, perempuan juga akan menanggung beban yang lebih berat

apabila ia sampai melepaskan virginitasnya dan melakukan hubungan seksual

sebelum menikah. Pada laki-laki, mereka hanya perlu menyumbangkan spermanya

saja untuk menghasilkan keturunan (Durrant & Ellis, 2002). Apabila sepasang kaum

muda melakukan hubungan seksual pranikah dan hubungan tersebut menghasilkan

keturunan, pihak laki-laki bisa saja tidak mengakui benih tersebut sebagai anaknya

dan lari dari tanggung jawabnya. Sedangkan pada perempuan ketika hubungan

seksual tersebut menghasilkan keturunan, ia harus menghadapi sembilan bulan

mengandung dan bahaya melahirkan. Pada masyarakat tradisional, masa-masa


22

menyusui dan mengasuh anak juga merupakan beban bagi perempuan apabila

hubungan seksual menghasilkan seorang anak (Durrant & Ellis, 2002). Masa-masa

mengandung, melahirkan, hingga menyusui dan mengasuh anak akan lebih berat bagi

perempuan ketika anak tersebut merupakan hasil hubungan seksual pranikah, karena

pihak perempuan akan lebih menanggung malu daripada pihak laki-laki. Hal ini akan

semakin buruk apabila pihak laki-laki tidak mau mengakui anak hasil hubungan

seksual pranikah tersebut sebagai anaknya. Beban yang akan dihadapi perempuan

ketika ia melakukan hubungan seksual pranikah (yang memiliki kemungkinan besar

dapat menghasilkan keturunan) menyebabkan masyarakat lebih mempermasalahkan

keperawanan daripada keperjakaan.

Keperawanan ternyata sudah dihargai tinggi bahkan oleh budaya yang belum

terkena pengaruh agama, sekalipun belum ada kewajiban untuk menjaga

keperawanan sebelum menikah. Keperawanan perempuan yang memiliki profesi

tertentu, misalnya menjadi ronggeng, akan dihargai sangat tinggi. Hal ini

digambarkan oleh Ahmad Tohari dalam novel sastranya yang berjudul Ronggeng

Dukuh Paruk (2007). Pada novelnya Ahmad Tohari mengangkat prosesi bukak

klambu yang merupakan syarat terakhir untuk menjadi penari ronggeng di Dukuh

Paruk, desa yang belum mengenal agama. Bukak klambu adalah semacam sayembara,

terbuka bagi laki-laki manapun. Yang disayembarakan adalah keperawanan calon

ronggeng. Laki-laki yang dapat menyerahkan sejumlah uang yang ditentukan oleh

dukun ronggeng, berhak menikmati virginitas itu. Diceritakan bahwa uang yang
23

wajib diserahkan oleh laki-laki yang menginginkan virginitas calon ronggeng sangat

banyak pada masa itu (Tohari, 2007).

Perempuan diharapkan lebih dapat mempertahankan keperawanannya yang

sangat berharga, sedangkan pada laki-laki tuntutan akan keperjakaan hampir tidak

ada (Oetomo, 2001). Ini mencerminkan adanya ketidakadilan gender pada viginitas di

masyarakat. Masyarakat menuntut perempuan untuk mempertahankan virginitasnya

namun mengganggap pelepasan virginitas sebelum menikah pada laki-laki sebagai

sesuatu yang wajar (Crooks, 2008).

B. KONTEKS PENELITIAN : MAHASISWA DI YOGYAKARTA

B. 1. Kontribusi Kultural dalam Makna Virginitas pada Mahasiswa di

Yogyakarta

Menurut Koentjaraningrat (dalam Roqib, 2007), kebudayaan Jawa berakar di

Kraton dan berkembang di Yogyakarta dan Solo. Hal ini menyebabkan Daerah

Istimewa Yogyakarta menyandang nama besar sebagai pusat kebudayaan Jawa

dengan khasanah tradisi yang melimpah. Yogyakarta dipandang memiliki ikatan

tradisi yang kuat dan seakan-akan hal tersebut menjadi norma untuk menilai

kehidupan yang ada di Yogyakarta. Adapun nilai budaya Jawa yang saat ini dipegang

oleh masyarakat jawa adalah perpaduan antara budaya Jawa dan pengaruh nilai-nilai

Agama. Salah satunya yang terkait dengan virginitas adalah penundaan pelepasan

virginitas sebelum menikah. Nilai sakralnya virginitas ini tidak hanya ada pada
24

budaya Jawa namun merupakan budaya yang dibawa oleh Agama sehingga juga

dimiliki oleh seluruh budaya di Indonesia. Agama menanamkan norma yang

melarang seks pranikah, karena hubungan seksual dan pernikahan merupakan hal

yang sakral. Ini berarti bahwa agama juga menganggap virginitas adalah hal yang

penting untuk dipertahankan sebelum menikah.

Yogyakarta yang dipandang memiliki ikatan tradisi Jawa yang kuat

memunculkan anggapan bahwa Yogyakarta merupakan daerah yang menolak

perubahan-perubahan yang ada (Subanar, 2008). Terkait dengan hal tersebut, ketika

terjadi pelanggaran atas nilai-nilai kesakralan virginitas dan pernikahan, seperti

maraknya pelepasan virginitas di kalangan kaum muda yang belum menikah,

terjadilah gejolak yang lebih besar dari kota-kota lain yang tidak menyandang atribut

seberat Yogyakarta. Misalnya, ketika hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga

Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) di

tahun 2002 menyatakan 97,05% mahasiswi yang menjadi responden penelitian

mengaku telah kehilangan virginitasnya selama melaksanakan studi (“Sulit

Dikontrol”, 2002), berbagai respon bermunculan menyikapi hasil penelitian tersebut.

Kontroversi seputar penelitian tersebut mewarnai hampir seluruh pemberitaan di

beberapa koran lokal di D.I. Yogyakarta. Ada yang menggugat hasil penelitian

tersebut, baik dari segi validitas, objektivitas, tujuan dan manfaat penelitian serta

menuntut dicabutnya hasil penelitian tersebut karena dianggap telah meresahkan

masyarakat, khususnya kelompok perempuan dan pemerintah D.I. Yogyakarta.


25

Penelitian ini dianggap mencemarkan nama baik Yogyakarta. Di sisi lain, ada juga

pihak-pihak yang memandang hasil penelitian tersebut penting sebagai peringatan

dan mawas diri bagi semua pihak, dan atas dasar itu perlu diambil langkah-langkah

preventif (Munti, 2005).

Pembicaraan mengenai seksualitas merupakan hal yang tabu pada budaya

Jawa. Masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan

masyarakat Jawa umumnya, meskipun dalam percakapan di pergaulan banyak

lelucon mengenai seks (Roqib, 2007). Orang tua dan guru di sekolah menempatkan

masalah seks sebagai hal yang tabu untuk ditanyakan dan didiskusikan (Komandoko,

2009). Padahal keluarga merupakan tempat terbentuknya norma-norma sosial dan

pengkhayatan (internalisasi) nilai-nilai (Surbakti, 2008). Anggapan tabu terhadap hal-

hal mengenai seksualitas yang dimiliki orang tua menyebabkan orang tua cenderung

enggan untuk membicarakan masalah seksualitas pada anak, sehingga nilai-nilai yang

terkait dengan seksualitas pun kurang terbentuk pada anak. Ketertutupan lingkungan

keluarga dan institusi pendidikan mengenai seksualitas membuat kaum muda

akhirnya mencari informasi dari sumber yang lebih terbuka dengan masalah

seksualitas, misalnya media dan lingkungan pergaulan (Sarwono, 2008).

B. 2. Mahasiswa

Mahasiswa adalah sebutan bagi mereka yang menjalankan studi di Perguruan

Tinggi. Direktorat Kemahasiswaan Ditjen Perguruan Tinggi dan Departemen


26

Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Sarwono, 1979), mendefinisikan mahasiswa

sebagai golongan pemuda (umur 18-30 tahun), yang secara resmi terdaftar pada salah

satu perguruan tinggi dan aktif pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Jika dilihat

dari segi usia, yaitu antara 18-30 tahun, Mahasiswa adalah golongan yang baru saja

meninggalkan masa remaja dan mulai menapaki masa dewasa awal.

B. 3. Masa Dewasa Awal

B. 3. a. Batasan Usia Masa Dewasa Awal

Subyek pada penelitian ini adalah mahasiswa yang berada pada masa dewasa

awal, yaitu yang berusia 21-26 tahun. Masa dewasa awal dimulai sejak usia 20 tahun

dan berlangsung hingga usia 30 tahun (dalam Santrock, 2007). Sedangkan menurut

Haditomo (dalam Monks et al, 2002) masa dewasa awal dimulai dari usia 21 tahun

dan berakhir pada usia 35 tahun.

Di Indonesia, usia 21 tahun dianggap sebagai batas kedewasaan. Pada usia ini

seseorang dapat melaksanakan kewajiban tertentu tanpa tergantung pada orang

tuanya (Monks et al, 2002). Hal ini terlihat dari Undang-undang yang diterapkan di

Indonesia. Mereka yang telah berusia 21 tahun dalam UU No. 1/1974 tentang

Perkawinan diperbolehkan menikah tanpa izin dari orang tua. Pada usia tersebut

seseorang dianggap sudah mampu memegang tanggung jawab terhadap perbuatannya

(Monks et al, 2002).


27

B. 3. b. Ciri Masa Dewasa Awal

Salah satu ciri orang yang berada di masa dewasa awal adalah

kemandiriannya dalam membuat keputusan, yang meliputi pembuatan keputusan

secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta tentang gaya hidup

(Santrock, 2002). Berdasarkan Undang-undang yang diterapkan di Indonesia, mereka

yang telah berusia 21 tahun dianggap telah mampu membuat keputusan untuk dirinya

sendiri, termasuk keputusan tentang nilai-nilai yang ia pegang dan hubungan

percintaannya.

Ciri lain yang dinyatakan dalam Mappiare (1997) adalah bahwa usia dewasa

awal adalah usia banyak masalah. Pada masa dewasa ini banyak persoalan baru yang

muncul, namun beberapa ada juga yang merupakan kelanjutan atau pengembangan

dari persoalan yang dialami dalam masa remaja akhir. Persoalan-persoalan baru yang

mungkin muncul, antara lain: persoalan mengenai pekerjaan dan jabatan, pemilihan

teman hidup, dan keuangan. Persoalan yang berhubungan dengan pemilihan teman

hidup merupakan satu diantara persoalan sangat penting dalam masa dewasa awal ini.

Pada proses pemilihan teman hidup sebelum memasuki jenjang perkawinan, telah

terdapat persoalan yang berhubungan dengan penyesuaian, baik terhadap calon

istri/suami maupun terhadap orang-orang lain yang terkait dengan calon suami/istri,

beserta norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku. Dengan banyaknya

persoalan yang dialami orang yang memasuki masa dewasa awal, maka muncul

ketegangan emosi dalam menghadapinya. Ketegangan emosional ini seringkali


28

dinampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Sebelum

usia 27 tahun kekhawatiran yang muncul berhubungan dengan nilai-nilai moral dalam

kontak-kontak yang berkisar hubungan antara dua jenis kelamin, misalnya kencan

dan romans.

Ciri khas anak muda adalah bahwa dia dapat mewujudkan dirinya sendiri dan

berusaha membebaskan dirinya dari lindungan orang tua. Ini tidak hanya berarti ia

dalam usahanya untuk mencoba membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang

tuanya, baik dari segi afektif maupun dalam segi ekonomi. Secara mental, anak muda

juga tidak suka lagi menurut pada orang tuanya. Kewibawaan wakil-wakil generasi

tua seperti orang tua, guru, pemimpin-pemimpin agama dan sebagainya tidak lagi

begitu saja diterima. Meskipun kecenderungan akan perkembangan sikap ini terdapat

pada semua remaja atau anak muda pada masa ini, tetapi manisfestasinya banyak

dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Di Indonesia, sikap ingin membebaskan dirinya

dari generasi tua ini mungkin masih disertai oleh sikap hormat dan menjaga jarak

antara kaum muda dan orang tua sesuai dengan norma-norma yang dipercaya. Tetapi

bagaimanapun juga keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri

ini merupakan kecenderungan yang ada pada setiap kaum muda (Monks et al, 2002)

B. 3. c. Tugas Masa Dewasa Awal

Tugas perkembangan yang khusus bagi orang Indonesia belum ada, maka

peneliti menggunakan tugas perkembangan yang dipinjam dari masyarakat yang


29

berbeda. Rumusan tugas perkembangan yang dapat digunakan adalah tugas

perkembangan menurut Erikson (dalam Santrock, 2007), yang menyatakan bahwa

pada masa dewasa awal individu menghadapi tugas perkembangan pembentukan

relasi yang akrab dan intim dengan seseorang. Erikson menggambarkan keintiman

sebagai penemuan diri sendiri pada orang lain, namun tidak kehilangan diri sendiri.

Saat mereka yang berada pada masa dewasa awal menemukan relasi yang intim

dengan orang lain, keintiman akan dicapai. Namun jika tidak, isolasi yang terjadi.

Keintiman diperlihatkan oleh mereka yang berada pada masa dewasa awal

melalui hubungan berpacaran dengan cinta yang romantis. Cinta yang romantis

sangat penting khususnya bagi mahasiswa perguruan tinggi. Pada suatu penelitian,

mahasiswa laki-laki dan perempuan yang belum menikah diminta untuk

mengidentifikasikan hubungan dekat mereka. Hasilnya, lebih dari separuh subyek

menyebutkan kekasih romantis daripada menyebut orang tua, saudara kandung, atau

teman (dalam Santrock, 2002). Cinta yang romantis, yang juga disebut sebagai cinta

penuh gairah, memiliki komponen-komponen seksualitas dan nafsu birahi. Cinta

yang romantis mencakup emosi-emosi yang beragam dan kompleks, seperti

ketakutan, kemarahan, dorongan seksual, rasa cemburu, dan kegembiraan (Hendrick

& Hendrick, dalam Santrock, 2007). Ellen Berscheid (dalam Santrock, 2007),

seorang peneliti cinta, menyatakan bahwa dorongan seksual adalah unsur yang

terpenting dalam cinta romantis.


30

Dengan demikian, responden pada penelitian ini adalah kaum muda yang

merupakan mahasiswa berusia 21-26 tahun, dan tinggal di Yogyakarta. Yogyakarta

memiliki ikatan tradisi Jawa yang kuat, namun di sisi lain Yogyakarta telah

mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan, termasuk munculnya tempat

hiburan, mulai dari yang sifatnya hiburan keluarga hingga yang menawarkan hingar

bingar kehidupan di malam hari (“Unggulkan Kenyamanan”, 2006)

C. REPRESENTASI SOSIAL VIRGINITAS PADA KAUM MUDA DI

YOGYAKARTA

Istilah representasi sosial mengacu pada produk dan proses yang menandai

pemikiran pada masyarakat awam. Teori representasi sosial menekankan pentingnya

melihat keberagaman pengalaman individu dan bagaimana pengalaman

diorganisasikan dan dipahami dalam masyarakat awam. Representasi sosial

merupakan perspektif yang terdiri dari sistem nilai, ide, dan praktek-praktek yang

membangun sebuah pemaknaan sosial (Moscovici, 2001). Jika dikaitkan dengan

representasi sosial, pemaknaan terhadap virginitas dapat dilihat melalui sistem nilai,

ide, dan praktek-praktek yang berlaku di masyarakat tentang virginitas. Nilai yang

dimiliki masyarakat Indonesia adalah kesakralan pernikahan dan larangan melakukan

hubungan seksual sebelum menikah. Ini berarti bahwa virginitas adalah hal yang

penting untuk dipertahankan sebelum menikah.


31

Makna adalah hasil interaksi sosial yang dinegosiasi melalui bahasa (Blumer,

dalam Mulyana, 2002). Makna merupakan suatu produksi sosial yang muncul dalam

proses interaksi antar manusia. Ini memperlihatkan bahwa makna tidak hanya berada

pada level individu saja, tetapi terdapat makna yang berada pada level masyarakat

yang dinamakan makna sosial atau representasi sosial (Blumer, dalam Sunarto,

2000). Makna yang ditafsirkan individu dapat berubah dari waktu ke waktu sejalan

dengan perubahan konteks situasi (Blumer, dalam Mulyana, 2002). Hal ini juga

berlaku untuk makna virginitas. Dalam hal ini perspektif representasi sosial juga akan

membantu mengungkap makna virginitas sebagai suatu konsep yang selalu tumbuh

dan berkembang dalam masyarakat. Perspektif representasi sosial mengenal manusia

sebagai makhluk berpikir yang mampu bertanya, mencari jawaban, dan pada

umumnya berpikir mengenai hidup. Representasi sosial merupakan bagian ingatan

kolektif masyarakat. Dengan demikian representasi sosial merefleksikan pemahaman

pikiran awam (commonsense).

Representasi sosial terdiri atas tiga dimensi, yaitu informasi, sikap, dan ranah

representasi, yang mencakup gambaran, ekspresi nilai-nilai, keyakinan, dan opini,

mengenai suatu obyek (Jodelet, 2006). Inti dari representasi sosial adalah keyakinan

yang menyatakan bahwa kondisi psikologis seseorang merupakan produk sosial yang

akan menjadi pedoman tindakan bagi individu-individu yang ada dalam lingkungan

yang sama (Wamsley, 2004). Representasi tidak “secara individual dihasilkan


32

melalui replika dari data persepsi” tetapi dilihat sebagai bagian dari realitas sosial.

Oleh karena itu, representasi sosial dilihat sebagai bagian dari realitas sosial.

Secara umum, penelitian representasi sosial melalui dua proses yaitu,

anchoring dan objectivication. Proses Anchoring mengacu kepada proses pengenalan

atau pengaitan (to anchor) dari suatu obyek tertentu dalam pikiran individu, dalam

hal ini mengenai virginitas. Pada proses anchoring, informasi baru diintegrasikan ke

dalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek yang

tidak familiar, dalam penelitian ini adalah virginitas, diterjemahkan dalam kategori

dan penggambaran yang lebih sederhana dalam konteks yang familiar bagi individu.

Proses membuat yang tidak familiar menjadi familiar disebut dengan proses

objectification.

Moscovici (dalam Walmsley, 2004) berpendapat bahwa tujuan representasi

sosial adalah untuk membuat yang tidak familiar menjadi familiar. Pada penelitian

ini, proses objectivication mengacu pada penerjemahan ide tentang virginitas yang

cenderung abstrak ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit. Hasil proses

objectification nantinya akan terkait dengan empat fungsi representasi sosial (dalam

Walmsley, 2004), yaitu: (a) fungsi pengetahuan, (b) fungsi identitas, (c) fungsi

orientasi, dan (d) fungsi pembenaran. Fungsi pengetahuan memungkinkan suatu

realita untuk dipahami dan dijelaskan. Fungsi identitas meletakkan individu dan

kelompok dalam suatu areal sosialnya dan memungkinkan perkembangan sebuah

identitas sosial selaras dengan norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Fungsi
33

orientasi mengarahkan sikap dan praktek, dan fungsi pembenaran mengizinkan

sesudah fakta pembenaran posisi dan perilaku. Representasi juga menyediakan

pembenaran atas perbedaan sosial antar kelompok, khususnya saat stereotypes dan

permusuhan terbukti. Penelitian ini sendiri menggunakan representasi sosial dengan

lebih menitik beratkan pada fungsi pengetahuan dan fungsi orientasi. Representasi

sosial yang berfungsi sebagai pengetahuan akan mengungkap realitas yang dipahami

kaum muda tentang virginitas, sedangkan fungsi orientasi akan mengarah pada sikap

dan praktek yang dimiliki kaum muda terkait dengan virginitas.

Sikap dalam representasi sosial adalah sikap sosial, yakni suatu hasil

konstruksi dan evaluasi terhadap suatu objek pikiran. Sikap sosial terbentuk dari

adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi sosial mengandung lebih dari

pada kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial.

Sikap sosial individu mengenai virginitas akan mengacu pada kumpulan pengetahuan

yang diperolehnya dalam lingkungan sosialnya, baik itu berupa informasi mengenai

virginitas yang ia miliki sendiri dan ia bagikan pada anggota kelompok yang lain,

atau informasi mengenai virginitas dari anggota kelompoknya yang dapat

mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap virginitas (lihat Wagner et al, 1999).

Masa dewasa awal dalam budaya Indonesia dimulai sejak usia 21 tahun dan

berakhir pada usia 30 tahun. Sebelum usia 27 tahun kaum muda mengalami

kekhawatiran yang muncul berhubungan dengan nilai-nilai moral dalam kontak-

kontak yang berkisar hubungan antara dua jenis kelamin, misalnya kencan dan
34

romans. Hal ini terkait dengan anggapan bahwa mereka yang berada pada masa

dewasa awal sudah mampu mengambil keputusan tentang nilai-nilai yang ia pegang

dan dalam memilih pasangan. Nilai-nilai moral yang terkait dengan hubungan jenis

kelamin pada budaya Jawa khususnya adalah penundaan pelepasan virginitas, yang

berarti juga penundaan hubungan seksual sebelum menikah. Hal ini juga berarti

bahwa kaum muda harus mengontrol dorongan seksualnya, padahal masa dewasa

awal yang juga merupakan masa menjalin hubungan intim dengan lawan jenis dan

oleh karenanya pada masa ini seseorang juga memiliki dorongan seksual yang tinggi.

Kaum muda tidak begitu saja menerima nilai-nilai tentang virginitas yang

diturunkan oleh wakil-wakil generasi tua seperti orang tua, guru, dan pemimpin-

pemimpin agama. Orang tua dan guru di sekolah yang menempatkan masalah seks

sebagai hal yang tabu untuk ditanyakan dan didiskusikan menyebabkan orang tua

cenderung enggan untuk membicarakan masalah seksualitas pada anak, sehingga

anak kurang mendapatkan nilai-nilai yang terkait dengan seksualitas. Ketertutupan

lingkungan keluarga dan institusi pendidikan mengenai seksualitas membuat kaum

muda cenderung mencari informasi dari sumber yang lebih terbuka dengan masalah

seksualitas, misalnya media massa dan lingkungan pergaulan. Representasi sosial

kaum muda mengenai virginitas terbentuk dari pengintegrasian nilai-nilai virginitas

yang mereka dapatkan dari generasi tua dengan informasi-informasi yang mereka

peroleh dari lingkungan pergaulan dan media massa.


