Disusun oleh :
059114020
FAKULTAS PSIKOLOGI
YOGYAKARTA
2010
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
iv
PEMAHAMAN DIRI MELALUI
PENGALAMAN DISKRIMINASI WARIA
ABSTRAK
vi
SELF UNDERSTANDING BY
DISCRIMINATION OF TRANSEXUAL
ABSRTACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yesus untuk berkat dan
limpahan ide serta semangat yang telah diberikan. Akhirnya, setelah satu setengah
semester, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala semangat dan
Skripsi ini dikerjakan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam
2. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
4. Pak V. Didik Suryo H., S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi.
Makasih ya pak atas kesabarannya dalam membimbing saya sampai skripsi ini
selesai. Maaf, kalau saya banyak rewel. Intinya saya ngefans sama kepinteran
bapak. Hehehe…
ix
6. Ibu MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., M.Si selaku dosen penguji. Terima
7. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Mudji, Mas Doni yang sudah
8. Mami Vinolia, Mbak Arum, Mbak Rully, Mbak Tika, Mbak Angel, Mbak
Bella, Mbak YS, teman-teman waria lain yang aku kenal. Terima kasih untuk
9. Archadius Eddyatmoko dan Indarti RetnoW. Pah, mah, akhirnya selesai juga.
10. My first sista, Mbak Rety akhirnya aku menyusul dirimu. Makasih ya udah
11. My little sista, Ica icul makasih ya udah minjemin alfalink nya. Rajin belajar
ya…
12. Bule Tatik, tanteku yang merasa muda terus, yang paling rajin telpon
14. My beibh who fill my day with laughter and happiness, thanks for all. Je
t’aime.
15. Agung Susanto, cintroooonggg aku lulus. Thanks for all cint, for 6 years.
16. Ling, Bink, Sawi. Walaupun kita jarang ketemu. You’re the best. Friends
forever. Saranghaeo.
17. Bars gals, persahabatan tak selalu dihiasi dengan tawa. Thanks for all. Sukses
selalu.
x
18. Mbak Ony, yang selalu begadang ngerjain skripsi bareng walaupun ujung-
ujungnya kita ngerumpi tentang dia, dia dan dia. Hehehe… Thanks sist.
19. Teman-teman Mitra Perpustakaan USD. Mbak Dima, Mbak Prima, Mbak
Dwi, Maya, Putu, Putri, Nino, Iray, Matilda. Mari kita shelving… Hehehe…
20. Ivo, Jowien, Ashar, Faris (geng gemblung nya Togamas Affandi), aku senang
bisa kenal ama kalian. Walaupun kadang kita beda pendapat, kadang heho
sana sini, kadang beda shift. But its permanent here, I love you…
21. Arif, Ruri, Nenis, Mas Apri, Mas Dofvi, Mbak Tia, Mbak Ika, Mak Etty,
Mbak Pony, Mas Afif, Pampam, Mbak Kurnia, Mas Taufik, Mbak Yanti,
Mbak Rista, Mbak Kurnia dan teman-teman Togamas yang lain. Terimakasih
22. Adel, Ance, Ary, Mas Yandu, Jenny yang sama-sama bimbingan bareng Pak
Didik. Mari kita buat Pak Didik fans club ! Semangat teman, perjalanan masih
panjang.
23. Friends Community, akhirnya aku lulus. Kompak & sukses selalu !
24. Teman-teman Calista Arteri, terutama Keke, Mbak Nendra, Mbak Febi, Mbak
25. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk
dengan manusia. Maka, peneliti mohon segala bentuk kritik dan saran untuk
xi
segala kekurangan dalam skripsi ini agar lebih bermanfaat. Tuhan memberkati
kita semua.
xii
DAFTAR ISI
Abstrak …………………………………………………………………………...vi
Abstract …………………………………………………………………………vii
xiii
1. Pengertian diskriminasi dan waria ……………………………………9
xiv
3. Ringkasan umum …………………………………………………….67
C. Pembahasan ……………………………………………………………...78
A. Kesimpulan ………………………………………………………………88
C. Saran ……………………………………………………………………..90
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4. Ringkasan General Structure Cara Subjek Memahami Dirinya dan Orang
Lain ………………………………………………………………………………76
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN WAWANCARA
Subek 1 …………………………………………………………………..93
Subjek 2 ………………………………………………………………...108
Subjek 3 ………………………………………………………………...121
Subjek 4 ………………………………………………………………...136
Subjek 5 ………………………………………………………………...146
Subjek 1 ……………………………………………………………..….156
Subjek 2 ………………………………………………………………...163
Subjek 3 ………………………………………………………………...171
Subjek 4 ……………………………………...…………………………179
Subjek 5 ………………………………………………………………...188
Subjek 1 ………………………………………………………………...195
Subjek 2 ………………………………………………………………...198
Subjek 3 ………………………………………………………………...202
Subjek 4 ………………………………………………………………...205
Subjek 5 ………………………………………………………………...209
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
kemayu, dua pekan kemudian saya dipecat, kata Keke” (Tempo, 15 Desember
2007). Contoh ini hanyalah contoh kecil dari diskriminasi terhadap waria oleh
sebagai waria, belakangan kian luas dan formal. Setidaknya kini terdapat 37
Febuari 2007).
layanan hukum di kantor polisi. Apa yang mereka keluhkan seringkali hanya
merupakan sebatas laporan dan jarang ada tindak lanjut akan laporan tersebut.
1
2
kebudayaan, dibagi dengan jelas mengenai peranan antara laki- laki dan
peremupuan. Sehingga, kaum waria yang tidak berada di antara dua kategori
diskriminasi di bidang agama yang dapat dilihat adalah dari peraturan Gereja
yang tidak memperbolehkan pernikahan seorang waria. Selain itu, saat kaum
sakit, mereka seringkali dipersulit, baik saat mendaftar atau ketika mereka
beberapa kasus sudah tampak saat mereka masih kecil. Mereka lebih senang
boneka. Perilaku ataupun gelagat mereka juga sudah terlihat kemayu dari
kecil. Sebut saja Shara alias YS, salah satu aktivis waria di Yogyakarta yang
juga mengalami diskriminasi saat masih kecil. Saat kelas 3 SD, YS diejek dan
disebut wandu ( istilah dalam bahasa Jawa untuk menyebut waria) oleh teman-
penelitian yang dilakukan oleh Hesti Puspitosari dan Sugeng Pujileksono yang
berjudul ”Waria dan Tekanan Sosial” (2005) yang dituangkan juga dalam
tersebut kemudian dicetak dalam sebuah buku dengan judul “Jadi Kau Tak
diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBTI. Oleh sebab itu, kata KAU dalam
kerangka hak asasi manusia untuk menggali akar permasalahan dan mencari
solusi mengenai diskriminasi dan kekerasan terhadap kaum LGBTI. Hasil dari
hampir setiap orang. Secara umum, media besar di Indonesia, mempunyai pola
pikir yang seragam mengenai LGBTI, yaitu menerapkan stigma bahwa waria
adalah sebuah perilaku seks yang menyimpang. Pengatas namaan agama juga
dengan alasan keagamaan, yaitu LGBT tidak sesuai dengan ajaran agama.
yang muncul, yaitu bagaimana diskriminasi tersebut dialami dan diatasi oleh
waria. Tema tersebut merupakan tema yang akan menjadi pelengkap dalam
penelitian ini. Dari tema pelengkap tersebut, akan dapat disimpulkan suatu
tema besar yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu bagaiamana
cara subjek memahami dirinya dan orang lain dalam kaitannya dengan
cerita yang dihasilkan oleh subjek, dapat dilihat tentang cara pandang waria
dan cara waria dalam memahami dirinya sendiri maupun orang lain. Melalui
cerita yang dibuat, orang lain bisa memahami seseorang melalui kisah
hidupnya (Takwin, 2007 : 2). Diperkuat oleh pendapat Murray (dalam Smith,
2009 : 229) bahwa melalui narasi, orang lain dapat memahami narrator dan
dunianya.
dalam Smith, 2009 : 230). Narasi memuat kisah kehidupan seseorang, kisah
dasar dari proses penciptaan makna dan satu-satunya cara untuk menjelaskan
aku ?” Aku terbentuk dari cerita dan dapat dipahami melaui cerita, melalui
karena dalam sehari – hari biasanya kita mengobrol ataupun bercerita dengan
orang lain.
pengalaman masa kecil subjek. Orang bisa mengenali diri sendiri melalui
kisah hidupnya. Sama halnya jika kita melihat pengalaman masa kecil
manusia secara umum pada masa sekarang dibentuk ataupun dipengaruhi oleh
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode naratif, dimana yang
saya ketahui bahwa penelitian sebelumnya mengenai waria, belum ada yang
menggunakan metode naratif. Selain itu, saat ini fenomena waria mulai
waria di media. Dalam dunia entertainment, banyak artis laki- laki yang
berperan menjadi wanita untuk menarik perhatian penonton. Selain itu, kasus
mengenai waria ini sebenarnya tidak hanya pada saat ini, melainkan sudah ada
Warok Ponorogo.
diskriminasi pada waria. Secara lebih spesifik, fokus penelitian ini adalah
tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
bagaimana waria memahami dirinya dan orang lain terkait dengan pengalaman
diskriminasi.
C. TUJUAN PENELITIAN
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoretis
2. Manfaat praktis
DASAR TEORI
karena individu itu adalah anggota dari kelompok tertentu (Taylor, Replau
dan Sears, 2000 : 178). Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak
9
10
perilaku sehari- hari, ia juga merasa dirinya sebagai seorang wanita yang
waria mengalami proses kehidupan yang sulit, bahkan dialami sejak masa
menjadi waria adalah bukan pilihan hidup tetapi datang dari jiwa atau
perasaan waria itu sendiri. Oleh karena itu, menjadi waria itu bukan karena
adalah hal yang negatif, perusahaan ataupun kantor pemerintah tidak mau
pemerintah itu sendiri. Kalaupun ada, itupun sedikit dan tetap saja masih
masyarakat.
telah melihat adanya gejala waria yang terdapat di lingkungan kelas elite.
Tercatat seperti Raja Henry III dari Perancis, Duta besar Perancis di Silam,
Abbe de Choisy serta Gubernur New York pada tahun 1702, Lord
dalam kehidupan sehari- hari, tidak semua ruang sosial memberikan tempat
3. Bentuk-Bentuk Diskriminasi
seksual, ras dan sebagainya dan menghambat adanya peluang yang sama
diterapkan di lapangan.
a. Interpersonal discrimination
b. Institutional discrimination
kelompok. Diskriminasi tipe ini dapat terjadi secara halus dan sering di
pekerjaan.
c. Cultural discrimination
dapat terjadi karena adanya budaya, gaya atau pola pikir yang ada di
pikir bahwa hanya ada wanita dan laki- laki. Oleh sebab itu, yang tidak
dari bagian yang gagal, sehingga harga dirinya tidak tergantung pada
bagian yang gagal baik dengan dirinya dan orang lain (Major dalam
sendiri dan daerah / arena yang mungkin mereka bisa gagal. Dengan
b. Behavioral Compensation
mereka yang lain, misalnya dengan selera humor yang tinggi saat
a. Acceptance
merupakan salah satu bentuk dari coping yang berpusat pada emosi
dan isi dari konsep diri. Memahami diri sendiri berarti memperoleh
tatanan dan sistem yang ada di lingkungan (Bradford dalam Indari, 2005).
Dengan memahami diri sendiri secara tepat akan diketahui konsep diri
dirinya, maka terbentuklah sikap dan perilaku dalam menentukan arah dan
dan “apa yang penting bagi kita” (makna) (Takwin, 2007 : 60).
melalui kisah hid upnya (Takwin, 2007 : 2). Sementara itu, menurut
Murray (dalam Smith, 2009 : 229) bahwa melalui narasi, orang lain dapat
jawaban bagi pertanyaan “Siapakah aku ?” Aku terbentuk dari cerita dan
20
sehari- hari, tetapi secara reflektif, juga memberikan struktur pada rasa
kepada dirinya sendiri dan pada orang lain. Dengan demikian, seseorang
228). Hal itu juga sejalan dengan pendapat Ricoeur (dalam Smith, 2009 :
Poems, yaitu menangkap irama tersendiri dari suara orang pertama dan
21
orang lain.
C. KERANGKA PENELITIAN
orang lain terkait dengan pengalaman diskriminasi yang akan disajikan dalam
diskriminasi. Seperti yang telah diungkapkan dalam dasar teori bahwa melalui
cerita, orang lain bisa memahami seseorang dari cerita yang dibuat. Sementara
itu, si pembuat cerita juga dapat memahami dirinya dalam kisah yang
diceritakan.
2. Bagaimana cara waria memahami dirinya dan orang lain dalam kaitannya
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
karena masalah atau peristiwa yang diteliti terjadi secara natural (Alsa, 2004 :
30). Sejalan dengan Williams (dalam Moleong, 2008 : 5) yang menulis bahwa
penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan
menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang
tertarik secara alamiah. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2008 :
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
fenomena yang terjadi (Denzin dan Lincoln dalam Moleong, 2007 : 5).
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku, motivasi,
23
24
individu tentang objek atau peristiwa (Smith, 2009 : 97). Sementara itu,
B. SUBJEK PENELITIAN
yang dimaksud dengan waria adalah seseorang yang secara fisik laki- laki
penelitian ini adalah waria yang merupakan anggota dari sebuah LSM waria di
Yogyakarta.
C. FOKUS PENELITIAN
Di dalam penelitian ini, ada 2 hal yang menjadi fokus penelitian, yaitu :
kecil dan saat dewasa, termasuk juga figur- figur positif (figur support)
diskriminasinya itu.
aku (waria) ?”
percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
a. Tahap 1
b. Tahap 2
diskriminasi.
dalam cerita, maka peneliti menggali lebih dalam lagi mengenai topik
c. Tahap 3
subsesi ini, tidak lagi dipergunakan single initial narrative question. Pada
verbatim wawancara kepada subjek penelitian agar dapat dilihat jika masih
tujuan dari penelitian dan metode wawancara yang digunakan. Berikut ini
tujuan peneliti
28
disepakati
bola salju / snowball sampling. Hal ini dilakukan karena keterbatasan peneliti
dalam mencari subjek. Pada awalnya, peneliti hanya mengenal satu subjek
pertama untuk mencarikan teman waria yang lain yang bersedia menjadi
seperlunya saja oleh peneliti. Hal ini disebabkan karena ketiga subjek sangat
waria karena waria kenalan peneliti tidak bisa dihubungi. Kemudian, peneliti
mendapat saran dari salah seorang teman untuk mendatangi LSM Kebaya di
LSM Kebaya tersebut dan bertemu dengan Mami Vinolia selaku ketua LSM
peneliti datang ke LSM tersebut dan dengan senang hati Mami Vinolia
29
yaitu di LSM Kebaya. Rapport dilakukan sangat cepat karena subjek sangat
mudah akrab dengan peneliti. Hal ini juga tidak jauh berbeda dengan subjek II
dan subjek III. Akhirnya, pada tanggal 16 Juni 2009 dilakukan proses
wawancara untuk subjek I. Untuk subjek II, rapport dilakukan pada tanggal 9
rapport untuk subjek III. Proses wawancara subjek III dilakukan pada tanggal
Namun, untuk mendapat hasil yang lebih maksimal, maka peneliti menambah
pada tanggal 15 Oktober 2009 di kos subjek dan dilakukan proses wawancara
Oktober 2009 dan wawancara pada tanggal 2 November 2009 yang semuanya
wawancara tersebut.
terhadap waria, yaitu LSM Kebaya. Saat pertama kali datang, peneliti memang
disarankan oleh ketua LSM tersebut untuk menggunakan subjek dari LSM
30
saja dan subjek yang sudah terbiasa berbagi cerita kepada orang lain. Hal ini
disarankan oleh ketua LSM tersebut agar peneliti dapat lebih mudah dalam
Kebaya tersebut, waria yang berada di LSM akan lebih mudah untuk diajak
kerja sama daripada waria yang berada di luar LSM. Hal ini disebabkan
menjalin relasi dengan para subjek. Berikut ini adala h tabel proses rapport dan
wawancara :
31
Tabel 1
RAPPORT WAWANCARA
NO SUBJEK
TANGGAL TEMPAT WAKTU TANGGAL TEMPAT WAKTU
15 16
Tempat 10.00 Tempat 09.30
1 Subjek I Juni Juni
Kerja WIB kerja WIB
2009 2009
9 10
Tempat 10.00 Tempat 14.30
2 Subjek II September September
Kerja WIB kerja WIB
2009 2009
10 18
Tempat 16.00 Kost 18.30
3 Subjek III September September
Kerja WIB subjek WIB
2009 2009
32
15 Kost 21 Kost
17.00 16.30
4 Subjek IV Oktober subjek Oktober subjek
WIB WIB
2009 III 2009 III
30 2
Tempat 15.00 Tempat 15.00
5 Subjek V Oktober November
kerja WIB kerja WIB
2009 2009
33
pengorganisasian data serta mencari dan menemukan pola dari data tersebut.
peneliti dan menggunakan sedikit panduan teknik analisis tema Carl Ratner.
diambil tentunya adalah tema yang relevan dengan tujuan penelitian, yaitu
4. Setelah menemukan tema yang muncul dari data verbal tersebut, maka
Untuk melihat cara subjek memahami dirinya dan orang lain, peneliti
tersebut berbicara mengenai dirinya dan orang lain. Dalam tahap ini, peneliti
tema.
G. KEABSAHAN DATA
yaitu :
35
1. Validitas komunikatif
apa saja yang diberikan peneliti kepada subjek penelitian untuk dikoreksi
Tabel 2
6 13 13 17 17
Mr. Burger Tempat kerja Kamar kos Kamar kos Kamar kos
TEMPAT
Yogyakarta subjek subjek Subjek subjek
17.00 – 19.00 16.30 – 17.45 13.30 – 16.00 18.30 – 21.15 16.00 – 17.30
WAKTU
WIB WIB WIB WIB WIB
KEGIATAN Verbatim
Ada beberapa Ada beberapa Tidak ada Tidak ada Ada beberapa
Analisis Data
Subjek mengoreksi Subjek mengoreksi Subjek mengoreksi Subjek mengoreksi Subjek mengoreksi
beberapa analisis beberapa analisis beberapa analisis beberapa analisis beberapa analisis
yang kurang sesuai. yang kurang sesuai. yang kurang sesuai. yang kurang sesuai. yang kurang sesuai.
38
1. Validitas argumentatif
A. DESKRIPSI SUBJEK
1. Mbak Arum
Selama menjadi waria, dia lebih dikenal dengan nama Arum Mariska. Dia
dengan kulit yang cukup gelap. Rambutnya lurus panjang terurai dengan
warna kemerahan. Dia sering tampil dengan kaos yang cuk up ketat dan
orang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi. Dia ramah dan
sangat mudah akrab dengan orang lain. Nada berbicarnya cenderung cepat,
2. Mbak Rully
nama Rio. Namun, sekarang lebih dikenal dengan nama Rully Malay.
Badannya cukup tinggi dengan rambut yang selalu dibelah tengah. Dia
39
40
dan keibuan.
3. Mbak Tika
yang lalu. Setelah menjadi waria, dia lebih dikenal dengan nama Tika
mengenalnya lebih jauh, ternyata dia sangat ramah dan terbuka untuk
4. Mbak Bella
Saat ini lebih dikenal dengan nama Bella. Rambut hasil hair extansion nya
terurai panjang dengan warna hitam. Karena bekerja di salon yang cukup
anggun.
5. Mbak Angel
Anak ketiga dari 4 bersaudara ini terla hir di Kendal 29 tahun yang
panjang, hasil dari hair extantion. Matanya terlihat cukup sipit untuk
ukuran orang pribumi. Dia sering terlihat memakai pakaian yang cukup
seksi.
dari dirinya. Hal itu merupakan daya tarik tersendiri dari Mbak Angel,
sehingga orang lain selalu dibuatnya tertawa saat dia menyanyi. Mbak
Angel juga sangat senang mengobrol, sehingga dia juga mudah akrab
a. Mbak Arum
waria.
kewariaannya.
“Aku tak diemin aja karena aku merasa nggak dirugikan. Aku
memang banci kok terus mau apa….”
figur, yaitu ayah dan orang lain yang selalu low profile dalam
tersebut dalam menghadapi masalah dan hal itu dijadikan contoh oleh
b. Mbak Rully
dialami oleh subjek II berupa ejekan dan cemoohan dari peer group,
diskriminasi verbal dari figur otoritas, yaitu dari guru PMP saat masih
SMP.
fisik, yaitu hampir dipukul dan ditampar oleh figur otoritas, yaitu oleh
jalur hukum.
diremehkan oleh murid- muridnya saat menjadi guru dan saat subjek II
oleh subjek saat masih kecil, saat dewasa, selain diskriminasi verbal
“Belum lagi dari keluarga saya sendiri… hingga saat ini boleh
dikatakan hubungan tidak baik dengan saya. Karena mereka enggan
didatangi oleh saya.”
sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh subjek saat masih kecil.
lingkungannya.
mendapatkan pengaruh dari figur support, yaitu dari ibu subjek. Saat
subjek sudah dewasa ini, peran ibu tidak lagi sebagai pelindung, tetapi
dilakukan oleh subjek. Ibu subjek yang selalu berpesan agar subjek
subjek lebih bisa melihat segala sesuatu dengan sabar dan tidak
menggunakan emosi.
“Saya selalu diajarkan oleh ibu saya untuk selalu apa namanya
ya low profile. selalu melihat sesuatu dengan proporsional dan tidak
perlu melibatkan emosi.”
c. Mbak Tika
oleh subjek III. Saat masih kecil, subjek III mengalami diskriminasi
Diskriminasi verbal yang dialami oleh subjek berupa ejekan dari teman
oleh subjek karena saat masih kecil, subjek tidak tinggal bersama
yang berbeda dari ayah subjek dimana ayah subjek sering mengambil
ibunya di dapur.
“…salah satu kelebihan yang saya bisa saya ambil. Saya jadi
bisa masak, jadi seneng di dapur.”
Selain coping yang dilakukan oleh subjek III tersebut, ada figur
diskriminasi subjek, yaitu tante dan nenek subjek. Tante dan nenek
subjek III saat dewasa sedikit berbeda dengan masa kecilnya. Saat
ejekan dari masyarakat jika subjek sedang berada di jalan dan ancaman
dari kakak subjek yang awalnya belum bisa menerima keadaan subjek
sebagai waria.
“Pertama kali kakak saya yang paling besar yang tidak bisa
menerima keberadaan saya yang seperti ini dan sempat mengancam
“awas kalau kamu pulang lagi dengan keadaan dandan, kamu tak
pukulin.”
“Ya “banci banci”. Dengan kata -kata “mut mut, sedot sedot
seperti itu”. Kata -kata melecehkan.”
subjek masih kecil. Figur support yang berperan adalah ibu subjek,
keluarga tentang jalan hidup yang dipilih oleh subjek. Selain itu, ibu
subjek juga memberikan nasehat kepada subjek agar lebih sabar dan
norma yang ada, dimana subjek tidak ingin terpengaruh dengan hal- hal
yang negatif.
d. Mbak Bella
oleh subjek IV saat masih kecil dan saat subjek IV dewasa. Saat masih
“Pas kecil itu aku sering diejek-ejek banci banci sama teman-
temanku di sekolah ya di rumah”
“Aku dimarahi habis-habisan sama kakakku…”
“Banyak teman-temanku yang suka ngejek aku banci banci
gitu.”
sebagai waria.
temannya.
“Tapi aku pas itu cuma bisa nangis terus pulang ke rumah.”
“Tapi aku cuma diem aja. Paling aku pulang terus nangis.”
diskriminasi saat subjek dewasa adalah ibu dan adik subjek. Ibu subjek
nasehat kepada subjek agar subjek tetap berpegang pada norma dan
coping yang dilakukan oleh subjek saat masih kecil. Pertama, subjek
menghadapi diskriminasi.
“Aku memang waria tapi yang penting aku tetap di jalan yang
benar. Aku tidak melakukan tindakan-tindakan kriminal.”
“Aku harus melakukan sesuatu, aku nggak boleh diam saja, aku
harus membuktikan sama keluargaku kalau aku bisa.”