Skema 1
Tinjauan Teoritis

Agama
Keluarga

• Hubungan
Hubungan seks masih Institusi Sikap
Makna Makna
seks merupakan pendidikan terhadap
virginitas virginitas
Budaya merupakan hal yang virginitas
menurut pada kaum
hal yang sakral pada kaum
masyarakat muda
sakral, namun • Pernikahan muda
pernikahan menjadi Pergaulan
belum dinilai sakral
sebagai hal • Tuntutan
yang sakral menjaga
virginitas
sebelum Media
menikah

35
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan

menggunakan paradigma representasi sosial. Penelitian kualitatif bertujuan untuk

memberikan uraian deskriptif yang kaya atau “padat” tentang fenomena yang

diselidiki serta melibatkan pengumpulan data dalam bentuk laporan verbal

naturalistik dan analisis yang dilakukan bersifat tertulis (Smith, 2009). Penelitian ini

mencoba menggali data dan menganalisis data secara kualitatif. Namun untuk

mempermudah membaca data dan menemukan representasi sosial yang muncul maka

data kualitatif tersebut kemudian dianalisis secara kuantitatif.

Suryabrata (2008) mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk

membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang

ada dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2008). Pada penelitian

deskriptif jenis data yang dikumpulkan adalah data yang sifatnya deskriptif seperti

transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan sebagainya

(Poerwandari, 2005). Peneliti dalam melakukan penelitian menyusun suatu gambaran

yang menyeluruh dan kompleks, menganalisis kata-kata, melaporkan secara detail

pendapat atau pandangan responden dan melaksanakan penelitian tersebut dalam

lingkungan alamiahnya.

36
37

Paradigma representasi sosial digunakan dalam penelitian ini karena dapat

mengungkapkan apa yang ada dalam masyarakat terkait dengan permasalahan sosial

yang ada. Paradigma representasi sosial merupakan kerangka berpikir konsep-konsep

dan ide-ide psikologis dalam dunia sosial, dalam rangka mempelajari fenomena

psikososial dalam masyarakat modern (Wagner et al., 1999). Paradigma ini

meletakkan individu dalam ruang sosialnya sehingga pemahaman dan sikap sosial

individu terhadap virginitas dapat diketahui, sesuai dengan nilai dan norma yang

berlaku dalam masyarakatnya (Walmsley, 2004). Teori yang dikembangkan oleh

Moscovici ini memiliki beberapa tujuan, yakni mempelajari hubungan yang terjadi

antara pikiran awal atau pengetahuan yang bersifat opini umum dan pengetahuan

keilmuan; menjelaskan proses terjadinya pemikiran sosial; pembiasaan akan hal-hal

baru dan pemahamannya berdasarkan pengalaman sosial yang berfungsi untuk

mengarahkan perilaku dan komunikasi dalam dinamika sosial (Jodelet, 2006).

B. BATASAN ISTILAH

1. Makna virginitas adalah segala sesuatu yang dipahami mengenai virginitas

yang didapatkan melalui interaksi sosial. Virginitas diartikan sebagai kesucian

yang melekat pada laki-laki atau perempuan ketika mereka belum pernah

melakukan hubungan seksual.

2. Sikap sosial terhadap virginitas adalah segala sikap yang ada pada

sekelompok orang yang ditunjukan kepada virginitas. Sikap sosial meliputi

tiga aspek, yakni aspek penilaian (kognitif), aspek perasaan (afektif), dan
38

aspek kecenderungan perilaku (konatif). Sikap terhadap virginitas dalam

penelitian ini mencakup sikap terhadap virginitas diri sendiri, pasangan, dan

orang lain..

3. Sumber informasi mengenai virginitas adalah segala hal yang menjadi sumber

pengetahuan responden terkait dengan virginitas.

C. RESPONDEN PENELITIAN

Pada penelitian ini, batasan pemilihan responden adalah kaum muda berusia

21-26 tahun yang berstatus sebagai mahasiswa. Pemilihan responden yang digunakan

dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik pemilihan responden berdasarkan pada

tujuan tertentu. Peneliti memilih responden kaum muda yang berstatus sebagai

mahasiswa karena kaum muda, terutama mahasiswa, adalah pihak yang

dikhawatirkan dalam masalah virginitas. Peneliti menentukan empat kriteria dalam

memilih responden penelitian, yaitu:

1. Berusia 21-26 tahun

Pada umumnya individu di usia ini sedang menjalin hubungan atau mencari

pasangan yang mengarah pada pernikahan, yang menjadi tugas

perkembangannya. Mereka yang telah berusia 21 tahun dianggap sudah

mampu membuat keputusan untuk dirinya sendiri, termasuk keputusan

tentang nilai-nilai yang ia pegang dan pemilihan pasangan hidup.


39

2. Berstatus sebagai mahasiswa S1 pada salah satu universitas di Yogyakarta

Peneliti sengaja memilih responden dari berbagai macam universitas agar

penelitian tidak terfokus pada satu macam universitas saja.

3. Berstatus belum menikah.

Isu mengenai virginitas akan lebih relevan ketika ditanyakan pada seseorang

yang belum menikah.

4. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Kriteria laki-laki dan perempuan yang dimaksud adalah ciri-ciri yang dimiliki

secara biologis atau fisik.

Penentuan jumlah responden tidak ditentukan sejak awal penelitian, melainkan

dengan mempertimbangkan muncul tidaknya respon yang baru pada saat

pengambilan data. Jika penambahan responden dianggap tidak memunculkan respon

baru dan hanya berupa pengulangan dari respon yang telah diperoleh sebelumnya,

maka penambahan responden dihentikan.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah dengan

metode asosiasi kata menggunakan kuesioner terbuka dan metode wawancara.

Pengumpulan data dilaksanakan selama 4 bulan yaitu pada bulan Maret-Juni 2009

D. 1. Metode asosiasi kata menggunakan kuesioner terbuka

Salah satu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini adalah metode asosiasi kata. Metode asosiasi kata merupakan salah
40

satu teknik proyektif yang memungkinkan variasi yang hampir tidak terbatas dari

respon-respon yang mungkin. Metode asosiasi kata dilakukan untuk mendapatkan

respon berupa kata-kata yang benar-benar hidup dan dipahami sebagai

representasi dari virginitas dalam lingkungan kaum muda. Metode asosiasi kata

ini disajikan menggunakan kuisioner terbuka.

Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden

atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian

mencatat jawaban yang diberikan (Sulistyo, 2006). Kuesioner terdiri atas dua

bentuk yaitu kuesioner tertutup dan terbuka. Kuesioner terbuka adalah kuesioner

yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi (responden) bebas

mengemukakan pendapatnya. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun

dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisiannya tinggal

memberi tanda pada jawaban yang dipilih (Arikunto, 2006). Metode asosiasi kata

disajikan menggunakan kuesioner terbuka karena peneliti ingin mengumpulkan

informasi mengenai berbagai pendapat dari responden.

Kuesioner terbuka dalam penelitian ini diberikan dalam dua tahap.

Instruksi pengisian kuesioner disampaikan secara lisan dan dituliskan juga dalam

kuesioner. Pada tahap pertama, peneliti memberikan kuesioner tentang prioritas

responden dalam memilih pasangan hidup. Kuesioner ini bertujuan untuk

mengetahui kriteria apa saja yang diprioritaskan responden dalam memilih

pasangan hidupnya, dan apakah virginitas termasuk di dalam prioritas responden

dalam memilih pasangan. Hasil dari kuesioner terbuka ini akan terkait dengan
41

sikap kaum muda terhadap virginitas pasangannya. Adapun instruksi pada

kuesioner terbuka pada tahap pertama, sebagai berikut:

a. Tuliskan 5 kriteria yang menjadi prioritas anda dalam memilih pasangan

hidup.

b. Urutkan 5 hal yang telah anda tuliskan di bagian ‘a’ dari yang paling

menjadi prioritas

c. Tuliskan juga alasan memilih hal-hal tersebut sebagai prioritas anda dalam

memilih pasangan.

Tahap kedua adalah pemberian kuesioner tentang virginitas. Pada

kuesioner terbuka yang kedua ini, responden diminta untuk menuliskan minimal

lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata virginitas.

Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang spontan tentang pemahaman

responden mengenai virginitas. Kemudian, dari kata-kata yang telah dituliskan,

responden diminta untuk mengurutkannya berdasarkan kata yang paling

merepresentasikan arti virginitas sampai kata yang dipandang paling tidak

merepresentasikan arti virginitas. Responden juga diminta untuk menjelaskan

makna dan maksud asosiasi kata yang telah mereka tuliskan dalam kuesioner,

untuk membantu peneliti agar semakin memahami pandangan responden. Teknik

pengukuran ini dapat menjelaskan pemahaman yang ada dalam sebuah

masyarakat mengenai obyek tertentu, dalam hal ini adalah makna virginitas.
42

Adapun instruksi pada kuesioner terbuka tahap kedua, sebagai berikut:

a. Tuliskan minimal 5 kata yang terlintas di benak anda ketika membaca kata

‘virginitas’

b. Urutkan 5 kata yang telah anda tuliskan di bagian ‘a’ dari yang paling

mewakili kata ‘virginitas’

c. Tuliskan juga arti dari kata-kata yang telah anda tuliskan di bagian ‘b’

Penelitian ini menggunakan istilah virginitas karena istilah ini sudah cukup lazim

digunakan di Indonesia dan memiliki pengertian yang tidak hanya menunjuk

keperawanan tapi juga keperjakaan.

Kuesioner terbuka juga mampu menghasilkan jawaban terinci terhadap

pertanyaan kompleks (Sulistyo, 2006). Metode asosiasi kata menggunakan

kuesioner terbuka dianggap efektif untuk menggali informasi awal responden

mengenai makna virginitas mengingat pembicaraan tentang virginitas masih

dianggap tabu dalam budaya Indonesia. Oleh karena itu, teknik asosiasi kata dapat

digunakan sebagai langkah awal untuk mendapatkan reaksi spontan dari

responden dan mengajak responden untuk membicarakan virginitas dimulai dari

area ketidaksadarannya. Penggunaan metode kuesioner terbuka dengan teknik

asosiasi kata ini dilakukan untuk tidak membatasi pendapat subyek dan agar

subyek dapat memberikan pendapat sesuai dengan dirinya tentang masalah

virginitas. Penggunaan kuesioner terbuka juga dilengkapi dengan wawancara

yang dilakukan setelah pengisian kuesioner. Wawancara diperlukan untuk


43

mengungkap lebih dalam tentang makna virginitas pada responden, baik

mengenai keperjakaan ataupun keperawanan.

D. 2. Metode wawancara

Metode wawancara adalah suatu bentuk percakapan yang memiliki tujuan

tertentu (Matarazzo, 1965, dalam Nietzel, 1994: 128). Poerwandari (2005)

mengemukakan bahwa wawancara kualitatif dilakukan untuk memperoleh

pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami oleh individu

berkenaan dengan topik yang sedang diteliti. Wawancara bersifat terbuka, dimana

responden tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud

dan tujuan wawancara (Moleong, 2005). Selain itu, wawancara terbuka juga

memungkinkan jawaban yang tidak terbatas dari responden (Sudikan, dalam

Bungin, 2008)

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur,

yaitu wawancara dengan pedoman umum yang mencantumkan isu-isu yang harus

diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan (Moleong, 2005). Peneliti menyusun

daftar pertanyaan wawancara namun tidak menutup kemungkinan untuk

melakukan improvisasi pada saat wawancara berlangsung. Wawancara diawali

dengan melakukan probing terhadap asosiasi kata mengenai virginitas yang telah

dituliskan sebelumnya oleh responden pada kuesioner terbuka. Kemudian,

peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali lebih dalam

pemahaman dan sikap responden terhadap virginitas. Adapun pedoman

wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.
44

Tabel 3
Pedoman Wawancara
No. Pertanyaan Hal yang ingin diungkap
1 Menurut anda, apa yang dimaksud dengan Makna virginitas
virginitas?

2 Seberapa penting keperawanan bagi anda? a. Makna keperawanan


Mengapa? b. Pada responden
perempuan: sikap
terhadap virginitas diri
sendiri
c. Pada responden laki-
laki: sikap terhadap
virginitas pasangan

3 Seberapa penting keperjakaan bagi anda? a. Makna keperjakaan


Mengapa? b. Pada responden
perempuan: sikap
terhadap virginitas
pasangan
c. Pada responden laki-
laki: sikap terhadap
virginitas diri sendiri

4 Apa yang akan anda lakukan seandainya Sikap terhadap virginitas


ternyata pasangan anda sudah tidak pasangan
perjaka/perawan lagi?

5 Kapan sebaiknya virginitas dilepaskan? Makna virginitas

6 Bagaimana pendapat anda mengenai mereka Sikap terhadap virginitas


yang melepaskan keperjakaan/keperawanan orang lain
mereka sebelum menikah?

7 Darimana anda mendapatkan informasi Sumber informasi


tentang virginitas? mengenai virginitas

Data wawancara ini berbentuk transkip wawancara yang berasal dari perekaman

dengan tape recorder.


45

E. ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah gabungan antara analisis

kualitatif dan kuantitatif. Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam

dua tahap, yakni melalui analisis kualitatif dan kemudian dengan analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data verbatim hasil wawancara

terbuka dan untuk melakukan koding. Kemudian, analisis kuantitatif digunakan untuk

memfrekuensikan data hasil analisis kualitatif. Analisis kuantitatif ini dilakukan

dengan melihat data berdasarkan jumlah respon dan responden. Penggunaan dua

tahap ini akan membantu peneliti melihat representasi dari pengetahuan sehari-hari

atau pengetahuan apa yang paling dominan ada pada masyarakat, karena untuk

melihat representasi tidak cukup hanya dengan melakukan analisis data kualitatif saja.

Metode yang digunakan untuk analisis data asosiasi kata dan verbatim hasil

wawancara dalam penelitian ini adalah analisis isi atau content analysis, karena

penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan data deskriptif.

Suryabrata (2002) mengatakan bahwa data deskriptif dianalisis menurut isinya, dan

karena itu analisis semacam ini disebut analisis isi. Analisis isi digunakan untuk

menganalisis data asosiasi kata dan verbatim hasil wawancara terbuka untuk

menentukan kategori-kategori terkait dengan virginitas menurut responden. Setelah

melakukan analisis kualitatif dilakukan analisis kuantitatif yaitu dengan

memfrekuensikan data hasil analisis kualitatif.

Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan melihat data berdasarkan jumlah

respon (frekuensi kata atau pernyataan yang sama disebutkan oleh responden), dan
46

berdasarkan jumlah responden (banyaknya responden yang mengungkapkan suatu

kata atau pernyataan tertentu). Banyaknya respon akan mengekspresikan tentang

intensitas pengetahuan tersebut pada para responden atau dengan kata lain semakin

tinggi frekuensi kata tertentu disebutkan maka semakin intens (mendalam) kata

tersebut dalam pemahaman responden tentang Indonesia. Kemudian, banyaknya

responden akan mengekspresikan tingkat penyebaran pengetahuan tersebut atau

dengan kata lain semakin banyak responden yang mengungkapkan kata yang sama

maka semakin tinggi tingkat penyebaran kata tersebut. Tahap analisis kuantitatif ini

akan membantu peneliti untuk melihat representasi dari pengetahuan sehari-hari yang

ada di masyarakat, karena untuk melihat representasi dengan analisis data kualitatif

saja tidak cukup. Analisis kuantitatif dilakukan agar peneliti dapat menemukan

pemetaan pemahaman responden mengenai virginitas.

Adapun langkah-langkah analisis isi untuk menganalisa data asosiasi kata dan

verbatim hasil wawancara adalah sebagai berikut:

1. Organisasi Data

Pada tahap ini, peneliti melakukan pengumpulan keseluruhan data asosiasi

kata, dan menyusunnya secara lengkap dan sistematis. Kemudian, peneliti

menganalisis kata yang dituliskan oleh responden pada kuesioner terbuka. Begitu

halnya pada data hasil wawancara, peneliti melakukan pengumpulan keseluruhan

data hasil verbatim, yang dilanjutkan dengan menganalisis kata dan kalimat yang

diungkapkan secara verbal oleh responden pada wawancara. Selanjutnya, kata-

kata pada asosiasi kata atau pernyataan-pernyataan pada wawancara yang serupa
47

dan memiliki karakteristik yang sama dikelompok-kelompokkan sampai

diperoleh beberapa kategori besar.

2. Koding

Setelah tahap organisasi data, peneliti melakukan koding. Kata-kata yang

dituliskan oleh responden dan pernyataan-pernyataan yang diucapkan responden

dikode untuk pengolahan lebih lanjut. Koding dimaksudkan untuk dapat

mengorganisasikan dan mensistematiskan data secara lengkap dan mendetail

sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari dan

menemukan makna dari data yang dikumpulkan (Poerwandari, 2005).

3. Kategorisasi Data

Pada tahap ini, peneliti mengkategorisasikan data dengan mengelompokkan

koding-koding yang sama kemudian disusun secara sistematis untuk dimaknai

sehingga gambaran dan makna tentang topik yang diteliti semakin jelas. Data

diolah lebih lanjut untuk melihat frekuensi pada masing-masing kategori besar.

4. Intepretasi Data dan Penarikan Kesimpulan

Interpretasi dilakukan dengan melihat dan membandingkan hal yang diteliti

dengan teori yang bersangkutan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari data

tersebut.

F. KEABSAHAN DATA

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu (Moleong,


48

2006). Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah kriteria derajat

kepercayaan (kredibilitas). Kredibilitas dalam penelitian kualitatif terletak pada

keberhasilan mencapai maksud eksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting,

proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Pada penelitian kualitatif,

validitas dicapai tidak melalui manipulasi variabel melainkan melalui orientasinya

dan upaya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling sesuai

untuk mengambil data dan analisis data (Poerwandari, 2005).

Kredibilitas penelitian ini dicapai melalui teknik triangulasi. Teknik

triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di

luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu

(Moleong, 2006). Denzin (dalam Moleong, 2006) membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi

dengan metode, yaitu metode asosiasi kata dengan menggunakan kuesioner terbuka

dan metode wawancara. Triangulasi metode dilakukan dengan melakukan

pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian melalui beberapa teknik

pengumpulan data (Patton, dalam Moleong, 2006).


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

A. 1. Tahap Penentuan Responden

Responden pada penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria yang

dibutuhkan dalam penelitian, yakni:

1. Berusia 21-26 tahun

2. Berstatus sebagai mahasiswa S1 pada salah satu universitas di Yogyakarta

3. Berstatus belum menikah

4. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Peneliti memperoleh responden melalui dua cara. Cara pertama, peneliti

menghubungi teman-teman peneliti yang sesuai dengan kriteria responden penelitian.

Cara kedua, peneliti mencoba menghubungi orang-orang yang direkomendasikan

teman-teman peneliti karena dianggap memenuhi kriteria responden penelitian.

Pertama-tama, peneliti menanyakan kesediaan kaum muda yang memenuhi

kriteria responden penelitian tersebut untuk menjadi responden penelitian. Peneliti

juga menjelaskan objek dari penelitian ini, yaitu tentang virginitas, serta memberitahu

teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti. Hal ini dilakukan untuk

mengantisipasi apabila responden merasa keberatan dengan teknik yang digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data, yaitu dengan menggunakan kuisioner terbuka dan

49
50

dilanjutkan dengan wawancara. Apabila calon responden tersebut sudah menyatakan

kesediaannya, maka peneliti dan calon responden kemudian membuat janji tatap

muka.

Penentuan jumlah responden tidak ditentukan sejak awal penelitian,

melainkan dengan mempertimbangkan muncul tidaknya variasi respon yang baru

pada saat pengambilan data. Jika penambahan responden dianggap tidak

memunculkan variasi respon baru dan hanya berupa pengulangan dari respon yang

telah diperoleh sebelumnya, maka penambahan responden dihentikan. Pada penelitian

ini, langkah asosiasi kata dan wawancara dihentikan setelah responden ke-26 karena

variasi respon sudah tidak lagi ditemukan pada responden ke-26. Oleh karena itu,

responden pada penelitian ini berjumlah 26 orang.

A. 2. Tahap Pengambilan Data

Pertemuan dengan responden untuk pengambilan data diawali peneliti dengan

melakukan rapport kepada responden. Rapport dilakukan agar responden merasa

dekat dengan peneliti dan nantinya dapat menyampaikan apa yang ia alami dan

pahami mengenai virginitas dengan nyaman. Rapport dilakukan dengan pembicaraan

ringan seperti kegiatan yang diikuti responden dan hal-hal lain yang terkait dengan

demografi responden. Pada tahap rapport peneliti juga mengecek apakah responden

mengetahui istilah virginitas, dengan mengajukan pertanyaan: “Apakah anda

mengetahui istilah virginitas?”. Apabila responden menjawab “Ya”, maka peneliti

langsung melanjutkan ke proses pengambilan data dengan memberikan tiga lembar


51

kertas kepada responden. Lembar pertama adalah kuesioner terbuka mengenai kriteria

pemilihan pasangan. Lembar kedua merupakan kuesioner terbuka dengan

menggunakan teknik asosiasi kata mengenai virginitas. Kemudian, lembar ketiga diisi

dengan data demografi responden penelitian.

Setelah responden selesai mengisi kuesioner terbuka, peneliti melakukan

wawancara terkait dengan jawaban responden pada kuisioner terbuka. Peneliti juga

mengajukan beberapa pertanyaan untuk lebih menggali pemaknaan dan sikap

responden mengenai virginitas, serta darimana responden mendapatkan informasi

tentang virginitas. Rata-rata responden memerlukan waktu 20-30 menit untuk

mengisi kuesioner terbuka, yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara dengan

durasi sekitar 15-30 menit. Hasil dari pengambilan data penelitian tidak dikonfirmasi

kembali setelah proses wawancara karena dikhawatirkan responden tidak menjawab

secara spontan dan apa adanya, melainkan menjawab sesuai dengan hal yang

dipandang ideal.

B. HASIL PENELITIAN

Hasil dari tahap pengambilan data yang telah dilakukan peneliti akan

diuraikan berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

asosiasi kata menggunakan kuesioner terbuka dan metode wawancara. Kemudian,

peneliti juga akan menganalisis data hasil penelitian berdasarkan demografi

responden (jenis kelamin) dan sikap responden terhadap virginitas (diri sendiri). Data

hasil penelitian akan dianalisis berdasarkan frekuensi kemunculan respon (banyaknya


52

kata atau pernyataan yang memiliki jumlah respon terbanyak). Banyaknya

kemunculan respon ini memperlihatkan mendalamnya kata atau pernyataan tersebut

dalam pemahaman responden. Artinya, semakin tinggi frekuensi kata atau

pernyataan, maka semakin mendalam kata atau pernyataan tersebut diingat oleh

responden ketika membicarakan tentang virginitas. Selain itu, peneliti juga

melakukan analisis data berdasarkan jumlah responden (banyaknya responden yang

mengungkapkan suatu kata dalam tiap kategori). Jumlah responden akan

mengekspresikan tingkat penyebaran pengetahuan tersebut, dimana semakin banyak

responden yang mengungkapkan kata atau pernyataan yang sama maka semakin

tinggi tingkat penyebaran kata atau pernyataan tersebut di masyarakat.

Data hasil penelitian akan dianalisis variasinya berdasarkan data demografi

yaitu jenis kelamin, yang secara tidak langsung mengekspresikan konteks sosial dan

budaya responden.

Penelitian ini menggunakan 26 responden dengan proporsi demografi sebagai

berikut:

Tabel 4
Data Demografi Responden

Demografi Total Responden %


Jenis Kelamin Laki-laki 13 50
Perempuan 13 50
Usia 21 tahun 6 23,08
22 tahun 9 34,62
23 tahun 3 11,54
24 tahun 5 19,23
25 tahun 2 7,69
26 tahun 1 3,84
Lanjut ke halaman berikutnya
53

Asal Universitas UGM 5 19,23


UPN “V” 3 11,54
USD 5 19,23
UAJY 6 23,08
UKDW 4 15,38
UII 3 11,54
Agama Islam 12 46,15
Katolik 8 30,77
Kristen 4 15,38
Hindu 2 7,7
Status Hubungan Lajang 13 50
Berpacaran 13 50
Jumlah responden: 26

B. 1. ANALISIS DATA METODE ASOSIASI KATA MENGGUNAKAN

KUESIONER TERBUKA

Setiap responden diminta untuk menuliskan minimal lima kata yang terlintas

di benak mereka ketika mereka membaca kata virginitas. Kemudian, setelah kata-kata

tersebut dituliskan, responden diminta untuk memilih lima kata yang dianggap paling

mewakili kata virginitas dan menyusunnya berdasarkan prioritas (dari yang dianggap

paling mewakili kata virginitas hingga kata yang tidak terlalu mewakili kata

virginitas). Selanjutnya, responden diminta untuk menuliskan makna dari setiap kata

yang telah dipilih tersebut.

Dari 26 responden diperoleh 130 respon, yang menghasilkan 69 kata yang


berasosiasi dengan makna virginitas. Adapun delapan kata yang paling populer pada
responden seperti yang terlihat pada tabel 5.
54

Tabel 5
Kata yang Populer Mengenai Virginitas pada Responden

Kata Total Respon/ Responden % total respon/ responden


A Perempuan 14 53,85
B Hubungan seksual 9 34,62
C Dijaga 8 30.77
D Suci (sakral) 7 26.92
E Perawan 5 19.23
F Remaja 5 19,23
G Pernikahan 4 15.38
H Berharga 4 15.38
   Jumlah Responden : 26

Kata perempuan (53.85%) merupakan kata yang paling populer dinyatakan

responden untuk menunjuk kata “virginitas”. Responden secara umum juga

mengasosiasikan virginitas dengan kata hubungan seksual (34.62%), dijaga (30.77%),

kesucian (26.92%), keperawanan (19.23%), remaja (19,23%), pernikahan (15.38%),

dan berharga (15.38%).

Selain menuliskan minimal lima kata yang terlintas di benak mereka ketika

membaca kata virginitas, responden juga diminta untuk menjelaskan makna atau

maksud kata-kata yang telah mereka tuliskan dalam kuesioner tersebut. Makna kata-

kata yang populer pada responden dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel 6
Kata yang Populer Mengenai Virginitas pada Responden Beserta Maknanya
Kata Makna dari Responden
A Perempuan 1 Lawan jenis laki-laki
2 Virginitas identik dengan perempuan
3 Makhluk terindah ciptaan Tuhan
4 Perempuan lebih terlihat virginitasnya

Lanjut ke halaman berikutnya


55

B Hubungan 1 Hubungan intim perempuan dan laki-laki


 seksual 2 Dapat mengakibatkan hilangnya virginitas
 3 Pernah atau tidaknya seorang perempuan berhubungan
seksual
 
C Dijaga 1 Merupakan tanggung jawab yang diberikan kepada
perempuan
2 Sesuatu yang dimiliki perempuan yang patut dibanggakan
kepada calon suami kelak

D Suci 1 Harga diri dan lambang kesucian bagi perempuan


(sakral) 2 Belum terjamah lawan jenis

E Perawan 1 Perempuan yang belum pernah berhubungan seksual

F Remaja 1 Masa-masa mengenal tentang hubungan seks dan masa rentan


bagi virginitas pada perempuan

G Pernikahan 1 Virginitas hanya boleh dilepaskan kepada suami jika sudah


menikah

H Berharga 1 Milik perempuan yang berharga tinggi


  

Makna setiap kata yang terdapat pada tabel 6 memperlihatkan adanya

hubungan antar kata berdasarkan makna setiap kata yang dominan dituliskan

responden tersebut. Hubungan antar kata yang populer mengenai virginitas

berdasarkan makna setiap kata bisa ditampilkan dalam bentuk skema seperti yang

disajikan pada skema 2.


56

Skema 2
Hubungan antar kata yang paling populer berdasarkan maknanya

Berharga
Suci

Perawan
Dijaga Perempuan

Remaja

Pernikahan Berhubungan
seksual

Berdasarkan tabel 5 dan makna kata yang terdapat pada tabel 6, dapat

diketahui bahwa secara umum responden memahami virginitas sebagai hal yang

diidentikan dengan perempuan karena virginitas pada perempuan lebih mudah dilihat

dan dibuktikan. Virginitas adalah milik perempuan yang berharga tinggi, merupakan

harga diri dan lambang kesucian bagi perempuan, serta menjadi tanggung jawab

perempuan sehingga wajib dijaga oleh perempuan. Virginitas juga terkait dengan

hubungan seksual, yaitu hubungan intim perempuan dan laki-laki yang dapat

mengakibatkan hilangnya virginitas. Oleh karena itu, virginitas bersinonim dengan

perawan, yakni perempuan yang belum pernah berhubungan seksual. Pernikahan

merupakan saat dimana virginitas boleh dilepaskan. Hal ini juga berarti bahwa

hubungan seksual baru diperbolehkan setelah menikah karena hubungan seksual

dapat mengakibatkan hilangnya virginitas. Virginitas seorang perempuan rentan

hilang di usia remaja, karena saat remaja seseorang mulai tertarik untuk mengenal

dan mencari-cari informasi mengenai hubungan seksual.


57

1. a. Analisis Respon Kata yang Muncul Berdasarkan Kategori

Apabila 69 kata yang dimunculkan oleh 26 responden tersebut

dikelompokkan, terdapat 5 kategori representasi sosial tentang virginitas yaitu kondisi

fisik (meliputi perempuan, usia remaja, organ seksual, kesehatan reproduksi,

berhubungan seksual), hal-hal substansial (meliputi nilai agama, nilai masyarakat),

terkait dengan relasi (relasi dengan pasangan dan relasi sosial), pandangan negatif,

dan alasan seseorang menginginkan perawan. Adapun kata-kata yang masuk dalam

setiap kategori dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7
Kategori Hasil Asosiasi Kata Beserta Maknanya
Kategori Sub kategori Kata Makna
1 Fisik A Perempuan Perempuan, a. Lawan jenis laki-laki
wanita, gadis, b. Virginitas identik dengan
cewek, gelas, sex, perempuan
simbol c. Makhluk terindah ciptaan Tuhan
d. Perempuan lebih terlihat
virginitasnya

B Usia Remaja Belia, 17 tahun, a. Masa-masa mengenal tentang


SMA, remaja, hubungan seks dan masa rentan
anak muda bagi virginitas pada perempuan

C Organ Vagina, organ a. Organ intim perempuan


seksual kewanitaan, himen b. Perawan pasti berdarah
(selaput dara),
darah

D Kesehatan AIDS / HIV, a. Hubungan seksual dapat


reproduksi kesehatan mengakibatkan masalah
reproduksi kesehatan reproduksi dan
HIV/AIDS

Lanjut ke halaman berikutnya


58

E Hubungan Berhubungan a. Hubungan intim perempuan dan


Seksual seksual (making laki-laki
love), seks, seks b. Dapat mengakibatkan hilangnya
bebas, Film virginitas
“pretty woman”, c. Pernah atau tidaknya seorang
perawan, perjaka, perempuan berhubungan seksual
belum terjamah, d. Perempuan yang belum pernah
hot pants, belum berhubungan seksual
pernah tersentuh, e. Belum pernah melakukan
polos, baru, utuh hubungan seksual pada laki-laki
f. Berganti-ganti pasangan
2 Substansial A Nilai Agama Suci, sakral, a. Harga diri dan lambang kesucian
keimanan bagi perempuan
b. Belum terjamah lawan jenis
c. Kadar kepercayaan seseorang
terhadap Tuhan
B Nilai Penting, mutlak, a. Merupakan tanggung jawab yang
Masyarakat dijaga (harus diberikan kepada perempuan
dijaga), berharga b. Virginitas merupakan aspek
tinggi (berharga), paling berharga dan sebuah
kehormatan, kehormatan untuk wanita
menghargai diri c. Menunjukkan harkat dan kualitas
sendiri, keteguhan hati para wanita
konsekuensi, d. Sesuatu yang dimiliki perempuan
perisai, sensitif, yang patut dibanggakan kepada
pribadi, tabu, calon suami kelak
Istimewa, unik, e. Penting untuk diri sendiri dan
keren, bisa, kesan, dalam hubungan suami istri
kuat, kaca, gadis karena menjaga virginitas berarti
baik-baik, pecah menghargai diri sendiri dan
menghargai suami
f. Virginitas tidak perlu
dipublikasikan kepada orang lain
karena bersifat sangat pribadi dan
tabu untuk dibicarakan
g. Virginitas adalah hal yang
istimewa apalagi jaman sekarang
karena sangat sulit untuk tidak
terbawa arus pergaulan, sehingga
penting untuk dijaga
h. Perempuan yang mampu menjaga
virginitas memiliki kesan sebagai
perempuan baik-baik dan
terhormat
Lanjut ke halaman berikutnya
59

3 Relasi A Pasangan hadiah suami, a. Virginitas hanya boleh dilepaskan


pernikahan kepada suami jika sudah menikah
(menikah), b. Keperawanan pacar atau istri
pasangan / penting
hubungan, cinta, c. Prinsip terhadap diri dan orang
belum nikah, lain.
komitmen, d. Merupakan perasaan mengasihi
dibuang, indah, terhadap orang yang dikasihi
prinsip

B Sosial Pergaulan, tempat a. Lingkungan dan orang-orang


tinggal, gadis dalam pergaulan dapat
desa, gadis nakal mempengaruhi virginitas seorang
atau baik perempuan

4 A Pandangan Negatif Primitif, a. Virginitas pada saat ini sepertinya


konvensional, tidak lagi penting atau disakralkan
kolot, tradisi, b. Dalam mencari pasangan tidak
fanatik suatu harus yang masih perawan
agama, munafik, c. Jaman sekarang perempuan yang
Siapa?, susah, dia masih perawan sudah jarang
virgin nggak ya?, ditemukan
Tidak penting, d. Pilihan buat perempuan untuk
pilihan, tidak menjaga virginitasnya atau tidak
harus e. Virginitas adalah hal yang kuno
f. Ada yang masih menganggap
penting untuk dijaga, ada yang
tidak

5 A Alasan seseorang Pengen, Enak, a. Virginitas merupakan sesuatu


menginginkan perawan Nafsu yang berharga, jadi ingin
merasakan yang masih perawan

Jika semua kata pada setiap kategori dilihat frekuensi kemunculannya, maka dapat

diketahui bagaimana representasi sosial kaum muda mengenai makna virginitas,

seperti dapat dilihat pada tabel 8.


60

Tabel 8
Frekuensi Hasil Asosiasi Kata Berdasarkan Kategori
Total Responden yang Frekuensi Kemunculan
Kategori Menjawab Respon
Jumlah % Jumlah %
Fisik 20 76.92 54 41,54
Substansial 18 69.23 42 32.31
Relasi 12 46.15 17 13.08
Pandangan negatif 10 38.46 14 10.77
Alasan menginginkan 2 7.69 3 2.31
perjaka/perawan
jumlah responden : 26 jumlah respon : 130

Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa responden merepresentasikan virginitas terkait

dengan hal-hal yang bersifat fisik (41,54%). Kata-kata yang terdapat pada kategori

fisik diungkapkan oleh 76,92% responden, yang berarti bahwa pemahaman virginitas

sebagai hal fisik menyebar secara dominan pada responden. Namun, 69,23%

responden juga tetap memahami virginitas sebagai hal yang bersifat substansial

(32,31%). Ini menggambarkan bahwa virginitas juga dipahami secara substansial oleh

lebih dari sebagian responden. Virginitas juga berkaitan dengan relasi (13,08%) yang

diungkapkan oleh 46,15% responden. Selain itu, virginitas direpresentasikan dengan

pandangan-pandangan negatif tentang virginitas (10,77%) yang persebaran katanya

terdapat pada 38,46% responden, dan alasan menginginkan perawan (2,31%) yang

dipahami oleh 7,69% responden.

Setelah ditinjau kembali, ternyata beberapa kata yang telah dikategorikan

berdasarkan maknanya memiliki makna yang berkaitan dengan salah satu sub

kategori yang lainnya. Misalnya, kata-kata pada sub kategori nilai agama memiliki
61

makna yang juga terkait dengan sub kategori perempuan (lihat tabel 7). Hubungan

antar kategori ini dapat dilihat secara lebih ringkas pada skema 3.

Skema 3
Hubungan antar Kategori berdasarkan Makna Kata
Remaja
Nilai
masyarakat
Organ
seksual Relasi dengan
pasangan

Perempuan Relasi sosial


Kesehatan Hubungan
reproduksi seksual
Nilai
agama

Kondisi fisik
Substansial
Alasan Pandangan Relasi
menginginkan negatif
perawan Pandangan negatif
Alasan
menginginkan perawan

Skema 3 dan hasil yang terdapat pada tabel 8 memperlihatkan bahwa

responden lebih memahami virginitas sebagai hal fisik, yaitu melekat pada

perempuan. Virginitas juga dimaknai sebagai hal yang bersifat substansial. Namun

pemahaman virginitas sebagai hal yang substansial menurut responden hanya melekat

pada perempuan. Virginitas perempuan dipandang merupakan hal yang sangat

berharga dan merupakan kehormatan perempuan sehingga penting untuk dijaga.

Selain itu, pemahaman responden terhadap virginitas terkait dengan relasi (baik

dengan pasangan maupun sosial), pandangan negatif terhadap virginitas, dan alasan
62

menginginkan perawan. Namun ketiga kategori tersebut juga memiliki makna yang

menuju pada kategori fisik, yaitu perempuan. Kepentingan untuk menjaga virginitas

terkait dengan relasi dengan pasangan dan relasi sosial, dimana seorang perempuan

akan lebih dihargai oleh suaminya kelak serta lebih terhormat di lingkungannya

apabila ia masih perawan. Nilai virginitas pada perempuan semakin tinggi karena

adanya pandangan bahwa saat ini orang yang masih perawan sangat jarang

ditemukan.

B. 1. b. Analisis Respon Kata yang Muncul Berdasarkan Kategori pada Kelima

Prioritas

Pada metode asosiasi kata menggunakan kuisioner terbuka, responden juga

diminta untuk memilih kata-kata yang telah dituliskan sebelumnya dan

mengurutkannya ke dalam 5 prioritas, yaitu berdasarkan kata yang paling

merepresentasikan arti virginitas sampai kata yang dipandang paling tidak

merepresentasikan virginitas. Hasil analisis untuk setiap prioritas dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 9
Frekuensi Hasil Asosiasi Kata Berdasarkan Kategori padaTiap Prioritas

Priotitas Prioritas Prioritas Prioritas Prioritas


I II III IV V
1 Fisik Fisik Substansial Fisik Fisik
(65,38%) (50%) (42,31%) (46,15%) (26,92%)
2 Substansial Substansial Relasi Substansial Substansial
(30,77%) (34,62%) (26,92%) (26,92%) (26,92%)
3 pandangan Relasi Fisik Pandangan pandangan
negatif (11,54%) (19,23%) negatif negatif
(3,85%) (19,23%) (23,08%)
63

Ternyata jika data dilihat berdasarkan prioritas, kategori kondisi fisik dan makna

substansial mendominasi setiap prioritas. Hal ini memperlihatkan bahwa virginitas

oleh kaum muda secara merata lebih dimaknai sebagai kondisi fisik dan hal-hal

substansial.

Dari hasil metode asosiasi kata dapat diketahui bahwa secara umum

responden dalam penelitian ini memahami virginitas sebagai hal yang bersifat fisik,

seperti lekat dengan perempuan, hubungan seksual, perawan, dan remaja. Selain itu,

virginitas juga dipahami secara substansial bahwa virginitas merupakan hal yang suci

dan berharga sehingga penting untuk dijaga. Namun, makna virginitas sebagai hal

yang bersifat substansial dipahami hanya terdapat pada virginitas perempuan atau

keperawanan. Hal ini terlihat dari makna asosiasi kata yang diberikan responden,

dimana virginitas dipahami sebagai kesucian dan hal yang berharga bagi perempuan

sehingga penting untuk dijaga oleh perempuan. Virginitas juga terkait dengan relasi

dengan pasangan yaitu pernikahan dan suami. Ketika membaca kata virginitas,

responden juga membayangkan kata-kata yang terkait dengan pandangan-pandangan

negatif tentang virginitas dan alasan menginginkan perawan.

B. 2. ANALISIS DATA HASIL WAWANCARA

Selain menggali informasi melalui asosiasi kata dengan menggunakan

kuesioner terbuka, peneliti juga melakukan wawancara untuk mengetahui lebih lanjut
64

pemaknaan responden mengenai virginitas dan sikap subyek terhadap virginitas, serta

sumber yang memberikan informasi mengenai virginitas kepada responden.

Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa virginitas dipahami oleh

kaum muda sebagai berikut:

Tabel 10
Persentase Respon dan Responden Data Wawancara Berdasarkan Kategori

Kategori Responden Respon Respon yang muncul


T % F %
Fisik 26 100 76 56,30 a. Virginitas terkait dengan belum
melakukan hubungan seksual
b. Virginitas merupakan
keperawanan dan lekat dengan
perempuan
c. Keperawanan dapat dibuktikan
secara fisik sedangkan
keperjakaan tidak
d. Keperawanan terkait dengan
keutuhan selaput dara dan
rapatnya vagina
e. Keperawanan dapat hilang
karena kecelakaan atau
melakukan olahraga berat
f. Keperjakaan dapat hilang apabila
melakukan onani dan seks oral

Substansial 18 69,23 31 22,96 a. Virginitas tabu untuk dibicarakan


pada budaya timur
b. Merupakan harga diri dan sangat
bernilai perempuan
c. Kesucian bagi perempuan
d. Penting dijaga oleh perempuan
e. Kehormatan bagi perempuan

Pandangan 9 34,62 10 7,41 a. Virginitas merupakan hal yang


negatif kuno
b. Merupakan hal yang wajar saat
ini untuk melepaskan virginitas
sebelum menikah

Lanjut ke halaman berikutnya


65

Relasi 8 30,77 9 6,67 a. Virginitas lekat dengan belum


dengan menikah
pasangan b. Keperawanan merupakan hadiah
untuk suami

Relasi sosial 7 26,92 9 6,67 a. Keperawanan seseorang


memperlihatkan apakah
keluarganya adalah keluarga
baik-baik atau tidak
b. Keperawanan seseorang
berpengaruh pada image orang
tersebut
Jumlah Responden: 26
Jumlah Respon : 135

Hasil wawancara memperlihatkan bahwa responden memahami virginitas sebagai hal

fisik, substansial, terkait dengan relasi dengan pasangan, relasi sosial, kesan dan

pandangan terhadap virginitas. Semua responden (100%) memahami virginitas

sebagai hal fisik (56,30%). Hal ini mengekspresikan bahwa makna virginitas sebagai

hal fisik menyebar secara menyeluruh pada responden. Virginitas dimaknai terkait

dengan belum melakukan hubungan seksual dan hanya merupakan keperawanan

sehingga lekat dengan perempuan. Responden menganggap keperawanan lebih dapat

dibuktikan secara fisik daripada keperjakaan, sehingga keperawanan lebih

dipermasalahkan dibandingkan keperjakaan. Keperawanan dianggap dapat dibuktikan

melalui keutuhan selaput dara dan rapatnya vagina, sehingga akan terasa berbeda saat

penis masuk ke vagina, serta menyebabkan keluarnya darah dari vagina pada saat

melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya akibat pecahnya selaput dara.

Sedangkan keperjakaan seseorang dimungkinkan hilang apabila seorang laki-laki

melakukan onani atau seks oral.


66

Virginitas juga dimaknai sebagai hal yang bersifat substansial (22,96%).

Virginitas yang dimaknai secara substansial oleh lebih dari separuh responden

(69,23%), hanya terkait dengan virginitas pada perempuan atau keperawanan.

Virginitas dipahami sebagai harga diri seorang perempuan sehingga sangat bernilai.

Virginitas merupakan kesucian dan kehormatan perempuan sehingga penting untuk

dijaga oleh perempuan. Hal ini memperlihatkan bahwa makna substansial mengenai

virginitas hanya terdapat pada keperawanan dan tidak terdapat pada keperjakaan.

Virginitas juga dianggap masih merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan pada

budaya timur. Kemudian, responden juga memiliki pandangan negatif mengenai

virginitas (7,41%). Pandangan negatif ini dinyatakan oleh 34,62% responden.

Virginitas dipandang sebagai hal yang kuno dan responden juga merasa bahwa

melepaskan virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah saat ini.

Virginitas juga terkait dengan relasi dengan pasangan (6,67%) yang tersebar

pada 30,77% responden, dan relasi sosial (6,67%) yang dinyatakan oleh 26,92%

responden. Virginitas lekat dengan seseorang yang belum menikah, terutama

perempuan karena virginitas merupakan hadiah yang dipersiapkan untuk suami kelak.