“Aku menjalani hidupku dengan sebaik -baiknya.”
“Aku harus memberikan yang terbaik untuk orang khususnya
untuk keluargaku.”
“Aku harus membuat ibuku bangga.”
“Aku pun harus menunjukkan bahwa aku pun bisa.”
“Walaupun aku waria, aku ya harus bisa mempunyai
keterampilan yang lebih.”
“Aku mencoba memberikan pemahaman kepada masyarakat
bahwa waria pun punya sisi yang lebih”
“Makanya aku pun juga harus menunjukkan kemampuanku.”
“Aku punya kemampuan yang harus kau tunjukkan dan
masyarakat pun hendaknya bisa mengakuinya.”
“Aku berusaha menjalani kehidupanku sebaik-baiknya, menjadi
orang yang berguna, khususnya untuk keluargaku.”
“Aku berusaha menjalani kehidupanku dengan sebaik mungkin
dan sebenar mungkin agar masyarakat sadar, tahu sendiri dan sadar
sendiri bahwa waria tidak layak untuk didiskriminasi karena waria
juga punya sisi yang lebih.”
58
e. Mbak Angel
saat masih kecil berupa ejekan dari peer group, yaitu dari teman-
temannya.
“Tapi aku masih cuek karena aku masih belum bisa mikir jauh
gitu.”
“Aku cuma diam aja dan berusaha nggak marah kalau dikatain
sama teman-temanku.”
“Aku harus sabar juga.”
“Ibuku cuma bilang kalau aku nggak boleh marah gitu. ntar
kalau marah, Allah nggak suka.”
waria.
60
a. Mbak Arum
kepercayaan.
dunia waria. Aku harus menunjukkan bahwa aku bisa seperti yang lain.
b. Mbak Rully
waria.
penyimpangan.
\
64
c. Mbak Tika
d. Mbak Bella
“Aku harus melakukan sesuatu, aku nggak boleh diam saja, aku
harus membuktikan sama keluargaku kalau aku bisa.”
“Aku harus memberikan yang terbaik untuk orang khususnya
keluargaku.”
“Aku harus membuat ibuku bangga.”
“Aku harus menunjukkan bahwa aku pun bisa.”
“Aku waria, aku ya harus bisa mempunyai keterampilan yang
lebih.”
“Aku pun juga harus menunjukkan kemampuanku.”
“Aku punya kemampuan yang harus aku tunjukkan dan
masyarakat pun hendaknya bisa mengakuinya gitu.”
“Aku memang waria tapi yang penting aku tetap di jalan yang
benar.”
“Aku tidak melakukan tindakan-tindakan kriminal.”
“Aku bisa membuktikan bahwa aku mampu, memiliki sisi yang
lebih yang bisa aku banggakan.”
“Aku bisa punya kemampuan di dunia kecantikan yang belum
tentu orang lain punyai.”
“Aku berusaha menjalani kehidupanku dengan sebaik -baiknya,
menjadi orang yang berguna khususnya keluargaku.”
dan bahkan tidak mau tahu tentang dunia waria. Waria hanya di
e. Mbak Angel
keberadaan waria.
“Aku kan belajar untuk sabar seperti nasehat dari ibuku sejak
kecil.”
“Aku hanya diam saja saat aku diejekin mereka sendiri.”
“Aku memang hanya diam saja dan tidak meladeni apalagi
kalau membalas perbuatan mereka.”
“Aku belajar untuk lebih sabar.”
“Aku juga harus bisa beradaptasi, membiasakan diri dengan
lingkungan.”
“Aku juga harus bisa beradaptasi dengan cemoohan orang-
orang yang bisa datang kapan saja, dimana saja dan tanpa aku
duga.”
3. Ringkasan umum
sebagai waria ataupun karena berusaha untuk lebih sabar. Coping lain
kepada ibu. Ada juga yang mencoba mengambil sisi positif dari
mengetahui bahwa waria memiliki sisi yang lebih dan secara tidak
waria yang diambil dan percaya diri. Namun, ada juga yang membalas
yang dilakukan oleh ibu saat anak yang sebagai waria mendapat
perlakuan diskriminasi. Tak hanya itu, ibu juga memiliki peran lain,
nasehat kepada anaknya agar anaknya sabar dan tidak membalas jika
melihat waria dari hal negatif saja. Padalah mereka juga ingin diakui
bahwa mereka juga memiliki sisi lebih yang bisa dibanggakan dan
tentang dunia waria masih dinilai kurang oleh waria. Bagi mereka
adalah figur yang aneh dan tidak wajar, sehingga mungkin terkadang
jawab dengan jalan yang diambil, yaitu sebagai waria. Selain kepada
kecantikan dan fashion yang belum tentu dimiliki oleh orang hetero.
Relasi yang baik dengan orang lain, khususnya dengan tetangga juga
selalu di jalin oleh waria. Mereka harus melakukan itu semua karena
Tabel 3
Ringkasan Central Theme dan General Theme
Pengalaman Diskriminasi dan Coping
Figur • Dukungan dan • Ibu berperan • Ibu berperan • Ibu berperan • Ibu berperan
Support penerimaan sebagai sebagai sebagai sebagai
75
Tabel 4
sekitar, sehingga mereka Waria adalah korban dunia waria. Waria masyarakat bisa
juga bisa menerimaku dalam masyarakat, belum dikenal dan menerima keberadaan
sebagai waria. Mereka dianggap menyimpang hanya dipandang negatif waria. Aku hanya bisa
(masyarakat) dan kurang dikenal oleh oleh masyarkat.
sabar dan berusaha
mendiskriminasi waria masyarakat.
karena mereka tidak beradaptasi dengan
mengenal dunia waria. lingkungan yang belum
semuanya bisa
menerima keberadaan
waria.
78
C. PEMBAHASAN
1. Pengalaman diskriminasi
diskriminasi tak hanya saat dewasa, tetapi juga di masa kecilnya. Hal itu
kecil. Bentuk diskriminasi yang dialami waria saat masih kecil adalah
peer group, yaitu temannya sendiri, baik teman di sekolah ataupun tema n
ternyata ada juga bentuk diskriminasi lain yang dialami oleh waria di masa
hak si anak (waria kecil) karena sudah terlihat kewariaannya dari kecil.
Contoh yang dialami oleh salah satu waria adalah si anak (waria kecil)
lebih sering disuruh membantu ibunya di dapur oleh sang ayah dibanding
diskriminasi yang dialami oleh waria sejak kecil tersebut tergolong dalam
diskriminasi sosial.
Tak jauh berbeda dengan masa kecilnya, waria juga menga lami
dewasa cenderung lebih kompleks diband ing saat waria masih anak-anak.
dialami oleh waria sejak keicl ternyata masih juga dialami oleh waria saat
dipukul dan dilempar daun kelor. Kekerasan fisik yang dialami oleh waria
diskriminasi sosial.
yang juga dialami oleh waria adalah pengucilan yang juga dialami oleh
waria saat masih kecil. Dalam kasus ini, terjadi pembatasan pilihan, hak
mobilitas atau akses informasi dan orang lain (Jones dalam Whitley, 2006
: 8 – 10).
karena adanya budaya, gaya atau pola pikir yang ada di tengah
pola pikir dari kaum mayoritas, yang kemudian dijadikan sebagai budaya
dalam suatu masyarakat. Selama ini, hanya ada dua kelamin yang secara
bahwa laki- lai harus sesuai laki- laki dan perempuan juga sebagaimana
Cara yang paling sering digunakan oleh waria saat masih kecil
Carver (dalam Bishop, 1994 : 156), sikap acceptance yang dilakukan oleh
berfokus pada emosi yang muncul akibat masalah yang dihadapi, baik
marah, cemas atau duka cita (Lazarus dalam Travis, 2007 : 303). Individu
negatif yang muncul akibat dari suatu ancaman dan meningkatkan afek-
Bentuk lain yang dilakukan oleh waria saat masih kecil untuk
dapat dipikirkan dengan cara yang berbeda atau lebih sering disebtu
Tak jauh berbeda dengan cara yang dilakukan pada masa kecilnya,
keberadaan waria.
Selain sikap acceptance, cara lain yang dilakukan oleh waria dalam
bahwa seperti halnya pria maupun wanita, waria juga memiliki potensi dan
yang dimiliki oleh orang kebanyakan (kaum hetero). Kaum waria sering
diidentikkan dengan hal- hal yang berbau feminin, seperti salon ataupun
tata rias wajah dan rambut, masak- memasak, desainer pakaian dan lain-
lain. Waria juga ingin menunjukkan kepada orang lain, terutama kepada
83
tidak tergantung pada bagian yang gagal, baik dengan dirinya dan orang
yang terbaik bagi keluarga dan masyarakat maupun untuk orang lain
yaitu dengan membawa diri. Bentuk lain yang dilakukan oleh waria adalah
dengan tetap berpegang kepada norma yang berlaku dan tetap menjalin
support yang berperan, baik di masa kecil maupun saat waria sudah
waria mengatasi diskriminasi yang dialami atau bisa juga dikatakan untuk
orang lain (Sarason dalam Byrne, 2005 : 244). Berdasarkan hasil yang
diperoleh, figur support yang paling berperan baik di masa kecil dan
pembelaan dan sebagai pemberi nasehat agar waria dapat bersabar dalam
mengatasi diskriminasi yang dialami. Tak hanya ibu, figur support lain
yang ditemukan adalah ayah, adik, tante, nenek. Menurut Frazier (dalam
mengalami stress dan merupakan sesuatu yang efektif terlepas dari strategi
karena berhubungan dengan orang lain adalah sumber dari rasa nyaman
diskriminasi dari masyarakat karena mungkin bagi mereka, hal itu tidak
yang tak bisa dihindarinya tersebut. Waria tidak peduli atau tidak
memikirkan hal lain yang lebih bisa dijangkau untuk dilakukan. Waria
mencoba melakukan hal- hal lain yang lebih mungkin untuk dilakukan
85
tersebut paling tidak bertujuan agar masyarakat lebih bisa mengenal waria
hanya melihat waria dari salah satu sisi, yaitu sisi negatifnya saja.
Waria dianggap figur yang aneh dan tidak wajar oleh masyarakat
masyarakat karena penampilan fisik waria yang seorang laki- laki tetapi
ini dipengaruhi oleh nasehat dari figur support yang kebanyakan dari
yang dialami. Secara tidak langsung, hal itu menunjukkan bahwa hal
karena waria memang hanya melihat waria dari sisi negatifnya saja.
dapat dilihat dari beberapa cara yang dilakukan oleh waria dalam
masyarakat tak hanya sebatas itu. Ada juga waria yang mencoba
dengan lingkungan yang memang pada dasarnya ada yang belum bisa
DAN SARAN
A. KESIMPULAN
bahwa :
tetapi juga sejak kecil. Diskriminasi yang dialami oleh subjek saat masih
dari keluarga. Sementara itu, bentuk diskriminasi yang dialami oleh subjek
verbal dan kekerasan fisik. Selain itu, waria juga mengalami institutional
masa kecil tidak jauh berbeda dengan masa dewasanya. Saat masih kecil,
Sementara itu, cara mengatasi yang dilakukan oleh waria saat dewasa
88
89
Ada 3 bentuk tipe cara waria memahami dirinya dan orang lain
B. KETERBATASAN PENELITIAN
terbatas. Kelima subjek yang digunakan dalam penelitian ini sudah bisa
tergabung menjadi aktivis dalam sebuah LSM yang tentunya mereka sudah
di luar LSM, lebih sulit untuk didekati. Karena cara pengambilan data
Oleh sebab itu, keterbatasan penelitian ini tidak diulang lagi dalam
C. SARAN
dimiliki. Selain itu, diharapakan agar waria lebih bisa memahami dan
Arus Pelangi. (2008). Jadi Kau Tak Merasa Bersalah. Jakarta : Pengarang.
Baron, Robert & Donn Bryne. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga.
Bishop, George. (1994). Health Psychology, Integrating Mind & Body : Allyn &
Bacon
Narbuko, Cholid & Abu Achmadi. (2007). Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi
Aksara.
Polkinghorne, Donald. (1988). Narrative Knowing and The Human Sciences. New
York : State University of New York Press.
Puspitosari, Hesti & Sugeng Pujileksono. (2005). Waria dan Tekanan Sosial.
Malang : UMM Press.
91
92
Soelistyowati & Soegondo. (2000). Diskriminasi Warga Negara & HAM. Jakarta :
Komnas HAM
Taylor, Shelley & Letitia Replau & David O. Sears. (2006). Social Psychology.
New Jersey : Prentice Hall Int.
Whitley, Bernard & Mary Kite. (2006). The Psychology of Prejudice and
Discrimination. Canada : Thomson Wadsworth.
http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi/Januari2010
WAWANCARA
WAWANCARA TAHAP 1 & 2
Emm, aku minta Mbak Arum nyritain pengalamanmu dari masa kecil sampai sekarang. Terserah mau pengalaman yang apapun. Mau
yang nyenengin, mau yang nggak, terserah.
Oh gitu. Oke. Mungkin aku ya, dilahirkan memang sebagai fisikly laki-laki gitu ya. Eee… akan tetapi, perubahan perilaku itu terjadi mungkin
sekitar umur-umur 3 eh 4 sampai 5 tahun. Orang menganggapnya bahwa laki-laki itu eee memang lahir gitu ya dan misalnya bermain seorang
laki-laki itu layaknya bermain itu ya main kelereng atau main apa gitu ya. Tapi dulu aku nggak. Main boneka-bonekaan, main pasaran. Hehehe…
Nah, dengan berjalannya waktu seperti itu, orang-orang jadi tau. Masyarakat jadi tau kok ini perilakunya berbeda dengan teman-teman laki-laki
lainnya. Dia lebih sering main boneka-bonekaan gitu ya. Eee… Sering main sama cewek daripada sama cowok. Akhirnya, lama-kelamaan ya
ketahuan juga kalau waria gitu ya. Kalau dari tetangga sih mungkin sudah tahu, keluarga sudah tahu gitu ya, tapi eee dengan berjalannya waktu
saya SD, kemudian SMP, SMA itu banyak cerita yang sangat menarik. Salah satunya di SD. SD tuh aku sudah mengenal laki-laki. Hehehe…
Jadi, aku udah seneng lihat sosok laki-laki kok deg-degan gitu ya, ser-seran gitu ya. Aku juga nggak tahu waktu itu. Tapi aku jalanin aja waktu itu
ya. Mengalir gitu lho. Udahlah pengen sama ini ya sama ini. Pengen sama ini ya sama ini gitu. Kemudian SMP, SMP itu mungkin sangat
menonjol aku ya karena eee waktu itu aku juga ikut eee kursus tari di tempatnya Yati Pesek. Terus dari pihak sekolahan sendiri aku dijadikan eee
OSIS. Anggota OSIS itu eee sebagai seksi kesenian waktu itu. Jadi, dari situ aku sangat menonjol. Dari teman-teman kelas 1A sampai 1F.
Kemudian, 2A sampai 2C. Kemudian, 3A sampai 3E itu memonjol banget. Siapa sih yang nggak tahu Arum. Tapi waktu itu namaku bukan
Arum. Aku masih pakai nama cowok, Aris. Bukannya sombong atau apa, tapi memang menonjol karena setiap ada lomba itu pasti aku ikut.
Kemudian, lomba antar sekolah itu aku yang dimajuin juga. Nah, itu ikut. Walaupun nggak menang, tapi seenggak-enggaknya aku sudah ikut
berpartisipasi ya di sekolahan. Hehehe… Kemudian, aku lulus dari SMP, aku masik SMA itu di SMIP, Sekolah Menengah Industri Pariwisata.
Aku di situ ngambil jurusan perhotelan, khususnya di bidang food and baverage service, jadi waiter. Dari situ aku belajar banyak tentang
perhotelan. Sebenarnya kita nggak kalah sih dengan teman-teman dari D3 perhotelan karena waktu itu kita diadu kayak cerdas cermat gitu. justru
93
kita yang dari tingkat SMA yang menang ketimbang mereka yang D3 gitu ya. Kita lebih luas ininya, pengetahuannya. Sebelum aku lulus SMA
itu, sebelum lulus SMA kurang 3 bulan ujian nasional itu aku sempat ditawarin magang di sebuah hotel. Hotel Saphira namanya. Di situ aku
disuruh jadi house keeping, jadi yang nyusun kamar gitu ya. Bukan dari bidangku sendiri, tapi seenggak-enggaknya aku mendapatkan pelajaran
house keeping itu sendiri. Dari situ aku mulai balajar untuk apa ya, nyari duit sendiri. Tidak minta orang tua walaupun aku masih sekolah. Setiap
pulang itu kan dulu tuh ada yang namanya top ten untuk tempat main sepatu roda gitu ya. Di situ aku bisa mengekspresikan diri. Eee… Kemayu-
kemayuan, cantik-cantikan walaupun nggak dandan. Pokoknnya udah mentel (genit) gitu. Kita main sepatu-sepatu rodaan di situ. Nah, kita di situ
sambil nyari cowok-cowok gitu. Akhirnya, memang dapet sih, tapi ya ketemuannya selalu di situ. Kemudian, setiap malam dandan itu tidak dari
rumah. Jadi, udah muali nyebong eee keluar itu bawa tas gede gitu, bawa baju dan pokoknya make up dan segala macam gitu ya. Kahirnya kita
nyebong gitu ya. Tapi setelah lulus, eee orang tua sih lama-lama tahu ya. Lama-lama tahu ya bahwa kok kayaknya anakku dandan ya sekarang.
Tapi aku cuma diem aja. Waktu itu sih memang apa ya, masih tertutup banget. Untuk dandan dari rumah itu belum berani karena memang masih
baru lulus SMU gitu ya. Dari situ aku coba daftar, eh waktu itu aku diajak ke Jakarta sama kakakku. Sebenarnya bukan Jakarta sih, eee Jawa
Barat ke Serang Banten. Kakakku kan di sana kerja sebagai wakil apa ya di agrarian, surat tanah untuk kepengurusan tanah, akte tanah. Di sana
kakakku yang cewek masih kuliah. Kemudian, aku disuruh kursus Bahasa Inggris maupun kursus computer. Kemudian, aku bilang aku kerja aja
karena waktu itu aku kan magang di Hotel Saphira. Tapi di sana 3 bulan, aku nggak betah karena mungkin orang bilang kita masih ke embok -
embokan. Masih inget ibuku terus. Akhirnya, pengen pulang gitu ya. Pengen pulang. Akhirnya, aku pulang. Waktu aku pulang itu, ada lowongan
di Artha Photo dan dia punya yang namanya Delicia Bakery, toko roti. Aku di situ daftar. Eee… banyak banget yang daftar sih. Banyak banget
D3, S1, sedangkan aku cuma setaraf SMA. Tapi dari situ eee aku memberanikan diri. Ya itu tadi PD, memberanikan diri untuk masuk ke situ.
Ternyata dari sekian ratus dan yang diterima cuma 8 orang dan aku masuk di situ. Kemudian, di situ aku kerja sampai 2 tahun dan aku sudah bisa
beli-beli apa, beli motor, beli segala macem. Ya seperti biasa, setiap malam ngaprak gitu ya. Akhirnya dandan-dandan gitu. kemudian, dari 2
tahun itu aku ada lowongan di Dunkin Donuts. Waktu itu di Delicia aku cuma jadi pastry, di front liner juga sih, waiter. Di Dunkin ini aku coba
94
masuk dan diterima harus training ke Jakarta selama 6 bulan. Dan aku kerja di situ sampai kurang lebih 5 tahun. 5 tahun aku jadi kasir. Nah,
pengalaman itu sangat menarik karena waktu aku di Jakarta ternyata ada teman waria juga. Jadi, siang kerja di Dunkin, malamnya nyebong. Aku
diajak waktu itu. Dari situ aku belajar. Nah, dengan berjalannya waktu ya lama-lama aku pengennya dandan dari rumah. Setelah pulang ke Jogja
itu, dandan dari rumah. Akhirnya, orang tuaku tahu. Pertama sih cuma pakai sepatu tinggi high heels. Kemudian, pakai jeans, pakai kaos ketat
gini. Kemudian, pakai jaket. Dandan tipis bedak biasa. Tapi lama-kelamaan eee pakai tetek dari rumah. Kemudian, pakai wik dari rumah gitu
kan. Akhirnya, ibuku juga tahu. Waktu itu aku diajak ngobrol sama adik-adikku juga. Bapakku bilang “kamu dandan nggak papa, kamu ngapa-
ngapain nggak boleh. Itu hak kamu. Sifat dan karakter seseorang itu memang tidak bisa dirubah kecuali dari diri kamu sendiri. Kamu boleh kayak
gitu tapi satu hal, kamu tidak boleh berhubungan dengan polisi. Dalam arti kata tidak terlibat dengan yang namanya apa ya, kriminalisme. Ya
entah itu menggunakan narkoba, entah itu perkelahian, entah perjudian, entah itu miras”. Bapakku selalu mengingatkan itu dan aku yak arena dia
sudah mengijinkan seperti ini, aku harus memberikan yang terbaik buat mereka juga, buar orang tuaku juga. Waktu itu aku terus kerja di Dunkin
juga kadang-kadang bantu orang tua juga sih. Waktu itu pertama dapat gaji dari Delicia itu aku sempat ngobrol sama bapakku bahwa “Pak, mbok
lantainya ini diganti eee apa tege yang warnanya putih ?”
Keramik ?
“He’e keramik yang warnanya putih”. Dari situ bapakku bilang, “memang kamu punya duit berapa ?” “Ya ada sedikit”. “Ah besok aja kalau udah
ngumpul”. Nah, waktu itu aku jengkel. Cuma mau benahin rumah kok pakai di ini sih, entar malah duitnya habis lagi. Akhirnya, bener duitnya
habis tak buat foya-foya. Buat beli baju, beli sepatu segala macam. Akhirnya, bapakku bilang “jadi nggak ?” “Ah duitnya udah habis”, aku bilang
gitu. Tapi aku ngumpulin lagi dan akhirnya tercapai juga ikut bangun rumah. Akhirnya bapakku bikin rumah ini juga nyaman. Biar aku juga
seneng tinggal di rumah. Selama di Dunkin, teman-teman juga tahu kalau aku waria. Bahkan mereka seneng kalau 1 shift sama aku, 1 counter
sama aku karena waktu di Dunkin itu aku jadi orang yang paling nomer 1 untuk apa ya, menarik tamu dalam arti kata mencari pelanggan dengan
95
senyum. Jadi, setiap ada masalah apapun aku tuh nggak pernah yang namanya marah. Kalau dibilang apa, ya senyum aja. Ya senyum aja. Waktu
itu memang jadi the best smiling gitu ya. Ada yang the best employee 1,2,3.
Oh dikasi penghargaan ?
He’e dikasi penghargaan. Waktu itu aku the best smiling. Orang yang paling banyak senyum. Di Dunkin itu aku selama 5 tahun. Kemudian, aku
berhenti karena capek. Selama 1 tahun belajar salon. Belajar salon, belajar salon sama temenku. Kemudian, aku berpikir bagaimana supaya
caranya dapet alat-alat salon. Dan salah satu caranya harus bekerja lagi. Tapi waktu itu rambutku sudah panjang karena 1 tahun nggak tak potong
dan tak bonding lagi karena aku kan belajar salon sama temenku. Kemudian, aku lihat-lihat koran. Akhirnya, ada sebuah lowongan. Lowongan
pekerjaan, di situ membutuhkan pramuniaga untuk ATK, alat tulis kantor. Sebenarnya yang punya 3 serangkai tapi mendirikan baru namanya
toko buku alphabet. Waktu itu ada di Seturan depan STIE persis. Di sana mereka butuh 17 orang, pramuniaga laki-laki perempuan, kasir dan
entry data. Nah, pas di situ aku tuh daftar. Waktu itu rambutku kan udah panjang nih, cuma tak sisir ke belakang dan di situ aku wawancara.