Selain itu, keperawanan seseorang juga dapat memperlihatkan bagaimana keluarga

orang tersebut, apakah keluarganya termasuk keluarga baik-baik atau tidak.

Seseorang yang masih perawan akan mengesankan bahwa ia adalah perempuan baik-

baik. Sebaliknya, apabila seorang perempuan sudah tidak lagi perawan maka ia akan

dianggap sebagai perempuan nakal.


67

B. 2. a. Virginitas pada Diri Sendiri

Pada sesi wawancara, peneliti juga menanyakan bagaimana sikap responden

terhadap virginitas dirinya sendiri. Data jawaban subyek tersebut kemudian

dipersentasekan untuk melihat bagaimana sikap sosial kaum muda terhadap virginitas

pada dirinya sendiri. Sikap kaum muda terhadap virginitas dirinya sendiri dapat

dilihat dalam tabel 11.

Tabel 11
Sikap terhadap Virginitas pada Diri Sendiri

Sikap Total Respon/Responden %


Penting dijaga 16 61,54
Tidak penting 7 26,92
Antara penting dan tidak penting 2 7,69
Tidak menjawab 1 3,85
jumlah responden: 26

Responden cenderung memandang virginitas sebagai sesuatu yang penting untuk

dijaga (R = 61,54%). Ketika ditanya tentang alasan responden menganggap virginitas

penting untuk dijaga, alasan yang paling dominan disebutkan adalah alasan yang

terkait dengan pernikahan dan suami. Virginitas disikapi sebagai hal yang penting

untuk dipertahankan hingga menikah untuk menjaga kesakralan pernikahan dan agar

seorang perempuan lebih berharga di mata suaminya. Hal ini seperti yang

diungkapkan salah seorang responden sebagai berikut:

“Ya penting. Karena aku pada dasarnya menganggap pernikahan itu


sesuatu yang berharga. Sesuatu yang istilahnya aku pengen itu nanti
yang cuma sekali doang terjadi di hidupku, dan kalau sekarang
sebelum nikah itu udah dilakuin, aku ngerasa kalau kita akan nggak
68

ada bedanya. Istilahnya tuh jadinya pernikahan itu akan hanya menjadi
sebuah status sosial, ni loh aku udah nikah. Kayak gitu doang. Tapi
kalau kita bisa nggak untuk melakukan hubungan suami istri itu
sebelum waktunya, itu akan menjadi nantinya itu berharga” (R. 22,
perempuan)

B. 2. b. Virginitas Pasangan

Selain melihat bagaimana kaum muda bersikap terhadap virginitas pada

dirinya sendiri, peneliti juga menggali bagaimana sikap kaum muda mengenai

virginitas pada pasangan hidup mereka kelak. Awalnya peneliti mencoba

mengungkap hal ini melalui kuesioner terbuka tentang kriteria pemilihan pasangan

hidup. Dari data kuesioner terbuka tersebut diperoleh hanya satu responden yang

menuliskan kriteria perawan dan kriteria tersebut diletakan pada prioritas memilih

pasangan yang kelima. Untuk dapat lebih menggali mengenai sikap kaum muda

terhadap virginitas pasangannya, peneliti kemudian menanyakannya pada sesi

wawancara. Pertanyaan yang peneliti ajukan adalah “apa yang akan anda lakukan

seandainya ternyata pasangan anda sudah tidak perjaka/perawan lagi?”. Peneliti juga

mencoba mengetahui bagaimana pandangan responden terhadap virginitas lawan

jenisnya dengan menanyakan seberapa penting keperawanan bagi responden laki-laki

dan seberapa penting keperjakaan untuk responden perempuan. Dari proses

wawancara ditemukan hasil seperti yang diperlihatkan tabel 12.


69

Tabel 12
Sikap terhadap Virginitas Pasangan

Sikap Total Respon/ % Total Respon/


Responden Responden
Tidak masalah apabila pasangan sudah 19 73,08
tidak perawan/perjaka
Mengharapkan pasangan yang masih 6 23,08
perawan/perjaka, namun tidak
masalah jika akhirnya mendapatkan
pasangan yang sudah tidak
perawan/perjaka
kemungkinan menerima pasangan yang 1 3,85
tidak perawan/perjaka hanya 30%
Jumlah responden: 26

Hasil yang berbeda dengan sikap terhadap virginitas pada diri sendiri ditemukan

ketika responden ditanyakan mengenai bagaimana sikap mereka seandainya pasangan

mereka sudah tidak perawan/perjaka lagi. Secara umum responden menyatakan tidak

masalah apabila ternyata pasangan sudah tidak perawan/perjaka lagi (73,08%).

Responden secara umum menganggap bahwa masih ada hal-hal yang lebih penting

daripada virginitas pasangan dalam relasi dengan pasangan. Salah satunya adalah rasa

sayang dan kecocokan dengan pasangan. Ini seperti yang diungkapkan oleh seorang

responden, sebagai berikut:

“Ya biasa aja. Selama aku bisa tahu kalau dia emang sayang sama aku,
setia sama aku, bisa terima aku apa adanya, dan aku bisa lihat setidaknya
kan kita bisa ngerasain lah kalau misalnya dia benaran serius sama kita
atau enggak kan bisa kelihatan. Kalau ya dia emang serius, ngapain lihat
yang lalu-lalu gitu loh. Kenapa nggak lihat yang sekarang aja” (R. 07,
laki-laki).
70

B. 2. c. Virginitas Orang Lain

Pada sesi wawancara peneliti juga menanyakan bagaimana pendapat

responden mengenai mereka yang melepaskan keperjakaan atau keperawanannya

sebelum menikah. Pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui sikap responden

terhadap virginitas orang lain. Jawaban responden dari pertanyaan tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 13
Sikap terhadap Virginitas Orang Lain

Sikap Total Respon/ % Total Respon/


Responden Responden
Mereka punya hak untuk melepaskan virginitas 20 76,92
mereka sebelum waktunya
Mereka melakukan sesuatu yang tidak baik 4 15,38
Sayang sekali 2 7,69
jumlah responden: 26

Tabel 13 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (76,92%) menganggap

bahwa setiap orang memiliki haknya masing-masing untuk melepaskan virginitas

mereka sebelum menikah. Secara umum, responden beranggapan bahwa virginitas

merupakan urusan pribadi masing-masing orang. Oleh karena itu apabila ada yang

melepaskan virginitas sebelum menikah, hal tersebut merupakan urusan pribadi yang

tidak akan dicampuri oleh responden selama hal tersebut tidak menganggu responden.

Ini seperti yang diungkapkan oleh seorang responden sebagai berikut:

“Kalau aku nggak terlalu peduli. Selama dia tidak merugikan aku, aku
nggak peduli. Jadi kita, aku berteman apapun kehidupan dia, selama dia
tidak merugikan kita, aku nggak peduli. Nggak masalah buat aku mereka
gimana” (R. 23, perempuan)
71

B. 2. d. Sumber Informasi tentang Virginitas

Ketika membicarakan makna dan sikap terhadap virginitas pada kaum muda,

perlu juga untuk melihat darimana dan sejak kapan kaum muda mulai mendapatkan

informasi mengenai virginitas. Hal ini penting karena makna dan sikap seseorang

terhadap virginitas sangat dipengaruhi oleh sumber dimana orang tersebut

mendapatkan informasi mengenai virginitas, apa saja yang diberikan oleh sumber

informasi tersebut, yang akhirnya membentuk pemaknaan dan sikap terhadap

virginitas yang saat ini dimiliki oleh orang tersebut. Hasil wawancara menemukan

usia responden mendapatkan informasi tentang virginitas sebagai berikut:

Tabel 14
Usia Responden Mendapatkan Informasi Tentang Virginitas

Usia Total Respon/


Responden %
SMA (remaja) 12 46,15
SMP (menstruasi pertama) 11 42,31
SD kelas 6 2 7,69
Kuliah 1 3,85
Jumlah Responden 26 100

Jika dilihat dari usia responden mendapatkan informasi mengenai virginitas,

dapat dilihat bahwa secara umum kaum muda memperoleh informasi mengenai

virginitas sejak mereka SMP (42.31%) dan SMA (46.15%).

Peneliti juga menanyakan darimana saja responden mendapatkan informasi

mengenai virginitas. Adapun hasil analisis sumber informasi mengenai virginitas

pada responden dapat dilihat pada tabel 15.


72

Tabel 15
Sumber Informasi tentang Virginitas
Sumber Responden Respon Keterangan
T % T %
Media 15 27,78 25 36,76 a. Televisi (program berita yang
memuat kasus terkait dengan
pelepasan virginitas sebelum
menikah oleh kaum muda, talkshow
mengenai seksualitas)
b. Majalah perempuan (rubrik curhat,
artikel cara anak supaya tidak
melepaskan virginitas)
c. Majalah cerita-cerita seru
(kumpulan cerita yang terkait
dengan hubungan seks)
d. Koran (berita kasus yang memuat
kasus terkait dengan pelepasan
virginitas sebelum menikah oleh
kaum muda)
e. Internet (mencari sendiri artikel-
artikel terkait melalui google atau
situs-situs porno)
f. Film (film holywood terkadang
menampilkan adegan berhubungan
seksual)
g. Novel (yang menceritakan gadis
SMP yang kehilangan
virginitasnya)
Pergaulan 17 31,48 17 25 a. Kehidupan malam
b. Obrolan dengan teman-teman
tentang pengalaman-pengalaman
berhubungan seksual
Institusi 11 20,37 13 19,12 a. Seminar pendidikan seks di sekolah
Pendidikan b. Pelajaran biologi (anatomi tubuh
laki-laki dan perempuan)
c. Buku pelajaran anatomi
d. Pelajaran agama (penjelasan
mengenai alat-alat reproduksi dan
anatomi tubuh laki-laki dan
perempuan)
Lanjut ke halaman selanjutnya
73

Keluarga 10 18,52 12 17,65 a. Nasihat orang tua (penanaman nilai


agama dengan memberitahu mana
yang boleh dilakukan dan mana
yang tidak boleh; perawan harus
dijaga untuk suami kelak)
b. Orang tua mendampingi anaknya
menonton televisi kemudian
menjelaskan ketika ada hal-hal yang
terkait dengan seksualitas dan
virginitas
c. Anggota keluarga memberi tahu
arti virginitas

Diri a. Mengalami sendiri berhubungan


sendiri 1 1,85 1 1,47 seksual
Keterangan : Jumlah responden : 26
Jumlah respon : 68
T = Total responden yang menjawab
F = Frekuensi kemunculan respon

Kaum muda mendapatkan informasi mengenai virginitas dari pergaulan,

media, institusi pendidikan, keluarga, dan mendapatkannya sendiri melalui

pengalaman melakukan hubungan seksual. Media (36,76%) dan pergaulan (25%)

merupakan sumber yang paling memberikan informasi mengenai virginitas pada

kaum muda. 27,78% responden mendapatkan informasi dari media, dan 31,48%

responden mendapatkan informasi mengenai virginitas dari pergaulannya. Informasi

yang diberikan oleh media dan pergaulan lebih berupa kasus-kasus yang terkait

dengan pelepasan virginitas sebelum menikah pada kaum muda. Institusi pendidikan

(19,12%) juga cukup memberikan informasi mengenai virginitas. 20,37% responden


74

mendapatkan informasi mengenai virginitas dari institusi pendidikan melalui

pelajaran biologi, agama, seminar seksualitas, dan salah satu mata kuliah mengenai

anatomi pada program studi farmasi. Informasi terkait dengan virginitas yang

diberikan institusi pendidikan hanya berupa hal fisik saja, yaitu mengenai anatomi

tubuh laki-laki dan perempuan serta sistem reproduksi. Keluarga (17,65%) yang

merupakan sumber yang paling terbatas dalam memberikan informasi mengenai

virginitas kepada kaum muda. Hanya 18,52% responden yang mendapatkan informasi

mengenai virginitas dari keluarganya. Hal yang juga menarik adalah adanya

pengakuan dari salah satu responden (1,85%) yang menyatakan bahwa dirinya

mendapatkan informasi mengenai virginitas dari pengalaman dirinya sendiri (1,47%)

melalui praktik langsung, yaitu dengan melakukan hubungan seksual.

B. 2. e. Orang-orang yang Dianggap Berperan Menjaga Virginitas Seseorang

Selain menanyakan sumber informasi mengenai virginitas pada responden,

peneliti juga menanyakan orang-orang yang dianggap berperan untuk membuat

seseorang mampu menjaga virginitasnya hingga mencapai jenjang pernikahan.

Adapun hasilnya seperti yang diperlihatkan pada tabel 16.

Tabel 16
Orang-orang yang Dianggap Berperan Terkait dengan Virginitas

Harapan Total Respon/ Responden %


Keluarga 18 69,23
Diri sendiri 10 38,46

Lanjut ke halaman selanjutnya


75

Pergaulan 8 30,77
Pasangan 4 15,38
Pemuka agama 1 3,85
Institusi pendidikan 1 3,85
Tuhan 1 3,85
Jumlah responden : 26

Orang-orang dalam keluarga (69,23%) dianggap yang paling berperan

membuat seseorang mampu menjaga virginitasnya hingga mencapai jenjang

pernikahan. Keluarga adalah harapan utama kaum muda untuk membekali kaum

muda dengan informasi dan nilai-nilai virginitas agar mereka nantinya mampu

mengendalikan dirinya ketika masuk ke dalam lingkungan pergaulan. Kemudian,

peran dari diri sendiri (38,46%) pun diharapkan oleh kaum muda sendiri. Kaum muda

diharapkan mampu mengendalikan diri dan tidak terpengaruh dengan lingkungan

sekitarnya. Kaum muda juga diharapkan mampu memilih lingkungan pergaulan yang

positif agar terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang biasanya ditawarkan oleh

lingkungan pergaulan yang negatif. Lingkungan negatif yang dimaksud di sini

dicontohkan misalnya pergaulan malam.

Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa responden memahami virginitas

sebagai hal fisik, substansial, terkait dengan relasi dengan pasangan, relasi sosial,

pandangan negatif terhadap virginitas. Virginitas sebagai hal fisik merupakan

kategori respon yang paling dominan muncul dengan persebaran pemahaman yang

menyeluruh pada responden. Virginitas dipahami sebagai hal fisik yaitu melekat pada

perempuan. Virginitas juga dimaknai secara substansial, namun hal tersebut hanya
76

berlaku pada virginitas perempuan atau keperawanan. Hasil wawancara ini senada

dengan hasil analisis asosiasi kata.

Responden cenderung memandang virginitas sebagai sesuatu yang penting

untuk dijaga karena terkait dengan pernikahan dan suami. Ini sesuai dengan hasil

wawancara mengenai waktu yang tepat untuk melepaskan virginitas. Responden

secara umum merasa setelah menikah merupakan saat yang tepat untuk melepaskan

virginitas. Virginitas disikapi sebagai hal yang penting untuk dipertahankan hingga

menikah untuk menjaga kesakralan pernikahan dan agar seorang perempuan lebih

berharga di mata suaminya. Sedangkan ketika ditanya mengenai virginitas pasangan,

secara umum responden menyatakan tidak masalah apabila ternyata pasangan sudah

tidak perawan/perjaka lagi karena menurut responden masih ada hal-hal yang lebih

penting daripada virginitas pasangan dalam relasi dengan pasangan. Salah satunya

adalah rasa sayang dan kecocokan dengan pasangan. Kemudian, menanggapi

virginitas orang lain, responden menganggap bahwa setiap orang memiliki haknya

masing-masing untuk melepaskan virginitas mereka sebelum menikah. Secara umum,

responden beranggapan bahwa virginitas merupakan urusan pribadi masing-masing

orang. Oleh karena itu apabila ada yang melepaskan virginitas sebelum menikah, hal

tersebut merupakan urusan pribadi yang tidak akan dicampuri oleh responden selama

hal tersebut tidak menganggu responden.

Kebanyakan subyek mendapatkan informasi mengenai virginitas melalui

media dan pergaulan. Informasi yang diberikan oleh media dan pergaulan lebih

berupa kasus-kasus yang terkait dengan pelepasan virginitas sebelum menikah pada
77

kaum muda. Institusi pendidikan juga cukup memberikan informasi mengenai

virginitas melalui pelajaran biologi, agama, seminar seksualitas, dan salah satu mata

kuliah mengenai anatomi pada program studi farmasi. Informasi terkait dengan

virginitas yang diberikan institusi pendidikan hanya berupa hal fisik saja, yaitu

mengenai anatomi tubuh laki-laki dan perempuan serta sistem reproduksi. Keluarga

yang merupakan sumber yang paling rendah dalam memberikan informasi mengenai

virginitas kepada kaum muda, justru merupakan lembaga yang menanamkan nilai-

nilai virginitas pada kaum muda. Ironisnya, keluarga merupakan harapan utama kaum

muda untuk membekali kaum muda dengan informasi dan nilai-nilai virginitas agar

mereka nantinya mampu mengendalikan dirinya ketika masuk ke dalam lingkungan

pergaulan, sehingga tidak melepaskan virginitas sebelum waktunya.

B. 3. ANALISIS DATA BERDASARKAN DEMOGRAFI RESPONDEN

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa menurut pemahaman kaum muda

virginitas hanya melekat pada perempuan. Hal ini memungkinkan adanya perbedaan

antara laki-laki dalam memaknai virginitas itu sendiri atau bersikap terhadap

virginitas dirinya sendiri maupun orang lain. Pada bagian ini peneliti mencoba untuk

melihat perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan terkait dengan masalah

virginitas. Selain itu, peneliti juga menemukan perbedaan antara responden yang

bersikap penting dan tidak penting terhadap virginitas diri sendiri berdasarkan sumber

informasi mengenai virginitas.


78

B. 3. a. Perbedaan Makna Virginitas pada Laki-laki dan Perempuan

Makna virginitas menurut responden pada penelitian ini digali dengan dua

metode yaitu metode asosiasi kata dengan menggunakan kuesioner terbuka dan

wawancara terbuka. Untuk mengetahui adakah perbedaan antara responden laki-laki

dan perempuan dalam memaknai virginitas, maka peneliti akan menganalisisnya pada

data dari kedua metode yang digunakan, yaitu asosiasi kata dan wawancara. Adapun

analisis makna virginitas berdasarkan jenis kelamin ini dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17
Perbedaan Makna Virginitas pada Perempuan dan Laki-laki

Kategori Laki-laki Perempuan


T % F % T % F %
Data asosiasi kata
Fisik 9 69,23 23 35,38 11 84,62 31 47,69
Substansial 8 61,54 20 30,77 10 76,92 22 33,85
Relasi 6 46,15 10 15,38 6 46,15 7 10,77
Pandangan negatif 6 46,15 10 15,38 4 30,77 4 6,15
Alasan menginginkan 1 7,69 2 3,08 1 7,69 1 1,54
perawan
Perempuan: 13 65 100 Laki-laki: 13 65 100
Kategori Laki-laki Perempuan
T % T % T %
Data wawancara
Fisik 13 100 29 48,33 13 100 47 62,67
Substansial 10 76,92 18 30 8 61,54 13 17,33
Relasi dengan pasangan 4 30,77 4 6,67 4 30,77 5 6,67
Pandangan negatif 4 30,77 5 8,33 5 38,46 5 6,67
Relasi Sosial 3 23,08 4 6,67 3 23.08 5 6,67
Perempuan: 13 60 100 Laki-laki: 13 75 100
Keterangan :
T = Total responden yang menjawab
F = Frekuensi kemunculan respon
79

Berdasarkan hasil yang diperlihatkan tabel di atas dapat diketahui tidak ada

perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam memaknai virginitas. Baik

responden laki-laki maupun perempuan memandang virginitas lebih sebagai kondisi

fisik dan substansial.

B. 3. b. Perbedaan Sikap terhadap Virginitas pada Laki-laki dan Perempuan

B. 3. B. i. Virginitas Diri Sendiri

Sekalipun responden laki-laki dan perempuan memiliki pemahaman yang

sama mengenai virginitas, peneliti melihat adanya perbedaan pada sikap antara

responden laki-laki dan perempuan ketika membicarakan tentang virginitas diri

sendiri. Hal ini dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini.

Tabel 18
Perbedaan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri pada Perempuan dan Laki-laki
Sikap Laki-laki Perempuan
Total Respon/ % Total Respon/ %
Responden Responden
Penting dijaga 5 38,46 11 84,62
Tidak penting 6 46,15 1 7,69
Antara penting dan tidak penting 1 7,69 1 7,69
Tidak menjawab 1 7,69 0 0
Jumlah responden Perempuan: 13 Laki-laki: 13

Dari tabel 18 dapat diketahui bahwa berdasarkan perbedaan jenis kelamin

responden perempuan (84,62%) lebih dominan menganggap virginitas sebagai

sesuatu yang penting untuk dijaga dibandingkan pada responden laki-laki

(38,46%).
80

Adapun alasan responden yang bersikap bahwa virginitas penting untuk

dijaga sebelum menikah dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19
Alasan virginitas diri sendiri penting untuk dipertahankan

Alasan Laki-laki Perempuan


T % T %
Untuk menjaga kesakralan pernikahan dan agar 0 0 8 72,73
seorang perempuan lebih berharga di mata
suaminya.
Memperlihatkan komitmen dan kemampuan 4 80 0 0
menghadapi godaan berhubungan seksual,
sekalipun keperjakaan tidak bisa dibuktikan
secara fisik
Terkait dengan norma masyarakat dan agama 1 20 3 27,27
TOTAL 5 100 11 100
Keterangan: T = Total Respon/Responden

Sekalipun sama-sama memiliki sikap bahwa virginitas diri sendiri penting

untuk dipertahankan sebelum menikah, ketika ditanyakan alasannya ternyata

responden laki-laki dan perempuan memiliki alasan yang berbeda. Jika

perempuan menganggap virginitas penting untuk dipertahankan karena terkait

dengan kesakralan pernikahan dan hubungan dengan suami kelak, maka

responden laki-laki lebih menganggap mempertahankan virginitas dapat

memperlihatkan kemampuan laki-laki dalam menghadapi godaan untuk

melakukan hubungan seksual.

Hampir sebagian responden laki-laki (46,15%) memandang virginitas

bukan lagi sesuatu yang penting untuk dijaga hingga menikah. Ini

memperlihatkan ada pergeseran sikap terhadap virginitas diri sendiri pada laki-
81

laki, dari yang menganggap virginitas ada hal yang masih penting dijaga menjadi

sikap yang menganggap virginitas tidak lagi penting untuk dijaga. Semua

responden laki-laki yang bersikap bahwa virginitas tidak penting untuk dijaga

sebelum menikah (100%) merasa bahwa pada laki-laki tidak terdapat tanda fisik

yang dapat membuktikan keperjakaan seseorang, jadi masih perjaka atau tidaknya

seorang laki-laki tidak akan berpengaruh untuk masa depannya, termasuk dalam

mendapatkan pasangan.

B. 3. b. ii. Virginitas Pasangan

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga terlihat pada sikap

responden sikap responden mengenai virginitas pasangannya. Hal ini dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 20
Perbedaan sikap terhadap virginitas pasangan pada perempuan dan laki-laki

Sikap Laki-laki Perempuan


T % T %
tidak masalah apabila pasangan sudah tidak 7 53,85 12 92,31
perawan/perjaka

pasangan diharapkan perawan, namun tidak masalah 6 46,15 0 0


jika akhirnya mendapatkan pasangan yang sudah
tidak perawan

kemungkinan menerima pasangan yang tidak perjaka 0 0 1 7,69


hanya 30%

Jumlah responden Laki-laki: 13 Perempuan: 13


Keterangan: T = Total Respon/Responden
82

Ditanya mengenai sikap terhadap virginitas pasangan, secara dominan

baik responden perempuan (92,31%) maupun laki-laki (53,85%) tidak

mempermasalahkan virginitas pasangan. Namun, pada responden laki-laki terlihat

masih ada kecenderungan responden yang menginginkan dapat memiliki

pasangan yang masih perawan/perjaka, sekalipun mereka tidak masalah apabila

pada akhirnya mereka mendapatkan pasangan yang sudah tidak perawan

(46,15%). Adapun alasan responden tidak mempermasalahkan virginitas

pasangannya terdapat pada tabel 21.

Tabel 21
Alasan Tidak Mempermasalahkan Virginitas Pasangan

Alasan Laki-laki Perempuan


T % T %
Tidak masalah selama pasangan tidak terjangkit 0 0 4 33,33
penyakit kelamin
keperawanan hanya sebuah simbol fisik, tidak hanya 1 14,29 0 0
bisa hilang karena berhubungan seksual tapi juga
karena kecelakaan
Rasa sayang dan kecocokan dalam berhubungan lebih 4 57,14 3 25
penting daripada virginitas pasangan
Masih mempertimbangkan kepribadian pasangan dan 1 14,29 2 16,67
mencoba mendengarkan masa lalu pasangan serta
alasan pasangan melepaskan virginitas sebelum
menikah
Virginitas seseorang hanya orang itu saja yang tahu 1 14,29 3 25
TOTAL 7 100 12 100
Keterangan: T = Total Respon/Responden

Alasan yang serupa ternyata juga dilontarkan oleh responden yang masih

mengharapkan virginitas pasangannya namun tidak masalah apabila akhirnya


83

mendapatkan pasangan yang sudah tidak perawan lagi. Alasan sikap yang hanya

diberikan oleh responden laki-laki ini dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22
Alasan Laki-laki Menganggap Virginitas Pasangan Penting tapi Tidak Harus

Alasan Laki-laki
T %
Rasa sayang dan kecocokan dalam berhubungan lebih penting 3 50
daripada virginitas pasangan
keperawanan hanya sebuah simbol fisik. Tidak hanya bisa hilang 2 33,33
karena berhubungan seksual tapi juga karena kecelakaan atau
diperkosa
jaman sekarang keperawanan tidak lagi penting untuk 1 16,67
dipertahankan
TOTAL 6 100
Keterangan: T = Total Respon/Responden

B. 3. b. iii. Virginitas Orang Lain

Berbeda halnya dengan sikap terhadap virginitas diri sendiri dan virginitas

pasangan, responden laki-laki dan perempuan ternyata memiliki sikap yang sama

mengenai virginitas milik orang lain. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 23
Perbedaan Sikap antara laki-laki dan perempuan terhadap Virginitas Orang Lain

Sikap Laki-laki Perempuan


T % T %
Mereka punya hak untuk melepaskan virginitas 11 84,62 9 69,23
mereka sebelum waktunya
Mereka melakukan sesuatu yang tidak baik 1 7,69 3 23,08
Sayang sekali 1 7,69 1 7,69

Jumlah responden Laki-laki: 13 Perempuan: 13


Keterangan: T = Total Respon/Responden
84

Dari tabel 23 dapat diketahui bahwa baik responden perempuan (69,23%)

dan responden laki-laki (84,62%) memiliki anggapan yang sama tentang

virginitas orang lain, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak untuk melepaskan

virginitas mereka sebelum waktunya. Adapun alasan yang diberikan kaum muda

yang menganggap virginitas merupakan hak setiap orang adalah sebagai berikut:

Tabel 24
Alasan Menganggap Virginitas Merupakan Hak Setiap Orang

Alasan Laki-laki Perempuan


T % T %
Virginitas merupakan urusan pribadi masing- 4 36,36 5 55,56
masing, sehingga apabila ada yang melepaskan
virginitas sebelum menikah, itu adalah urusan
pribadi mereka
Jaman sekarang berhubungan seksual sebelum 4 36,36 0 0
menikah sudah biasa dan virginitas tidak lagi
penting untuk dipertahankan sebelum menikah
Tidak masalah selama mereka tahu konsekuensi 3 27,28 4 44,44
dari perbuatannya dan bisa bertanggung jawab
TOTAL 11 100 9 100
Keterangan: T = Total Respon/Responden

Ketika melihat pada alasan responden memandang virginitas sebagai hak

setiap orang, dapat diketahui bahwa baik responden laki-laki dan perempuan

sama-sama beralasan bahwa virginitas merupakan urusan pribadi masing-masing,

dan responden tidak mempermasalahkan mereka yang melepaskan virginitasnya

sebelum menikah selama mereka mengetahui konsekuensi dari perbuatannya serta

bisa bertanggung jawab. Bedanya, pada laki-laki juga muncul pendapat bahwa di

jaman sekarang berhubungan seksual sebelum menikah adalah hal yang biasa
85

sehingga virginitas tidak penting lagi untuk dipertahankan. Pendapat ini tidak

ditemukan pada responden perempuan.

B. 3. b. iv. Perbedaan antara Responden Laki-laki dan Perempuan tentang

Sumber Informasi mengenai Virginitas

Apabila dibedakan berdasarkan jenis kelamin, dapat diketahui bahwa

responden perempuan mendapatkan informasi mengenai virginitas lebih awal

dibandingkan responden laki-laki. Ini seperti yang diperlihatkan pada tabel 25.

Tabel 25
Usia Responden Mendapatkan Informasi tentang Virginitas

Usia Laki-laki Perempuan


Total Respon/ % Total Respon/ %
Responden Responden
SMA (remaja) 9 69,23 3 23,08
SMP (menstruasi pertama) 3 23,08 8 61,54
SD kelas 6 0 0 2 15,38
Kuliah 1 7,69 0 0
Jumlah Responden 13 100 13 100

Responden perempuan sudah mendapatkan informasi mengenai virginitas sejak SD

kelas 6 (15,38%) dan awal SMP atau ketika mereka mendapat menstruasi untuk

pertama kalinya (61,54%). Sedangkan pada responden laki-laki, dominan dari mereka

mendapatkan informasi mengenai virginitas ketika SMA (69,23%).

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya terlihat dari usia

responden mendapatkan informasi mengenai virginitas, namun juga dari sumber yang

memberikan informasi mengenai virginitas. Hal ini dapat dilihat pada tabel 26.
86

Tabel 26
Sumber Informasi tentang Virginitas Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber Informasi Laki-laki Perempuan


T % F % T % F %
Media 7 53,85 10 38,46 8 61,54 15 35,71
Pergaulan 9 69,23 9 34,62 8 61,54 8 19,05
Institusi Pendidikan 2 15,38 2 7,69 9 69,23 11 26,19
Keluarga 3 23,08 4 15,38 7 53,85 8 19,05
Diri sendiri 1 7,69 1 3,85 0 0 0 0
laki-laki: 13 26 100 Perempuan: 13 42 100
Keterangan : T = Total responden yang menjawab
F = Frekuensi kemunculan respon

Dari tabel 26 dapat dilihat bahwa responden perempuan (total frekuensi respon = 42)

lebih mengakses sumber-sumber informasi mengenai virginitas dibandingkan

responden laki-laki (total frekuensi respon = 26). Responden perempuan secara

umum memperoleh informasi mengenai virginitas dari institusi pendidikan (69,23%),

media (61,54%), pergaulan (61,54%), dan keluarga (53,85%). Responden laki-laki

dominan mendapatkan informasi mengenai virginitas dari pergaulan (69,23%) dan

media (53,85%). Keluarga (23,08%) dan institusi pendidikan (15,38%) kurang

memberikan informasi mengenai virginitas pada responden laki-laki. Di sisi lain,

media merupakan sumber informasi yang paling dominan diingat oleh kaum muda,

baik laki-laki maupun perempuan.

B. 3. b. iv. Perbedaan Sumber Informasi mengenai Virginitas Berdasarkan

Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri

Hasil yang juga menarik dari data wawancara adalah ternyata ada perbedaan

pada sumber informasi mengenai virginitas pada kelompok yang bersikap bahwa
87

virginitas penting untuk dijaga dan yang menganggap virginitas tidak penting dijaga.

Hal ini dapat dilihat pada tabel 27.

Tabel 27
Perbedaan Sumber Informasi Berdasarkan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri

Sumber informasi Penting Tidak Penting


T % F % T % F %
Media 9 25,71 15 33,33 4 26,67 7 38,89
Keluarga 9 25,71 11 24,44 1 6,67 1 5,56
Pergaulan 8 22,86 8 17,78 7 46,67 7 38,89
Institusi Pendidikan 9 25,71 11 24,44 2 13,33 2 11,11
diri sendiri 0 0 0 0 1 6,67 1 5,56
35 100 45 100 15 100 18 100
Keterangan : T = Total responden yang menjawab
F = Frekuensi kemunculan respon

Tabel di atas memperlihatkan bahwa kaum muda yang menganggap virginitas

dirinya sendiri penting untuk dipertahankan mengakses lebih banyak sumber

informasi mengenai virginitas (total frekuensi respon = 45) dibandingkan kaum muda

yang menganggap virginitas tidak penting untuk dipertahankan (total frekuensi

respon = 18). Hal menarik yang juga dapat dilihat dari tabel 26 adalah bahwa

responden yang mendapatkan informasi tentang virginitas dari keluarga dominan

menganggap virginitas dirinya penting untuk dipertahankan (25.71%) daripada

menganggap virginitas tidak penting untuk dipertahankan (6,67%). Begitu pula

halnya dengan responden yang mendapatkan informasi dari institusi pendidikan

(25,71%). Mereka yang mendapatkan informasi mengenai virginitas baik dari

keluarga maupun institusi pendidikan ternyata secara dominan memiliki sikap positif

dan menganggap virginitas dirinya sendiri penting untuk dipertahankan hingga


88

menikah. Hal ini memperlihatkan bahwa keluarga dan institusi pendidikan masih

berperan dalam membentuk nilai-nilai budaya, terutama dalam hal ini nilai kesakralan

pernikahan dan virginitas, yang akhirnya akan menumbuhkan sikap positif terhadap

virginitas.

C. PEMBAHASAN PENELITIAN

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kaum muda yang saat ini berstatus

sebagai mahasiswa di Yogyakarta memahami virginitas lebih sebagai hal fisik yang

cenderung melekat pada perempuan dan tidak pada pria. Virginitas juga dimaknai

secara substansial, namun hanya dituju pada perempuan, karena virginitas dipahami

melekat pada perempuan. Hal ini memberi implikasi pada perbedaan sikap antara

laki-laki dan perempuan mengenai virginitas. Perempuan secara umum bersikap

positif terhadap virginitas, dimana mereka menganggap virginitas dirinya sendiri

penting untuk .dijaga sebelum menikah. Sementara laki-laki dalam data penelitian ini

lebih banyak yang menganggap virginitas dirinya tidak lagi penting untuk

dipertahankan. Ironisnya, meskipun pria menganggap virginitas dirinya tidak penting

untuk dipertahankan, mereka masih tetap mengharapkan pasangan yang masih

perawan. Pada perempuan justru terjadi sebaliknya, sekalipun mereka menganggap

virginitas dirinya penting untuk dipertahankan, perempuan secara umum tidak

mempermasalahkan apakah pasangannya masih perjaka atau tidak.

Virginitas dipandang sebagai hal yang kuno karena kaum muda merasa

bahwa melepaskan virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah
89

saat ini. Hal ini dikarenakan media dan pergaulan yang merupakan sumber yang

paling banyak memberikan informasi tentang virginitas kepada kaum muda lebih

memperlihatkan fakta-fakta bahwa dewasa ini virginitas sudah tidak lagi penting

untuk dipertahankan. Sementara, keluarga yang merupakan harapan utama untuk

membekali kaum muda dengan informasi dan nilai-nilai virginitas, justru menjadi

sumber yang paling terbatas memberikan informasi mengenai virginitas. Akibatnya,

kaum muda lebih banyak mendapatkan fakta-fakta negatif mengenai virginitas,

seperti kasus-kasus banyaknya kaum muda yang sudah melepaskan virginitasnya

sebelum menikah, daripada nilai-nilai kesakralan pernikahan dan pentingnya menjaga

virginitas sebelum menikah. Selanjutnya, hasil penelitian ini akan dibahas lebih

detail, sebagai berikut:

1. Virginitas dimaknai sebagai sesuatu yang melekat pada perempuan

Kaum muda lebih memahami virginitas sebagai hal fisik, yaitu bahwa

virginitas yang cenderung melekat pada perempuan dan tidak pada pria. Hal ini

dikarenakan adanya anggapan bahwa keperawanan lebih dapat dibuktikan secara fisik

daripada keperjakaan. Menurut kaum muda keperawanan dapat dibuktikan melalui

keutuhan selaput dara dan rapatnya vagina, serta keluarnya darah dari vagina pada

saat melakukan hubungan seksual untuk pertama kalinya akibat pecahnya selaput

dara. Pemahaman bahwa keutuhan selaput dara merupakan ukuran seorang

perempuan masih perawan menyebabkan pandangan bahwa seorang perempuan bisa

saja kehilangan virginitasnya apabila ia melakukan olahraga yang berat atau


90

mengalami kecelakaan yang menyebabkan robeknya selaput dara, misalnya jatuh dari

sepeda. Adanya selaput dara pada perempuan yang menyebabkan keperawanan lebih

dapat dibuktikan secara fisik daripada keperjakaan menyebabkan keperawanan lebih

dipermasalahkan dibandingkan keperjakaan.

Virginitas yang dipahami sebagai sesuatu yang melekat pada perempuan juga

mempengaruhi pandangan kaum muda yang tinggal di Yogyakarta tentang virginitas

secara substansial. Makna substansial mengenai virginitas dipahami kaum muda

Yogyakarta hanya terkait dengan virginitas pada perempuan atau keperawanan dan

tidak terdapat pada keperjakaan. Virginitas dipahami sebagai harga diri seorang

perempuan sehingga sangat bernilai. Virginitas merupakan kesucian dan kehormatan

perempuan sehingga penting untuk dijaga oleh perempuan. Terkait dengan relasi

dengan pasangan, virginitas lekat dengan seseorang yang belum menikah. Ini

dikarenakan virginitas merupakan hadiah yang dipersiapkan untuk suami kelak.

Selain itu, virginitas perempuan atau keperawanan seseorang juga dapat

memperlihatkan bagaimana keluarga orang tersebut, apakah keluarganya termasuk

keluarga baik-baik atau tidak. Seseorang yang masih perawan akan mengesankan

bahwa ia adalah perempuan baik-baik. Sebaliknya, apabila seorang perempuan sudah

tidak lagi perawan maka ia akan dianggap sebagai perempuan nakal. Perempuan

diwajibkan untuk menjaga virginitasnya dan hanya boleh menyerahkan virginitasnya

setelah menikah, dan apabila seorang perempuan tidak perawan lagi, suaminya dan

keluarga suaminya akan menjadikannya sebagai alasan untuk mengakhiri pernikahan

(Machali, 2005). Hal tersebut tidak berlaku pada pria. Kaum muda menganggap
91

keperjakaan hanya terkait dengan kondisi fisik. Keperjakaan bukanlah sebuah

masalah bagi kaum muda, karena tidak ada tanda atau barometer fisik untuk

menentukan keperjakaan, seperti selaput dara yang dimiliki oleh perempuan untuk

menentukan keperawanannya (“Bangga Jadi Perjaka”, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa objectivication

mengenai virginitas pada kaum muda Yogyakarta adalah perempuan. Objectivication

mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam ide yang

lebih konkrit. Hal ini berarti bahwa virginitas sebagai sesuatu yang abstrak bagi kaum

muda diterjemahkan ke dalam ide yang lebih konkrit yaitu sesuatu yang melekat pada

perempuan. Isu virginitas seringkali dikaitkan dengan perempuan dan seakan-akan

hanya perempuan yang bertanggung jawab menjaga virginitasnya. Virginitas

memiliki peran sosial yang penting khususnya bagi perempuan. Berbeda dengan yang

dirasakan oleh perempuan terkait dengan keperawanan, secara sosial budaya

masyarakat tidak terlalu memperhatikan keperjakaan, sehingga laki-laki tidak

merasakan adanya beban sosial (Oetomo, 2001).

2. Konsep “I” dan “Me” pada sikap terhadap virginitas

Kaum muda memiliki sikap yang berbeda ketika ditanya mengenai sikap

terhadap diri sendiri dan sikap terhadap orang di luar diri (baik sikap terhadap

pasangan maupun sikap terhadap orang lain). Secara umum, kaum muda menyatakan

virginitas dirinya sendiri merupakan hal yang penting untuk dipertahankan sebelum

menikah. Di sisi lain, secara dominan kaum muda tidak mempermasalahkan


92

virginitas pasangannya dan menganggap bahwa setiap orang memiliki hak untuk

tetap mempertahankan virginitasnya atau tidak. Hal ini terkait dengan konsep “I” dan

“Me” yang diungkapkan oleh George Herbert Mead (1956).

Sikap kaum muda terhadap virginitas dirinya sendiri memperlihatkan

bagaimana diri kaum muda melihat dirinya sendiri. Pada saat seseorang melihat

dirinya sendiri, ia akan mempertimbangkan sikap-sikap orang lain mengenai hal yang

ingin dilihat dari dirinya sendiri. Kaum muda, ketika menentukan sikap mengenai

virginitas dirinya sendiri, ia akan mempertimbangkan sikap-sikap orang lain atau

masyarakat pada umumnya. Menurut George Herbet Mead (1956), keadaan ini

disebut dengan “Me”. “Me” merupakan individual habitual (kebiasaan individu)

yang bersifat konvensional yaitu berhubungan dekat dan kuat dengan sikap

masyarakat pada umumnya (social self). Ini memperlihatkan bahwa sikap kaum muda

yang menganggap virginitas dirinya sendiri penting untuk dipertahankan sebelum

menikah merupakan sikap yang dekat denga sikap masyarakat pada umumnya.

Berbeda dengan “Me”, “I” merupakan reaksi yang berasal dari diri sendiri

terhadap situasi sosial yang ada, dalam hal ini adalah virginitas (lihat, Mead, 1956).

“I” bersifat lebih “bebas” daripada “Me” yang masih mempertimbangkan sikap-

sikap orang lain. Sebaliknya, “I” merupakan jawaban baru dari individu terhadap

sikap masyarakat pada umumnya. Terkait dengan sikap kaum muda, sikap terhadap

virginitas pasangan dan orang lain merupakan sikap yang merupakan reaksi dari

situasi sosial saat ini. Sikap kaum muda yang tidak mempermasalahkan virginitas

pasangan dan menganggap setiap orang memiliki hak untuk mempertahankan


93

virginitasnya atau tidak merupakan reaksi dari masalah virginitas yang selama ini

telah mereka lihat baik di lingkungan keluarga, pergaulannya maupun media. Sikap

ini lebih mencerminkan sikap kaum muda terhadap virginitas.

3. Virginitas penting dijaga oleh perempuan, namun tidak ada tuntutan untuk menjaga

virginitas pada laki-laki.

Virginitas yang dipahami melekat pada perempuan memberi implikasi pada

perbedaan sikap antara laki-laki dan perempuan mengenai virginitas. Perempuan

secara umum bersikap positif terhadap virginitas, dimana mereka menganggap

virginitas dirinya sendiri penting untuk .dijaga sebelum menikah. Virginitas disikapi

perempuan sebagai hal yang penting untuk dipertahankan hingga menikah untuk

menjaga kesakralan pernikahan dan agar seorang perempuan lebih berharga di mata

suaminya. Sementara laki-laki dalam data penelitian ini lebih banyak yang

menganggap virginitas dirinya tidak lagi penting untuk dipertahankan. Tidak adanya

ciri fisik yang dapat membuktikan keperjakaan laki-laki menyebabkan laki-laki tidak

merasa dituntut untuk menjaga keperjakaannya.

Ironisnya, meskipun kebanyakan laki-laki menganggap virginitas dirinya

tidak penting untuk dipertahankan, banyak dari mereka masih tetap mengharapkan

pasangan yang masih perawan, sekalipun pada akhirnya mereka tidak masalah

apabila mendapatkan pasangan yang ternyata sudah tidak perawan lagi. Menurut laki-

laki, sekalipun akan merasa kecewa jika mendapatkan pasangan yang sudah tidak

perawan, rasa sayang dan kecocokan dalam berhubungan lebih penting daripada
94

virginitas pasangannya. Jika laki-laki masih mengharapkan pasangannya perawan,

pada perempuan justru terjadi sebaliknya, sekalipun mereka menganggap virginitas

dirinya penting untuk dipertahankan, perempuan secara umum tidak

mempermasalahkan apakah pasangannya masih perjaka atau tidak. Perempuan juga

lebih mementingkan perasaan sayang dan kecocokannya dengan pasangan, sehingga

mereka tidak mempermasalahkan keperjakaan pasangannya selama pasangannya

tersebut tidak terjangkit penyakit kelamin.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa anchoring tentang

virginitas pada kaum muda adalah bahwa menjaga virginitas merupakan suatu

kewajiban bagi perempuan dan bukan menjadi kewajiban laki-laki. Ini

mengekspresikan bahwa ketidakadilan gender masih terjadi di Indonesia yaitu adanya

tuntutan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Perempuan diharapkan lebih

dapat mempertahankan keperawanannya, sedangkan tuntutan untuk masih perjaka

bagi laki-laki hampir tidak ada. Selain itu, ketidakmampuan laki-laki dalam

mempertahankan keperjakaan lebih dapat dimaklumi oleh masyarakat daripada

perempuan (Oetomo, 2001).