Kemudian, yang wawancara kan yang punya. Dia melihat CV ku itu “kamu pengalaman jadi kasir banyak banget. Kenapa nggak nglamar jadi
kasir aja ?” Aku bilang, “di situ kasir kan cuma laki-laki dan perempuan”. Eh perempuan, waktu itu perempuan sedangkan saya laki-laki. Aku
pertama bilang gitu. “ “Tapi kalau kamu jadi kasir mau nggak ?” “Ya mau juga sih kalau memang harus”. Dia tanya, “kamu ada yang mau
ditanyain nggak ?” Waktu itu aku pengakuan. “Sebenarnya gini buk, saya sebenarnya waria buk”. Aku bilang gitu. “Rambut saya aja panjang”.
Waktu itu tak warna merah gini juga. “Saya sebenarnya waria buk. Eee… Mungkin itu adalah pilihan ibu. Kalau ibu masih mau pakai saya, saya
memintanya ya apa adanya seperti ini. Seperti diri saya sendiri seperti ini karena saya akan sangat nyaman dengan apa yang ada di diri saya.
Kalau saya paksakan, kerja itu nggak akan tenang”. Aku bilang gitu. Kebetulan waktu itu yang punyaitu bilang, “kamu mau waria, kamu laki-
laki, kamu perempuan, kamu mau lesbi, itu bukan menjadi masalah buat aku. Yang penting kinerja kamu bagus”. Dari kepercayaan itu kemudian
saya timbul eee timbal balik yang harus saya berikan ke yang empunya ini. Waktu itu aku memang jadi kasir. Kemudian, baru 2 hari jadi kasir,
96
kemungkinan aku tuh cepet. Kemudian, aku tuh banyak yang namanya mahasiswa-mahasiswa itu seneng gitu lho kalau tak layanin. Waktu itu
aku juga sebenarnya kalau malam itu kerja di Gudang Musik sebagai waiter. Dulu aku jadi waiter di situ plus marketing. Mereka banyak minta
invitation dari aku. Jadi, aku banyak banget teman-teman mahasiswa itu. Entah dari UPN, entah YKPN. Si bos ini heran, “kok kamu baru
beberapa minggu di sini kok temenmu banyak banget ?” “Iya buk, sebenarnya saya juga marketingnya Gudang Musik. Aku suka bagi-bagi ini
invitation undang-undangan untuk event-event tertentu. Aku juga jadi waiternya di sana kalau malam”. “Oh, bagus juga ya”. Dia bilang gitu.
Kemudian, si bos ini mengangkat aku untuk jadi staf kantor untuk input data. Tapi aku menolak karena aku baru beberapa hari di situ kok jadi
staf. Takutnya kalau ada kecemburuan sosial daintara teman-teman staf yang sudah lama. Itu nggak masalah. Akhirnya, bos ini juga bilang sama
aku, “sekarang gini aja, kamu tetep jadi kasir di depan. Kalau ada customer atau pelanggan yang beli di sini, kamu langsung diinput datanya”.
Jadi, diparalel. Diparalel komputernya. Aku hampir selama 2 tahun ya ngumpulin duit. Udah nyicil beli-beli alat-alat salon. Setelah 2 tahun, aku
keluar waktu itu. Nah, si bos ini merasa kehilangan banget karena memang system penjualanku bagus. Bukannya aku in sendiri ya, tapi memang
dia menilainya gitu. Sampai waktu itu aku disuruh keluar jadi kasir tapi jadi marketingnya. Cari duit sendiri gitu lho. Tapi aku nggak mau waktu
itu. Memang sih kalau jadi kayak marketing atau sales untuk menawarkan barang ke setiap counter atau toko memang duitnya buat aku sendiri.
Tapi aku berpikirnya di situ nanti kalau ujan deras dan segala macem gitu ya. Aku terus berpikir nggak usah aja lah. Akhirnya, 2 tahun itu aku
keluar dan buka salon waktu itu. Buka salon dari tahun 2001 kalau nggak salah sampai sekarang. Kemudian, waktu itu adekku tuh kerja di
restoran, kedai steak yang jual steak-steak gitu ya. Ada pizza nya juga sih. Nah, waktu itu adekku tuh bilang sama aku bahwa “kamu mau nggak
kerja gitu ya tapi back liner, jadi kamu di dapur”. “Emang boleh ? Rambutku udah panjang”. Panjang banget rambutku waktu itu ya. Udah
panjang. “Gini aja, kalau misalnya kamu diterima, nanti kamu tawar menawar masalah rambut gitu”. Akhirnya, waktu itu aku wawancara bener.
Dan yang punya ini kan, dia bilang gini eee lihat CV ku bagus juga. Waktu di Delicia aku kan jadi pastry. Nah, kebetulan dia sendiri butuh untuk
membuat croissant, untuk membuat burgerban gitu ya, untuk hamburgernya. Dari situ aku bilang “iya, dulu saya pernah kerja jadi pastry”. Aku
bilang gitu. “Wah bagus ini”, dia bilang gitu. “Kalau mau kerja nggak ? Mau kerja di sini ?” Dia nawarin gitu. Eee… “Saya sih mau-mau aja.
97
Tapi 1 hal pak”. “Kenapa ?” “Gimana dengan rambut saya yang panjang ?” Aku kan waktu itu bilang gitu. rambut saya yang panjang. Kemudian,
tak warna merah juga waktu itu. “Saya sebenarnya waria pak”. “Oh, bukan menjadi masalah. Kamu kan di back liner juga, di dapur nggak keluar.
Asalkan kerjamu bagus bukan masalah buat aku”. Akhirnya, aku masuk juga. Mungkin 1001 ya orang yang bisa menerima waria di sektor ini ya.
Eee… waktu itu aku terus kerja suma sampai 6 bulan karena waktu itu aku masih konsen di salon gitu ya. Dan akhirnya waktu itu aku keluar.
Eee… Ikut ke Kebaya ini sampai sekarang. Kebaya dulu aku pertama sih juga jadi relawannya PKBI ya waktu itu. Waktu itu aku ikut pelatihan-
pelatihan. Kemudian, Mbok Vin itu sama Mbak YS itu diajak untuk pelatihan capacity building dari UNA finding. Waktu itu aku diajak dari
komunitas youth ya untuk generasi penerus. Untuk yang muda, perwakilan yang muda. Waktu itu aku ikut dan setahun berjalan aku jadi petugas
lapangan. Kemudian, kita mengalami masa transisi selama… Selama hampir 8 bulan ya. Terus kemudian turun, kita turun finding eee dari hivors.
Waktu itu 6 bulan kemudian masa transisi sebenarnya ya. Nggak ada salary yang masuk atau uang kegiatan untuk teman-teman nggak ada karena
memang untuk funding kita belum turun dan masih eee seleksi untuk global fund sekarang. Kita tinggal nunggu sih. Dan sampai sekarang saya
masih di sini jadi relawan Kebaya. Kalau untuk masalah kehidupan sehari-hari. Untuk kehidupan sehari-hari ya sekarang sih aku kos walaupun
aku ada rumah sendiri di rumah. Tapi karena aku punya cowok dan pengen 1 rumah dengan aku dan nggak mau dengan jadi satu dengan
keluargaku karena nggak enak, aku kos sekarang. Aku pacaran terakhir ini udah hampir 2 tahun. Hampir 2 tahun. Walaupun kita mengalami
masa-masa yang sulit. Mengalami lika-liku yang susah dan segala macem. Karena sekarang pun aku juga nggak ada salary, nggak ada gaji dan
segala macem ibaratnya. Tapi ya alhamdulilah job make up, kemudian job-job yang lain kadang-kadang mengalir dengan sendirinya. Jadi,
memang untuk batu loncatanlah ibaratnya. Untuk pemasukan kita, untuk hidup kita. Dan aku pun sekarang kadan aku juga bantu bapakku jualan
di Malioboro untuk hidup. Dan alhamdulilah sekarang lakiku udah mau kerja. Tawaran dari adekku sendiri. Dia tahu kalau aku punya laki dan
lakiku nganggur. Walaupun kemarin sempat kerja tapi udah keluar. Adekku tau “lakimu kan nganggur ni, mau nggak kerja di hotel ?” Boleh tak
tawarin dan kebetulan lakiku mau. Gitu. kalau untuk kehidupan sehari-hari sih biasa. Aku balik ke rumah. Kadang nginep di rumah dan kadang di
kos-kosan dan itu berjalan terus. Dan untuk di Kebaya ini, untuk kegiatan keluar eee akses jaringan keluar. Aku Januari sih kemarin pernah ke
98
Bogor sama mami. Kemudian, kita melakukan kayak studi banding di Bandung walaupun cuma berdua sma mami. Kita melihat bagaimana
kinerja mereka di Yayasan Srikandi Pasundan. Besok Senin itu tanggal 22 aku berangkat ke Surabaya sampai 4 Juli. Itu ada pelatihan yang
namanya gender dan seksualitas. Sebenarnya kita kuliah mengetahui tentang gender dan seksualitas itu apa. Kita belajar. Kan pengetahuan
tentang gender itu kan macem-macem. Besok ini mudah-mudahan dapet. Kita sambil nunggu funding turun aja untuk global fund.
Nah itu tadi kan pe ngalaman secara global. Nah, kalau flash back ke pengalaman masa kecilnya sendiri, bisa lebih dijelaskan ?
Bisa. Aku dalam pengalaman masa kecil ini tidak begitu menyedihkan. Hehehe… Iya bener lho. Karena aku diterima di keluarga gitu ya.
Mungkin ya aku sih member timbal balik. Mungkin dalam hal di kampung. Kalau masa-masa kecil sih ya mungkin sepert waria -waria pada
umumnya. Cuma 1001 seperti aku gitu ya. Tidak harus lari dari rumah. Kan ada nih, teman-teman yang lari dari rumah. Itu masih SMP, entah
SMA. Ya paling teman-teman lari tuh SMP udah menunjukkan jati dirinya bahwa dia seorang waria dan harus lari dari rumah karena ditentang
oleh orang tua. Kalau aku nggak. Kalau aku dari kecil tuh apa ya. Tidak pernah mendapatkan kekerasan dari keluarga bahkan aku setiap
mempunyai keinginan selalu didukung. Salah satu contohnya misalnya aku pengen usaha. Waktu itu aku pengen usaha bikin eee masih SMA sih
sebenarnya bikin kaos gitu ya. Untuk dititipin ke Mirota, dititipin ke ini. Didukung sama orang tuaku. Kemudia n, kerja -kerja ya didukung. Misal
aku nggak punya uang saku ya masih dikasi sama orang tua. Jadi, pengalaman masa kecil itu sebenarnya pengalaman yang menyenangkan ya.
Aku sekolah ya seperti saudaraku semua. Tidak ada perbedaan sama sekali. Dia dibeliin ba ju, aku dibeliin baju. Dia dibeliin sepeda, aku juga
dibeliin. Justru, saat aku menginjak dewasa, aku bisa kerja sendiri, aku bisa membantu orang tua. Itu lebih apa ya kebanggaan sendiri buat aku,
bisa membahagiakan orang tua. Waktu itu kerja pertama kali aku beliin magic jar ibuku dengan harga waktu itu 120. Aku masih inget banget.
Waktu itu pertama kali magic jar keluar. Merknya Yongma, bukan lap top lho. Hehehe… Aku seneng banget. Kalau di masyarakat gitu ya, aku
lebih sering dimintain bantuan. Seperti kalau 17 Agustus. Selalu disuruh yang ngajarin pentas-pentas, dance atau sebagainya itu ya. Itu sering
banget dan mereka kalau mau apa ya mengejek atau mendiskriminasikan dalam bentuk apapun ya sungkan karena aku selalu member yang
99
terbaik juga buat kampung gitu kan. Oh, dia selalu terlibat di kampung. Oh, dia selalu terlibat di kegiatan ini dan itu aku tunjukkan juga. Mungkin
malah akhir-akhir ini yak arena aku jarang keluar dan banyak brondong-brondong, banyak pemabuk-pemabuk yang kadang nongkrong di
perkampunganku. Pernah sih aku mendapatkan apa ya sampai di lempar batu. Aku sampai yang mendapatkan apa ya sampai di lempar batu. Aku
sampai yang marah-marah tak laporin ke polisi.
Iya. Dia harus ngapel dalam arti kata dia absen apel gitu ya. Dia harus wajib lapor jadi tahanan luar karena aku pikir mereka meremehkan waria.
Aku bilang bahwa jangan dikira saya nggak berani sama seseorang. Di sini hukum pun berlaku dan masih banyak lembaga-lembaga LBH yang
mau bantu kita kok. Sekarang udah nggak ada lagi ya dan justru waktu aku pulang itu, aku disuruh ngajarin bagaimana sih caranya bikin
kelompok yang nantinya eee bisa mengajarkan sesuatu. Ya aku bilang bahwa harus punya visi misi dulu kalau mau bikin itu. Walaupun aku
sendiri baru belajar juga. Kita sekarang baru belajar tentang pengorganisasian. Kemarin udah dapet sih tapi sekarang buat pemantapan gitu.
sekarang lebih ke diskusi. Itu memang sangat penting banget. Memang sangat penting banget. Kemarin waktu di kampung disuruh ikut untuk
memberdayakan ibu-ibu yang ada di kampung. Pengen banget sebenarnya, cuma waktunya yang nggak bisa, kesedot di sini. Karena udah konsen
di sini.
Jadi, sebenarnya pengalaman diskriminasi kalau dari kecil sampai sekarang tidak berat-berat banget ya ?
He’em. Kalau dari media, media cetak ataupun mungkin media elektronik seperti TV, waria langsung ngomong sendiri mungkin bisa dipercaya.
Tapi kalau udah melalui media cetak, kadang-kadang eee apa ya dilebih-lebihkan lah. kadang-kadang dilebih-lebihkan. Aduh terlalu dibuat-buat.
Terlalu ini banget gitu ya dan memang harusnya yang bisa memberikan informasi waria atau informasi apapun tentang waria ya harusnya si
100
pelaku sendiri, waria sendiri. Waktu aku melihat debat di salah satu stasiun TV itu dan itu melibatkan ngobrolin antara MUI atau apa ya, aku
lupa. MUI dengan keberadaan waria, tayangan waria di TV. Waktu itu sebenarnya saya juga tidak setuju karena yang ditampilkan di situ bukan
warianya tapi gay-gay nya, wakil-wakilnya. Jadi, apa gunanya menampilkan debat seperti itu kalau nggak ada warianya sendiri. Harusnya
memang dari warianya sendiri aku pikir karena yang tahu permasalahan di waria itu ya warianya sendiri. Jadi, kalau misalnya melihat di media
cetak kadang-kadang kayaknya dilebih-lebihkan dan mungkin karena aku berbeda dari waria -waria yang lain.
Iya, mungkin diterima. Jadi, aku jarang mendapatkan diskriminasi dan mungkin karena aku orangnya PD. Boleh dibilang malah over PD.
Hehehe… Tapi aku tahu batasan. Salah satu contohnya ya mungkin banyak waria yang bilang banyak diskriminasi waria di sektor formal. Tapi
saya dulu bisa masuk ke sana, bahkan waktu saya sudah jadi waria. Sekarang yang menjadikan pertanyaanku malah aku balik. Apakah ada
sekarang waria yang mencoba untuk melamar sektor formal dengan kondisinya yang memang dia waria ? Ya itu tadi, yang aku bilang bahwa PD
itu nomer satu. Walaupun di situ yang dibutuhkan laki-laki dan perempuan, kalau kita sudah waria, dandan waria, kita coba masuk gitu ya. Apa
tanggapan mereka. Kalau mereka bilangnya di sini cuma butuhnya laki-laki dan perempuan, itu baru namanya diskriminasi. Toh, kita bisa
memunculkan kalau kita mampu. Kita kerja bukan pakai jenis kelamin tapi kerja pakai otak, pakai tenaga, pikiran. Kalau kita sendiri memang apa
ya, diskriminasi nggak banget-banget gitu lho karena mungkin aku ya, seperti yang aku bilang 1001 kayak aku. Bisa diterima, kadang-kadang
pernah diterima di sektor formal juga dan mungkin memang kebanyakan nggak diterima. Teman-teman waria tidak diterima. Sebenarnya asalkan
kita bisa bawa diri. Bawa diri itu yang kedua. Ke satu PD, yang kedua bawa diri. Kalau kita sebagai waria sudah diterima ni di sektor formal tapi
kita membuat onar, membuat gaduh, menimbulkan hal-hal yang negatif, itu akan menimbulkan diskriminasi ke semua waria. Oh ternyata waria
kalau diterima di kerja seperti ini ternyata orangnya bertingkah seperti ini. Nah, istilahnya gebyah uyah, di sama ratakan. Padahal semua nggak
kayak gitu. Cuma mungkin sifatnya kayak gitu. Nah, itu kembali ke warianya juga. Cara bawa diri, tingkah laku atau apapun itu memang dari
101
warianya sendiri. Jadi, semuanya balik lagi ke kita.
Jadi, kalau boleh disimpulkan pengalaman diskriminasi selama ini nggak parah-parah banget ya ? Semuanya dibawa enak
gitu ya ?
Iya. Kalau aku lebih simple, yang enak. Cuma secara global, semua mengalami gitu. Tapi kalau untuk secara pribadi sih eee nggak
terlalu ini banget sih.
Tapi ada nggak kalau waktu kecil, temannya teriak-teriak ngatain gitu ?
Iya sih, paling cuma kayak gitu aja dan itu wajar ya dan aku bilang mungkin kalau kecil tidak bisa membedakan mana yang bagus,
mana yang baik, mana yang bener. Ya bisa sih, cuma waktu itu aku memang pada dasarnya masa bodoh gitu ya. Masa bodoh. Orang
mau anggep aku banci atau apa ya ini aku. Udah tahu banci, ngapain teriak-teriak. Ya kamu rugi sendiri. Aku waktu itu kayak gitu.
Kecuali kalau dia teriak sama mukul aku. Nggak usah mukul deh. Waktu itu aku mau masuk ke gang rumahku ada jalan besa dan di
situ bisa buat main bola. Banyak anak laki- laki, cowok gitu kan pada main bola di situ. Kalau aku lewat di situ, aku sering diteriakin
banci-banci. Aku tak diemin aja karena aku merasa nggak dirugikan. Aku memang banci kok terus mau apa. Kalau aku bukan banci,
ya aku marah. Waktu itu aku lewat, sore ya, naek motor. Eee kok ada yang bilang banci terus daun kelor disebarin ke mukaku. Aku
marah besar karena selama ini aku diteriakin apapun, aku nggak marah. Motor langsung tak berhentiin terus tak tempeleng. Aku tuh
orangnya sabar, nggak pernah nyakitin kalian. Tapi kalian sendiri yang memulai. Aku bilang gitu. Saya nggak bisa seperti ini. Kalau
102
kalian memang sudah menyakiti ragaku tetep tak bales. Sampai kalian lari kemanapun tetap tak bales. Sampai lari ke rumah pun tetap
tak kejar. Aku bilang gitu. udah tak pukul 2 kali sampai jatuh. Terus sekarang kalau aku lewat, mereka pada minggir. Setiap aku
lewat, mereka pada minggir. Jadi, secara umum kalau diskriminasi aku sih nggak terlalu. Apalagi sekarang sudah kerja di sini. Sudah
layak mengenal orang dan dikenal orang. Hehehe… Nggak sih, lebih banyak mengenal orang.
103
WAWANCARA TAHAP 3
Kan kemarin itu kalau bisa dilihat itu, kan aku bagi antara masa kecil dan masa dewasa tentang pengalaman diskriminasi.
Kan Mbak Arum bilang kalau pengalamannya cuma secara global aja. Nah, kalau masa kecil cuma diskriminasi secara
verbal doing, cuma diteriakin banci banci. Saat itu, kan Mbak Arum cuek karena Mbak Arum kan memang mengakui gitu
kan. Tapi kan waktu dewasa ada diskriminasi lain, yaitu kekerasan fisik. Yang mau ditanyain itu eee ada nggak figur-figur
yang membuat Mbak Arum itu cuek, menanggapinya masa bodoh. Kira-kira ada nggak figur yang berperan ?
Sebenarnya kalau aku nggak ya. Itu timbul dari dalam hati nuraniku sendiri karena aku memang udah menerima kalau aku waria. aku
bisa cuek karena memang dari dalam hatiku. Aku memang orangnya cuek. Mungkin karena aku bercerminnya dari orang-orang yang
aku nggak bisa nyebutin siapa gitu ya. Yang pasti kadang-kadang ketemu orang yang low profile, sabar menghadapi masalah. Jadi,
aku pengen seperti itu. Misalnya aku lihat orang di jalan atau di rumah atau dimanapun. Ini orang dimaki-maki tapi dia menerimanya
dengan sabar, tenang gitu. Jadi, aku mencontoh seperti itu karena akan percuma juga kalau ditanggapi dengan keras atau
semacamnya.
Oh… Terus Mbak Arum punya pandangan apa tentang orang-orang yang mendiskriminasikan waria ?
Jadi gini, kenapa mereka selalu mendiskriminasikan waria. Satu hal mungkin karena mereka itu belum tahu tentang waria. Jadi,
sebisa mungkin aku sebagai waria mensosialisasikan tentang siapa, mengapa ada waria kepada masyarakat yang sudah tahu maupun
yang belum, seperti itu. Ya kalau mereka memang mendiskriminasikan waria karena memang belum tahu ya itu wajar. Tapi kalau
104
mereka udah tahu tapi tetap aja mendiskriminasi ya itu menurutku harus ibaratnya perlu kita diperangi supaya mereka bisa menerima
waria.
Selama ini kan Mbak Arum itu kan orangnya pede dan bisa dikatakan berguna di masyarakat, di keluarga. Nah, apakah itu
merupakan suatu cara agar bisa diterima di masyarakat ?
Menurutku pede itu modal utama dalam hidup karena tanpa pede kita nggak bisa ngapa-ngapain. Gak usah waria, laki- laki sama
perempuan sama aja. Misalnya kalau kita melamar pekerjaan tapi nggak pede ya dengan ini, walaupun pinter tapi kok nggak pede.
Berarti pede itu sangat penting. Kemudian, kalau kita udah punya pede dan kita mampu menunjukkan berarti itu membuktikan kalau
kita mampu melakukan sesuatu hal yang bisa membuktikan bahwa waria juga berkarya, nggak cuma laki- laki dan perempuan saja.
Itu saja.
Kebanyakan kan waria yang punya prestasi, barulah masyarakat mengakui, menghargai.
Mungkin secara langsung ya untuk menunjukkan ke masyarakat bahwa waria juga mampu gitu ?
Iya, kan kita bisa seperti yang lain. Justru kalau mereka ada acara, kita masuk. Dengan catatan kita juga melalui jalur, tidak
105
melenceng atau menyimpang dari jalur. Kalau mereka membuka untuk umum berarti kan waria masuk juga, tidak hanya laki- laki dan
perempuan.
Berarti bisa dikatakan aku harus menunjukkan sesuatu agar menunjukkan aku bisa dan secara langsung diskriminasi
berkurang gitu ?
Iya, dengan kita menunjukkan sisi baik tentang waria di masyarakat itu akan mengurangi stigma atau diskriminasi yang buruk
terhadap waria itu sendiri. Tergantung kita harus membawa diri. Misalnya, kita diterima di suatu pekerjaan, di sektor formal misalnya
ya makanya kita harus menunjukkan kalau kita memang mampu dan bertanggung jawab. Kalau nggak ya orang bisa punya pikiran oh
kok kayak gitu.
Oh, ya gini, kan dari kecil itu Mbak Arum udah mengalami diskriminasi. Nah, terus ada nggak sih pengalaman masa kecil
yang mempengaruhi Mbak Arum hingga saat ini dalam kaitannya dengan pengalaman masa kecil ?
Kalau aku nggak ada sih. Kalau sampai sekarang sih gini, kalau ada orang ngajak debat secara argument sih tak layani, tapi kalau
secara kekerasan fisik ya jelas nggak ya. Cuma kalau yang pernah terjadi itu ya aku terus nggak mau ikut kegiatan. Biasanya kan jadi
MC di tujuh belasan. Aku jadi nggak mau karena ada kasus diskriminasi gitu. Tapi aku nggak bilang karena itu, aku cuma bilang biar
ngasi kesempatan yang lain aja gitu.
106
Kalau kaitannya dengan cara mengatasi pengalaman diskriminasi ?