4. Melepaskan virginitas sebelum menikah adalah hal yang lumrah saat ini.

Virginitas atau keadaan masih perawan/perjaka juga dipandang secara negatif,

dimana virginitas dianggap sebagai hal yang kuno karena kaum muda merasa bahwa

melepaskan virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah saat ini.

Hal ini membuat kaum muda bersikap permisif terhadap pelepasan virginitas sebelum
95

menikah. Kaum muda menganggap bahwa setiap orang memiliki hak untuk tetap

mempertahankan virginitasnya atau melepaskannya sebelum menikah. Bagi kaum

muda, virginitas merupakan urusan pribadi masing-masing orang dan tabu untuk

dibicarakan di ruang publik.

Pandangan negatif tentang virginitas dikarenakan media dan pergaulan yang

merupakan sumber yang paling banyak memberikan informasi tentang virginitas

kepada kaum muda lebih memperlihatkan fakta-fakta bahwa dewasa ini virginitas

sudah tidak lagi penting untuk dipertahankan. Selain itu, pergaulan dan institusi

pendidikan lebih banyak menginformasikan virginitas hanya sebagai hal fisik saja.

Sementara, keluarga yang merupakan harapan utama untuk membekali kaum muda

dengan informasi dan nilai-nilai virginitas, justru menjadi sumber yang paling

terbatas memberikan informasi mengenai virginitas.

5. Media dan pergaulan lebih memberikan informasi mengenai virginitas daripada

keluarga.

Keluarga merupakan tempat terbentuknya norma-norma sosial dan

pengkhayatan (internalisasi) nilai-nilai (Surbakti, 2008). Dari hasil penelitian

diketahui bahwa ternyata keluarga justru menjadi sumber yang paling terbatas

memberikan informasi mengenai virginitas. Ini menyebabkan terbatas pula nilai-nilai

budaya, terutama nilai-nilai kesakralan pernikahan dan larangan melakukan hubungan

seksual sebelum menikah, yang turun dari generasi tua kepada generasi muda.

Padahal menurut hasil penelitian kaum muda yang mendapatkan informasi mengenai
96

virginitas dari keluarga dan institusi pendidikan secara umum menganggap virginitas

penting untuk dipertahankan. Laki-laki dalam data penelitian ini lebih banyak yang

menganggap virginitas dirinya tidak lagi penting untuk dipertahankan karena mereka

kebanyakan hanya mendapatkan informasi mengenai virginitas dari media dan

pergaulan. Keluarga dan institusi pendidikan cenderung sangat terbatas dalam

memberikan pengetahuan kepada laki-laki. Hasil ini memperlihatkan bahwa keluarga

dan institusi masih menjadi lembaga yang efektif untuk mentransformasikan nilai-

nilai tentang seksualitas terutama mengenai virginitas kepada kaum muda.

Terbatasnya informasi mengenai virginitas yang diberikan orang tua dan institusi

pendidikan kepada kaum muda dikarenakan orang tua dan guru menempatkan

masalah seks sebagai hal yang tabu untuk ditanyakan dan didiskusikan (Komandoko,

2009)

Kaum muda lebih banyak mendapatkan informasi mengenai virginitas dari

media dan pergaulan dibandingkan informasi dari keluarga dan institusi pendidikan.

Padahal, informasi dari media dan pergaulan mengenai virginitas yang lebih banyak

berupa kasus-kasus yang terkait dengan pelepasan virginitas sebelum menikah pada

kaum muda. Hal ini mengakibatkan kaum muda lebih banyak mendapatkan

pandangan-pandangan negatif mengenai virginitas daripada nilai-nilai kesakralan

virginitas dalam pernikahan. Kaum muda lebih menganggap virginitas bukanlah

suatu hal yang sakral karena saat ini berhubungan seksual dan melepaskan virginitas

sebelum menikah merupakan hal yang wajar, karena banyaknya kasus pelepasan

virginitas sebelum menikah.


Skema 4
Skema Pembahasan

Fisik
Menjaga virginitas
Agama merupakan suatu Ketidakadilan
Virginitas melekat kewajiban bagi
dan gender mengenai
pada perempuan perempuan dan
Budaya virginitas
bukan menjadi
kewajiban laki-laki
Substansial

Keluarga kurang Masalah seks


memberikan nilai- dianggap sebagai
nilai yang terkait hal yang tabu Kaum muda merasa
dengan virginitas untuk dibicarakan bahwa melepaskan
virginitas sebelum
menikah merupakan “Norma” baru
hal yang lumrah saat yang dipegang
ini, sehingga mereka kaum muda
Media dan pergaulan lebih permisif
memberikan informasi terhadap pelepasan
mengenai virginitas virginitas sebelum
lebih pada kasus-kasus menikah
pelepasan virginitas
sebelum menikah

97
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Representasi sosial virginitas pada mahasiswa di yogyakarta

a. Kaum muda memaknai virginitas hanya melekat pada perempuan baik

secara fisik dan substansial. Virginitas lekat dengan perempuan karena

adanya pemahaman bahwa virginitas perempuan dapat dibuktikan

melalui utuhnya selaput dara dan keluarnya darah dari vagina akibat

robeknya selaput dara saat melakukan hubungan seksual untuk

pertama kalinya. Pertanda fisik seperti yang dimiliki oleh perempuan

tidak dimiliki oleh laki-laki. Hal ini menyebabkan virginitas

perempuan lebih dituntut untuk tetap dijaga hingga menikah.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat diketahui bahwa

objectivication mengenai virginitas pada kaum muda Yogyakarta

adalah perempuan. Objectivication mengacu kepada penerjemahan ide

yang abstrak dari suatu obyek ke dalam ide yang lebih konkrit. Hal ini

berarti bahwa virginitas sebagai sesuatu yang abstrak bagi kaum muda

diterjemahkan ke dalam ide yang lebih konkrit yaitu melekat pada

perempuan.

b. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bagi kaum muda virginitas

dianggap penting untuk dijaga oleh perempuan, namun tidak ada

tuntutan untuk menjaga virginitas pada laki-laki. Perempuan

98

99


menganggap virginitas dirinya sendiri penting untuk dijaga, namun

tidak menuntut pasangan atau orang lain untuk tetap menjaga

virginitasnya. Pada laki-laki, lebih banyak yang menganggap virginitas

dirinya sendiri tidak penting untuk dijaga hingga menikah, namun laki-

laki masih mengharapkan perempuan tetap menjaga virginitasnya.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa anchoring

tentang virginitas pada kaum muda adalah bahwa menjaga virginitas

merupakan suatu kewajiban bagi perempuan dan bukan menjadi

kewajiban laki-laki. Ini mengekspresikan bahwa pada kaum muda juga

muncul ketidakadilan gender mengenai virginitas, yaitu adanya

tuntutan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Perempuan

lebih dituntut untuk menjaga virginitasnya, sedangkan pada laki-laki

tuntutan akan keperjakaan hampir tidak ada.

2. Media dan pergaulan lebih banyak memberikan informasi mengenai

virginitas daripada keluarga. Akibatnya, kaum muda lebih banyak

menerima informasi tentang kasus-kasus orang yang sudah melepaskan

virginitasnya sebelum menikah, daripada nilai-nilai kesakralan virginitas

dalam pernikahan, sehingga kaum muda merasa bahwa melepaskan

virginitas sebelum menikah sudah merupakan hal yang lumrah saat ini.
100


B. SARAN

a. Untuk orang tua dan masyarakat luas

Hasil penelitian menyatakan bahwa virginitas dimaknai kaum muda hanya

melekat pada perempuan, baik secara fisik maupun substansial. Selain itu,

penelitian juga menemukan bahwa justru media dan pergaulan yang lebih

memberikan informasi mengenai virginitas daripada keluarga dan institusi

pendidikan. Padahal kaum muda menganggap keluarga sebagai lembaga

yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai terkait dengan virginitas

agar anaknya tetap menjaga virginitasnya. Oleh karena itu, keluarga

diharapkan lebih membuka diri apabila anak-anaknya menanyakan hal-hal

yang terkait dengan seksualitas, khususnya virginitas. Orang tua juga

sebaiknya memiliki inisiatif untuk menanamkan nilai-nilai kesakralan

virginitas, hubungan seksual dan pernikahan kepada anaknya, baik kepada

anak perempuan maupun laki-laki.

b. Untuk peneliti selanjutnya

Penelitian ini hanya meneliti representasi sosial makna virginitas pada

kaum muda. Ada baiknya bila penelitian dilakukan juga pada generasi tua

untuk melihat representasi sosial makna virginitas pada generasi tua. Hal

ini diperlukan untuk mengungkap bagaimana sesungguhnya pemahaman

generasi tua mengenai virginitas, baik keperawanan maupun keperjakaan.

Mengingat generasi tua lah yang menjadi jembatan untuk menurunkan

nilai-nilai seksualitas, khususnya virginitas, bagi kaum muda.


101


DAFTAR PUSTAKA

Al-Fayyadl, M. (2006). Wajah Perempuan, Wajah Tuhan. Basis, 03-04. 24-30.

Andhini, C. (2009, Mei) Virginitas di Mata Pria. Cosmopolitan, 178.

Angganingrum, D. (2009, Januari). Virginitas Masihkah Menjadi Hak Milik.


Wiweka, 06, 10.

Anoegrajekti, N., Surur, M., Effendy, B. (2006). Komoditas Seksualitas dan


Pewadagan Perempuan. Srintil: Media Perempuan Multikultural, Vol. 10,
7-23.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Bangga Jadi Perjaka. (2009, Oktober 13). Hai online. Dipungut 15 Oktober, 2009,
dari http://www.hai-online.com/Hai2/Psikologi/About-You/Bangga-Jadi-
Perjaka.

Bila Seks Pranikah Dianggap Lumrah…!. (2002, Oktober 30). kompas.com.


Dipungut 02 Desember, 2008, dari http://www.kompas.com/read/xml/
2002/10/30/450814/.

Bungin, B. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Crooks, R. & Karla B. (2008). Our Sexuality, 10th edition. California:


Cummining Publishing Company.

Danandjaja, J. (1985). Upacara-upacara Lingkaran Hidup di Terunyan, Bali.


Jakarta: Pustaka Jaya.

Durrant, R. & Ellis, B. J. (2002). Evolutionary Psychology. Dipungut 26


November, 2009, dari http://www.gall_ch01.qxd/9/13/02

Endaswara, S. (2002). Seksologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Halstead, J. M. & Michael R, (2006). Pendidikan Seks bagi Remaja: dari Prinsip
ke Praktek. Alih bahasa: Kuni Khairun Nisak. Yogyakarta: Alenia Press.

Handayani, C. S. & Novianto, A. (2004). Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: PT


LKiS Pelangi Aksara.
102


Haryatmoko. (2006). Politik Melirik Agama karena Seks: Panoptisme,


Kekuasaan, dan Erotisme. Basis. 09-10. 26-36.

Jodelet, D. (2006). Le Dictionnaire des Sciences Humaines (Latar Belakang


Teoritik Teori Representasi Sosial). Paris: PUF.

Kasiyan. (2008). Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan.


Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Keene, M. (2006). Agama-agama Dunia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Komandoko, G. (2009). Remaja Dilarang Ngerti Seks, Emang Kenapa…?


Yogyakarta: Penerbit Garailmu.

Lips, H. M. (2005). Sex and Gender: an Introduction, 5th edition. New York: Mc
Graw Hill.

Listyorini, A. M. (tanpa tahun) Fase Dewasa Perkawinan. Museum Tembi.


Dipungut 11 Oktober, 2009, dari http://www.tembi.org/tembi/nikah.htm.

Machali, R. & Nurhayati, I. (2005) Challenging tradition: the Indonesian novel


Saman. GEMA the Online Journal on Language Studies, Dipungut 23
Agustus, 2009, dari http://www.fpbahasa.ukm.my/ppbl/Gemaarchives.asp.

Makin Greng dengan Spa Vagina. (2008, Mei 13). Kompas.com. Dipungut 21
Oktober, 2009, dari http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/13/154
50814/.

Mangunwijaya, Y. B. (2008). Rara Mendut: Sebuah Trilogi. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Mappiare, A. (1997). Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.

Mead, G. H. (1956). The Social Psychology of George Herbert Mead. Chicago:


The University of Chicago Press.

Moleong, L. J. (2006). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosydakarya.

Mönks, F.J., Knoers A.M.P., Haditono, Siti Rahayu. (2002). Psikologi


Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.

Moscovici, S. (2001). Social Representations. New York: New York University


Press.
103


Mulyana, D. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Munti, R. B. (2005). Demokrasi Keintiman: Seksualitas di Era Global.


Yogyakarta: LKiS.

Nugroho, R. (2008). Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Oetomo, D. (2001). Memberi Suara pada yang Bisu. Yogyakarta: Galang Press.

Oxford University Press. (2005). Oxford Advanced Learner’s Dictionary (7th ed.).
UK: Oxford University Press.

Poerwandari, K. (2009, Februari 1). Cinta, Tubuh, Seks, dan Ilusi. Harian
Kompas. h. 26.

Poerwandari, K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku


Manusia. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Purwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa: Menggali Untaian Kearifan Lokal.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rathus, S. A. (2008). Human Sexuality in a World of Diversity. United of


America: Pearson Education.

Remaja Cicipi Seks Capai 63 Persen. (2008, Desember 21). Jawa Pos. Dipungut
10 Juli, 2009, dari http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=
detail&nid=42107.

Roqib, M. (2007). Seks Bebas dalam Cermin Budaya Jawa: Pandangan Kearifan
Lokal terhadap Perilaku Free Sex. Ibda’: Jurnal Studi Islam dan Budaya,
5, 1-15.

Ruas Malam Jogja. (2009, April 22). Angkringan Jogja. Dipungut 13 Agustus,
2009, dari http://angkringan.or.id/page.php?id=1079.

Salman. (2009, Februari 02). BKKBN Sumut Menyerah, Program ATM Kondom
Dihentikan. Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA Biro Sumatra
Utara. Dipungut 13 Agustus, 2009, dari http://www.antarasumut.com/
berita-sumut/berita-terkini/bkkbn-sumut-menyerah-program-atm-kondom-
dihentikan/.

Santrock, J. W. (2002). Life-span Development, jilid 2 (ed. ke-5). Alih bahasa:


Juda Damanik, Achmad Chusairi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
104


Santrock, J. W. (2007). A Topical Approach to Life-span Development, 3rd


edition. USA: Mc Graw Hill.

Sarwono, S. (2009, Februari 7-13). Virginitas Ternyata Tetap Masalah. Femina, 6,


62-63.

Sarwono, S. W. (1979). Perbedaan antara Aktivis dan Pemimpin dalam Gerakan


Protes Mahasiswa. Jakarta: Bulan Bintang.

Sarwono, S. W. (2007). Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi


Empirik Prasangka Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sarwono, S. W. (2008). Psikologi Remaja (Ed. Revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Setiawan, S. A. (2007). 500+ Gelombang Video Porno Indonesia, Jangan Bugil


Di Depan Kamera. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset.


Penerjemah: Budi Santoso. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subanar, G. B. (2008). Bayang-bayang Sejarah Kota Pendidikan Yogyakarta:


Komunitas Learning Society. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata
Dharma.

Sudiarja, A. (2006). Panseksualisme: Antara Kewajaran dan Kepanikan. Basis.


09-10. 26-36.

Sulistyo. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerja


sama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI.

Sulit Dikontrol Perilaku Seks Masyarakat. (2002, Agustus 10). Harian Kompas,
h.10.

Supratiknya, A. (2007). Kiat Merujuk Sumber Acuan dalam Penulisan Karya


Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Sunarto, K. (2000). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas


Indonesia.

Surbakti, E. B. (2008). Sudah Siapkah Menikah. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo.

Suryabrata, S. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


105


Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.
ke-3). Jakarta: Balai Pustaka.

Tohari, A. (2007). Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tong, R. P. (2008). Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada


Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.

Torsina, M. (2008). Tanya Jawab Seputar Seks Pasca-Remaja, Edisi Revisi.


Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Unggulkan Kenyamanan, Layani Budaya Nongkrong. (2006, September 13).


trulyjogja.com. Dipungut 22 Oktober, 2009, dari http://www.trulyjogja.
com/index.php?action=news.detail&cat_id=11&nws_id=758.

Utami, A. (2008). Saman. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Vajhiradhammo. (2008, Juli 3). Seks dan Buddha Dhamma. Forum Religi
Buddha. Dipungut 13 Januari, 2010, dari
http://www.indoforum.org/archive/index.php

Wagner, W., Duveen, G., Rose, D., et al. (1999). Theory and Method of Social
Representations. Asian Journal of Social Psychology, 2, 95-125.

Walmsley, C. J. (2004). Social Representation and the Study of Professional


Practice. International Journal of Qualitative Methods, 3(4), Artikel 4.

Widyarini, M. M. N. (2009). Relasi Orangtua dan Anak. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo.

Wirodono, S. (2009). Centhini 40 Malam Mengintip Sang Pengantin. Yogyakarta:


Diva Press.

Wijaya, A. (2004). 55 Masalah Seksual yang Ingin Anda Ketahui tapi "Tabu”
untuk Ditanyakan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

780 Ribu Remaja Lakukan Aborsi. (2009, Agustus 10). Radar Banten Online.
Dipungut 13 Agustus, 2009, dari http://www.radarbanten.com/
mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=45279.

90% Pondokan di Yogya Tak Berijin. (2009, Agustus 28). republika.com.


Dipungut 22 Agustus, 2009, dari http://epaper.republika.co.id/berita
/72473/90_Pondokan_di_Yogya_Tak_Berijin.
 

106

Lampiran 1
Kuesioner Terbuka

Berikut ini adalah rangkaian kuisioner yang saya harapkan anda isi berdasarkan
pemahaman Anda sendiri. Seluruh jawaban Anda adalah benar dan tidak ada
yang salah selama anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai
dengan apa yang Anda yakini dan Anda alami.

A. Tuliskan 5 hal yang menjadi prioritas anda dalam memilih pasangan


hidup.
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
______________________________________________

B. Urutkan 5 hal yang telah anda tuliskan di bagian A dari yang paling
menjadi prioritas
1. ______________________________________________________
2. ______________________________________________________
3. ______________________________________________________
4. ______________________________________________________
5. ______________________________________________________

C. Tuliskan juga alasan memilih hal-hal tersebut sebagai prioritas anda


dalam memilih pasangan.
1. __________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
2. __________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
3. __________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
4. __________________________________________________________
__________________________________________________________
__________________________________________________________
5. _____________________________________________________
_____________________________________________________
_____________________________________________________
107

D. Tuliskan minimal 5 kata yang terlintas di benak anda ketika membaca


kata VIRGINITAS.
________________________________________________________________
________________________________________________________________
________________________________________________________________

E. Pilihlah 5 kata dari kata-kata yang telah anda tuliskan di bagian D,


kemudian urutkan 5 kata tersebut dari yang paling mewakili kata
VIRGINITAS.
1. ____________________________________________________
2. ____________________________________________________
3. ____________________________________________________
4. ____________________________________________________
5. ____________________________________________________

F. Tuliskan juga arti dari kata-kata yang telah anda tuliskan di bagian E.
1. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
2. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
3. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
4. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
5. __________________________________________________________
__________________________________________________________
_________________________________________________________
108

Data Diri Partisipan

• Jenis Kelamin : L / P
• Usia : ________ tahun
• Suku bangsa : ________________________
• Agama : ________________________
• Status : lajang / berpacaran ( selama ____________ )
• Tinggal di Jogja sejak tahun : _________

• Tabloid, majalah, koran yang dibaca :


__________________________________________________________
_________________________________________________________
• Acara televisi yang digemari :
__________________________________________________________
_________________________________________________________
• Jenis Film yang digemari :
__________________________________________________________
_________________________________________________________
• Situs yang sering diakses :
__________________________________________________________
__________________________________________________________
• Kegiatan di luar kuliah :
__________________________________________________________
__________________________________________________________

Tempat yang sering dikunjungi untuk nongkrong / refreshing :


________________________________________________________________
________________________________________________________________

^ Terima Kasih atas Partisipasi Anda ^


109

Lampiran 2
Data Demografi Responden

'L-RJMD
-HQLV $VDO 6XNX 6HMDN
1R .HODPLQ 8QLYHUVLWDV 8VLD %DQJVD $JDPD 6WDWXV%HUSDFDUDQ 7DKXQ
 / 8,,  %HQJNXOX ,VODP /DMDQJ 
 / 831  %DOL +LQGX /DMDQJ 
 / 86'  -DZD .DWROLN %HUSDFDUDQWDKXQ 
 / 86'  -DZD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ 
 / 86'  %DWDN .ULVWHQ %HUSDFDUDQWDKXQ 
-DZD
 / 8.':  &KLQHVH .ULVWHQ /DMDQJ 
 / 8.':  &KLQHVH .DWROLN /DMDQJ 
 / 8$-<  -DZD .DWROLN /DMDQJ 
 / 8$-<  -DZD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ 
 / 8$-<  -DZD .DWROLN /DMDQJ 
 / 8$-<  -DZD ,VODP /DMDQJ 
 / 8*0  -DZD ,VODP %HUSDFDUDQEXODQ 
 / 8*0  6XQGD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ 
 3 8,,  %DQMDU ,VODP /DMDQJ 
 3 8,,  -DZD ,VODP /DMDQJ 
 3 8*0  -DZD ,VODP /DMDQJ 
 3 8*0  -DZD .ULVWHQ /DMDQJ 
 S 8*0  -DZD ,VODP /DMDQJ 
 3 8$-<  -DZD .DWROLN /DMDQJ 
 3 8$-<  -DZD .DWROLN %HUSDFDUDQEXODQ 
 3 86'  3DGDQJ .DWROLN %HUSDFDUDQEXODQ 
 3 86'  -DZD NDWROLN EHUSDFDUDQWDKXQ 
 3 8.':  %DOL +LQGX %HUSDFDUDQWDKXQ 
 3 8.':  'D\DN .ULVWHQ %HUSDFDUDQEXODQ 
 3 831  MDZD ,VODP %HUSDFDUDQWDKXQ 
 3 831  -DZD ,VODP %HSDFDUDQWDKXQ 
110