Jadi gini, sering ya orang bilang banci banci banci. Sebenarnya gini ya aku kayak hukum alam, apa namanya. Misalnya kamu
menjahati kau, kamu akan mendapatkan ini juga. Itu apa namanya, aku lupa. Aku cuma kepikiran itu terus. Hukum karma. jadi,
kalaupun ada seseorang yang mengatain aku, aku yakin suatu saat aku tetap tertolong oleh apapun. Hukum karma menurutku tetap
berlaku. Setiap orang yang melakukan tindakan yang merugikan pasti akan mendapat balasannya.
107
WAWANCARA TAHAP 1 & 2
Aku minta Mbak… Mbak Rully ya nyritain pengalamannya dari masa kecil sampai sekarang. Terserah mau pengalaman
yang nyenengin, nyedihin, pengalaman yang apa terserah.
Ya ehm, nama saya Rully Malay. Saya lahir pada tanggal 24 Maret tahun 1963 di kota Surabaya tepatnya di Tanjung Balai Perak dan
saya eee menjalani masa kecil saya di kota Surabaya hingga pada eee usia SLTP saya baru pindah ke Sulawesi. Saya tinggal dengan
eee seorang ibu tanpa bapak karena bapak saya meninggal di saat saya baru 9 bulan di kandungan ibu saya dan ketika saya lahir, saya
sudah tidak melihat bapak saya. Sejak kecil, memang saya sudah menjalani hidup sebagai waria di mana pada saat itu banyak sekali
teman-teman seusia saya yang sering mengejek kalau banci atau bencong. Bisanya mereka suka mengejek saya dan eee apa namanya
ya berakhir dengan keributan biasanya, tapi ibu saya selalu memberikan pengertian. Biasanya, ibu saya memanggil teman-teman saya
baru dikasihkan pemahaman. Biasanya seperti itu. Kemudian, sejak saya masuk sekolah dasar, eh sekolah taman kanak-kanak di TK
Barunawati. Itu pada sekitar tahun 69. Di TK Barunawati saya mulai mendapat eee tempat penerimaan di lingkungan sekolah,
khususnya dari guru-guru saya yang eee ya mungkin secara apa namanya psikologis, mereka sudah mulai memahami lewat ibu saya
yang senantiasa berusaha memberikan pemahaman kepada mereka agar bisa menerima keadaan saya dan mulai pada waktu itu tidak
banyak lagi teman-teman saya yang mengejek. Namun, satu dua tentunya yang terutama anak-anak di lingkungan kampung tetap saja
berperilaku seperti itu. Kemudian, di tahun apa ya, tamat SD sekitar tahun 75 apa ya, eh 76, saya masuk ke SMP Negeri 1 Perak di
Surabaya. Pada saat itulah saya semakin bisa bersosialisasi dengan lingkungan pendidikan saya walaupun kondisi saya sangat
berbeda dengan mereka dan waktu itu mayoritas teman-temanku adalah perempuan. Mereka lebih bisa menerima daripada teman-
teman laki- laki. Dan yang paling eee monumental adalah ketika saya naik kelas 2 dan saya terpilih menjadi ketua OSIS Negeri 1
108
Perak Surabaya. Waktu itu, melalui pemilihan yang cukup seru sekali dan sangat demokratis dan saya terpilih hampir mutlak,
menang mutlak dari voting itu. Di situlah teman-teman mulai menghormati, menaruh rasa hormat dan segan terhadap saya.
Kemudian, hingga tamat sekolah saya cukup aktif sekali dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah sampai dengan saya tamat di
SMP Negeri 1 Perak. Habis itu saya pindah ke Sulawesi karena ibu saya pindah tugas mengajar. Beliau adalah Guru di SPG Negeri
Surabaya dan dipindahkan ke Sulawesi Selatan tepatnya di Majene. Di sana menjadi kepala sekolah di SPG Negeri di Majene sampai
dengan saya tamat eee sekolah guru sekitar tahun eee 81. Dan eee pengalaman yang menarik selama di apa namanya sekolah
menengah tingkat atas setingkat SLTA waktu itu SPG, sekolah guru, sekolah pendidikan guru. Jadi saya lagi- lagi di SPG itu menjadi
ketua OSIS. Begitu saya pindah itu ada pemilihan. Dan di kelas saya itu semuanya perempuan. Hanya ada 2 orang siswa laki- laki.
Salah satunya Andi Bajo, dia menjadi guru SD di salah satu SD di daerah Pinarang dan saya setamat dari situ diangkat di daerah luar
pulau di Sumba. Pada saat itulah saya pertama kali keluar menjalankan tugas sebagai guru di SD Negeri Legeo di Sumba Barat.
Waktu itu saya naik pesawat dari Ujung Pandang ke eee apa namanya Komodo. Dari Komodo saya baru pindah ke aduh betapa saya
merasakan apa terisolasi sekali dengan kehidupan. Ya karena di sana apalagi lingkungan baru yang sama sekali asing eee apa dengan
dunia waria. Aduh… Saya merasa sekali betapa apa namanya banyak sekali orang seperti yang meremehkan dan terasa ada sampai
murid- murid saya seperti mengejek jadi eee dan saya begitu tidak betah. Saya paksakan, saya mengabdikan diri sebagai guru sampai
2 tahun, sampai selesai pra jabatan dan setahun kemudian saya menjalani tugas tersebut. Hingga pada akhirnya saya meminta
permohonan pengunduran diri ke BKAKN 2 di Surabaya. Tetapi ternyata permohonan saya tersebut ditolak oleh BKAKN. Terpaksa
saya menghadap ke Kakanwil Depdikbud Nusa Tenggara Timur di Kupang. Dan pada saat yang sama saya juga ditolak untuk
mengundurkan diri. Karena saya sudah kehabisan jalan, lalu saya melakukan resign, mengundurkan diri secara sepihak lalu saya
memutuskan pulang ke Majene dan seterusnya saya pindah ke Jogjakarta. Di Jogjakarta saya mulai awal tahun 83.
109
Woo, lama banget..
Iya. Saya mencoba belajar di salah satu perguruan tinggi seni. Di Akademi Seni Tari Indonesia yang di Karang Malang yang
sekarang menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. Pada saat itu, saya diterima di jurusan tari. Tari jawa klasik, gaya Surakarta, gaya
Jogjakarta. Saya menekuni bidang tari. Untuk memperdalam itu semua, saya sambil belajar di beberapa sanggar seni seperti di
tempatnya Pak Bagong Kusudiardjo dan Romo Wisnu Wardana di Mantrijeron. Kemudian, tahun 86 saya menyelesaikan studi di
ASTI dan saya memulai menjalani kehidupan saya di dunia volunteer yang sebetulnya sudah saya tekuni sejak 1983, yaitu saya
menjadi pengamen jalanan. Jadi di saat saya menjadi mahasiswa di ASTI, saya sudah mulai kehidupan menjadi seorang pengamen
dan disitulah saya menemukan finding dari luar. Jadi, ada finding dari luar yang memberikan support untuk melakukan apa namanya
ya untuk mengemban misi pendidikan untuk tetap bisa mengajar walaupun tidak lagi dalam di dinas depdiknas dan pada saat itu kami
mencapai kata kesepakatan untuk membuat sebuah perjanjian eee apa namanya anatara beliau dengan saya karena itu adalah finding
atas nama pribadi, yaitu seorang dokter dari Frankfurt. Dia dari Jerman tetapi dia sangat paham tentang Indonesia dan dia sangat
paham tentang dunia anak-anak jalanan. Boleh dicut sebentar?
Boleh…
(Mbak Rully keluar ruangan sejenak untuk menelepon)
110
Sejak saya berkomitmen untuk menandatanga ni perjanjian kerjasama dengan salah seorang finding, saya betul-betul mencoba untuk
mengimplementasikan kemampuan saya sebagai pengajar dan bagaimana saya mentransformasikan pengetahuan yang saya miliki
kepada anak-anak seusia sekolah, yaitu kurang lebih usia 7 sampai 15 tahun karena awal-awal itu lingkup kerja saya adalah anak-
anak. Yang menjadi target saya adalah anak-anak yang hidup di jalan tetapi mereka eee udah putus sekolah dan diantaranya ada yang
sudah tidak memiliki orang tua lagi. Kebetulan saya eee berprofesi sebagai pengamen, jadi saya dengan mudah bisa menemukan
anak-anak jalanan. Dan saya bisa langsung untuk bisa memberikan pengajaran kepada mereka tentunya dengan apa namanya metode
pengajaran yang bebas, yang saya sesuaikan dengan minat, kemampuan dan tentu saja sikon, situasi dan kondisi di mana mereka
berada. Dan mereka eee saya kira tidak merasakan secara formal. Bahkan ada yang tidak tahu misi yang saya emban, tugas yang saya
emban, mereka tidak faham. Artinya, saya melakukan itu dengan eee terprogram dan tentu saja fokus dan titik berat karena saya
bertanggung jawab pada finding dan daya lakukan secara concern dan berkelanjutan. Sampai sekitar 10 tahun.
Iya cukup lama. Tapi wilayahnya cukup luas dari ujung timur daratan Pulau Jawa, dari Banyuwangi sampai Jakarta. Di apa namanya
di pelabuhan penyeberangan ke Sumatra. Jadi, eee jangkauan saya cukup luas di situ karena tentunya saya tidak sendiri. Tanpa
dibantu oleh perangkat dan sistem, maka saya mengajak eee beberapa rekan-rekan diperguruan tinggi yang juga concern terhadap di
masalah pendidikan, terutama mereka sekali yang sedang PPL di semester akhir untuk Fakultas Ilmu Pendidikan. Dan banyak sekali
tema-teman dari IKIP Malang dari eee IKIP Jogjakarta dan IKIP Bandung. Pada saat itulah saya memiliki sebuah teamwork dan saya
sangat senang sekali karena bisa berjejaring dengan mereka, sehingga jangkauan saya bisa menjadi lebih banyak dan tugas-tugas
111
menjadi lebih ringan. Dan eee selama program itu berjalan, alhamdulilah saya tidak eee, maksudnya kuliah saya tidak terbengkalai.
Saya bisa menyelesaikan studi. Program itu tetap bisa berjalan dan saya tetap bisa mengamen dengan profesi saya. Dan mulai tahun
1987 ke atas eee karena saya mulai banyak mengerjakan program, tidak saja ada di situ tetapi juga dari salah satu lembaga
internasional yang concern di bidang pengembangan lingkungan hidup. Di situ saya mengenal ada JICA, ada OISKA internasional.
Dan saya baru memulai concern terhadap program-program OISKA 10 tahun kemudian ketika pekerjaan saya di apa namanya
dengan finding pribadi ini selesai sesuai dengan komitmen saya dan baru tahun 1993 itu terealisasi saya masuk di OISKA Indonesia.
Saya menjadi salah satu pemrakarsa program CFP Children Forest Program. Itu merupakan hasil riset saya dengan salah seorang
teman dari Jepang MR. Taichi Ono. Beliau adalah direktur apa namanya OISKA Indonesia yang juga merupakan eee apa namanya
pimpinan di pusat training OISKA itu. Di situ saya menjalankan program Children Forest Program eee dan program Children Forest
Program itu tidak jauh berbeda dengan program terdahulu sebetulnya. Kita muatannya ke pendidikan, cuma di situ bagaimana
mendidik anak-anak untuk mencintai tanaman dan lingkungan hidup sejak usia dini. Jadi, ke sekolah-sekolah dasar dan ada sekitar
113 sekolah dasar dari Sabang sampai Merauke yang menjalankan program itu. Kita memberikan support berupa ya beasiswa,
kemudian pemberian bantuan untuk pengadaan program eee ini tanaman pohon. Jadi, kita ada semacam proyek, di setiap sekolah kita
mewajibkan mereka menanam 1000 pohon satu sekolah. Jadi dengan targetnya 100 siswa maka sepuluh siswa dan guru memiliki
kewajiban untuk menanam 10 pohon. Kemudiaan iii sekitar sampai 5 tahun program itu berjalan. Dari tahun 1993 sampai tahun 1998
saya eee mendapatkan tugas baru sebagai apa namanya ya aduit untuk keuangan OISKA dan di situ saya mulai mengenal lagi eee apa
jaringan baru di dunia kerja lembaga swadaya masyarakat di mana saya mendapatkan kesempatan untuk banyak belajar eee hal- hal
yang dengan masalah evaluasi dan monitoring kemudian audit dan sebagainya. Dan eee di penghujung tahun 2009 eh 2008, saya
menjadi ketua tim dan monitoring untuk program CFP OISKA Indonesia. Selama 2 tahun masa periode saya ya cukup sibuk sekali.
112
Namun, demikian saya selalu berkesempatan untuk bisa menemui teman-teman waria di seluruh Indonesia terutama sekali yang ada
di Pulau Sulawesi dan saya sempat ikut di kepengurusan waria di Sulawesi dan Surabaya dan sempat vakum cukup lama karena
waktu itu saya diminta oleh salah satu rekan saya dari Australia untuk masuk di Newmoon Nusa Tenggara. Kebetulan ada satu posisi,
yaitu konsultan lingkungan hidup. Kebetulan belaiau mengenal saya sudah cukup lama, sudah hampir 10 tahun dan kami sering
bertemu kalau ada konferensi internasional. Saya sering berangkat dari OISKA Indonesia. Di situ dia minta saya untuk menjadi
konsultan di Newmoon Nusa Tenggara. Beliau itu Mr. David. Dia adalah program manager untuk proyek-proyeknya Newmoon yang
dikawasan Nusa Tenggara Barat. Kebetulan di wilayah Nusa Tenggara Barat, saya kan cukup mengenal masyarakat di eee Sumbawa,
di Taliwang. Nah, dari situlah ada problem karena Newmoon pada saat itu eee bermasalah. Jadi ada semacam demo-demo anti
Amerika yang digalang oleh mahasiswa maupun tokoh masyarakat yang di Taliwang. Jadi, puncaknya itu terjadi semacam, jadi
pemanggilan kembali semua staffnya Newmont yang ada di lokasi untuk kembali dan cukup lama itu sampai 6 builan. Saya tidak
bisa menunggu hal tersebut dan saya memutuskan untuk pulang ke Jogjakarta. Akhirnya, saya membuka sebuah usaha kecil-kecilan,
rentalan computer di daerah Karangkajen. Di daerah Karangkajen tersebut saya memulai usaha kecil-kecilan rentalan yang
mempekerjakan 2 orang, juru ketik dan 1 managemen keuangan. Dan saya sempat meninggalkan mereka kurang lebih 1 tahun. Jadi,
1 tahun itu eee ya bagi saya sebetulnya waktu yang cukup panjang dan ternyata eee tidak terjadi eee apa namanya sinergisitas antara
karyawan saya yang mengelola itu, sehingga usaha itu failed di dalam setahun itu bahkan menyisahkan eee apa namanya kredit yang
membuat saya cukup terbeban. Dan akhirnya saya bisa menyelesaikan itu walaupun saya harus banting setir dengan bekerja apa
namanya partime. Dan sejak tahun eee 2006 saya total udah meninggalkan dunia bisnis dan saya keluar bebas mengamen dan saya
tinggal di jalan dari ya daerah Kediri, Surakarta, ke Jogja, terus Jakarta sampai tahun 2007. Dan di masa vakum itulah saya
membentuk sebuah organisasi komunitas anak jalanan yang bernama eben hezer. Komunitas eben hezer yang didirikannya pada
113
tanggal 27 Oktober tahun 2007 itu menurut akte notaries pendiriannya. Tetapi sebetulnya saya sudah membuat eee apa namanya
rancangan pendirian sejak tahun 2006 itu. Namun, komunikasi yang saya bangun dengan rekan-rekan ya ng ada di jalan terutama
komponen anak-anak yang ada di jalan terus remaja-remaja jalanan yang tersebar di sekitar 17 titik komunitas remaja jalanan kami
melakukan pertemuan yang intensif dan secara berkelanjutan selama kurang lebih 1 tahun itu dan akhirnya terbentuklah komunitas
eben hezer. Dan pada saat yang sama tahun 2007 eee di apa namanya komunitas eben hezer terjadi perkembangan yang cukup pesat,
sehingga saya memutuskan kembali untuk harus tinggal di masyarakat. Kita kembali membuat secretariat di masyarakat. Di situ kita
eee mencoba bergerak memperdayakan anak-anak jalanan, orang tua yang terlantar maupun eee perempuan-perempuan pekerja
seksual di jalan. Pada tahun 2008 itu di LSM kebaya kebetulan kan saya kenal baik dengan mami, beliau meminta kesediaan saya
untuk gabung ke sini. Ya pada prinsipnya saya kira tidak masalah. Karena ini adalah salah satu wadah perjuangan kaum waria dan
saya besedia untuk masuk ke LSM Kebaya. Awalnya bekerja dengan program Hivoz, posisi sebagai coordinator lay support.
Kemudian berkelanjutan dengan program.
Emm, itu tadi kan pengalaman secara global ya mbak. Kalau flash back ke pengalaman masa kecil, bisa lebih dijelaskan
lagi? Hehehe….
Ya. Ada banyak pengalaman pahit yang saya alami secara eee apa namanya ya cukup panjang. Bagaimana eee saya berjuang untuk
bisa diterima sebagai waria. Pertama tentu saja di lingkungan keluarga saya di masa saya tidak berdaya di masa saya kecil ketika
orang-orang mungkin ya belum memperhitungkan saya dalam kapasitas saya sebagai Rully masa kecil. Namun, di situ yang paling
berperan sepertinya adalah ibu saya. Ibu saya mempunyai peran yang cukup besar sekali dimana dia berusaha untuk meyakinkan
114
saudara-saudara saya yang lain bahwa saya bisa apa namanya saya bisa tumbuh dengan wajar di saatnya nanti.
Oh, jadi maksudnya dari ibunya Mbak Rully itu suatu saat Mbak Rully tuh bisa wajarnya tuh maksudnya gimana ?
Bukan, maksudnya dimana suatu saat itu waria akan bisa diterima wajar.
Gak. Hehehe…
Ibu saya sangat memahami tentang hal tersebut. Ya itulah yang terjadi. Kalau pengalaman-pengalaman kekerasan secara verbal saya
kira cukup banyak saya alami terutama sekali di masa- masa ketika saya hidup di jalan. Ada kekerasan fisik. Saya pernah di apa itu di
double stick sampai berdarah di Stasiun Lempuyangan. Waktu masih di Surabaya kita ada perkelahian massal dengan kelompok
agamis dan ya ada beberapa tekanan dari masyarakat tertentu yang tidak bisa menerima waria kayak kita. Kemudian, saya kira yang
paling berkesan adalah eee ketika eee apa namanya lingkungan anak-anak seusia saya itu sulit menerima eksistensi waria. Jadi,
ternyata itu membutuhkan penyesuaian secara khusus sekali. Jadi butuh kemampuan kita secara integral untuk bisa menyesuaikan
diri dengan kondisi dimana kita eee berada pada saat itu. Seperti halnya pada waktu itu kan saya masih usia sekolah dan otomatis
saya tidak mempunyai kekuatan. Ketika saya dandan pun, eee apa namanya tidak ada perlindungan hukum kepada saya. Banyak
tekanan-tekanan yang dialamatkan kepada saya oleh guru-guru terutama guru PMP, Pendidikan Moral Pancasila. Saya pernah
dibilang mayat hidup kamu keluar dari sini. Saya inget Pak Amrula Azrul. Sampai saya sempat berurusan dengan Pak Amrula Azrul
115
di kantor Polisi di Surabaya karena dipanggil di Polsek itu eee Perak Tanjung Balai. Kemudian, saya sempat datang dengan ibu saya
karena pada waktu itu dia mau menempeleng saya, mau ditampar tapi tidak jadi. Tapi ini kan sebuah kekerasan juga. Kekerasan
verbal sekaligus kekerasan fisik terhadap saya. Begitu juga ada teman di masa- masa kuliah yang kebetulan aktif di apa namanya itu
resimen mahasiswa yang selalu setiap hari selalu saja dia harus menegur saya. Sepertinya dia tidak apa, tidak merasa puas kalau
belum memberikan teguran kepada saya. Setiap hari ada saja. Jadi, saya itu dilihat sebagai apa namanya figure yang eee apa ya aneh
mungkin buat dia. Ya tidak dipandang wajar. Setiap hari ada aja kita perdebatan eee ya argumentasi. Pasti ada adu argumentasi baik
di acara yang formal dan non formal. Jadi, ini betul-betul buat saya kan sebuah apa namanya ada tekanan yang sangat khusus. Belum
lagi dari keluarga saya sendiri, misalnya dengan saudara-saudara dekat saya yang mayoritas mereka tertarik di bidang militer dan
hingga saat ini mereka bahkan ya boleh dikatakan hubungan tidak baik dengan saya. Karena mereka enggan didatangi oleh saya.
Ketika saya melakukan silaturahmi pada saat lebaran misalnya seperti itu ke Magelang. Kebetulan salah satu staf pengajar di AKMIL
Magelang dan ya seperti dingin-dingin gimana gitu. Tidak ada tanggapan sama sekali ya udah saya memilih untuk tidak datang.
Tetapi saya tetap menjaga eee apa namanya tidak putusnya komunikasi melalui surat. Biasanya saya mengirimkan mereka kartu
ucapan di saat Lebaran dan Tahun Baru. Ya untuk setiap lebaran saya biasanya selalu eee ya harus punya menyediakan dana khusus
untuk menyambung tali silaturahmi dengan beberapa figure keluarga saya yang sangat hitam putih melihat apa namanya ya waria itu.
Jadi, kalau disimpulin, cukup banyak juga ya pengalaman diskriminasi yang dialami ama Mbak Rully ?
Ya. Saya selalu diajarkan oleh ibu saya untuk selalu apa namanya ya low profile. Selalu ya melihat sesuatu dengan proporsional dan
tidak perlu melibatkan emosi. Dan itu yang saya lakukan selama ini. Saya selalu apa namanya memberikan pemahamanan. Dan saya
116
tidak pernah mengucapkan sesuatu yang membuat orang-orang itu menjadi membalas atau malah tersakiti kembali. Karena menurut
saya biarlah mereka mengucapkan kata-kata pelecehan buat saya yang penting itu ya saya adanya seperti ini. Ya saya berdoa mudah-
mudahan suatu ketika mereka bisa menyadari bahwa apa yang ada pada diri saya itu bukan sesuatu yang saya buat-buat.
117
WAWANCARA TAHAP 3
Kemarin itu aku bagi jadi dua, yaitu masa kecil dan masa dewasa tentang diskriminasi. Nah, untuk pengalaman masa
kecilnya itu diskriminasi verbal dan fisik. Diskriminasi verbalnya itu dari teman-teman dan dari guru. Itu teman-temannya?
Iya, kemudian saat dewasa itu diskriminasinya dari kelompok agamis, teman-teman kuliah, masyarakat dan keluarga yang
mayoritas berkecimpung di dunia militer kan ? Jadi, diskriminasinya tidak hanya diskriminasi verbal tetapi juga kekerasan
fisik dan semacam pengucilan dari keluarga gitu ya?
Yak.
Kemudian di sini ada figure yang berperan saat masih kecil, yaitu ibu yang selalu memberikan pemahaman kepada teman-
teman Mbak Rully agar bisa menerima Mbak Rully. Ibu Mbak juga mengajarkan untuk selalu low profile. Nah, sa,pai saat
ini kan Mbak Rully juga seperti itu kan. Berarti secara tidak langsung Mbak Rully mencontoh apa yang dilakukan oleh ibu
Mbak Rully, gitu? Kemudian, Mbak Rully memahami masyarakat sebagai orang yang belum mengenal dunia waria seperti
itu?
Belum paham, pemahaman mereka terhadap dunia waria itu sangat terbatas. Dan pola pikir mereka, menurut mereka yang benar itu
118
menjadi laki- laki atau perempuan saja. Jadi, kalau tidak menjadi seperti itu ya bagi mereka dianggap menyimpang. Oleh sebab itu
kebanyakan dari mereka belum menerima keberadaan waria dan mendiskriminasikan waria.
Kemudian selama ini Mbak Rully hanya bisa berharap agar mereka, maksudnya masyarakat itu berubah dan bisa
menerima waria kan? Doing nya tidak ada?
Sebenarnya apa yang saya lakukan dengan kampanye-kampanye, dengan berperan aktif mengikuti kegiatan diskusi publik, talk show,
seminar-seminar. Itu merupakan sebagai sesuatu dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dunia waria.
Iya. Jadi, pemahamannya pun saya melakukan sesuatu hal. Dengan terlibat aktif seperti itu kan secara tidak langsung memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang dunia waria yang mungkin bisa mengurangi diskriminasi kepada waria.
Saya memang tidak menggunakan kekerasan atau emosi dalam menanggapi diskriminasi. Itu memang saya terapkan dalam diri saya
sesuai nasehat dan apa yang dicontohkan oleh ibu saya selama ini. Tetapi bukan berarti saya hanya diam saja. Eee…. apa namanya,
selain saya berharap agar masyarakat mau menerima keberadaan waria, saya juga melakukan sesuatu agar pengharapan saya itu
119
terwujud ya dengan memberikan pemahaman tentang dunia waria. Ya dengan yang telah saya sebutkan di atas tadi, dengan seminar
dan lain- lain.
120
WAWANCARA TAHAP 1 & 2
Jadi aku minta Mbak Tika nyritain pengalamannya dari masa kecil sampai sekarang.
Eee… sebelumnya, nama saya Tika. Nama lengkapnya, nama kerennya sekarang Tika Aurora gitu ya. Tapi nama asli saya Rido Budi
Lastiko. Rido Budi Lastiko, tetapi tetangga saya memanggil saya Tiko. Nama panggilan saya di rumah tuh Tiko. Kebetulan saya
kembar. Kembaran saya namanya Rido Budi Pramono. Belakangnya aja yang membedakan, depannya sama. Jadi, panggilan kita itu
panggilan nama belakang. Dari kecil saya tuh memang saya merasakan sendiri. Sejak dari kecil itu saya sudah merasakan hal yang
berbeda yang saya rasakan. Mulai dari hobi. Dari kecil, saya memang eee suka dengan hal- hal yang berbau perempuan. Yang jelas
sangat bertolak belakang sekali dengan kembaran saya. Eee, dari kecil saya suka maen kalau orang jawa bilang pasaran, maen
boneka, anak-anakan. Itu dari kecil tuh aku seneng. Kebetulan juga eee keluargaku memang keluarga besar. Jadi, orang tuaku itu gak
terlalu memperhatikan sekali tumbuh kembang anaknya gitu kan. Saya merasa gak pernah dekat dengan orang tua saya. Ditambah
lagi saya dibesarkan oleh bulik. Bulik saya yang kebetulan memang satu kampung tapi beda rumah. Bulik saya itu sangat
memanjakan saya. Maksdunya, apa sih yang saya inginkan. Saya pengen apa, bulik saya membelikan. Saya pengen boneka, bulik
saya membelikan. Saya pengen mainan- mainan anak cewek perempuan, bulik saya membelikan. Jadi, eee karena memang kesibukan
orang tua saya, orang tua kandung saya gak pernah memperhatikan saya. Ya udah, saya jalan aja. Saya lakukan apa yang memang
121
saya seneng tanpa ada batasan atau larangan- larangan. Ternyata setelah saya rasakan sekarang memang orang tua sangat berpengaruh
dalam tumbuh kembang anak khususnya eee masalah orientasi seks. Jadi, saya kecil SD itu sama bulik saya. Saya mau beli apa
dibelikan. Saya mau maenan cewek apa dibelikan supaya saya diam. Sebenarnya tujuan bulik saya tuh cuma gak susah-susah, cuma
biar saya diem sebagai anak, gak rewel, gak nakal. Dia mau apa sih, saya turutin. Tapi sebenarnya tuh salah juga bulik saya karena
itu kan tidak sewajarnya. Orang anak laki- laki beli maenan boneka. Kemudian, mulai tumbuh besar, beranjak SMP ya. Saya tuh
merasakan hal yang berbeda yang saya rasakan. Ternyata kenapa ? Dari kecil saya tuh merasa kalau liat cowok yang ganteng- ganteng
tuh seneng. Hehehe… Saya gak pernah tau apa sih yang saya rasakan gitu lho. Cuma dari awal mula seperti itu. Saya tuh kalau liat
cowok tuh seneng, ganteng. Jadi, saya bisa membedakan mana cowok yang ganteng mana yang gak ganteng. Dari kecil udah bisa
membedakan. Terus masa-masa puber itulah yang sangat berpengaruh bagi saya. Sekitar kelas 2 SMP ya. Pada umumnya seorang
laki- laki, masa- masa puber itu akan tertarik dengan perempuan. Tetapi saya justru kebalikannya. Kenapa saya kok tertarik dengan
laki- laki. Nah, itu saya diamkan saja dan di dalam hati saya. Nggak pernah ada keterbukaan dengan keluarga dengan orang tua itu
nggak pernah. Saya hanya diam sampai-sampai beranjak SMA. Itu masih saya rasakan dan semakin menggebu yang saya rasakan.
Ketertarikan dengan laki- laki itu semakin bsesar. Pada akhirnya, awal-awal SMA ya mungkin kalau bagi cewek dia mulai bersolek.
Udah mulai merawat dirinya, sudah mulai mulai dandan sepesrti itu. Dan laki- laki mungkin eee masa-masa pubernya dia akan mimpi
basah kalau tidur tapi membayangkan perempuan. Saya enggak, saya kebalikannya. Saya mimpi basah itu saya mimpi dengan laki-
laki gitu lho. Itu yang saya rasakan. Saya sendiri juga heran. Saya nggak tau karena saya juga nggak pernah cerita dengan siapa-siapa.
Masa puber-puber saya seperti perempuan pada umumnya. Udah mulai mengenal bedak, udah bisa mengenal lipgloss, seperti itu.
Kemudian, dari segi penampilan, misalkan waktu SMA sekolah. Seragam saya sudah beda dari cowok-cowok yang lain. Punyaku
selalu tak buat press body. Kebetulan aku dari SMP, memang aku sudah bisa menjahit. Seharusnya, saya juga tidak menyalahkan
122
orang tua ya. Seharusnya kalo orang tua melihat perkembangan anaknya laki- laki kok menyimpang, seharusnya kan bisa
mengarahkan. Tetapi karena itu tadi, kesibukan orang tua tadi ya khususnya ibu saya eee bapak saya itu gak ada sekitar saya dari SD
mau masuk SMP. Bapak saya meninggal, dari SD mau ke SMP bapak saya meninggal. Otomatis ibu saya lebih sibuk lagi dengan
kegiatan mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya sampai-sampai hal seperti ini nggak pernah diperhatikan. Saya dengan
hobinya menjahit, hobi memasak. Harusnya kan orang tua tau ya. Kok anak saya laki- laki tapi beda dengan anak laki- laki yang lain.
Saya 8 keluarga. Saya anak nomer 7. Kebetulan saat saya masih kecil, yang sebaya dengan saya itu ada 5. Dalam keluarga tuh satu
tahun satu tahun tuh 5. He’e 5 anak laki- laki semua. Yang besar-besar udah menikah waktu itu. Ibu saya tidak pernah memperhatikan
sampai-sampai setelah saya SMA, saya benar-benar tertarik dengan laki- laki. Ya udah seperti apa yang kita rasakan, seperti yang
perempuan rasakan. Supaya laki- laki tertarik dengan perempuan, apa sih yang kita dilakukan. Kita mulai berdandan, kita mulai
memoles diri seperti itu. Sejak SMA, kebetulan saya SMA sekolahnya di STM. Ya mungkin sejak SMP ya, ibu saya sudah
merasakan hal yang berbeda. Bulik saya juga sudah merasakan hal yang berbeda. Eee karena saya lebih feminin daripada anak-anak
laki- laki yang lain. Makanya, saya disekolahkan di STM dengan harapan orang tua saya supaya saya di STM itu kan laki- laki semua
ya. Supaya kembali normal menjadi laki- laki utuh gitu, nggak kemayu, nggak genit. Tetapi justru itu yang membuat saya merasa,
membuat saya semakin merasa bahwa diri saya tuh perempuan gitu lho.
Ya memang di situ cowok semua. Ya sampai akhirnya saya punya cowok pertama kali tuh kelas 2 SMA. Kebetulan cowok saya tuh
kelas 3 SMA, kakak kelas saya. Memang berawal mula dia tuh takut. Tapi trus lama- lama bisa ngobrol, trus bisa deket malah akrab
123
banget. Nggak tau lama-kelamaan malah jadi pacaran. Dimana ada dia pasti ada saya. Dimana ada saya pasti ada dia, seperti itu. Di
sekolahan itu samapi heboh karena emang sudah ada rumor, gossip bahwa saya pacaran dengan dia. Tapi saya setelah pacaran sama
dia selama 2 tahun, dia disenengi sama temen cewek saya. Disenengi sama teman cewek saya. Ya udah, akhirnya temen saya cewek
itu sering datang ke rumah saya. Pokokknya melakukan pendekatan dengan saya dulu karena memang target cewek itu adalah laki-
laki saya. Karena memang cewek itu udah terlanjur baik, ya sudah saya harus merelakan. Cowok itu pertama nggak mau pacaran
sama cewek itu. Tapi saya bujuk-bujuk. Ya udah nggak apa, dia itu baik. Akhirnya, jadi pacaranya. Saya menangis. Setelah saya
lulus SMA, saya mulai bener-bener dandan full menjadi seorang waria. Awal mula keluarga saya nggak bisa terima dengan
keberadaan saya. Tiba-tiba dandan komplit gitu lho, dengan make up komplit dengan high heel. Pertama kali kakak saya yang paling
besar yang tidak bisa menerima keberadaan saya yang seperti itu. Dan sempat mengancam “awas kalo kamu pulang lagi dengan
keadaan dandan, kamu tak pukulin”. Oke, saya nggak pulang. Saya pergi dari rumah ini karena saya eee karena saya akan terkekang
jika saya di rumah. Apalagi koe kudu nglanang. Saya nggak bisa. Trus ada lagi kakak saya yang satu lagi sampai ngomonga “Buk
saya nggak mau mengakui Tiko sebagai adik kalo dia dandan”. Ya udah, konsekuensinya saya keluar dari rumah agar saya bebas.
Bebas dalam arti bisa mengekspresikan diri gitu. Selama 2 tahun saya nggak pernah pulang. Ya paling pulang cuma dalam sebulan 2
kali cuma untuk membesuk ibu. Tapi itu sih tetep nggak dandan. Selama 2 tahun. Eee, kemudian saya karena akhir-akhir ini saya
sering pulang, ibu saya ngomong “udah kamu terserah kalo itu memang sudah menjadi pilihan hidup kamu”. Karena keluarga saya,
karena keluarga besar ya, sempat mengadakan rapat keluarga, ada bulik, ada budhe, ada semua family-family mengenai saya. Tapi
alhamdulilah dengan kejujuran ibu saya “ya sudah itu sudah menjadi pilihan hidup dia, ya sudah mau gimana lagi?. Yang jelas kita
sebagai orang tua. Pokoknya bilang gitu, saya kan ada di situ juga. Kita harus tetap memantau dia. Memang ibu saya dan keluarga
saya itu selalu eee terpancang oleh pemikiran bahwa waria identik dengan mangkal di jalan, dengan menjajakan seks di jalan. Itu
124
yang sebenarnya membuat keluarga saya itu takut dengan status saya menjadi waria. Keluarga saya itu takut seperti itu. Tapi ya itu
tadi. Itu menjadi suatu PR bagi saya karena saya harus meyakinkan kelaurga saya bahwa pemikiran keluarga saya itu adalah salah.
Memang ada waria yang memang mangkal dengna profesi seperti itu. Tetapi kan tidak semua waria seperti itu. Dengan cara apa ? Ya
sudah, meskipun saya waria, intinya harus berprestasi. Berprestasi nggak harus juara gitu. Maksudnya, saya harus bekerja. Saya harus
bisa kemampuan-kemampuan saya meskipun saya waria, akan saya perlihatkan kepada mereka. Meskipun saya waria, saya bisa
menjahit. Saya bekerja di modiste- modiste dan hasilnya saya berikan pada ibu saya. Justru kakak-kakak saya, apalagi mereka sudah
menikah menjadi gimana ya. Meskipun adik itu waria, dia yang paling tau dengan ibu. Saya sendiri yang istilahnya yang hidup
normal malah nggak bisa membantu seperti itu. Akhirnya, mereka bisa menerima keberadaan saya. Lebih- lebih eee saya kebetulan
kalo dengan tetanga-tetangga enteng tenagane. Maksud to ?
He’em…
Jadi Tik minta tolong, tolong dipotongke rambut. Oh iya. Tik tolong disemirke rambut. Oh iya. Tik tolong di make up, misa kalo ada
yang punya gawe. Oh iya. Saya seperti itu dan saya juga tidak pernah menuntut. Kalo yang memberi, ya saya terima. Nggak juga
nggak masalah. Jadi, eee tetangga-tetangga saya pun akhirnya bisa menerima. Nggak ada gunjingan eh “banci banci banci. Saiki
Tiko dadi banci”. Nggak pernah karena memang sosialisasi dan eee dan hidup saya bermasyarakat tuh sangat baik. Kemudian, ibu
saya akhirnya sampai sekarang bisa mendukung dengan keberadaan saya seperti ini. Kebetulan saya kan salah satu pengurus
komunitas waria yang ada di Bank Indonesia. Tiap bulan sekali tuh pasti ada pertemuan rutinnya. Pertemuan rutin tuh pasti di rumah
saya dan ibu saya tuh seneng sekali untuk memfasilitasi. Meskipun cuma dengan uang konsumsi lima puluh ribu tapi bisa untuk
125
makan, bisa unutk snack, bisa untuk anak 30 orang. Bayangkan saja lima puluh ribu tuh sampai mana sekarang ? Dengan snack
beberapa macem. Saya menjadi bangga akhirnya ibu saya bener-bener bisa menerima keberadaan saya seperti ini. Yang menjadi
beban saya sekarang mungkin saya harus bisa bener-bener memilih jalan yang bener. Jalan yang bener dalam arti saya waria, jangan
sampai saya trus kepengaruh temen-temen yang negatif. Ibu saya juga takutnya seperti itu. Ya udah itu menjadi beban dalam arti saya
harus bis a bener-bener menjaga, jangan sampai keliru salah jalan. Jangan sampai pemikiran keluarga saya berubah lagi karena
memang saya salah jalan. Ini sampai sekarang ? Sampai kehidupan saya sekarang.
Iya.
Eee, tapi jujur aja meskipun saya menjadi waria awal-awal tahun 2001. Pertama kali itu dandan tahun 2001. Sama temen saya,
namanya Mbak Kus waktu itu diajakin muter- muter. Saya ngrasa takut. Takutnya karena memang eee teman saya itu memang sangat
berani menggoda laki- laki seperti itu. Takut karena nggak biasa karena itu bukan profesi saya. Akhirnya saya kenal dengan laki- laki,
dengan cowok yang dulunya sih sebenarnya cinta, seneng gitu. Ya udah, saya akhirnya pacaran sama dia sampai 6 tahun.
Sampai sekarang ?
Eh kalo sekarang udah, saya mulai pacaran dengan dia itu sekitar tahun 2002. Awal-awal 2002. Kemarin udah putus tapi hubungan
kita itu masih bagus, seperi saudara. Dia masih suka datang ke sini, tengok aku, kabarku gimana. Jadi, udah nggak sedalam seperti
pacaran. Saya sangat susah menyukai laki- laki, cinta gitu. Tapi setelah saya cinta, saya akan sangat susah untuk melupakan itu.
126
Seperti itu saya. Jadi ya meskipun udah lama nggak punya pacar, saya belum punya pikiran punya pacar lagi. Daripada nanti pacaran
cuma asal-asalan. Saya sadar dengan status saya sendiri. Nanti akhirnya cuma sakit hati sendiri. Yang jelas saya bisa awet pacaran
sampai segitu lamanya karena saya bukan tipe waria yang posesif. Saya selalu sadar dengan status saya. Status saya waria. Pacar saya
laki- laki. Ya dalam benak dan pikiran saya tuh ya laki- laki itu jodohnya sama perempuan. Jadi, saya tuh hanya sekedar untuk batu
loncatan lah, atau untuk having fun aja gitu ya. Jadi, selama dia pacaran dengan saya, dia jalan sama cewek. Saya nggak pernah
cemburu. Terserah karena itu memang kodrat dia laki- laki dengan perempuan. Pada akhirnya saya bisa masuk di LSM Kebaya.
Walaupun sebelumnya saya kerja di modiste pernah ya. Waktu itu di daerah Condong Catur juga, di daerah Gebang, di daerah
perumahan Candi Gebang. Aku kerja di situ dengan teman-teman saya yang cewek semua dan berjilbab semua.
Hahaha…
Lebih- lebih eee bos saya itu eee kebetulan orang muslim dan memang untuk beribadah itu kuat sekali. Dia dosen UII. Tapi saya
bersyukur karena dengan keberadaan saya seprti ini, dia nggak mempersalahkan karena dia hanya membutuhkan kinerja yang baik,
tidak peduli apa orientsi seks kamu. Setelah kerja di situ, saya sempat kerja lagi di butik. Butik di Jalan Kaliurang. Eee, sempat
beberapa bulan trus akhirnya masuk di Kebaya. Kenapa aku kok bisa masuk Kebaya ? Eee, pertimbangan orang-orang Kebaya, saya
termasuk orang berpengaruh di komunitas Bank Indonesia. Saya orang yang sangat berpengaruh di sana. Saya direkrut untuk
dimasukkan ke Kebaya dengan pertimbangan seperti itu dan sampai sekarang.
Kalau misalnya, itu kan pengalaman secara global toh ? Kalau flash back ke pengalaman masa kecil, bisa dijelasin lagi gak ?
127
lebih detail lagi.
Iya.
Oke baiklah. Dari kecil memang saya tertarik dengan laki- laki. Apalagi dulu di tempat saya itu ada seperti pemandian.
Hehehe… Iya. Ini namanya candi. Kita bilang itu candi karena memang bentuknya memang dari batu seperti itu. Pemandaian untuk
laki- laki sendiri, untuk perempuan sendiri. Saya tuh kalau mandi itu di pemandaian yang laki- laki, di candi yang laki- laki. Saya tuh
seneng waktu ngliat laki- laki, ngintip seperti itu. Saya tuh seneng sekali dan eee itu ya mungkin ya. Seperti yang sudah saya jelaskan
saya sendiri nggak sadar dengan apa yang saya rasakan. Saya tertarik. Saya seneng aja nonton itu. Ya udah saya tonton aja.heran juga
kan. Apa yang saya rasakan suka nggak tau. Eee dari kecil kan memang sudah terpisah dengan keluarga ya tapi memang masih sering
ketemu karena memang jaraknya nggak begitu jauh. Saya maen dengan kelaurga, dengan kakak-kakak saya dengan adik saya.
Mereka suka maen gulat, saya senengnya maen boneka. Kadang saya diejek sama mereka. “Banci, Tiko ki banci, Tiko ki banci”. Aku
nanti nangis.
128
Hehehe…
Aku diejek-ejek gitu, aku nangis. Aku pulang ke rumahnya bulikku. Nanti bulikku datang ngasi tau ke mereka. Hal itu sering terjadi.
Misalkan berantem, yang lain pada pukul-pukulan, aku cuma nyakar. “Opo koe wong lanang kok gelute ming nyakar. Koe banci”
(kamu laki- laki berkelahi kok nyakar. Kamu banci) seperti itu. Ya saya nggak sadar gitu. Kalau berantem kok tiba-tiba refleks ya
cuma nyakar, njiwit (mencubit) seperti itu lho. Nggak njambak, nonjok seperti laki- laki itu nggak pernah. Saya sendiri juga nggak
sadar. Hal- hal seperti itu yang bisa saya lakukan. Sampai-sampai keluarga saya tuh kalo manggil saya sentul sari. Saya kalo jalan itu
dari kecil menthul-menthul, kemayu megal- megol gitu lho. Kalau manggil sentul sari gitu. Bahkan diejek ”sentul sari rupane koyo
gendul”. Jadi, kan anaknya yang kecil kan 5 orang ya. Kakak saya, trus masih ada satu lagi, saya, kembaran saya trus adik saya. Jadi
4 orang itu pada ngejek saya karena saya dari kecil genit sekali. Sentul sari rupane koo gendhul karena memang saya tuh dari kecil
nggak pernah lepas dari gendhul eee botol kampong. Karena dari kecil saya nggak campur dengan ibu ya jadi saya dari kecil
disambung dengan dot bayi itu. Makanya kadang diejek sentul sari ruapane koyo gendul. Aku terus nangis seperti itu. Gimana ya,
kadang kalo aku inget masa lalu itu jadi malu sendiri. Kok aku seperti itu. Saya nggak sadar dengan apa yang saya rasakan.
Terus kan itu tadi kan dari saudara yang ngejekin. Bisa dibilang itu pengalaman diskriminasi, walaupun nggak banget. Kalo
yang dari temen sendiri atau tetangga gitu ? atau sampai sekarang ?
Kalo diskriminasi ya lingkungan keluarga. Itu saya merasakan sendiri diskriminasi apalagi waktu bapak saya masih ada. Saya tuh
ngarasa di lingkungan keluarga saya sendiri, saya merasa terkucilkan. Apalagi ada salah satu kakak saya yang sangat dimanja sekali
129
sama bapak saya. Karena memang dari kecil saya tuh orang bilang lebih gemi. Dalam arti bisa eee manajemen lah. Jadi, saya dapet
uang dari bulik saya itu nanti saya tabung. Saya misalkan bantuin ibu saya dikasi duit itu saya tabung. Dari kecil saya sudah keliatan
bakat untuk wirausahanya. Ibu saya kan waktu itu kan jual, bikin makanan kayak martabak kayak lumpia gitu lho. SD itu saya udah
ider keliling bawa keranjang. Lumpia lumpia martabak martabak. Ya itu keliling kampung saya. Itu kalo anak laki- laki normal mana
mau seperti itu, akan malu. Dengan membantu ibu untuk keliling, na nti saya dapet duit dari ibu saya. Nanti saya masukkan ke
tabungan. Dulu kan kalo waktu SD nabung di tempatnya ibu guru ya. Tanpa sepengetahuan saya, bapak saya tuh kadang ngambil
uang tabungan saya. Nggak ngomong dulu sama saya. Nanti tau-tau guru saya ngomong kalo bapak ngambil duit. Hanya untuk,
misalnya kakak saya pengen mobil- mobilan. Misalnya, anak-anaknya lagi maen semua. Kalo ibu saya kerepotan, yang dipanggil
cuma saya sama bapak saya. Disuruh bantuin di dapur. Saya tuh merasa di anak tirikan oleh keluarga saya. Tapi eee ya salah satunya
membuat saya bisa masak karena sering membantu ibu saya. Ya sudah itu salah satu kelebihan yang bisa saya ambil. Saya jadi bisa
masak, jadi seneng di dapur. Tapi ya sudah. Kalo bapak saya melakukan ini sama saya ya udah mau apa lagi, saya lakukan. Tapi
semenjak bapak saya nggak ada, eee saya tambah jauh lagi dengan keluarga, dengan ibu saya khususnya. Bapak nggak ada saya
tambah jauh lagi dengan ibu saya karena ibu saya tadi sangat sibuk seperti yang udah saya bilang tadi. Makani anak pirang-pirang
(memberi makan banyak anak) sampai akhirnya anaknya bisa lulus semua sampai SMA. Membiayai hidup, membiayai sekolah.
Setelah bapak saya meninggal, saya menjadi lebih jauh dari ibu saya. Tujuan saya hanya saya nyenengin ibu saya. Kalo saya tinggal
di rumah situ, otomatis saya akan nambahin beban ibu saya. Waktu itu bulik saya dari Pathuk pindah ke Maguwoharjo. Saya ikut ke
Maguwoharjo aja. Otomatis lebih jauh apalagi eee waktu itu belum ada handphone seperti itu. Saya merasa jauh sekali dengan ibu
saya. Sampai akhirnya sampai lulus SMA itu saya tetep ikut sama bulik saya.
130
Jadi, kalo bisa disimpulin, pengalaman diskriminasi itu lebih dari keluarga ya ?
He’e. Kalo dari masyarakat sendiri itu, ya itu temen-temen sejak kecil ngejek saya “banci banci banci”. Itu hal yang biasa bagi saya.