Lampiran 3
Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas

Responden
No. Kata
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
Perempuan (wanita,
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0
gadis, cewek)
Berhubungan seksual
2 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0
(making love, seks)
3 Dijaga (harus dijaga) 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 1
4 Suci (sakral) 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1
Perawan
5 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0
(keperawanan)
Remaja (belia, SMA,
6 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0
anak muda, 17 tahun)
Berharga tinggi
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
(berharga)
8 Pernikahan (menikah) 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Pergaulan 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
10 Kehormatan 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0
11 Tidak penting 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
12 Penting 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Seks bebas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Organ kewanitaan
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(vagina)
15 Pasangan / hubungan 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 Himen (selaput dara) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Tempat tinggal 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 AIDS / HIV 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Tabu 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Prinsip 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Kesan 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Sex 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Simbol 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Tidak harus 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sensitif 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Mutlak 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Pribadi 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
111

Responden
No. Kata
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
27 Pribadi 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Cinta 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Komitmen 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Hot pants 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Dia virgin nggak ya? 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
32 Munafik 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Cewek nakal atau
33 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
beres
34 Fanatik suatu agama 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
35 Gadis desa 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
36 Siapa ? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
37 Enak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
38 Darah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
39 Pengen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
40 Perisai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
41 Primitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
42 Perjaka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
43 Polos 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
44 Utuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
45 Susah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
46 Istimewa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
47 Bisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
48 Konvensional 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Kolot 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 Konsekuensi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
51 Nafsu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
52 Kesehatan reproduksi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 Keimanan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
54 Tradisi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
55 Belum terjamah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
56 Pilihan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
57 Indah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
58 Unik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
59 Kuat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
112

Responden
No. Kata
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13
60 Keren 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
61 Gadis baik-baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
62 Film “pretty woman” 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
63 Menghargai diri sendiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
64 Gelas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
65 Pecah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
66 Dibuang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
67 Belum pernah tersentuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
68 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
69 Kaca 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas


113

Responden
No. Kata
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Perempuan (wanita,
1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0
gadis, cewek)
Berhubungan seksual
2 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0
(making love, seks)
3 Dijaga (harus dijaga) 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1
4 Suci (sakral) 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0
5 Perawan (keperawanan) 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0
Remaja (belia, SMA,
6 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
anak muda, 17 tahun)
Berharga tinggi
7 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
(berharga)
8 Pernikahan (menikah) 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0
9 Pergaulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
10 Kehormatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Tidak penting 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Penting 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 Seks bebas 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Organ kewanitaan
14 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
(vagina)
15 Pasangan / hubungan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
16 Himen (selaput dara) 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 Tempat tinggal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 AIDS / HIV 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Tabu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 Prinsip 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 Kesan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Sex 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Simbol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Tidak harus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sensitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Mutlak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Pribadi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Cinta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Komitmen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 Hot pants 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Dia virgin nggak ya? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Munafik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Cewek nakal atau beres 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
114

Responden
No. Kata
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
34 Fanatik suatu agama 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 Gadis desa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 Siapa ? 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37 Enak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 Darah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 Pengen 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 Perisai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
41 Primitif 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
42 Perjaka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 Polos 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
44 Utuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 Susah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46 Istimewa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
47 Bisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 Konvensional 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 Kolot 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 Konsekuensi 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
51 Nafsu 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
52 Kesehatan reproduksi 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 Keimanan 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
54 Tradisi 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
55 Belum terjamah 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
56 Pilihan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
57 Indah 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
58 Unik 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
59 Kuat 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
60 Keren 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
61 Gadis baik-baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
62 Film “pretty woman” 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
63 Menghargai diri sendiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
64 Gelas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
65 Pecah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
66 Dibuang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
67 Belum pernah tersentuh 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
68 Baru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
69 Kaca 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Lampiran 3: Persebaran Data Metode Asosiasi Kata Virginitas
115

Lampiran 4
Frekuensi Kata yang Muncul dari Hasil Asosiasi Kata Virginitas

No. Kata Τ No. Kata Τ



Perempuan (wanita, 27 Pribadi 1
1 14 
gadis, cewek) 28 Cinta 1

Berhubungan seksual 29 Komitmen 1
2 9 
(making love, seks) 30 Hot pants 1

Dia virgin nggak
3 Dijaga (harus dijaga) 8 31 1
 ya?
4 Suci (sakral) 7 32 Munafik 1

Perawan Cewek nakal atau
5 5 33 1
(keperawanan)  beres
Fanatik suatu
Remaja (belia, SMA, 34 1
6 5  agama
anak muda, 17 tahun)
35 Gadis desa 1

Berharga tinggi
7 4 36 Siapa ? 1
(berharga) 
8 Pernikahan (menikah) 4 37 Enak 1

9 Pergaulan 3 38 Darah 1

10 Kehormatan 3 39 Pengen 1

11 Tidak penting 3 40 Perisai 1

12 Penting 3 41 Primitif 1

13 Seks bebas 3 42 Perjaka 1

Organ kewanitaan 43 Polos 1
14 2 
(vagina) 44 Utuh 1

15 Pasangan / hubungan 2 45 Susah 1

16 Himen (selaput dara) 2 46 Istimewa 1

17 Tempat tinggal 1 47 Bisa 1

18 AIDS / HIV 1 48 Konvensional 1

19 Tabu 1 49 Kolot 1

20 Prinsip 1 50 Konsekuensi 1

21 Kesan 1 51 Nafsu 1

22 Sex (jenis kelamin) 1 Kesehatan
 52 1
23 Simbol 1 reproduksi

24 Tidak harus 1 53 Keimanan 1

25 Sensitif 1 54 Tradisi 1

26 Mutlak 1 55 Belum terjamah 1

116

No. Kata Τ
56 Pilihan 1
57 Indah 1
58 Unik 1
59 Kuat 1
60 Keren 1
61 Gadis baik-baik 1
62 Film “pretty woman” 1
Menghargai diri
63 1
sendiri
64 Gelas 1
65 Pecah 1
66 Dibuang 1
Belum pernah
67 1
tersentuh
68 Baru 1
69 Kaca 1
Jumlah 130

Lampiran 4: Frekuensi Kata yang Muncul dari Hasil Asosiasi Kata Virginitas
117

Lampiran 5
Koding Data Asosiasi Kata Virginitas Berdasarkan Kategori

3ULRULWDV
 , ,, ,,, ,9 9 Keterangan:
5HVSRQGHQ Kategori Sub kategori
 1A 3B 3B 1D 3A 1 Fisik A Perempuan
 2B 3A 2B 2B 3A B Usia Remaja
 1A 1A 1A 4A 4A C Kesan Fisik
 2A 2B 2B 2B 2B D Organ seksual
 2A 1A 3A 3A 1E E Kesehatan reproduksi
 F Hubungan Seksual
1A 1E 2B 4A 4A

 1A 1E 4A 3B 4A 2 Substansial A Nilai Agama


 1E 1A 1B 1B 3B B Nilai Masyarakat
 C Pandangan substansial
1A 2B 3B 4A 1B

 4A 1E 5A 1C 5A 3 Relasi A Pasangan


 2B 2B 2B 2B 4A B Sosial

4A Pandangan Negatif
 1E 1E 2A 1E 1E

 5A Alasan seseorang menginginkan


2A 2B 2B 2B 4A
 perawan
 1A 1C 4A 4A 2B

 2A 2B 2B 2B 2B

 1A 5A 1B 1E 1D

 1A 1E 1C 1C 1E

 1A 1E 1E 1C 2A

 1A 2B 3A 1E 4A

 1E 1E 3A 4A 2A

 2A 2B 2B 1A 3A

 2B 3A 2B 2B 2B

 1A 1E 3A 1B 3B

 1E 2B 2B 1E 1E

 1A 2B 3A 1E 2B

 1E 1E 2B 2B 1E
118

Lampiran 6
Frekuensi Respon dan Total Responden Hasil Asosiasi Kata

Frekuensi Respon Berdasarkan Kategori (1)


5HVSRQGHQ 5HVSRQGHQ 6HOXUXK
/DNLODNL 3HUHPSXDQ 5HVSRQGHQ
.DWHJRUL 6XE.DWHJRUL
)UHNXHQVL )UHNXHQVL )UHNXHQVL
5HVSRQ 5HVSRQ 5HVSRQ
$ 3HUHPSXDQ   
)LVLN % 8VLD5HPDMD   
& .HVDQ)LVLN   
2UJDQ
'   
 VHNVXDO
.HVHKDWDQ
 (   
UHSURGXNVL
+XEXQJDQ
)   
6HNVXDO
$ 1LODL$JDPD   
1LODL
%   
 6XEVWDQVLDO 0DV\DUDNDW
3DQGDQJDQ
&   
VXEVWDQVLDO
$ 3DVDQJDQ   
 5HODVL
% 6RVLDO   
 $ 3DQGDQJDQ1HJDWLI   
$ODVDQVHVHRUDQJ
 $ PHQJLQJLQNDQ   
SHUMDNDSHUDZDQ
119

Frekuensi Respon Berdasarkan Kategori (2)

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ


)UHNXHQVL )UHNXHQVL )UHNXHQVL
6XPEHU 5HVSRQ  5HVSRQ  5HVSRQ 
)LVLN   
   

6XEVWDQVLDO      
5HODVL      
3DQGDQJDQ1HJDWLI      
$ODVDQ 
PHQJLQJLQNDQ
3HUDZDQ      
727$/      

Total Responden yang Menjawab Berdasarkan Kategori


5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ
7RWDO 7RWDO 7RWDO
6XPEHU 5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ 
)LVLN      
6XEVWDQVLDO        
5HODVL      
3DQGDQJDQ 
1HJDWLI      
$ODVDQ 
PHQJLQJLQNDQ
3HUDZDQ      
5HVSRQGHQ 5HVSRQGHQ 6HOXUXK
727$/
/DNLODNL 3HUHPSXDQ 5HVSRQGHQ

Lampiran 6: Frekuensi Respon dan Total Responden Hasil Asosiasi Kata


120

Lampiran 7
Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas

3(5(038$1
D /DZDQMHQLVODNLODNL
E 9LUJLQLWDVLGHQWLNGHQJDQSHUHPSXDQ
F 0DNKOXNWHULQGDKFLSWDDQ7XKDQ
G 3HUHPSXDQOHELKWHUOLKDWYLUJLQLWDVQ\D
 
%(5+8%81*$16(.68$/
D +XEXQJDQLQWLPSHUHPSXDQGDQODNLODNL
E 'DSDWPHQJDNLEDWNDQKLODQJQ\DYLUJLQLWDV
F 3HUQDKDWDXWLGDNQ\DVHRUDQJSHUHPSXDQEHUKXEXQJDQVHNVXDO
 
',-$*$
D PHUXSDNDQWDQJJXQJMDZDE\DQJGLEHULNDQNHSDGDSHUHPSXDQ
6HVXDWX\DQJGLPLOLNLSHUHPSXDQ\DQJSDWXWGLEDQJJDNDQNHSDGDFDORQ
E
VXDPLNHODN

 
68&,
D +DUJDGLULGDQODPEDQJNHVXFLDQEDJLSHUHPSXDQ
E %HOXPWHUMDPDKODZDQMHQLV
 
3(51,.$+$1
D 9LUJLQLWDVKDQ\DEROHKGLOHSDVNDQNHSDGDVXDPLMLNDVXGDKPHQLNDK
 
3(5$:$1
D 3HUHPSXDQ\DQJEHOXPSHUQDKEHUKXEXQJDQVHNVXDO
 
5(0$-$
0DVDPDVDPHQJHQDOWHQWDQJKXEXQJDQVHNVGDQPDVDUHQWDQEDJL
D
YLUJLQLWDVSDGDSHUHPSXDQ


%(5+$5*$
D 0LOLNSHUHPSXDQ\DQJEHUKDUJDWLQJJL


 

121

3(5*$8/$1

D /LQJNXQJDQGDQRUDQJRUDQJGDODPSHUJDXODQGDSDWPHPSHQJDUXKLYLUJLQLWDV
VHRUDQJSHUHPSXDQ
 
.(+250$7$1

D 9LUJLQLWDVPHUXSDNDQDVSHNSDOLQJEHUKDUJDGDQVHEXDKNHKRUPDWDQXQWXN
ZDQLWD
E 6HVXDWX\DQJGLPLOLNLVHRUDQJSHUHPSXDQ\DQJSDWXWGLEDQJJDNDQ
 
7,'$.3(17,1*

D 7LGDNSHQWLQJGDODPPHPLOLKSDVDQJDQ SHUDZDQDWDXWLGDNSHUDZDQWLGDN
PDVDODK 
E 9LUJLQLWDVSDGDVDDWLQLVHSHUWLQ\DWLGDNODJLSHQWLQJDWDXGLVDNUDONDQ
 
3(17,1*
D 0HQXQMXNNDQKDUNDWGDQNXDOLWDVNHWHJXKDQKDWLSDUDZDQLWD
E 3HQWLQJGDODPKXEXQJDQVXDPLLVWUL
 
6(.6%(%$6
D 'DSDWPHQJDNLEDWNDQKLODQJQ\DYLUJLQLWDV
E %HUJDQWLJDQWLSDVDQJDQ
 
25*$1.(:$1,7$$1
D 2UJDQLQWLPSHUHPSXDQ
 
3$6$1*$1+8%81*$1
D .HSHUDZDQDQSDFDUDWDXLVWULSHQWLQJ
 
6(/$387'$5$
D %DJLDQGDULYDJLQD

 7HPSDWWLQJJDO /LQJNXQJDQWHPSDWEHUPXNLP


$,'6+,9 3HQ\DNLW\DQJPHPDWLNDQ\DQJELVDWHUMDGLNDUHQD

EHUKXEXQJDQVHNVEHEDV
6HVXDL DGDW NHWLPXUDQ YLUJLQLWDV PHUXSDNDQ VHVXDWX
19 7DEX \DQJWDEXXQWXNGLELFDUDNDQ

Lampiran 7: Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas


122

+DUXVPHPLOLNLSULQVLSEDKZDYLUJLQLWDVEXNDQXQWXN
20 3ULQVLS
VHPEDUDQJRUDQJ&XPDEROHKGHQJDQVXDPL
:DQLWD\DQJPDPSXPHQMDJDYLUJLQLWDVPHPLOLNLNHVDQ
21 .HVDQ EDKZDZDQLWDLWXWHUKRUPDW
6H[ MHQLV +DQ\DZDQLWD
22
NHODPLQ 
23 6LPERO 6LPEROGDULZDQLWD
0HPLOLKSDVDQJDQWLGDNKDUXVPDVLKSHUDZDQDWDX
24 7LGDNKDUXV
WLGDN
25 6HQVLWLI 6DQJDWSULEDGLVHNDOL
9LUJLQLWDVLWXEHUVLIDWPXWODNGDQKDUXVZDODXSXQ
26 0XWODN VHNDUDQJLQLVXGDKPXODLWHUJHUXVGHQJDQPRGHUQLVDVL
9LUJLQLWDVWLGDNSHUOXGLRPRQJLQDWDXGLSXEOLNDVLNDQNH
27 3ULEDGL RUDQJODLQNDUHQDLQLVDQJDWSULEDGLVHNDOL
28 &LQWD 3HUDVDDQPHQJDVLKLWHUKDGDSRUDQJ\DQJGLNDVLKL
29 .RPLWPHQ 3ULQVLSWHUKDGDSGLULPDXSXQRUDQJODLQ
&HODQDSHQGHN \DQJPHPDNDLFHODQDSHQGHNNHPDQD
PDQDEHOXPWHQWXVXGDKWLGDNYLUJLQNDODXEHUMLOEDE
30 +RWSDQWV
WDSLVXGDKSHUQDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVLWXEDUX
WLGDNYLUJLQODJL 
'LDYLUJLQQJJDN <DNDUHQDDGD\DQJELODQJMDGLNHSLNLUDQJLWXGHK
31 -DPDQVHNDUDQJNDQVXGDKMDUDQJ\DQJPDVLKYLUJLQ
\D"
2UDQJIDQDWLNMXJDQJJDNYLUJLQYLUJLQPDODKEDQ\DNNDQ
32 0XQDILN PHUHND\DQJQJJDNYLUJLQ
&HZHNQDNDO .DODXFHZHNQDNDOSHUJDXODQQ\DWLGDNEHQDUELDVD
33
DWDXEDLN VXGDKQJJDNYLUJLQ
&RZRNELDVDQHELODQJEODEODEODFDULFHZHNPHVWL
)DQDWLNVXDWX \DQJYLUJLQELDUQDPDQ\DHQWDUWHWDSEDLNSDGDKDOFDUL
34 FHZHNNDQPHVWLQ\D\DQJFRFRNEXNDQPDVDODKYLUJLQ
DJDPD
QJJDNYLUJLQWDSLDNKLU\DQJSHQWLQJ
6HUWDELDVDQ\DWLQJJDOGLGHVD.DQJDGLVGHVDPDVLK
35 *DGLVGHVD OXJXOXJXSHUJDXODQQ\DPDVLKVHNLWDUVLWXVDMD
6LDSD\DQJPDVLKYLUJLQ"=DPDQVHNDUDQJVLDSD\DQJ
36 6LDSD"
PDVLKYLUJLQ
3HUDZDQLWXEHUKDUJDMDGLHQDNND\DNQ\DNDODXELVD
37 (QDN
GDSHW\DQJSHUDZDQ
38 'DUDK 3HUDZDQSDVWLEHUGDUDK
39 3HQJHQ 3HQJHQPHUDVDNDQ\DQJPDVLKSHUDZDQ
$ODVDQEHUDQLPHQRODNXQWXNWLGDNPHODNXNDQ
40 3HULVDL
KXEXQJDQGLOXDUQLNDK IUHHVH[ 

Lampiran 7: Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas


123

$ODVDQQ\DNHQDSDPXQJNLQMDPDQVHNDUDQJDWDX
41 3ULPLWLI NHKLGXSDQHUDPRGHUQYLUJLQLWDVVHVXDWXNHWHUWLQJJDODQ
42 3HUMDND %HOXPSHUQDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVXQWXNFRZRN
43 3RORV %HOXPPHQJHUWLWHQWDQJVHNV
1JJDNKLODQJDSDDSDEHOXPSHUQDKGLMDPDKMDGL
44 8WXK
QJJDNKLODQJDSDDSD
.DUHQDFXNXSVXOLWPHQGDSDWNDQSDVDQJDQ\DQJPDVLK
45 6XVDK
YLUJLQWDSLVD\D\DNLQSDVDQJDQVD\DPDVLKYLUJLQ
6XVDKXQWXNMDPDQVHNDUDQJDSDODJLGLNRWDNRWD
EHVDUVHSHUWLMDNDUWD-DGLNDODXELVDWHWDS
46 ,VWLPHZD
PHPSHUWDKDQNDQYLUJLQLWDVRUDQJLWXDNDQPHQMDGL
LVWLPHZD.DUHQDYLUJLQLWDVLWXLVWLPHZD
6D\D\DNLQELVDPHQMDJDNHVXFLDQDWDXYLUJLQLWDV
47 %LVD SDVDQJDQVD\D
48 .RQYHQVLRQDO 0LULSGHQJDQNRORW
49 .RORW 2OGIDVKLRQ
-LNDYLUJLQLWDVWLGDNGLMDJDNLWDKDUXVPDXPHQHULPD
50 .RQVHNXHQVL NRQVHNXHQVL\DQJDNDQGLGDSDWNDQ
.HLQJLQDQ\DQJWLGDNWHUMDJDXQWXNPHUDVDNDQ
51 1DIVX
KXEXQJDQVHNVXDOGDQNHSHUDZDQDQSHUHPSXDQ
6RDOYLUJLQLWDVNHVHKDWDQUHSURGXNVLELVDPHQMDGL
.HVHKDWDQ
52 GDPSDNLNXWDQMLNDWLGDNGLSHUKDWLNDQVDDWPHODNXNDQ
UHSURGXNVL
DNWLYLWDVVHNVXDO
53 .HLPDQDQ .DGDUNHSHUFD\DDQVHVHRUDQJWHUKDGDS7XKDQ
$GDRUDQJ\DQJEHUSLNLUEDKZDYLUJLQLWDVVDQJDWSHUOX
54 7UDGLVL GLMDJDQDPXQDGDMXJD\DQJPHQJDEDLNDQQ\D
55 %HOXPWHUMDPDK %HOXPPDNLQJORYH
56 3LOLKDQ 3LOLKDQEXDWFHZHNXQWXNMDJDYLUJLQLWDVQ\DDWDXQJJDN
,QGDKNDUHQDELVDMDGLVHEXDKµNDGR¶LVWLPHZDEXDW
57 ,QGDK FDORQVXDPL
8QLNNDUHQDEHGDPDFHZHNFHZHN\DQJKLGXSGHQJDQ
58 8QLN SRODSLNLUMDPDQVHNDUDQJ
.XDWNDUHQDVDQJDWEHUKDUJDGDQXQWXNWLGDNWHUEDZD
59 .XDW DUXVSHUJDXODQDGDODKVHEXDKKDO\DQJVXOLW
60 .HUHQ .HUHQNDUHQDODLQGDULSDGD\DQJODLQ LVWLPHZD 
<DJLWXGHK.HVDQQ\DNDODXPDVLKSHUDZDQLWXEHUDUWL
61 *DGLVEDLNEDLN JDGLVEDLNEDLN

Lampiran 7: Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas


124

)LOP´SUHWW\ 1JJDNWDKXWHUSLQWDVDMD'LSUHWW\ZRPDQFHULWDQ\D
62 WHQWDQJSHODFXUWHUXVDGDDNWLYLWDVVHNVXDOQ\D
ZRPDQµ
&XNXSMHODV.DODXEHOXPQLNDKXGDKPDNLQJORYHNDQ
0HQJKDUJDLGLUL EHUDUWLQJJDNPHQJKDUJDLGLULVHQGLUL1JJDN
63
VHQGLUL PHQJKDUJDLVXDPLMXJDQDQWLQ\D
64 *HODV :DQLWDLEDUDWJHODV
65 3HFDK $SDELODJHODVLWXUHWDNVHGLNLW
66 'LEXDQJ $NDQGLEXDQJGDQGLFDPSDNNDQODNLODNL
%HOXPSHUQDK %HQDUEHQDUEHUVLKGDULQRGD EHOXPSHUQDK
67 EHUKXEXQJDQLQWLPGHQJDQODNLODNL 
WHUVHQWXK
68 %DUX %HOXPSHUQDKWHUMDPDKDWDXEDUXNHOXDUGDULSURGXNVL
69 .DFD %HQLQJGLUDZDWGLMDJD