Kadang saya nangis terus pulang. Nanti embah saya yang marahin,, seperti itu. Saya masih ada perlindungan walaupun bukan dengan
ibu saya. Terus kalo diskriminasi dengan tetangga sampai sekarang kebetelan udah nggak. Itu mungkin waktu kecil tapi maklum
ejek-ejekan. Tapi setelah besar dewasa itu nggak. Mereka bisa menerima keberadaan saya seperti itu, status ini. Asalkan nggak
ganggu seperti itu. Eee kalo cuma diskriminasi seperti kekerasan di jalan, secara fisik itu jarang saya dapatkan. Tapi dengan kata-
kata. Cacian dan makian itu udah hal yang biasa bagi saya. Saking seringnya itu bukan saya anggap diskriminasi karena seringnya
lho. Itu menjadi makanan tiap hari. Udah kebal. Ya banci banci banci. Dengan kata-kata mut mut, sedot sedot seperti itu. Kata-kata
melecehkan. Itu hal yang biasa karena seringnya saya dapakan. Kebetulan kalo untuk daerah kos sini nggak. Paling kalo cuma lewat
kos cowok ya diketawain. Saya nggak pernah marah kalo saya dikatain atau diketawain. Karena ibu saya pernah bilang “kamu
jangan marah kalo dikatain banci karena memang kamu banci. Itu kan yang kamu pilih, jalan ini kan yang kamu pilih. Ya mungkin
mereka ketawain kamu karena maklumlah laki-laki dandan mungkin bagi mereka lucu. Kamu jangan marah. Kalo kamu memang
banci dikatain banci banci, jangan marah. Kalo kamu banci, diketawain jangan marah juga. Biarkan saja”. Ya sampai sekarang
kata-kata itu saya inget sampai sekarang. Saya terapin pokoknya nasihat ibu saya. Nggak pernah marah saya dikatain banci banci
karena memang saya banci. Biarin, mungkin bagi mereka lucu. Eee kalo diskriminasi yang dulu sering saya rasakan itu diskriminasi
pekerjaan. Saya menjadi waria, saya nggak mau nganggur. Saya tetep mau nyari pekerjaan. Karena kemampuan saya di salon dan di
njahit di busana. Saya sering baca nyari- nyari lowongan. Misalkan, lowongan pekerjaan dibutuhkan tenaga kerja kerja penjahit
professional, rapi, terampil gitu kan. Hubungin modiste ini ini ini. Setelah saya hubungi, maaf kita nggak nerima tenaga kerja waria.
131
Itu sering sekali saya dapatkan. Terus kalo dipikir kan yang dibutuhkan kan hasil kerjanya. Yang penting kan hassil jahitannya rapi.
Tapi setelah saya hubungi, pasti maaf saya nggak nerima waria. Itu sering sekali saya dapatkan. Bahkan di salon pun juga. Misalnya
kapster gitu. Maaf kita nyari yang perempuan. Kalo dipikirkan duni busana dan dunia kecantikan itu waria selalu berkaitan dengan
hal itu. Tapi masih diskriminasi. Akhirnya saya sempat nglokro (menyerah). Temen saya ada yang nawarin tapi yang punya itu haji
laki perempuan. Mudah- mudahan mau ya nerima. Akhirnya saya masuk di Gebang. Meskipun mereka orangnya beragama taat, tapi
bisa menerima saya karena hasil kinerja saya yang dilihat. Kalo di salon udah nggak lagi. Ah males aku. Besok kalo punya modal
buka sendiri aja.
132
WAWANCARA TAHAP 3
Kan kemarin itu aku bagi jadi 2 ya, masa kecil sama dewasa. Terus kan kalau masa kecilnya itu hanya sebatas diskriminasi
verbal dari peer group, yaitu teman-teman dan saudara. Terus kalau yang pas gede itu ada diskriminasi verbal juga dan
diskriminasi pekerjaan yang dua-duanya dari masyarakat. Dan selama ini Mbak Tika menanggapi diskriminasi tersebut
dengan cuek gitu ya ?
Bukan cuek tetapi karena sudah seringnya jadi saya anggap sebagai hal yang biasa. Saya sudah bukan menganggap itu sebagai
diskriminasi lagi karena seringnya.
Owh… Kemudian, sikap Mbak Tika yang seperti itu kalau nggak salah juga dipengaruhi oleh nasehat juga kan ? Kalau
nggak salah ibu menasehati agar Mbak Tika jangan marah kalau diejek karena itu sudah menjadi pilhan Mbak Tika. Gitu
kan ?
He’em
Trus figur yang berperan saat masih kecil adalah bulik dan embah.
133
Kalau pas gede itu figurnya itu ibu. Nah itu ada perbedaan figur kan.
Kalau mungkin dulu sering nangis dan ada yang ngibur, yaitu bulik sama simbah. Itu istilahnya orang tua mengajarkan kepada kita
untuk lebih sabar menghadapi diskriminasi. Tapi kan mereka nggak bisa ngasi nasehat yang lebih karena saya masih kecil, jadi masih
sebatas ngibur biar nggak nangis. Setelah saya dewasa, saya bisa lebih berpikir dan dijelaskan lagi oleh ibu saya karena itu adalah
pilihan hidup saya.
Kemudian kemarin itu aku menangkap tentang pemahaman Mbak Tika kepada orang lain itu bahwa mereka menganggap
Mbak Tika, maksudnya waria itu lucu karena jarang lelaki dandan. Gitu ya ? Ada yang lain ?
Pada dasarnya seperti itu. Mungkin dipikiran mereka laki- laki yang dandan itu lucu. Itu aja sih pada dasarnya. Kalau aku ya oke
meskipun saya seorang waria ya saya harus memiliki sisi yang lain, sesuatu yang lebih. Yang belum tentu orang-orang heteroseksual
memilikinya, salah satu nya ketrampilan. Saya waria tetapi saya mempunyai ketrampilan di dunia busana, di dunia kecantikan. Itu
yang harus saya tunjukkan, tidak hanya di masyarakat tetapi di dalam keluarga juga yang pada awalnya tidak bisa menerima
keberadaan saya.
Jadi, bisa dibilang kalau Mbak Tika juga harus memiliki dan menunjukkan ke masyarakat dan keluarga kalau Mbak Tika
mempunyai sis yang lebih gitu kan ?
134
Iya. Jadi, agar mereka maksudnya keluarga dan masyarakat juga tahu kalau waria itu juga berguna, kalau waria itu juga mampu dan
bisa dan punya sisi lebih.
135
WAWANCARA TAHAP 1 & 2
Mbak Bella, eee aku minta Mbak Bella ceritain pengalaman Mbak Bella dari kecil sampai sekarang. Bisa toh mbak ?
Terserah Mbak Bella, yang paling berkesan buat Mbak Bella. Semuanya juga boleh. Hehehe…
Oh gitu. Ya udah. Masa kecilku itu aku habiskan di kota kelahiranku ya di Jogja ini. Aku asli Jogja lho. Terus apa yo. Tapi aku pas
SMP itu aku pindah ke Jakarta. Jadi logatku sekarang udah nggak Jawa gitu. Udah logat Jakartaan gitu deh. Dulu waktu kecil itu aku
udah beda sama anak laki- laki lainnya. Aku tuh nggak doyan mainan laki. Aku doyannya mainan perempuan gitu. Aku malah sering
main anak-anak cewek. Aku sering main boneka-bonekaan. Malah kadang kalau malam itu aku suka pakai daster punya ibuku.
Hehehe… Aku itu 3 bersaudara. Aku anak ketiga. Jadi aku anak bontot. 2 kakak ku itu cewek, aku sendiri yang laki say. Habis itu
aku juga suka tidur sama kakak ku kalau mala m. Kadang teman-temanku di sekolah sama di rumah itu suka nriakin aku banci banci
gitu. Tapi aku masih cuek karena aku masih belum bisa mikir jauh gitu. Namanya juga anak kecil lah say. Kan biasa toh ejek-ejekan.
Kalau di sekolah pun aku juga nggak suka ma in gelut- gelutan sama teman laki- laki. Aku lebih senang mainan sama teman cewek di
sekolah. Terus pas SMP itu aku kan pindah ke Jakarta soalnya bapak dapat kerjaan yang lebih bagus di Jakarta giut. Kami tinggal di
rumah kontrakan. Tapi lumayan gede sih unt uk saat itu. Pas SMP itu aku mulai sekolah di Jakarta. Aku masuk sekolah negeri. Jadi
dulu itu aku lumayan pinter, jadi bisa masuk di sekolah negeri. Kan lumayan ngirit, apalagi tinggal di Jakarta. Terus pas SMP itu aku
kok ngrasa kalau aku senang kalau lihat cowok. Aku deg-degan lihat cowok ganteng gitu. Pas itu ada kakak kelasku yang ganteng,
136
cool lah pokoke. Macho gitu. Ya aku kok kayak cewek gitu. Punya pikiran gimana caranya biar kakak kelasku itu suka sama aku.
Tapi waktu itu aku belum berani banget, masih malu- malu lah. Ya aku pakai pakaian rapi gitu. Sisiran, pakai minyak wangi. Ya
pokoknya penampilan kudu okelah. Setelah SMP itu perasaanku itu semakin menjadi. Aku semakin tambah suka sama laki- laki. Itu
pas SMA. Kadang aku suka nongkrong di tempat cowok-cowok ngumpul. Ya cuci mata gitu lah say. Hehehe… Sebetulnya dari
pihak keluarga sih udah curiga kok aku beda sama anak laki- laki lainnya. Makanya pas SMA itu aku di sekolahin di sekolah yang
banyak cowoknya. Walaupun bukan sekolah khusus cowok tapi emang sekolah itu cowoknya lebih banyak gitu. Kalau di Jogja
ibaratnya kayak SMA 6 lah. Mungkin harapan orang tuaku, bapak ibu ku itu biar aku bisa jadi laki- laki beneran gitu ya. Eh, tapi aku
malah senang sekolah di situ karena kan banyak cowok tuh. Eee… Jadi aku bisa ngecengin cowok-cowok yang ganteng-ganteng.
Hehehe... Nah pas SMA itu aku kalau pakai pakaian paling rapi di kelas. Beneran lho. Seragamku selalu aku setrika rapi kok.
Biasanya kan kalau cowok-cowok itu pada pakai baju seragam kan pada amburadul. Nah kalau aku itu rapi. Pas SMA itu aku sudah
mulai suka searching cowok gitu. Ya gimana ya, caranya ya nongkrong di tempat nongkrong gitu lah. Jadi di sana itu kan banyak
temapat nongkrong gitu kan, ya sejenis kayak kafe gitulah. Aku suka main ke sana kalau malam, kalau punya duit juga. Hehehe…
Lama kelamaan aku punya pacar. Ya aku ketemunya juga di situ. Jadi, pertama kali aku punya pacar itu ya SMA. Awalnya aku kan
cuma kenalan. Terus suka ketemu, tukeran nomer hp, suka cerita-cerita gitu lah. Ya udah lama- lama ya jalanin aja. Kita udah hampir
jalan setahun tapi akhirnya ya dia punya pacar yang cewek gitu. Ya sudah mau diapain lagi. Hampir cukup lama aku sendiri, nggak
punya pacar. Soalnya aku orangnya susah jatuh cinta. Akhirnya setelah lulus SMA itu aku berani dikit-dikit dandan gitu. Ya mulane
ya cuma dandan tipis. Tapi lama kelamaan ya dandan semua. Mulai dari make up wajah, pakai bra, pakai baju cewek. Pokoknya
semuanya lah. Untung saja orang tuaku, keluargaku mau menerima keadaanku ini. Orang tua, khususnya ibuku hanya memberi pesan
bahwa aku harus tetap bertanggung jawab dengan keputusan yang aku ambil ini, dengan jalan yang aku pilih sebagai waria ini. Orang
137
tua tidak memberi tahu caranya seperti apa tapi mereka hanya berpesan seperti itu. Ya sudah, dari kepercayaan itu aku harus
membuktikan bahwa aku akan bertanggung jawab dengan keputusan, dengan jalan sebagai waria yang aku ambil ini. Akhirnya aku
setelah lulus SMA itu kan nggak kuliah. Aku lebih milih kursus. Aku kursus kecantikan, ya kursus make up, potong rambut,
pokoknya semuanya yang tentang dunia kecantikan lah. Karena aku dari SMA itu udah ada bakat buat dandan. Jadi aku mau
kembangin gitu. Dan buktinya aku bisa buktiin kalau aku mampu di dunia kecantikan. Aku punya keterampilan yang belum tentu
orang lain bisa, bahkan orang hetero sekalipun. Saat kursus itu ternyata ada teman waria juga. Jadi aku paling dekat sama dia. Aku
kadang juga suka main bareng sama dia. Aku suka mangkal tapi nggak sampai yang itu aku gunakan mata pencaharian. Ya hanya
untuk tambah teman aja. Aku selalu berpegang teguh sama pesan ibuku bahwa aku harus bertanggung jawab. Makanya aku juga
nggak mau aneh-aneh dan membuat kepercayaan keluargaku jadi ilang. Hampir 2 tahun aku kursus kecantikan itu karena aku juga
sambil magang juga di sebuah salon di Jakartan juga. Akhirnya setelah itu aku ada lowongan di Hotel Melia Purosani yang di Jogja
ya untuk di salonnya juga. Nah, dari situ aku coba daftar. Akhirnya aku keterima. Mau nggak mau aku harus pindah ke Jogja kan. Ya
sudah aku pindah ke Jogja. Kebetulan dulu aku kan pas kecil di Jogja dan banyak juga saudara-saudaraku di Jogja. Eee… Mulanya
aku nebeng di rumah tanteku. Di daerah Kota Baru itu tapi lama-lama aku lebih pilih kos aja. Aku ingin mandiri dan aku juga nggak
enak kalau aku nebeng terus. Ya kadang aku kan pulang malam, kadang nggak enak juga sama bulik ku, sama yang lain juga.
Akhirnya aku ngekos di sini barena sama teman waria yang lain. Setelah 1 tahunan aku kerja di Melia, aku agak nggak sreg karena
apa ya, aku ngerasa kurang nyaman aja. Aku kurang bisa mengembangkan kemampuannku. Akhirnya waktu itu ada lowongan di
Salon Lutuye yang di Ring Road itu. Jadi waktu itu salonnya lagi mau buka, jadi masih baru. Aku beraniin daftar dan alhamdullilah
keterima. Akhirnya aku keluar dari Melia terus ke Lutuye ini. Alhamdullilah juga banyak yang suka sama hasil kerjaanku dan
sekarang aku udah lumayan punya banyak pelanggan termasuk kamu. Hehehe… Dari hasil kerja di salon, aku bisa nabung. Aku juga
138
bisa membantu orang tuaku walaupun nggak banyak. Kadang aku ngirimin duit atau baju buat kakak ku. Nah sekarang kakak ku
yang pertama juga mau menikah. Aku bantuin dikit-dikit biayanya. Yang paling buat aku senang ya aku bisa membuktikan kepada
orang tua dan masyarakat bahwa aku bisa dan aku bisa menjada kepercayaan orang tuaku. Kalau di Kebaya itu kadang aku cuma
main- main aja kalau ada acara. Jadi, nggak termasuk dalam pengurus gitu. Ya masalahnya aku juga sibuk sama kerjaanku je. Kan
kerja dari pagi sampai sore, habis itu aku capek. Belum lagi kalau banyak customer. Kebanyakan dari mereka tuh request pengen aku
yang nanganin gitu lho. Kadang aku nggak enak sama capster yang lain. Nanti dikiranya aku gimana gitu. Tapi ya aku harus gimana,
mereka yang minta kok. Aku kan juga nggak bisa nolak toh. Kadang mereka sampai mau untuk nunggu, padahal aku lagi nyemir
rambut ya mereka tetap mau untuk antri. Gitu cint.
Oke. Baiklah. Eee… Tadi itu kan pengalaman dari kecil sampai besar ya, sampai sekarang gitu. Nah, bisa nggak kalau kita
balik lagi ke masa kecil. Bisa nggak diceritain lebih detail lagi tentang pengalaman masa kecil ?
Oke baiklah. Tapi apa ya ? Kayake itu tadi udah lengkap kok. Aku ki paling nggak bisa disuruh ngarang cerita. Hehehe… Oke. Aku
itu kan anak bontot, jadi aku paling manja. Otomatislah. Aku paling manja terutama sama ibu ku. Jadi, setiap aku minta apa mesti
aku dikasi. Aku suka minta dikelonin kalau tidur. Itu aku kayak gitu sampai aku SMP. Nah, kalau aku sama bapak ku itu kurang
dekat. Walaupun nggak ada konflik tapi aku kurang dekat gara-gara bapak kan sibuk kerja. Berangkat pagi bareng aku sekolah. Nanti
pulangnya malam, kadang aku udah tidur. Maklumlah kalau di Jakarta emang suka gitu. Suka kena macet si jalan. Jadi, aku kalau
katemu bapak ku pas pagi aja sama weekend kan bapak nggak kerja. Terus apa lagi ya. Aku itu suka main- mainan cewek. Dulu kan
pas kecil aku masih di Jogja kan. Kadang aku tuh malah mainan bola bekel sama teman-teman cewek. Nah, nanti teman yang laki tuh
139
pada ngatain aku banci bencong gitu. Aku cuma diam aja. Nanti kalau di rumah aku certain ke ibu ku kalau teman laki- laki pada
ngatain aku banci. Ya udah ibuku cuma bilang kalau aku nggak boleh marah gitu. Ntar kalau marah, Allah nggak suka. Aku harus
sabar juga. Tapi aku kan masih kecil, jadi kadang aku nggak maksud. Ya aku cuma bisa diem aja dan berusaha nggak marah kalau
dikatain sama teman-temanku. Aku kan pas SD itu sekolah di SD Negeri ya. Nah tiap Jumat itu kan pulang awal karena Shalat Jumat.
Aku selalu ikut sama bapak ku. Kan bisa ngliat cowok-cowok. Hehehe… Ya itu aja sih, masa kecilku di Jogja.
Oke. Itu tadi kan bisa dilihat ya mbak kalau ada pengalaman diskriminasi walaupun hanya kecil. Itu dari teman-teman kan
ya sebatas diskriminasi verbal. Itu teman di rumah apa di sekolah ?
Iya cuma itu aja sih. Itu teman rumah ya sekolah. Tapi paling sering itu teman sekolah. Aku sering diejek lah sama mereka itu karena
aku kadang nggak mau diajak maen perang-perangan atau mainan cowok yang lain. Aku lebih senang main cewek sih.
Kemudian, ada nggak pengalaman diskriminasi yang lain ?
Kalau sejauh ini nggak banget sih. Ya kalau kecil cuma sebatas itu aja, diejek aja. Tapi kalau pas gede ya nggak juga. Kalau pas di
Jakarta tuh nggak. Mereka bisa menerimaku. Tapi malah pas di Jogja malah ada pengalaman diskriminasinya, walaupun juga cuma
sebatas verbal aja. Jadi, aku ya diejekin gitu waktu di jalan. Aku dipanggil banci bencong gitu lah. Aku itu inget banget, itu waktu
aku mau pulang ke tempat bulik ku gitu. Aku waktu itu jalan kaki terus pas itu aku lewat di depan segerombolan anak-anak muda
terus mereka manggil aku banci banci. Tapi aku ya berusaha tetap diam aja. Aku kan belajar untuk sabar seperti nasehat dari ibu ku
sejak kecil. Kalau kayak gitu aku anggap lalu saja sih. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Hehehe… ya aku aja yang harus
140
beradaptasi, membiasakan diri dengan lingkungan yang memang pada kenyataannya belum semua orang bisa menerima keberadaan
waria. Mungkin mereka itu belum kenal tentang dunia waria. Mereka hanya bisa melihat waria dari satu sisi saja, yang biasanya
hanya dinilai negatif. Tapi kalau yang di Jakarta itu mereka nggak kayak gitu karena mungkin mereka sudah menganggap waria itu
hal yang biasa. Mungkin karena di Jakarta itu memang lebih berkembang juga pola pikir masyarakatnya. Gitu cint.
Jadi, kalau disimpulkan pelaku dari tindakan diskriminasi yang dialami sama Mbak Bella itu lebih ke masyarakat sendiri ya
? Bukan keluarga kan ?
Iya cint. Keluargaku alhamdulilah bisa menerimaku apa adanya, seperti keadaanku saat ini kok. Malah kadang mereka member aku
dukungan saat aku banyak masalah. Setiap hari salah satu dari keluargaku juga suka hubungin aku walaupun cuma sekadar lewat
sms. Jadi, kita tetap saling menjaga komunikasi walaupun kita berjauhan. Jauh di mata dekat di hati gitu deh. Hehehe…
141
WAWANCARA TAHAP 3
Kalau dari hasil wawancara kemarin itu bisa dilihat kalau, kan aku bagi dua ya mbak, pengalaman diskriminasi masa kecil
dan dewasa. Nah, kalau yang pengalaman diskriminasi saat masa kecil itu sebatas pengalaman diskriminasi secara verbal
yang dilakukan oleh teman-teman Mbak Bella sendiri kan ? Itu pelakunya adalah teman-teman Mbak Bella sendiri kan, baik
teman sekolah maupun teman rumah. Kemudian selama ini, maksudnya saat Mbak Bella masih kecil, Mbak Bella
menanggapi itu semua hanya dengan cuek gitu ?
Iya cint, ya aku hanya diam saja saat aku diejekin mereka sendiri. Kadang aku bingung juga kenapa aku nggak marah sama mereka.
Cuma mungkin ya selain aku belum bisa begitu mikir karena masih kecil, mungkin juga karena aku memang mengakui tentang diriku
yang sebagai waria ini. Ya emang kenyataannya aku seperti itu terus mau gimana lagi kan cint.
Terus kalau pengalaman diskriminasi saat besar itu adalah pengalaman secara verbal juga ya ? Hampir sama dengan saat
masa kecil, yaitu diejekin banci. Hanya bedanya itu pelakunya adalah orang-orang, bisa dikatakan itu masyarakat ya ?
Kemudian untuk menanggapi diskriminasi itu Mbak Bella hanya diam saja.
Eee… Iya. Aku memang hanya diam saja dan tidak mau meladeni mereka apalagi kalau membalas perbuatan mereka. Nggak ada
gunanya juga. Capek juga sih. Mending aku diemin, ntar mereka juga diem sendiri. Aku belajar untuk lebih sabar saja.
Oke, kalau dilihat itu di situ ada figur yang berperan, figur yang berperan positif, boleh dibilang figure support lah. Nah,
142
kalau Mbak Bella itu ibu ya ?
Iya. Jadi aku merasa figur yang paling berperan itu ibu aku. Aku jadi seperti ini karena turut campur ibu ku juga. Tapi bukan
maksudnya aku menjadi waria ini lho ya. Tapi aku lebih bisa mengontrol emosiku karena beliau. Aku bisa bersikap lebih sabar
karena ibu. Hal itu memang sudah ditanamkan ke aku dari kecil. Karena aku berbeda dalam tanda kutip ya, maksudnya waria, jadi
ibu ku selalu memberi nasehat agar aku sabar jika ada yang mengejek keadaanku seperti ini. Selain aku harus sabar, tentunya aku
juga harus bisa beradaptasi, membiasakan diri dengan lingkungan. Nggak bisa kalau aku cuma sabar aja. Aku juga harus bisa
beradaptasi dengan cemoohan orang-orang yang bisa datang kapan saja dimana saja dan tanpa aku duga.
Nggak ada sih, ya ng aku rasa paling berperan ya cuma ibuku. Beliau yang selalu memberikan aku petuah-petuah yang bisa aku
jadikan pegangan dalam menjalani kehidupanku, terutama kehidupanku sebagai waria ini.
Okelah kalau begitu. Kemudian, Mbak Bella juga sempat bilang kalau Mbak Bella ingin menunjukkan kalau Mbak Bella
mampu seperti yang lain, maksudnya punya kemampuan seprti yang lain. Nah, itu apakah merupakan suatu cara agar
Mbak Bella diterima di masyarakat gitu ?
Ya gimana ya . Aku hanya ingin menunjukkan kepada orang, khususnya kepada keluarga bahwa aku juga bisa memiliki kemampuan,
143
bahwa aku memiliki sisi lebih, bahwa aku juga bisa berguna gitu. Makanya aku harus bisa menunjukkan bakat-bakatku. Aku harus
mengembangkan kemampuan yang aku punyai biar nggak cuma sia-sialah. Aku punya kemampuan di dunia kecantikan yang
buktinya sekarang aku bisa menghasilkan uang dari keterampilanku itu. Bukannya aku mau sombong sih. Tapi emang itulah
kenyataannya. Selama ini kan banyak masyarakat yang melihat waria hanya dari satu sisi saja. Mereka tidak melihat waria dari sisi
yang lain, sisi positifnya.
Owh, jadi yang utama itu Mbak Bella ingin menunjukkan bahwa Mbak Bella juga punya sesuatu yang bisa dibanggakan
gitu kan kepada orang -orang, khususnya kepada keluarga gitu kan ? Selain itu, Mbak Bella juga ingin menunjukkan agar
masyarakat juga tahu bahwa Mbak Bella atau waria itu juga punya sisi positif gitu kan ?
Ho’o… Agar mereka itu tahu kalau walaupun waria tapi waria juga punya kemampuan yang lebih yang bisa dibanggakan lah. Biar
mereka itu nggak aneh-aneh sama waria, biar bisa menerima waria di tengah-tengah masyarakat. Tak bisa dipungkiri kok kalau
banyak waria yang dekat dengan dunia kecantikan, dunia fashion gitu. Ya contohnya itu Ivan Gunawan yang artis itu.
Terus kalau dilihat itu bener nggak sih kalau Mbak Bella punya pikiran bahwa orang-orang itu melakukan diskriminasi
terhadap waria karena mereka belum tahu tentang dunia waria ?
Bener banget cint. Mereka atau masyarakat itu belum tahu kalau tentang dunia waria. Kebanyakan yang mereka tahu itu biasanya
waria identik dengan pelacuran dan dunia malam. Tapi tidak semua waria seperti itu. Ada juga kok waria yang punya profesi lain
144
selain seperti itu, walaupun hanya masih kecil sih. Mereka tidak melihat waria dari sisi positif seperti yang aku bialng tadi.
145
WAWANCARA TAHAP 1 & 2
Eh Mbak Angel, aku minta tolong dong certain pengalamannya Mbak Angel dari masa kecil sampai sekarang. Bisa toh ?
Terserah Mbak Angel mau pengalaman yang mana. Semuanya aja biar lengkap. Hehehe…
Oke baiklah. Aku itu 4 bersaudara. Aku anak ketiga. Terus apa lagi ya. Aku dari kecil emang udah nggak kayak anak laki- laki
lainnya. Yang lain pada maen bola, maen gulat- gulatan. Tapi aku tuh nggak. Aku lebih seneng dolanan pasaran, ibu- ibuan pakai
boneka gitu. Jadi aku dari kecil udah merasa ada yang beda dari anak laki- laki lainnya. Aku udah menjalani statusku sebagai waria.
Harusnya kan kalau anak laki- laki dolanan ya maenan cowok, tapi aku malah nggak. Tapi aku nyaman sama yang aku jalanin sebagai
waria. Aku sering diejekin banci sama teman-temanku. Woe banci banci gitu. Tapi aku pas itu cuma bisa nangis terus pulang ke
rumah. Aku sekolah SD itu di negeri di tempat asalku di Kendal. Walaupun udah kabupaten tapi koyo ndeso (seperti desa). Pas SD
aku itu aku eee pertama kali seneng sama cowok. Dia kakak kelasku. Tapi masih sebatas ngefans aja gitu. Terus pas SMP itu aku
kadang ikut lomba. Aku paling seneng sama pelajaran masak. Aku ki jago masak. Jadi nek ada lomba masak walaupun cuma antar
kelas tapi aku ikut. Nanti kelasku pasti menang. Tenan lho. Pasti aku diikutin kalau ada lomba masak-masak. Paling pas tujuh
belasan apa hari- hari nasional gitu. Terus pas SMA itu aku juga masih sekolah di Kendal, di SMA 2 Kendal. Sekolahku itu di tengah
sawah. Aku inget banget. Waktu itu jalannya belum di aspal, masih jalan tanah gitu. Tapi sekarang udah jalan aspal. Dulu kalau
sekolah itu aku dandan rapi. Celana sama bajunya aku press body. Aku jahit sendiri seragamku. Kadang kalau pas musim hujan
146
kayak sekarang ini, aku berangkat sekolah nggak pakai sepatu dulu dari rumah, ntar sepatuku belepotan tanah. Sepatuku aku bawa di
tas, terus pas sampai sekolah baru aku pakai. Di SMA ini aku mulai menunjukkan kalau aku waria walaupun belum dandan. Aku
udah kemayu-kemayuan, nggaya kae lah. Akhirnya lama- lama orang tuaku juga tahu. Teman-teman ma tetanggaku juga pada ngerti
kalau aku waria. Habis lulus SMA itu aku mulai dandan pakai bedak, pakai lipstick. Aku kan nggak nglanjutin kuliah toh, nggak
punya duit. Pertamane kakak ku yang pertama nggak sejutu aku jadi waria. Kakak ku itu cowok, wataknya keras banget. Aku
dimarah- marah ama dia, aku disuruh jadi layaknya laki- laki. Aku paling dekat itu sama adik ku. Dia cewek, kadang kita suka curhat-
curhat gitu. Dai nggak masalah aku jadi waria yang penting jangan aneh-aneh. Maksudnya ya jangan jadi orang jahat gitu. Adik ku
itu sekarang barusan lulus SMA. Aku dimarahin terus sama kakakku. Orang tuaku juga nggak setuju aku jadi waria tapi mereka
nggak segalak kakakku. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumah. Bukan berarti kabur lho. Aku pamitan kok. Akhirnya aku
ke Jogja. Di sini aku punya banyak teman waria. Namun, sekarang keluargaku udah bisa menerimaku lagi. Mereka nggak masalah
dengna jalan hidup yang aku ambil. Pas pertama kali di Jogja aku kayak anak ilang gitu. Eee, aku kenal teman waria pertama kali di
Malioboro itu, di dekat kantor pos gede itu lho. Ya aku kenal sama Mbak Tika itu. Akhirnya aku ngekos bareng sama dia tapi aku
nyewa kamar sendiri, cuma satu kos-kosan gitu. Aku mulai belajar dandan, terus keluar kalau malam. Eee ya gimana ya, mau nggak
mau. Aku mulai kenal sama teman-teman waria di Jogja, sama yang lain- lain. Tapi aku udah punya tekat kalau aku harus melakukan
sesuatu, aku nggak boleh diam aja, aku harus membuktikan sama keluargaku kalau aku bisa. Akhirnya aku nglamar-nglamar kerjaan.
Aku kan dari SMA itu kan udah bisa jahit sama suka dandan, ya aku nyoba nglamar kerja ya nggak jauh-jauh dari dunia busana sama
dunia kecantikan. Tapi awalnya aku juga sempat ngamen. Pas ngamen itu ya kadang diejek banci-banci apa diusir gitu. Awalnya
sakit hati sih. Aku kan nyari duit juga, yang penting kan halal. Tapi lama-lama aku diemin aja perilaku-perilkau orang-orang yang
tidak mengenakkan itu. Kalau aku ladenin nggak bakal selesai-selesai toh. Dari uang ngamen aku bisa beli makan, bisa buat bayar
147
kos-kosan juga. Tapi ya cuma pas-pasan tok. Makanya tiap malam kadang ya masih mangkal juga. Agak susah juga nyari kerja.
Lama- lama aku kadang diajakin ngrian orang kalau ada yang nikahan gitu. Lumayan lah walaupun itu nggak setiap saat ada kerjaan
tapi paling nggak ada buat pemasukan. Buat biaya hidup selama di Jogja. Pertamanya aku nggak pulang ke Kendal sampai 1 tahun.
Aku juga belum bisa ngasi apa-apa dalam artian uang ataupun yang bisa bantuin keluargaku. Tapi sekarang udah lumayan. Aku buka
salon ini sama teman waria yang lain. Jadi, modalnya patungan terus buka bareng. Walaupun salaon kecil tapi ya lumayan lah. Tapi
tetep aja kalau malam masih sika mangkal. Selain itu, aku juga di Kebaya mulai setahu yang lalu karena diajak Mbak Tika itu. Ya
aku ikut bantu-bantu perjuangin hak- hak teman-teman waria juga, sekalian bisa nambah teman. Gitu. Kalau masalah pasangan sih
dulu aku pernah punya laki gitu ya. Aku kenal dia di tempat magkal gitu. Kebetulan dia juga lagi nongkrong gitu. Sering ketemu
terus lama- lama ya jalan aja gitu. Tapi sekarang aku lagi nggak punya pacar. Lagi pengen sendiri dulu, nyari uang yang banyak dulu.
Hahaha… Kalau dulu pas punya pacar ya udah kayak suami istri gitu. Kita hidup bareng lah. Nyari duit buat hidup bareng. Tapi ya
nggak bis dilanjutin lagi. Padahal aku sama dia udah lumayan lama lah, sekitar setahun. Laki ku dapat kerja di luar kota. Aku males
kalau jarak jauhan gitu. Ya mending udahan aja toh.
Mbak tadi kan itu pengalaman secara global ya. Kalau kita flash back ke pengalaman masa kecil lagi bisa lebih dijelaskan
lagi nggak ?
Bisa. Oke baiklah. Apa ya. Aku itu 4 bersaudara. Aku anak ketiga. Jadi yang pertama itu cowok, terus cewek, terus aku terus cewek.
Jadi selang-seling gitu. Dari kecil aku lebih akrab sama saudara-saudaraku yang cewek. Aku lebih sering main sama mereka. Ya
karena dari kecil kan aku nggak senang dolanan laki. Aku lebih senang main dolanan cewek gitu. Ya pasaran, ya bonekaan, ya apa
148
ajalah yang berbau cewek gitu. Kadang aku didandani jadi ibu nya gitu. Aku pun juga nggak tahu kok aku kayak gitu. Anak laki- laki
lainnya oada ngajakin aku main robot-robotan tapi aku emoh (nggak mau). Aku juga senang bantuin ibuku masak di dapur. Kayak
gitu terus aja mengalir sampai akhirnya aku gede dan akhirnya aku nyadar kalau aku itu ya kayak gini. Kalau aku ya waria. Pas kecil
itu aku sering diejek-ejekin banci banci sama teman-temanku di sekolah ya di rumah. Tapi aku ya cuma diam aja. Paling aku pulang
terus nangis. Nanti ibuku yang ngibur gitu. Ibuku selalu bilang “diemin aja mereka. Jangan dibales yo. Mereka ki ming guyon”. Dari
situ aku belajar untuk lebih sabar. Nek dipikir-pikir emang aku banci kok. Ya wes toh mereka mau terika-teriak ya rugi dewelah.
Kemudian pas besar tepatnya setelah SMA itu aku udah mulai nunjukin kalau aku waria. Akhirnya ya semua orang juga pada tahu
kalau aku waria termasuk keluargaku. Mulanya kakakku menentang, sangat menentang malahan. Eee… Aku dimarahi habis-habisan,
hampir dipukul juga. Tapi aku sangat nyaman dengan keadaan diriku yang sebagai waria ini. Kalau kedua orang tuaku khususnya
ibuku sih nggak masalah asalkan aku tidak berbuat aneh-aneh, tetap di jalan yang benar. Maksudnya ya tetap punya sopan santun,
jangan nyuri dan lain- lain lah. Aku selalu ingat pesan ibuku yang pas aku kecil tadi, yang udah aku sebutin di atas tadi. Jadi, sekarang
aku sih kalau diejek atau diapa-apain ya membiarkan aja. Inilah hidupku, yang penting aku menjalani hidupku dengan sebaik-
baik nya. Aku harus memberikan yang terbaik untuk orang khususnya untuk keluargaku. Aku harus membuat ibuku bangga. Makanya
setelah aku pergi dari rumah, aku berusaha agar aku bisa dapat pekerjaan yang lumayan layak agar bisa bantuin orang tuaku di
Kendal gitu.
Oke, tadi itu kan kalau dilihat itu kan pengalaman diskriminasi yang dialami itu kan sebatas diskriminasi verbal ya mbak.
Itu pun hanya dari teman-teman bermain di sekolah dan di rumah ya ?
149
Iya. Kalau yang pas kecil ya cuma kayak gitu aja. Aku cuma sebatas diejek-ejek aja. Nggak berat-berat bangetlah menurutku.
Eh tapi ada lagi, yang pas gede. Ini kan Mbak Angel ngamen toh. Ini juga diejekkin banci sama kadang diusir ya ? Ada
nggak diskriminasi yang lainnya ?
Eee… Kalau yang sering aku alamin ya cuma diskriminasi verbal aja, ya sering diterikan banci. Misalnya kalau pas di jalan gitu, ntar
ada orang terus dia teriak “banci banci”. Tapi pernah juga ding waktu aku nyoba nyari kerjaan pas pertama kali aku datang ke Jogja
ini. Aku pernah nggak diterima kerja di sebuah salon karena statusku yang waria ini. Waktu itu aku sempat down juga. Tapi lama-
lama ya sudahlah, mau gimana lagi toh. Jadi kalau pengalaman diskriminasi ya cuma dari teman-teman aja pas kecil sama dari orang-
orang yang suka ngejekin banci aja. Mungkin mereka itu belum tahu tentang dunia waria. mereka cuma melihat waria dari satu sisi,
yaitu sisi negatif nya aja. Mereka nggak mau melihat waria dari sisi yang lain. Padahal sekarang banyak kok waria yang sukses dan
berprestasi ya kayak Merlyn Sophian itu toh. Ya paling nggak kalau nggak harus kayak Merlyn, kan paling nggak ada juga kok waria
yang bisa berguna lah. Banyak waria yang punya kemampuan-kemampuan seperti di dunia kecantikan, make up, fashion. Makanya
aku pun harus seperti itu. Aku pun harus menunjukkan bahwa aku pun bisa. Walaupun aku waria, aku ya harus bisa mempunyai
keterampilan yang lebih. Aku buktinya bisa njahit, aku bisa make up. Malahan kadang ada tetangga kos atau teman waria yang suka
minta dipotongin rambutnya, atau disemir sama aku. Aku pun nggak pasang tarif kalau sama yang udah deket. Yang penting aku bisa
bantu ya aku bantuin. Mereka mau ngasi ya alhamdullilah, tapi kalau nggak ya nggak masalah. Banyak orang-orang yang belum tahu
tentang dunia waria. Makanya aku ikut di Kebaya ini. Aku mencoba memberikan pemahaman waria kepada waria bahwa waria pun
punya sisi yang lebih. Tapi ya dengan catatan aku pun harus membuktikan kalau waria memang punya sisi yang lebih. Makanya aku
150
pun juga harus menunjukkan kemampuanku. Jadi impas. Aku punya kemampuan yang harus kau tunjukkan dan masyarakat pun
hendaknya bisa mengakuinya gitu.
151
WAWANCARA TAHAP 3
Kalau dari hasil wawancara yang kemarin itu kan bisa disimpulkan. Jadi, gini mbak. Kan aku bagi jadi 2, pengalaman masa
kecil saat dewasa dan masa kecil toh. Jadi, kalau pengalaman yang diskriminasi yang masa kecil itu sebatas pengalaman
diskriminasi verbal kan. Itu oleh teman-temannya Mbak Angel aja kan ? Itu teman sekolah apa teman rumah ?
Oke, terus pengalaman yang dewasa itu juga sebatas pengalaman diskriminasi verbal, diteriakin banci sama orang-orang,
boleh dibilang dari masyarakat kan. Kemudian, selain itu ada lagi pengalaman diskriminasi dalam hal pekerjaan. Pelakunya
juga dari masyarakat kan dimana Mbak Angel ditolak atau tidak diterima kerja karena statusnya sebagai waria. Ada juga
diusir saat Mbak Angel ngamen kan ?
Iya. Kalau diskriminasi sih itu yang aku alamin. Tapi paling sering itu ya diejekin banci-banci gitu. Atau dikatain dengan kata-kata
yang nggak enak lainnya, tapi nggak usah aku sebutin lah ya.
Siap ! Terus selama ini kan Mbak Angel menanggapi diskriminasinya de ngan cara membiarkan saja toh ? Kalau aku lihat
hal itu dipengaruhi sama figur ibu dan adik ya mbak ? Mereka kan memberikan nasehat agar Mbak Angel nggak aneh-aneh
dan tetap punya sopan santun gitu. Apa ada figur yang lain yang membuat Mbak Angel menjadi seperti itu ?
152
Jadi gini, sejak kecil itu aku kan udah mengalami diskriminasi seperti yang kamu bilang tadi kan. Walaupun hanya sebatas
diskriminasi verbal aja. Jadi, banyak teman-temanku yang suka ngejek-ejek aku banci banci gitu. terkadang aku biarkan tapi
terkadang aku juga nangis sih. Aku pulang ke rumah terus nangis gitu. Nah, aku sering ngadu sama ibu ku gitu. Biasanya ibu ku
selalu bilang gini “uis, nggak papa. Mereka ki cuma guyon, nggak usah dibales yo”. Ibuku selalu berusaha menghiburku dan
meyakinkan aku kalau aku harus bisa membiarkan mereka. Lama-lama setelah besar aku ya bisa mikir ternyata yang diajarkan sama
ibu ku selama ini tidak lain adalah aku harus belajar sabar menghadapi teman-temanku. Mungkin mereka menganggap aku ini aneh
dan menyimpang karena aku berbeda dari mereka. Aku laki- laki tapi aku suka main boneka, aku suka dandan. Ditambah lagi adikku
yang selalu memberikan aku support walaupun dengan hal- hal yang sepele. Dia tidak pernah protes dengan jalan yang aku pilih.
Akhirnya dari adik dan ibuku tadi aku bisa belajar lebih sabar dalam menjalani ini semua. Aku memang waria tapi yang penting aku
tetap di jalan yang benar. Aku tidak melakukan tindakan-tindakan kriminal. Malahan sekarang aku bisa membuktikan bahwa aku
mampu, memiliki sisi yang lebih yang bisa aku banggakan. Aku punya salon walaupun kecil. Aku bisa punya kemampuan di dunia
kecantikan yang belum tentu orang lain punyai. Aku juga bisa masak walaupun tidak untuk aku jual. Belum ada kesempatan aja sih.
Kalau aku punya modal, InsaAllah aku akan kembangkan kemampuanku agar orang lain juga tahu kalau aku bisa. Terlebih lagi
kepada kakak ku yang mulanya belum bisa menerima keadaanku sebagai waria. Intinya, terserah orang lain mau bilang apa. Yang
penting aku berusaha menjalani kehidupanku dengan sebaik-baikanya, menjadi orang yang berguna khususnya untuk keluargaku.
Amin.
Amin. Hehehe… kemudian, apa sih cara pandang atau gimana sih cara pandang Mbak Angel dengan orang -orang yang
melakukan diskriminasi terhadap Mbak Angel ?
153
Gimana ya. Menurutku biasanya orang yang suka mengganggu orang lain adalah orang yang merasa terganggu dengan kehadiran
orang lain itu sendiri. Mungkin bisa jadi mereka merasa iri, merasa tersaingi atau lainnya lah. Jadi, menurutku orang-orang itu merasa
terganggu dengan kehadiran waria di tengah-tengah mereka. Alasannya, mereka bisa terganggu karena mereka itu kebanyakan belum
tahu dan bahkan tidak mau tahu tentang dunia waria. Menurutku image waria itu kebanyakan negatif di mata masyarakat. Mereka
hanya bisa melihat waria dari satu sisi saja. Mereka tidak melihat waria dari sudut pandang yang lain. Yang mereka lihat hanya lah
waria yang suka bikin keributan, waria yang suka bikin onar, waria yang menyimpang dari ajaran agama, dan lain- lain lah. Mereka
hanya melihat itu. Mereka tidak melihat oh ternyata waria juga jago di dunia kecantikan, oh ternyata waria juga ada yang bisa
menerbitkan buku, oh ternyata waria ada juga yang jago masak dan lain- lain lah. Gitu lah kira-kira. Hehehe…
Oke. kalau aku lihat tadi kan Mbak Angel juga bilang kalau Mbak Angel harus memberikan yang terbaiklah buat orang
lain, khususnya keluarga. Mbak Angel ingin menunjukkan kalau Mbak Angel bisa melakukan hal-hal yang berguna gitu kan
? Nah, apa itu merupakan cara agar diskriminasi bisa berkurang atau agar dapat diterima oleh masyarakat ?
Ya iya tapi secara tidak langsung lah. Tujuan utama ku agar aku bisa membahagiakan keluargaku dan aku bisa menunjukkan
kemampuanku. Tapi kalau dengan itu, dengan cara itu masyarakat bisa menjadi bisa menerimaku ya Alhamdulilah. Ya sebenarnya
ada juga sih kayak gitu. Agar masyarakat tahu bahwa aku atau waria juga memiliki sisi yang lebih, sisi yang positif. Ya secara
langsung semoga mereka bisa mengurangi tindak diskriminasi mereka kepada waria. Amin.
Dalam kaitannya mengatasi diskriminasi, ada nggak sih hal-hal yang dialami dari kecil terus mungkin berarti sampai
154
sekarang, sehingga membuat Mbak Angel menjadi sekarang ini ?
Kalau aku sih kalau dalam kaitannya dengan pengalaman diskriminasi ya hanya sebatas dari kecil aku sudah diajarkan untuk lebih
sabar sama ibu dan adik ku. Itu yang aku ingat sampai sekarang. Jadi, kalau aku mengalami diskriminasi dari siapapun dalam bentuk
apapun selama ini ya aku hanya mengelus dada, melapangkan dada. Aku hanya berusaha untuk lebih sabar dan tidak aku balas. Ya
caraku ya tadi itu, aku berusaha menjalani kehidupanku dengan sebaik mungkin dan sebenar mungkin agar masyarakat sadar tahu
sendiri dan sadar sendiri bahwa waria tidak layak untuk didiskriminasi karena waria juga punya sisi yang lebih. Itu aja sih kalau aku.
155
LAMPIRAN
ANALISIS
DATA
SUBJEK 1
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
MASA • Ya paling cuma • Diskriminasi Bentuk diskriminasi Bentuk diskriminasi
KECIL diteriakin banci verbal yang dialami oleh
aja sih sama subjek I adalah
temen-temen diskriminasi verbal oleh
peer group, dimana
subjek I diteriakin banci
oleh teman-temannya.
156
kamu ngapa- low profile dalam
ngapain boleh. menghadapi masalah.
Itu hak kamu. Dukungan yang
Sifat dan diberikan oleh ayah
karakter subjek adalah berupa
seseorang itu penerimaan tentang
memang tidak statusnya sebagai waria
bisa dirubah sejauh subjek tidak
kecuali dari diri berhubungan dengan
kamu sendiri. kriminalisme. Selain itu,
Kamu boleh dukungan yang
kayak gitu tapi diperolah subjek dari
satu hal, kamu orang lain adalah
tidak boleh kesabaran orang-orang
berhubungan tersebut dalam
dengan polisi. menghadapi masalah
Dalam arti kata dan hal itu dijadikan
tidak terlibat contoh oleh subjek
dengan yang dalam menghadapi
namanya apa ya, diskriminasi yang
kriminalisme. Ya menimpanya.
entah itu
menggunakan
narkoba, entah
itu perkelahian,
entah perjudian,
entah itu miras”.