Lampiran 7: Makna Kata Hasil Asosiasi Kata Virginitas


125

Lampiran 8
Persebaran Data Makna Virginitas Berdasarkan Wawancara

5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
            
 )LVLN %HOXPSHUQDK
EHUKXEXQJDQ
VHNVXDO             
9LUJLQLWDVDGDODK
NHSHUDZDQDQGDQ
OHNDWGHQJDQ
SHUHPSXDQ             
.HSHUDZDQDQ
GDSDWGLEXNWLNDQ
VHFDUDILVLN
VHGDQJNDQ
NHSHUMDNDDQWLGDN             
.HSHUDZDQDQELVD
KLODQJNDUHQD
NHFHODNDDQDWDX
EHURODKUDJDNHUDV             
.HSHUDZDQDQ
WHUNDLWGHQJDQ
NHXWXKDQVHODSXW
GDUDGDQUDSDW\D
YDJLQD             
NHSHUMDNDDQGDSDW
KLODQJGHQJDQ
PHODNXNDQRQDQL
DWDXVHNVRUDO             
 6XEVWDQVLDO 0HUXSDNDQKDUJD
GLULGDQVDQJDW
EHUQLODLSHUHPSXDQ             
7DEXXQWXN
GLELFDUDNDQ             
.HVXFLDQEDJL
SHUHPSXDQ             
3HQWLQJGLMDJD
SHUHPSXDQ             

.HKRUPDWDQEDJL
SHUHPSXDQ             
126

5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
            
 5HODVL /HNDWGHQJDQ
3DVDQJDQ EHOXPPHQLNDK             
.HSHUDZDQDQ
PHUXSDNDQKDGLDK
XQWXNVXDPL             
 5HODVLVRVLDO 7HUNDLWGHQJDQ
SDQGDQJDQ
WHUKDGDS
NHOXDUJDQ\D             
%HUSHQJDUXKSDGD
LPDJHSHUHPSXDQ             
 3DQGDQJDQ
QHJDWLI .XQR             
0HUXSDNDQKDO
\DQJZDMDUVDDWLQL
XQWXNPHOHSDVNDQ
YLUJLQLWDVVHEHOXP
PHQLNDK             

5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
            
ϭ )LVLN %HOXPSHUQDK
EHUKXEXQJDQ
VHNVXDO             
9LUJLQLWDVDGDODK
NHSHUDZDQDQGDQ
OHNDWGHQJDQ
SHUHPSXDQ             
.HSHUDZDQDQ
GDSDWGLEXNWLNDQ
VHFDUDILVLN
VHGDQJNDQ
NHSHUMDNDDQWLGDN             
.HSHUDZDQDQELVD
KLODQJNDUHQD
NHFHODNDDQDWDX
EHURODKUDJDNHUDV             
.HSHUDZDQDQ
WHUNDLWGHQJDQ
NHXWXKDQVHODSXW
GDUDGDQUDSDW\D
YDJLQD             
NHSHUMDNDDQGDSDW
KLODQJGHQJDQ
PHODNXNDQRQDQL
DWDXVHNVRUDO             

Lampiran 8: Persebaran Data Makna Virginitas Berdasarkan Wawancara


127

5HVSRQGHQ
1R .DWHJRUL 5HVSRQ
            
 6XEVWDQVLDO 0HUXSDNDQKDUJD
GLULGDQVDQJDW
EHUQLODLSHUHPSXDQ             
7DEXXQWXN
GLELFDUDNDQ             
.HVXFLDQEDJL
SHUHPSXDQ             
3HQWLQJGLMDJD
SHUHPSXDQ             
.HKRUPDWDQEDJL
SHUHPSXDQ             
 5HODVL 9LUJLQLWDVOHNDW
3DVDQJDQ GHQJDQEHOXP
PHQLNDK             
.HSHUDZDQDQ
PHUXSDNDQKDGLDK
XQWXNVXDPL             
 5HODVLVRVLDO 7HUNDLWGHQJDQ
SDQGDQJDQ
WHUKDGDS
NHOXDUJDQ\D             
%HUSHQJDUXKSDGD
LPDJHSHUHPSXDQ             
 3DQGDQJDQ .XQR             
QHJDWLI
+DO\DQJZDMDUVDDW
LQLDSDODJLGLNRWD             

Lampiran 8: Persebaran Data Makna Virginitas Berdasarkan Wawancara


Lampiran 9
Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS
                         
3HQWLQJGLMDJD                           
7LGDNSHQWLQJ                           
$QWDUDSHQWLQJGDQ
WLGDNSHQWLQJ                          
7LGDNPHQMDZDE                           

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ


6LNDS 7RWDO5HVSRQ  7RWDO5HVSRQ  7RWDO5HVSRQ 
5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ 
3HQWLQJGLMDJD      
7LGDNSHQWLQJ      
$QWDUDSHQWLQJGDQ      
WLGDNSHQWLQJ      
7LGDNPHQMDZDE      
727$/      

128
Lampiran 10
Alasan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri

5HVSRQGHQ/DNLODNL
6LNDS $ODVDQ
            
8QWXNPHQMDJDNHVDNUDODQSHUQLNDKDQGDQDJDU
VHRUDQJSHUHPSXDQOHELKEHUKDUJDGLPDWD             
VXDPLQ\D
0HPSHUOLKDWNDQNRPLWPHQGDQNHPDPSXDQ
3HQWLQJGLMDJD
PHQJKDGDSLJRGDDQEHUKXEXQJDQVHNVXDO
            
VHNDOLSXQNHSHUMDNDDQWLGDNELVDGLEXNWLNDQVHFDUD
ILVLN
7HUNDLWGHQJDQQRUPDPDV\DUDNDWGDQDJDPD             
7LGDNDGDWDQGDILVLN\DQJGDSDWPHPEXNWLNDQODNL
              
ODNLPDVLKSHUMDNDDWDXWLGDN
7LGDNSHQWLQJGLMDJD -DPDQVHNDUDQJVXGDKPHUXSDNDQKDO\DQJ
OXPUDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVXDOVDDWPDVLK             
EHUSDFDUDQ
.HSHUMDNDDQSHQWLQJXQWXNGLMDJDVHSHUWL
NHSHUDZDQDQWDSLNHSHUMDNDDQNHOLKDWDQVHKLQJJD             
$QWDUD3HQWLQJGDQ7LGDN WLGDNGDSDWGLEXNWLNDQ
3HQWLQJ 3HQWLQJGLMDJDNDUHQDLWXDUWLQ\DSHUHPSXDQSHGXOL
GHQJDQGLULQ\D7DSLWLGDNPDVDODKNDODXVXGDK             
GLOHSDVNDQWLGDNXVDKWHUODOXGLSLNLUNDQ
.HELQJXQJDQGHQJDQEDWDVDQSHQJHUWLDQ
7LGDNPHQMDZDE              
NHSHUMDNDDQ

129
5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS $ODVDQ
            
8QWXNPHQMDJDNHVDNUDODQSHUQLNDKDQGDQDJDU
VHRUDQJSHUHPSXDQOHELKEHUKDUJDGLPDWD               
VXDPLQ\D
0HPSHUOLKDWNDQNRPLWPHQGDQNHPDPSXDQ
3HQWLQJ'LMDJD
PHQJKDGDSLJRGDDQEHUKXEXQJDQVHNVXDO
            
VHNDOLSXQNHSHUMDNDDQWLGDNELVDGLEXNWLNDQVHFDUD
ILVLN
7HUNDLWGHQJDQQRUPDPDV\DUDNDWGDQDJDPD              
7LGDNDGDWDQGDILVLN\DQJGDSDWPHPEXNWLNDQODNL
            
ODNLPDVLKSHUMDNDDWDXWLGDN
7LGDNSHQWLQJGLMDJD -DPDQVHNDUDQJVXGDKPHUXSDNDQKDO\DQJ
OXPUDKPHODNXNDQKXEXQJDQVHNVXDOVDDWPDVLK             
EHUSDFDUDQ
.HSHUMDNDDQSHQWLQJXQWXNGLMDJDVHSHUWL
NHSHUDZDQDQWDSLNHSHUMDNDDQNHOLKDWDQVHKLQJJD             
$QWDUD3HQWLQJGDQ7LGDN WLGDNGDSDWGLEXNWLNDQ
3HQWLQJ 3HQWLQJGLMDJDNDUHQDLWXDUWLQ\DSHUHPSXDQSHGXOL
GHQJDQGLULQ\D7DSLWLGDNPDVDODKNDODXVXGDK             
GLOHSDVNDQWLGDNXVDKWHUODOXGLSLNLUNDQ
.HELQJXQJDQGHQJDQEDWDVDQSHQJHUWLDQ
7LGDNPHQMDZDE             
NHSHUMDNDDQ

Lampiran 10 : Alasan Sikap terhadap Virginitas Diri Sendiri

130
Lampiran 11
Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Pasangan

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS
                         
7LGDN PDVDODK DSDELOD SDVDQJDQ
VXGDKWLGDNSHUDZDQSHUMDND                          
0HQJKDUDSNDQSDVDQJDQ\DQJPDVLK
SHUDZDQSHUMDNDQDPXQWLGDN
PDVDODKMLNDDNKLUQ\DPHQGDSDWNDQ
SDVDQJDQ\DQJVXGDKWLGDNSHUDZDQ
SHUMDND                          
NHPXQJNLQDQPHQHULPDSDVDQJDQ
\DQJWLGDNSHUDZDQSHUMDNDKDQ\D
                          

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ


6LNDS 7RWDO5HVSRQ5HVSRQGHQ  7RWDO5HVSRQ5HVSRQGHQ  7RWDO5HVSRQ5HVSRQGHQ 
  
7LGDN PDVDODK DSDELOD SDVDQJDQ VXGDK      
WLGDNSHUDZDQSHUMDND
0HQJKDUDSNDQSDVDQJDQ\DQJPDVLK      
SHUDZDQSHUMDNDQDPXQWLGDNPDVDODK
MLNDDNKLUQ\DPHQGDSDWNDQSDVDQJDQ\DQJ
VXGDKWLGDNSHUDZDQSHUMDND
NHPXQJNLQDQPHQHULPDSDVDQJDQ\DQJ      
WLGDNSHUDZDQSHUMDNDKDQ\D      
727$/      

131
Lampiran 12
Alasan Sikap terhadap Virginitas Pasangan

5HVSRQGHQ/DNLODNL
6LNDS $ODVDQ
            
7LGDNPDVDODKVHODPDSDVDQJDQWLGDNWHUMDQJNLW
            
SHQ\DNLWNHODPLQ
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO             
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQ
7LGDNPDVDODKDSDELOD 5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
             
SDVDQJDQVXGDKWLGDN OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
SHUDZDQSHUMDND 0DVLKPHPSHUWLPEDQJNDQNHSULEDGLDQSDVDQJDQ
GDQPHQFREDPHQGHQJDUNDQPDVDODOXSDVDQJDQ
            
VHUWDDODVDQSDVDQJDQPHOHSDVNDQYLUJLQLWDVQ\D
VHEHOXPPHQLNDK
9LUJLQLWDVVHVHRUDQJKDQ\DRUDQJLWXVDMD\DQJ
             
WDKX
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
3DVDQJDQGLKDUDSNDQ
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO              
SHUDZDQQDPXQWLGDN
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQDWDXGLSHUNRVD
PDVDODKMLNDDNKLUQ\D
5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
PHQGDSDWNDQSDVDQJDQ              
OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
\DQJVXGDKWLGDN
-DPDQVHNDUDQJNHSHUDZDQDQWLGDNODJLSHQWLQJ
SHUDZDQ             
XQWXNGLSHUWDKDQNDQ
.HPXQJNLQDQPHQHULPD
SDVDQJDQ\DQJWLGDN 'DULVLWXELVDGLOLKDWODNLODNLLWXEDLNDWDXWLGDN             
SHUMDNDKDQ\D

132
5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS $ODVDQ
            
7LGDNPDVDODKVHODPDSDVDQJDQWLGDNWHUMDQJNLW
            
SHQ\DNLWNHODPLQ
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO             
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQ
7LGDNPDVDODKDSDELOD 5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
             
SDVDQJDQVXGDKWLGDN OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
SHUDZDQSHUMDND 0DVLKPHPSHUWLPEDQJNDQNHSULEDGLDQSDVDQJDQ
GDQPHQFREDPHQGHQJDUNDQPDVDODOXSDVDQJDQ
              
VHUWDDODVDQSDVDQJDQPHOHSDVNDQYLUJLQLWDVQ\D
VHEHOXPPHQLNDK
9LUJLQLWDVVHVHRUDQJKDQ\DRUDQJLWXVDMD\DQJ
             
WDKX
.HSHUDZDQDQKDQ\DVHEXDKVLPEROILVLNWLGDN
3DVDQJDQGLKDUDSNDQ
KDQ\DELVDKLODQJNDUHQDEHUKXEXQJDQVHNVXDO             
SHUDZDQQDPXQWLGDN
WDSLMXJDNDUHQDNHFHODNDDQDWDXGLSHUNRVD
PDVDODKMLNDDNKLUQ\D
5DVDVD\DQJGDQNHFRFRNDQGDODPEHUKXEXQJDQ
PHQGDSDWNDQSDVDQJDQ             
OHELKSHQWLQJGDULSDGDYLUJLQLWDVSDVDQJDQ
\DQJVXGDKWLGDN
-DPDQVHNDUDQJNHSHUDZDQDQWLGDNODJLSHQWLQJ
SHUDZDQ             
XQWXNGLSHUWDKDQNDQ
.HPXQJNLQDQPHQHULPD
SDVDQJDQ\DQJWLGDN 'DULVLWXELVDGLOLKDWODNLODNLLWXEDLNDWDXWLGDN             
SHUMDNDKDQ\D

_ Lampiran 12 : Alasan Sikap terhadap Virginitas Pasangan

133
Lampiran 13
Persebaran Data Sikap terhadap Virginitas Orang Lain

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS
                         
0HUHNDSXQ\DKDN
XQWXNPHOHSDVNDQ
YLUJLQLWDVPHUHND
VHEHOXPZDNWXQ\D                          
6D\DQJVHNDOL                          
0HUHNDPHODNXNDQ
VHVXDWX\DQJWLGDN
EDLN                           

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ


6LNDS 7RWDO5HVSRQ  7RWDO5HVSRQ  7RWDO5HVSRQ 
5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ 
0HUHNDSXQ\DKDNXQWXN      
PHOHSDVNDQYLUJLQLWDV      
PHUHNDVHEHOXP      
ZDNWXQ\D
6D\DQJVHNDOL      
0HUHNDPHODNXNDQ      
VHVXDWX\DQJWLGDNEDLN      
727$/      

134
Lampiran 14
Alasan Sikap terhadap Virginitas Orang Lain

5HVSRQGHQ/DNLODNL
6LNDS $ODVDQ
            
-DPDQVHNDUDQJEHUKXEXQJDQVHNVXDOVHEHOXP
PHQLNDKVXGDKELDVDGDQYLUJLQLWDVWLGDNODJL               
SHQWLQJXQWXNGLSHUWDKDQNDQVHEHOXPPHQLNDK
0HUHNDSXQ\DKDNXQWXN 7LGDNPDVDODKVHODPDPHUHNDWDKX
PHOHSDVNDQYLUJLQLWDV NRQVHNXHQVLGDULSHUEXDWDQQ\DGDQELVD              
PHUHNDVHEHOXP EHUWDQJJXQJMDZDE
ZDNWXQ\D
9LUJLQLWDVPHUXSDNDQXUXVDQSULEDGLPDVLQJ
PDVLQJVHKLQJJDDSDELODDGD\DQJPHOHSDVNDQ
            
YLUJLQLWDVVHEHOXPPHQLNDKLWXDGDODKXUXVDQ
SULEDGLPHUHND
SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
            
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
6D\DQJVHNDOL -DPDQVHNDUDQJYLUJLQLWDVVDQJDWEHUQLODL
NDUHQDRUDQJ\DQJPDVLKSHUMDNDSHUDZDQ             
VHPDNLQMDUDQJGLWHPXNDQ
SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
            
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
0HUHNDPHODNXNDQ
VHVXDWX\DQJWLGDNEDLN NHOXDUJDWLGDNPHQJDMDUNDQDQDNQ\DGHQJDQ
EDLNOLQJNXQJDQPHPEHULSHQJDUXK\DQJEXUXN              
GDQDJDPD\DQJWLGDNNXDW

135
5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6LNDS $ODVDQ
            
-DPDQVHNDUDQJEHUKXEXQJDQVHNVXDOVHEHOXP
PHQLNDKVXGDKELDVDGDQYLUJLQLWDVWLGDNODJL             
SHQWLQJXQWXNGLSHUWDKDQNDQVHEHOXPPHQLNDK
0HUHNDSXQ\DKDNXQWXN 7LGDNPDVDODKVHODPDPHUHNDWDKX
PHOHSDVNDQYLUJLQLWDV NRQVHNXHQVLGDULSHUEXDWDQQ\DGDQELVD             
PHUHNDVHEHOXP EHUWDQJJXQJMDZDE
ZDNWXQ\D
9LUJLQLWDVPHUXSDNDQXUXVDQSULEDGLPDVLQJ
PDVLQJVHKLQJJDDSDELODDGD\DQJPHOHSDVNDQ
             
YLUJLQLWDVVHEHOXPPHQLNDKLWXDGDODKXUXVDQ
SULEDGLPHUHND

SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
            
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
6D\DQJVHNDOL -DPDQVHNDUDQJYLUJLQLWDVVDQJDWEHUQLODL
NDUHQDRUDQJ\DQJPDVLKSHUMDNDSHUDZDQ              
VHPDNLQMDUDQJGLWHPXNDQ

SHUHPSXDQDNDQOHELKGLUXJLNDQDSDELOD
            
PHODNXNDQVHNVSUDQLNDK
0HUHNDPHODNXNDQ
VHVXDWX\DQJWLGDNEDLN NHOXDUJDWLGDNPHQJDMDUNDQDQDNQ\DGHQJDQ
EDLNOLQJNXQJDQPHPEHULSHQJDUXK\DQJEXUXN             
GDQDJDPD\DQJWLGDNNXDW

_ ___ Lampiran 12 : Alasan Sikap terhadap Virginitas Orang Lain

136
Lampiran 15
Persebaran Data Usia Responden Mendapatkan Informasi Mengenai Virginitas

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
8VLD                          
6'                           
603 PHQVWUXDVL
SHUWDPD                            
60$ UHPDMD                            
.XOLDK                          

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ


8VLD 7RWDO5HVSRQ  7RWDO5HVSRQ  7RWDO5HVSRQ 
5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ  5HVSRQGHQ 
6'      
     
603 PHQVWUXDVLSHUWDPD 
     
60$ UHPDMD 
     
.XOLDK
727$/      

137
Lampiran 16
Persebaran Data Sumber Informasi Mengenai Virginitas

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
6XPEHU                          
7HOHYLVL                            
0DMDODK                          
.RUDQ                          
0HGLD
%XNXQRYHO                          
)LOP                          
,QWHUQHW                          
 2UDQJWXD                          
.HOXDUJD 6HODLQRUDQJWXD                          
/LQJNXQJDQ

SHUJDXODQ                          
3HUJDXODQ
7HPDQWHPDQ                          
 3HODMDUDQELRORJL                          
,QVWLWXVL 3HODMDUDQDJDPD                          
SHQGLGLNDQ 6HPLQDUVHNVXDOLWDV                          
 $QDWRPL IDUPDVL                           
'LULVHQGLUL 3HQJDODPDQSULEDGL                          

138
Lampiran 17
Frekuensi Kemunculan Respon dan Total Responden yang Menjawab Sumber Informasi tentang Virginitas

Frekuensi Kemunculan Respon Berdasarkan Kategori (1)


)UHNXHQVL5HVSRQ )UHNXHQVL5HVSRQ )UHNXHQVL5HVSRQ
6XPEHU 5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ
7HOHYLVL   
0DMDODK   

.RUDQ    
0HGLD
%XNXQRYHO   
)LOP   
,QWHUQHW   
2UDQJWXD   
.HOXDUJD
6HODLQRUDQJWXD   
/LQJNXQJDQSHUJDXODQ   
3HUJDXODQ
7HPDQWHPDQ   
3HODMDUDQELRORJL   
,QVWLWXVL
3HODMDUDQDJDPD   
SHQGLGLNDQ
 6HPLQDUVHNVXDOLWDV   
$QDWRPL IDUPDVL    
'LULVHQGLUL 3HQJDODPDQSULEDGL   
-XPODK   

139
Frekuensi Kemunculan Respon Berdasarkan Kategori (2)
5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ
6XPEHU )UHNXHQVL5HVSRQ  )UHNXHQVL5HVSRQ  )UHNXHQVL5HVSRQ 
0HGLD        

.HOXDUJD      
3HUJDXODQ      
,QVWLWXVL3HQGLGLNDQ      
'LULVHQGLUL       

Total Responden yang Menjawab Berdasarkan Kategori


5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ
6XPEHU 7RWDO5HVSRQGHQ  7RWDO5HVSRQGHQ  7RWDO5HVSRQGHQ 
0HGLD       

.HOXDUJD      
3HUJDXODQ      
,QVWLWXVL3HQGLGLNDQ      
'LULVHQGLUL       
727$/ 5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ

Lampiran 17: Frekuensi Kemunculan Respon dan Total Responden yang Menjawab Sumber Informasi tentang Virginitas

140
Lampiran 18
Persebaran Data Orang-orang yang Dianggap Berperan Terkait dengan Virginitas

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ
+DUDSDQ
                         
3DVDQJDQ                           
3HPXND$JDPD                          
.HOXDUJD                            
3HUJDXODQ                             
,QVWLWXVL
3HQGLGLNDQ                           
'LUL6HQGLUL                             
7XKDQ                          

5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ


6XPEHU 7RWDO5HVSRQGHQ5HVSRQ  7RWDO5HVSRQGHQ5HVSRQ  7RWDO5HVSRQGHQ5HVSRQ 
3DVDQJDQ       

3HPXND$JDPD      
.HOXDUJD      
3HUJDXODQ      
,QVWLWXVL3HQGLGLNDQ       
'LUL6HQGLUL      
7XKDQ      
727$/ 5HVSRQGHQ/DNLODNL 5HVSRQGHQ3HUHPSXDQ 6HOXUXK5HVSRQGHQ

141

Anda mungkin juga menyukai