157
158
• Waktu itu aku • Pengakuan status • Coping Subjek I menerima
pengakuan kewariaannya (acceptance) perlakuan
“sebenarnya gini diskriminasi yang
buk, saya dialamatkan kepadanya
sebenarnya waria sebatas diskriminasi
buk. Rambut verbal. Penerimaannya
saya aja panjang. tersebut merupakan
Saya sebenarnya bentuk dari pengakuan
waria buk. Eee… terhadap status
mungkin itu kewariaannya. Namun,
adalah pilihan jika diskriminasi yang
ibu. Kalau ibu dialamatkan kepadanya
masih mau pakai adalah kekerasan fisik,
saya, saya maka subjek I akan
memintanya ya membalas atau melapor
apa adanya kepada polisi sebagai
seperti ini. bentuk kepercayaannya
Seperti diri saya kepada hukum yang
sendiri karena berlaku.
saya akan sangat
nyaman dengan Dalam dunia kerja,
apa yang ada di subjek I juga melakukan
diri saya. Kalau beberapa coping.
saya paksakan, Pertama, subjek I
kerja itu nggak percaya diri, dengan
akan tenang”. selalu berani mencoba
untuk melamar
• …Saya pekerjaan. Kedua,
159
sebenarnya waria subjek I juga selalu
pak… mengakui terlebih
dahulu tentang statusnya
• Aku memang sebagai waria saat
sudah menerima melamar pekerjaan.
kalau aku waria. Kemudian, subjek I
berusaha balas budi
• Dari • Balas budi dengan memberikan
kepercayaan itu, timbal balik atas
kemudian saya kepercayaan yang
timbul eee timbal diberikan kepadanya dan
balik yang harus juga berusaha untuk
saya berikan ke selalu membawa diri.
yang empunya
ini.
160
masih banyak
lembaga-
lembaga LBH
yang mau bantu
kita kok.
161
apa….
162
SUBJEK II
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
MASA • Sejak kecil memang • Diskriminasi Bentuk diskriminasi Saat masaih kecik,
KECIL saya sudah verbal bentuk diskriminasi
menjalani hidup yang dialami oleh
sebagai waria subjek II adalah
dimana pada saat diskriminasi verbal dan
itu banyak sekali kekerasan fisik.
teman-teman Diskriminasi verbal
seusia saya yang yang dialami oleh
sering mengejek subjek II adalah ejekan
kalau banci-banci dan cemoohan dari peer
atau bencong. group, yaitu teman-
temannya dan dari figur
• …ada teman di otoritas, yaitu guru
masa- masa kuliah PMP nya saat masih
yang kebetulan SMP.
aktif di apa Sementara itu,
namanya itu kekerasan fisik yang
resimen ma hasiswa dialami oleh subjek II
yang selalu saja dia adalah dari figur
harus menegur otoritas, yaitu oleh guru
saya. Sepertinya PMP nya saat masih
dia tidak apa, tidak SMP.
merasa puas kalau
belum memberikan
teguran kepada
163
saya.
• Banyak tekanan-
tekanan yang
dialamatkan
kepada saya oleh
guru- guru,
terutama guru
PMP…Saya
pernah dibilang
“mayat hidup
kamu keluar dari
sini”.
• …tapi ibu saya • Peran ibu Figur support Ada figur yang
selalu memberikan sebagai berperan, yaitu ibu
pengertian. pelindung subjek, dimana ibu
Biasanya ibu saya dengan subjek berperan sebagai
memanggil teman- memberikan pelindung yang
teman saya bari pemahaman senantiasa berusaha
dikasi pemahaman. kepada pelaku memberikan
diskriminasi dan pemahaman kepada
• ... di lingkungan menyelesaikan teman-teman dan
164
keluarga saya di dengan jalur saudaranya (keluarga)
masa saya tidak hukum. mengenai kondisinya
berdaya di masa yang berbeda dengan
kecil ketika orang- yang lain.
orang mungkin Menyelesaikan dengan
belum ya jalur hukum juga
memperhitungkan ditempuh oleh ibu
saya dalam subjek untuk mengatasi
kapasitas saya diskriminasi fisik yang
sebagai Rully masa dialami subjek yang
kecil. Namun di dilakukan oleh figur
situ yang paling otoritas (guru).
berperan
sepertinya adalah
ibu saya.
165
sampai murid- Diskriminasi verbal
murid saya seperti yang dialami oleh
mengejek jadi eee subjek II adalah
dan saya begitu diremehkan oleh murid-
tidak betah. muridnya saat menjadi
guru dan saat subjek
• Kalau pengalaman- hidup di jalanan.
pengalaman Sementara itu,
kekerasan secara kekerasan fisik yang
verbal saya kira dialami oleh subjek,
cukup banya saya yaitu dipukul di Staiun
alami terutama Lempuyangan dan
sekali di masa- terlibat dalam
masa ketika saya perkelahian massal
hidup di jalan. dengan kelompok
agamis di Surabaya.
• Saya pernah dipukul • Kekerasan fisik Selain itu, subjek II
sampai berdarah di juga mengalami
Stasiun pengucilan dari
Lempuyangan. keluarganya yang
belum bisa menerima
• Waktu di Surabaya, keadaannya sebagai
kita ada waria.
perkelahian massal
dengan kelompok
agamis.
166
keluarga saya
sendiri… hingga
saat ini boleh
dikatakan
hubungan tidak
baik dengan saya.
Karena mereka
enggan didatangi
oleh saya.
167
membuat orang- memberikan
orang itu menjadi pemahaman kepada
membalas atau masyarakat, seperti
malah tersakiti seminar, talk show agar
kembali. masyarakat bisa lebih
mengenal dunia waria
• Yang saya lakukan dan secara tidak
dengan kampanye- langsung dapat
kampanye, dengan mengurangi
berperan aktif diskriminasi pada kaum
mengikuti kegiatan waria.
diskusi public, talk
show, seminar-
seminar. Itu dalam
rangka
memberikan
pemahaman
kepada masyarakat
tentang dunia
waria.
• Jadi,
pemahamannya
pun saya
melakukan sesuatu,
dengan terlibat
aktif seperti itu kan
secara tidak
168
langsung
memberikan
pemahaman
kepada masyarakat
tentang dunia
waria yang
mungkin bisa
mengurangi
diskriminasi
kepada waria.
169
• Saya berharap agar • Pengharapan
masyarakat mau kepada
menerima masyarakat
keberadaan waria,
saya juga
melakukan sesuatu
agar pengharapan
saya itu terwujud
ya dengan
memberikan
pemahaman
tentang waria.
170
SUBJEK III
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
MASA • Kadang saya • Diskriminasi Bentuk diskriminasi Bentuk diskriminasi
KECIL diejek sama mereka verbal yang dialami oleh
“Banci, Tiko ki subjek III adalah
banci, Tiko ki diskriminasi verbal,
banci”. pengucilan dan
mendapatkan perlakuan
• Bahkan diejek berbeda dari ayahnya.
“sentul sari rupane Diskriminasi verbal
koyo gendul”. yang dialami, yaitu
diejek oleh teman dan
• Jadi 4 orang itu saudara kandungnya
(kakak) ngejek saya (kakak). Sementara itu
karena saya dari pengucilan dirasakan
kecil genit sekali. oleh subjek dalam
keluarganya. Perlakuan
• …teman-teman berbeda yang dirasakan
sejak kecil ngejek oleh subjek dilakukan
saya “banci banci oleh figur otoritas, yaitu
banci” oleh ayahnya sendiri.
Ayah subjek mengambil
• Saya merasa di • Pengucilan uang tabungan milik
lingkungan keluarga subjek tanpa
saya sendiri, saya sepengatuhan subjek dan
merasa terkucilkan. terkadang menyuruh
171
• Tanpa • Perlakuan subjek untuk membantu
sepengetahuan saya, berbeda dari ibunya di dapur.
bapak saya tuh ayah
kadang ngambil
uang tabungan saya.
172
kelebihan yang saya positif oleh subjek adalah
bisa saya ambil. mengambil sisi positif
Saya jadi bisa dari diskriminasi yang
masak, jadi seneng dialaminya. Subjek
di dapur. menjadi bisa memasak
karena sejak kecil sering
disuruh ayahnya untuk
membantu ibunya di
dapur.
173
sedot sedot saat melamar pekerjaan
seperti itu”. karena statusnya sebagai
Kata-kata waria.
melecehkan.
174
kalau dikatain nasehat kepada subjek
banci karena agar lebih sabar dan
kamu memang bertanggung jawab /
banci. Itu kan konsekuen dengan jalan
yang kamu pilih, hidup yang telah dipilih.
jalan ini kan
yang kamu pilih.
Ya mungkin
mereka ketawain
kamu karena
maklumlah laki-
laki dandan
mungkin bagi
mereka lucu.
Kamu jangan
marah. Kalau
kamu memang
banci dikatain
banci banci,
jangan marah.
Kalau kamu
banci,
diketawain
jangan marah
juga. Biarkan
saja”.
175
meskipun saya dan coping yang dilakukan
waria, initnya menunjukkan oleh subjek III untuk
harus kemampuan menghadapi
berprestasi. yang dimiliki diskriminasi. Pertama,
subjek III merasa harus
• Saya harus bisa memiliki kelebihan dan
kemampuan- harus menunjukkan
kemampuan saya kemampuannya kepada
meskipun saya masyarakat agar dapat
waria, akan saya menunjukkan bahwa
perlihatkan dirinya mempunyai sisi
kepada mereka. yang lebih. Relasi yang
baik dengan tetangga
• Meskipun saya juga dapat terjalin
waria, saya bisa dengan sifat subjek yang
menjahit. Saya ringan tangan kepada
bekerja di tetangga, sehingga pada
modiste dan akhirnya mereka bisa
hasilnya saya menerima subjek.
berikan pada ibu Coping yang lain adalah
saya. Akhirnya subjek berusaha selalu
mereka mau berpegang pada norma
menerima yang ada, dimana subjek
keberadaan saya. tidak ingin terpengaruh
dengan hal- hal yang
• Oke meskipun negatif. Karena
saya seorang seringnya mendapat
waria ya saya perlakuan diskriminasi,
176
harus memiliki saat ini subjek sudah
sisi yang lain, bisa menerima
sesuatu yang (acceptante) perlakuan
lebih, yang diskriminasi dan sudah
belum tentu tidak menganggap itu
orang-orang sebagai bentuk
heteroseksual diskriminasi lagi. Sikap
memilikinya, menerima subjek
salah satunya tersebut juga merupakan
keterampilan. bentuk dari pengakuan
subjek terhadap
• ….saya kebetulan • Menjalin relasi statusnya sebagai waria.
kalau dengan sosial yang baik
tetangga-
tetangga enteng
tenagane.
• Jadi, eee
tetangga-
tetangga saya
pun akhirnya
bisa menerima.
177
banci.
• Saking seringnya,
itu bukan saya
anggap
diskriminasi
karena seringnya
lho. Itu menjadi
makanan tiap
hari. Udah kebal.
178
SUBJEK IV
179
juga.
• Tapi aku pas itu • Katarsis Coping Ada 2 bentuk coping
cuma bisa nangis yang dilakukan oleh
terus pulang ke subjek IV. Pertama
rumah. adalah katarsis, yaitu
dengan menangis saat
• Tapi aku cuma diejek oleh teman-
diem aja. Paling temannya. Kedua adalah
aku pulang terus menerima (acceptance)
nangis. dengan mencoba lebih
sabar.
• Dari situ aku • Acceptance
belajar untuk
lebih sabar.
• Nanti ibuku yang • Ibu berperan Figur support Figur support yang
ngibur gitu. sebagai berperan dalam
penghibur kaitannya dengan
• Aku sering ngadu pengalaman
sama ibuku gitu. diskriminasi pada subjek
Ibuku selalu IV adalah ibu, dimana
berusaha ibu subjek berperan
menghiburku sebagai penghibur dan
dan meyakinkan pemberi nasehat. Ibu
akau kalau aku subjek senantiasa
harus bisa menghibur subjek saat
membiarkan subjek mengadu
mereka. mendapat perlakuan
180
diskriminasi. Ibu subjek
• Ibuku selalu • Ibu berperan juga member nasehat
bilang “diemin sebagai pemberi kepada subjek agar tidak
aja mereka. nasehat menanggapi dan
Jangan dibales menganggap bahwa
yo. Mereka ki orang-orang yang
ming guyon”. mendiskriminasikan
subjek hanya bercanda.
181
waria ini.
• Kalau ibuku sih • Ibu berperan Figur support Figur support yang
nggak masalah sebagai pemberi berperan dalam
asalkan aku tidak nasehat kaitannya dengan
berbuat aneh- pengalaman
aneh, tetap di diskriminasi adalah ibu
jalan yang benar. dan adik. Ibu subjek
Maksudnya ya berperan sebagai
tetap punya pemberi nasehat, dimana
sopan santun, ibu memberikan
jangan nyuri dan nasehata kepada subjek
lain- lain lah. agar subjek tetap
berpegang kepada
• …yang diajarkan norma yang ada dan
sama ibuku harus selalu sabar
selama ini tidak menghadapi
lain adalah aku diskriminasi yang
harus belajar terjadi.
sabar Adik subjek berperan
menghadapi sebagai pemberi
teman-temanku. dukungan dengan
memberikan penerimaan
• Adikku yang • Dukungan dan kepada subjek berkaitan
selalu penerimaan dari dengna status
memberikan aku adik. kewariaannya.
support
walaupun
dengan hal-hal
182
yang sepele. Dia
tidak pernah
protes dengan
jalan yang aku
pilih.
183
diam saja, aku yang dimiliki menunjukkan
harus kemampuan yang
membuktikan dimiliki. Sebagai waria,
sama keluargaku subjek ingin melakukan
kalau aku bisa. sesuatu agar bisa
memberikan yang
• Aku menjalani terbaik bagi masyarakat,
hidupku dengan khususnya keluarga,
sebaik-baiknya. yaitu ibu. Subjek ingin
membuktikannya
• Aku harus dengan menjalani
memberikan hidupnya dengan sebaik-
yang terbaik baiknya dan
untuk orang menunjukkan
khususnya untuk kelebihannya, yaitu
keluargaku. dengan memiliki
keterampilan yang lain
• Aku harus agar masyarakat dapat
membuat ibuku mengakuinya.
bangga.
184
mempunyai
keterampilan
yang lebih.
• Aku mencoba
memberikan
pemahaman
kepada
masyarakat
bahwa waria pun
punya sisi yang
lebih.
• Aku punya
kemampuan
yang harus kau
tunjukkan dan
masyarakat pun
hendaknya bisa
mengakuinya.
• Aku berusaha
menjalani
kehidupanku
185
sebaik-baiknya,
menjadi orang
yang berguna,
khususnya untuk
keluargaku.
• Aku berusaha
menjalani
kehidupanku
dengan sebaik
mungkin dan
sebenar mungkin
agar masyarakat
sadar, tahu
sendiri dan sadar
sendiri bahwa
waria tidak layak
untuk
didiskriminasi
karena waria
juga punya sisi
yang lebih.
186
melakukan
tindakan-
tindakan
kriminal.
187
SUBJEK V
188
temanku. dengan mengadu /
bercerita kepada ibu
• Aku harus sabar subjek.
juga.
MASA • Ibuku hanya • Ibu berperan Figur support Figur support yang
DEWASA memberi pesan sebagai pemberi berperan adalah ibu,
bahwa aku harus nasehat yaitu sebagai pemberi
tetap nasehat dimana ibu
bertanggung subjek memberikan
jawab dengan nasehat kepada subjek
keputusan yang agar subjek bertanggung
aku ambil ini, jawab dengan keputusan
189
dengan jalan yang diambil dan sabar
yang aku pilih dalam menghadapi
sebagai waria diskriminasi.
ini.
• Ibuku selalu
memberi nasehat
agar aku sabar
jika ada yang
mengejek
keadaannku
seperti ini.
190
• Aku berusaha • Acceptance Coping Terdapat 2 bentuk
diam saja. coping yang dilakukan
oleh subjek, yaitu
• Aku kan belajar acceptance dan
untuk sabar konsekuen. Sikap
seperti nasehat menerima (acceptance)
dari ibu sejak dalam menghadapi
kecil. diskriminasi ditunjukkan
oleh subjek dengan
• …aku anggap lalu berusaha diam saja dan
saja sih. Masuk acuh saat mendapat
telinga kanan, perlakuan diskriminasi.
keluar telinga Di samping itu, subjek
kiri. berusaha untuk bersabar
dan beradaptasi /
• Aku aja yang membiasakan diri
harus dengna lingkungan yang
beradaptasi, belum semua bisa
membiasakan menerima keberadaan
diri dengan waria.
lingkungan yang Selain acceptance,
memang pada subjek juga berusaha
kenyataannya konsekuen dengan
belum semua bertanggung jawab
orang bisa dengan jalan hidup yang
menerima diambil, yaitu sebagai
keberadaan waria. Tanggung jawab
waria. subjek tersebut
191
• Aku memang dimaksudkan agar
hanya diam saja kepercayaan dari
dan tidak mau keluarga subjek tidak
meladeni mereka hilang.
apalagi kalau
membalas
perbuatan
mereka.
192
• Dari kepercayaan • Konsekuen
itu aku harus
membuktikan
bahwa aku akan
bertanggung
jawab dengan
keputusan,
dengan jalan
sebagai waria
yang aku ambil
ini.
• Aku selalu
berpegang teguh
sama pesan
ibuku bahwa aku
harus
bertanggung
jawab.
• Aku bisa
193
membuktikan
kepada orang tua
dan masyarakat
bahwa aku bisa
dan aku bisa
menjaga
kepercayaan
orang tuaku.
194
SUBJEK I
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
• Aku main boneka- • Lebih tertarik dengan Pengakuan status kewariaan.
Aku adalah waria yang
bonekaan. hal- hal yang berbau berprestasi dari kecil, sehingga
feminin. aku terlihat menonjol di antara
yang lain. Aku selalu percaya
• Aku sudah senang • Tertarik dengan sesama diri dalam mencari pekerjaan,
lihat sosok laki- laki kok jenis. memberikan timbal balik dan
deg-degan gitu ya, ser- membawa diri setelah diberi
seran gitu ya. kepercayaan. Aku diterima di
dalam keluarga, maka aku
• Aku memang • Menerima diri sebagai harus bisa memberikan timbal
sudah menerima kalau waria. balik dengan membahagiakan
aku waria. orang tuaku. Aku berusaha
memiliki relasi yang baik
• Aku sangat menonjol • Memiliki prestasi di Menunjukkan kemampuan atau dengan masyarakat sekitar,
ketika SMP, karena eee sekolah. kelebihan yang dimiliki. sehingga mereka juga bisa
waktu itu aku juga ikut menerimaku sebagai waria.
eee kursus tari di Mereka (masyarakat)
tempatnya Yati Pesek. mendiskriminasi waria karena
mereka tidak mengenal dunia
waria.
• Aku memang sagat
menonjol karena setiap
ada lomba itu aku pasti
ikut dan lomba antar
sekolah itu aku yang
diajuin.
195
• Aku memberanikan • Memberikan yang
diri, PD untuk masuk terbaik dalam dunia
ke situ (lowongan kerja.
Delicia Bakery).
• Aku membahagiakan
orang tua.
196
• Aku sering dimintain • Menjalin relasi yang
bantuan di masyarakat. baik dengan
masyarakat.
• Aku selalu memberikan
yang terbaik juga buat
kampung.
• Aku harus
menunjukkan kalau aku
mampu dan
bertanggung jawab.
197
SUBJEK II
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
• Aku memang sudah • Menjadi waria sejak Pengakuan status kewariaan. Saya adalah waria yang
menjalani hidup sebagai kecil. berprestasi, lalu teman-teman
waria sejak kecil. sekolah saya mulai bisa
menghormati saya. Saya tidak
• Saya terpilih menjadi • Memiliki prestasi di Menunjukkan kemampuan atau pernah menggunakan emosi
ketua OSIS Negeri 1 sekolah. kelebihan yang dimiliki. dan kekerasan dalam
Perak Surabaya dan menghadapi diskriminasi tetapi
teman-teman mulai saya berusaha menunjukkan
menghormati, menaruh sisi kehidupan waria yang lain
rasa hormat dan segan dengan memberikan
terhadap saya. pemahaman kepada masyarakat
tentang waria dan berusaha
• Saya selalu diajarkan • Tidak menggunakan untuk menyesuaikan diri
oleh ibu saya untuk emosi atau kekerasan dengan lingkungan. Waria
selalu low profile. dalam menghadapi adalah korban dalam
diskriminasi masyarakat, dianggap
• Saya selalu melihat menyimpang dan kurang
sesuatu dengan dikenal oleh masyarakat.
proporsional dan tidak
perlu melibatkan emosi.
198
membalas atau malah
tersakiti kembali.
• Saya mengalami
pengalaman pahit yang
cukup panjang.
199
bisa diterima sebagai
waria.
200
• Pemahaman mereka • Waria kurang dikenal
(masyarakat) terhadap masyarakat.
dunia waria itu sangat
terbatas.
201
SUBJEK III
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
• Saya suka main kalau • Lebih tertarik dengan Pengakuan status kewariaan. Saya adalah waria yang harus
orang Jawa bilang main hal- hal yang berbau menunjukkan kemampuan saya
boneka, anak-anakan. feminin. terutama kepada keluarga dan
masyarakat agar mereka bisa
• Saya tuh merasa kalau • Tertarik dengan sesama menerima keberadaan saya
lihat cowok-cowok jenis. sebagai waria karena mungkin
yang ganteng-ganteng bagi mereka, waria adalah figur
tuh seneng. yang lucu.
202
• Saya harus bekerja.
• Saya akan
memperlihatkan kepada
mereka (keluarga)
kemampuan saya.
203
• Saya tuh hanya sekedar • Waria dianggap sebagai • Cara pandang
batu loncatan, having figur yang lucu masyarakat terhadap
fun aja gitu. waria.
204
SUBJEK IV
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
• Aku dari kecil memang • Sudah merasa berbeda Pengakuan status kewariaan. Aku adalah seorang waria yang
udah nggak kayak anak dari anak laki- laki pada harus berguna bagi masyarakat
laki- laki lainnya. umumnya. dan keluarga dengan
menunjukkan kemampuan-
• Aku dari kecil udah kemampuanku agar mereka
merasa yang beda dari bisa menerima keberadaanku
anak laki- laki lainnya. sebagai waria. Mereka
(masyarakat)
• Aku lebih seneng • Lebih menyukai hal- hal mendiskriminasikan waria
dolanan pasaran, ibu- yang berbau feminin. karena mereka merasa
ibuan pakai boneka terganggu dengan keberadaan
gitu. waria karena mereka tidak tahu
dan bahkan tidak mau tahu
• Aku udah menjalani • Menjalani hidup tentang dunia waria. Waria
statusku sebagai waria. sebagai waria. belum dikenal dan hanya
dipandang negatif oleh
masyarkat.
• Aku harus melakukan • Memberikan sesuatu Menunjukkan kemampuan atau
sesuatu, aku nggak untuk keluarga. kelebihan yang dimiliki.
boleh diam aja, aku
harus membuktikan
sama kelaurgaku kalau
aku bisa.
205
orang khususnya
kelaurgaku.
• Aku harus
menunjukkan bahwa
aku pun bisa.
206
tunjukkan dan masyarakat.
masyarakat pun
hendaknya bisa
mengakuinya.
207
• Image waria itu • Waria hanya dipandang
kebanyakan negatif di negatif oleh
mata masyarakat. masyarakat.
208
SUBJEK V
Meaning Central General General
Units Theme Theme Structure
• Aku udah beda sama • Merasa berbeda dengan Pengakuan status kewariaan. Aku adalah waria ayng harus
anak laki- laki lainnya. anak laki- laki pada bisa membuktikan kepada
umumnya. masyarakat dan keluarga
bahwa aku harus bertanggung
• Aku tuh nggak doyan • Lebih menyukai hal- hal jawab dengna jalan hidup
mainan laki. yang berbau feminin. sebagai waria yang aku ambil.
Aku juga harus menunjukkan
• Aku doyannya mainan bahwa aku memiliki sisi lebih,
perempuan. yaitu bakat dan mempunyai
keterampilan yang belum tentu
• Aku malah sering main dimiliki oleh orang hetero agar
anak-anak cewek. masyarakat bisa menerima
keberadaan waria. Aku hanya
• Aku sering main bisa sabar dan berusaha
boneka-bonekaan. beradaptasi dengan lingkungan
yang belum semuanya bisa
menerima keberadaan waria.
• Aku suka pakai daster
ibuku.
209
• Aku bisa buktiin kalau
aku mampu di dunia
kecantikan.
• Aku harus
menunjukkan bakat-
210
bakatku.
• Aku harus
mengembangkan
kemampuan yang aku
punya biar nggak cuma
sia-sialah.
211
• Aku juga harus bisa
beradaptasi,
membiasakan diri
dengan lingkungan.
212